CONTOH KASUS : SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU TERHADAP KERUSAKAN HUTAN LINDUNG SUNGAI PULAI Salah satu hutan lindung yang berada di Provinsi Kepulauan Riau yang telah mengalami kerusakan yang cukup besar adalah hutan lindung Sungai Pulai. Dari beberapa kajian yang dilakukan BLHK Provinsi Kepulauan Riau terhadap daerah aliran sungai (DAS) waduk Sei Pulai, diketahui bahwa luas hutannya telah berkurang secara drastis antara tahun 1990 sampai tahun 2003, yaitu dari 65,97% menjadi 4,65% dari seluruh DAS Sei Pulai, meskipun pada tahun 2007 luas hutan meningkat menjadi 9,15%, peningkatan tersebut tidak terlalu berarti untuk menutupi kerusakan hutan. Penyebab dari lenyapnya sebagian hutan lindung sungai pulai disebabkan karena kawasan tersebut telah berubah fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa Sawit, perladangan dan sebagian dijadikan tempat tinggal oleh masyarakat. Dari sekitar 313 hektar kawasan Hutan Lindung Sungai Pulai yang berada di wilayah administratif Kota Tanjungpinang, diperoleh data awal bahwa dokumen penguasaan lahan oleh masyarakat berupa sertifikat seluas 14,48 persen, alas hak 0,99 persen, surat tebas 13,58 persen, SKGR 2,83 persen, bukti pajak 2,80 persen, bukti surat jual beli 2,27 persen, surat pernyataan menguasai tanah 21,27 persen, bersedia diukur namun tidak melampirkan bukti penguasaan 18,41 persen dan lahan yang penguasanya tidak bersedia didata dan diukur seluas 23,37 persen. Fungsi utama Hutan Lindung Sungai Pulai, adalah sebagai penyangga kelansungan waduk Sungai Pulai, sebagai sumber air minum bagi wilayah Kota Tanjung Pinang. Akibat dari hilangnya kawasan penyangga hutan lindung Sungai Pulai menimbulkan dampak menurunnya debit air pada waduk sungai. Kondisi tinggi muka air (TMA) Waduk Sungai Pulai saat ini cukup kritis. Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Propinsi Kepulaun Riau merupakan Instansi yang diberikan wewenang dan tugas untuk menjaga, melindungi, memelihara serta mencegah terjadinya kerusakan dikawasan hutan lindung sungai Pulai. TANGGAPAN : Sistem pengendalian manajemen sektor publik terhadap kerusakan hutan lindung sungai Pulai belum terlaksana dengan baik. Beberapa kendala atau penghambat yang menyebabkan sistem pengendalian manajemen sektor publik terhadap kerusakan hutan lindung sungai pulai belum terlaksana dengan baik dikarenakan kurangnya ketersediaan staf yang bekerja baik
dilapangan maupun di kantor, penyebab lainnya adalah kekurangan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam menjalankan dan memudahkan Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Riau khususnya dibidang Kehutanan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Kendala dan penghambat diatas disebabkan karena kurangnya anggaran untuk menyediakan staf, sarana dan prasarana yang dibutuhkan, sehingga belum terlaksana dengan baik. PENYELESAIAN : 1). Menindak tegas oknum atau pihak, anggota dan aparat terkait yang melakukan pelanggaran di kawasan hutan lindung sungai pulai seperti membuka lahan perkebunan, melindungi warga yang bermukim di kawasan hutan lindung, 2). Penambahan staf lapangan untuk melakukan patroli rutin dikawasan hutan lindung sungai serta melakukan penertiban terhadap masyarakat yang melakukan aktivitas seperti pembakaran lahan dan perkebunan. 3). Pelaksanaan reboisasi di hutan lindung tersebut secara berkala. 4). Pelaksaaan sosialisasi terhadap masyarakat akan pentingnya hutan lindung dan pencegahan terhadap kerusakan hutan. 5). Penambahan sarana dan prasarana untuk menfasilitasi staf Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Riau khususnya dibidang Kehutanan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. 6). Dinas Pertanian, Kehutanan dan peternakan Provinsi Kepulauan Riau khususnya dibidang kehutanan supaya melakukan rencana penganggaran yang baik, seperti menerangkan apa yang diperlukan dan yang diinginkan guna memudahkan dan melancarkan pekerjaan.