Cdk 071 Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cdk 071 Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit as PDF for free.

More details

  • Words: 36,772
  • Pages: 140
Sambutan Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada Pembukaan Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia di Cipanas, 4 Agustus 1991

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Hadirin yang saya hormati Pertama-tama marilah kila panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan ridho-Nya kita dapat bertemu dan berkumpul bersama pada Pembukaan Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) ini. Seminar ini saya anggap penting karena akan membahas peningkatan kemampuan dan pengetahuan para pengelola rumah sakit termasuk tentang manajemen keuangan rumah sakit dan manajemen mutu pelayanan rumah sakit. Tema yang dipilih yakni: Pemantapan Manajemen dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit sangat relevan dengan upaya Departemen Kesehatan yang tengah berusaha meningkatkan mutu, cakupan, efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan guna mencapai tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia. Ini berarti PERSI sebagai ikatan profesi ikut melaksanakan dan bertanggung jawab terhadap kemajuan pembangunan kesehatan. Saudara-saudara, Kini kita telah memasuki tahun ketiga Repelita V yang merupakan Repelita terakhir dalam pembangunan jangka panjang pertama. Selama dua puluh tahun terakhir ini telah banyak hasil yang dicapai dalam pembangunan kesehatan. Perilaku hidup sehat telah semakin berkembang dalam masyarakat, peran serta masyarakat dan swasta dalam pembangunan kesehatan semakin luas, kesehatan lingkungan dan tempat pemukiman juga telah bertambah baik. Di samping itu, prasarana dan sarana pelayanan kesehatan telah semakin banyak dan lebih merata. Kesemuanya ini telah meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat hingga manusia Indonesia dapat hidup lebih sejahtera dan produktif. Kemajuan lain yang patut dicatat adalah bertambahnya rumah sakit dan jumlah tempat tidurrumah sakit di Indonesia. Pada awal tahun 1970-an kita hanya memiliki 1.116 RS dengan 81.753 tempat tidur dan pada tahun 1990 kita telah memiliki 1.532 RS dengan 118.565 tempat tidur. Sebagian dari rumah sakit tadi dimiliki oleh swasta (termasuk RS milik penanam modal). Pada awal tahun 1970-an hanya terdapat 113 RS Swasta dan pada tahun 1990 jumlah tadi meningkat menjadi 325 RS. Pada umumnya RS-RS Swasta tadi dibangun di kota-kota besar.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

i

Meskipun sudah banyak kemajuan-kemajuan yang bermakna, namun RS-RS di Indonesia khususnya RS Pemerintah, masih menghadapi banyak masalah yang kompleks. Dalam menyelesaikan masalah tersebut saya ingin mengingatkan amanat GBHN 1988 yang antara lain mengemukakan: Dalam rangka lebih meningkatkan pelayanan kesehatan, perlu terus ditingkatkan mutu pelayanan rumah-rumah sakit, lembaga-lembaga pemeliharaan kesehatan, pusat-pusat kesehatan masyarakat serta lembaga-lembaga kesehatan lainnya. Untuk itu, perlu ditempuh langkah-langkah seperti: Peningkatan efisiensi pemanfaatan dana, tenaga dan sarana, antara lain dengan deregulasi dan debirokratisasi manajemen program-program kesehatan termasuk sistem pengelolaan sumber dananya. Dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan seperti yang saya kutip tadi, Departemen Kesehatan tengah mengembangkan secara berangsur-angsur rumah-rumah sakit pemerintah menjadi Lembaga Swadana. Pengembangan Lembaga S wadana ini bukanlah swastanisasi karena rumah sakit pemerintah tetap merupakan asset pemerintah. Subsidi bagi Lembaga Swadana tetap akan ada, tetapi lambat laun secara bertahap akan dikurangi untuk kemudian subsidi tadi direalokasi kepada institusi pelayanan kesehatan lain yang lebih membutuhkannya. Perubahan status rumah sakit men jadi Lembaga Swadana akan berakibat perubahan sistem manajemen di rumah sakit dengan implikasi penataan dan perubahan yang luas. Perubahan-perubahan tadi antara lain dalam hal: reneana tahunan yang integratif, sistem akuntansi, struktur organisasi, sistem pengawasan dan lain sebagainya. Disamping itu dibutuhkan pula tenaga-tenaga yang lebih profesional yang dapat mengelola rumah sakit sebagai suatu unit sosio-ekonomi. Pengembangan rumah sakit pemerintah menjadi Lembaga Swadana bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan perangkat peraturan perundang-undangan tersendiri. Disamping itu diperlukan pula persiapan yang cermat berdasarkan analisa yang akurat agar di kemudian hari Lembaga tadi dapat berjalan mulus. Saudara-saudara sekalian, Pertambahan jumlah rumah sakit Swasta pada akhir-akhir ini cukup menggembirakan. Dengan peningkatan jumlah rumah sakit swasta terbukalah kesempatan yang lebih baik kepada masyarakat untuk dapat memilih rumah sakit sesuai dengan keinginannya. Namun, perlu saya ingatkan bahwa setiap pengelola dan karyawan rumah sakit harus tetap berpegang pada peraturan perundangan yang berlaku antara lain tetap melaksanakan fungsi sosialnya dan etika rumah sakit. Kerjasama antar rumah sakit perlu dibina sedemikian rupa terutama dalam pengadaan dan pemanfaatan alat-alat canggih dan pemenuhan tenaga khususnya tenaga medis dan paramedis. Dalam mendirikan rumah sakit swasta baru, saya menghimbau agar perencanaan dibuat secara cermat semenjak jauh hari, termasuk perencanaan ketenagaan. Dengan perencanaan yang baik akan terhindar tindakan-tindakan merekrut tenaga yang berasal dari rumah sakit lain yang akhirnya dapat mengganggu operasional rumah sakit tersebut dan mengganggu hubungan baik sesama anggota PERSI. Akhirnya, saya ingin mengemukakan mengenai peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang merupakan salah satu tujuan pokok Repelita V. Peningkatan kualitas ini diperlukan karena dalam duapuluh tahun terakhir kita telah berhasil meletakkan investasi sarana yang secara geografis telah menjangkau hampir seluruh wilayah tanah air. Karenanya sarana itu harus diisi dengan kegiatan dan pelayanan yang lebih bermutu agar dampaknya juga lebih tinggi. Peningkatan mutu pelayananpun diperlukan karena masyarakat Indonesia sudah lebih kritis dan menuntut mutu pelayanan yang lebih baik. Untuk mengetahui bahwa pelayanan yang diberikan lebih bermutu, dibutuhkan standa-standar. Standarisasi ini harus segera dirumuskan dan ditetapkan sebagai ke-

ii

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

bijaksanaan operasional, sedangkan standar yang sudah selesai dibuat harus segera dipedomani dengan penuh rasa tanggung jawab. Standar yang sudah dibuat tetapi tidak dimanfaatkan atau tidak dipedomani akan menjadi tidak berguna dan menjadi sia-sia. Hal ini sangat tidak saya inginkan. Saya harapkan Saudara-saudara para peserta Seminar sebagai pengelola rumah sakit harus mampu dan mau untuk secara bersama-sama memperhatikan pelaksanaan berbagai standar yang sudah atau akan dibuat. Standar ini akan berperanan penting karena kita sudah mulai melaksanakan persiapan untuk melakukan akreditasi bagi semua rumah sakit di Indonesia. Saudara-saudara sekalian, Kepada para pengelola rumah sakitbaik pemerintah maupun swasta yang ikut serta dalam seminar ini saya harapkan akan banyak mendapat masukan yang nantinya dapat diterapkan di rumah sakit masing-masing. Dalam pengelolaan rumah sakit, khususnya rumah sakit swasta, harus tetap memperhatikan fungsi sosial rumah sakit. Bagi pihak swasta yang bermaksud untuk mendirikan rumah sakit baru, pelaksanaannya harus benar-benar berdasarkan studi kelayakan, survei evaluasi lingkungan dan analisa dampak lingkungan agar di kemudian hari mempunyai dampak yang positif terhadap semua pihak. Saudara-saudara sekalian, Demikianlah sambutan saya pada pembukaan seminar upaya peningkatan pelayanan rumah sakit yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia ini. Semoga seminar ini dapat mencapai tujuan guna perbaikan pengembangan rumah sakit di Indonesia. Selamatberseminar. Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim secara resmi Seminar ini saya buka. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Menteri Kesehatan,

Dr Adhyatma, MPH

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

iii

Sambutan Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)

Ass. Ww. Wb. Yth. Bapak Menteri Kesehatan, Bapak dr. Adhyatma, MPH. Yth, Bapak Direktur Jenderal Pelayanan Medik, Bapak dr. Broto Wasisto, MPH. Yth. Bapak Kepala Kanwil Dep. Kes. Jawa Barat. Yth. Bapak Pimpinan P.T. Kalbe Farma. Yth. Para Kolega, para pimpinan Rumah Sakit peserta Seminar. Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan ridhonya sehingga kita semua dapat berkumpul di ruangan ini dalam keadaan sehat wal ' afiat dalam rangka upacara pembukaan "Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit " . Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga kami sampaikan kepada Bapak Menteri Kesehatan, yang telah berkenan hadir untuk memberikan sambutan dan pengarahan dan sekaligus secara resmi membuka seminar ini. Bapak Menteri Kesehatan serta hadirin sekalian yang saya hormati, Rumah sakit adalah suatu Instansi Pelayanan Kesehatan yang sangat majemuk, oleh karena di rumah sakit di samping terkumpul banyak ahli dari berbagai disiplin ilmu, juga terkumpul berbagai alat yang canggih. Di Indonesia, rumah sakit menjadi lebih majemuk lagi, oleh karena pada saat ini keadaan di Indonesia sedang pada masa transisi, antara lain yang terpenting : 1. Transisi epidemiologi. Kim pada saat ini masih harus menghadapi berbagai penyakit infeksi, kurang gizi di samping itu juga harus mengatasi berbagai penyakit degeneratif, penyakit keganasan, penyakit akibat kecelakaan kerja dan lain-lain yang semakin meningkat. 2. Transisi sosial budaya yang mengakibatkan rumah sakit harus menyediakan fasilitas untuk masyarakat yang tuntutannya sudah seperti tuntutan masyarakat negara maju, dan sekaligus juga harus menyediakan fasilitas untuk masyarakat yang tuntutannya masih sangat sederhana. Bapak Menteri Kesehatan serta para hadirin sekalian yang saya hormati, Akibat berbagai faktor, di seluruh dunia pada saat ini rumah sakit sedang berkembang secara cepat.

iv

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

Di Indonesia, perkembangan rumah sakit didorong lebih cepat lagi oleh karena adanya beberapa kebijakan pemerintah di bidang kesehatan pada umumnya dan kebijakan di bidang perumah sakitan pada khususnya. Kebijakan tersebut yang mempunyai dampak penting terhadap perkembangan perumah sakitan antara lain adalah : 1. Diijinkannya penanaman modal baik modal dalam negeri maupun modal asing untuk menanamkan modalnya di bidang perumah sakitan. 2. Rencana pemerintah untuk menjadikan rumah sakit pemerintah sebagai lembaga swadana. 3. Akan dilaksanakannya kebijaksanaan untuk menjadikan dokter yang bekerja di Puskesmas sebagai Pegawai tidak tetap, sehingga banyak tenaga dokter yang diberi kesempatan untuk bekerja di sektor swasta. 4. Penggunaan obat generik di rumah sakit pemerintah. Semua kebijakan tersebut akan mendorong rumah sakit, baik swasta, terlebih-lebih rumah sakit milik pemerintah untuk berkembang lebih cepat, dalam rangka meningkatkan efisiensi untuk mewujudkan pelayanan yang lebih baik. Bapak Menteri Kesehatan serta para hadirin sekalian yang saya horrnati, Perkembangan berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan perumah sakitan yang begitu cepat, akan mendorong dan mengakibatkan rumah sakit berkembang dengan cepat pula. Agar rumah sakit dapat berkembang dengan baik sesuai perkembangan lingkungan, diperlukan pimpinan rumah sakit yang cakap, inovatif menguasai bidang manajemen, serta mampu mengantisipasi setiap perkembangan yang terjadi di sekitamya untuk kepentingan pengembangan rumah sakitnya masing-masing dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan. Dalam rangka untuk menambah bekal pengetahuan dan kemampuan para pimpinan rumah sakit sesuai harapan tersebut, Persi menyelenggarakan Seminar "Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah sakit", yang pada malam ini secara resmi akan dibuka oleh Bapak Menteri Kesehatan. Kepada Bapak Menteri, sekali lagi kami ucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas kesediaan Bapak untuk memberikan sambutan pengarahan dan sekaligus secara resmi membuka Seminar ini. Kepada para peserta Seminar, saya ucapkan selamat datang di Cipanas dan selamat mengikuti Seminar ini dengan harapan mudah-mudahan hasil Seminar ini akan bermanfaat bagi rumah sakit Saudara masing-masing, dan kepada Pimpinan P.T. Kalbe Farma, saya ucapkan terima kasih atas kerjasamanya untuk menjadi sponsor tunggal Seminar ini dalam rangka peringatan 25 tahun P.T. Kalbe Farma, dengan harapan mudah-mudahan P.T. Kalbe Farma dapat tumbuh lebih besar untuk mengabdi kepada masyarakat dan bangsa. Sekian terima kasih atas perhatian Bapak-bapak sekalian. Wassalam.

Hidajat Hardjoprawito

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

v

Sambutan Ketua Panitia Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit

Yth. Menteri Kesehatan RI. Yth. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan. Yth. Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan. Yth. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan. Yth. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Jawa Barat dan DKI Jakarta. Yth. Pimpinan PT Kalbe Farma Presiden Komisaris & Presiden Direktur. Yth. Ketua Umum PERSI. Para undangan dan Para Peserta Seminar yang kami hormati. Pertama-tama marilah kita menaikkan Puji dan Syukur kita kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas perlindungan dan anugerah-Nya sehingga pada malam hari ini kita dapat menghadiri Acara Pembukaan Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan RS. Perkenankan kami atas nama Panitia menyampaikan terima kasih kam i atas kesediaan Bapak Menteri Kesehatan menghadiri Acara Pembukaan Seminar ini. Seminar ini diselenggarakan dari tanggal 4 s/d 6 Agustus 1991 bertempat di Hotel Bukit Raya Cipanas, mengambil thema : "Pemantapan Manajemen Dalam Upaya Peningkatan Pelayanan RS". Tujuan Umum Seminar ini adalah : Meningkatkan kemampuan para pengelola RS dalam rangka peningkatan pelayanan RS. Sedangkan Tujuan Khususnya adalah : 1. Meningkatkan pengelahuan para pengelola RS tentang manajemen keuangan RS. 2. Meningkatkan pengetahuan tentang manajemen mutu pelayanan RS. Seminar yang dilaksanakan PERSI ini terselenggara berkat kerjasama dengan PT. Kalbe Farma yang pada tahun ini berulang tahun yang ke 25. Mengenai materi Seminar dan Diskusi Panel terdapat 4 kelompok materi yang akan diperoleh para peserta, yaitu : 1. Sambutan Pengarahan Menteri Kesehatan. 2. Presentasi DirJen Yan Med tentang : Kebijaksanaan Pembangunan Kesehatan pada tahap tinggal landas. 3. Materi Seminar tentang Pelayanan RS dan Keuangan RS oleh 8 Pembicara. 4. Diskusi Panel dengan topik : "Profil RS di Indonesia menjelang tahap tinggal landas pembangunan nasional", akan disorot dari 4 aspek :

vi

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

— Kebijaksanaan pengembangan RS — Pengembangan SDM RS — Pengembangan Teknologi RS — Pengembangan Farmasi RS Seminar ini dengan akreditasi IDI, maka Peserta mendapat nilai kredi t sebesar 7 SKP, sedangkan Pembicara 3 SKP, Moderator dan Panitia 2 SKP. Pendaftaran untuk Seminar dibuka sejak awal Juni 1991 yang lalu, dan telah mendaftar sejumlah hampir 300 orang, namun karena keterbatasan ruangan Seminar maka peserta dibatasi 200 orang. Pada saat ini tercatat 218 peserta yang berasal dari 179 RS dan berasal dari 20 Propinsi. Selain acara ilmiah, juga terdapat Pameran Mini peralatan RS oleh perusahaanperusahaan di lingkungan Kalbe Farma. Sore hari tadi telah diadakan suatu pertandingan Tenis antar PERSI/peserta dan PT Kalbe Farma, dengan skor 4 — 3. Kemudian pada hari Senin malam akan diadakan pertunjukan kesenian serta hiburan. Seminar ini akan ditutup pada hari Selasa siang setelah Diskusi Panel. Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada PT Kalbe Farma atas kerjasama penyelenggaraan Seminar ini dan kami mengucapkan Selamat berulang tahun yang ke 25. Akhirnya kami memohon kiranya Bapak Menteri Kesehatan berkenan memberikan Kata Sambutan Pengarahan dan sekaligus berkenan meresmikan Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan RS ini. Demikian laporan kami dan terima kasih atas perhatian yang diberikan.

Dr. Nico A. Lumenta

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

vii

Seminar :

Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit Hotel Lembah Bukit Raya, 4 - 6 Agustus 1991 Pembukaan dan Pengarahan oleh :

Menteri Kesehatan R.I. Dr. Adhyatma MPH Diselenggarakan oleh : Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia

Bersama

SUSUNAN PANITIA

Pelindung Ketua Sekretaris I Sekretaris II Bendahara

Dr. H. Sumardi K Dr. Hidajat Hardjoprawito Dr. Nico A. Lumenta Bambang Soetomo Dr. Jan Takasihaeng Dra. Ny. Suharsini

Komite Pengarah (Steering Committee) : Ketua Anggota

Dr. Samsi Jacobalis - Dr. A.W. Budiarso, SKM - Dr. H. Poernomo Sidi - A.O. Handriono - Irawan Soelistyo

Komite Pelaksana (Organizing Committee) : Ketua Wakil Ketua Anggota

2

Johnny Tular : Dr. Darwis Hartono, MHA : - Dr. Robert Imam Sutedja - Bambang Soetomo - Dr. Dady Tirtono

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Daftar Isi : Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit

Sambutan Menteri Kesehatan Republik Indonesia – Dr Adhyatma, MPH Sambutan Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) – Hidajat Hardjoprawito Sambutan Ketua Panitia – Nico A Lumenta

i.

Karya Sriwidodo

iv. vi.

Artikel : 5. Kebijaksanaan Pembangunan Kesehatan pada Tahap Tinggal

11. 17. 20. 24. 78. 80. 83. 89. 98. 124. 126. 130.

Landas dan Aspek Kebijaksanaan Pengembangan Rumah Sakit – Brow Wasisto Kebijaksanaan Departemen Kesehatan RI dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit – Soemarja Aniroen Peranan Manajemen dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit – Samsi Jacobalis Indikator Penilaian Penampilan Rumah Sakit – Darwis Hartono Petunjuk Penilaian Kerja Rumah Sakit Peranan Pelayanan non Profesi Kesehatan di Rumah Sakit — Yos E Susanto Struktur Pembiayaan Rumah Sakit –Amal C. Sjaaf Prinsip - prinsip Penyusunan Rencana Anggaran Tahunan Rumah Sakit – A.W. Boediarso Prinsip - prinsip Akuntansi Rumah Sakit — Catharina Dartini Jenis-jenis Laporan Keuangan Rumah Sakit dan Teknik Evaluasi oleh Pengelola Rumah Sakit — Sismadi Partodimulyo Aspek Pengembangan Sumber Daya Manusia Rumah Sakit – Hidayat Hardjoprawito. Peran dan Masalah Teknologi Tinggi dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit – Samsi Jacobalis Aspek Pengembangan Farmasi Rumah Sakit—Boenjamin Setiawan

REDAKSI KEHORMATAN

KETUA PENGARAH

Dr Gen L.H.

-

KETUA PENYUNTING

Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro

- Prof. Dr. B. Chandra

Gum Besar Emu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Dr Budi Riyanto W PEMIMPIN USAHA

Dr Hari Tanudjaja

- Prof. DR. R. Budhi Darmojo

- Prof. Dr. R.P. Sidabutar

PELAKSANA

Sriwidodo

ALAMAT REDAKSI Majalah Gamin Dunia Kedokteran P.O. Box 3105 Jakarta 10002 Telp. 4892808 NOMOR IJIN 151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976

Guru Besar Emu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya

Guru Besar llmu Penyakit Dalam SubBagian Ginjal dan Hipertensi Bagian Emu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

- Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo

Guru Besar Emu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Guru Besar Emu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang

- Drg. I. Sadrach Lembaga Penelitian Universitas Trisakti, Jakarta -

DR. Arini Setiawati Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

PENERBIT Grup PT Kalbe Farms PENCETAK PT Midas Surya Grafindo-

_ DR. B. Setiawan - Drs. Oka Wangsaputra _ DR. Ranti Atmodjo

DEWAN REDAKSI _ Drs.Victor S Ringoringo,SE,MSc. _ Dr. P.J. Gunadi Budipranoto _ DR. Susy Tejayadi

PETUNJUK UNTUK PENULIS Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidangbidang tersebut. Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pemah dibahas atau dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah diketik dengan spasi ganda di alas kertas putih berukuran kuarto! folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pengarang ditulis lengkap, disertai keterangan Iembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelasjelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor

sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London: William and Wilkins, 1984. Hal 174-9. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms. Dalam: Sodeman WA Jr, Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mechanisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974 : 457-72. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin Dunia Kedokt. 1990; 64 : 7-10. Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran PO Box 3105 Jakarta 10002 Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu secara tertulis. Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis.

Artikel Kebijaksanaan Pembangunan Kesehatan pada Tahap Tinggal Landas dan Aspek Kebijaksanaan Pengembangan Rumah Sakit Broto Wasisto Direktur Jendral Pelayanan Medis, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN Pembangunan Kesehatan bertujuan agar setiap penduduk mampu untuk hidup sehat sehingga dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, yang merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan Pembangunan Nasional. Pola Umum Pembangunan Jangka Pan jang Pertama merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional. Pembangunan Jangka Panjang Pertama yang meliputi jangka waktu 25 tahun telah dilaksanakan sejak 1968 dengan pentahapan lima tahunan, yang dikenal dengan Pelita, dan yang kini telah memasuki tahun-tahun terakhir Pelita V. Pelita I lebih menekankan kepada pembangunan sarana kesehatan, Pelita II telah meningkat kepada pembangunan kesehatan, sedangkan sejak Pelita III strategi pembangunan kesehatan menjadi lebih jelas dengan diterimanya pendekatan Primary Health Care (PKMD). Upaya pelayanan kesehatan yang semula hanya berupa upaya penyembuhan telah berkembang menjadi kesatuan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat, serta dengan peran serta masyarakat yang meliputi upayaupaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan serta pemulihan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang sangat luas dan rumit ini dirasakan perlu dikelola secara berhasil guna dan berdaya guna. Untuk itu, pada tahun 1982 telah diberlakukan Sistem Kesehatan Nasional (SKN), yang memberikan kejelasan arah dan tujuan pembangunan kesehatan. SKN telah memuat rencana pembangunan kesehatan sampai akhir Repelita VI. Pada saat itu, diharapkan bahwa kita akan berada dalam tahap tinggal landas, yang kebetulan saatnya sesuai dengan cita-cita Kesehatan Bagi Semua pada Tahun 2000 yang dicanangkan WHO pada tahun 1978. Memasuki Pelita VI,

berarti juga Indonesia memasuki masa Pembangunan Jangka Panjang Kedua, yang pelaksanaannya perlu dipersiapkan bersama-sama secara matang. Mengingat sumber daya yang dapat dimanfaatkan dalam pembangunan kesehatan sangat terbatas, perlu digali dan dikembangkan berbagai pola pemikiran serta kebijaksanaan-kebijaksanaan yang baru, yang akan mampu mencari terobosan-terobosan baru untuk mengatasi keterbatasan tersebut dan sekaligus mempercepat laju pertumbuhan pembangunan kesehatan, selaras dengan meningkalnya kesejahteraan. Makalah ini bertujuan untuk membahas berbagai dimensi kesehatan dalam pembangunan jangka panjang yang akan datang. Secara singkat dibahas hubungan timbal balik antara kesehatan dan pembangunan, kecenderungan keadaan dan masalah kesehatan serta kecenderungan kebijaksanaannya pada waktu mendatang. Perkiraan-perkiraan yang dibuat bagi 25 tahun yang mendatang sangat kualitatif karena keterbatasan waktu untuk membuat analisis. Oleh karenanya, angka-angka yang disajikan di sinipun masih akan diperbaiki lagi kelak. Apa yang disajikan hanya memuat pokok-pokok saja dan banyak hal masih belum sempat dikemukakan. Perkiraan yang dilakukan menggunakan gabungan prinsip-prinsip kontinuitas, analogi dan kecenderungan keadaan. Dalam banyak hal, kesehatan dipandang sebagai bagian dari kesatuan sistem. KESEHATAN DAN PEMBANGUNAN Pembangunan di Indonesia mulai berlangsung secara sistematik sejak 1968. Tujuannya adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur serta merata melalui peningkatan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan pem-

Dibacakan di Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit. Kerjasama PERSI dengan Kalbe Farma. Bukit Raya, Puncak 4–6 Agustus 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

5

bangunan dilaksanakan di segala bidang kehidupan yang meliputi bidang sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan lain sebagainya. Karena keterbatasan biaya, pembangunan biasanya menetapkan prioritas-priorilas yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan keadaan. Berbagai data empirik di dunia menunjukkan bahwa tingkat kesehatan (yang diukur dengan indikator-indikator crude death, child mortality, infant mortality dan life expectancy) mempunyai korelasi positif terhadap tingkat GNP per kapita. Dapat diperkirakan bahwa suatu kenaikan GNP sebesar 10% akan mengakibatkan naiknya harapan hidup sebesar 1 tahun, turunnya angka kematian bayi sebanyak 8,3%, menurunnya angka kematian anak sebesar 14,2%, dan menurunnya angka kematian kasar sebanyak 1,5%. Besarnya pengaruh pendapatan per kapita sebagai akibat pembangunan terhadap keadaan kesehatan dapat dipahami karena penduduk akan semakin mampu menyisihkan pendapatannya untuk pangan, pendidikan, tempat tinggal, sanitasi dan lainlain, yang kesemuanya berdampak positif terhadap peningkatan keadaan kesehatan. Harus diakui pula bahwa pendapatan yang tinggi saja tidak secara otomatis menyebabkan status kesehatan penduduk menjadi lebih baik. Agaknya pemerataan peningkatan pendapatan di antara penduduk jauh lebih penting dari sekedar kenaikan nilai absolutnya. Tidak dapat disangkal bahwa kesehatan memberikan andil yang bermakna terhadap pembangunan karena penduduk yang sehat, secara ekonomi akan lebih produktif, dan begitu pula anak-anak sekolah yang sehatakan memiliki prestasi yang lebih baik. Penelitian lain menunjukkan bahwa dengan membaiknya keadaan kesehatan, masyarakat akan cenderung untuk memilih ukuran keluarga yang lebih kecil. Hal ini pada gilirannya akan memungkinkan pendapatan yang diperoleh untuk dimanfaatkan secara lebih optimal bagi kesejahteraan keluarga. Banyak sekali contoh klasik di mana upaya kesehatan dapat meningkatkan ekonomi keluarga dan masyarakat. Pencegahan dan pemberantasan malaria di daerah endemik malaria akan mencegah orang-orang dewasa kehilangan hari kerja sebanyak 14 hari selama 1 tahun. Pemberian pil sulfas ferrosus kepada para pemetik teh dapat meningkatkan hasil petikannya. Imunisasi memungkinkan keluarga menggunakan pendapatannya untuk hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan, karena banyak anak dapat terhindar dari berbagai penyakit yang mahal pengobatannya. Pembangunan Nasional yang telah dilaksanakan selama hampir 25 tahun ini telah menyebabkan perkembangan pesat pada hampir semua bidang industri, transportasi serta pertanian, dan dengan demikian secara umum telah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, perkembangan yang pesat ini juga telah membawa dampak yang luas kepada berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk kesehatan, yang menyebabkan pergeseran pola penyakit, dan kebutuhan serta tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Kemajuan pembangunan di Indonesia telah memacu perkembangan industri, transportasi, komunikasi, mekanisasi per-

6

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

tanian, perikanan, kehutanan dan lain-lain. Ini semua membawa dampak di segala aspek kehidupan masyarakat serta lingkungan. Perkembangan transportasi dan komunikasi memudahkan para petugas menanggulangi masalah kesehatan, di samping memudahkan penyebaran penyakit. Pada segi lain, kemajuan transportasi dan industri juga telah menyebabkan bertambahnya jenis dan jumlah kecelakaan akibat kerja dan lalu lintas yang semakin rumit sifatnya. Kemajuan industri dan perdagangan tidak hanya dinikmati hasilnya, akan tetapi juga dampak limbahnya dapat mengancam kehidupan. Bertambahnya lingkungan pemukiman juga berdampak luas terhadap penyediaan air bersih, pembuangan sampah serta air limbah, dan berkurangnya lahan pertanian dan kehutanan yang merubah keseimbangan ekologi. Polusi air, sampah, udara dan bunyi, serta kasus-kasus keracunan sebagai akibat sampingan meluasnya pemukiman, berbagai proses industri, transportasi maupun pertanian modern turut mempersulit keadaan. Kesimpulannya adalah bahwa kesehatan dan pembangunan mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi. Hasil yang optimal dari keterkaitan tersebut dapat diperkirakan bila kita membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan yang diperhitungkan dengan cermat. Hal ini menjadi salah satu sebab mengapa jajaran kesehatan perlu mengkaji kembali ketepatan serta hasil dan kegunaan pelayanan kesehatan yang selama ini telah diselenggarakan, serta menetapkan pola pelayanan yang perlu dipersiapkan menjelang masa pembangunan jangka panjang ke dua. KECENDERUNGAN DETERMINAN KESEHATAN Determinan kesehatan atau faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap tingkat derajat kesehatan penduduk adalah faktor-faktor sosial, ekonomi, demografi, lingkungan, upaya kesehatan dan faktor genetik. Dari sekian banyak faktor yang dapat berpengaruh tadi, empat faktor pertama mempunyai peran yang lebih penting. Pada hakekatnya determinan kesehatan tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi serta dapat berubah-ubah. Keadaan sosial masyarakat Indonesia terutama tingkat pendidikannya akan terus membaik. Bila pada tahun 1980 hanya 85% anak umur-sekolah (7 – 12 th) dapat memasuki sekolah dasar, maka pada tahun 1990 ia telah meningkat menjadi lebih dari 95%. Diduga bahwa pada tahun 2015 rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Indonesia sudah mencapai SLTA, sedangkan buta huruf di kalangan wanita dewasa dapat dikatakan tidak ada lagi. Tingkat pendidikan yang meningkat ini menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi lebih berpengetahuan dan lebih pandai memilih altematif yang baik bagi dirinya serta lebih mudah menyerap informasi. Walaupun tingkat pendidikan menjadi lebih baik, dikhawatirkan bahwa pada sebagian masyarakat akan timbul sikap hidup yang tak menguntungkan seperti misalnya kenakalan remaja, kecanduan obat, alkoholisme, merokok, permissiveness dan lain sebagainya. Keadaan ini dapat meluas dengan semakin tingginya tingkat urbanisasi yang tak seimbang dengan tingkat pertum-

buhan ekonomi masyarakat tadi. Keadaan ekonomi Indonesia dalam 20 tahun terakhir telah semakin membaik. Dalam tahun 1984 dan 1990 Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi lebih dari 7% pertahunnya. Pertumbuhan ini termasuk yang paling tinggi di dunia. Hal ini tidak lepas dari tersedianya sumberdaya alam yang melimpah, penduduk yang semakin mampu mengolah dan mengelola sumberdaya alam tadi dan perkembangan tehnologi serta kebijaksanaan pembangunan. Meskipun mengalami krisis pada tahun 1982 dan 1987, GNP dan pendapatan per kapita terus meningkat. Begitu pula pemerataan pendapatan semakin membaik walaupun dirasakan agak lambat. Kecenderungan membaiknya keadaan ekonomi tadi akan tetap berlangsung dalam 25 tahun mendatang. Krisis ekonomi dunia masih dapat terjadi tetapi dampaknya terhadap Indonesia mungkin akan terbatas. Pada dekade 90-an ini, Indonesia akan masuk dalam kelompok negara-negara industri baru (NIC). Timbul nya konglomerasi akan tetap berlangsung karena keadaan pasar dan kebijaksanaan ekonomi yang memungkinkannya. Namun demikian gerakan koperasi yang timbul dari bawah akan dapat semakin memperkuatketahanan ekonomi masyarakat strata menengah ke bawah. Harus diakui kantong-kan tong kemiskinan masih akan dijumpai terutama di kota-kota dan daerah terpencil. Women labor participation akan meningkat. Pasangan suamiistri muda yang kedua-duanya bekerja akan meningkat jumlahnya. Hal ini dapat menimbulkan dampak luas terhadap perkembangan kesehatan jiwa anak-anak yang ditinggalkan di rumah. Perbaikan ekonomi yang menggembirakan tadi akan memungkinkan bangsa dan negara Indonesia memobilisasi lebih banyak dana untuk upaya kesehatan. Penduduk akan semakin mampu untuk membeli pelayanan yang tersedia terulama melalui sistim asuransi. Meningginya tingkat pendapatan per-kapita, tingkat employment rate serta pemerataan yang lebih baik dapat lebih mendorong berkembangnya asuransi kesehatan. Jumlah penduduk dan strukturdemografi sangat erat kaitannya dengan kesehatan karena ia akan mempengaruhi volume pelayanan dan pola pelayanan kesehatan. Dalam 30 tahun akhir jumlah penduduk Indonesia meningkat sangat cepat yakni dari 97 juta pada tahun 1961, menjadi 119 juta pada tahun 1971, 146,8juta pada tahun 1980 dan 179,3 juta pada tahun 1990. Yang cukup menggembirakan adalah bahwa angka pertumbuhan menurun dengan pesat yakni dari 2,31% pada dekade 70-an turun menjadi 1,9% pada dekade 80-an. Angka kematian yang menurun Iebih cepat dari angka kelahiran menyebabkan Indonesia mengalami ledakan penduduk antara tahun-tahun 60 – 80. Dalam 25 tahun mendatang jumlah penduduk Indonesia masih akan bertambah dengan tingkat pertumbuhan yang semakin menurun . Pada tahun 2015 diduga jumlah penduduk Indonesia sekitar 245 juta dengan angka pertumbuhan yang akan mendekati 1%. Menurunnya angka kelahiran dan angka kematian serta mengecilnya jumlah anggota keluarga menyebabkan struktur umur penduduk Indonesia menjadi lebih tua, mereka yang berumur lebih dari 16 tahun jumlahnya akan lebih banyak daripada yang berumur kurang dari 15 tahun. Persentase kelompok lanjut usia (> 65 th) semakin lama semakin tinggi, sedangkan

rata-rata harapan hidup waktu lahir pada tahun 2015 akan lebih dari 70 tahun. Angka ketergantungan (dependency ratio) pada tahun 1990 adalah 66% dan angka ini menurun terus sehingga pada tahun 2000 akan menjadi 46,6%. Mulai tahun 1990–1995 jumlah anak sekolah SD dan SLTP akan menurun terus. Dengan demikian beban dan pola pelayanan kesehatan akan sangat berubah. Urbanisasi akan meningkat. Pada tahun 2000, sekitar 40% penduduk Indonesia tinggal di kota-kota dan pada tahun 2015 meningkat sampai sekitar 50%. Akan timbul kantong-kantong kumuh di banyak kota. Migrasi penduduk dari Jawa masih akan terjadi terutama menuju pulau-pulau Kalimantan, Sulawesi dan Irian. Migrasi keluar pulau Jawa masih lebih besar dari pada imigrasi, tetapi lebih dari 50% penduduk Indonesia masih tinggal di pulau Jawa yang kepadatannya mungkin akan meneapai 1000 per km2. Kota metropolitan dengan penduduk lebih dari 1 juta akan semakin banyak dan Jakarta akan menjadi mega metropolitan. Lingkungan hidup khususnya lingkungan fisik mempunyai arti penting bagi kelangsungan keadaan kesehatan dan kesejahteraan manusia. Persediaan air minum bersih semakin tinggi cakupannya dalam 25 tahun mendatang. Sebagian besar penduduk yang hidup di kota-kota akan menikmati air minum yang lebih layak, namun demikian di beberapa tempat air minum bersih masih menjadi masalah. Pulau Jawa dapat mengalami kesulitan air minum bila pengelolaan sumber-sumber yang ada tidak cermat. Pemanfaatan jamban keluarga akan lebih meningkat. Industrialisasi yang akan berkembang cepat pada masa mendatang dapat menyebabkan timbulnya polusi udara, air, suara dan thermal. Polusi limbah rumah tangga terhadap air sungai akan tetap terjadi meskipun sudah diambil langkahlangkah program kali bersih. Pengelolaan sampah akan semakin baik tetapi pengotoran kimiawi yang berasal dari insektisida pupuk dan bahan lain dapat lebih sering terjadi. Krisis energi yang terjadi menyebabkan Indonesia harus mencari sumber energi alternatif. Pada dekade 90-an Indonesia akan memiliki sebuah Pembangkit Tenaga Listrik Nuklir (PLTN). Walaupun PLTN sebenarnya sangat aman namun kewaspadaan akan bencana tetap akan harus dipersiapkan. Ada kemungkinan PLTN akan bertambah lagi menjelang tahun 2015, begitu juga penggunaan zat-zat radioaktif akan meningkat, baik untuk kebutuhan industri maupun kesehatan. Bertambah baiknya komunikasi dan transportasi akan mempunyai dampak positif maupun negatif terhadap keadaan kesehatan. KECENDERUNGAN PELAYANAN KESEHATAN Pelayanan kesehatan di Indonesia dalam 20 tahun terakhir berkembang sangat pesat sehingga pada tahun 1990 telah terdapat 15.000 Puskesmas Pembantu, sekitar 6000 Puskesmas dan 1500 R.S. swasta dan pemerintah, serta peningkatan jenis-jenis pelayanan lain yang diselenggarakan oleh pihak swasta. Masyarakat secara bersama-sama telah berhasil membangun lebih dari 200.000 Posyandu. Sarana tersebut telah tersebar lebih Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

7

merata sampai ke kabupaten, kecamatan dan desa-desa. Pada umumnya sarana-sarana ini telah dilengkapi dengan tenaga dokter, dokter spesialis; dokter gigi, apoteker, paramedis perawatan, paramedis non perawatan dan tenaga non medik. Kesemuanya tadi telah dijalin dalam sistem rujukan tintbal balik dari bawah ke atas. Dalam 25 tahun mendatang jumlah dan jenis pelayanan kesehatan akan sangatberkembang karena jumlah populasi yang meningkat, permintaan (demand) yang meninggi, transportasi dan komunikasi yang mudah, berubahnya pola penyakit dan lain sebagainya. Pelayanan kuratif akan semakin menonjol karena permintaan akan pelayanan preventif sudah menyatu (terintegrasi) dalam kehidupan sehari-hari. Majunya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta derasnya arus informasi menyebabkan timbulnya sofistikasi pada banyak rumah sakit dan sarana pelayanan. Akan timbul fenomena seperti home-care, day-care, diagnostic center, dan mungkin abortion center (dalam arti positif) dan lain-lain. Rumah sakit yang spesialistik akan lebih banyak jumlahnya. Perkembangan ini dapat mengubah fungsi Puskesmas menjadi semacam consultative center, sedangkan Posyandu secara alamiah akan berkurang sampai tidak ada lagi. Puskesmas yang berada pada tempat dengan lingkungan sosial ekonomi yang sangat berkembang, dapat berubah menjadi rumah sakit. Pelayanan kesehatan swasta akan Iebih banyak dari pada pemerintah menjelang tahun 2000 nanti, dan rumah sakit pemerintah akan cenderung menjadi swadana. Rumah sakit pemerintah akan tampil bersaing terhadap swasta dalam artian penampilan fisik, pelayanan (service) dan kualitas. Perlunya pelayanan yang bermutu dan persaingan yang ketat mengakibatkan rumah sakit harus dikelola oleh direktur-direktur yang profesional yang didukung oleh staf middle-management yang tangguh. Ongkos-ongkos umum yang meningkat dan introduksi teknologi baru menyebabkan ongkos pelayanan kesehatan akan semakin mahal. Keadaan ini dapat mempercepat tumbuhnya asuransi kesehatan. Namun demikian perlu diperhatikan pula bahwa asuransi kesehatan yang tidak dikelola dengan baik akan mendorong ongkos-ongkos pelayanan untuk meningkat pula. Tingkat employment-rate pada sektor formal yang meninggi dan pendapatan per kapita yang semakin meningkat serta kesadaran akan perlunya jaminan yang pasti di masa mendatang akan menumbuhkan asuransi kesehatan yang dapat menjangkau lebih banyak penduduk. Pada saatnya, asuransi kesehatan harus ditetapkan menjadi suatu kewajiban dan dampaknya terhadap kesehatan akan menjadi bermakna. Masalah pelayanan kesehatan yang dapat lebih rumit pada 25 tahun mendatang adalah hal-hal yang berhubungan dengan pelanggaran etik, malpractice serta tuntutan di pengadilan terhadap para dokter. Berkembangnya pelayanan kesehatan akan diikuti oleh berkembangnya tenaga kesehatan yang jumlah dan jenisnya akan meningkat dalam 25 tahun mendatang. Dokter dan perawat yang spesialistik, sarjana elektromedik, hospital pharmacist, clinical epidemiologist, ahli industrial health, occupational health, dan 8

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

spesialisasi lainnya akan lebih banyak dibutuhkan. Tenaga kesehatan wanita akan melebihi pria sedangkan penyebarannya akan cenderung mengelompok di kota-kota. Ketimpangan distribusi tenaga tetap akan terjadi sedangkan rasio tenaga terhadap populasi akan membaik. Bila dilihat kualifikasi pendidikan, tenaga kesehatan lulusan D3, S 1 dan S2 jumlahnya akan lebih dominan pada masa mendatang baik pada sarana pemerintah maupun swasta. Tenaga fungsional pada rumah sakit pemerintah akan semakin banyak jumlah dan ragamnya, sedangkan golongan II dan III akan merupakan kelompok yang paling besar jumlahnya. Kantor administrasi kesehatan (Depkes, dll.) akan lebih banyak diisi oleh tenaga fungsional yang profesional sedangkan tenaga pendukung akan minimal jumlahnya. Desentralisasi kepada Daerah Tingkat II akan lebih luas. Career planning tenaga kesehatan menjadi lebih terbuka antara swasta dan pemerintah serta antara sektor yang satu dengan yang lainnya. Keadaan tadi semuanya menyebabkan berubahnya sistem pendidikan dan latihan tenaga serta sistem rekrutmen. Teknologi kedokteran akan tetap meningkat kemajuannya, tetapi kemajuan dalam teknologi diagnostik akan jauh melebihi kemajuan dalam teknologi terapeutik. Bioteknologi semakin berperan terutama dalam produksi vaksin, hormon, obat dan prosedur diagnostik. Penggunaan obat juga cenderung meningkat baik jumlah maupun jenisnya. Obat-obatan baru untuk penyakitpenyakit menahun akan semakin banyak jenisnya. Penggunaan analgetika, vitamin dan obat adjuvant (penguat) akan terus meningkat, sedangkan penggunaan antibiotika relatif akan men urun atau menetap sesudah tahun 2000. Namun demikian antibiouka baru tetap akan bermunculan dan yang lama ditinggalkan. Bioteknologi akan meningkat peranannya dalam produksi obatobatan. Kapasitas produksi obat jadi dan bahan baku obat Indonesia akan meningkat terus, sesuai dengan kemajuan ekonomi secara umum dan kenaikan permintaan akan obat-obatan. Mutu produk akan bertaambah bail dan kompetetif di dunia internasional. Arus globalisasi ekonomi yang masuk Indonesia menyebabkan harga obat-obatan akan temp meningkat. Distribusi obat di Indonesia akan tetap bertambah baik sehingga cakupannya lebih merata. Konsumsi obat per kapita juga akan meningkat karena pola penyakit yang berubah dan masyarakat yang lebih mampu membelinya. Dikhawatirkan penjualan obat di pasar gelap akan bertambah begitu pula obat tentengan dan selundupan. Dengan demikian incidence dari intoksikasi dan efek samping obat dapat meningkat, karenanya dibutuhkan pusat informasi obat untuk mengatasi hal ini. Obat-obat tradisional masih temp akan dikonsumsi oleh sebagian masyarakat Indonesia tetapi jumlahnya tak akan meningkat dan relatif mungkin menurun. Kedokteran alternatif dapat timbul. KECENDERUNGAN DERAJAT KESEHATAN Keadaan serta masalah kesehatan yang dihadapi jajaran penyelenggara pelayanan kesehatan senantiasa mengalami perubahan dari masa ke masa. Faktor lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan saling berkaitan dan mempengaruhi se-

hingga sangat menentukan tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan yang tinggi membantu meningkatkan produktivitas masyarakat yang pada gilirannya membawa nilai ekonomi bagi masyarakat sendiri. Derajat kesehatan penduduk yang biasanya dinilai melalui indikatormorbidilas, mortal has, status gizi, telah membaik dalam 25 tahun terakhir. Berbagai penyakit menular telah hilang atau mulai menghilang, begitu pula keadaan gizi masyarakat yang membaik. Kurang kalori protein telah turun prevalensinya, kebutaan karena kurang Vitamin A sudah sangat rendah begitu pula gondok karena defisiensi yodium. Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator yang peka dan spesifik untuk mengukur derajat kesehatan dan yang secara tak langsung juga mampu menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat. AKB di Indonesia yang tinggi telah mengalami penurunan yang cukup tajam antara tahun 1975 – 1985, dari 107 menjadi 70 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup '). Akan tetapi angka ini masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Sebagai contoh, pada tahun 1987 AKB di Malaysia adalah 24, Singapura 9, Thailand 40 dan Filipina 46 per 1000 kelahiran hidup(2) . Penurunan AKB di Indonesia tidak merala dan cukup bervariasi di antara propinsi dan juga di antara daerah perkotaan dan pedesaan. AKB di DI Yogyakarta pada tahun 1985 merupakan yang terendah, yaitu 29 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan Nusa Tenggara Barat memiliki AKB tertinggi yakni 144(3). Diperkirakan AKB di daerah perkotaan adalah 57 dan untuk daerah pedesaan 76 per 1000 kelahiran hidup. Karena tingkat kesehatan antar berbagai propinsi yang belum merata, prioritas penanggulangan masalah kesehatan di masing-masing propinsi tentunya akan berbeda. Menurunnya AKB mengakibatkan meningkatnya Angka Harapan Hidup (AHH). AHH yang pada tahun 1970 diperkirakan 48.2 tahun untuk wanita dan 45 lahun untuk pria telah berubah menjadi masing-masing 61 tahun dan 58 tahun pada tahun 1985(4 ). Angka kematian ibu karena kehamilan, melahirkan dan masa nifas (MMR) juga akan menurun tetapi tingkat penurunannya akan lamban. Untuk ini dibutuhkan sistem rujukan yang mantap dan dukungan rumah sakit terhadap upaya kesehatan masyarakat. Menurunnya angka kematian yang kemudian disusul dengan menurunnya angka kelahiran telah mengubah struktur umur penduduk Indonesia (transisi demografi). Keadaan ini ditambah dengan perubahan lingkungan, perubahan gaya hidup, dan menurunnya morbiditas penyakit menular menyebabkan pola penyakit di Indonesia berubah (transisi epidemiologi). Perubahan-perubahan nyata akan semakin nampak menjalang tahun 2000 nanti. Penyakit-penyakit menular yang akan hilang menjelang tahun 2000 nanti antara lain morbilli, pertussis, poliomielitis, tetanus neonatorum, difteria, frambusia dan kusta. Berbagai penyakit menular lainnya dapat juga menurun morbiditas dan mortalitasnya. Begitu pula penyakit karena gangguan kurang gizi sudah akan sangat menurun sampai tidak ada lagi (PCM, Xerophthalmia, anemia kurang besi serta defisiensi

yodium). Berbagai penyakit menahun atau penyakit tidak menular akan sangat meningkat seperti penyakit kanker, penyakit kardiovaskuler, gangguan endokrin, artritis rematoid, gangguan jiwa, gangguan akibat rudapaksa/kecelakaan dan lain-lain. Pada tahun 2015, kanker dan penyakit kardiovaskuler akan menjadi penyebab utama kematian. Penyakit akibat gizi-lebih (overnutrition) dan obesitas dapat pula meningkat. Pada masa 25 tahun yang terakhir, dunia telah mengenal paling sedikit tiga penyakit baru yang mewabah, yakni Demam Berdarah Dengue, Legionnaire ' s Disease serta AIDS. Dalam 25 tahun mendatang dapat pula timbul wabah penyakit baru yang disebabkan oleh virus. Penyakit karena toksoplasmosis akan mendapat perhatian lebih besar. Penambahan jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap beban kerja pelayanan kesehatan, dan struktur umur masyarakat mempengaruhi jenis pola pelayanan kesehatan. Pola pelayanan kesehatan orang dewasa dan lanjut usia akan menjadi lebih penting di masa mendatang karena struktur penduduk Indonesia yang menjadi lebih tua. Prioritas pelayanan kesehatan yang semula terhadap bayi dan anak akan bergeser menjadi terhadap usia dewasa dan usia lanjut. Perbaikan derajat kesehatan yang berbeda antar berbagai daerah akan berdampak lu a s bagi pelayanan kesehatan. Pada daerah yang sudah Iebih baik dan maju telah berkembang penyakit tak menular dan khronis serta penyakit pada usia lanjut, dan penyakit-penyakit infeksi serta gangguan gizi menurun. Sebaliknya pada daerah yang belum sedemikian maju akan tetap didominasi oleh pola penyakit infeksi dan gangguan gizi. Oleh karena itu, transisi epidemiologi ini akan menimbulkan beban ganda yang cukup berat bagi pelayanan kesehatan di masa mendatang. KECENDERUNGAN KEBIJAKSANAAN JANGKA PANJANG Kebijaksanaan dapat diartikan sebagai petunjuk-petunjuk umum bagi kegiatan atau pengambilan keputusan lebih lanjut. Kebi jaksanaan, termasuk kebijaksanaan pembangunan kesehatan, biasanya dipengaruhi oleh political commitment yang lebih tinggi, aspirasi masyarakat, permasalahan yang dihadapi dan potensi kemampuan yang ada. Struktur kebijaksanaan menyangkut tujuan, strategi atau langkah pokok, prioritas dan lain sebagainya. Dalam memasuki tahap proses tinggal landas mulai Pelita VI sampai dengan Pelita X, kebijaksanaan pokok sebagaimana tertera dalam pemikiran dasar Sistem Kesehatan Nasional tetap berlaku. Tahap Tinggal Landas pembangunan kesehatan adalah suatu tahap dim ana ban gsa Indonesia telah mampu untuk tumbuh kembang melanjutkan pembangunan kesehatan, dengan sandaran utama kekuatan sendiri, menuju tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum. Diperlukan kemampuan-kemampuan untuk dapat tinggal landas, yakni : 1. Kemampuan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

9

yang optimal; 2. Kemampuan masyarakat dan swasta untuk memikul pembiayaan kesehatan melalui program asuransi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan; 3. Kemampuan sarana kesehatan, termasuk rumah sakit untuk berfungsi efisien dan efektif. Dari penjelasan-penjelasan sebelumnya, nampak bahwa dalam 25 tahun mendatang, Indonesia akan mengalami perubahan-perubahan yang besar, termasuk pada bidang kesehatan. Karena itu perlu diadakan penyesuaian kebijaksanaan agar Indonesia dapat memanfaatkan peluang yang ada serta mengatasi masalah dan kendala yang mungkin menghadang. Kebijaksanaan-kebijaksanaan penting di bidang kesehatan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Upaya kesehatan; 2. Ketenagaan; 3. Obat-obalan; 4. Gizi dan Lingkungan; 5. Manajemen dan hukum; serta 6. Pembiayaan. Upaya kesehatan, prioritas dan sasarannya akan bergeser pada kelompok remaja dan usia produktif, sedangkan upaya promotif dan kuratif akan lebih meningkat. Organisasi dan kegiatan rumah sakit-rumah sakit perlu ditata untuk disesuaikan guna perawatan dan penanggulangan penyakit tidak menular. Guna mendukung industrialisasi perlu dikembangkan kegiatankegiatan yang berkaitan dengan industrial and occupational health. Jumlah rumah sakit dan tempat tidurnya perlu ditingkatkan terutama di kota-kota dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi. Pelayanan bagi penduduk miskin di kota-kota juga akan diperhatikan. Kesemuanya ini terutama melibatkan peran serta masyarakat termasuk swasta. Rujukan pelayanan ditingkatkan dengan mengaitkannya dengan swadana, akreditasi, mutu, dan sistem asuransi kesehatan. Guna menjamin dukungan tenaga kesehatan yang memadai, jumlah sekolah dan ragam sekolah perlu ditambah. Pendidikan dan pelatihan untuk sebagian besar agar dialihkan kepada pihak swasta dan ikatan profesi. Pendidikan dan latihan tenaga diarahkan terutama untuk menghasilkan tenaga-tenaga fungsional yang lebih profesional dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Ikatan kerja harus lebih luwes tetapi yang memungkinkan dikembangkannya jaminan sosial hari depan. Sistem karir yang terbuka dapat dikembangkan dengan mengaitkannya dengan sistem penggajian yang sama adilnya. Produksi obat harus ditingkatkan jumlah dan jenisnya sesuai dengan pola penyakit yang ada dan tuntutan akan pelayanan kesehatan. Sistem distribusi hendaknya disederhanakan sedangkan sistem penatalaksanaan resep yang sudah ada tetap

10

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

dijalankan karena mekanismenya sudah baik. Peranan BUMN dalam produksi obat harus tetap dipertahankan, khususnya dalam produksi obat generik. Karena semakin luasnya penggunaan obat, perlu dikembangkan drug intoxication center, khususnya pada rumah sakit-rumah sakit pendidikan. Perbaikan gizi akan lebih ditekankan kepada pendidikan atau penyuluhan untuk mencegah overnutrition atau mencegah risiko timbulnya penyakit-penyakit menahun. Penganekaragaman menu makanan sehat terus dikembangkan. Monitoring keadaan lingkungan ditingkatkan untuk mencegah timbulnya polusi, dengan prioritas utama diberikan kepada pencemaran air. Manajemen pembangunan kesehatan menitikberatkan kepada desentralisasi pelaksanaan yang lebih luas kepada daerah tingkat II. Sesuai dengan pengembangan tenaga, jabatan-jabatan fungsional tetap di tingkatkan jumlah dan jenisnya. Otonomi juga diberikan secara luas kepada unit-unit pelaksana sehingga dapat beroperasi secara mandiri tanpa meninggalkan fungsi sosial dari pelayanan kesehatan. Penyederhanaan organisasi dilakukan ter utama pada tingkat pusat dan propinsi. Kegiatan limas sektoral tetap diintensifkan untuk mengatasi hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan, gizi, obat, makanan dan tenaga kesehatan. Peraturan perundang-undangan yang ada perlu ditelaah lagi dan disesuaikan dengan perkembangan keadaan. Dengan demikian pelayanan kesehatan dan konsumsi akan lebih terlindungi. Pembinaan dan pengaturan penggunaan teknologi kedokteran dilaksanakan demi keuntungan dan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan kesehatan ditingkatkan terutama melalui sistem asuransi kesehatan yang dapat menjamin pelayanan yang layak dan menghindarkan dari peningkatan ongkos-ongkos pelayanan. Bersamaan dengan itu unit-unit swadana terus dikembangkan secara bertahap. Premi asuransi pegawai negeri dinaikkan sesuai dengan perkiraan ongkos pelayanan. Untuk menjamin terlindunginya mereka yang tak mampu dan tereapainya azas pemerataan, subsidi kesehatan oleh pemerintah temp diberikan. Sarana-sarana pelayanan hendaknya diorganisasi sehingga dana-dana yang ada dapat digunakan secara lebih efisien.

KEPUSTAKAAN 1. Perkiraan dengan cara Trussell, West Model, dihitung oleh Sumantri. 2. Situasi Anak-anak di Dunia 1989, laporan James P. Grant, Direktur Unicef. 3. Analisa Situasi Derajat Kesehatan, disusun dalam rangka Penyusunan REPELITA V Kesehatan. 4. Djuhari Wirakartakusumahcs."MasalahKependudukan dan Prospek Jangka Panjang, kaitannya dengan pembangunan di Indonesia 1989–2005" disampaikan pada Seminar Penyusunan Kerangka Landasan Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua 17 Februari 1989,

Kebijaksanaan Departemen Kesehatan RI dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Dr. Soemarya Aniroen, MHA Kepala Direktorat RS Khusus & Swasta Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya untuk memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Sejalan dengan meningkatnya pendidikan, perubahan sosial budaya masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran maka sistim nilaipun berubah. Masyarakat semakin menuntut pelayanan yang bermutu dan kadang-kadang canggih. Rumah sakit sebagai mata rantai pelayanan kesehatan mempunyai fungsi utama penyembuhan dan pemulihan. Rumah sakit ini bersama dengan puskesmas melalui jalur rujukan diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan paripuma bagi masyarakat. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan maka fungsi pelayanan rumah sakit secara bertahap perlu ditingkatkan agar menjadi lebih efisien, sehingga dapat menampung rujukan dari puskesmas dan sarana kesehatan lainnya. Sehubungan hal tersebut maka perlu ada kebijaksanaan Departemen Kesehatan tentang peningkatan mutu dan upayaupaya yang dijalankan, namun sampai saat ini nampaknya belum ada kesepakatan tentang apa yang dimaksud dan belum ada konsensus nasional dengan mutu pelayanan rumah sakit. iSemn-tar ni Departemen Kesehatan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit lebih diarahkan kepada peningkatan kemampuan pelayanan rumah sakit. Mutu pelayanan suatu rumah sakit merupakan hasil akhir dari interaksi dan ketergantungan yang kompleks antaraberbagai

komponen atau aspek rumah sakit itu sebagai suatu sistem. Klasifikasi aspek-aspek ini yang mungkin paling terkenal adalah menurut Prof. Ayerdis Donabedian seorang profesor kesehatan masyarakat dari Universitas Michigan , yaitu penggolongan dalam komponen struktur, proses dan outcome. Struktur adalah sarana fisik, perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen , keuangan, tenaga, saran dan prasarana lainnya. Proses adalah semua kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya dalam interaksi profesional dengan pasien. Sehingga proses adalah merupakan apa dan bagaimana kegiatan profesional tersebut. Output adalah hasil-akhir dari kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien. Mutu pelayanan rumah sakit merupakan hasil akhir interaksi antara struktur, proses dan output sehingga mutu pelayanan yang baik sebagian besar tergantung dari mutu struktur dan mutu proses yang baik pula di rumah sakit. Sedangkan output yang buruk adalah disebabkan struktur atau proses yang juga buruk. Dalam makalah ini akan diuraikan tentang Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dengan sistematika sebagai berikut : I. Pendahuluan. II. Analisis situasi perumahsakitan. III. Kebijaksanaan Pembangunan Kesehatan Repelita V. IV. Kebijaksanaan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan. V. Penutup. ANALISIS SITUASI PERUMAHSAKITAN a.

Gambaran umum rumah sakit. Pada tahun 1990 ada 938 rumah sakit umum dengan 108.133

Dibacakan di Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan Rwnah Sakit. Kerjasama PERSI dengan Kalbe Farma. Bukit Raya, Puncak 4-6 Agustus 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

11

jumlah tempat tidur. Dari jumlah rumah sakit tersebut 36% adalah rumah sakit swasta, 44,4% rumah sakit pemerintah, 11,9% rumah sakit ABRI dan 7,7% rumah sakit milik BUMN. b. Tenaga Pendayagunaan tenaga medik dan paramedik diprioritaskan untuk puskesmas-puskesmas. Maka di rumah sakit terutama rumah sakit kelas C dan D sating timbul masalah ketenagaan yaitu jumlah, mutu dan distribusinya. Tenaga yang merisaukan jumlahnya adalah tenaga paramedis. Secara umum dokter yang bekerja di sarana-sarana pelayanan kesehatan jumlahnya sudah cukup memadai, hanya distribusinya masih timpang. Hampir 70% dokter bertugas di Pulau Jawa - Bali dan 23% di DKI. Tenaga perawat penyebarannya lebih baik, DKI 17,5% dan Jawa-Bali 58%. Dari pengkajian diagnosis rumah sakit oleh HSF USAID secara umum dapat dikemukakan rumah sakit kelas A dan B memiliki tenaga cukup (paramedik perawatan dan non medik) sedangkan tenaga medik nampaknyaberlebihan. Di rumah sakit kelas C dan D pada umumnya kurang untuk semua katagori, namun standar kepegawaian yang digunakan sekarang masih perlu dievaluasi kembali dan komposisi tenaga medik masih kurang serasi. Temuan lainnya adalah banyaknya tenaga dokter rumah sakit pemerintah yang bekerja sebagai tenaga part timer di rumah sakit swasta dan banyaknya tenaga honorer di semua rumah sakit. Hal ini tentunya mempengaruhi mutu pelayanan. Mutu pelayanan tentunya tak terlepas dari mutu keperawatan, dimana masih banyak permasalahan yang dijumpai. Sampai saat kini belum ada standarisasi tenaga perawat yang sesuai dengan peran dan fungsinya. Upaya peningkatan kemampuan dan ketrampilan tenaga perawat melalui penataran-penataran belum mampu mengatasi kesenjangan antara tuntutan peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan kemajuan Iptek kesehatan/keperawatan. Pengembangan karier tenaga perawat kearah profesionalisme, melalui penyelenggaraan pendidikan berjenjang belum terarah jelas. Tanpa melalui pendidikan mendasar, pengembangan profesionalisme sulit diwujudkan. Pemahaman terhadap etika profesi dirasakan kurang, terbukti antara lain perilaku perawat dalam melaksanakan tugas (tidak ramah). Selain itu uraian tugas, peran dan fungsi setiap katagori perawat berdasarkan jenjang pendidikan belum ditetapkan secara jelas dankualifikasi tenaga perawat untuk jen jang dan jenis keperawatan tertentu belum ada kejelasan. Disadari mutu asuhan keperawatan masih belum baik. Beberapa penyebab antara lain belum adanya pembakuan mutu pelayanan kesehatan yang dapat dijadikan tolok ukur. Di samping itu perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya masih secara rutin dan tradisional belum secara profesional. Manajerial skill dan technical skill juga masih kurang. c. Dana Beberapa masalah yang dihadapi dalam pembiayaan kesehatan antara lain adanya keterbatasan biaya, penggunaan biaya yang kurang efisien dan distribusi kurang merata. Dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto(PDB), maka total biaya kesehatan tersebut menunjukkan kecenderungan 12

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

menurun. Untuk kurun waktu lima tahun (1982–1987) persentase biaya kesehatan terhadap PDB berturut-turut adalah 2,78%, 2,48%, 2,23%, 2,39% dan 2,51%. Angka tersebut belum pernah mencapai 3% PDB, apalagi mencapai 5% PDB seperti direkomendasikan oleh WHO. Di Thailand pengeluaran untuk kesehatan mencapai 5,1% GNP (1985), RRC mengeluarkan 3,1% (1985), Korea 4,3% (1986), dan Philipina 2,4% (1985). Bila dirinci lebih jauh mengenai penggunaan biaya-biaya yang ada, maka untuk rumah sakit sekitar 45%, biaya tersebut hampir 95% untuk kegiatan kuratif. Sistem pembayaran di rumah sakit kebanyakan masih fee for service dan out of pocket, sedangkan pembayaran melalui sistem asuransi masih terbatas. Khusus mengenai biaya yang berasal dari pemerintah, dikeluarkan melalui jalur yang cukup banyak dan terpecahpecah, sehingga terjadi kurangnya koordinasi dan integrasi dalam perencanaan dan pelaksanaannya, sehingga pengggunaan tidak efisien, sedangkan di rumah sakit swasta mungkin lebih efisien. Di samping itu terjadi pula ketidak seimbangan antara biaya pembangunan dan biaya operasional dan pemeliharaan. Biaya operasional dan pemeliharaan 50% dari yang dibutuhkan untuk rumah sakit kelas A dan B dan untuk rumah sakit kelas C dan D sekitar 30%. Subsidi pemerintah untuk rumah sakit pemerintah telah di ambang batas, namun tarif terlalu rendah. d. Fasilitas Gedung rumah sakit pemerintah maupun swasta kebanyakan dirancang tidak tuntas dan belum mengikuti kaidah-kaidah rumah sakit, sehingga tidak efisien. Selain itu, lingkungan rumah sakit banyak yang masih kotor terutama di rumah sakit pemerintah, sehingga menurunkan citra pelayanan rumah sakit pemerintah. Diharapkan secara bertahap citra itu akan menjadi lebih baik. Alat-alat di rumah sakit sangat bervariasi. Perubahan sosial ekonomi akan mempengaruhi rumah sakit dan berpengaruh pula terhadap penyediaan faslitas di rumah sakit. Semakin jauh dari ibukota propinsi semakin buruk keadaannya. Dengan berkembangnya iptek kedokteran, maka banyak ditemukan alat-alat canggih. Walaupun alat canggih tersebut dapat meningkatkan mutu pelayanan, namun banyak masalah yang dihadapi dengan banyaknya alat canggih yang ada. Biaya kesehatan akan meningkat. Selain itu diperlukan tenaga yang profesional untuk dapat menerapkan teknologi tersebut. Dan juga sistem pencatatan peralatan yang benar (adekuat) sehingga sistem rujukan bisa berjalan sesuai yang diharapkan. Alateanggih macam dan jenisnya sangat banyak. Departemen Kesehatan meneoba menginventarisir alat-alat canggih dan didapatkan data sementara (tahun 1990) bahwa alat canggih lebih banyak di rumah sakit swasta dari pada rumah sakit pemerintah. Di rumah sakit pemerintah MRI =1, CT scan= 5 dan ES WL = 1, sedangkan di rumahsakitswasta MRI = 2, CT scan = 10, ESWL = 9. Pengkajian diagnosis rumah sakit oleh HSF USAID mendapatkan data bahwa pada umumnya rumah sakit telah memiliki perangkat kemampuan maupun pengetahuan teknis untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kelasnya,

kelasnya, meskipun perangkat di rumah sakit tersebut masih sederhana. Pelayanan tersebut sering terganggu karena : — Pemeliharaan sarana tidak memadai; di antara rumah sakit yang dikaji, tidak satupun yang melaksanakan preventive maintenance. — Keterpaduan antara tenaga dan peralatan kurang serasi. — Alatpembantu seperti reagensia tidak tersediapada waktunya. Pengkajian ini juga menemukan bahwa kemampuan manajemen sangat menentukan mutu pelayanan. Contohnya ialah lama perawatan pra-bedah yang di rumah sakit kelas B ditemukan berkisar antara 5,8 dan 9,4. Lama perawatan pra-bedah ini menun jukkan kurangnya koordinasi antara pelayanan penun jang seperti laboratorium, radiologi, ruang rawat dan ruang bedah. Selain itu pengkajian diagnosis rumah sakit juga mendapatkan data bahwa kelengkapan catatan medik masih terbatas sekali. Misalnya catatan mengenai penyakit terdahulu yang pemah diderita dan working diagnosis sering tidak ada. Telah dicoba untuk menilai mutu pelayanan terhadap penyakit-penyakit tertentu (tracer conditions). Upaya ini tidak berhasil karena tidak lengkapnya catatan medik. Berdasarkan tern uan tersebut dapat disimpulkan bahwa mutu catatan medik belum memadai untuk dapat digunakan sebagai alai penilai mutu pelayanan medik di rumah sakit. e. Pemanfaatan Pemanfaatan rumah sakit masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan angka tingkat pemanfaatan tempat tidur yang masih rendah, secara keseluruhan di bawah 55%, baik untuk rumah sakit pemerintah maupun swasta. Lima tahun terakhir rumah sakitpemerintah sekitar 57%, swasta 54%, sedangkan ABRI dan Departemen lain sangat rendah yaitu 45 — 50%. Hasil penelitian Bank Dunia di Indonesia (1988) menunjukkan bahwa salah saw penyebab rendahnya pemanfaatan rumah sakit oleh masyarakat disebabkan mutu pelayanan yang rendah. Khususnya bilamana hal ini dikaitkan dengan ketenagaan yang tersedia dan pelayanan spesialistik yang ada. Data menunjukkan bahwa rumah sakit yang memberikan pelayanan bedah angka pemanfaatannya 42% lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumah sakit yang tingkatannya sama tetapi tidak memberikan pelayanan bedah. Penempatan seorang dokter ahli meningkatkan angka pemanfaatan sebesar 83%. Hasil tersebut menyimpulkan bahwa mutu pelayanan yang rendah merupakan faktor yang menonjol penyebab rendahnya tingkat pemanfaatan rumah sakit di Indonesia. Penempatan seorang dokter spesialis dan penyedaian fasilitas bedah di rumah sakit kelas rendah dapat meningkatkan secara bermakna mutu dan juga kuantitas pelayanan. Total biaya dapat meningkat tetapi satuan biaya dapat menjadi rendah oleh karena pemanfaatan meningkat. Selama kurun waktu lima Pelita LOS dan NDR mengalami penurunan. Pada akhir Pelita I LOS = 10 dan NDR = 50 dan pada tahun I Pelita V LOS = 6 dan NDR = 21. Dengan semakin rendahnya LOS dan NDR dapat diartikan bahwa mutu pelayanan bertambah baik.

Pada tahun 1985, di beberapa tempat telah dilakukan evaluasi pemanfaatan rumah sakit oleh penduduk didapatkan angka hari rawat penduduk per tahun adalah 80 hari rawat per 100 penduduk. Sebagai perbandingan di Sri Lanka adalah 161 hari rawat, di Cina 576 hari rawat, dan di Inggris 2000 hari raw at per 1000 penduduk. Rendahnya pemanfaatan rumah sakit di banyak tempat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kemampuan membayar dari masyarakat, sikap dan perilaku penduduk, mutu pelayanan rumah sakit, sikap dan perilaku petugas rumah sakit dan lain sebagainya. Pada pengkajian diagnosis rumah sakit ditemukan bahwa di Jawa Timur dan Bali tingkat kepuasan terhadap dokter pada penderita asuransi kesehatan lebih rendah dibanding tingkat kepuasan penderita non peserta asuransi kesehatan. Sedangkan di Sumatera Barat ditemukan bahwa penilaian masyarakat terhadap citra rumah sakit pemerintah lebih rendah dibanding dengan rumah sakit swasta. Kesemuanya ini tentunya mempengaruhi pemanfaatan rumah sakit. f. Peraturan Beberapa peraturan menyebabkan pula terjadinya inefisiensi dalam pengelolaan biaya-biaya yang ada. Sebagai contoh peraturan ICW mengharuskan agar semua penerimaan dari fasilitas kesehatan milik pemerintah disetorkan ke kas negara dan kemudian akan dikembalikan lagi ke fasilitas termaksud dalam bentuk anggaran rutin pemerintah. Cara ini memakan waktu dan birokrasi yang cukup rumit. Belum lagi biaya yang akan diterima kembali jumlahnya lebih kecil dari yang disetorkan, di samping jadwal waktunya terlambat. KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN KESEHATAN REPELITA V. Arah dan kebijaksanaan pembangunan kesehatan sebagai petunjuk pokok pembangunankesehatan telah ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Arah dan kebijaksanaan ini lebih lanjutdijabarkan ke dalam petunjuk yang lebih operasional yaitu dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang mulai berlaku tahun 1982 dan Rencana Pokok Program Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RP3JPK). Arah dan kebijaksanaan selanjutnya dari pembangunan telah ditetapkan dalam GBHN antara lain : — Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan termasuk keadaan gizi masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas dan taraf hidup serta kecerdasan dan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan sistem kesehatan nasional yang terpadu yang dapat mendorong partisipasi masyarakat termasuk swasta. — Pembangunan kesehatan terutama ditujukan pada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Pelayanan kesehatan kepada masyarakat akan lebih ditingkatkan dengan mutu yanglebih baik dan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. — Dalam rangka lebih meningkatkan pelayanan kesehatan, perlu Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

13

terus ditingkatkan mutu pelayanan rumah-rumah sakit, lembaga-lembaga pemulihan kesehatan, pusat-pusat kesehatan masyarakat serta lembaga-lembaga kesehatan lainnya. Selanjutnya perlu ditingkatkan pula penyediaaan dan pemerataan tenaga medis, paramedis dan tenagakesehatan lainnya, serta pen yediaan obat yang makin merata dan terjangkau oleh rakyat. Disamping itu perlu terus ditingkatkan pengadaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana kesehatan lainnya. Kebijaksanaan pembangunan kesehatan tersebut dilaksanakan secara serasi, terarah dan terpadu dengan bidang-bidang pembangunan lainnya, dan dengan peran serta aktif masyarakat termasuk swasta antara lain melalui program upaya kesehatan rujukan. Tujuan program upaya kesehatan rujukan ialah : 1. Peningkatan mutu, cakupan dan efisiensi pelaksanaan rujukan medik dan rujukan kesehatan secara terpadu. 2. Peningkatan dan pemanfaatan manajemen rumah sakit yang meliputi kegiatan-kegialanperencanaan,penggerakan-pelaksanaan dan pengawasan-pengendalian. Untuk mencapai tujuan dan sasaran program upaya kesehatan rujukan, ditetapkanlah kebijaksanaan seperti di bawah ini: a. Upaya kesehatan rujukan diarahkan agar rumah sakit mampu memberikan dukungan kepada pelayanan puskesmas dan mengutarnakan kegiatan yang mempunyai cakupan luas, dengan memperhatikan kepentingan golongan masyarakat yang tidak mampu. b. Upaya kesehatan pengobatan dan pemulihan harus selalu disertai dengan upaya peningkatan kemampuan pencegahan dalam rangka mencapai keadaan hidup sehat bagi setiap penduduk. c. Upaya peningkatan efisiensi dana, sarana dan tenaga untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan optimal di rumah sakit dan rujukannya. d. Dalam rangka lebih mengggalakkan peran serta lembaga swadaya masyarakat dan pengusaha swasta untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit dan rujukannya, akan diadakan penyederhanaan pengaturan yang akan lebih memudahkan peran serta tersebut. Dalam Pelita V, Sistem Kesehatan Nasional akan torus dikembangkan dan dimantapkan untuk menjadi pedoman bagi penyelenggaraan pembangunan kesehatan, baik dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat termasuk swasta. Diharapkan pada akhir Pelita V telah terwujud kondisi dan prasyarat kesehatan guna mendukung tahap tinggal landas pada Pelita VI. Tinggal landas pembangunan kesehatan adalah suatu keadaan dimana Sistem Kesehatan Nasional dapat berfungsi dengan efektif dan efisien. Hal ini berarti makin meluasnya pemahaman, penghayatan dan pengamalan , perilaku hidup sehat oleh masyarakat secara mandiri. Dengan perkataan lain tahap tinggal landas pembangunan kesehatan adalah suatu tahap di mana bangsa Indonesia telah mampu untuk tumbuh dan berkembang melanjutkan pembangunan kesehatannya dengan sandaran utama kekuatan sendiri 14

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

menuju tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajatkesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum. Pada tahap itu ada tiga kemampuan yang telah dimiliki yaitu: a. Kemampuan untuk meneegah, menolak dan menghindari timbul dan berkembangnya permasalahan di bidang kesehatan yang mungkin terjadi serta dapat membahayakan kelangsungan hidup bangsa Indonesia. b. Kemampuan untuk mempertahankan dan memelihara prestasi dan hasil-hasil pembangunan kesehatan yang telah dicapai. c. Kemampuan untuk meningkatkan dan mengembangkan apa yang telah dicapai oleh pembangunan kesehatan agar dapat memenuhi tuntutan kemajuan dan perkembangan zaman. Kemampuan atas prakondisi penting yang harus diketahui oleh lembaga kesehatan swasta antara lain : a. Dihayati dan diterimanya pendekatan PHC (Primary Health Care) sebagai pendekatan utama dalam pembangunan kesehatan oleh lembaga kesehatan swasta. b. Dihayatinya wawasan kesehatan masyarakat oleh setiap pengambil keputusan, perumus kebijaksanaan maupun perencana program kesehatan. c. Tercapainya pemerataan pelayanan kesehatan dasar diseluruh Indonesia, khususnya bagi kelompok sasaran berisiko tinggi seperti ibu dan anak. d. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang nyata. Peningkatan mutu pelayanan merupakan prioritas, terutama di Rumah Sakit Kelas C. e. Mulai berkembangnya Dana Upaya Kesehatan Masyarakat terutama di daerah pedesaan.DUKM ini sebagai dukungan akses masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan di rumah sakit. f. Mulai berfungsinya sistem rujukan medik dan rujukan kesehatan. g. Makin meningkatnya efisiensi dan efektifitas manajemen kesehatan. Kemajuan dalam kemampuan manajemen rumah sakit termasuk perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. h. Telah berkembangnya mekanisme kerjasama lintas sektoral maupun kerjasama dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat termasuk perhimpunan profesi dalam pembangunan kesehatan. i. Makin meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam mengatur kesehatan sendiri, bail dalam pengambilan keputusan, perencanaan maupun pelaksanaannya. Pada akhir-akhir ini Departemen Kesehatan melaksanakan beberapa kebijaksanaan lain sebagai upaya terobosan dalam mempercepat peningkatan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas serta meningkatkan citra rumah sakit. Program-program yang merupakan kebijaksanaan tersebut ada yang masih dalam konsep, rencana persiapan maupun yang sudah dilaksanakan ataupun sudah dalam tahap monitoring dan evaluasi. Kebijaksanaan ini meliputi antara lain :

1. Rumah sakit pemerintah sebagai Unit Swadana Pada prinsipnya perubahan ini merupakan perubahan yang fundamental, yang berkaitan dengan pengaturan, pengelolaan, pembinaan dan evaluasi rumah sakit, namun bukan merupakan swastanisasi rumah sakit pemerintah. Unit swadana menurut Departemen Kesehatan adalah pemberian otonomi lebih luas kepada RS Pemerintah termasuk dalam pengelolaan keuangan dan penggunaan langsung penerimaan rumah sakit bersangkutan. Salah satu tujuan konversi ini adalah untuk meningkatkan kemandirian rumah sakit sehingga nantinya diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanannya. Dalam rangka konversi rumah sakit pemerintah menjadi unit swadana akan dilakukan intervensi di sembilan bidang yaitu: - Peraturan - Struktur Organisasi - Rekam Medis - Sistem Manajemen Informasi - Sistem Akuntansi - Sistem Pembaiayan - Pola Penyusunan Tarif - Standar Pelayanan RS - Standar Pelayanan Farmasi. 2. Pemantapan penggunaan obat generik di rumah sakit

Obat generik adalah obat dengan mutu yang sama tetapi harga lebih rendah. Sebagai tindak lanjut dari Permenkes No. 085/1989 dalam rangka pemantapan penggunaan obat generik diambil beberapa kebijaksanaan antara lain : - Pembentukan komite farmasi dan terapi rumah sakit. - Pembentukan komite nasional farmasi dan terapi. - Pembentukan formularium rumah sakit dan standar terapi. Dengan dimantapkannya penggunaan obat generik diharapkan dapat meningkatkan efisiensi sehingga diharapkan mutu pelayanan dapat meningkat. 3. Penanaman modal di bidang perumahsakitan

Dengan keterbatasan kemampuan pemerintah dan sesuai dengan SKN untuk mengikutsertakan masyarakat dalam pelayanan kesehatan dipandang perlu lebih mengikutsertakan pemilik modal dalam penyelenggaraan rumah sakit, Hal ini mengingat pula rumah sakit adalah suatu institusi yang padat modal serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dengan pembiayaan yang tinggi. Diharapkan dengan diberinya kesempatan kepada para pemilik modal (investor), mereka mampu untuk mendirikan rumah sakit dengan pelayanan yang bermutu. 4. Gerakan rumah sakit bersih dan tertib Gerakan ini bertujuan untuk meningkatkan citra rumah sakit di mala masyarakat. Evaluasi terhadap gerakan ini akan dikaitkan dengan evaluasi penampilan manajemen rumah sakit. 5. Anggaran Operasional dan Pemeliharaan (OPRS) Diberikan subsidi khusus kepada rumah sakit pemerintah dengan tujuan adanya dana tambahan yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Untuk tahun anggaran 1991/1992 pemerintah telah mengalokasikan 50

milyard rupiah untuk OPRS. 6. Peningkatan kualitas pelayanan

Pada hakekatnyakualitas atau mutu pelayanan dapatdiukur. Untuk mengukur dibutuhkan adanya indikator yang sederhana dan dapat dipergunakan oleh tiap rumah sakit dalam menilai penampilannya. Pengembangan dan penetapan standar sedang dikerjakan dan diharapkan peningkatan kemampuan dan penampilan rumah sakit dapat dimonitor dan dievaluasi secara pasti. KEBIJAKSANAN DALAM UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN Dengan akan berakhirnya Repelita V, di mana kita memasuki tahap tinggal landas pembangunan salah satu prakondisi yang harus dipenuhi adalah meningkatnya mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang nyata. Peningkatan mutu pelayanan merupakan prioritas, terutama di Rumah Sakit Kelas C. Untuk meningkatkan mutu pelayanan tersebut, Departemen Kesehatan semen jak Pelita I hingga sekarang, telah melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan secara bertahap. Upaya tersebut dilaksanakan melalui pembangunan sarana, prasarana, pengadaan peralatan dan ketenagaan serta perangkat lunak lainnya, sejalan dengan pembangunan rumah sakit pada umumnya. Namun demikian, disadari pula masih adanya beberapa kendala yang dihadapi, terutama yang berkaitan dengan standar kebutuhan dan tuntutan sistem pelayanan yang masih belum selaras dengan perkembangan iptek kedokteran yang semakin pesat di mana pelayanan spesialistik dan subspesiali stik cenderung semakin berkembang. Mengingat masih adanya kendala dalam peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan berdasarkan Kebijaksanaan Repelita V Departemen Kesehatan dan Program Upaya Kesehalan Rujukan Repelita V, maka dalam upaya meningkalkan mutu pelayanan rumah sakit, perlu dilakukan langkah-langkah kebijaksanaan sebagai berikut : 1. Pendidikan dan pelatihan Mengadakan pendidikan dan pelatihan untuk tenaga medis maupun paramedis perawatan dan non perawatan. Pendidikan dan pelatihan tersebut meliputi managerial skill dan technical skill. Misalnya: HMT, PKMRS, infeksi nosokomial, medical surgical, ICCU, PICU, UGD, koroner, cancer unit, perawatan ortopedi, AS I, hematologi, dialisis, teknik kamar bedah, dan lainlain. 2. Perizinan - Sesuai dengan PP no. 1 tahun 1988 dan Permenkes 385/ 1988 tentang pelaksanaan masa bakti dan izin praktek bagi dokter dan dokter gigi, tenaga medis dalam melaksanakan tugas harus mempunyai Surat Penugasan (SP) dan Surat Izin Praktek (SIP). SP ini merupakan pengganti dari SID. - Sesuai dengan Permenkes 920/1986 dan SK Dirjen 098/87 tentang penyelenggaraan pelayanan medik spesialistikmaka untuk mendirikan rumah sakit harus mempunyai izin Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

15

mendirikan dan setelah rumah sakit tersebut mulai memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat maka harus mempunyai izin penyelenggaraan yang setiap 5 (li ma) tahun diperbaharui. 3. Ijasah dan Sertifikat Pemberian ijasah bagi dokter yang baru lulus dan brevet keahlian kepada dokter spesialis yang telah lulus merupakan salah satu program menjaga mutu. Sedangkan untuk dokter lulusan luar negeri harus melakukan adaptasi dulu dan untuk dokter dari Fakultas Kedokteran Swasta harus ikut ujian negara

dulu sebelum dapat ijasah. Sedangkan sertifikat diberikan kepada tenaga meths dan paramedis yang telah selesai mengikuti penataran, seminar dan latihan-latihan lainnya. 4. Standarisasi Telah ditetapkan standar pelayanan rumah sakit yang merupakan integrasi dari standar pelayanan medik dan terapi, standar ketenagaan, standar sarana,-prasarana dan keperawatan. Selain itu juga akan ditetapkan peraturan, pedoman dan prosedur yang belum ada dan pemutakhiran yang sudah tidak sesuai sehingga memungkinkan pelaksanaan akreditasi. 5. Akreditasi Untuk meningkatkan mutu pelayanan telah dipersiapkan standar dalam rangka akreditasi rumah sakit dan dipersiapkan instrumen dan uji coba. Direncanakan rumah sakit yang akan dikonversikan ke dalam unit swadana harus melalui akreditasi terlebih dahulu atau setidak-tidaknya menggunakan dasar-dasar akreditasi. 6. Ketenagaan Untuk meningkatkan mutu pelayanan maka dokter spesialis 4 dasar kelasnya menjadi RSU kelas C. Juga dilakukan penempatan tenaga dokter spesialis radiologi, patologi klinik, patologi anatomi dan forensik, anestesi dan tenaga apoteker. Selain itu dokter spesialismata, THT, saraf, gigi ortotik prostetik, rehabilitasi medik ditempatkan untuk melengkapi RSU kelas C, disertai

16

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

dengan tenaga paramedik perawatan dan paramedik non perawatan sesuai dengan kebutuhan. 7. Sarana, prasarana dan peralatan Rumah sakit Pemerintah dilengkapi dengan sarana, prasarana dan peralatan sesuai dengan kebutuhan.Misalnya: peralatan mata dan THT untuk RS Kelas C. Untuk meningkatkan citra rumah sakit Pemerintah maka rumah sakit Pemerintah mendapat biaya operasional dan pemeliharaan. 8. Penilaian penampilan rumah sakit Untuk meningkatkan penampilan rumah sakit maka setiap memperingati Hari Kesehatan Nasional diadakan lomba penilaian penampilan rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta. Dalam tahun anggaran 1991/1992 lomba tersebut ditambah dengan lomba Gerakan Rumah Sakit Bersih yang akan diberlakukan kepada rumah sakit kelas B, C dan D.

PENUTUP Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit merupakan salah satu tujuan program upaya rujukan. Dengan meningkatnya mutu rumah sakit diharapkan dapatmeningkatkan cakupan dan efisiensi pelaksanaan rujukan. Perlu kita sadari bahwa upaya peningkatan mutu merupakan never ending process dan perlu didukung oleh sumber daya dan amber dana yang memadai. Sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah yang baru untuk mengkonversikan rumah sakit menjadi unit swadana maka peluang rumah sakit umum untuk meningkatkan mutu pelayanan akan terbuka bahkan akan menjadi lebih besar terutama bilamana dikaitkan dengan otonomi yang akan diberikan kepada direktur rumah sakit untuk mengelola dana swadana dan kemungkinan mengadakan inovasi-inovasi di bidang manajemen dan organisasi rumah sakitnya. Keberhasilan upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit sangat tergantung dari jalinan kerja sama yang baik antara Departemen Kesehatan, ikatan profesi terkait, Persi dan direktur rumah sakit.

Peran Manajemen dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Dr. H. Samsi Jacobalis Direktur RS Husada, Jakarta

PENGANTAR Ada tiga orang Amerika yang dianggap sebagai pemiki: dan pemuka ulama dalam upaya meningkatkan mutu produk industri manufaktur; mereka adalah : DR W. Edwards Deming, Philip B Crosby dan DR. Joseph M Juran. Deming terkenal dengan Deming's 14 points for managers; ; Crosby mengajarkan 14 langkah untuk meningkatkan mutu Juran memperkenalkan konseptrilogimutu : perencanaan mutu, " " pengendalian mutu dan peningkatan mutu. Ketiga guru tersebut di atas sependapat mengenai pentingnya peran dan keterlibatan manajemen dalam meningkatkan mutu. Di tahun-tahun terakhir, falsafah dan ajaran mereka tentang manajemen mutu sudah diterapkan juga dalam industri jasa, seperti bank, hotel, rumah sakit. Makalah ini akan mendiskusikan peran dan keterlibatan manajemen seperti yang dianjurkan oleh Deming, diterapkan untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. W EDWARDS DEMING DAN MANAJEMEN MUTU DALAM INDUSTRII JEPANG Deming adalah seorang ahli statistik yang menyandang gelar PhD dalam ilmu fisika dari Universitas Yale. Dalam tahun 1940 ia bekerja pada Biro Sensus Amerika, dan pada tahun 1947 ia diminta oleh Komando Tertinggi Pasukan Amerika (di bawah Jenderal McArthur) yang waktu itu menguasai Jepang untuk membantu menyiapkan pelaksanaan sensus di negeri yang diduduki itu. Karena tugas ini ia dikenal olch banyak orang Jepang. Dalam tahun 1950 ia kembali ke Jepang atas undangan Japanese Union of Scientists and Engineers (JUSE). Selama kunjungan ke dua ini ia memberikan serangkaian ceramah tentang metoda statistik dalam pengendalian mutu kepada para Dibacakan di Seminar Upaya Peningkalan Pelayanan Rwnah Sakit. Kerjasama PERSI dengan KALBE FARMA. Bukit Raya, Puncak, 4-6 Agustus 1991.

sarjana, teknisi, manajer dan pekerja Jepang. Waktu itu Jepang baru mulai membangun kembali industrinya yang hancur berantakan sebagai akibat Perang Dunia ke dua. Jepang harus mulai kembali dari nol. Produk industri Jepang sebelum perang terkenal murah tapi bermutu buruk, barang Jepang waktu itu terkenal sebagai imitasi murahan; sehingga Jepang ingin menghilangkan citra negatif ini tentang industrinya yang baru. Mereka ingin menghasilkan produk yang bermutu tinggi dan dapat bersaing. Deming, yang waktu itu di Amerika sendiri tidak dikenal, dianggap oleh orang-orang Jepang dapat memberikan konsultasi ten tang itu, berkatkeahliannya tentang statistik dan fisika. Dalam rangka konsultasi itulah Deming mengembangkan falsafah 14 butirnya, seperti yang akan dirinci lebih lanjut nanti. Orang-orang Jepang dengan sungguh-sungguh mempelajari ajaran Deming, menerapkannya dan kemudian mengembangkannya dalam industri mereka, disesuaikan dengan sifat-sifat nasionalnya. Dari ajaran itu mereka mengembangkan falsafah KAIZEN, yaitu falsafah manajemen praktek yang berkiblat pada perbaikan proses yang berkesinambungan terus menerus (Kai = perubahan, Zen = baik/perbaikan, Kaizen = perubahan menjadi lebih baik, continuous improvement). Kaizen sebagai falsafah dan strategi manajemen melahirkan beberapa konsep, sistem dan perangkat kerja, antara lain : – Orientasi pada konsumen - Pengendalian Mutu Terpadu (TQC, Total Quality Control) — Gugus Kendali Mutu (QCC, Quality Control Circles) — Sistem saran karyawan – JIT (Just In Time) – Zero Defects – Otomatisasi, robotisasi – Pengembangan produk – Hubungan industrial, dll

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

17

Pelaksanaan Kaizen tentu dilandasi juga oleh disiplin, kerja keras dan semangat Samurai yang terluka dan terhina karena kalahperang. Hasilnya, dua puluh tahun kemudian Jepang menjadi negara industri terkuat di dunia, mengalahkan negara yang telah menakluknya. Orang tidak lagi mengejek mutu barang "made in Japan " . Produk industri Jepang menguasai seluruh dunia. Produk Jepang makin lama makin besar pangsa pasarnya di Amerika sendiri. Banyak industri Amerika bangkrut atau dalam kesukaran untuk bertahan. Orang-orang Amerika tersentak. Mengapa ? Ternyata mutu barang Jepang jauh lebih baik dari mutu barang Amerika; kekalahan mereka bersaing bukan karena kelicikan orang-orang Jepang. Kemudian terjadi arus balik; orang-orang Amerika mempelajari cara-cara manajemen industri Jepang. Baru mereka mengenal nama Deming dan tahu bahwa Deming itu orang Amerika; jasa konsultasinya mulai dicari oleh perusahaan-perusahaan besar seperti General Motors, Ford Motor Company, Nashua Corporation dan lain-lain, juga oleh perusahaan-perusahaan jasa seperti kerelaapi, penerbangan, telkom, badan-badan pemerintah, rumah sakit. Perusahaan-perusahaan di Amerika dan di seluruh dunia mulai ikut menerapkan TQC, QCC dan lain-lain. Juga di Indonesia. Sementara itu orang Jepang menghargai Deming dengan meneiptakanDemingPrize, hadiah tahunan yang diberikan kepada perusahaan yang paling berhasil meningkatkan mutu produknya. Pemenang hadiah yang sangat didambakan ini antara lain adalah raksasa-raksasa seperti Nissan, Toyota, Hitachi, Nippon Steel. Perusahaan Amerika pertama yang memenangkan Deming Prize adalah Texas Instruments dalam tahun 1985. Penghargaan tertinggi berupa bintang The Second Order Medal of the Sacred Treasure diterima Deming dari Kaisar Hirohito untuk sumbangannya bagi perkembangan ekonomi Jepang. EMPAT BELAS BUTIR FALSAFAH MUTU MENURUT DEMING Empat belas butir yang akan dirinci di bawah ini adalah anjuran Deming kepada manajemen untuk meningkatkan mutu dan produktivitas. Butir-butir ini telah beberapa kali direvisi, namun intisarinya tetap sama. 1) Ciptakan tujuan yang konsisten untuk memperbaiki produk dan pelayanan, dengan maksud memperkuat posisi kompetitif dan agar dapat bertahan dalam bisnis. 2) Ambillah falsafah baru. Kita berada dalam era ekonomi baru. Kita tidak dapat lagi menerima keterlambatan, kesalahan, material yang buruk dan hasil kerja yang buruk seperti sebelumnya. 3) Jangan tergantung pada inspeksi masal (mass inspection). Manajemen mutu hendaknya built in, sehingga tidak perlu inspeksi masal. 4) Jika membeli material atau jasa janganlah karena harga yang ditawarkan paling murah. Hendaknya mutu material yang dijadikan patokan. 5) Sempurnakan sistem produksi dan pelayanan secara terus menerus, untuk meningkatkan mutu dan produktivitas. 6) Adakan on the job training yang modern. 7) Adakan cara supervisi yang modem. 18

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

8) Hilangkan rasa takut, sehingga semua orang dapat bekerja efektif. 9) Hilangkan penghambat-penghambat antar-departemen. 10) Janganlah membuat obyektif, poster atau slogan dengan angka kuantitatif, tanpa upaya penyempurnaan terus menerus; misalnya jangan dibuat poster di rumah sakit : Tujuan kita adalah BOR 90% Tingkatkan jumlah pasien 5% tahun 1991. Hal-hal seperti itu tidak akan menghasilkan apa-apa, kecuali frustrasi dan ejekan. Yang perlu diciptakan adalah penyempurnaan sistem dan faktor-faktor lain yang berpengaruh. 11) Janganlah membuat standarkerjadengan kuota, tanpa upaya penyempurnaan terus menerus; misalnya apabila di pabrik garmen ditentukan seorang pekerja harus menyelesaikan 30 potong sehari, yang akan ia hasilkan adalah kuota, bukan mutu. 12) Hilangkan hambatan yang mencegah karyawan menjadi bangga dengan pekerjaannya. 13) Adakanlah program-program pendidikan dan pelatihan yang intensif dan berkesinambungan. 14) Ciptakanlah struktur dan kondisi yang memungkinkan pelaksanaan butir 1 s/d 13 di atas secara terus-menerus seharihari. Intisari falsafah Deming adalah : Harus ada keterlibatan (commitment) yang kuat dari pihak manajemen terhadap perspektif dan risalah (mission) jangka panjang. Empat belas butir di atas hendaknya di jadikan pedoman bagi manajemen untuk membimbing setiap karyawan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Mutu harus menjadi titik sentral bagi perusahaan. Mutu harus diperbaiki secara terus menerus dengan memperbaiki proses. Orientasi kerja harus dirubah dari inspeksi menjadi prevensi. Pelatihan dan pelatihan ulang terhadap karyawan adalah kunci keberhasilan perusahaan. Pendidikan dan pelatihan adalah investasi sumberdaya manusia. Manajemen harus menganggap bahwa sumberdaya manusia adalah aset perusahaan yang paling berharga. Karyawan hams bangga dengan pekerjaannya. PENERAPAN FALSAFAH DEMING UNTUK MENINGKATKAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT Banyak orang sudah melihat bahwa falsafah Deming (dan Kaizen) juga absah untuk diterapkan dalam produksi jasa rumah sakit. Dalam manajemen mutu di rumah sakit Amerika lambat laun sudah terjadi pergeseran orientasi dari QA (Quality Assurance) ke QI (Quality Improvement). Dengan QA seperti yang dipraktekkan selama ini, yang dicari adalah bad guy atau " apel busuk" , yaitu penyimpangan dari standar atau kriteria yang sudah ditentukan. Sedangkan dengan QI fokus adalah pada perbaikan mutu yang dilakukan secara tetap dan terus-menerus oleh pelaku sendiri. Dengan orientasi QI orang sekarang berbicara tentang konsep Total Quality Management (TQM). Mudah ditarik analogi bahwa TQM ini adalah sama dengan konsep Total

Quality Control (TQC) dalam industri manufaktur yang lahir

dari falsafah Deming dan Kaizen. TQC (dan TQM) adalah konsep manajemen yang melibatkan setiap fungsi dan lapisan organisasi (=setiap karyawan) dalam upaya perbaikan mutu. Quality is everybody 's business. Ambil saja contoh sehari-hari di rumah sakit. Seorang dokter menginstruksikan agar pasien diberi obat tertentu. Kelihatannya hal itu sederhana dan rutin, tapi nyatanya prosesnya cukup rumit. Rangkaian kegiatan dalam proses itu adalah : Perawat membuat bon permintaan obat; ia harus menulis dengan benar nama obat dan dosis yang diinstruksikan dokter. Bon permintaan harus dibawa oleh petugas lain ke farmasi rumah sakit pada waktu yang tepat. Petugas farmasi menerimabon permintaan obat, obat yang tepat harus disiapkan dan kemudian diantar ke ruang perawatan (atau diambil dari farmasi) oleh petugas lain pada waktu yang tepat pula. Obat diserahkan kepada perawat, perawat lain bertugas menyampaikan atau memberikan obat kepada pasien yang tepat dengan dosis yang tepat pada waktu yang ditentukan. Jadi proses antara instruksi dokter dan sampainya obat kepada pasien menyangkut banyak orang dari berbagai profesi. Mudah sekali terjadi,hambatan pada proses ini, sehingga terjadi kesalahan atau keterlambatan, yang berarti mutu pelayanan yang tidak baik. Untuk meningkatkan mutu, kerja sama yang baik harus diciptakan. Hambatan antar-departemen harus dihilangkan. Petugas-petugas yang bersangkutan harus terus menerus dididik, dilatih dan dilatih ulang agar mutu pelayanan terus menerus menjadi lebih baik. Harus diadakan evaluasi secara teratur. Masalah-masalah harus dipecahkan, supervisi yang baik dan modem harus dikembangkan. Hubungan dengan pemasok obat harus dibina agar persediaan selalu terjamin dan mutu obat yang diserahkan adalah selalu baik. Karyawan kita sendiri harus merasa bangga jika tugas dijalankan dengan sempurna. Setiap petugas yang terkait dalam proses yang pan jang itu, misalnya asisten apoteker yang menyiapkan obat, harus menyadari sepenuhnya bahwa apa yang ia lakukan itu adalah bagian dari total quality. Jika ia tidak acuh atau ceroboh seluruh mutu pelayanan obat kepada pasien akan menjadi buruk. Malahan dapat terjadi hash yang tidak diinginkan, misalnya kematian pasien karena obat yang diberikan ternyata salah atau salah takaran. Contoh lain yang juga lazim adalah keterlambatan proses pasien masuk rawat. Kantor administrasi pasien (admitting office) menyalahkan perawatkarena tidak tepatmelaporkan adanya tempat tidur kosong. Perawat menyalahkan dokter karena

terlambat memulangkan pasien. Dokter menyalahkan pihak lain lagi. Kejadian seperti itu terjadi sehari-hari, jika tidak ada upaya perbaikan sistem. Yang seharusnya terjadi adalah bukan salahmenyalahkan antar-departemen atau antar-petugas. Yang seharusnya terjadi adalah pemecahan masalah dengan perbaikan sistem kerja secara terus menerus. Hal ini dapat dicapai jika butirbutir falsafah Deming diterapkan. Demikian juga banyak masalah lain di rumah sakit yang menyangkut pelayanan diagnostik, terapi, perawatan, konsultasi, administrasi, gizi, logistik, teknik dan lain-lain yang dapat disempurnakan terus menerus apabila manajemen menerapkan falsafah seperti yang dirumuskan oleh Deming. KESIMPULAN Falsafah Deming dan falsafah Kaizen telah terbukti berhasil meningkatkan mutu produk industri manufaktur dan jasa. Falsafah itu sangat menekankan pada pentingnya keterlibatan manajemen dan partisipasi aktif setiap karyawan dalam proses produksi barang atau jasa yang bermutu. Rumah sakit adalah sangat padat karya. Manajemen rumah sakit untuk bagian terpenting adalah manajemen manusia yang terdiri dari beraneka ragam profesi dan tingkat pendidikan. Di rumah sakit berinteraksi beraneka ragam sistem dan proses yang secara langsung atau tidak Iangsung berhubungan dengan pelayanan dan asuhan pasien. Manajemen mutu di rumah sakitkita umumnya masih sangat lemah. Dalam kaitan itulah kiranya empat belas butir falsafah mutu menurut Deming dan konsepkonsep yang dipayungi oleh falsafah Kaizen (antara lain Pengendalian Mutu Terpadu dan Gugus Kendali Mutu) perlu dikenal, dipelajari dan diuji-coba di rumah sakit kita. Peran dan keterlibatan manajemen rumah sakit sangat menentukan keberhasilan meningkatkan mutu pelayanan. KEPUSTAKAAN 1. Chu S. Understanding Quality Circles, Singapore: Hillview Publ, 1990. 2. Crosby PB. Quality Without Tears, International Ed, Singapore: Mc GrawHill Book Co, 1986. 3. Crosby PB. Let's talk Quality, Singapore: Mc-Graw Hill Book Co, 1989. 4. Gitlow HS, Gitlow SJ. The Deming Guide to Quality and Competitive Position, Inglewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall Inc., 1987. 5. PQM Consultants. Seminar Kaizen, Jakarta, Oktober 1990. 6. Sahney VK, Warden GL. Quest for Quality and Productivity in Health Service, Managing Quality Leadership. Makalah untuk Frontiers of Health Services Management, 1991.

Cermin Dunia Kedakteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

19

Indikator Penilaian Penampilan Rumah Sakit Dr. Darwis Hartono, MHA Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN Seperti kita ketahui rumah sakit merupakan suatu organisasi yang sangat kompleks, kekompleksan ini dapat dibuktikan seperti pada pasien rawat nginap; pasien ini tidak hanya menapatkan pelayanan medik saja, sebagian perlu mendapatkan pelayanan perawatan, pelayanan penunjang termasuk penunjang medis ataupun penunjang non-medis. Pelayanan-pelayanan ini juga perlu dibantu oleh kelompok administrasi yang sifat kerjanya untuk memperlancar seluruh pelayanan yang dibutuhkan. Sifat kerja kelompok kedua ini tak lain adalah mengelola bentukbentuk pelayanan untuk dipadukan dengan saran, prasarana dan tenaga yang dimiliki oleh rumah sakit, dengan demikian seyogyanya hasil kerja rumah sakit dapat dicapai seoptimal mungkin. Pada dasarnya rumah sakit memiliki 2 kelompok tenaga kerja yaitu Kelompok Profesional dan Kelompok Manajerial. Kelompok profesional yang sifat kerjanya terutama adalah berupaya menyembuhkan pasien yang dirawat; ataupun meringankan penderitaan pasiennya di rumah sakit. Kelompok ini terdiri dari dokter ahli, dokter umum, dokter gigi, perawat, ahli gizi, psikolog, apoteker, ahli laboratorium, ahli radiologi dan lainlain. Sedangkan kelompok lainnya adalah kelompok manajerial yang sifat kerjanya adalah membantu memperlancar pekerjaan kelompok profesional, kelompok manajerial ini terdiri dari akuntan, ahli perencana RS, ahli teknik bangunan, ahli teknik elektro dan lain-lain, sifat kerja kelompok ini terhadap upaya penyembuhan pasien adalah secara tidak langsung. Untuk menilai penampilan kerja rumah sakit seyogyanya menilai hasil kerja dari kedua kelompok, yaitu hasil kerja kelompok profesional yang berupa hasil layanan pasien (kualitas pelayanan) sedangkan untuk kelompok manajerial yang dinilai adalah tingkat kemampuan untuk mengolah sumber-sumber dana, tenaga, peralatan dan teknologi yang dimiliki dalam memberikan layanan kepada pasien (efisiensi pelayanan). Dibacakan di Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit. Kerjasama PERSI dengan KALBE FARMA. Bukit Raya, Puncak, 4-6 Agustus 1991.

20

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

INDIKATOR PENILAIAN PENAMPILAN KERJA RUMAH SAKIT Seperti telah diuraikan di atas, indikator penilaian penampilan kerja rumah sakit adalah mengukur hasil kerja (outcome) dari layanan, baik itu berupa layanan kelompok profesional maupun layanan yang diberikan oleh kelompok manajerial. Model indikator yang telah dikembangkan di luar negeri antara lain indikator yang dikembangkan oleh Scott dan Shortell (1983), yang menilai kelompok manajerial dan kelompok profesional, untuk kelompok manajerial mereka hanya menilai dari aspek penampilan keuangan dan aspek pengembangan kepegawaian saja sedangkan penilaian kelompok profesional juga hanya meliputi penilaian mutu pelayanan pasien. Model pengukuran ini mengikuti pokok-pokok pikiran dari Donabedian yang berupa ukuran terhadap struktur, proses dan outcome dari ketiga aspek yang tersebutdi atas dan tampaknya model ini cocok dipakai untuk kepentingan intern rumah sakit. Rincian model dapat dijabarkan sebagai berikut(2) : 1. Ukuran SIruktur a. Penampilan keuangan : – Penggunaan akuntansi aktual – Pendidikan dan kualifikasi staf keuangan dan akuntansi – Keberadaan komisi lengkap untuk penghematan biaya – Adanya perencanaan program dan sistem anggaran b. Mutu layanan penderita : – Presentasi dokter penuh waktu dengan board certified – Akreditasi dari komisi bersama untuk akreditasi rumah sakit – Jumlah dokter yang sedang melaksanakan residensi c. Pengangkatan dan pengembangan pegawai : – Pendidikan dan kualifikasi pegawai administrasi – Adanya sistem penyesuaian gaji dan upah – Adanya sistem pengawasan kedudukan dan jabatan

2. Ukuran Proses a. Penampilan keuangan : – Pemeriksaan budget variance – Rasio kekayaan lanear (current assets) terhadap kewajiban lanear (current liabilities) – Rasio tagihan bersih (net account receivable) terhadap penghasilan harian dari operasional (average daily operating revenue)

b. Mutu layanan penderita : – Angka kesalahan pengobatan – Angka infeksi pasca bedah – Persentasi perlakuan petunjuk kerja dalam menegakkan diagnosis tertentu c. Pengangkatan dan pengembangan pegawai : – Kualitas program pendidikan dan latihan – Penilaian kepuasan kerja – Penilaian dinamika organisasi 3. Ukuran luaran a. Penampilan keuangan : – Rasio pendapatanoperasional (operating income) terhadap pengeluaran untuk operasional (operating expenses) - Rasio hutang jangka panjang (long term debt) terhadap kekayaan tetap (fixed assets) – Rasio pendapatan dari operasional (operating income) ditambah bunga (interest) terhadap kekayaan total (total assets)

– Pangsa pasar (market share) b. Mutu layanan penderita : – Angka kematian menurut kegawatan penyakit (standardized case severity adjusted mortality rates)

– Angka kesakitan menurut kegawatan penyakit (stan-

proses akan dikembangkan dalam instrumep pengukuran kemampuan rumah sakit. Indikator-indikator yang tersebut di atas dipergunakan untuk memilih rumah sakit terbaik dalam rangka peringatan HKN. Dalam proses pemilihan rumah sakit terbaik seyogyanya seleksi dilakukan di antara rumah-rumah sakit yang memiliki kemampuan yang sama. Nyatanya sekarang ini masih banyak rumah sakit yang digolongkan dalam satu kelas memiliki kemampuan yang berbeda, misalnya rumah sakit kelas C yang ada di luar pulau Jawa akan berbeda kemampuannya dibandingkan dengan rumah sakit kelas C yang ada di pulau Jawa. Sambil menunggu penyempumaan instrumen mengukur kemampuan rumah sakit itu, untuk sementara waktu rumah sakit dikelompokkan berdasarkan biaya operasional, dengan pengertian bahwa rumah sakit dengan biaya operasional yang tinggi akan memiliki kemampuan yang lebih tinggi, meskipun tidak semua rumah sakit demikian halnya. Besarnya batas biaya operasional diuraikan sebagai berikut: Kemampuan I : Biaya operasional < Rp. 309.728.134 Kemampuan II : Biaya operasional antara Rp. 309.728.134 – 444.154.124 Kemampuan III : Biaya operasional > Rp. 444.154.124. Biaya operasional sendiri dapat dihitung dengan komponenkomponen biaya sebagai berikut : 1. Gaji/Upah pegawai 2. Lauk-pauk pasien 3. Pembayaran jasa langganan: listrik, air, telepon, radio medik 4. Bahan tenun dan biaya penjahitannya 5. Bahan bakar untuk dapur, kamar bedah, kendaraan 6. Pemeliharaan gedung, peralatan medik dan non medis serta kendaraan 7. Peralatan dan bahan tulis menulis (stationaries).

dardized case severity adjusted morbidity rates)

e. Pengangkatan dan pengembangan pegawai : – Angka turn over pegawai – Angka absensi pegawai – Biaya pengangkutan per pegawai. Model berikutnya adalah model yang dikembangkan oleh Departemen Kesehatan bersama dengan P4K dan Dinkes Jatim; instrumen penilaian penampilan kerja rumah sakit ini, telah dipergunakan untuk menilai penampilan rumah sakit-rumah sakit terbaik, dalam rangka peringatan Hari Kesehatan Nasional setiap tahunnya. Instrumen ini dipakai sejak tahun 1986, dan telah diperbaharui/disempurnakan pada tahun 1987 dan 1989. Model Indikator-indikator ini lebih komprehensif dibandingkan dengan model Scott dan Shorten, model ini menilai Pelayanan medik, Penunjang medik dan Aspek penunjang pemeliharaan & pelayanan. Tiap aspek memiliki pembobotan yang berbeda sesuai dengan tujuan rumah sakit; aspek manajemen, pelayanan medik, penunjang medik dan penunjang pemeliharaan dan pelayanan beturut-turut diberi pembobotan sebagai = 2 : 6 : 3 : 2. Indikator-indikator itu berupa pengukuran terhadap outcome dari masing-masing aspek tersebut, sedangkan indikator-indikator yang berupa ukuran terhadap struktur dan

Rincian aspek-aspek yang dinilai beserta jumlah indikator penilaiannya diuraikan sebagai berikut : 1. Kelompok Manajemen (27 indikator) – Unit ketenagaan (7) – Unit keuangan (4) – Pelayanan medik (7) – Penyusunan program dan logistik (6) – Lingkungan (3) 2. Kelompok Pelayanan Medik (108 indikator) a. Pelayanan medik I. – Unit rawat jalan (7) – Unit gawat darurat (5) – Gigi dan mulut (6) – Pelayanan spesialistik dan rujukan (10) b. Pelayanan medik II. — Penyakit dalam (15) — Bedah (14) — Kesehatan anak (16) – Kebidanan dan kandungan (15) c. Pelayanan Integrasi. – PKBRS (6) — Immunisasi (9) — PKMRS (5) Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

21

3. Kelompok Penunjang Medik (28 indikator) – Laboratorium (8) – Radio diagnosis (6) – Farmasi (6) – Gizi (4) – Catatan medik (6) 4. Kelompok penunjang pemeliharaan & pelayanan – Higiene sanitasi (17) – Pemeliharaan sarana (12) Setiap indikator akan dinilai dengan 5 tingkatan skor, sesuai dengan tingkat pemenuhan persyaratan dari tiapindikator. Nilainilai dijumlahkan dalam kelompok-kelompok dan kemudian nilai dari tiap kelompok dikalikan dengan pembobotan dari masing-masing kelompok yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga nilai akhir dari masing-masing rumah sakit dapat dibandingkan, kemudian memilih penampilan rumah sakit yang terbaikdengan skor yang tertinggi. (rincian indikator lihatInstrumen Penilaian Penampilan Kerja Depkes). Model ketiga adalah berupa indikator-indikator yang sedang dikembangkan oleh Depkes, dengan tujuan untuk menilai keberhasilan program. Indikator-indikator ini untuk menilai keberhasilan program dalam hal peningkatan mutu, efisiensi dan cakupannya, dalam rangka pelaksanaan rujukan medik dan rujukan kesehatan secara terpadu. Indikator-indikator Penilaian Mutu Pelayanan Untuk menilai mutu pelayanan, dipilih indikator-indikator yang berkaitan dengan pelayanan medik yang dilaksanakan pada masing-masing rumah sakit atau masing-masing UPF di rumah sakit. Indikator penilaian terhadap mutu pelayanan rumah sakit berupa : 1.

– Net Death Rate

– Prosentase kematian < 48 jam – Nosocomial infection rate

– Prosentase pelayanan spesialistik – Rasio pasien intensif yang dirujuk terhadap pasien rawat intensif – Prosentase pasien rawat jalan yang dirujuk – Prosentase pasien rawat nginap yang dirujuk Indikator-indikator penilaian mutu pelayanan UPF rumah sakit : – UPF Bedah atau kamar bedah : – Post operative death rate – Post operative clean infection rate – Post operative length of stay (kasus tertentu) – Anestesi death rate – Normal tissue removal rate

– UPF Kebidanan dan Kandungan : – – – –

Maternal death rate Perinatal death rate Sectio caesaria rate Foetal death rate

– UPF Kesehatan Anak : – Neonatal death rate 22 .

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

– UPF Penyakit Dalam : – Nosocomial infection rate (kasus penyakit dalam)

Indikator-indikator penilaian efisiensi pelayanan Untuk menilai efisiensi rumah sakit, pada dasarnya menilai efisiensi pelayanan medik yang berkaitan dengan pemanfaatan tempat tidur yang tersedia di rumah sakit, serta efisiensi pemanfaatan penunjang medik rumah sakit. Untuk menilai efisiensi rumah sakit, dapat dipergunakan grafik Barber Johnson. Dalam grafik ini terdapat suatu daerah yang disebut dengan daerah efisiensi. Daerah ini terletak di sumbu x angka 1 – 3 (TOI 1–3) dan garis miring terletak pada garis miring BOR 75%. Dalam grafik ini mudah terbaca bagaimana pemanfaatan tempat tidur oleh manajemen rumah sakit dan kecenderungan dari pola penyakitnya. Indikator-indikator yang dipergunakan dalam grafik Barber Johnson adalah sebagai berikut : 2.

– – – –

Bed Occupancy Rate (BOR) Bed Turn Over (BTO) Length of Stay (LOS) Turn over Interval (TOI)

Sedangkan untuk menilai efisiensi pemanfaatan tenaga di rumah sakit, dapat dimanfaatkan rumus ISN (Indicator of Staff Need).

Contoh : Rumus ISN : Kebutuhan Dokter THT =

Dalam hal ini kapasitas individual untuk dokter THT per tahun adalah 7800. Jika diketahui beban kerja di UPF THT yang berupa jumlah hari perawatan dan jumlah pasien rawat jalan dan jumlah spesialis THT-nya, maka dapat dihitung kapasitas individualnya. Jika hasil hitungan IK > 7800, berarti kapasitas individual dari dokter THT rumah sakit tersebut telah melampaui kapasitas individual yang tercantum dalam rumus ISN. Dapat dikatakan dokter THT-nya telah over-utilized. Menurut pengalaman, kapasitas individual di rumah sakit swasta pada umumnya telah melampaui IK, bahkan dua kali lipatnya. Dengan berpedoman pada rumus ISN ini, pengambilan keputusan di rumah sakit mudah memantau efisiensi jenis tenaga di rumah sakitnya. Untuk menilai efisiensi pemanfaatan tenaga di UPF dan instalasi dapat dipergunakan indikator-indikator sebagai berikut : – Rasio kunjungan dengan tenaga perawat rawat jalan – Rasio jumlah hari perawatan dengan jumlah tenaga perawat rawat nginap – Rasio jumlah pasien UGD dengan tenaga perawat yang melayani – Rasio jumlah pasien intensif dengan jumlah tenaga perawat yang melayani – Rasio hari perawatan bedah terhadap tenaga perawat bekerja di UPF Bedah

– Rasio persalinan dengan tenaga bidan yang melayani. Untuk menilai efisiensi pemanfaatan penunjang medik dan instalasi, indikator-indikator dapat dipergunakan sebagai berikut : – Rasio pemakaian bahan X-ray terhadap jumlah pemeriksaan X-ray photo.

– Prosentase pemeriksaan yang tidak menemui adanya kelainan (di Iuar rujukan) – Rasio pemakaian bahan pemeriksaan laboratorium terhadap jumlah pemeriksaan sejenis – Prosentase pemeriksaan tidak menemui adanya kelainan (di luar rujukan langsung) – Index cost per ambulance service – Index cost per laundry service. 3.

Indikator-indikator penilaian cakupan pelayanan Pelayanan terhadap cakupan pelayanan ini, dapat kita bagi menjadi cakupan pelayanan rumah sakit dan cakupan pelayanan rumah sakit terhadap penduduk di sekitarnya. a. Indikator-indikator cakupan pelayanan rumah sakit : – Rata-rata kunjungan per hari – Rata-rata kunjungan baru per hari – Rasio kunjungan baru dengan total kunjungan – Jumlah rata-rata pasien UGD per hari – Rata-rata pasien intensif per hari – Prosentase pasien rujukan rawat jalan – Prosentase pasien rujukan rawat nginap – Rasio pasien Askes terhadap jumlah pasien – Rata-rata operasi per hari – Prosentase operasi darurat – Rata-rata persalinan per hari – Rata-rata pemeriksaan radiologi per hari – Prosentase pemeriksaan thorax photo – Prosentase pemeriksaan radiologi dari luar rumah sakit – Prosentase R/yang dilayani RS terhadap R/RS – Prosentase item obat tersedia terhadap item obat-obat dalam formularium – Jumlah pelayanan ambulan – Rasio banyaknya cucian dengan pasien rawat nginap

– Prosentase penyediaan makanan khusus. b. Indikator-indikator penilaian cakupan pelayanan rumah sakit terhadap penduduk di catchmenI area, yang dapat diper , gunakan, sebagai berikut : – Rasio pasien rawat jalan terhadap jumlah penduduk dalam catchment area

– Rasio pasien rawat nginap terhadap jumlah penduduk dalam catchment area – Admission rate _ Hospitalization rate

PENUTUP Telah diuraikan beberapa model indikator penilaian penampilan kerja rumah sakit, yang dipergunakan di dalam dan di luar negeri, pemilihan indikator-indikator penilaian sangat tergantung dari tujuan penilaian. Model yang dikembangkan oleh Scott dan Shortell lebih cocok untuk menilai intra rumah sakit secara mikro, model yang dikembangkan oleh Depkes, P4K dan Jatim untuk pemakaian inter rumah sakit, sedangkan model terakhir untuk kepentingan penilaian kemajuan program. Namun demikian indikator-indikator tersebut di atas dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing rumah sakit.

KEPUSTAKAAN 1. Penilaian penampilan kerja RSU, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI, P4K dan DinKes I Jatim. 2. Sjaaf, AC. Indikator penilaian kerja sebagai acuan dalam usaha diagnosis masalah rumah sakit. Medika 1990; 16(3). 3. Milani Wiguno. Penilaian penampilan kerja rumah sakit. Bahan penataran MHT PERSI Jatim. 4. Darwis Ilartono. Penilaian penampilan kerja rumah sakit. Bahan penataran Hospital Management Training Lanjutan, Dit Jen Pelayanan Medik, DepKes RI. 5. Darwis Hartono. Hospital Information System. Bahan penataran IIMT PERSI Jatim. 6. Program Upaya Kesehatan Rujukan Repelita V Dit Jen Yan Med. Jakarta April 1989. 7. Sistem Kesehatan Nasional, Departemen Kesehatan RI. 8. Avedis Donabedian. The Definition of Quality and Approaches to its Assessment. Michigan: Vol I Health Administration Press, Ann Arbor.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi KhususNo. 71, 1991

23

Petunjuk Penilaian Penampilan Kerja Rumah Sakit

dan

Penilaian Penampilan Kerja Rumah Sakit

24

Cermin Dania Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Petunjuk Penilaian Penampilan Kerja Rumah Sakit

Bab I Pendahuluan Penilaian penampilan kerja Rumah Sakit yang menggunakan Instrumen hasil kerja sama antara Dinas Kesehatan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan tahun 1984, telah dikaitkan pengertiannya dengan Stratifikasi Rumah Sakit. Hal ini disebabkan karena penyusunan Instrumen Penelitian Penampilan KerjaRumah Sakit memang sengaja diperuntukkan bagi pelaksanaan Stratifikasi Rumah Sakit, dan karena pada pelaksanaan penilaian penampilan kerja Rumah Sakit terlebih dulu dilakukan homogenisasi (pengelompokan) Rumah Sakit ke dalam Strata I, II, III. Stratifikasi Rumah Sakit, yang di Jawa Timur dikerjakan sejak 1979 dengan Instrumen Dinas Kesehatan Jawa Timur (Dr. Edwin Soetjahja dan kawan-kawan),semula bertujuan untuk mendapatkan potret tentang keadaan Rumah Sakit, yang akan digunakan sebagai masukan untuk perencanaan pengembangan Rumah Sakit yang terarah dan sistimatis. Unsur pembinaan walaupun ada, lebih dirasakan setelah digunakan Instrumen Penilaian Penampilan Kerja yang memunculkan unsur manajemen. Jelas dirasakan pengaruh pembinaan ini, manakala dilakukan penilaian untuk 3 tahun berturut-turut dan secara nyata dibuktikan bahwa persyaratandari indikator telah dilampaui,padahal pada tahun pertama persyaratan itu belum atau baru diadakan. Hal ini telah diantisipasi sejak semula, dengan menetapkan metodologi untuk diadakanpembaharuan instrumen setiap3tahun. Kesempatan pembaharuan itu dimanfaatkan pula untuk perkembangan baru dari perumah sakitan, serta hal-hal yang diprogramkan saat itu. Dengan mengikuti kebutuhan dalam rangka fungsi pembinaan ini, maka dari Instrumen I (1984—1986) setelah mengalami perubahan I (1987) menjadi Instrumen II (1987—1989). Jumlah indikatornya telah berkembang dari 83 menjadi 206. Fungsi pembinaan ini, yang semakin dirasakan manfaatnya menyebabkan pula Instrumen III (1990—1992) hasil penyusunan Tim Pembaharuan II (1990) mempunyai 194 indikator. Pemanfaatan instrumen ini sebagai kegiatan lomba dapat tetap dilaksanakan, bila tersedia cukup waktu untuk melaksanakannya, sedangkan untuk kelengkapan kriteria lomba dapat ditambah dengan hal yang sesuai dengan tema lomba. Diluar keperluan lomba, Instrumen ini adalah alat bina atau alat mawas diri. Bab II Pengertian Stratifikasi Rumah Sakit Seperti telah dikemukakan istilah Stratifikasi Rumah Sakit digunakan karena dalam pelaksanaan Penilaian Penampilan Kerja Rumah Sakit dikelompokkan ke dalam strata I, II, III berdasarkan biaya Operasionalnya, sebagai berikut :

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

25

Strata I 309.728.134 309.728.134 — 444.154.124 Strata II 444.154.124 Strata III Penetapan penggunaan biaya Operasional sebagai dasar pembatasan strata adalah sesuai dengan pemikiran pada waktu awal mula penggunaan instrumen ini (1984) ialah karena dipandang biaya operasional dapat mewakili unsur input yang pada gilirannya menghasilkan performance (penampilan kerja) sebagai outputnya, yang akan dinilai itu. Berbeda dengan pelaksanaan penilaian dengan Instrumen I (1984—1986) dan Instrumen II (1987—1989), untuk pelaksanaan penilaian dengan Instrumen III, sebagai biaya operasional tidak dimasukkan komponen biaya obat, sehingga hanya terdiri dari 7 komponen biaya itu : 1. Gaji / Upah pegawai. 2. Lauk-pauk pasien. 3. Pembayaran jasa langganan : Listrik, Air, Telepon, Radio medik. 4. Bahan tenun dan biaya penjahitannya. 5. Bahan bakar untuk dapur, kamar bedah, kendaraan. 6. Pemeliharaan gedung, peralatan medis dan non medis serta kendaraan. 7. Peralatan dan bahan tulis menulis (Stationaries). Hal ini untuk menghilangkan kerancuan antara Rumah Sakit Kabupaten yang menerima obat Inpres lebih banyak daripada Rumah Sakit Kodya, sedangkan Rumah Sakit Kodya tidak bersusah payah menyediakannya sehingga penderita membeli sendiri-sendiri diluar. Setelah 1992 sebagai batas strata dapat digunakan hasil penerapan akreditasi yang menyimpulkan keadaan input Rumah Sakit ke dalam Strata I, II, III. Bab III Ruang lingkup Dengan penjelasan dalam bab I dan bab II, dapat disimpulkan bahwa Stratifikasi Rumah Sakit adalah suatu kegiatan menilai penampilan kerja Rumah Sakit sebagai output atau performancenya, dengan cara melakukan evaluasi mutu pelayanan kesehatan yang diberikan, tingkat efisiensi serta keadaan mutu lingkungan kebersihan dan penanganan limbah Rumah Sakit melalui sistim homogenisasi (pengelompokan) berdasarkan keadaan inputnya (Darwis Hartono 1987 : Analisa penampilan kerja Rumah Sakit; H. Sutedjo 1984 Penilaian penampilan kerja Rumah Sakit Kabupaten/Kotamadya). Sebagai sistim homogenisasi sampai sekarang digunakan biaya operasional, diharapkan untuk 1992 dapat digunakan hasil penerapan sistim akreditasi Rumah Sakit. Bab IV Pelaksanaan Pelaksanaan Stratifikasi Rumah Sakit dilakukan oleh pengelola program bersama Direktur Rumah Sakit atau Tim dari Propinsi danTim dari Rumah Sakit. Bagi Direktur Rumah Sakit penilaian dapat menjadi cara mawas diri dan dapat dilakukan tiap 6 bulan 1 kali. Bagi pengelola program di Propinsi penilaian dapat diikuti komparasi antarRumahSakit denganmemperhatikan homogenisasinya, dan merupakan masukan untuk pelaksanaan pembinaan menuju kepada peningkatan kegiatan ini dilakukan setiap tahun. Bab V Petunjuk Pelaksanaan A. Umum 1. Homogenisasi. Penilaian diawali dengan penapisan (homogenisasi) dengan cara mengelompokkan ke dalam strata I, II, III berdasarkan Biaya Operasional tanpa obat. 2.

26

Petunjuk Umum a. Indikator Materi penilaian merupakan penampilan kerja atau performance sebagai luaran (output) dari sarana yang menjadi input dan proses dari kegiatan Rumah Sakit, sedangkan input dan sebagian dari proses tersebut dinilai oleh Instrumen Akreditasi yang disusun pada waktu yang sama dan dengan kerja sama antara kedua Tim Penyusun.

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

b. Instrumen ini terdiri dari 4 kelompok indikator, dan tiap kelompok terbagi dalam unit yang menunjukkan suatu fungsi tertentu. Kelompok C = Penunjang Malik Kelompok A = Manajemen Kelompok B = Pelayanan Medik Kelompok D = Penunjang Pemeliharaan & Pelayanan c. Disebelah kanan dari penulisan indikator ada 5 kotak yang berisi 5 kemungkinan persyaratan yang dicapai pada indikator dengan 5 kotak yang tidak perlu dinilai. Nilai pencapaian dituliskan pada kotak di bawah tahun penilaian. Dibawah penulisan indikator disebutkan sumber data yang diperlukan. Ada kalanya diperlukan rujukan pada lampiran. Pencapaian yang dipersyaratkan adalah sesuai dengan " Analisis Penampilan Kerja Rumah Sakit" oleh Dr. Darwis Hartono, MHA yang direkomendasikan dalam Hospital Management Training oleh Departemen Kesehatan pada Angkatan IV Pebruari 1990. Disamping itu syarat-syarat ideal yang menjadi arahan dalam pembinaan, sesuai yang tercantum dalam buku-buku petunjuk dari Departemen Kesehatan dengan kelengkapan lampiran dari RS Dr. Soetomo dan dari Dokter Spesialis dari Daerah Tingkat II di Jawa Timur. 3.

Pembobotan dan Sistim Skoring Untuk memberi penekanan pada fungsi dan tugas pokok Rumah Saki t, sertakadar dari pelaksanaan kerja di keempat bidang pekerjaan tersebut dilakukan pembobotan nilai pada kelompok-kelompok, yaitu : Kelompok A; Kelompok B; Kelompok C; Kelompok D = 2 : 6 : 3 : 2 Nilai maksimal kelompok ditetapkan sebagai berikut : A = 20.000 C = 30.000 B = 60.000 D = 20.000 Sistim Skoring : a. Tiap indikator dinilai pencapaiannya menurut ke 5 skala syarat yang disebut dalam indikator ( Nilai Dasar ). 0 = Pencapaian RS adalah minimal atau tidak ada sama sekali dari persyaratan yang ditentukan. 1 = Pencapaian RS hanya sebagian kecil dari persyaratan yang ditentukan. 2 = Pencapaian RS lebih kurang setengah dari persyaratan yang ditentukan. 3 = Pencapaian RS adalah sebagian besar dari persyaratan yang ditentukan. 4 = Peneapaian RS memenuhi persyaratan yang ditentukan. b. Jumlah pencapaian semua indikator dalam tiap unit dihitung dalam nilai dasar, disebut jumlah pencapaian unit (nilai maksimal unit tergantung dari jumlah indikator dalam unit itu (n) Pembobotan langsung pada unit tidak ada, karena unit hanya mewadahi indikator yang terkait dalam fungsi yang sama. c. Jumlah pencapaian semua unit dalam tiap kelompok dihitung dalam nilai dasar, disebut jumlah pencapaian kelompok ( X ). d. Nilai Pencapaian Kelompok ( Y ) dihitung sebagai berikut :

e.

N = Jumlah indikator yang dinilai dalam kelompok = Jumlah indikator dari semua unit ( n l , n 2, n 3, dan seterusnya ) Penampilan Kerja Kelompok ( Z ) dihitung sebagai berikut :

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

27

28

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

29

30

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

31

'

32

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

KEMAMPUAN PELAYANAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN RADIOLOGI RSUD ( Indikator : C.1.6 ; C.1.7 ; C.1.8 ; C.2.6 ) Kategori Pemeriksaan

Penggolongan kemampuan berdasarkan minimal pemeriksaan yang dilakukan oleh RSUD A ( 3 kombinasi)

B (3 kombinasi)

C (3 kombinasi)

D (3 kombinasi)

E (2 kombinasi)

Sederhana

1. 2. 3.

Sebagian besar Sebagian besar Sebagian kecil

1. 2. 3.

Sebagian besar Sebagian besar Sebagian kecil

1. 2. 3.

Sebagian besar Sebagian kecil Sebagian kecil

1. 2. 3.

Sebagian besar Sebagian kecil Tak berarti

1. 2.

Sebagian besar Tak berarti

Sedang

1. 2. 3.

Sebagian besar Sebagian kecil Sebagian besar

1. 2. 3.

Sebagian besar Sebagian kecil Sebagian besar

1. 2. 3.

Sebagian kecil Sebagin besar Sebagian kecil

1. 2. 3.

Tak berarti Sebagian kecil Tak berarti

1. 2.

Tak berarti Sebagian kecil

Canggih

1. 2. 3.

Sebagian kecil Sebagian besar Sebagian besar

1. 2. 3.

Tak berarti Sebagian kecil Sebagian kecil

1. 2. 3.

Tak berarti Tak berarti Sebagian kecil

1. 2. 3.

Tak berarti Tak berarti Sebagian kecil

1. 2.

Tak berarti Tak berarti

Keterangan :

Kemampuan pelayanan pemeriksaan akan dinyatakan golongan A, bila mampu dan telah melaksanakan : 1. Sebagian besar sederhana ditambah sebagian besar sedang ditambah sebagian kecil canggih (A.1.1.1.), atau 2. Sebagian besar sederhana ditambah sebagian kecil sedang ditambah sebagian besar canggih (A.2.2.2.), atau 3. Sebagian kecil sederhana ditambah sebagian besar sedang ditambah sebagian besar canggih (A.3.3.3.). Demikian juga untuk golongan berikutnya : B. adalah B. 1.1.1. atau B. 2.2.2. atau B. 3.3.3. C. adalah C. 1.1.1. atau C. 2.2.2. atau C. 3.3.3. D. adalah D. 1.1.1. atau D. 2.2.2. atau D. 3.3.3. E. adalah : E. 1.1.1. atau E. 2.2.2.

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

33

JUMLAH JENIS PEMERIKSAAN YANG TELAH DILAKUKAN OLEH RSUD

34

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Lampiran 1.1 PETUNJUK PELAKSANAAN DALAM PENGGUNAAN FILE PERORANGAN Dengan sistim kearsipan yang baik diharapkan dapat memperoleh informasi yang cepat, tepat dan mudah mencari kembali data kepegawaian baik data pribadi/perorangan maupun data yang menyangkut laporan ketenagaan, perencanaan ketenagaan, beban kerja maupun pemecahan masalah ketenagaan. Untuk sistim kearsipan ini ditunjang dengan penggunaan map/file perorangan, di dalam penggunaannya diatur sebagai berikut : I. Isi file perorangan. II. Pemberian kode file perorangan. III. Penyimpanan file perorangan. IV. Buku register / index. Penjelasan : I. Isifile perorangan adalah : Kartu induk pegawai beserta lampiran (satu map untuk satu orang pegawai), sedang petunjuk pengisian kartu induk pegawai (terlampir). II. Pemberian kode : Ditulis pada sisi bawah map dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Golongan pegawai yang bersangkutan dinyatakan dengan angka romawi (I, II, III, IV) yang ditulis di atas warna dasar dari jenis pegawai. 2. Jenis tenaga dinyatakan dengan warna dasar : DPK : Warna merah DPB I : Warna biru

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

35

DPB II : Warna coklat Warna kuning Otonom Inpres : Warna hijau 3. Lokasi dari tempat pegawai bekerja : – Kantor Dinas Kesehatan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jatim / UPT. – Kantor Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten / Kodya Dati II se Jatim. – Rumah Sakit Umum Daerah se Jawa Timur. – Puskesmas se Jawa Timur. Dianjurkan memakai kode Kabupaten/Kodya/RSUD Puskesmas yang telah ada. 4. Nama: Ditulis huruf pertama nama pegawai yang bersangkutan jika huruf depan ada yang sama maka untuk membedakan : Ahmad - - AH. digunakan huruf pertama diikuti huruf kedua. Misal Ali -- AL Untuk nama kecuali di depan map harus ditulis lengkap huruf cetak beserta NIP-nya. III. Penyimpanan file perorangan. – Disimpan dalam rak dengan posisi bediri dengan kode terlihat dari depan. – Dikelompokkan menurut lokasi masing-masing tempat pegawai bekerja. – Disusun dari kiri ke kanan menurut abjad sesuai dengan nama pegawai. – Penyimpanan kembali disesuaikan dengan urutan kode semula yang telah ditentukan. IV. Buku register / index. – Buku disesuaikan dengan lokasi tempat pegawai bekerja diisi sebagai berikut :

36

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Lampiran: 2 TATA LAKSANA URUSAN PENYIMPANAN DAN PENYALURAN BARANG

PROSEDUR KERJA TETAP UPF GIGI DAN MULUT

Lampiran 3.1

PERAWATAN PULPITIS. 1. AKUT. — Lakukan Pemeriksaan : Visuil : Karies profunda, pulpa terbuka. EPT : Tidak bereaksi. Panas : Sakit bertambah. Dingin : Sakit berkurang. Perkusi : Sakit. — Lakukan drainage (dengan anestesi). — Lakukan pulpektomi. 2.

KHRONIS. — Lakukan Pemeriksaan : Visuil : Karies profunda. : Hampir tak bereaksi. Panas Dingin :. Hampir tak bereaksi. Jarum Miller : Bereaksi. X Ray : Perforasi. Perubahan periodontium. Tulang sekeliling apex - - - - - - - - - - - - - radioopaque.

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

37

– Lakukan pemotongan polip. (dengan anasthesi/diulas dengan Trichlorazynzuur), bila ada polip. — Lakukan pulpektomi. PERAWATAN DARURAT BEDAH. 3. Trauma pada Gigi. a. Fraktura Gigi. – Lakukan pemeriksaan klinis untuk mengadakan klasifikasi fraktur. Klas I . Fraktur enamel. Klas II . Fraktur enamel + dentil. Klas III . Fraktur enamel + dentil dan melibatkan pulpa. Klas IV . Fraktur akar. – Lakukan pembuatan X Ray Photo - - - - - - - - - - -terutama pada klas IV. – Lakukan perawatan : * Konservatif (tumpatan biasa) untuk klas I & IV. * Endodontik untuk klas III. * Endodontik + Apicoectomy (apex reseksi)/bila tidak memungkinkan - - - - - - - lakukan pencabutan pada Mas IV. b. Gigi goyang (kerusakan jaringan periodontal). — Lakukan pemeriksaan Minis : * Gigi goyang derajat 1 s.d 4. * Pada ketukan (perkusi) & tekanan - - - - - - - - Sakit. — Lakukan pemberian obat analgesik dan antibiotik. — Tidak dilakukan sesuatu tindakan lanjutan (dibiarkan), bila gigi goyang derajat 1 dan 2. — Lakukan immobilisasi dengan splinting, bila gigi goyang derajat 3 dan 4. 4.

FRAKTUR RAHANG. — Lakukan anamnesa untuk mengetahui : * Macam trauma. * Waktu terjadinya. * Kesadaran penderita pada waktu terjadi trauma. – Lakukan pemeriksaan klinis : * Keadaan umum. * Keadaan dalam mulut. — Lakukan pembuatan X Ray Photo. — Lakukan perawatan : * Reposisi dengan Close Reduction, bila tidak memungkinkan/hasilnya tidak memuaskan - - - - - - - lakukan dengan Open Reduction.

* Immobilisasi, dengan Splinting. — Lakukan pemberian analgesik dan antibiotik. PERAWATAN TUMOR. 5. PERAWATAN TUMOR-TUMOR JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT. — Lakukan pemeriksaan klinis. — Lakukan pembuatan X Ray Photo, bila diperlukan. — Lakukan biopsi, bila mengarah pada keganasan. — Lakukan eksisi, bila diagnosisnya tumor jinak. — Lakukan pengiriman penderita, bila diagnosisnya tumor ganas. MACAM TINDAKAN DILUAR TINDAKAN MEDIK DASAR YANG DAPAT DILAKUKAN DI RUMAH SAKIT KLAS C 1. Topikal Aplikasi 2. Root Planing.

38

3. Gingivoplasti. 4. Curretage.

5. Pulpektomi. 6. Tumpatan Composit.

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Lampiran 4.

9. Geligi tiruan lepasan 7. Inlay. sebagian/penuh. 8. Geligi Tiruan Cekat.

10. 11. 12. 13. 14.

Odontectomi. Reposisi. Banded. Splinting. Pengelolaan fraktur tulang rahang.

15. 16. 17. 18. 19.

Alveolectomi. Kistektomi. Pengangkatan tumor jinak rongga mulut. Biopsi. Perawatan Orthodonsi dengan alat lepas. Lampiran 5

KATEGORI TINDAKAN BIDANG PENYAKIT DALAM

KATEGORI TINDAKAN BIDANG BEDAH

Lam piran 6.1

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

39

KATEGORI TINDAKAN BIDANG KESEHATAN ANAK

Lampiran 7

Lampiran 8 KATEGORI TINDAKAN BIDANG KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

Lampiran 9 Immunisasi Pemantauan Wilayah Setempat (Pws) — Tujuan Pws adalah memanfaatkan data yang paling minimal dengan mengembangkan indikator yang cukup sensitif bagi pemantauan penyelenggaraan program Immunisasi. Dengan prinsip-prin sip kesederhanaan dan berorientasi pada tindakan, Pws diarahkan untuk mengetahui secara cepat wilayah mana yang maju dan mana yang belum, serta tindakan yang diperlukan untuk memperbaikinya. Indikator Pws yang digunakan : 1. Untuk mengukur jangkauan program (pemerataan pelayanan) :

2.

40

Jumlah bayi lahir dalam 1 tahun Untuk mengukur tingkat perlindungan (efektifitas program) :

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

3. Untuk mengukur manajemen program (efisiensi program) : Drop out ( Drop out )

Sasaran (target) dalam Repelita V Pada akhir tahun 1990 cakupan pertama (DPT—1 ) Minimal 90 % dan cakupan lengkap ( Polio -3 ) Universal Child Immunization (U C I ) RS. Untuk DPT 1 , Polio—3, di RS dimonitor jumlah bayi lahir dalam 1 tahun dapat diganti dengan jumlah kunjungan baru bayi umur 0—11 bulan di RS / lahir di RS. Lampiran : 10.1

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus

No. 71, 1991

41

42

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Lampiran : 11.1

DAFTAR INVENTARISASI ALAT

Nama

:

Alamat

:

No. Telp. :

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

43

Lampiran : 11.2 DAFTAR PERALATAN MEDIS RUMAH SAKIT

Lampiran : 11.3 DAFTAR PERALATAN NON MEDIS RUMAH SAKIT

44

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus

No. 71, 1991

Lampiran : 12.2 PETUNJUK PENGISIAN DAFTAR INVENTARIS ALAT

PETUNJUK PENGISIAN KARTU CATATAN PEMELIHARAAN ALAT

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

45

6 7 8 9

: : : :

10 11

: :

Diisi dengan tanggal mulai pekerjaan. Diisi dengan tanggal selesai pelaksanaan pekerjaan. Diisi sesuai dengan keluhan pemilik alat. Diisi dengan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam proses perbaikan termasuk penggantian suku cadang. Diisi dengan jumlah biaya yang dikeluarkan selama perbaikan. Diisi dengan hasil tindakan. Lampiran : 13

( Harap digantungkan pada alat ) Penjelasan : 1. 2. 3. 4.

5.

46

Kartu ini diisi cukup satu helai saja, sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik dan kemudian diikatkan pada tiap-tiap alat sebagai kartu badan (body card / body tag). Setiap alat harus memiliki kartu pemeliharaan sendiri (satu alat satu kartu). Semua alat yang diberikan kartu catatan pemeliharaan alat juga harus diberikan kartu pemeliharaan. Untuk pengisiannya : a. Tanggal kegiatan diisikan pada kolom " tanggal ". b. Kolom kegiatan diisi perbaikan kalau alat tersebut diperbaiki atau perawatan kalau alat tersebut mendapat perawalan rutin. Uraian lengkap kegiatan yang dilakukan diisikan pada kartu catatan pemeliharaan alat dari alat yang bersangkutan.

Cermin Dunia Kedokteran ,

Edisi Khusus No. 71, 1991

DAFTAR ISI Halaman

Kelompok A : Manajemen .................................................................................................................................... 1.1. Unit 1. Ketenagaan .................................................................................................................................... 1.2. Unit 2. Keuangan ....................................................................................................................................... 1.3. Unit 3. Pelayanan Medik ........................................................................................................................... 1.4. Unit 4. Penyusunan Program dan Logistik ................................................................................................ 1.5. Unit 5. Lingkungan ....................................................................................................................................

48 48 49 49 50 51

Penampilan Kerja Kelompok A ....................................................................................................

52

2. Kelompok B1: Pelayanan Medik ........................................................................................................................... 2.1. Unit 1. Rawat Jalan................................................................................................................................... 2.2. Unit 2. Gawat Darurat ............................................................................................................................... 2.3. Unit 3. Gigi dan Mulut.............................................................................................................................. 2.4. Unit 4. Pelayanan Spesialis dan Rujukan ..................................................................................................

52 52 53 54 55

3. Kelompok B2: Pelayanan Medik........................................................................................................................... 3.1. Unit 1. Penyakit Dalam............................................................................................................................. 3.2. Unit 2. Bedah ............................................................................................................................................. 3.3. Unit 3. Kesehatan Anak ............................................................................................................................ 3.4. Unit 4. Kebidanan dan Kandungan ...........................................................................................................

57 57 59 61 62

4. Kelompok B3 : Pelayanan Terintegrasi .................................................................................................................. 4.1. Unit 1. P.K.B.R.S ...................................................................................................................................... 4.2. Unit 2. Imunisasi ....................................................................................................................................... 4.3. Unit 3. P.K.M.R.S .....................................................................................................................................

64 64 65 66

1.

* Rekapitulasi

* Rekapitulasi 5.

Penampilan Kerja Kelompok B.....................................................................................................

67

Kelompok C : Penunjang Medik .......................................................................................................................... 5.1. Unit 1. Laboratorium ................................................................................................................................. 5.2. Unit 2. Radio Diagnostik ........................................................................................................................... 5.3. Unit 3. Farmasi .......................................................................................................................................... 5.4. Unit 4. Gizi ................................................................................................................................................ 5.5. Unit 5. Catatan Medik ...............................................................................................................................

68 68 69 69 70 71

* Rekapitulasi 6.

:

:

: Penampilan Kerja Kelompok C.....................................................................................................

72

Kelompok D : Penunjang Pemeliharaan & Pelayanan .......................................................................................... 6.1. Unit 1. Hygiene Sanitasi............................................................................................................................ 6.2. Unit 2. Pemeliharaan Sarana dll................................................................................................................

72 72 74

* Rekapitulasi

.

Penampilan Kerja Kelompok D

76

* Rekapitulasi

. Penampilan Kerja Rumah Sakit

76

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

47

Penilaian Penampilan Kerja Rumah Sakit

48

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

49

50

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

51

52

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

53

54

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

55

56

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

57

58

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

59

60

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

61

62

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

63

64

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus N o. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

65

66

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

67

68

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

69

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

71

72

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

73

74

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

75

76

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

77

Peranan Pelayanan non Profesi Kesehatan di Rumah Sakit Dr. Yos E. Susanto Ph.D Rumah Sakit Mitra Keluarga, Jakarta

Hotel, rumah rawat, dan rumah sakit : Hotel, rumah rawat (nursing home), dan rumah sakit mempunyai persamaan-persamaan dan tentu perbedaan-perbedaan. Salah satu persamaannya ialah bahwa ketiganya memberikan jasa pelayanan bagi pelanggan untuk menginap. Perbedaannya adalah bahwa masing-masing mempunyai " primadona" yang berbeda. "Primadona" di hotel ialah pelayanan oleh non profesi kesehatan, di rumah rawat ialah pelayanan oleh perawat, sedang di rumah sakit adalah pelayanan medis. Di antara ketiganya, rumah sakit merupakan pelayanan yang paling rumit. Pelayanan di rumah sakit mencakup baik unsur pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, pelayanan oleh perawat, dan pelayanan oleh non profesi kesehatan. Contoh pelayanan oleh non profesi kesehatan, ialah pelayanan front office, pelayanan oleh bagian housekeeping, pelayanan oleh bagian dapur, dan pelayanan administrasi keuangan. Primadona bukan berarti segalanya Meski merupakan "primadona", pelayanan medis bukan berarti segalanya. Sang " primadona " hanya dapat " bersinar " jika didukung oleh unsur-unsur lainnya. Pada kenyataannya, dalam sehari pasien bertemu dokter hanya selama beberapa menit; pasien lebih banyak didampingi oleh petugas-petugas lain seperti perawat dan pekarya; selain itu pelayanan oleh non profesi kesehatan juga memegang peranan yang cukup menentukan. Pelayanan, baik oleh profesi kesehatan maupun oleh non profesi kesehatan, mempunyai keterkaitan yang erat, sehingga idealnya merupakan suatu kesatuan, bukan berjalan sendiri-sendiri. Dibacakan di Seminar Upaya Peningkalan Pelayanan Rumah Sakit. Kerjasama PERSI dengan KALBE FARMA. Bukit Raya, Puncak, 4-6 Aguslus 1991.

78

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

PELAYANAN POKOK DAN TAMBAHAN Secara teoritis, pelayanan oleh non profesi kesehatan dapat dibedakan antara pelayanan pokok dan pelayanan tambahan. Pelayanan pokok dapat didefinisikan sebagai pelayanan yang minimum yang harus diberikan kepada pasien karena merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Contoh: kebersihan harus dijaga, penerangan harus cukup, makanan layak untuk dimakan dan memenuhi kebutuhan kalori. Pelayanan tambahan ialah pelayanan yang termasuk di luar pelayanan pokok; misalnya boleh memilih makanan yang akan disajikan, dapat menelpon dari kamar, dan mendapat surat kabar setiap pagi. Karena kriteria kebutuhan dasar biasanya sangat dipengaruhi oleh norma dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat setempat, maka sering batas antara pelayanan pokok dan pelayanan tambahan menjadi kabur. Apa yang dianggap pelayanan tambahan bagi segolongan masyarakat, dapat dianggap sebagai pelayanan pokok bagi golongan masyarakat lain. Berdasarkan detinisi, maka pelayanan pokok memberikan sumbangan yang penting dalam proses penyembuhan pasien. Pelayanan tambahan mempunyai gradasi, dari yang cukup bermanfaat untuk proses penyembuhan sampai yang sebenarnya tak bermanfaat. EMPAT PERANAN Tadi dikatakan bahwa pelayanan non profesi kesehatan mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam proses pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Peranan apa yang sebenarnya dipegang oleh pelayanan non profesi kesehatan ter -

sebut? Ada empat buah peranan yang akan dibicarakan. Pertama, peranan sebagai acuan untuk menilai kualitas pelayanan rumah sakit. Kedua, sebagai faktor yang mempengaruhi aksesibilitas pelayanan medis. Ketiga, sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan medis. Dan keempat, faktor yang mempengaruhi persepsi pasien pada proses penyembuhan. Acuan kualitas, penting untuk pemasaran Pelayanan kesehatan bukan merupakan sesuatu yang mudah dinilai, apalagi oleh orang awam. Kualitas barang-barang seperti buku tulis atau pakaian, lebih mudah untuk dinilai atau dicek kebenarannya. Sebelum membeli, konsumer dapat dengan mudah melihat atau memeriksa barang tersebut, sehingga barang-barang tersebut dikatakan sebagai barang yang mempunyai search properties. Sedangkan pelayanan kesehatan biasanya dikategorikan termasuk barang yang mempunyai experience properties, yang berarti umumnyakonsumer harus mengalami dulu sebelum dapat mcnilai. Bahkan sering, setelah mengalamipun, masih sulit bagi pasien untuk menilai kualitas pelayanan medis yang telah dialaminya (credence properties). Maka menurut Lynch dan Schuler (1990), pasien sering memakai pelayanan oleh non profesi kesehatan (seperti kebersihan, makanan, housekeeping, front office dan sebagainya) sebagai acuan kualitas, karena lebih mudah membandingkan kebersihan, makanan, dan pelayanan front office antara rumah sakit daripada membandingkan kualitas pelayanan medis. Halhal seperti ini, perlu diperhatikan dalam strategi pemasaran. Aksesibilitas Akses ke pelayanan kesehatan dapat dikatakan baik , jika pelayanan tersebut mudah didapat dan juga mudah untuk diteruskan. Pelayanan front office sering mempunyai pengaruh

yang besar terhadap aksesibilitas. Prosedur yang bertele-tele, pelayanan yang lamban, pasien yang tidak diperhatikan, sering membuat pasien "mundur" ataupun terlambat untuk mendapat pelayanan medis. Kualitas pelayanan medis Mutu pelayanan oleh profesi non kesehatan, jelas memn pengaruhi mutu pelayanan medis. Kebersihan, misalnya, aka mempengaruhi kemungkinan infeksi nosokomial. Makanan yang tak memenuhi selera, jelas akan mempengaruhi kondisi pasien. Persepsi pasien Pelayanan oleh non profesi kesehatan, juga mempengaruhi persepsi pasien yang penting untuk penyembuhan. Pasien yang puas, tentu diharapkan akan lebih cepat sembuh.

STANDARD Untuk menjaga mutu pelayanan oleh non profesi kesehatan, maka perlu suatu standard. Standard itu dapat berupa standard dalam struktur, standard dalam proses, maupun standard dalam outcome. Standard dalam struktur, misalnya mengenai syarat pendidikan bagi pegawai front office. Standard dalam proses, misalnya mengenai prosedur yang haus dilakukan, jika menerima pasien. Sedang, standard dalam outcome, misalnya maksimum berapa lama pasien harus menunggu, dan sebagainya. Jangan terlalu berlebihan Segala yang berlebihan pada umumnya tidak baik; demikian juga jika terlalu berlebihan mementingkan pelayanan oleh non profesi kesehatan. Salah-salah, rumah sakit akan menjadi lebih tepat disebut hotel, daripada sebagai tempat merawat orang sakit.

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

79

Struktur Pembiayaan Rumah Sakit Dr. Amal C. Sjaaf, DR.PH. Jurusan Administrasi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitds Indonesia, Jakarta

PENDAHULUAN Rumah sakit sebagai suatu organisasi sosio-ekonomi, seperti organisasi ekonomi lainnya, memerlukan pembiayaan untuk dapat menjamin kelancaran pelaksanaan kegiatannya. Mengacu kepada hal tersebut maka dapat dipahami di sini bahwa yang dimaksud dengan pembiayaan sebetulnya adalah pendanaan (financing) untuk kegiatan. Secara umum, di rumah sakit hal ini biasanya dikaitkan dengan pembiayaan dua kegiatan pokok yaitu: investasi dan operasional. Dari kedua kegiatan pokok tersebut, pembiayaan kegiatan operasional umumnya dapat dilakukan dengan menggunakan dana yang berasal dari kegiatan layanan penderita. Tetapi tidak jarang pula terjadi hal di mana kegiatan operasional rumah sakit memerlukan pendanaan yang relatif tidak sedikit. Dalam hal ini, pembiayaan kegiatan biasanya dilakukan dengan menggunakan sumber di luar rumah sakit. Di lain pihak, kegiatan investasi umumnya memerlukan pembiayaan yang relatif besar dan tidak selalu dapat ditunjang dari penghasilan operasional. Untuk hal ini jelas dibutuhkan sumber pendanaan dari luar rumah sakit. Dari bahasan di atas dapat dipahami bahwa pembicaraan mengenai struktur pembiayaan rumah sakit, baik untuk kegiatan investasi dan operasional, harus dikaitkan dengan jenis sumber pembiayaan yang ada di dalam dan di luar rumah sakit. PEMBIAYAAN KEGIATAN INVESTASI Kegiatan investasi di rumah sakit yang biasanya terjadi dalam bentuk pengadaan alat kedokteran pada umumnya terkait dengan beberapa hal antara lain : a. Perluasan spesialisasi tenaga dan peralatan b. Obsolesensi alat yang relatif cepat c. Penambahan jumlah layanan d. Perluasan jenis layanan Dibacakan di Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit. Kerjasama PERS1 dengan Kalbe Farma. Bukit Raya, Puncak 4-6 Agustus 1991

80

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Kebutuhan pembiayaan terhadap kegiatan investasi akibat dari hal di atas sering memerlukan dana yang relatif besar. Dana ini harus dicari dari sumber yang tersedia baik di dalam maupun (umumnya) di luar rumah sakit. Terdapat beberapa jenis sumber dana dengan karakteristiknya yang dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan kegiatan investasi, yaitu : • Hutang jangka pendek tanpa bunga • Hutang jangka pendek dengan bunga • Hutang jangka menengah • Hutang jangka panjang • Equity Adanya karakteristik masing-masing itulah yang kemudian akan membuat pimpinan rumah sakit harus menentukan pilihan pemanfaatan sumber dana yang paling efisien. Untuk itu, berikut akan diuraikan secara ringkas kelima sumber tersebut. Hutang jangka pendek tanpa bunga Jenis dana seperti ini biasanya memang tidak menunjukkan secara eksplisit adanya bunga bila dana ini dimanfaatkan. Sebetulnya dana ini secara implisit tetap mengandung pengertian 'bunga' yaitu dalam bentuk pemahaman terhadap opportunity cost-nya. Di rumah sakit, jenis dana seperti ini ditemukan dalam bentuk: pembayaran di muka dari penderita dan pembayaran kredit kepada pemasok (supplier). Pembayaran di muka dapat berasal dari: uang mukapenderita, pembayaran layanan di muka tanpa potongan dan dengan potongan (discount). Dasar perhitungan dari efisiensi pemanfaatan dana ini terkait dengan beberapa hal penting yaitu : – Lamanya hari uang telah diterima atau masih ditahan – Suku bunga bank yang berlaku pada saat itu – Besarnya rate ofreturn dari kegiatan yang menggunakan dana tersebut.

Hutang jangka pendek dengan bunga Umumnya didapat dalam bentuk pinjaman dari bank atau lembaga keuangan bukan bank yang jatuh temponya di bawah satu tahun dengan membebani peminjam dengan suku bunga yang relatif tinggi. Pada dasarnya pinjaman jangka pendek seperti ini membutuhkan adanya jaminan atau agunan dalam bentuk yang relatif likuid dan adanya kepercayaan terhadap debitur. Dikenal dalam bentuk beberapa antara lain : • Pinjaman rekening koran • Pinjaman dengan agunan SPK/kontrak kerja • Pinjaman dengan agunan deposito • Penjualan surat berharga Tidak berbeda dengan hutang jangka pendek tanpa bunga, dalam memanfaatkan dana ini secara efisien juga harus mengacu kepada besarnya suku bunga yang berlaku dan besarnya rate of return dari kegiatan yang akan didanai. Hutang jangka menengah Setiap dana yang tersedia dari hutang dengan tempo selama 1 sampai 10 tahun biasanya dimasukkan dalam kelompok ini. Hutang jenis ini umumnya memiliki tingkat suku bunga yang lebih rendah dari hutang jangka pendek dan jenis agunan yang tingkat likuiditasnya tidak terlalu tinggi. Janis agunan yang dapat diterima antara lain adalah peralatan, sarana fisik (gedung atau tanah). Kelompok keuangan seperti bank, asuransi dan yayasan dana pensiun umumnya memberikan kesempatan kepada rumah sakit yang memerlukan pendanaan untuk investasi jangka pendek. Bentuk lain yang sering dijumpai adalah leasing yang relatif cepat pengadaannya dan biasanya tidak memberikan beban biaya di muka bagi leasor. Walaupun demikian, kemudahan cara leasing ini perlu dikaji secara cermat dengan bandingan terhadap cara pendanaan lainnya yang mirip. Hutang jangka panjang Hutang jenis ini umumnya dim anfaatkan untuk pembiayaan pembangunan atau sarana fisik rumah sakit dan alat kedokteran yang relatif canggih. Karena waktu jatuh tempo yang lebih lama dari 10 tahun dan tingkat suku bunga yang relatif rendah umumnya hanya bank pemerintah yang dapat menyediakannya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa jenis dana seperti ini akan wajar bila diprioritaskan bagi rumah sakit yang dibantu atau secara filantrofis membantu pemerintah dalam pelayanannya. Adanya struktur pembiayaan kegiatan investasi yang berasal dari hutang-hutang di atas menimbulkan istilah yang dikenal sebagai financial leverage. Istilah ini pada dasarnya menjelaskan tentang hubungan antara hutang dengan besarnya keseluruhan kekayaan di suatu rumah sakit. Apabila dipahami bahwa pembiayaan investasi juga dilakukan dengan menggunakan sumber equity maka financial leverage juga terkait dengan equity. Sebuah rumah sakit dikatakan memiliki financial leverage tinggi apabila terdapat proporsi hutang yang relatif tinggi dibandingkan equity sebagai sumber pembiayaan investasi. Untuk dapat memahami hubungan tersebut secara lebih dalam, berikut ini digambarkan model Return on Equity dari Du Pont :

Equity Terdapat 3 jenis sumber dana yang berasal dari equity yang dapat digunakan untuk pembiayaan kegiatan investasi di rumah sakit nirlaba yaitu : • sumber filantrofis • subsidi pemerintah • pemasukan rumah sakit Kedua jenis sumber yang pertama sering diasumsikan sebagai sumber pembiayaan yang bebas biaya (zero cost), sebetulnya ini merupakan suatu kesalahpahaman. Untuk mendapatkan dana tersebut ternyata diperlukan biaya administratif yang dalam perhitungan efisiensi pemanfaatannya tidak bisa diabaikan begitu saja. Untuk rumah sakit laba, sumber pembiayaan untuk investasi yang berasal equity jelas dapat dilihat dalam bentuk saham utama dan biasa dari pemilik modal. Perlu diperhatikan di sini bahwa saham utama memiliki tingkat prioritas yang lebih tinggi dari saham biasa. Hal ini hanya berlaku untuk penguangan saham tersebut bila terjadi kebangkrutan usaha, tetapi tidak berlaku dalam pembagian keuntungan. Sebagai ilustrasi,Tabel lberikut ini menggambarkan komposisi struktur pembiayaan kegiatan investasi rumah sakit khususnya konstruksi di Amerika Serikat : Tabel 1.

Struktur Pembiayaan Investasi Menurut Sumber Dana

Informasi ini menunjukkan adanya pergeseran yang menarik pada sumber dana dari pemasukan operasional dan equity

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

81

yang cenderung meningkat. Sedangkan sumber dana berasal dari pemerintah yang semula menurun akhir-akhir ini tampak naik lagi dan sumber yang berasal dari hutang menunjukkan gejala penurunan. PEMBIAYAAN KEGIATAN OPERASIONAL Seperti telah disebutkan sebelumnya, pembiayaan kegiatan operasional biasanya berasal dari pemasukan yang didapat dari kegiatan operasional itu sendiri. Berdasarkan hal ini maka pimpinan rumah sakit khususnya manajer keuangan harus memahami dengan cermat pola pembiayaan dari penderita yang menggunakan fasilitas rumah sakit. Dari sudut ini, pemakai jasa rumah sakit yang dapat dibagi atas penderita rawat jalan dan rawat inap yang memiliki pola pembiayaan tertentt, Pola pembiayaan ini pada umumnya terbagi atas : a. Penderita yang membayar sendiri b. Penderita yang ditanggung oleh asuransi kesehatan pemerintah c. Penderita yang ditanggung oleh asuransi kesehatan swasta d. Penderita yang ditanggung oleh perusahaan tempat dia bekerja Penderita yang membayar sendiri ditandai dengan tingkat ketidak pastian pembayaran yang relatif lebih tinggi dari ketiga golongan lainnya. Hal ini berarti bahwa secara ekonomis kelompok ini sebetulnya tergolong kelompok yang memiliki risiko tinggi untuk menyebabkan bad debt. Dengan demikian, rumah sakit yang memiliki pola pembiayaan penderita dengan dominasi kelompok a. secara teoritis akan cenderung untuk mempunyai masalah dalam pembiayaan kegiatan operasionalnya. Sejauh ini, bagaimanakah keadaan yang terjadi di dunia nyata dikaitkan dengan hal diatas? Ternyata hal yang terjadi tidak selalu seperti yang diuraikan di atas. Di negara maju yang pembiayaan kesehatannya didasarkan atas penggantian pihak ketiga, kelompok pembayar sendiri ini memang merupakan masalah dalam pembiayaannya. Oleh karena itu, pihak rumah sakit akan berusaha sebanyak mungkin menjaring penderita yang memiliki asuransi kesehatan. Lebih jauh, hal penting lain yang harus diamati dari kelompok ini adalah lamanya waktu pelunasan tagihan dari pihak asuransi kesehatan. Data terbatas di Jakarta menunjukkan bahwa pola pembiayaan penderita masih didominasi oleh pembayar sendiri dengan kemungkinan menimbulkan bad debt sekitar 5% - 20%. Dengan belum berkembangnya asuransi kesehatan (swasta) maka dapat dipahami kalau pembiayaan penderita dengan cara

82

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

ini masih relatif kecil. Pada rumah sakit tertentu didapat data bahwa penderita yang dibiayai oleh perusahaan tempat bekerja ternyata jauh lebih besar dari kelompok yang dibiayai asuransi kesehatan. Secara rinci hal ini dapat dilihat pada Tabe12 berikut ini : Tabel 2.

a. b. c. d.

Pola Pembiayaan Penderita di beberapa Rumah Sakit di Jakarta 1990.

Bayar sendiri Dibayar perusahaan Dibayar ASKES/PHB Dibayar ASKES Swasta

RSA

RS B

RS C

43% 40% 7% 10%

8335 109'0 — 7%

71% 14% 6% 9%

Catatan :

a. Tingkat akurasi data masih perlu dipertajam akibat terbatasnya data keuangan yang tersedia. b. RS A, B dan C adalah rumah sakil swasta.

Data tambahan menunjukkan bahwa umumnya tagihan yang diajukan ke perusahaan rata-rata dilunasi dalam waktu 2 bulan sedangkan ASKES/PHB dilunas sekitar 2-4 bulan. Adanya kesenjangan waktu seperti ini merupakan suatu hal yang patut diperhatikan oleh manajer keuangan rumah sakit karena : secara implisit mengandung biaya (opportunity cost). • terkait dengan likuiditas yang diperlukan untuk melunasi • kewajiban jangka nendek. Tanpa memperhatikan kedua hal penting ini maka pembiayaan kegiatan operasional dengan dana dari hasil kegiatan rumah sakit akan mengarah kepada tingkat efisiensi yang rendah. Penutup Bahasan singkat di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya pembiayaan kegiatan operasional dan investasi di rumah sakit bertolak dari pemanfaatan sumber secara efisien dengan acuan pokok kepada nilai uang dikaitkan dengan waktu dan nilai suku bunga. Hal ini pada dasarnya akan dipengaruhi oleh kebijaksanaan keuangan yang (sedang) berlaku pada suatu saat. Dengan demikian, kemampuan pemahaman akan ekonomi makro perlu dimiliki oleh seorang pimpinan rumah sakit, disamping yang mikro, khususnya bagi mereka yang bertanggung jawab terhadap kegiatan manajemen keuangan. Tanpa hal tersebut maka penggunaan dana yang berasal dari berbagai sumber bukan hanya akan mengarah kepada tingkat efiensi yang rendah tetapi juga memungkinkan terjadinya inefisiensi.

Prinsip-prinsip Penyusunan Rencana Anggaran Tahunan Rumah Sakit A.W. Boediarso Direktur RS Pelni, Jakarta

PENDAHULUAN Perkembangan dunia perumahsakitan di Indonesia cukup pesat. Perkembangan ini terjadi karena para pengelola rumah sakit sadar maupun tidak sadar mengikuti kecenderungan pelayanan kesehatan di Indonesia menjelang tahun 2000. Keeenderungan tersebut pada umumnya mengakibatkan kenaikan biaya dalam penanganan masalah kesehatan baik secara kasus per kasus maupun secara umum; di bidang keuangan, kecenderungan ini mengarah kepada makin banyaknya biaya yang digunakan dalam upaya kesehatan. Jumlah rumah sakit akan meningkat dengan cepat, juga cakupan pelayanannya. Sebagai konsekuensi dari masalah ini ialah keharusan bagi para pengelola rumah sakit untuk lebih memahami masalah keuangan, agar tercapai efisiensi yang maksimal dalam penggunaan sumber daya rumah sakit guna meningkatkan daya saing. Untuk mencapai efisiensi tersebut dibutuhkan penerapan manajemen yang lebih baik, antara lain bidang perencanaan dan pengendalian penggunaan sumberdayayang tersedia. Salah satu alat yang dibutuhkan organisasi guna mewujudkan perencanaan dan pengendalian yang optimal ialah adanya anggaran (budget) yang tersusun dengan baik dari lahun ke tahun. PENGERTIAN ANGGARAN RUMAH SAKIT Yang dimaksud dengan anggaran (budget) Rumah Sakit ialah rencana kegiatan yang disusun secara sistimatis dan meliputi seluruh kegiatan clan dinyatakan dalam bentuk uang serta berlaku untuk jangka waktu tertentu yang akan datang. Penyusunan anggaran tcrsebut selalu memproyeksikan adanya keuntungan, oleh karena itu sering pula disebut sebagai rencana laba (profit planning). Anggaran mempunyai 3 unsur yaitu : 1) Rencana, yang tersusun secara sistimatis dan mencakup

seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan dan dinyatakan dalam uang selama jangka waktu tertentu (periode). Rencana kegiatan tersebut dilaksanakan terutama guna menghadapi ketidakpastian di masa mendatang serta menentukan alternatif tindakan yang diperlukan. Ada beberapa perencanaan di rumah sakit yang tidak termasuk anggaran, misalkan: rencana lalu lintas penderita, rencana sistim keamanan dan lain-lain. 2) Dinyatakan dalam unit moneter (Rupiah), yaitu suatu ukuran yang dapat diterapkan pada seluruh kegiatan rumah sakit yang beraneka ragam. Dengan menggunakan ukuran tersebut kegiatan rumah sakit yang beraneka ragam dapat dibandingkan dan dianalisa lebih lanjut. 3) Jangka waktu tertentu (satu periode) yang akan datang; ini menunjukkan bahwa anggaran memuat taksiran-taksiran (forecast) yang akan terjadi dan reneana kegiatan untuk mengantisipasi kejadian tersebut. Dalam kaitan dengan periode tersebut terdapat dua jenis anggaran yaitu: anggaran strategis untuk jangka panjang dan anggaran taktis untuk jangka pendek. Dalam kaitan dengan waktu anggaran taktis dibagi dalam anggaran periodik untuk periode satu tahun penuh (periode akuntansi) atau kurang dari satu tahun yang disebut anggaran bertahap. Mengingat penyusunan anggaran memerlukan biaya dan waktu, penyusunan anggaran jangka panjang lebih disukai. Untuk ini diperlukan kemampuan penaksiran yang lebih akurat tentang kejadian masa yang akan datang, sehingga tidak semua rumah sakit mampu melaksanakan. Dalam pembahasan lebih lanjut akan disampaikan anggaran jangka pendek dalam satu periode akuntansi atau anggaran tahunan. Manfaat Anggaran Rumah Sakit Secara garis besar manfaat anggaran sebagai berikut : 1) Sebagai pedoman kerja, anggaran dapat memberikan arah

Dibacakan di Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit. Kerjasama PERSI dengan KALBE FARMA. Bukit Raya, Puncak, 4-6 Agustus 1991.

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

83

kegiatan yang dilaksanakan dan sasaran-sasaran yang harus dicapai oleh kegiatan tersebut di rumah sakit. 2) Alat koordinasi; dengan diketahuinya arah kegiatan serta sasaran yang akan dicapai, setiap bagian di rumah sakit dapat melaksanakan koordinasi yang baik agar dapat saling menunjang tercapainya sasaran yang telah ditentukan. Dapat diharapkan bahwa pelaksanaan kegiatan tersebut akan lebih baik. 3) Alat pengawasan dan pengendalian; dalam menilai realisasi kegiatan yang dilaksanakan, anggaran dapat digunakan sebagai tolok ukur atau pembanding. Dapat dinilai penyimpangan yang terjadi antara realisasi kegiatan dengan anggaran, sehingga dapat diketahui apakah dalam pelaksanaan kegiatan yang direncanakan rumah sakit tersebut sukses atau gagal. Segala hal yang menyangkut kelemahan pelaksanaan kegiatan dapat diketahui dan dijadikan acuan penyusunan rencana anggaran tahun berikutnya. Faktor yang Berpengaruh pada Penyusunan Anggaran S uatu anggaran yang baik dapat dilihat dari besarnya pen yi mpangan yang terjadi antara rencana kegiatan dan realisasinya. Untuk dapat menyusun rencana anggaran yang baik diperlukan berbagai data dan informasi yang lengkap disertai pengalaman pelaksana yang cukup. Data atau informasi yang lengkap sangat membantu penaksiran-penaksiran yang akurat sebagai dasar penyusunan anggaran. Secara garis besar faktor-faktor yang berpengaruh antara lain : 1) Faktor dalam rumah sakit sendiri (intern), meliputi penjualan jasa rumah sakit tahun yang telah lalu (rawat inap, rawat jalan, penunjang diagnostik, tindakan bedah dan lain-lain), kemampuan rumah sakit yang tersedia, keadaan personil (jumlah dan kualifikasi), modal kerja yang ada, fasilitas yang dimiliki dan lain-lain. Faktor intern tersebut dalam batas tertentu dapat ditingkatkan atau dikurangi agar selaras dengan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran tersebut. Karena dapat disesuaikan maka faktor intern tersebut juga disebut faktor yang dapat diatur (controllable). 2) Faktor dari luar rumah sakit (ekstern), yang tidak dapat diatur oleh pengelola rumah sakit. Dalam hal ini pengelola harus menyesuaikan rencana kegiatannya agar dapat berhasil dengan baik. Faktor ekstern yang tidak dapat diatur (uncontrollable) tersebut antara lain: keadaan pesaing, kecenderungan upaya kesehatan (dari aspek penduduk, teknologi, keuangan, personil, ketentuan pemerintah dan lain-lain), keadaan perekonomian nasional, penghasilan masyarakat dan lain-lain. Hubungan Anggaran dengan Akuntansi Rumah Sakit Akuntansi diartikan sebagai cara yang sistematis dalam pencatatan, penggolongan-penggolongan, peringkasan, penganalisaan dan melakukan interpretasi terhadap semua kegiatan transaksi yang menyangkut keuangan dan dilakukan di rumah sakit. Dari pengertian tersebut, akuntansi menyajikan data yang telah terjadi. Ketepatan dan ketelitian penyajian data tersebut

84

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

akan berguna bagi penyusunan anggaran yang menyajikan taksiran untuk masa datang. Secara ringkas hubungan akuntansi dengan anggaran sebagai berikut : 1) Akuntansi menyajikan data historis yang akan bermanfaat pada penyusunan anggaran, sedangkan anggaran memuat taksiran (forecasting) untuk masa datang. 2) Akuntansi akan melaksanakan pencatatan yang teliti dan sistematis tentang pelaksanaan rencana anggaran dari waktu ke waktu. Dengan demikian akuntansi menyajikan data realisasi pelaksanaan anggaran. Dengan membandingkan data akuntansi dengan data anggaran yang berkaitan dapat diketahui penyimpangan yang terjadi. Jadi akuntansi dapat bermanfaat untuk menunjang fungsi pengawasan kerja dari rencana anggaran. Hubungan Anggaran dengan Manajemen Rumah Sakit Fungsi (kegunaan) anggaran yang berhubungan erat dengan manajemen ialah fungsi perencanaan, fungsi koordinasi dan pengawasan. Anggaran merupakan alat bagi manajemen, sehingga kehadiran pengelola (manager) yang trampil dan berbakat sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan apa yang tertuang dalam anggaran. Beberapa kelemahan dari anggaran berkaitan dengan pelaksanaan di lapangan ialah : 1) Penyusunan anggaran sclalu berdasar atas taksiran-taksiran (forecast) yang dibuat sebelumnya. Suatu penaksiran terhadap keadaan mendatang selalu mempunyai kemungkinan adanya kesalahan yang menyebabkan kurang tepatnya penyusunan anggaran dihadapkan pada saat pelaksanaan kegiatan, sehingga perlu penyesuaian-penyesuaian. 2) Berhasil tidaknya realisasi anggaran sangat tergantung pada kualitas pelaksanaannya. Penyusunan anggaran yang baik tidak selalu dapat direalisasi tergantung adanya pelaksana yang mempunyai kecakapan dan ketrampilan yang memadai. Hubungan Anggaran dengan Ilmu Matematik dan Statistik Statistika dan matematika sangat diperlukan dalam penyusunan anggaran, di samping tersedianya data dan informasi yang lengkap. Ini berkaitan dengan penetapan taksiran-taksiran yang harus ditetapkan mendahului penyusunan anggaran, demikian pula dalam melaksanakan evaluasi pelaksanaan. Dengan demikian maka ilmu statistik dan matematik akan berfungsi sebagai alat penunjang bagi penyusunan, maupun evaluasi pelaksanaan kegiatan dalam rumah sakit sesuai anggaran. Jenis Anggaran Secara umum jenis anggaran dapat dibagi sebagai berikut : 1) Appropriation budget; anggaran ini memberikan batas-batas tertinggi dari biaya yang dapat digunakan untuk pelaksanaan program tertentu dalam satu periode yang ditetapkan. Macam anggaran ini terdapat pada instansi pemerintah. Karena batas biaya telah ditentukan untuk satu kegiatan tertentu, biasanya pelaksana cenderung menggunakan seluruh biaya yang tersedia, sehingga tidak efektif untuk maksud perencanaan dan pengawasan. 2) Performance budget, ialah anggaran yang penyusunannya didasarkan kepada fungsi dan aktivitas rumah sakit.

Pada pelaksanaan dapat dibedakan : a) Fixed budget, ialah anggaran yang penyusunannya berdasar atas satu tingkat kegiatan rumah sakit selama jangka waktu tertentu. Bila anggaran disusun atas dasar pemakaian tempat tidur tertentu (BOR), maka anggaran tersebut direncanakan untuk mendukung kegiatan setiap unit dalam rumah sakit dalam mencapai BOR tersebut. Dalam keadaan BOR lebih rendah atau lebih tinggi dapat dievaluasi efisiensi yang terjadi pada unit-unit tersebut. Dalam menilai efisiensi tersebut dipertimbangkan adanya biaya tetap dan biaya yang bersifat tidak tetap (variable). b) Flexible budget; pada keadaan ini ditentukan normanorma biaya pada setiap tingkat kegiatan rumah sakit. Pengertian Penganggaran (budgeting) Dari pengertian anggaran yang telah diutarakan maka anggaran merupakan hasil kerja (output) yang berupa taksiran. taksiran yang akan dilaksanakan di masa mendatang dan dinyatakan dalam satuan Rupiah. Anggaran dituangkan dalam suatu naskah tulisan yang teratur dan sistematis. Sedangkan penganggaran merupakan proses kegiatan dalam rangka menyusun anggaran. Secara garis besar proses kegiatan dalam penyusunan anggaran sebagai berikut : – Pengumpulan data dan informasi selengkap mungkin. – Pengolahan dan penganalisaan data dan informasi tersebut untuk mengadakan penaksiran-penaksiran sebagai dasar penyusunan anggaran. – Menyusun anggaran secara teratur dan sistematis. – Pengkoordinasian pelaksanaan anggaran. – Pengumpulan data dan informasi untuk melaksanakan pengawasan (evaluasi) terhadap pelaksanaan anggaran. – Pengolahan data tersebut untuk keperluan interpretasi dan memperoleh kesimpulan dalam penilaian (evaluasi) pelaksanaan kegiatan sesuai anggaran serta menetapkan kebijaksanaankebijaksanaan sebagai tindak lanjut kesimpulan tadi. Dari uraian tersebut, guna menjamin keberhasilan suatu anggaran perlu beberapa dasar-dasar sebagai berikut : 1) Anggaran harus didukung penuh oleh manajemen. Organisasi rumah sakit harus menganggap anggaran sebagai alat manajemen dan bukan hanya sebagai accounting device. Dalam pelaksanaan program anggaran harus disadari bahwa anggaran bersifat menyoroti prestasi setiap bagian yang berkaitan dengan pelaksanaan program tersebut. Oleh karena itu para pengelola rumah sakit harus yakin betul akan manfaat anggaran. 2) Harus ditentukan dengan jelas tanggung jawab persiapan, pelaksanaan dan pengawasan anggaran dan dinyatakan secara formal. JENIS-JENIS ANGGARAN TAHUNAN RUMAH SAKIT Beberapa jenis anggaran tahunan yang dipersiapkan oleh rumah sakit ialah : a) Anggaran operasional/rutin yang berkaitan dengan du -

kungan biaya untuk setiap kegiatan operasional selama tahun anggaran misalkan biaya pengadaan obat, makanan, pemeliharaan, penyusutan dan lain-lain. b) Anggaran cash, berkaitan dengan rencana penerimaan dan pengeluaran kas yang dinyatakan secara kuantitatip untuk periode yang akan datang. Anggaran ini dipergunakan sebagai alat kendali arus keluar masuk uang kas sehingga selalu dapat dijaga agar rumah sakit dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya. c) Anggaran investasi, berkaitan dengan pengembangan rumah sakit untuk memelihara kesinambungan pelayanan. Anggaran ini disusun setelah diketahui surplus yang terjadi pada anggaran cash dan kemungkinan penerimaan dari lain-lain misalkan; pinjaman bank, donatur. Penyusunan anggaran operasional Secara garis besar anggaran operasional rumah sakit terbagi atas anggaran pendapatan dan anggaran biaya. Anggaran pendapatan usaha dapat dikelompokkan sesuai jenis usaha masingmasing rumah sakit, antara lain : anggaran pendapatan usaha rawat inap, rawat jalan, jasa dokter, laboratorium, radiologi, farmasi dan lain-lain. Perkiraan pendapatan tersebut dapat disusun berdasarkan estimasi kegiatan yang diajukan setiap unit rumah sakit dalam menyusun anggaran periode yang bersangkutan. Anggaran biaya kegiatan rumah sakit disusun untuk mendukung semua kegiatan di rumah sakit guna mencapai sasaran penjualan yang telah ditentukan. Oleh karenaitu dalam menyusun anggaran biaya kegiatan rumah sakit harus ditentukan terlebih dahulu besarnya produksi jasa kesehatan yang akan terjual selama tahun anggaran tersebut, sebagai dasar penentuan angka-angka dalam anggaran. Langkah-langkah penyusunan sebagai berikut : a) Pimpinan rumah sakit membuat perkiraan tentang produk jasa kesehatan yang akan dihasilkan rumah sakit selama periode tahun anggaran yang akan disusun. Biasanya pimpinan rumah sakit hanya menyampaikan perkiraan hari perawatan (BOR) selama periode tersebut serta angka kunjungan rawat jalan yang akan terjadi. Setiap unit rumah sakit akan membuat perkiraan produk jasa masing-masing guna mendukung terlaksananya perkiraan tersebut dengan menggunakan data dan informasi tahun-tahun sebelumnya. Misalkan: bagian perawatan setelah mengetahui bahwa perkiraan BOR selama tahun anggaran tersebut sebesar X %, akan mampu membuat perkiraan penggunaan ruangan (hari perawatan) setiap kelas, sehingga dia akan mampu menyusun biayaruangan yang diperlukan. Demikian jugabagian Gizi akan mampu menyusun kebutuhan anggaran dapur yang diperlukan. Dengan cara yang sama setiap bagian di rumah sakit tersebut akan mampu menyusun biaya masing-masing. b) Pimpinan rumah sakit membentuk komisi anggaran yang terdiri dari pejabat staf senior rumah sakit. Bila pejabat keuangan mempunyai kedudukan setingkat wakil direktur/kepala divisi, maka pejabat tersebut ditunjuk sebagai ketua komisi. c) Dengan mendasarkan kepada arahan pimpinan rumah sakit tentang produk jasa kesehatan yang akan dihasilkan, komisi

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

85

anggaran merencanakan kebutuhan biaya untuk mendukung tercapainya sasaran produksi kesehatan tersebut yang terdiri 5 kelompok yaitu : 1) Kelompok kebutuhan farmasi, perlengkapan, makanan dan lain-lain. Ini akan menimbulkan rencana biaya guna pembelian obat, perlengkapan, makanan dan lain-lain. 2) Kelompok kebutuhan tenaga dokter, perawat, tenaga medis dan non medis yang lain. Rencana biaya yang akan timbul ialah biaya tenaga/pegawai. 3) Kelompok kebutuhan penggunaan dan pemeliharaan alat. Ini akan menimbulkan rencana biaya pemeliharaan danpemakaian gedung dan biaya penyusutan. 4) Kelompok biaya administrasi dan akanmenimbulkanbiaya administrasi umum. S) Kelompok biaya lain-lain. d) Komisi anggaran menilai setiap ajuan kebutuhan biaya tersebut apakah dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan rencana produksi jasa kesehatan masing-masing unit. Biasanya perlu dilakukan negosiasi dengan setiap unit yang mengajukan rencana biaya tersebut. e) Dalam penyusunan anggaran biaya, tidak boleh melebihi reneana seluruh penerimaan rumah sakit pada tahun anggaran tersebut. Oleh karena itu komisi anggaran harus meneliti dengan cermat semua kebutuhan biaya. Keputusan tentang anggaran berada di tangan Pimpinan Rumah Sakit. Demikian pula penyusunan biaya dari unit terkecil ke atas diajukan secara hirarkhi, sehingga setiap kepala bertanggung jawab atas besarnya biaya yang diajukan. Setelah anggaran tersusun dengan baik, bagian keuangan dapat menyusun Proyeksi Laporan Hasil Usaha selama pelaksanaan anggaran tersebut. Dari proyeksi ini dapat diperkirakan Sisa Hasil UsahaRumah Sakit selama periode anggaran tersebut. Proyeksi keuangan lain yang dapat dibuat ialah Proyeksi Neraca Rumah Sakit pada periode akhir pelaksanaan anggaran. Penyusunan anggaran cash Anggaran cash disusun dalam rangka mengendalikan keuangan rumah sakit. Pengendalian ini dimaksudkan agar rumah sakit selalu mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan tidak jatuh dalam kesulitan keuangan. Oleh karena itu setelah anggaran ini disusun harus selalu di monitor setiap bulan, sehingga dalam penyajiannya anggaran cash akan merupakan tulisan yang tersusun secara sistematis yang menunjukkan perkiraan situasi keuangan rumah sakit dari bulan ke bulan. Guna membiayai kebutuhan operasionalnya, biasanya rumah sakit menentukan besarnya uang cash yang secara minimal harus tersedia dalam kas rumah sakit setiap bulan (safety cash balance). Bila dalam penyusunan anggaran cash terdapat perkiraan kas yang kurang dari jumlah minimal tersebut harus sudah dipikirkan cara-cara untuk mengatasinya; misalkan dengan melakukan pinjaman dan lain-lain. Sebaliknya bila terdapat surplus dapat digunakan untuk merencanakan pembiayaan investasi yang akan dilaksanakan atau membayar angsuran hutang. Penyusunan anggaran cash sebagai berikut :

86

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

a) Menyusun pola penerimaan yang berasal baik dari penjualan secara tunai maupun secara kredit, sesuai waktu penjualan jasa kesehatan yang direncanakan. Untuk penjualan kredit (misal perusahaan langganan) diperhatikan ketentuan pembayaran yang telah disepakati antara perusahaan langganan dan rumah sakit. Penerimaan dapat pula berasal dari jasa giro, subsidi, bunga deposito dan lain-lain. b) Menyusun pola pengeluaran sesuai dengan periode pelaksanaan kegiatan operasional dari masing-masing sektor pengeluaran, misalkan : I) Pembelian secara tunai atau tempo. 2) Pembayaran hutang atau bunga bank. 3) Pembayaran gaji pegawai. 4) Pengeluaran lain-lain. c) Dari perkiraan penerimaan dan pengeluaran tersebut dapat disusun anggaran cash (cash budget) setiap bulan sebagai berikut : Rp. xx Saldo awal Penerimaan (bulan tersebut) Rp. xx Pengeluaran(bulan tersebut) _________ Rp. xx Rp xx _________ Selisih penerimaan dan pengeluaran Rp. xx Saldo akhir Saldo akhir ini akan menjadi saldo awal bulan berikutnya. d) Perkiraan saldo akhir ini akan menunjukkan posisi keuangan yang diperkirakan akan terjadi pada permulaan bulan berikutnya. Dengan informasi ini pimpinan rumah sakit akan mampu merencanakanpembiayaan untuk kegiatan investasi atau membayar kewajiban lain bila saldo tersebut surplus terhadap safety balance atau mencari dana tambahan dari sumber lain bila minus. Penyusunan anggaran investasi Kegiatan investasi dilaksanakan dalam rangka memelihara sekaligus meningkatkan kemampuan rumah sakit sebagai upaya memenuhi kebutuhan konsumen akan pelayanan kesehatan. Dari sudut anggaran, harus direncanakan dengan baik kemampuan rumah sakit untuk membiayainya. Sumber keuangan yang dapat digunakan sebagai patokan dalam menyusun anggaran investasi antara lain : a) Perkiraan sisa hasil usaha yang akan dicapai rumah sakit pada tahun anggaran tersebut. b) Penggunaan kembali biaya penyusutan. c) Bantuan dari instansi atasan atau donatur. d) Pinjaman dari lembaga keuangan atau lain-lain. Pelaksanaan kegiatan investasi yang sudah direneanakan harus memperhatikan anggaran cash guna dikaitkan dengan pembiayaan yang diperlukan sehubungan dengan adanya ketidakpastian di masa mendatang. Penyusunan kebutuhan investasi dapat berasal dari unit pelaksana terbawah yang diajukan ke atas secara berjenjang maupun berdasarkebijaksanaan pimpinan dalam mengantisipasi tantangan maupun kesempatan pada masa mendatang. Peranan pimpinan rumah sakit sangat menentukan apakah investasi

tersebut efisien atau tidak.

KEPUSTAKAAN 1. Rakich JS, Darr K. Iospital Organizations and Management. Ohio: Halsted Press, John Wiley & Sons, 1978.

2. Hodgeus RM, Cascio DM. Modem Health Care Administration. London: Academic Press Inc. 1983. 3. Munandar M. Budgeting Edisi 1, Yogyakarta: BPFE, 1986. 4. Flood AB, Scott WR. Hospital Structure and Performance. Baltimore, London: John Hopkins University Press, 1987. 5. Umbdenstock RJ, Hageman WM. Hospital Corporate Leadership. Ohio: American Hospital Publ Inc, 1990.

Lampiran 1 Pengelompokan anggaran operasional 1.

Anggaran pendapatan 1. Pendapatan Usaha : a. Rawat inap b. Rawat jalan c. Jasa dokter d. Radiologi e. Laboratorium f. Farmasi g. Jasa lain-lain. 2. Pendapatan Lain-lain : a. Parkir b. Kantin dan lain-lain.

c. Biaya dokter d. Biayalaboratorium, farmasi, radiologi e. Biaya dapur f. Biaya lain-lain jasa 2. Anggaran biaya pegawai : a. Gaji dan tunjangan b. Biaya kesehatan c. Biaya lembur, kesejahteraan, pendidikan dan lainlain. 3. Anggaran biaya barang dan jasa : a. Biaya pemeliharaan b. Biaya administrasi dan umum c. Biaya rumah sakit lain-lain. 4. Anggaran biaya lain-lain : a. Biaya penyusutan aktiva tetap b. Biaya-biaya lain yang dibebankan.

II. Anggaran Biaya 1. Anggaran biaya langsung usaha : a. Biaya ruangan b. Biaya poliklinik

Lampiran 2 RUMAH SAKIT........................................ PROYEKSI LAPORAN HASIL USAHA PERIODE...................................................

Pendapatan Usaha Rawat inap Rawat jalan Penunjang diagnostik Farmasi

Rp. xx Rp. xx Rp. xx Rp. xx _______

+/+

Jumlah Pendapatan Usaha Biaya Langsung Usaha Biaya ruangan Biaya dokter Biaya poliklinik Biaya obat-obatan/farmasi Biaya radiologi Biaya dapur

Rp. Rp. xx Rp. xx Rp. xx Rp. xx Rp. xx Rp. xx _______

Jumlah biaya langsung Hasil Usaha Kotor Rumah Sakit

I

Biaya Administrasi & Umum Biaya pegawai Rp. xx Biaya asuransi Rp. xx Biaya pemeliharaan Rp. xx Biaya alat tulis kantor Rp. xx Biaya listrik, air dll Rp. xx Biaya penyusutan Rp. xx Biaya penghapusan piutang Rp. xx Biaya umum d11 Rp. xx ________

xx

+ Rp. xx _______ Rp. xx

-/-

Hasil Usaha Pendapatan dan Biaya lain Pendapatan lain-lain Rp. xx Biaya lain-lain Rp. xx _______ Selisih Pendapatan & Biaya lain-lain Hasil Usaha Bersih

Rp. xx _______ Rp. xx

-/-

Rp. xx _______ Rp. xx

+/-

-/-

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

87

Rumah Sakit........................................................ Anggaran Biaya : Ruangan Tahun anggaran .................................................. Ruangan ................................................................

Lampiran 3 Rumah Sakit .................................. Anggaran Pendapatan Poliklinik Tahun Anggaran ..........................

No. Jenis Biaya Jumlah Indeks Biaya No.

Jenis Poli

Jumlah Pasien

Tarip

1 2 3

Poli Anak Poli Jantung dst

z zl dst

x x1 dst

Jumlah

Jumlah Biaya

Jumlah Rp. Rp.

xz xlzl dst

Rp.

xx

1 2 3 4

Perawat Makanan Linen dst

x orang Rp. xx/Bulan 12xRp xx = Rp. YY x HP Rp. xx/HP 12 x X x Rp. XX Y Set Rp. YY/Set 12 x Y x Rp. YY

Jumlah

Rp...........

Catatan : Untuk memudahkan penilaian dimasukkan seluruh biaya langsung yang menyangkut perawatan. Lampiran 4

RUMAH SAKIT : ............................................. PROYEKSI NERACA PER TANGGAL : .......................................... KEWAJIBAN DAN MODAL

HARTA HARTA LANCAR Kas Bank Surat-surat berharga Piutang pasien Taksiran tidak tertagih

Piutang lain-lain Persediaan Biaya yang dibayar dimuka Harta lancar lain-lain Jumlah harta lancar HARTA TETAP

88

Rp.

KEWAJIBAN JANGKA PENDEK Uang muka pasien Rp. xx Hutang usaha. Rp. xx Kredit jangka pendek Rp. xx Biaya masih harus dibayar Rp. xx Hutang pajak Rp. xx Hutang lain-lain Rp. xx _______ + Jumlah kewajiban jangka pendek Rp.

Rp. Rp.

xx xx

Rp.

xx

Rp. Rp. Rp.

xx xx xx

Rp.

xx

KEWAJIBAN JANGKA PANJANG Rp. xx ________

Rp.

xx

Jumlah Kewajiban

xx

Rp. xx _______



Rp.

Rp.

xx

MODAL DAN SUMBANGAN/DONASI Modal Rp. xx Donasi Rp. xx Sisa hasil usaha yang lalu Rp. xx Hasil Usaha tahun berjalan Rp. xx _______ + Jumlah Rp.

xx

xx

NILAI BUKU

Tanah Bangunan Alat Kesehatan Alat Angkutan Peralatan Lain-lain

Rp. xx Rp. xx Rp. xx Rp. xx Rp. xx ________

Jumlah Harta Tetap

Rp.

HARTA LAIN

RD. xx ________

JUMLAH HARTA

xx Rp. ________ ________

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

xx

xx

________ JUMLAH KEWAJIBAN & MODAL

Rp. xx ________ ________

Prinsip-prinsip Akuntansi Rumah Sakit Dra. Catharina Dartini PK. Sint Carolus, Jakarta

PENDAHULUAN Pada saat ini, kiranya sudah cukup disadari bahwa rumah sakit merupakan suatu usaha pelayanan kesehatan yang perlu dikelola dengan secara profesional karena menyerap banyak tenaga kerja, dana dan sarana; seiring dengan hal tersebut maka cukup disadari pula bahwa akuntansi merupakan alat yang efektif untuk membantu pimpinan rumah sakit (manajemen) dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Untuk memimpin suatu rumah sakit dengan baik, manajer pada masing-masing tingkat membutuhkan informasi yang dapat dipercaya sebagai dasar untuk membuat keputusan-keputusan, baik mengenai persoalan rutin di tingkat bawah maupun mengenai persoalan-persoalan policy di tingkat atas. Salah satu sumber yang penting (jika bukan yang terpenting) untuk mendapatkan informasi tersebut adalah laporan-laporan dan data yang disediakan oleh bagian akuntansi. Oleh karena itu, akuntansi sering disebut sebagai tool of management. Laporan-laporan dan data akuntansi tentu saja hanya dapat membantu manajemen jika para manajer tahu bagaimana menggunakannya. James D. Kiners, seorang konsultan manajemen, pada majalah Management Accounting edisi Juli 1988 mengatakan bahwa seorang manajer yang efektif hendaknya tidak enggan menghadapi tugas-tugas administrasi, karena ada sejumlah pekerjaan tulis-menulis dan pencatatan yang termasuk juga dalam memimpin dan mengelola perusahaan. Manajer yang baik harus yakin tentang angka-angka, apa artinya dan bagaimana menggunakannya; oleh sebab itu perlu sekali bagi manajer untuk menguasai akuntansi. Salah satu dasar dari asal usul terjadinya angka-angka dalam laporan keuangan adalah prinsip akuntansi itu sendiri. Cara pendekatan yang diambil penulis dalam makalah ini adalah tidak hanya terbatas pada masalah Prinsip-Prinsip Akuntansi Rumah Sakit tetapi akan dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan erat dengan prinsip-prinsip akuntansi tersebut serta

pengalaman lapangan (teknis) penulis dalam pengembangannya, agar dapat memberikan gambaran mengenai akuntansi sebagai suatu kesatuan dan prinsip akuntansi sebagai tolok ukur kebenaran dalam pembuatan laporan keuangan. Sehingga secara garis besar makalah ini terdiri dari : I. Arti Prinsip Akuntansi. II. Hubungan antara struktur organisasi, sistim akuntansi dan prinsip akuntansi. III. Prinsip Akuntansi Rumah Sakit sebagai suatu pengembangan dari Prinsip Akuntansi Indonesia tahun 1984. IV. Kesimpulan dan Penutup. ARTI PRINSIP AKUNTANSI Prinsip Akuntansi merupakan himpunan prinsip, sistim dan prosedur, metodedan teknik akuntansi yang mengatur penyusunan Laporan Keuangan khususnya yang ditujukan kepada pihak luar seperti : pemegang saham, kreditur, fiskus dan sebagainya. Di Indonesia Prinsip Akuntansi secara umum sudah ada dan dikenal dengan sebutan Prinsip Akuntansi Indonesia dan yang terakhir Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 yang telah disetujui secara bulat dalam rapat Komite Prinsip Akuntansi Indonesia pada tanggal 19 September 1984 dan telah disahkan oleh rapat Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia pada tanggal 22 Desember 1984 dan berlaku efektif selambat-lambatnya untuk penyusunan Laporan Keuangan Ekstern (untuk pihak luar) mulai tahun buku yang berakhir pada tangga1 31 Desember 1985. Pada buku Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 tersebut dibatasi pada hal-hal yang berhubungan dengan akuntansi keuangan dan diungkapkan secara garis besarnya saja dan bersifat umum artmya tidak mencakup praktek akuntansi untuk industri-industri tertentu seperti perbankan, asuransi, rumah sakit dan lain-lain. Sehingga penulis mencoba untuk mengembangkan prinsip akuntansi untuk rumah sakit tetapi tetap tidak akan bertentangan

Dibacakan di Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit. Kerjasama PERS1 dengan KALBE FARMA. Bukit Raya, Puncak, 4-6 Agustus 1991.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khasus No. 71, 1991

89

dengan praktek akuntansi yang lazim dan didasarkan atas pertimbangan yang what dan tetap mengacu pads Prinsip Akuntansi Indonesia yang telah ada (Prinsip Akuntansi Indonesia atau PAI).

Keduanya dalam penyusunannya harus berpedoman pada Prinsip Akuntansi yang berlaku; (di Indonesia digunakan Prinsip Akuntansi Indonesia yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia)

ARTI DAN RUANG LINGKUP SISTIM AKUNTANSI Istilah Sistim Akuntansi itu sendiri mempunyai beberapa pengertian : A) Jika ditinjau dari sudut sistim akuntansi yang menghasilkan output berupa laporan tentang data dan informasi keuangan maka sistim akuntansi dibagi menjadi 2 : 1. Sistim Akuntansi Keuangan (Financial Accounting) 2. Sistim Akuntansi Manajemen (Managerial Accounting) Sistim Akuntansi Keuangan Disusun terutama untuk menghasilkan informasi biasanya dalam bentuk Laporan Keuangan, yang ditujukan pada pihakpihak di luar perusahaan, misal bank, pajak, pemegang saham dan lain-lain. Umumnya Laporan Keuangan yang dihasilkan oleh Usaha Pelayanan Kesehatan (rumah sakit) terdiri dari : – Neraca – Laporan Pendapatan dan Biaya – Laporan Perubahan Posisi Keuangan. yang terdiri dari : – Laporan Sumber dan Penggunaan Dana – Laporan Perubahan Susunan Modal Kerja – Laporan Sumber dan Penggunaan Kas. Laporan-laporan keuangan ini harus disusun disajikan berdasarkan prinsip akuntansi yang lazim dan di Indonesia dikenal dengan PAI 1984.

90

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Sistim Akuntansi Manajemen Disusun terutama untuk menghasilkan informasi yang berguna bagi pengambilan keputusan oleh manajemen untuk perencanaan dan pengendalian kegiatan operasionil serta perhitungan biaya. Dengan kata lain informasi yang dihasilkan dibutuhkan pimpinan untuk melaksanakan fungsi-fungsi managerial. Contoh laporan-laporan yang termasuk akuntansi manajemen Rumah Sakit (Pelayanan Kesehatan) adalah : 1. Laporan kegiatan dan keuangan unit-unit perawatan, penunjang medis, Balai Kesehatan Masyarakat. 2. Laporan manajemen keuangan (Kas, Bank, realisasi investasi, piutang). Sistim Akuntansi yang cukup dikenal yaitu : Sistim Akuntansi Pertanggung Jawaban (Responsibility Accounting atau Activity Accounting atau Responsibility Center). Sistim akuntansi jenis ini merupakan suatu sistim akuntansi yang dalam penyusunannya disesuaikan dengan struktur organisasi dengan maksud agar dapat dilakukan pengawasan dengan baik karena dalam sistim ini informasi selalu dikaitkan dengan tanggung jawab kepala bagian/manajer dengan biaya atau penghasilan yang dapat diawasi (controllable), yang dapat berbeda sesuai dengan tingkat manajemen di mana manajer yang bersangkutan ditempatkan. Contoh : Sistim Akuntansi Pertanggung Jawaban Pelayanan Kesehatan dibagi dua : 1. Revenue Center/Pusat-Pusat Pendapatan (Producing Cost Center dan Revenue Center); terdiri dari : – Unit-unit Rawat Nginap – Unit-unit Rawat Jalan Spesialistik dan Umum – Unit-unit Penunjang Medik – Unit-unit Balai Kesehatan Masyarakat 2. Cost Center (Non Producing Cost Center); terdiri dari : • Direct Departmental Charge (Pelayanan Jasa Umum); merupakan pusat biaya yang melayani langsung (dapat dibebankan langsung) pada revenue center maupun cost center termasuk pada dirinya sendiri, yang meliputi pelayanan : 1. Pelayanan Makanan Pasien 2. Pelayanan dan Pemeliharaan Tekstil. 3. Pelayanan Teknik dan Pemeliharaan Bangunan. • Indirect Departmental Charge (Biaya Operasional Tak Langsung);adalah pusat biaya yang tidak dapat dibebankan langsung pada revenue center maupun cost center. Pembebanan biaya didasarkan prosentase (%) dengan dasar pertimbangan luasnya fasilitas. Dalam sistim akuntansi keuangan dan sistim akuntansi manajemen ini perlu digaris bawahi bahwa meskipun dihasilkan 2 macam sistim akuntansi bukan beranti nantinya dihasilkan dua tipe laporan keuangan yang diperoleh dari dua proses pembukuan yang berbeda. Laporan Keuangan yang dihasilkan tetap satu dengan berpedoman pada prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku. (di Indonesia digunakan Prinsip Akuntansi Indonesia yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia) B) Jika ditinjau dari segi pembukuan sistim akuntansi, dibedakan atas :

1. Sistim Akuntansi Cash Basis. 2. Sistim Akuntansi Accrual Basis. Sistim Akuntansi Cash Basis " Peneatatan hanya dilakukan pada saat " penerimaan dan " "pengeluaran uang (kas) dan telah dapat dibuatkan fakturnya, jadi yang terlihat adalah Flow of Cash. Sistim Akuntansi Accrual Basis Pencatatan dilakukan pada saat produk atau service diberikan pada pemakai jasa atau saat kegiatan dilakukan walaupun uang (kas) belum diterima atau dikeluarkan dan dapat dibuatkan fakturnya, dengan demikian yang terlihat adalah Flow of Resources. Sistim Akuntansi Rumah Sakit (Pelayanan Kesehatan) harus berdasarkan Accrual Basis. C) Jika ditinjau dari segi Sistim Akuntansi sebagai sistim dan prosedur maka : 1. Sistim adalah suatu kerangka dari prosedur yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama perusahaan. 2. Prosedur adalah suatu urutan-urutan pekerjaan kerani yang disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksitransaksi perusahaan yang terjadi. Definisi di atas menekankan pada pengertian teknis; yaitu pengertian mengenai langkah-langkah yang tereakup dalam sistim maupun prosedur untuk mencapai tujuan dan melaksanakan kegiatan dan fungsi utama dari perusahaan yang terdiri dari : 1. Fungsi penjualan 2. Fungsi penerimaan uang 3. Fungsi pembelian 4. Fungsi pengeluaran uang, produksi dan lain-lain. Sehingga jika ditinjau sistim akuntansi sebagai sistim dan prosedur maka dapat dibedakan atas : 1. Sistim Akuntansi Pokok. 2. Sistim Akuntansi Pendukung dari sistim akuntansi pokok. Sistim Akuntansi Pokok terdiri dari : a. Klasifikasi rekening atau Chart of Account, baik untuk rekening neraca maupun pendapatan dan biaya b. Buku besar dan buku pembantu c. Buku jurnal d. Formulir-formulir dan dokumen-dokumen akuntansi. Sistim Akuntansi Pendukung terdiri dari : a. Pesanan Penjualan dan Penerimaan uang b. Sistim Pembelian dan Pengeluaran uang c. Sistim Pencatatan Waktu Kerja dan Penggajian d. Sistim Produksi dan Biaya produksi. Masing-masing prosedur dalam suatu sistim biasanya mempunyai hubungan erat dan saling mempengaruhi sehingga kadang-kadang sulit dipisahkan. Keadaan ini akan berakibat jika salah satu prosedur itu diubah maka biasanya prosedur lainnya akan terpengaruh sehingga perlu juga untuk dipertimbangkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan yang jelas antara struktur organisasi dengan sistim akuntansi dan prinsip

akuntansi adalah bahwa penyusunan sistim akuntansi seyogyanya harus disesuaikan dengan struktur organisasi, dan sistim akuntansi itu sendiri menghasilkan informasi berupa laporan keuangan yang dalam penyusunannya harus berpedoman/mengacu pada Prinsip Akuntansi. PRINSIP AKUNTANSI RUMAH SAKIT SEBAGAI SUATU PENGEMBANGAN DARI PRINSIP AKUNTANSI INDONESIA 1984 Sudah dijelaskan bahwa Prinsip Akuntansi merupakan himpunan prinsip, sistim dan prosedur, metode dan teknik akunlansi yang mengatur penyusunan Laporan Keuangan khususnya yang ditujukan kepada pihak luar (extern). KONSEP DASAR DAN KETERBATASAN AKUNTANSI KEUANGAN Tujuan Akuntansi Keuangan dan Laporan Keuangan a. Tujuan Umum : 1) Untuk memberikan informasi keuangan secara kuantitatif mengenai usaha rumah sakit guna memenuhi keperluan para pemakai laporan dalam mengambil keputusan-keputusan ekonomi. 2) Menyajikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan dalam aktiva neto (aktiva dikurangi kewajiban) suatu usaha rumah sakit yang timbul dari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh sisa hasil usaha. 3) Menyajikan informasi keuanganyang dapat membantu para pemakai laporan dalam menaksir kemampuan (potensi) usaha rumah sakit dalam mendapatkan sisa hasil usaha. 4) Menyajikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam aktiva dan kewajiban suatu usaha rumah sakit seperti informasi mengenai aktivitas pembiayaan dan investasi. 5) Menyajikan mengungkapkan sejauh mungkin informasi lain yang berhubungan dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pemakai laporan seperti informasi mengenai kebijakan akuntansi yang dianut perusahaan. b. Tujuan Kualitatif : 1) Relevan. 2) Jelas dan dapat dimengerti. 3) Dapat diuji kebenarannya. 4) Netral. 5) Tepat waktu. 6) Dapat diperbandingkan. 7) Lengkap. Konsep-Konsep Dasar Akuntansi Prinsip Akuntansi disusun didasarkan pada beberapa anggapan atau konsep dasar antara lain : 1) Kesatuan Akuntansi. 2) Kesinambungan. 3) Periode Akuntansi. 4) Pengukuran dalam nilai uang. 5) Harga Pertukaran. 6) Penetapan beban dan pendapatan.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

91

Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan 1) Laporan keuangan bersifat historis yaitu merupakan laporan atas kejadian yan telah lewat. Karenanya laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi. 2) Laporan keuangan bersifat umum, dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu. 3) Proses penyusunan laporankeuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan. 4) Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian pula penerapan prinsip akuntansi terhadap suatu fakta atau pos tertentu mungkin tidak dilaksanakan jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh yang material terhadap kelayakan laporan keuangan. 5) Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian, bila terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan yang tidak pasti mengenai penilaian suatu pos, maka lazimnya dipilih alternatif yang menghasilkan pendapatan bersih atau nilai aktiva yang paling kecil. 6) Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya (formalitas). 7) Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilahistilah teknis, dan pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan. S) Adanya pelbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi dalam pengukuran sumbersumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antara berbagai usaha. 9) Informasi yang bersi fat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan umumnya diabaikan. PRINSIP LAPORAN KEUANGAN Laporan Keuangan harus disusun sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia. Pengertian Laporan Keuangan Laporan Keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pencatatan, yang merupakan suatu ringkasan dari transaksitransaksi keuangan yang terjadi pada tahun buku yang bersangkutan. Laporan Keuangan Usaha Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) terdiri dari : 1. Neraca. 2. Pendapatan dan Biaya atau Hasil Usaha. 3. Laporan perubahan posisi keuangan. 4. Catatan atas Laporan keuangan. Neraca Neraca adalah laporan yang menunjukkan keadaan keuangan usaha pelayanan kesehatan pada tanggal tertentu (saat tertentu). Neraca harus disusun secara sistimatis sehingga dapat memberi gambaran mengenai posisi keuangan suatu unit usaha pelayanan kesehatan pada suatu saat tertentu. Komponen-komponen neraca dapat digolongkan sebagai berikut : (untuk usaha pelayanan kesehatan).

92

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

Aktiva . – Aktiva Lancar – Investasi – Aktiva Tetap – Aktiva Tetap Tidak Berwujud – Aktiva lain-lain. Kewajiban : – Kewajiban Lancar – Kewajiban Jangka Panjang – Kewajiban lain-lain. Modal dan dana : – Modal Awal – Dana Pembangunan – Surplus minus tahun lalu – Surplus minus tahun berjalan. Penyajian di atas merupakan pencerminan dari klasifikasi lazim pos neraca sebagai berikut : – Aktiva diklasifikasikan menurut likuiditas. – Kewajiban diklasifikasikan menurut urutan jatuh tempo. – Modal diklasifikasikan berdasarkan sifat kekekalan. Perkiraan lawan(offseticontra account) atas pos neraca tertentu disajikan sebagai unsur pengurang atas pos neraca yang bersangkutan : 1. Penyisihan piutang yang diragukan/cadangan kerugian piutang sebagai pengurang terhadap jumlah piutang usaha. 2. Akumulasi penyusutandisajikansebagai pengurang terhadap jumlah aktiva tetap. Perhitungan Pendapatan dan Biaya Perhitungan pendapatan dan biaya harus disusun sedemikian rupa agar dapat memberikan gambaran mengenai pendapatan dan biaya usaha pelayanan kesehatan (rumah sakit) dalam periode tertentu. Cara penyajian pendapatan dan biaya adalah sebagai berikut: 1. Harus memuat secara terperinci unsur-unsur pendapatan dan biaya. 2. Seyogyanya disusun dalam bentuk urutan ke bawah (stafel). Komponen-komponen pendapatan dan biaya usaha pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut : Pendapatan Operasional :



Biaya Operasional Langsung (Harga Pokok)

Pendapatan Kotor :



BiayaOperasionalTak Langsung (Biaya Usaha)

Pendapatan Operasional Bersih :



Pendapatan dan Biaya Non Operasional. Pendapatan bersih sebelum kumulatif pengaruh dari perubahan Prinsip Akuntansi. • Pengaruh kumulatif dari perubahan Prinsip Akuntansi. Pendapatan bersih.

Laporan Perubahan Posisi Keuangan Tujuan penyusunan Laporan Perubahan Posisi Keuangan adalah : 1) Untuk mengikhtisarkan aktivitas pembiayaan dan investasi

suatu usaha pelayanan kesehatan, termasuk seberapa jauh usaha pelayanan kesehatan telah menghasilkandana dari usaha selama periode yang bersangkutan. 2) Untuk melengkapi pengungkapan mengenai perubahan dalam posisi keuangan selama periode tertentu. Dana dapat diinterprestasikan sebagai kas atau dapat juga diartikan sebagai modal kerja netto yaitu aktiva lanear dikurangi kewajiban lanear. Contoh Laporan Perubahan Posisi Keuangan : – Laporan Sumber dan Penggunaan Dana. – Laporan Perubahan Susunan Modal Kerja. – Laporan Sumber dan Penggunaan Kas. Catatan atas Laporan Keuangan Ikhtisar kebijakan akuntansi yang penting yang dianut usaha pelayanan kesehatan harus disajikan tersendiri sebelum catatan atas Laporan Keuangan atau sebagai bagian dari catatan atas Laporan Keuangan. Ikhtisar tersebutmemuatpenjelasanmengenai kebijakan-kebijakan akuntansi yang mempengaruhi posisi keuangan dan hasil usaha suatu pelayanan kesehatan. Contoh : – metode penyusutan aktiva tetap. – metode penilaian persediaan. – penjabaran mata uang asing. Perubahan Akuntansi Bila terjadi perubahan dalam prinsip akuntansi yang dianut suatu usaha pelayanan kesehatan maka harus diambil langkahlangkah sebagai berikut : 1) Pengaruh kumulatif dari perubahanke akuntansi yang baru dilaporkan dalam perhitungan pendapatan dan biaya pada periode berjalan. 2) Untuk perubahan penilaian persediaan di mana pengaruh kumulatif umumnya sulit ditentukan, maka persediaan awal dalam tahun dianutnya metode baru dijadikan sebagai persediaan tahun dasar untuk seluruh perhitungan berikutnya. 3) Alasan dan sifat dilakukannya perubahan dalam kebijakan akuntansi harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan periode terjadinya perubahan. Akuntansi untuk Transaksi dan Pen jelasan Mata Uang Asing 1) Transaksi dalam mata uang asing dijabarkan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. 2) Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dijabarkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca. 3) Selisih penjabaran tersebut pada bu!ir 2 danlaba (rugi) kurs yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing dikredit (dibebankan) pada perhitungan pendapatan dan biaya periode berjalan. PRINSIP PENDAPATAN DAN BEBAN Menurut Prinsip Akuntansi Penjualan, harga pokok penjualan, laba rugi wajib diperhitungkan sedemikian rupa agar memberikan gambaran yang layak mengenai hasil usaha perusahaan untuk periode tertentu.

Penentuan Pendapatan dan Masalah Pisah Batas (Cut off) Pendapatan adalah peningkatan jumlah aktiva atau penurunan kewajiban suatu badan usaha yang timbul dari penyerahan barang dagang/jasa atau aktivitas usaha lainnya di dalam suatu periode. Tidak termasuk pengertian pendapatan adalah peningkatan aktiva perusahaan yang timbul dari pembelian harta, investasi oleh pemilik, pinjaman atau koreksi laba rugi lalu. Pendapatan dalam usaha pelayanan kesehatan terdiri dari : 1)

Pendapatan Operasional :

adalah merupakanpendapatan daripenjualanbarang dagang/ jasa pelayanan kesehatan yang merupakan kegiatan utama pelayanan kesehatan yang terdiri dari : – Pendapatan Rawat Nginap – Pendapatan Rawat Jalan Spesialistik dan Umum – Pendapatan Sarana Penunjang Medik – Pendapatan Balai Kesehatan Masyarakat. 2) Pendapatan Non Operasional/Lain-lain adalah merupakan rupa-rupa pendapatan yang timbul dari aktivitas di luar kegiatan utama pelayanan kesehatan yang terdiri dari anlara lain : – Jasa giro – Bunga deposito – Laba dari penjualan aktiva tetap – Laba beda kurs – lain-lain usaha di luar kegiatan utama pelayanan kesehatan. Pendapatan dan sisa hasil usaha Pelayanan Kesehatan tidak boleh diantisipasikan atau secara material dinyatakan terlampau besar atau terlampau kecil. Mengingat adanya perbedaan antara saat dilakukannyapersetujuan untuk menjual dengan saatpenyerahan barang/jasa, maka perlu diadakan pisah batas secara layak dan konsisten pada awal dan akhir periode, agar perhitungan pendapatan bersih (sisa hasil usaha) menggambarkan pendapatan dan biaya yang sewajarnya untuk periode tersebut. 3)

Pendapatan Usaha Pelayanan Kesehatan

1) Pendapatan operasional usaha pelayanan kesehatan dicatat atau dibukukan/diakui pada saat penyerahan barang atau jasa yang telah dilakukan dan dapat dibuatkan fakturnya. 2) Pendapatan non operasional pelayanan kesehalan diakui/dicatat pada tanggal penjualan barang/jasa.

Perawatan/pelayanan cuma-cuma/potongan tunai 1) Potongan tunai yang diambilkan dari dana (bagian dari modal dan dana) khusus untuk potongan tunai dengan jumlah tertentu. Pendapatan dicatat sebesar nilai brutonya, potongan tunai juga dinilai sebesar potongan yang diberikan dan dicatat sebagai pengurang dana khusus. 2) Potongan tunai dicatat langsung sebagai pengurang pendapatan. Pendapatan dicatat sebesar nilai brutonya, potongan tunai juga dinilai sebesar jumlah potongan dan dicatat sebagai pengurang langsung terhadap pendapatan.

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

93

Penentuan beban dihubungkan dengan pendapatan Istilah beban dapat dinyatakan sebagai biaya yang secara langsung telah dimanfaatkan dalam usaha menghasilkan pendapatan dalam suatu periode, atau yang sudah tidak memberikan manfaat ekonomis untuk kegiatan masa berikutnya. Yang dimaksud dengan biaya adalah pengorbanan ekonomis yang diperlukan untuk memperoleh barang dan jasa. Untuk memperoleh penetapan sisa hasil usaha (pendapatan bersih) yang wajar, seyogyanya dilakukan pisah batas (cut off) yang layak atas beban pada awal dan akhir periode yang bersangkutan. Secara umum beban suatu usaha pelayanan kesehatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Beban yang dapat dihubungkan langsung dengan pendapatan. Beban yang termasuk dalam kelompok ini harus dilaporkan dalam periode diakuinya pendapatan. Contoh : Biaya Operasional Langsung (Harga Pokok) – Biaya Rawat Nginap – Biaya Rawat Jalan Spesialistik danUmum – Biaya Sarana Penunjang Medik – Biaya Balai Kesehatan Masyarakat. 2) Beban yang berhubungan dengan periode terjadinya. Beban ini tidak mempunyai hubungan langsung dengan produk jasa/barang usaha pelayanan kesehatan., Pembebanan ini pada periode terjadinya dilakukan mengingat beban tersebut memberi manfaat pada periode berjalan atau karena beban tersebut sudah tidak memberi manfaat untuk masa yang akan datang. Dalam usaha pelayanan kesehatan yang termasuk dalam Biaya adalah Biaya Operasional Tak Langsung (biaya usaha). Contoh : 1. Biaya Direksi dan Administrasi 2. Biaya Departemen Personalia 3. BiayaDepartemen Logistik. Termasuk dalam kelompok ini juga adalah beban yang ti mbul dari alokasi biaya secara sistimatis sepanjang periode yang memperoleh manfaat seperti : beban penyusutan aktiva tetap. Harga Pokok Penjualan Harga Pokok Penjualan dalam usaha pelayanan kesehatan adalah: Beban biaya yang dapat dihubungkan langsung dengan pendapatan, yang termasuk dalam kelompok ini yaitu Biaya OperasionalLangsungyang terdiri dari : – Biaya Rawat Nginap – Biaya Rawat Jalan Spesialistik dan Umum – Biaya Sarana Penunjang Medik – Biaya Balai Kesehatan Masyarakat. Beban Usaha Beban usaha adalah beban yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan produk jasa/usaha pelayanan kesehatan; contoh : 1. Biaya Direksi dan Administrasi 2. Biaya Departemen Personal ia 94

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

3. Biaya Departemen Logistik. Pendapatan dan Beban Lain-lain Yang termasuk dalam kelompok ini adalah rupa-rupa pendapatan (beban) yang timbul dari aktivitas di luar kegiatan utama pelayanan kesehatan, seperti : pendapatan dan biaya non operasional. Pengaruh kumulatif atas Perubahan Prinsip Akuntansi Pengaruh kumulatif akibat perubahan dari suatu prinsip akuntansi yang la.:im ke prinsip lainnya yang juga sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia harus dilaporkan dalam perhitungan pendapatan dan biaya periode terjadinya perubahan dan disajikan di antara pos Pendapatan Bersih sebelum pengaruh kumulatif dari perubahan prinsip akuntansi dan pendapatan bersih. PRINSIP AKTIVA Aktiva harus dinyatakan sedemikian rupa sehingga bila dihubungkan dengan komponen neraca lainnya akan tergambar posisi keuangan perusahaan secara layak baik pada awal maupun periode tertentu. Pengertian dan Dasar Pencatatan Aktiva 1) Aktiva merupakansumber ekonomis perusahaanyang juga meliputi biaya-biaya yang telah terjadi yang diakui berdasarkan periode akuntansi prinsip Akuntansi yang berlaku. 2) Aktiva yang dibeli dicatat berdasarkan harga perolehan (cost) yang meliputi seluruh pengorbanan ekonomis yang diukur dalam satuan uang untuk memperoleh aktiva tersebut. 3) Sesuai dengan dasar pencatatan/penilaian aktiva, neraca tidak dimaksudkan untuk mencerminkan besarnya nilai kontan dari aktiva atau jumlah yang bisa diperoleh pada waktu likuidasi. Aktiva Lancar Istilah aktiva lancar digunakanuntuk menyatakan kas/bank dan sumber-sumber lain yang dapat diharapkan dicairkan menjadi kas/bank,, dijual atau dipakai habis dalam satu tahun atau dalam siklus kegiatan normal perusahaan. Dengan demikian aktiva lancar usaha pelayanan kesehatan (rumah sakit) mempunyai karakteristik sebagai berikut : – Kas, rekening giro di bank dan aktiva lain yang dapat disamakan dengan kas yang tersedia untuk kegialan umum rumah sakit. – Surat berharga yang segera dapat dijual. – Deposito berjangka. – Piutang penderita. – Piutang lain-lain. – Persediaan. – Panjar uang muka/biaya dibayar di muka. Pos-pos berikut tidak dapat digolongkan sebagai aktiva lancar : • KasBank maupun sumber lain yang dibatasi penggunaannya, seperti dana yang disisihkan untuk memperoleh aktiva tetap atau pelunasan jangka panjang. • Piutang lain-lain yang timbul dari transaksi di luar kegiatan utama perusahaan yang tidak diharapkan pencairannya dalam

jangka waktu satu tahun. • Aktiva yang dapat disusutkan maupun aktiva tetap lainnya. Kas dan Bank

1) Yang dimaksud dengan Kas adalah alat pembayaran yang siap dan bebas digunakan untuk membiayai kegiatan perusahaan. 2) Yang dimaksud Bank adalah sisa rekening giro rumah sakit yang dapat digunakan secara bebas untuk membiayai kegiatan umum rumah sakit. 3) Pos-pos berikut tidak dapat digolongkan sebagai bagian dari Kas dan Bank pada Neraca : – Dana yang disisihkan untuk tujuan tertentu. – Persediaan perangko atau meterai. – Cek mundur. – Cek kosong dari pihak ketiga. – Rekening giro pada bank luar negeri yang tidak dapat segera dipakai. Surat-surat berharga yang segera dapat dijual

1) Surat-surat berharga yang segera dapat dijual merupakan bentuk penyertaan sementara dalam rangka pemanfaatan dana yang tidak digunakan. 2) Bentuk penyertaan sementara ini harus mempunyai sifat sebagai berikut : – mempunyai pasaran dan dapat diperjualbelikan dengan segera. – dimaksudkan untuk dijual dalam jangka waktu dekat bila terdapat kebutuhan dana untuk kegiatan umum perusahaan. – tidak dimaksudkan untuk menguasai perusahaan lain. Piutang

perusahaan jika lebih dari satu tahun) yang meliputi jumlah material harus disajikan secara terpisah sebagai bagian dari aktiva lain-lain dan dinilai secara layak sesuai dengan manfaat ekonomis yang diberikan. 3) Persediaan dinyatakan dalam neraca sebesar harga pokok atau harga perolehan yang besangkutan, yang meliputi seluruh biaya yang secara langsung atau tidak langsung terjadi untuk mendapatkan persediaan tersebut pada keadaan dan tempat sebagaimana adanya. 4) Harga Pokok Persediaan dapat ditentukan dengan metodemetode sebagai berikut : • L.I.F.O (Last-In-First-Out). • F.I.F.O (First-In-First-Out). • Harga Rata-rata. 5) Dasar penilaianpersediaan harus dilaksanakansecara konsisten. 6) Hal-hal berikut ini harus diungkapkan dalam catatan atas Laporan Keuangan : • dasar penilaian persediaan. • persediaan yang dijaminkan. • sifat perubahan dan pengaruhnya atas hasil usaha dalam hal diadakan perubahan-perubahan atas dasar penilaian persediaan. Biaya dibayar di muka (Panjar/Uang Muka) Biaya dibayar di muka dimaksudkan sebagai biaya yang telah terjadi, yang akan digunakan untuk aktivitas perusahaan yang akan datang, misal : premi asuransi, bunga dan lain-lain. Bagian dari biaya dibayar di muka yang akan memberikan manfaat untuk beberapa periode kegiatan diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar.

1) Piutang Penderita adalah piutang penderita yang timbul sebagai hasil dari kegiatan utama rumah sakit yaitu hasil perawatan dan pengobatan yang telah diakui, tetapi belum diterima pembayarannya. 2) Piutang lain-lain adalah piutang yang timbul dari transaksi di luar kegiatan utama rumah sakit. 3) Piutang dinyatakan sebesar jumlah bruto tagihandikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat diterima. Jumlah bruto piutang harus tetap dapat disajikan pada neraca diikuti dengan penyisihan untuk piutang yang diragukan atau taksiran jumlah yang tidak dapat diterima. 4) Piutang yang dijaminkan harus diungkapkan dalam catatan atas Laporan Keuangan.

Investasi Jangka Panjang Investasi jangka panjang merupakan bentuk penyertaan jangka panjang atau dimaksudkan untuk menguasai perusahaan lain seperti : • penyertaan dalam bentuk saham, obligasi dan surat berharga lainnya. • dana untuk melunasi hutang jangka panjang atau dana khusus lainnya. • aktiva lain-lain seperti pembelian tanah dengan reneana penggunaan di masa yang akan datang. Investasi dalam surat berharga atau aktiva lain-lain dinyatakan sebesar harga beli ditambah biaya-biaya yang terjadi dalam transaksi pembelian.

Persediaan

Aktiva Tetap Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai manfaat lebih dari satu tahun. Aktiva tetap meliputi aktiva yang tidak dapatdisusutkan dan aktiva yang dapat disusutkan mencakup tanah/hak atas tanah, bangunan, mesin serta peralatan lainnya. Aktiva tetap lazimnya dicatat sejumlah harga perolehannya. Aktiva tetap yang diperoleh dari sumbangan harus dicatat

1) Istilah persediaan digunakan untuk menyatakan barang berwujud yang : • tersedia untuk dijual (barang dagang/barang jadi). • masih dalam proses produksi untuk diselesaikan kemudian dijual. • akan dipergunakan untuk produksi barang-barang jadi yang akan dijual (bahan baku dan bahan pembantu) dalam rangka kegiatan normal perusahaan. 2) Persediaan yang tidak dapat dijual atau digunakan dalam produksi selama satu tahun (atau selama kegiatan normal

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

95

sebesar harga taksiran atau harga pasar yang layak dengan mengkredit perkiraan modal yang berasal dari sumbangan.. Penilaian kembali/reevaluasi aktiva tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Prinsip Akuntansi Indonesia menganut penilaian aktiva berdasarkan harga perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari konsep harga perolehan di dalam penyajian aktiva tetap serta pengaruh dari pada penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan perusahaan. Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai buku aktiva tetap dibukukan dalam perkiraan modal dengan nama "selisih penilaian kembali aktiva tetap". Dasar penilaian, metode penyusutan dan ikatan/penggunaan aktiva tetap sebagai jaminan harus diungkapkan dalam catatan atas Laporan Keuangan. Aktiva lain-lain Pos-pos yang tidak dapat secara layak digolongkan dalam aktiva lancar, investasi/penyertaan, aktiva tetap ataupun aktiva yang tidak berwujud seperti : aktiva yang tidak digunakan, piutang kepada pemegang saham, beban yang ditangguhkan dan aktiva tidak lancar lainnya dalam kelompok aktiva lain-lain. PRINSIP KEWAJIBAN (HUTANG) Kewajiban (hutang) harus dinyatakan sedemikian rupa sehingga bila dihubungkan dengan komponen neraca lainnya akan tergambar posisi keuangan perusahaan secara layak baik pada awal maupun akhir periode tertentu. Pengertian dan Dasar Pencatatan Kewajiban Kewajiban (hutang) merupakan pengorbanan ekonomis yang wajib dilakukan di masa yang akan datang dalam bentuk penyerahan aktiva atau pemberian jasa yang disebabkan oleh tindakan atau transaksi pada masa sebelumnya. Hutang lazimnya dicatat sebesar nilai jatuh temponya yaitu nilai uang daripada pengorbanan ekonomis yang wajib dilakukan untuk menyelesaikan hutang tersebut. Semua kewajiban yang diketahui harus dicatat tanpa memperhatikan apakah jumlahnya dapat ditentukan secara tepat atau tidak. Untuk kewaj iban yang ada tetapi besarnya tergantung pada kejadian di masa yang akan datang, jumlahnya harus ditaksir. Bila jumlah tersebut tidak dapat ditaksir secara wajar, maka sifat kewajiban tersebut harus dijelaskan dalam catatan. Sesuai dengan tenggang waktu penyelesaiannya, kewajiban diklasifikasikan dalam kelompok kewajiban lancar dan kewajiban jangka panjang. Kewajiban lancar Disebut juga hutang lancar, yaitu hutang yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu satu tahun dengan menggunakan sumber-sumber yang merupakan aktiva lancar atau dengan menimbulkan hutang lancar lainnya. Dengan demikian kewajiban lancar Usaha Pelayanan Kesehatan mencakup antara lain :

96

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

1.

Hutang Usaha

Pada prinsipnya hutang-hutang kepada leveransir atau supplier barang atau jasa keperluan pelayanan kesehatan di-

masukkan dalam rekening ini. Dikredit pada waktu penerimaan barang atau jasa (terjadinya hutang) dan didebet dengan pembayaran angsuran/pelunasannya. 2.

Uang Muka Perawatan

Uang muka perawatan dari pasien yang baru masuk atau selama masa perawatan dicatat dalam rekening ini. Dikredit waktu diterima, dan didebet setelah diperhitungkan sebagai biaya perawatan waktu pasien pulang/meninggalkanrumah sakit. 3.

Hutang Pajak

Adalah pajak pendapatan karyawan pelayanan kesehatan yang disetor ke Kas Negara. Dikredit atas jumlah yang harus disetor (telah dipotong gaji), didebet atas jumlah-jumlah yang disetor. Hutang lancar dari transaksi pembelian dengan kemungkinan memperoleh potongan tunai dalam periode tertentu dapa<.m ; catat sebesar nilai jatuh tempo tanpa memperhatikan besarnya ~ ~tongan (metode bruto) atau sebesar nilai jatuh tempo setelah dikurangi potongan yang akan didapat (metode netto). Dengan metode bruto, potongan diperoleh dilaporkan sebagai pendapatan lain-lain. Sebaliknya dengan metode netto, potongan yang tidak dimanfaatkan dilaporkan sebagai beban lain. Bagian hutang jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun setelah tanggal neraca disajikan dalam neraca sebagai bagian dari kewajiban lancar, kecuali bila pelunasannya dilakukan dengan cara sebagai berikut : – tidak menggunakan sumber-sumber yang merupakan aktiva. lancar. – menimbulkanhutang jangka panjang yang baru. – mengalihkan menjadi modal saham. Rencana cara pelunasan seperti ini harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Kewajiban Jangka Panjang Hutang yang tidak akan jatuh tempo dalam satu tahun atau yapg penyelesaiannya tidak memerlukan penggunaan sumbersumber yang merupakan aktiva lancar digolongkan sebagai kewajiban jangka panjang. Perjanjian jangka panjang tersebut lazimnya memuat halhal seperti : – jumlah pinjaman yang disetujui. – tingkat suku bunga. – jumlah angsuran berkala dan tanggal jatuh temponya barang jaminan. — sifat dan luasnya ikatan yang ada seperti akumulasi dana untuk pembayaran kembali, pembatasan atas modal kerja dan lain-lain. Jenis hutang jangka panjang, hal-hal pokok yang dimuat dalam perjanjiannya dan informasi penting lainnya harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Kewajiban/hutang lain-lain Hutang yang tidak dapat secara layak digolongkan dalam kewajiban lancar atau kewajiban jangka panjang disajikan dalam

kelompok kewajiban lain-lain. PRINSIP MODAL DAN DANA Modal sebagai bagian hak pemilik dalam perusahaan harus dilaporkan sedemikian rupa sehingga memberikan informasi mengenai sumbernya secara jelas dan disajikan sesuai dengan Peraturan dan Anggaran Dasar yang berlaku. Pengertian dan Dasar Peneatatan Modal Modal merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan yaitu selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada dan dengan demikian tidak merupakan ukuran nilai jual perusahaan tersebut. Penyajian Modal suatu usaha pelayanankesehatan disesuaikan dengan bentuk hukumnya. Contoh : Modal disebut dengan Modal dan Dana, yang terdiri dari : – Modal awal – Dana Pembangunan – Surplus (minus tahun lalu) – Surplus (minus tahun berjalan) Modal awal adalah modal awal pada waktu pendirian rumah sakit (usaha pelayanan kesehatan). Dana Pembangunan adalah dana yang berasal dari surplus atas kegiatan usaha pelayanan kesehatart dan telah dipakai untuk pembangunan. Surplus (minus) tahun lalu adalah surplus minus atas kegiatan pelayanan kesehatan dari tahun-tahun yang lalu yang belum dipindahkanke rekening Dana Pembangunan. Pada akhir periode (tahun), rekening ini dikredit sebesar surplus (minus) yang diperoleh tahun lalu dari rekening surplus minus tahun berjalan atau didebet bila tahun lalu menderita kerugian (minus) serta dipindahkan ke rekening Dana Pembangunan. Surplus (minus) tahun berjalan adalah surplus (minus) yang diperoleh atas kegiatan tahun berjalan. Dikredit (bila surplus) dan didebet bila terjadi minus akhir tahun mendatang, surplus (minus) ini dipindahkan ke rekening surplus (minus) tahun lalu. Selisih penilaian kembali aktiva tetap Penilaian kembali (reevaluasi) aktiva tetap seyogyanya tidak dilakukan karena PAI menganut penilaian aktiva tetap berdasarkan harga perolehan atau harga pertukaran. Bila didasarkan pada ketentuan pemerintah tertentu perusahaan dapat melakukan reevaluasi, selisih penilaian kembali aktiva tetap yang timbul dari revaluasi tersebut harus dianggap sebagai pos modal permanen. Selisih penilaian kembali Aktiva

Tetap disajikan dalam kelompok modal. Jika perusahaan baru berdiri maka penilaian atas aktiva tetap dapat dianggap sebagai bagian modal awal perusahaan. KESIMPULAN DAN PENUTUP 1) Keberhasilan scorang manajer dalam tugas pengambilan keputusan bukan saja tergantung kepada tersedianya informasi akuntansi yang tepat dan relevan tetapi juga tergantung kualifikasi dari pada pengambil keputusan tersebut. Kualifikasi tersebut adalah yakni seorang manajer dituntut dapat mengerti angka-angka dan dapat menggunakannya untuk tujuan-tujuan tertentu serta tidak enggan terhadap tugas-tugas administrasi sehingga bagi seorang manajer perlu sekali untuk mengelahui atau mempelajari ilmu akuntansi di samping ilmu-ilmu lain. 2) Prinsip Akuntansi khususnya Prinsip Akuntansi Rumah Sakit (Pelayanan Kesehatan) harus berdasarkan atas praktek akuntansi yang lazim dan atas pertimbangan yang sehat dan tetap harus berpedoman pada prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku (di Indonesia digunakan Prinsip Akuntansi Indonesia yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia). 3) Hubungan antara Struktur Organisasi dengan Sistim Akuntansi dan Prinsip Akuntansi. Bahwa penyusunan sistim akuntansi seyogyanya harus disesuaikan dengan struktur organisasi, dan sistim akuntansi itu sendiri menghasilkan informasi keuangan (informasi akuntansi keuangandaninformasi akuntansi manajemen); di manakeduanya mempunyai tujuan yang berbeda dan penyusunan keduanya harus tetap berpedoman pada prinsip akuntansi yang berlaku (Prinsip Akuntansi Indonesia). 4) Harus disadari bahwa Laporan Keuangan yang merupakan informasi keuangan bukanlah satu-satunya sumber informasi dalam pengambilan keputusan. KEPUSTAKAAN 1. Ikatan Akuntan Indonesia. Prinsip Akuntansi Indonesia 1984. PT. Rineka Cipta, 1990. 2. Majalah Akuntansi edisi April 1991. 3. Zaki Baridwan. Intermediate Accounting. Gadjah Mada University Press, 1980. 4. Zaki Baridwan. Sistim Akuntansi Penyusunan Prosedur dan Metode. Gadjah Mada University Press, 1979. 5. Zaki Baridwan. Sistim Informasi Akuntansi. Gadjah Mada University' Press, 1985. 6. Naskah lengkap Pasca Kongres Persi — Kursus Manajemen Rumah Sakit. Ikatan Rumah Sakit Jakarta € Metropolitan bersama Kanwil/Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Jakarta 24 — 25 Juni 1988. 7. Hartanto D. Akuntansi untuk Usahawan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1979. 8. Chamdani JI. Buku Pedoman Administrasi. 9. Tuanakotta TM. Auditing. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1979.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

97

Jenis-jenis Laporan Keuangan Rumah Sakit dan Teknik Evaluasi oleh Pengelola Rumah Sakit Dr. Sismadi Partodimulyo, MBA RS Sukmul, Jakarta

Pada umumnya Laporan Keuangan merupakan laporan yang menggambarkan hasil usaha dan keadaankeuangan rumah sakit kepada berbagai pihak, baik pihak yang ada di dalam rumah sakit maupun pihak di luar rumah sakit. Karena itu Laporan Keuangan ini harus disusun atas dasar suatu ketentuan yang sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI). Atas dasar ketentuan ini maka Laporan Keuangan yang harus ada adalah Laporan Hasil Usaha, Laporan Perubahan Modal, Laporan Neraca dan sebaiknya dilengkapi dengan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana serta Laporan Arus Kas. Laporan-laporan tersebut tentunya belum cukup memberikan informasi secara terperinci mengenai performance maupun situasi/kondisi keuangan rumah sakit. Laporan tersebut masih perlu diuraikan lebih lanjut, diinterpretasikan dan dianalisis dengan jalan mengkaitkan atau menghubungkan unsur yang satu dengan yang lain, sehingga bisa dihasilkan berbagai informasi mengenai keadaan Perusahaan (Rumah Sakit) kepada berbagai pihak khususnya pengelola rumah sakit. Bagi pengelola rumah sakit, Laporan Keuangan dapat dipakai untuk membantu manajemen dalam melaksanakan fungsi perencanaan dan pengendalian kegiatan rumah sakit serta membantu untuk memecahkan persoalan likuiditas dan protitabilitas, selain itu dapat juga digunakan sebagai pedoman untuk menyusun Rencana Keuangan (Anggaran) serta memberikan informasi yang relevan untuk mengambil keputusankeputusan yang efektif.

Dibacakan di Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit. Kerjasama PERS1 dengan KALBE FARMA. Bukit Raya, Puncak, 4-6 Agustus 1991.

98

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

LAPORAN KEUANGAN RUMAH SAKIT Sebelum pembahasan alat-alat analisa perlu diketahui dulu Laporan Keuangan Rumah Sakit. Laporan Keuangan Rumah Sakit sama seperti halnya perusahaan yang profit oriented mempunyai laporan keuangan sebagai berikut : e Laporan Laba/Rugi (LaporanHasil Usaha) yaitu laporanyang menunjukkan perincian pendapatan dan biaya rumah sakit selama periode tertentu. • Laporan Perubahan Modal yaitu suatu laporan tentang perubahan modal. • Laporan Neraca, yaitu laporan yang menunjukkan posisi harta, kewajiban dan modal rumah sakit pada tanggal tertentu. • Laporan Sumber dan Penggunaan Dana serta laporan arus kas, yaitu suatu laporan yang berisikan tentang pemenuhan dan penggunaan dana. Untuk mengevaluasi performance rumah sakit sebaiknya selain laporan Hasil Usaha Rumah Sakit yang mencerminkan laporan hasil usaha secara keseluruhan (konsolidasi) sebaiknya juga dibuat laporan pendapatan dan biaya untuk setiap unit/sub unit kegiatan sebagai unit profit centre. Laporan Pendapatan dan Biaya ini dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Laporan Pendapatan dan Biaya Poliklinik (Rawat Jalan) 2. Laporan Pendapatan dan Biaya Penunjang Medis, bisa dibagi lagi : 1) Laporan Pendapatan dan Biaya Laboratorium. 2) Laporan Pendapatan dan Biaya Rontgen/Radiologi.

3) Laporan Pendapatandan Biaya Utilitas Medis (ECG, USG, EEG, dan lain-lain). 4) Laporan Pendapatan dan Maya Instalasi Farmasi. 3. Laporan Pendapatan dan Biaya Rawat Inap, bisa dibagi lagi : 1) Laporan Pendapatan dan Biaya Kamar Operasi. 2) Laporan Pendapatan dan Biaya Kamar Bersalin. 3) Laporan Pendapatan dan Biaya Rawat Menginap. Laporan-laporan tersebut menunjukkan Pendapat dan Biayabiaya (Harga Pokok dan Biaya Usaha) yang diperoleh dari kegiatan setiap profit cenIre tersebut.

TEKNIK EVALUASI/ANALISIS Untuk menganalisis laporan keuangan rumah sakit ada beberapa cara atau pendekatan 1. Analisis Horizontal. 2. Analisis Vertikal. 3. Analisis Rasio. 4. Analisis Variance (penyimpangan). Analisis Horizontal Analisis horizontal disebut juga analisis trend, yaitu dengan melihat atau mempelajari turun naiknya data yang nampak pada laporan keuangan. Teknik analisis ini menunjukkan kecenderungan setiap pos dari suatu laporan keuangan apakah tetap, meningkat atau, arah yang menurun agar dapat menunjukkan arah tcrsebut dibutuhkan suatu perhitungan untuk mencari hubungan antara pos yang sama selama beberapa tahun serta diperlukannya alat pengukuran yaitu tahun dasar. Jadi trend yang dimaksud,di sini adalah untuk menunjukkan hubungan antara masing-masing tahun terhadap tahun dasar. Adapun kesulitannya dalam hal ini adalah menentukan tahun yang dapat mencerminkan keadaan normal dan yang akan digunakan sebagai tahun dasar. Analisis trend akan dapatmenunjukkan suatu pos itu mempunyai kecenderungan atau tendensi yang menguntungkan alau tidak menguntungkan.

waktu yang berbeda, atau untuk meneoba membandingkan pos yang sama pada waktu yang sama untuk dua perusahaan atau lebih yang sejenis, tanpa ada dasar umum sebagai pembanding apabila dihubungkan dengan data absolut. Misalnya : sisa Hasil Usaha Kotor ada kenaikan dari Rp. 350.000.000,– menjadi Rp. 700.000.000,– atau 100% apakah kenaikan ini benar-benar besar, hal ini tidak akan dapat diketahui tanpa melihat proporsi Hasil Usaha Kotor tersebut terhadap Penjualan Bersih. Apabila Laporan Keuangan disajikan dalam prosentase-prosentase yaitu prosentase dari masing-masing pos Pasiva terhadap total Pasivanya serta pos-pos Laba Rugi dengan Total Penjualan Bersih, maka akan diperoleh suatu dasar atau ukuran umum yang dapat digunakan sebagai pegangan. Laporan yang disajikan atau dinyatakan dengan prosenlase-prosentase ini harus ada pembandingnya (komparatif). Dapat dilakukan dengan membandingkan laporan periode sebelumnya atau bisa juga dibandingkan dengan anggaran. Analisis Ratio Analisis Ratio adalah cara analisis dengan menggunakan perhitungan-perhitungan Ratio atas data kuantitatif yang ditujukan dalam Neraca maupun Laporan Laba Rugi (Laporan Hasil Usaha), secara umum Analisis Ratio terdiri dari : Liquidity Ratio (Ratio Likuiditas)

Yaitu suatu ratio yang digunakan untuk menganalisis dan menginterpretasikan Posisi Keuangan Jangka Pendek dan untuk mengetahui Efisiensi Modal Kerja yang digunakan oleh Perusahaan dalam rangka menjalankan aktifitasnya. Activity Ratio (Ratio Aktifitas)

Yaitu suatu ratio yang digunakan untuk mengukur Efektifitas Penggunaan Dana. Leverage Ratio (Ratio Solvabilitas)

Yaitu suatu ratio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar semua kewajiban-kewajiban pada saat yang telah ditentukan. Profitability Ratio (Ratio Profitabilitas/Rentabilitas)

Analisis Vertikal Tehnik analisis laporan keuangan secara vertikal mempunyai kelemahan-kelemahan, karena penganalisa tidak bisa membandingkan atau tidak memperoleh gambaran tentang perubahan masing-masing pos dari tahun ke tahun dalam hubungannya dengan total aktiva atau total penjualan dan begitu juga kalau kita akan membandingkan suatu rumah sakit untuk dua

Yaitu suatu ratio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (keuntungan) dalam kurun waktu satu periode Akuntansi, sedangkan Ratio Efisiensi dan Efektifitas Biaya adalah suatu ratio yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana kontra prestasi yang diterima oleh perusahaan atas pengorbanan yang telah dilakukan baik langsung maupun tidak langsung.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

99

RUMAH SAKIT XX RATIO - RATIO LAPORAN KEUANGAN

100

Cermin Dunia Kedolaeran , Edisi Khusus No. 71, 1991

RUMAH SAKIT XX LAPORAN RUGI LABA TAHUN 1988, 1989, 1990

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

10 1

102

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

103

104

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

RUMAH SAKIT XX LAPORAN RUGI LABA TAHUN 1988, 1989, 1990

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

105

106

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

107

10 8

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 71, 1991

RUMAH SAKIT XX LAPORAN RUGI LABA TAHUN 1988, 1989, 1990

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

109

11 0

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

111

RUMAH SAKIT XX LAPORAN PERUBAHAN MODAL

112

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

RUMAH SAKIT XX LAPORAN NERACA TAHUN 1988, 1989, 1990

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

113

RUMAH SAKIT XX LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA TAHUN 1988, 1989

114

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

11 5

116

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

RUMAH SAKIT XX. ANALISIS RATIO FINANCIAL TAHUN 1988, 1989, 1990

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

11 7

118

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

11 9

RUMAH SAKIT XX. LAPORAN RUGI LABA TAHUN 1989, 1990

120

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

12 1

122

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

123

Aspek Pengembangan Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Dr. Hidajat Hardjoprawito Direktur RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta

PENDAHULUAN • Rumah sakit sebagai satu mata rantai sistem rujukan medik, mempunyai peran penting di dalam pelaksanaan Sistem Kesehatan Nasional. Pentingnya peran rumah sakit tersebut terlihat pada : 1) Peran rumah sakit sebagai tempat pelayanan medis yang bermutu sesuai kelas rumah sakit. 2) Peran rumah sakit sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dari semua tingkatan mulai dari tenaga medis, tenaga dokter umum dan tenaga dokter spesialis, yang siap disebarluaskan ke seluruh wilayah nasional. 3) Peran rumah sakit sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi di bidang kedokteran yang menjadi sarana penling dalam upaya peningkatan mutu pelayanan medis. • Sesuai dengan perkembangan masyarakat, rumah sakit juga selalu berkembang. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan rumah sakit, baik faktor yang berasal dari luar rumah sakit, maupun faktor yang ada di dalam rumah sakit itu sendiri. Faktor tersebut dapat berupa kendala yang menjadi penghambat perkembangan rumah sakit, tetapi dapat pula berupa peluang atau potensi yang bila dimanfaatkan dengan baik, akan bisa dijadikan kekuatan untuk menjadi pendorong pengembangan rumah sakit di masa depan. • Agar faktor yang berpengaruh negatif terhadap perkembangan rumah sakit dapat diatasi dan sebaliknya agar semua faktor yang berpengaruh positif terhadap perkembangan rumah sakit dapat dimanfaatkan secara optimal, di setiap rumah sakit harus tersedia tenaga yang mampu mengantisipasi semua faktor yang berkembang yang dapat mempengaruhi perkembangan rumah sakit, sehingga rumah sakit dapat berkembang secara baik sesuai kebutuhan masyarakat dan perkembangan iptek.

Dibacakan di Seminar Upaya Peningkalan Pelayanan Rwnah Sakit. Kerjasama PERSI dengan KALBE FARMA. Bukit Raya, Puncak, 4-6 Agustus 1991.

124

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

Berangkat dari pola fikir tersebut, perlu diadakan analisa proyeksi ketenagaan di rumah sakit menjelang tahun 2000. Dengan proyeksi tersebut diharapkan para pimpinan rumah sakit dapat menata ketenagaan di rumah sakitnya masing-masing, untuk mengantisipasi berbagai faktor yang timbul. FAKTOR YANG BERPENGARUH DENGAN PERKEMBANGAN RUMAH SAKIT DI INDONESIA. Banyak faktor yang mempunyai pengaruh terhadap perkembangan rumah sakit di Indonesia. Beberapa faktor yang penting dan pengaruhnya terhadap perkembangan perumahsakitan di Indonesia adalah : a. Perkembangan sosial ekonomi masyarakat Akibat hasil pembangunan yang telah dicapai oleh bangsa Indonesia, kondisi sosial ekonomi bangsa berangsur-angsur meningkat. Dampaknya terhadap rumah sakitadalah rumah sakit akan berusaha meningkatkan mutu pelayanan di segala bidang (termasuk menyiapkan kamar untuk VIP). b. Perkembangan iptek di bidang kedokteran. Akibat perkembangan iptek, banyak rumah sakit berlombalomba untuk menggunakan peralatan barn yang canggih, sehingga biaya pelayanan medis menjadi semakin mahal. Dampak lain dari penggunaan iptek ini adalah terjadinya pelanggaran etika rumah sakit, yang pada saat ini telah mulai terlihat. c. Perkembangan penyakit. Keadaan penyakit di Indonesia pada saat ini dalam periode transisi, ialah penyakit infeksi telah menurun, tetapi belum habis, sedangkan penyakit degeneratif, penyakit akibat keganasan, penyakit akibat kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja sudah semakin meningkat. Akibatnya rumah sakit harus menata kembali komposisi tempat tidur serta polikliniknya.

Tersedianya anggaran untuk pengembangan rumah sakit. Dengan perubahan kebijaksanaan pemerintah, pada saat ini lebih banyak anggaran yang disediakan oleh investor untuk pengembangan rumah sakit, sehingga jumlah rumah sakit serta penggunaan alat-alat canggih akan meningkat. e. Perkembangan manajemen rumah sakit. Akibatnya perhatian pemerintah serta kesadaran para pimpinan rumah sakit, pada akhir-akhir ini manajemen rumah sakit telah meningkat dan diharapkan akan menjadi semakin baik. Dengan semakin baiknya manajemen rumah sakit, penggunaan sumber daya yang tersedia akan menjadi semakin efisien, sehingga pengembangan rumah sakit akan semakin baik. f. Persaingan antar rumah sakit. Dengan semakin banyaknya rumah sakit, akan terjadi persaingan antar rumah sakit yang semakin ketat. Dampaknya adalah setiap rumah sakit akan meningkatkan manajemen dan bahkan juga terjadinya pelanggaran etika ruinah sakit. Juga akibatpersaingan, diharapkan rumah sakit umum akan mengembangkan spesialisasi penyakit tertentu. g. Perubahan kebijaksanaan pemerintah. Kebijaksanaan pemerintah yang langsung berpengaruh terhadap perkembangan rumah sakit adakah : 1) Diizinkannya para investor (PMDN - PMA) untuk bergerak di bidang perumah sakitan, menjadikan peluang didirikannya rumah sakit baru dengan peralatan yang canggih. 2) Dijadikannya rumah sakit pemerintah sebagai lembaga swadana. Bila kebijaksanaan tersebut berjalan dengan baik, diharapkan mutu rumah sakit pemerintah akan menjadi baik, sehingga mampu bersaing dengan rumah sakit swasta. d.

PERKEMBANGAN RUMAH SAKIT DAN DAMPAKNYA TERHADAP KETENAGAAN Akibatnya perkembangan rumah sakit, diperlukan tenaga yang mampu melaksanakan aktivitas yang timbul akibat perkembangan tersebut. Tetapi di samping itu, di setiap rumah sakit juga diperlukan tenaga-tenaga yang mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi terjadinya faktor yang mempengaruhi perkembangan rumah sakit, agar setiap faktorberpcngaruh negatif dapat diatasi dan sebaiknya faktor yang berpengaruh positif dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan rumah sakit. Oleh karena itu perlu dianalisa proyeksi ketcnagaan di rumah sakit sesuai perkembangan rumah sakit agar mampu menyongsong perkembangan rumah sakit. a. Persaingan rumah sakit ketat. Akibatpersaingan antar rumah sakit yang ketat, rumah sakit harus mampu meningkatkan manajemennya masing-masing.

Untuk menunjang pengingkatan manajemen di semua bidang diperlukan tenaga yang profesional di semua bidang seperti dokter, para medis dan adminstrator. b. Banyak rumah sakit baru. Akibat banyak rumah sakit baru, diperlukan tenaga rumah sakit yang lebih banyak sehingga terjadi perpindahan tenaga dari satu rumah sakit ke rumah sakit yang lain. Dampak positif dari perpindahan tersebut adalah meningkatnya standard pendapatan tenaga di rumah sakit. c. Rumah sakit pemerintah menjadi lembaga swadana. Pada saat ini minat dokter ahli untuk bekerja di rumah sakit pemerintah yang di lokasinya tidak ada rumah sakit swasta sangat kecil, oleh karena dokter ahli tersebut tidak memperoleh "pendapatan" yang memadai di rumah sakit pemerintah tersebut. Dengan dijadikannya rumah sakit sebagai lembaga swadana, diperkirakan minat dokter ahli untuk bekerja di rumah sakit pemerintah di kota kecil tersebut akan.meningkat. d. Kebijaksanaan pemerintah untuk menjadikan dokter Puskesmas sebagai pegawai tidak tetap. Dampak dari kebijaksanaan ini adalah semakin banyak dokter umum yang telah selesai masa bhaktinya di Puskesmas untuk bekerja di RS Swasta. Yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana agar mereka dapat mengikuti pendidikan spesialisasi. e. Arus balik tenaga dokter ahli masuk kota besar. Pada saat ini telah mulai terlihat arus balik para dokter ahli (senior) yang telah bekerja di kota-kota kecil untuk kembali ke kota besar. Di kota besar kebanyakan mereka memilih bekerja sebagai tenaga full time di rumah sakit swasta. Trends ini diperkirakan akan tetap berjalan pada masa yang akan datang, sehingga diperkirakan pula tenaga dokter ahli full timer di rumah sakit swasta akan semakin banyak, sesuai kebutuhan.

SARAN a. Untuk menghindari dampak negatif perpindahan tenaga rumah sakit dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, perlu diadakan kesepakatan antara pimpinan rumah sakit anggota PERSI yang mengatur tentang kepindahan tenaga rumah sakit tersebut. b. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran etika rumah sakit akibat penggunaan alat canggih dan persaingan antar rumah sakit yang sangat ketat, etika rumah sakit perlu dipahami dan dilaksanakan oleh semua rumah sakit. c. Untuk meningkatkan profesionalisme tenaga di rumah sakit, pendidikan di segala bidang bagi tenaga di rumah sakit perlu digalakkan.

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

125

Peran dan MasalahTeknologi Tinggi dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit Dr H Samsi Jacobalis RS. Husada, Jakarta

PENGANTAR Makalah ini adalah pengantar untuk diskusi panel dalam SEMINAR UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN RUMAH SAKIT di Bukit Raya, Jawa Barat, Agustus 1991. Yang akan didiskusikan oleh penulis dalam seminar itu adalah peran teknologi dalam peningkatan pelayanan rumah sakit serta beberapa aspek dan masalah yang terkait dengannya. Teknologi adalah salah satu masukan dalam rumah sakit. Dalam beberapa dekade terakhir teknologi kedokteran semakin menjadi canggih. Teknologi canggih dapat mendukung diagnostik, pengobatan dan prosedur-prosedur medis secara makin tepat dan canggih pula. Teknologi dikembangkan oleh manusia. Teknologi adalah alat yang ampuh dalam tangan penyelenggara profesi kesehatan. Sayangnya, dengan bertambah canggihnya teknologi medik seakan-akan makin lama makin terbalik situasinya. Scakan-akan makin lama peran manusia makin kecil, hanya sebagai pelayan daripada teknologi itu, bukan lagi sebagai yang berkuasa atasnya. Pengantar diskusi ini akan secara singkat menyinggung beberapa aspek yang terkait dengan perkembangan teknologi secara umum dan teknologi medik di rumah sakit. Yang akan dikemukakan adalah : 1. Revolusi teknologi tinggi 2. Revolusi teknologi medik 3. Indonesia adalah pasar untuk produk teknologi 4. Indonesia butuh teknologi tinggi 5. Pengkajian teknologi 6. Pengkajian bisnis 7. Dampak teknologi tinggi terhadap pelayanan kesehatan REVOLUSI TEKNOLOGI TINGGI Bangsa-bangsa di dunia sedang terlibat dalam suatu revolusi Dibacakan di Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan Rwnah Sakit. Kerjasama PERSI dengan Kalbe Parma. Bukit Raya, Puncak 4-6 Agustus 1991

126

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

teknologi yang hebat, yang mengubah secara dramatik cara-cara manusia hidup, bekerja dan malahan berpikir. Orang berbicara tentang revolusi teknologi tinggi, high-tech revolution. Revolusi itu menyebabkan transformasi dan inovasi sosial dalam skala besar sejak beberapa dekade terakhir. Produk teknologi tinggi sekarang hadir dimana-mana : di pabrik, kantor, sistem komunikasi, sistem senjata, transportasi, sekolah, rumah sakit dan rumah tangga. Sistem komunikasi canggih bahkan sudah menjangkau desa-desa melalui satelit bumi buatan. Komputer yang sepuluh tahun lalu masih merupakan barang langka yang hanya dapat dikagumi dari jauh, kini sudah menjadi mainan anak-anak di negara kita. Produk teknologi tinggi yang sampai sekarang mungkin paling jauh mempengaruhi kehidupan manusia adalah televisi. Kekuatan-kekuatan dan situasi yang memacu revolusi teknologi tinggi adalah antara lain : 1) Perkembangan microelectronics dan teknologi microchips membuat biaya produksi komputer dengan kemampuan dan memori yang tinggi menjadi semakin murah. Dalam tahun 1986 saja sudah ada lebih daripada 100 juta komputer di dunia. Sekarang jumlah itu tentu sudah berlipat ganda. Teknologi komputer diterapkan secara luas dalam alat-alat kedokteran mutakhir. 2) Digitisasi melalui bahasa binary code telah menyatukan suara, tayangan dan data dalam perkembangan sistem informasi dan tclekomunikasi. Binary Code menjadi bahasa universal. Bahasa digital menghilangkan batas-batas nasional. Peter F Drucker mengatakan : Information is now transnational. Like money, information has no fatherland. Mesin faksimil sudah mulai membuat kantor pos tidak diperlukan lagi. Dengan alat ini dalam waktu beberapa detik saja informasi tertulis dapat mencapai titik mana saja di dunia. Kartu

kredit menghilangkan batas negara untuk transaksi uang. Dr An Wang, pendiri industri komputer Wang Laboratories mengatakan : The digitization of information in all its forms will probably be known as the most fascinating development of the 20th century. Digitisasi juga mendapat penerapan yang luas dalam teknologi kedokteran . 3) Globalisasi, deregulasi dan privatisasi terjadi di seluruh dunia, menghilangkan monopoli oleh pemerintah. Hal ini merangsang "ledakan" kegiatan swasta di mana-mana. Perusahaanperusahaan datang dan pergi dengan cepat. Banyak sekali produk-produk baru yang diciptakan dan dipasarkan dalam waktu singkat, termasuk produk teknologi kesehatan. Teknologi maju menimbulkan dilema. Teknologi kesehatan, baik di negara maju apalagi di negara berkembang, akan tetap mendapat penilaian ganda : di satu pihak didambakan, di pihak lain dieurigai. Di satu pihak dibutuhkan, di pihak lain dampak sosial , ekonomi, psikologi dan etikanya perlu diperhitungkan. John Naisbitt dalam bukunya Megatrends berbicara tentang High-Tech/High Touch. High Touch adalah respons manusia terhadap high-tech yang seringkali berupa penolakan. Ia sampai mengatakan : The more high-technology we put in our hospitals, the less we are being born there, dying there – and avoiding them in between. Kehadiran teknologi tinggi dapat membuat rumah sakit dijauhi oleh banyak orang. Kebenaran pendapat Naisbitt ini tentu masih perlu dibuktikan. REVOLUSI TEKNOLOGI MEDIK Diagnosis dan pengobatan atau tindakan terhadap penyakit adalah lahan yang subur untuk penerapan teknologi tinggi. Jika berbicara tentang teknologi medik perhatian kita biasanya tertuju pada alat-alat. Padahal perubahan teknologi dalam sejarah kedokteran mencakup (Gambar 1). 1) Revolusi kimia dan farmasi (1920 – ) 2) Revolusi alat kedokteran (1950 – ) 3) Revolusi biomedik (bioteknologi), (1960 – ) Gambar

1.

Perubahan Teknologi dalam Sejarah Kedokteran

Revolusi kimia antara tahun empat-puluhan dan tahun limapuluhan antara lain telah menghasilkan obat-obat : sulfonamide , penisilin dan antibiotika lain, steroid, vaksin polio, tuberkulostatika, diuretika oral, obat oral antifungal, antipsikotika, tranquilizer, obat anti kanker, time-release capsules, antidiabetika oral, dan sebagainya. Alat-alat yang diciptakan sejak dekade lima puluhan dan mulai masuk Indonesia sejak dekade to juh-puluhan adalah antara lain : heart lung machine, pacemaker, peralatan dialisa, patient monitoring systems, automated labs, ultrasounds, linear accelerator untuk radioterapi, nuclear medicine (gamma camera), information systems, fiberoptics, computed tomography (CTScan), kateterisasi jantung, lasers, lithotripsy; magnetic resonance imaging ( MRI), robotics, positron emission tomography (PETR). Dan daftar di atas hanya dua yang disebut terakhir belum masuk pasar Indonesia. Produk revolusi bioteknologi adalah antara lain : artificial implants,transplantasi organ, implantable devices, organ procurement advances, DNA probe technology, monoclonal antibodies, fertilization, Human Growth Factor, genome (gene + chromosome) mapping, drug therapy. Beberapa dari kegiatan bioteknologi ini juga sudah dilaksanakan di Indonesia. Jadi, sekali pun masih belum terlalu jauh, Indonesia sudah terseret dalam arus teknologi tinggi. Di bawah ini akan dikaji beberapa faktor yang terkait dengan teknologi tinggi dan pada akhir tulisan ini nanti dampak revolusi teknologi medik terhadap pelayanan kesehatan kita akan didiskusikan. INDONESIA ADALAH PASAR Mengapa Indonesia terseret dalam arus revolusi teknologi tinggi ? Indonesia adalah pasar untuk produk teknologi, termasuk teknologi kedokteran; dan beberapa tahun terakhir ini menunjukkan kemajuan ekonomi yang menakjubkan dunia Barat. Dalam kemelut resesi global yang berkepanjangan Indonesia dapat bertahan, bahkan ekonominya masih berkembang cukup mengesankan. Diprakirakan pertumbuhan yang positif akan berlangsung terus dalam tahun-tahun yang akan datang. Dengan demikian Indonesia dengan penduduk 180 juta lebih adalah pasar yang sangat potensial. Memang dunia industri Barat dan Jepang masih menganggap Indonesia sebagai suatu laggard market, pasar yang lamban. Namun ia adalah pasar yang daya serapnya makin berkembang. Perhitungan sederhana : andaikata di Brunei Darussalam, yang pendapatan per kapitanya adalah US$17.000, setiap orang (100% penduduk termasuk bayi dan anak) membeli satu pesawat televisi, pasarnya baru meneakup 200.000 alat televisi. Sedangkan andaikata di Indonesia (GNP per kapita US$ 520) baru 1% saja rakyatnya mampu membeli televisi, pasarnya sudah mencakup 1.800.000 pesawat. Demikian juga dengan alat kedokteran. Jika Singapura (penduduk 2.7 juta) membutuhkan 5 alat MRI, Indonesia secara potensial suatu waktu membutuhkan jumlah yang jauh lebih banyak. Saat ini di Indonesia sudah terpasang empat alat MRI, 3

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

12 7

adalah deregulasi yang luas yang memungkinkan swasta berkembang. Di sini kita berada pada situasi dilema : BPPT menilai dengan kriteria teknis – rasional, sedangkan faktor-faktor dalam interaksi sosial politik tidak selalu rasional. Dilema lain : Regulasi atau deregulasi terhadap penerapan teknologi tinggi dalam pelayanan kesehatan. PENGKAJIAN BISNIS Sektor swasta sebelum melakukan investasi teknologi tinggi tentu melakukan pengkajian bisnis (business assessment). Pengkajian bisnis dalam investasi berorientasi pada prakiraan biaya, pendapatan dan selisih di antara dua itu, yaitu antisipasi laba atau rugi. Yang diperhitungkan adalah kebutuhan konsumen, kelayakan pasar, efisiensi biaya, opportunity cost, tingkat inflasi, suku bunga bank, analisis break even, pengembalian investasi (ROI), pay back period, faktor pesaing dan sebagainya. Tapi dapatkah untuk pelayanan kesehatan pengkajian bisnis dilaksanakan secara murni rasional ? Kiranya tidak. Jika diterapkan secara murni, kesimpulan pada saat sekarang kemungkinan besar lebih menguntungkan jika uang dideposito di bank ketimbang digunakan untuk investasi teknologi tinggi di rumah sakit. Tapi rumah sakit swasta ada juga yang tidak seluruhnya berorientasi laba. Investasi teknologi tinggi dapat juga dengan perti mbangan kepentingan masyarakat. Jadi juga dengan pendekatan interaksi sosial, rumah sakit swasta dapat menerapkan prinsip subsidi silang sehingga teknologi tinggi juga terjangkau oleh masyarakat yang kurang mampu. DAMPAK TEKNOLOGI TINGGI TERHADAP PELAYANAN RUMAH SAKIT Dampak yang dapat diamati atau diprakirakan dari pemanfaatan teknologi tinggi dalam pclayanan rumah sakit antara lain adalah : 1) Dari aspek klinis, teknologi tinggi jelas dapat meningkatkan mutu pelayanan; diagnosis dan terapi semakin tepat dan cermat, cakupan diagnosis dan terapi menjadi jauh lebih luas. Pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh menjadi sangat tepat dan cermat karena adanya komponen komputer dalam alat-alat monitor. Tindak bedah terbuka atau tindakan invasif lainnya dapat dikurangi sehingga risiko morbiditas dan mortalitas dapat ditekan; misalnya dengan perkembangan laparoskopi, indikasi untuk laparatomi terbuka menjadi berkurang. Kholesistektomi laparaskopik dan beberapa operasi lain kini dilakukan dengan ban tuan alat endoskopi dan laparaskopi, sehingga keamanan dan

keselamatan pasien lebih terjaga. Sejajardengan perkembangan pemanfaatan teknologi tinggi dapat diamati bahwa umur harapan hidup menjadi lebih panjang. 2) Dilihat dari aspek ekonomi pelayanan kesehatan menjadi semakin mahal dan sukar terjangkau bagi yang tidak mampu. Oleh karena itu harus dicari mekanisme yang lebih memungkinkan pemerataan pemanfaatan teknologi, antara lain dengan pengembangan sistem asuransi kesehatan. 3) Teknologi dapat memperpanjang hidup, tapi sekaligus menimbulkan masalah etika tentang kehidupan dan kematian. Alat-alat untuk menunjang sistem kardiovaskuler dan pernafasan dapat memperpanjang atau mempertahankan hidup manusia hampir secara tidak terbatas. Dilema etika yang timbul adalah : apakah dengan teknologi tinggi ini kita memperpanjang hidup atau menunda kematian yang seharusnya terjadi secara wajar. Di segi lain teknologi tinggi dapatdisalah-gunakan : overuse, overdiagnosis, overtreatment atau misuse karena pertimbangan komersial dan pengembalian investasi. 4) Dengan kehadiran teknologi tinggi di negara-negara maju telah terjadi : • pergeseran dari acute care ke chronic care di rumah sakit, dan diagnosis dini di luar rumah sakit (diagnostic centers, praktek dokter bersama yang dilengkapi dengan alat-alat "mini" berteknologi tinggi). • pergeseran dari acute hospital ke ambulatory care (misalnya day-surgery) dan home care (misalnya hemodialisa dilakukan di rumah sendiri, karena teknologi dibuat menjadi mudah dipakai oleh pasien sendiri di rumahnya). • Hubungan antar-manusia antara dokter dan pasien cenderung makin kurang akrab : pusat perhatian seakan-akan disita seluruhnya oleh teknologi. Demikianlah beberapa hal tentang peran dan masalah teknologi tinggi dalam pelayanan rumah sakit, sebagai pengantar dan masukan untuk diskusi panel. KEPUSTAKAAN 1. Drucker PF. The New Realities, New York: Harper & Row Publ, 1989. 2. Forester T. High-Tech Society, Oxford: Basil Blackwell LW, 1987. 3. Gore MR, Stubbe JW. Computers and Information Systems, Singapore: McGraw Hitl, 1984. 4. Naisbitt J. Megatrends, New York: Warner Brooks, 1984. 5. Teng C. Future Directions in Medical Care, Proc Health Executive Conference. Hongkong, August 29-31, 1990. 6. Van der Meer D. Limitations in the use of Technology Assessment (The Dutch Example), IHF Conference, Washington, June 1991. 7. The Steering Committee of the Fukushima International Seminar. Technology's Challenge for Mankind, Tokyo: Hokusen-Sha Publ Co, 1990.

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

12 9

Aspek Pengembangan Farmasi Rumah Sakit Dr. Boenjamin Setiawan, Ph.D. Presiden Komisaris PT Kalbe Farma

PENDAHULUAN WHO telah mencanangkan Health for all by the year 2000. Karena pelayanan kesehatan sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup, maka ada pendapat bahwa tersedianya sarana pelayanan kesehatan dasar menjadi hak setiap orang dan merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Setiap orang, setiap keluarga dan seluruh masyarakat memang sangat mengharapkan bahwa semua anggotanya sehat walafiat. Dalam hal ini sehat tidak hanya berarti tidak sakit, tetapi sehat secara fisik, mental dan sosial. Sehat secara fisik artinya tidak ada cacat bawaan, dan semua organ-organ berfungsi dengan baik. Sehat mental berarti bahwa fungsi otak dan kemampuan mental berjalan dengan baik sedangkan sehat sosial berarti bahwa ia dapat melakukan pekerjaan dan melaksanakan tanggung jawab sebagai individu dalam masyarakat. Kebutuhan akan sarana pelayanan kesehatan tergantung dari taraf pendidikan dan pengetahuan masyarakat. Masyarakat yang masih hidup dalam jaman batu membutuhkan sarana pelayanan kesehatan yang sangat minim. Masyarakat petani sudah meningkat kebutuhannya dan dalam masyarakat modem yang hidup dalam kota kebutuhan sarana kesehatannya sudah sangat meningkat. Mereka mcngharapkan tersedianya rumah sakit modem, yang dilengkapi dengan berbagai alatdiagnostik terbaru seperti MRI (magnetic resonance imaging) yang harganya beberapa juta US$, alat ultrasonografi (beberapa puluh ribu US$) dan berbagai sarana kesehatan lain yang mahal-mahal. Akibat dari semua peralatan yang mahal ini maka biaya kesehatan terus meningkat. Di USA biaya kesehatan pada 1989 adalah sejumlah lebih dari 600 milyard dollar atau 30 x dari anggaran belanja negara kita. Di berbagai negara lain biaya kesehatan sebagai persen GDP adalah sebagai berikut, USA Dibacakan di Seminar Upaya Peningkatan Pelayanan Rwnah Sakit. Kerjasama PERSI dengan Kalbe Farma. Bukit Raya, Puncak 4-6 Agustus 1991

130

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

(12%), Kanada (8,7%), Swedia (8,8%), Perancis (8,7%), Jerman (8,2%), Jepang (6,7%), dan Inggris (5.8%)(1). Di negara tetangga kita biaya kesehatan yang ditanggung pemerintah adalah sebagai berikut : Comparative Health Expenditure Ratios

Indonesia Malaysia Philippines Thailand Singapore

Year

As % of Central Gov. expenditure

As % GDP

US $ per Capita

1985 1981 1985 1985 1985

2,56 4,39 5,95 5,69 6,47

0,56 1,36 0,63 1,20 1,78

3,37 23,40 3,75 8,98 122,29

Pemerintah Malaysia, Singapura dan Thailand menyediakan dana yang relatip cukup besar untuk kesehatan sedangkan Indonesia dan Filipina di bawah 1%. Pada tahun 1990 jumlah uang yang dikeluarkan pemerintah dan masyarakat Indonesia diperkirakan berjumlah 2.5-3% dari GDP atau ± 2250 - 2700 juta US$ (diasumsikan GDP Indonesia 180 juta x US$ 500); karena masyarakat Indonesia masih sangat heterogen maka kualitas sarana kesehatannya juga sangat bervariasi. Di desa yang tersedia adalah Puskesmas Pembantu, Posyandu, Puskesmas dengan tempat tidur, Balai Pengobatan, BKIA dan sebagainya. Di kota kecil/sedang biasanya sudah ada Rumah Sakit sederhana sedangkan di kota besar pada umumnya sudah tersedia Rumah Sakit yang cukup lengkap sarana mediknya. INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA Industri kesehatan merupakan suatu mata rantai pelayanan kesehatan, mulai dari pelayanan tenaga kesehatan dengan dokter

sebagai titik pusatnya dibantu oleh drg, apoteker, tenaga perawat, teknisi laboratorium, X-ray dan sebagainya. Kemudian ada industri obat, industri alat-alat kedokteran, laboratorium, apotik, dan rumah sakit yang merawat orang sakit. Juga ada nursing homes, tukang gigi, toko kaca mata dan berbagai sarana pelayanan kesehatan lain yang semuanya bertujuan untuk menyediakan alat-alat kedokteran/kesehatan yang dapat dipergunakan oleh para pelayan kesehatan untuk mencegah, mendiagnosis, mengobati dan merehabilitasi berbagai macam penyakit dan juga menyediakan kegiatan promotif kesehatan. Industri farmasi memegang peranan penting untuk menyediakan obat yang bermutu dan terjangkau harganya oleh masyarakat. Di Indonesia jumlah pabrik obat dewasa ini adalah ± 280. Sebagian besar bahan baku aktifnya masih diimpor sedangkan bahan pembantunya sudah dapat dibuat di dalam negeri. Taraf perkembangan industri farmasi adalah masih dalam tahap assembling. Bahan aktifnya diimpor, kemudian di pabrik diolah dan dijadikan berbagai dosage forms seperti tablet, kapsul, suppositoria, salep, cairan sirop, dan injectables. Pengawasan mutu cukup ketat dan oleh Dep Kes setiap pabrik harus memenuhi syarat-syarat Cara Pembuatan Obat Baik (CPOB). Diharapkan bahwa pada tahun-tahun yang akan datang, berbagai bahan aktif sudah dapat dibuat di Indonesia. Walaupun sekarang berbagai bahan baku sudah dibuat di Indonesia seperti Cetamol, Ampisilin, Khloramphenikol, Telrasiklin, Erithromisin dan sebagainya, tetapi pada umumnya pembuatannya adalah one-step atau two-step process, hanya untuk memenuhi persyaratan pemerintah yang dikenakan terhadap pabrik farmasi PMA. Hal ini dilakukan karena memang sarana industri kimia dasar untuk menunjang industri bahan baku obatbelum ada atau masih dalam taraf yang sangat sederhana. Tahap selanjutnya di mana kita melakukan R & D untuk mengembangkan obat baru juga masih merupakan impian. Hal ini disebabkan karena personalia untuk dapat melakukan penelitian belum tersedia dan juga biaya penelitian adalah sangat mahal. Untuk menghasilkan satu New Chemical Entity yang dapat dikembangkan menjadi obat yang dapat dipakai dalam klinik dibutuhkan dana sebesar lebih kurang 100 juta US$. Dengan perkataan lain suatu pabrik obat harus mempunyai hasil penjualan beberapa ratus juta dollar untuk dapat menyediakan dana penelitian yang cukup besar sehingga dapat menghasilkan suatu obat baru. Di Indonesia menurut IPA report, besarnya pasar obat pada 1990 adalah 1100 juta US$ dan diperkirakan pada 1991 akan menjadi 1300 juta $. Bilamana dibandingkan dengan perkiraan biaya kesehatan yang diperkirakan akan dikeluarkan masyarakat Indonesia pada tahun 1990 (± $2.700 juta) maka proporsi obat akan merupakan 40% dari seluruh biaya kesehatan. Dengan kemajuan pelayanan kesehatan di mana alat diagnostik dan kuratif akan semakin canggih dan mahal proporsi yang dikeluarkan untuk obat akan turun. Di AS pengeluaran untuk obat hanya 7,8% dari seluruh biaya pengobatan dan biaya rumah sakitadalah sebesar 40% sedangkan untuk doctors services adalah sebesar 19,5% (lihat tabel)(3)

FUNGSI FARMASI DI RUMAH SAKIT Rumah Sakit di masa yang akan datang merupakan sarana terpenting dalam sistim pelayanan kesehatan. Walaupun dampak rumah sakit dalam usaha peningkatan mutu kesehatan masyarakat tidak besar, tetapi kebutuhan akan rumah sakit di masyarakat modem sangat besar. Dampak terbesar untuk meningkatkan parameter kesehatan adalah perilaku perorangan/masyarakat (life style) dan lingkungan hidup yang sangat dipengaruhi oleh kualitas manusianya. Di USA dalam dua dasawarsa terakhir angka kematian karena penyakit kardiovaskuler dan kecelakaan telah menurun secara drastis. Hal ini disebabkan karena masyarakat Amerika Serikat telah mengubah cara hidup mereka dengan lebih banyak berolah raga, mengurangi makanan yang mengandung lemak hewan, mengurangi rokok dan mengurangi minum alkohol selama mengemudi kendaraan. Berbicara mengenai peningkatan pelayanan, hal ini menuntut perubahan perilaku para pelayan kesehatan dan masyarakat secara umum. Di Indonesia kata Customer Satisfaction merupakan kata yang relatif baru. Keinginan untuk melayani, untuk memberikan kepuasan pada langganan masih sangat minim. Di Indonesia, kebudayaan masyarakat pada umumnya, terutama para pejabat, para penguasa, para pegawai negeri, dan orangorang yang mempunyai kedudukan bukannya ingin memberikan pelayanan yang baik, tetapi malahan selalu ingin dilayani. Kalau kita ke kantor pemerintah, rumah sakit, apotik bahkan toko-toko kecilpun pelayanan sering sangat rendah mutunya. Berbeda dengan keadaan di Jepang atau Singapura, mereka pada umumnya sangat memperhatikan kepuasan pelanggan. Pelayanan di Puskesmas, Apotik dan Rumah Sakit pada umumnya masih banyak kekurangannya. Dengan merembesnya era baru di Indonesia di mana pemerintah melakukan deregulasi dan debirokratisasi di segala bidang, dan pihak swasta lebih banyak diikut sertakan dalam pembangunan, maka total customer satisfaction akan mendapatkan perhatian yang lebih besar di masa yang akan datang. Apakah fungsi farmasi di Rumah Sakit? Secara umum dapat dikatakan bahwa pasien datang ke dokter untuk berobat. Dokter akan membuat diagnosis penyakit dan kemudian ia akan menulis resep. Pasien membawa resep ke apotik, di mana obat akan diracik dan kemudian akan diberikan pada pasien. Dahulu (terutama sebelum tahun 1970) banyak resep memuat campuran berbagai bahan obat. Tetapi sekarang dengan kemajuan teknologi dan arah pengobatan yang tidak menganjurkan dokter melakukan pengobatan polifarmasi maka resep pada umumnya memberikan obatdalam bentuk tablet atau kapsul. Polifarmasi di mana resep sekaligus memuat campuran analgetika-antipiretika, antibiotika, antihistamin, obat tidur, kafein dan sebagainya dalam bentuk puyer sudah mulai ditinggalkan. Meracik campuran berbagai obat dalam satu puyer selain tidak rasional juga memakan waktu pembuatannya dan tidak efisien. Dengan tendensi resep rasional yang hanya memberikan obat dalam bentuk tablet, kapsul, salep dan sebagainya yang sudah jadi, maka pelayanan apotik harus lebih cepat. Pasien tidak perlu meninggu lama, seharusnya dalam maksimum 15 menit sudah dapat dilayani.

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

13 1

Apotik Rumah Sakit berfungsi sebagai pabrik obat kecil karena harus mampu membuat berbagai macam campuran obat sederhana, juga berfungsi sebagai gudang obat/alat kesehatan karena harus menyimpan semua obat/alat keschatan yang dibutuhkan rumah sakit. Selainnya ini apoteker harus melaksanakan fungsinya sebagai Clinical Pharmacist. Ia harus mendampingi para dokter sebagai amber informasi mengenai perkembangan baru dalam bidang obat. Ia harus menjadi counterpart dalam bidang obat. Ia harus menjadi counterpart dalam bidang pengobatan dan mengawasi supaya pengobatan yang dilakukan para dokter tetap rasional. Efek samping yang timbul karena pengobatan harus dimonitor. Dari berbagai survai mengenai efek samping obat telah diketahui bahwa insidens efek samping obat cukup besar, berkisar 6-10%. Karena itu dokter, apoteker dan para perawat harus cukup alert untuk secepatnya mengenal gejala efek samping obat sehingga pasien tidak akan dirugikan. Setiap tindakan pengobatan harus selalu mempertimbangkan risk-benefit ratio.

PENGEMBANGAN FUNG SI APOTIK DI RUMAH SAKIT Di USA dana kesehatan masyarakat yang dikeluarkan untuk rumah sakit adalah sebesar 40% atau 240 milyard US$ dan untuk obat adalah sebesar 8% atau 48 milyard. Seluruh dana kesehatan di USA pada 1989 adalah sebesar 604 milyard, 351 milyard berasal dari swasta dan 253 milyard berasal dari pemerintah (federal 174 milyard, state & local government 79 milyard). Jadi dana dari swasta sedikit di bawah 60% dan dari pemerintah ± 40%. Di Indonesia perkiraan pengeluaran dana kesehatan pada 1990 adalah sebesar 3% GDP atau $2700 juta. Dari jumlah ini $1100 juta adalah untuk pengobatan (IPA report) dan 25% adalah untuk Rumah Sakit (± $ 900 juta). Menurut laporan keuangan Rumah Sakit Mitra Keluarga selama Januari-Juni 1991, bilamana seluruh pendapatan (revenue) adalah 100% maka 30% didapatkan dari perawatan pasien, 60% dari pelayanan medik (apotik, lab, radiologi, USG, CT Scan, EEG, Endoskopi, Mamografi, Eskul dan sebagainya) dan 10% dari poliklinik. Pelayanan apotik menghasilkan 30% dari seluruh hasil (revenue) Rumah Sakit. Mengingat peran apotik yang cukup besar sebagai sumber dana Rumah Sakit maka sudah selayaknya bahwa Rumah Sakit menaruh perhatian lebih besar terhadap peningkatan mutu pelayanan apotik rumah sakit. Bagaimana kita dapat meningkatkan mutu pelayanan apotik rumah sakit? Pertama-tama kita harus mengkaji kembali fungsifungsi pokok apotik rumah sakit dan peran apoteker, asisten apoteker dan lain-lain karyawan apotik rumah sakit. Fungsi pokok apotik rumah sakit dan apoteker, asisten apoteker dan lainlain karyawan apotik rumah sakit. Fungsi pokok apotik rumah sakit dan apoteker menurut ASHP (American Society of Hospital Pharmacist) adalah sebagai berikutoj : 1. Membuat dan mensterilisasi obat injeksi bilamana dibuat di RS.

132

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

2. Membuat obat yang sederhana. 3. Memberikan (dispensing) obat, bahan kimia dan preparat farmasi. 4. Mengisi dan memberikan etiket pada semua container yang berisi obat dan diberikan kepada pasien maupun lain bagian RS. 5. Mengawasi semua pharmaceutical supplies yang dikirimkan dan dipergunakan di berbagai bagian RS. 6. Menyediakan persediaan antidot dan lain-lain obat untuk kcadaan gawat darurat. 7. Mengawasi pengeluaran obat narkotika dan alkohol dan membuat daftar inventory. 8. Membuat spesifikasi (kualitas dan sumber) dari pembelian semua obat, bahan kimia, antibiotika, biologicals dan preparat-preparat farmasi yang dipakai dalam pengobatan pasien di RS. 9. Memberikan informasi mengenai perkembangan terbaru berbagai obat kepada para dokter, perawat dan lain-lain orang yang berkepentingan. 10. Membantu mengajar para mahasiswa kedokteran dan perawat pada program koasisten fakultas kedokteran/perawat. 11. Melaksanakan keputusan-keputusan yang diambil oleh panitia Pharmacy and Therapeutics. Tugas pokok scorang apotcker di RS adalah supaya pengobatan yang dilakukan para dokter di RS adalah RASIONAL dan memenuhi syarat 5 TEPAT ialah, Obat yang tepat, untuk pasien yang tepat, dengan dosis yang tepat, diberikan pada waktu yang tepat dengan harga yang tepat sesuai dengan kemampuan pasien. Sistim pelayanan pada para pasien juga perlu ditingkatkan, terutama adalah keramahan, kecepatan, ketepatan dan penerangan yang cukup jelas pada pasien. Keramahan pelayanan sangatpenting, supaya pasien (pengambil obat) merasa dihargai dan betah sehingga ia akan menjadi pelanggan seumur hidup. Kecepatan pelayanan juga penting , apalagi dalam dunia modem sekarang ini di mana waktu dirasakan sangat terbatas dan berharga. Waktu adalah satu-satunya komoditi yang tidak dapat diulang kembali. Setelah lewat dengan harga seberapa tinggipun tidak dapat dibeli kembali. Waktu sebetulnya adalah komoditi termahal di dunia tetapi di masyarakat Indonesia masih sangat kurang dihargai. Ketepatan pelayanan sangat penting. Bayangkan apa yang dapat terjadi bilamana obat yang diberikan salah. Paling ringan penyakitnya tidak disembuhkan, tetapi kelalaian ini dapat menyebabkan kematian atau dapat menimbulkan cacat seumur hidup. Beberapa kasus kecelakaan karena kesalahan pemberian obat telah terjadi yang menimbulkan akibat yang parah terhadap pasien. Mengingat hal ini maka apoteker harus menyempatkan diri untuk recheck sewaktu obat diberikan pada pasien apakah isinya sesuai dengan resep dokter. Penerangan yang cukup jelas juga sangat penting untuk mencegah kemungkinan terjadinya kesalahan dosis, cara pakai obat dan supaya pasien juga mengetahui efek samping obat. Pernah terjadi bahwa seorang pasien diberi suppositoria dan

diminum, bukannya dimasukkan ke anus. Manajemen apotik juga perlu ditingkatkan, yaitu fungsi perencanaan, pengarahan (directing), organizing, staffing, coordinating and controlling. Seorang apoteker RS harus dapat melakukan fungsi manajemen umum dan manajemen keuangan. Bilamana semua fungsi ini dapat dilakukan dengan baik maka apotik RS bisa menjadi kebanggaan RS, pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap akan merasakan tenteram dan para dokter/perawat/mahasiswa juga dapat menarik man faat yang tak terhingga dari semua informasi mengenai perkembangan mutakhir dunia farmasi.

KESIMPULAN 1. Dana yang dikeluarkan masyarakat untuk obat di Indonesia cukup besar dan mereka mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan yang memadai. 2. Di masa-masa yang akan datang peranan rumah sakit dalam sistim pelayanan kesehatan akan semakin besar, terutama di kota dan masyarakat akan menuntut pelayanan yang lebih baik. 3. Rumah sakit sebaiknya menaruh perhatian utama dalam usaha peningkatan pelayanan kesehatan pada medical care dan bukan pada hotel care.

4. Dalam usaha peningkatan mutu pelayanan farmasi di rumah

sakit maka fungsi apoteker harus ditingkatkan dalam bidang: a. Manajemen umum b. Manajemen keuangan c. Manajemen fungsional d. Peningkatan Total Customer Satisfaction 5. Dalam usaha mempercepat alih ilmu dan teknologi dunia pelayanan kesehatan harus lebih membuka diri dan lebih banyak mengundang ahli-ahli kedokteran untuk bekerja di rumah sakit untuk waktu tertentu. 6. Untuk merangsang industri peralatan kedokteran sebaiknya semua rumah sakit pemerintah/swasta dianjurkan memakai peralatan produksi dalam negeri. KEPUSTAKAAN 1. Iglehart JK. Health Policy Report, Germany's health care system. N Engl J Med, June 13, 1991; p. 1750-1756. 2. Source. International Monetary Fund, Government Finance Statistics Yearbook 1987 and World Bank Staff Estimates. 3. World Almanac and Book of Facts 1991. U.S. Health Expenditures 19601988, 200 Park Avenue, New York, NY 10166. A Scrippes Howard Company, p. 844. 4. Smith, Lee. A cure for what asks medical care. Fortune July 1, 1991; p. 3639. 5. Smith MC, Knapp DA. Pharmacy, Drugs and Medical Care, 428 E. Preston Street, Baltimore, Md 21202, USA. The Williams & Wilterms Company, 1976; p 51.

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 71, 1991

133

Related Documents