Chapter 15.docx

  • Uploaded by: Micela Zunt
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Chapter 15.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,193
  • Pages: 8
Firzatullah

: 1601103010083

Muhammad Zakwan : 1601103010084 Muhammad Farradhi : 1601103010061

Mata Kuliah

: Perencanaan Pajak RESTITUSI PAJAK

Pasal 17 C Undang-Undang KUP Diisi dengan tanda X pada kotak jika PKP termasuk Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP. Yang dimaksud dengan kriteria tertentu adalah: 1. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan; tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; 2. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan 3. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Pasal 17 D Undang-Undang KUP memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 D Undang-Undang KUP. Yang dimaksud dengan persyaratan tertentu adalah: 1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; 3. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau 4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.

Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang KUP Diisi dengan tanda X pada kotak jika PKP memenuhi ketentuan sebagai PKP Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN. Yang dimaksud dengan PKP berisiko rendah adalah: 1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; 2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; 3. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut; 4. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; 5. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau 6. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).

Apa perbedaanya? Pengembalian Pasal 9 ayat (4c) UU KUP hanya dapat diajukan oleh PKP berisiko rendah. PKP berisiko rendah tersebut berhak mengajukan dapat mengajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak; sementara itu, selain PKP berisiko rendah hanya dapat mengajukan pengembalian pada akhir tahun buku. PKP juga dapat mengajukan restitusi dengan mekanisme Pasal 17C UU KUP atau 17D UU KUP. Letak utama Pasal 17C UU KUP dan Pasal 17D UU KUP adalah kondisi pada Pasal 17C UU KUP adalah kepatuhan WP sedangkan kondisi pada Pasal 17D adalah nominal restitusi.

Tata Cara Pembayaran Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak Pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak dilakukan oleh Bank Persepsi mitra kerja Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) selaku pemegang rekening Kas Negara. Kelebihan pembayaran pajak meliputi : 1. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam SKPLB sebagaimana dalam pasal 17 dan 17 B UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), 2. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Keputusan Keberatan atau Putusan Banding Pajak, 3. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Keputusan Pengurangan atau Sanksi sebagai akibat diterbitkan Keputusan Keberatan atau Putusan banding yang menerima sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.

Mekanisme pembayaran kelebihan pajak adalah sebagai berikut : Kelebihan pembayaran pajak dikembalikan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atas nama Direktur Jenderal Pajak dengan menerbitkan SKPKPP ,

1. Atas dasar SKPKPP, Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SPMKP per jenis pajak dan per masa / tahun pajak, jika dalam proses permohonan restitusi ternyata ditemukan bahwa Wajib Pajak masih mempunyai utang pajak, maka atas permohonan restitusi tersebut dikurangi terlebih dahulu dengan utang pajak yang masih ada. 2. SPMKP tersebut dibuat dalam rangkap empat dengan peruntukan: a) Lembar ke-1 dan ke-2 untuk KPPN mitra kerja KPP, b) Lembar ke-3 untuk Wajib Pajak, c) Lembar ke-4 untuk KPP yang menerbitkan SPMKP. 3. Berdasarkan SPMKP, KPPN atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), 4. KPPN mengembalikan lembar ke-2 SPMKP disertai SP2D lembar ke-2 kepada penerbit SPMKP setelah dibubuhi cap tanggal dan nomor penerbitan SP2D, 5. SPMKP dibebankan pada mata anggaran pengembalian pendapatan pajak tahun anggaran berjalan, 6. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, SPMKP beserta SKPKPP wajib disampaikan KPP ke KPPN paling lambat dua hari kerja sebelum jangka waktu satu bulan terlampaui, 7. SPMKP disampaikan ke KPPN secara langsung oleh petugas yang ditunjuk, 8. KPPN wajib menerbitkan SP2D paling lama dua hari kerja sejak SPMKP diterima.

Persyaratan apakah yg harus di penuhi prusahaan untuk mengajukan restitusi atas ppn lebih bayar tersebut. Pkp hanya dapat mengajukan permohonan pengembalian (restitusi) pada akhir tahun buku 1. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan Pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. 2. PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan Pajak (restitusi) pada akhir tahun buku. Bagi PKP Orang Pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku adalah tahun kalender. Pkp yang dapat mengajukan permohonan pengembalian (restitusi) pada setiap masa pajak 1. PKP yang melakukan ekspor BKP Berwujud; 2. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepada Pemungut PPN 3. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang PPN-nya tidak dipungut; 4. PKP yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud; 5. PKP yang melakukan ekspor JKP; dan/atau 6. PKP dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang PPN. (Isi Pasal 9 ayat (2a) UU PPN : Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan) Cara pengajuan permohonan pengembalian (restirusi) 1. PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan Pajak dengan menggunakan : a) SPT Masa PPN, dengan cara mengisi (memberi tanda silang) pada kolom "Dikembalikan (restitusi)"; atau b) Surat permohonan tersendiri, apabila kolom "Dikembalikan (restitusi)" dalam SPT Masa PPN tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan Pajak. 2. Permohonan pengembalian kelebihan Pajak diajukan kepada KPP di tempat PKP dikukuhkan. 3. Permohonan pengembalian kelebihan Pajak ditentukan 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Masa Pajak. 4. Tata cara pengajuan permohonan restitusi secara bulanan : 1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan 2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak

3. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3(tiga) tahun berturut-turut 4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir

Penelitian dan surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak (skppkp) 1. Penelitian dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang diajukan oleh: a) PKP kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C UU KUP; 1) Pasal 17C UU KUP berisi tentang WP dengan Kriteria tertentu (WP Patuh). b) PKP yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D UU KUP; atau 2) Pasal 17 D UU KUP berisi tentang WP yang memenuhi persyaratan tertentu. c) PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) UU PPN. Penelitian oleh DJP dilakukan terhadap: 1) kebenaran pemenuhan ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e Undang-Undang PPN; 2) kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya; 3) kebenaran penulisan dan penghitungan pajak; dan 4) kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak. 2. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang diajukan oleh PKP, harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lama 1 bulan sejak saat diterimanya permohonan pengembalian kelebihan Pajak. 3. Apabila jangka waktu 1 bulan tersebut telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan SKPPKP, permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang diajukan dianggap dikabulkan dan SKPPKP harus diterbitkan paling lama 7 hari setelah jangka waktu 1 bulan tersebut berakhir. Tidak diterbitkannya skppkp terhadap pkp beresiko rendah 1. Terhadap PKP beresiko rendah, SKPPKP tidak diterbitkan apabila : a) hasil penelitian menyatakan Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e Undang- Undang PPN; b) hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar; c) lampiran Surat Pemberitahuan tidak lengkap; dan/atau d) pembayaran Pajak tidak benar. 2. Dalam hal SKPPKP tidak diterbitkan, terhadap PKP beresiko rendah tersebut harus diberikan pemberitahuan secara tertulis dengan menggunakan formulir lampiran PMK-72/PMK.03/2010 dan permohonan pengembalian kelebihan Pajak; dari PKP ini akan diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP.

Pemeriksaan dan skp 1. Pemeriksaan dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang diajukan oleh PKP selain: a) PKP Kriteria tertentu (Pasal 17 C UU KUP), b) PKP yang memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 17 D UU KUP), c) PKP Resiko rendah (Pasal 9 ayat 4C UU PPN). 2. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan Pajak harus menerbitkan SKP paling lama 12 bulan sejak permohonan pengembalian kelebihan Pajak diterima. Jangka waktu 12 bulan ini tidak berlaku dalam hal terhadap PKP sedang dilakukanpemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan. 3. Apabila setelah melampaui jangka waktu 12 bulan tersebut Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan paling lama 1 bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.; Pemeriksaan terhadap pkp pasal 17 c uu kup, pasal 17d uu kup, pkp resiko rendah 1. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan Pajak dapat melakukan pemeriksaan kepada PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) UU PPN, PKP kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C UU KUP, atau PKP yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D UU KUP 2. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan; diterbitkan SKPKB, PKP kriteria tertentu atau PKP yang memenuhi persyaratan tertentu wajib membayar jumlah kekurangan Pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pembayaran Pajak 3. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB, PKP berisiko rendah wajib membayar jumlah kekurangan Pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan, paling lama 24 bulan, dari jumlah kekurangan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) UU KUP. Jelaskan penyebab terjadinya perbedaan dalam ekualisasi peredaran usaha antara spt pph badan dan spt masa PPN Sebagian Wajib Pajak, karena bidang usahanya, mengharuskan angka pos peredaran usaha SPT Tahunan PPh Badan sama penyerahan menurut SPT Masa PPN. Tetapi sebagian lagi tidak memungkinkan adanya persamaan karena sebab-sebab sebagai berikut : 1. Penjualan dengan mata uang asing Kurs yang dipakai di SPT Tahunan PPh Badan adalah kurs tengah BI. Antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan khusus tentang kurs sama, yaitu pengakuan pendapatan dan biaya menggunakan kurs tengah BI. Sedangkan SPT Masa PPN harus menggunakan kurs yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap minggunya. Kita mengenalnya kurs KMK. Selain untuk PPN, kurs KMK juga digunakan untuk pembayaran pajak lainnya. Jika pembayaran kita

menggunakan mata uang asing, dan pembayaran tersebut terutang PPh Pasal 26 maka akan ada perbedaan angkan antara pengakuan biaya dengan dasar pengenaan pajak PPh Pasal 26. Sekali lagi, penyebabnya adalah kurs KMK dan kurs tengah BI. Dasar pengenaan pajak PPh Pasal 26 wajib menggunakan kurs KMK saat (pada) tanggal pembayaran (tanggal SSP, cash basis) sedangkan pengakuran biaya menggunakan kurs tengah BI saat diakui (acrual basis). 2. Penghasilan lain-lain menjadi objek PPN Mungkin Wajib Pajak selalu menghasilkan produk sampingan. Baik karena limbah pabrik maupun karena kualitas produk yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Contohnya pabrik mebel yang menghasilan kayu-kayu kecil yang dapat dijual. Produk seperti ini ketika dijual, hasil penjualannya tentu dimasukkan ke dalam pos penghasilan lain-lain. Tetapi penjualan tersebut jelas terutang PPN. Jadi harus dilaporkan di SPT Masa PPN. 3. Ada penyerahan cabang dan ada SPT Masa PPN lokasi SPT Masa PPN biasanya per lokasi tertentu kecuali ada sentralisasi pelaporan PPN. Jika terdapat banyak cabang, tidak serta merta penjumlahan semua SPT Masa PPN lokasi harus sama dengan SPT Tahunan PPh Badan. Peredaran usaha adalah penyerahan produk ke konsumen langsung, sedangkan SPT Masa PPN tidak hanya penyerahan produk ke konsumen tetapi penyerahan produk dari pusat ke cabang atau dari cabang ke cabang lainnya. Jadi harus hati-hati. 4. Ada penghasilan diterima dimuka Saat terutang pajak biasanya saat penyerahan atau saat diterima uang. Mana yang lebih dahulu. Begitu juga dengan PPN. Kita mesti cut-off kapan saat terutang PPN. Seandainya ada uang muka penjualan yang penyerahannya mungkin tiga bulan kemudian, pada akhir tahun uang muka tersebut harus dihitung sebagai objek PPN yang harus dibayar. 5. Pemakaian sendiri dan bonus. Pemakaian sendiri, pemakaian cuma-cuma atau bonus di laporan keuangan adalah biaya. Sedangkan di SPT Masa PPN, pemakaian produks sendiri merupakan objek PPN. Seperti pabrik minuman, kadang ada produk yang tidak dapat dijual karena dibawah standar mutu yang ditetapkan (produk BS), kemudian produk BS tersebut dibagikan ke karyawan. Ini terutang PPN. Atau mungkin Wajib Pajak memberikan produknya secara cuma-cuma untuk kegiatan amal. Ini juga terutang PPN. 6. Beda waktu pelaporan Seringkali pembelian barang dagangan dibayar 30 hari sejak transaksi. Dan faktur pajak standar dibuat selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya setelah bulan dilakukan penyerahan. Misalnya transaksi tanggal 23 April, mungkin baru dibayar tanggal 23 Mei. Dan bisa saja dibuat faktur pajak pada tanggal 31 Mei. Transaksi ini dilaporkan selambat-lambatnya tanggal 20 Juni. Jadi, transaksi bulan

Desember dapat dibuatkan faktur pajak bulan Januari tahun berikutnya, SPT Masa PPN bulan Januari.

Related Documents

Chapter
May 2020 60
Chapter
November 2019 76
Chapter
October 2019 79
Chapter 1 - Chapter 2
June 2020 62

More Documents from ""