Cdk 010 Kesuburan

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cdk 010 Kesuburan as PDF for free.

More details

  • Words: 22,902
  • Pages: 41
No.10,1977.

Cermin Dunia Kedokteran Majalah triwulan diterbitkan dengan bantuan

P.T. KALBE FARMA dipersembahkan secara cuma-cuma

Daftar isi 4

EDITORIAL

5

TOKOH KITA Suwarcljono Surjaningrat ARTIKEL

Mother and child . karya Mary Cassatt.

Alamat redaksi : Majalah CERMIN DUNIA KEDOKTERAN P.O. Box 3105 - Jakarta. Penanggung jawab dr. Oen L.H. Redaksi pelaksana dr. E.Nugroho Dewan redaksi : dr. Oen L.H, dr. E.Nugroho , dr. B.Suharro, dr. S . .Pringgoutomo Pembantu khusus : dr. SL Purwanto, dr. 8.Setiawan Ph.D. drs. J.Setijono , drs. Oka Wangsaputra, dra. Nina Gunawan. No. ijin : 151/SK/DitJen PPG/STT/1976. tgl. 3 Juli 1976.

10

MASALAH KEPENDUDUKAN DI INDONESIA

15

PERKEMBANGAN DALAM PANDANGAN TENTANG ABORTUS

18

RISIKO KEMATIAN SEHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN KONTRASEPSI DIBANDINGKAN DENGAN RISIKO KEHAMILAN/PERSALINAN

24

PENGHAMBATAN OVULASI DENGAN TABLET KONTRASEPTIP AGESTIN

26

PENGALAMAN MENGGUNAKAN AGESTIN ED

27

EFEK SAMPING PIL KONTRASEPSI DAN CARA MENGATASINYA

29

PROSTAGLANDIN

31

KEMANDULAN PADA PRIA

36

KONDOM : BAGAIMANA CARA MENGUJI KWALITASNYA ?

43

HUMOR ILMU KEDOKTERAN

44

CATATAN SINGKAT

45

RUANG PENYEGAR DAN PENAMBAH ILMU KEDOKTERAN

46

KAMI TELAH MEMBACA UNTUK ANDA: ABSTRAK—ABSTRAK

49

UNIVERSITARIA

Proses reproduksi yang dimulai dengan pertemuan dan peleburan ovum dan spermatozoa yang terus berkembang menjadi foetus dan dikeluarkannya seorang individu lengkap 40 minggu kemudian merupakan suatu peristiwa kehidupan yang sangat menakjubkan. Dewasa ini biologi telah berhasil membongkar sebagian besar rahasia yang tersimpan dalam proses alamiah ini dan pengetahuan ini telah dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh ilmu kedokteran untuk kesejahteraan manusia. Ini dapat berupa semua jenis pemeriksaan dan tindakan untuk menolong sepasang suami-isteri dalam usaha memperoleh keturunan. Akan tetapi pengetahuan tersebut dapat juga diterapkan untuk mencegah proses pembuahan atau memutus rantai proses reproduksi seperti yang kini telah dilakukan dalam pengendalian peledakan jumlah penduduk di dunia. Dalam nomor ini telah disajikan pembahasan beberapa aspek yang bertajian dengan proses pengendalian kesuburan

4

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

TOKOH KITA

Suwardjono Surjaningrat Proyek yang dipimpinnya memakan beaya 8,6 milyard rupiah tiap tahun. Meskipun di luar Departemen Kesehatan, dia ikut berkecimpung juga di dalam bidang kesehatan --- inilah Suwardjono Surjaningrat, obstetricus yang barubaru ini mendapat Bintang Mahaputra Utama (III) atas jasa-jasanya dalam mengembangkan Keluarga Berencana di lndonesia . la menjabat Ketua BKKBN Pusat (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) yang dibentuk pada tahun 1970 untuk menangani masalah koordinasi berbagai badan yang berhubungan dengan KB. Tentu ada rasa ingin tahu kita akan pribadi orang ini, orang yang diserahi suatu proyek yang oleh para ahli kependudukan di dalam maupun di luar negeri dianggap dapat menentukan nasib negara Rl dalam masalah kependudukan. Untuk itu kami telah mewawancarai Ketua BKKBN Pusat ini untuk mengetahui latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan serta pengalaman-pengalaman lainnya yang mungkin bermanfaat untuk dike tahui oleh generasi muda, untuk mencontoh yang patut dicontoh. Dalam wawancara ini juga disinggung beberapa masalah KB di lndonesia. "

Apa tidak keliru memilih saya ini " , de- "Ayah saya itu orangnya sederhana, temikian kalimat pertama yang diucapkan- tapi rasa kemanusiaannya sampai sekanya setelah kami utarakan maksud kami rang masih saya ingat. Misalnya ada seuntuk mewawancarai Ketua BKKBN Pu- orang wanita yang flatus di depan umum, sat ini. Halus dan sederhana, itulah kesan ayah saya tak segan-segan mengorbankan pertama yang dapat kami tangkap dari se- diri dengan mengaku bahwa ia yang meluruh sikap dan gerak-geriknya. Pada usia lakukannya", demikian ia mengenang 54 tahun dia masib tampak segar, sedikit ayahnya, "Itu dilakukannya untuk menogemuk. Hanya satu dua helai uban tam- long orang dari kesukaran, dan ini sering pak di antara rambutnya. diceritakan olehnya " . Prinsip kejujuran Obstetricus ini dibesarkan di Wates, juga ditekankan oleh bupati itu. Dr. Susebuah kota kecil di dekat Yogya . Ayah- wardjono masih ingat suatu kejadian pada nya, yang pada masa itu berpangkat bu- masa kecilnya : Pada suatu hari kakaknya pati Wates, banyak memberi bimbingan menemukan pisau di luar rumah. Sebagai dalam hal-bal kejiwaan dan kemanusiaan anak kecil tentu saja kakaknya sangat sedengan contoh-contoh perbuatannya. nang dengan penemuannya. Tetapi ketika

ayahnya mengetahui, kontan disuruhnya mengembalikan ke polisi karena itu bukan haknya. Sebagai bupati, turun ke desa-desa merupakan kegiatan rutin ayah dr. Suwardjono ini dan anak-anaknya sering ikut serta. Hal yang berkesan bagi Ketua BKKBN Pusat ini ialah bahwa dalam mengatasi berbagai masalah di desa, selalu pak lurah yang diberi komando oleh ayahnya: mengatasi masalab banjir, musim paceklik, bahkan mobil mogok, semua pak lurah yang menyeiesaikan. "lni memberi pengetahuan kemasyarakatan pada saya tanpa kuliah-kuliah tertentu", kata dr. Suwardjono. Ternyata pengalaman-pengalaman itu di kemudian hari mempengaruhi pelaksanaan program KB yang harus dibawanya ke desa-desa, yaitu mengikut-sertakan seluruh masyarakat dalam program, dengan bantuan dari pemimpin-pemimpin dalam masyarakat itu sendiri, pak lurah misalnya. Setelah menyelesaikan HBS sampai kelas 5, dia sempat menganggur beberapa saat karena Jepang masuk ke Indonesia dan sekolah-sekolah ditutup. Akan tetapi kemudian dr. Suwardjono dapat meneruskan sekolahnya lagi di Jakarta, di Universitas Indonesia. Di sini dia indekost pada pamannya, seorang tokoh nasional yang tentu kita kenal, Ki Hadjar Dewantoro . Tepatnya tokoh ini adalah kakak dari ayah dr. Suwardjono. Diceritakannya bahwa waktu makan bersama, Ki Hadjar sering memberi wejangan-wejangan tentang nasionalisme, tentang kemanusiaan, masalah-masalah sosial dsb. Dengan ini rasa nasionalismenya makin dipupuk. Dorongan yang diti mbulkan oleh ajaran-ajaran tersebut demikian kuat sehingga pada tahun 1945, tanpa memperdulikan studinya, dia bergabung dalam BKR (Badan Ke amanan Rakyat ). Seperti kita ketahui, dalam perkembangannya , BK R kemudian berubah menjadi TKR, TRl dan akhirnya TNI. Pada saat itu dia masih duduk di tingkat 3. Karena ikut dalam BKR, dengan sendirinya dia tak dapat terus tinggal di Jakarta, tetapi ikut berpindah-pindah bersama pasukan ke Cikampek, ke Krawang, kemudian mengungsi ke Yogya, ke Solo dsb. Meskipun terus berpindahpindah, ini tidak berarti bahwa studinya terhenti sama sekali; dia masib tetap mengikuti pelajaran-pelajaran dengan mempelajari diktat-diktat yang dipinjam Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

5

dari teman-temannya. Bila ada ujian, dia menyelundup sebentar untuk ikut ujian, kemudian bergabung dengan pasukan lagi. "Jadi sampai tingkat doktoral II saya praktis tidak ikut " kuliah , ujarnya. Selama itu dr. Suwardjono ikut menangani masalah kesehatan anggota-anggota pasukan di dalam divisinya Setelah perang fisik dengan Belanda selesai,- dr. Satrio — yang waktu itu menjabat direktur RSPAD - memanggilnya ke RSPAD untuk menyelesaikan pendidikannya sambil bekerja di situ. Maklumlah, karena waktu itu belum ada dokter-dokter-. nya, para ko-asisten juga mengerjakan pekerjaan dokter. Di samping itu, mulai tahun 1951 dia, sambil mengikuti.kuliah bekerja juga sebagai asisten di Bagian Kebidanan. "Ini karena tak ada yang mau bekerja di bagian itu", tambahnya. Pada tahun 1954 selesailah pendidikannya sebagai dokter umum dan brevet ahli kebidanan berhasil diraihnya pada tahun 1957. Tokoh-tokoh kebidanan yang sempat ikut membimbingnya termasuk : dr. lmam Sujudi, Prof. Sarwono, Prof. Hanifah, dr. Goelam, Prof. Joedono dll. Karier dr. Suwardjono di bidang Keluarga Berencana dimulai pada tahun 1962, ketika ia ditawari untuk melanjutkan studi di Amerika. Sebagai klinikus, dipilihnya bidang infertility & contraseptive research. Di Amerika, sebagian besar studinya dilakukannya di Margaret Sanger Research Bureau , tetapi dia pernah juga mengikuti pendidikan di beberapa universitas terkenal seperti Columbia University, Harvard University, Johns Hopkins dll meskipun masing-masing cuma satu dua bulan. Dari Amerika, sebelum pulang dia sempat mampir ke Jepang untuk membeli sendiri alat-alat konn-asepsi : sampoon, diafragma dll. Karena pada saat itu pemakai kontrasepsi terbatas sekali jumlahnya, persediaan alat-alat tersebut sampai sekarang masih ada sisanya di gudang dan tidak terpakai karena telah tersusul olch alat kontrasepsi lain yang lebih populcr yaitu pil dan kondom. Setelah kembali di Indonesia, dr. Satrio memberi pesan untuk mengembangkan KB di divisi Siliwangi, tetapi jangan banyak omong-omong, "silent operation", karena waktu itu Bung Karno tidak setuju dengan ide KB. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1967, usaha pengembangan KB mulai dilakukan dengan terang-terangan. Dengan bekerja-sama dengan UNPAD, diselenggarakan simposium KB (Family Planning) yang pertama di lndonesia. Pada tahun itu juga dr. Suwardjono ditugaskan untuk membentuk Lembaga Keluarga Berencana ABRI (LKB ABRI). Di samping itu dia juga bekcrja sebagai part-timer di LKBN (waktu itu belum ada BKKBN). Setelah BKKBN terbentuk pada tahun 1970, diputuskan bahwa LKB ABRI mengikuti BKKBN, dan dia diangkat sebagai Ketua BKKBN Pusat. "Waktu saya diserahi tugas-tugas itu, saya terima bukan tanpa keragu-raguan mengingat bidangnya yang begitu luas. Tetapi karena ini tugas, saya jalankan", ujarnya mengenang saat permulaan kariernya sebagai Ketua BKKBN. Awal kegiatan di BKKBN Tentang tindakan-tindakannya segera setelah diangkat sebagai Ketua BKKBN, dr. Suwardjono mengisahkan sebagai berikut :"Mula-mula saya pikirkan apa yang menyebabkan suatu program sering macet. Menurut saya, pertama karena aparaturnya yang kurang baik. Oleh sebab itu saya pusatkan perhatian pada pembinaan aparatur tersebut. Tetapi program sering tak 6

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

dapat dikuasai karena tak adanya reporting system". Demikianlah maka waktu US AID (US Agency for International Development) memberi tawaran untuk membantu melakukan riset, dr. Suwardjono segera meminta pengembangan sistem laporan/ reporting system. Usaha-usaha yang dirintisnya itu kini membawa hasil yang sangat memuaskan, dan sistem laporan terse but boleh dikatakan paling berhasil dikembangkan. Dalam waktu singkat 95 % dari semua laporan dapat masuk setiap bulan, padahal sebelumnya tak bisa. Bagaimana hal tersebut dapat dilaksanakan? "Kuncinya ialah karena ada guidance, ada form yang jelas dan sederhana, sehingga tidak terlalu memberatkan petugas-petugasnya " , demikian jawabnya, , dan ditam. bahkannya. "Dalam hal ini pembantu-pembantu saya banyak jasanya". Selama wawancara ini dr. Suwardjono berkali-kali menekankan pentingnya sistem laporan yang baik. Sebagai dokter militer, pengalamannya di lapangan selama bertahun-tahun di tahun 1945 menunjukkan bahwa penguasaan wilayah tidak mungkin berhasil tanpa laporan yang baik. Konsep penguasaan wilayah ini, yang sebenarnya merupakan konsep militer, diterapkannya dalam pelaksanaan program KB. "Kalau tak ada reporting system yang baik, tidak ada kontrol, kita laporan asal babe senang saja", ujarnya. Dcngan semakin banyaknya Iaporan yang harus diolah dan semakin luasnya daerah yang digarap, pengolahan laporan dengan sendirinya jadi makin rumit. Kim di seluruh Indonesia ada 31.888 Tenaga Pembantu Pembina KB Desa, 6595 orang petugas lapangan, 3620 klinik KB, dan sarana pelayanan KB lainnya yang secara langsung maupun tak langsung memheri laporan untuk diolah. Ini merupakan behan yang amat berat bila harus diolah tanpa bantuan komputer. Akan tetapi kalau membeli komputer sendiri, dalam waktu singkat katakanlah dua atau tiga tahun - komputcr itu sudah tidak up-todate lagi karena ada yang baru atau karena data/laporan yang dimasukkan terlalu banyak. Untuk menghindarkan hal tersehut, diputuskan bahwa BKKBN tidak membeli komputer sen-

SARANA PROGRAM Sarana K.I.E. (Komunikasi, lnformasi & Edukasi) 221 2618 116 1 347 6595 5490 2130 1260 3360

1. Mobil Unit Penerangan KB 2. Team Penerangan KB Kecamatan 3. Pengawas PLKB 4. Pemimpin Kelompok PLKB 5. PLKB (Petugas Lapangan) 6. Tenaga Guru Kependudukan SD S.M.P. S.M.A. Luar sekolah 7. Perpustakaan Jaringan Nasional lnformasi & Dokumentasi Bidang KBK

217

Sarana Pelayanan KB 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Rumah Sakit Post Partum Klinik K.B. Team Medis Keliling Dokter Praktek Swasta Tenaga Pembantu Pembina KB Desa Sarana komersil

± ±

148 3620 2113 7000 31888 50000

diri, tetapi mengontrak perusahaan pengolahan data. Sekarang laporan-laporan tersebut diolah di Pansystem. Dengan dipergunakannya komputer ini, selain pengolahan laporan dapat dilakukan dengan cepat, laporan-laporan juga dapat dicheck dengan mudah. Bila ada laporan yang agak aneh, kita dapat mencheck kebenarannya. Dengan semakin mantapnya sistem laporan, komputer kemudian dibebani juga dengan masalah logistik, dan akhir-akhir ini juga dengan masalah keuangan (finance). Tentang pembebanan komputer ini dr. Suwardjono mengatakan :"Kita katakan boleh membebani komputer, tetapi harus hati-hati. Jangan sampai overloaded, nanti bisa ambruk". Jadi sekarang sistem laporan telah mencakup pelayanan klinik (clinical services), logistik (supply IUD, Pil dll) dan keuangan. (Tentang penggunaan komputer tersebut, Prof. R.Freedman dari University of Michigan dan B.Berelson dari the Population Council memberi komentar seperti tercantum pada catatan-kaki di bawah ini – RED.) Sehubungan dengan sistem laporan tersebut, seorang petugas lapangan tidak hanya ditugaskan untuk membuat registrasi saja, tetapi yang penting juga membuat peta dari padukuhan atau desanya. Peta ini penting artinya untuk penguasaan wilayah, karena dengan membuat peta itu mereka akan tahu "ini bu Wiryo, ini bu Karyo, ini pakai pil, itu pakai IUD, daerah ini masih kosong - jadi masih harus digarap. Bila kita melihat masih banyak yang pakai pil, dapat dilihat apakah continuation rate cukup baik atau tidak", demikian ditegaskannya.

Dasar pendekatan program KB BKKBN BKKBN, sebagai koordinator, tidak mempunyai klinik sama sekali, tidak memberikan pelayanan klinik secara langsung. Tugasnya ialah membentuk intergrated planning; koordinasi dan implementasi. lni berarti bahwa semua instansi, para pejabat dan petugas yang dikoordinasi olehnya harus ikut bertanggungjawab dalam segala hal, termasuk perencanaan dan pelaksanaannya. Oleh dr. Suwardjono ini justru dianggap sebagai kuncinya. "Prinsip ini kita pegang teguh dan menjadi dasar falsafah pendekatannya", demikian dikatakannya. Untuk menanamkan rasa tanggung jawab itu diperlukan persuasi dan komunikasi yang baik, sehingga terjalin suatu team kerja yang kompak. "Yang penting koordinator jangan sok mau menonjol, make evervbody important. Jangan mematikan inisiatif orang lain", ujarnya. Meskipun prinsip tersebut terus didengung-dengungkan olehnya, diakuinya bahwa pada permulaan sukar menyuruh orang agar tidak menonjolkan diri, tetapi ,

"

Di antara negara-negara besar di Asia, Indonesia mempunyai keunikan bahwa ia mcmiliki catatan dari 10 perscn sampte akscptor klinik yang disimpan di datam komputer di Jakarta. File ini tidak hanya dipergunakan untuk mcmpelajari sifat-sifat akseptor, tetapi juga sebagai basis untuk mcngambit samplc akscptor dalam penclitian follow-up untuk mencheck kebenaran laporan ktinik, crate ontiua dan prcgnancy rate. Bahwa informasi ini dapat mengalir dari dcsa-desa ke ibukota dan kemudian kembali lagi ke tingkat administrasi yang tebih rcndah untuk dievaluasi, mcrupakan indikasi dari efisicnsi administrasi." FREEDMAN R. : Professor of Sociology and Associate Director,

Population Studies Center, University of Michigan BERELSON B. : President Emeritus . The Population Council

lama-kelamaan berhasil juga. Ditegaskannya bahwa BKKBN hanya bisa berhasil bila instansi-instansi lain berhasil, bila PKB1 berhasil, bila Dep.Kes berhasil dan seterusriya. Falsafah ini sebenarnya diwarisi oleh Ketua BKKBN ini dari Ki Hadjar Dewantoro yang menganjurkan Tut Wuri Handayani :"Jika mau menghasilkan sesuatu, harus pandai membangun aspirasi. Mula-mula kita memberi contoh yang baik di depan; tetapi bila orang-orang yang diajak sudah mau ikut serta, kita harus mendorongnya dari belakang. Jangan terus mau di depan saja". Sasaran program KB terutama ditujukan kepada masyarakat desa, karena disitulah 70 persen rakyat lndonesia berada. Mengingat situasi dan kondisi di desa-desa, di mana "seorang ibu yang diajak bicara tentang KB hanya tertawa-tawa saja karena tidak mengerti", program nasional ini tidak,akan berhasil kalau tidak dilakukan mobilisasi total, artinya menggunakan seluruh fasilitas dan aparatur yang ada. Sebagai contoh, tak mungkin mengharapkan. ibu-ibu untuk datang sendiri ke klinik KB, apalagi bila harus menempuh jarak yang cukup jauh. Menurut survey BKKBN, sebuah klinik yang terletak 20 km jauhnya dari tempat tinggal penduduk boleh mengharapkan untuk tidak dikunjungi. "Mengeluarkan 50 rupiah untuk membayar SPP saja ada yang tidak mampu, apalagi untuk membayar ongkos naik kendaraan ke klinik", kata dr. Suwardjono, "Jadi kita harus turun", sambungnya. Dalam keadaan inilah jasa pak lurah dapat dimanfaatkan; Pil KB dapat diserahkan padanya untuk dibagi-bagikan olehnya setiap bulan. Tctapi harus diingat juga bahwa pak lurah mempunyai atasan, yaitu camat dan di atas camat masih ada bupati dan gubernur. Oleh sebab itu bukan hanya pak lurah yang harus diberi tanggung jawab, tetapi semua aparatur tersebut, termasuk bupati dan gubernur. Tanggungjawab yang demikian itu telah berhasil dituangkan dalam suatu keputusan Presiden, yaitu KEPPRES No. 33 tahun 1972. Dengan demikian BKKBN benar-benar keluar dari klinik dan berfungsi sebagai koordinator. Tentang masyarakat desa, dr. Suwardjono mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat desa itu masyarakat yang sederhana. Mereka tidak selalu mengharapkan balas jasa berupa uang; dengan penghargaaan yang layak mereka sudah bersedia bekerja giat. Contohnya, untuk mengikutsertakan dukundukun dalam program KB, mereka diminta memegangi kaki pasien waktu pemasangan IUD. Dengan ini saja mereka sudah bangga karena seolah-olah diberi tanggung jawab. Demikian juga, dalam pembangunan pos KB di desa, pemimpin-pemimpin desa itu se.ndiri diberi kebebasan untuk menentukan letak pos KB itu asal sesuai dengan rencana. lni memberi gambaran bahwa pemerintah memberi tanggung jawab kepada mereka dan secara tak langsung berarti memberi penghargaan dan kepercayaan. Dalam situasi demikian keluarlah bermacam-macam inisiatif dari mereka. Pos KB yang dirasakan sebagai milik masyarakat desa itu sendiri diberi nama menurut pilihan mereka sendiri, sehingga ada yang bernama pos KB Beo, ada yang memilih pos KB Kutilang; untuk daerah penghasil bunga mereka menamakan pos KB Mawar, pos KB Melati dsb. Di Yogya, mereka memilih nama Apsari, artinya akseptor lestari. "Ini kita biarkan saja, sehingga mereka tidak merasa didikte", demikian dikatakannya. Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

7

Penilaian program KB BKKBN kim telah berusia tujuh tahun. Program-program secara bertahap telah dilaksanakan. Sekarang masalahnya bagaimana hasil program KB tersebut dinilai? Apakah cukup dengan mengumumkan target yang dicapai? Tentang persoalan ini dr. Suwardjono menerangkan :"Memang dahulu banyak daerah yang masih target-oriented. Tetapi sekarang dengan tekun kita terangkan bahwa yang penting ialah protection terhadap pasangan-pasangan yang subur (eligible couples), jadi bukan banyaknya pil atau kondom yang berhasil kita bagibagikan. Jadi yang penting ialah sampai berapa jauh angka kelahiran dapat kita tekan". Data tentang angka kelahiran ini sudah dicoba untuk dimasukkan dalam sistem laporan yang ada. Yang jelas, berdasarkan Survey Penduduk Antar Sensus yang diselenggarakan oleh Biro Pusat Statistik dan World Fertility Survey diperkirakan bahwa pada tahun 1976 Angka Kelahiran Kasar (Crude birth rate) untuk Jawa Bali telah berada pada tingkat rata-rata 34 - 36 perseribu dibandingkan dengan perkiraan tahun 1970-1971 sebesar 43 - 44 perseribu. Jadi turun dengan kurang lebih 8 - 9 angka atau sekitar 15 persen. Penurunan terbesar terdapat di Jawa Timur dan Bali. Di Jawa Timur, dari 36 turun menjadi 30; sedangkan di Bali dari 42 turun menjadi 28 atau penurunan sebesar 33,3 persen (Lihat Tabel yang memuat Angka Kelahiran Kasar untuk Jawa dan Bali). Angka tersebut sempat mengejutkan kalangan ahli ke pendudukan di luar negeri. Seperti kita ketahui, tujuan demografi dalam program KB ini mentargetkan penurunan tingkat fertilitas sebesar 50 persen pada tahun 2000 dibandingkan de " ngan tahun 1971. Tetapi kalau melibat gejala-gejala ini, kalau semua desa digarap dengan cara sebaik ini, maka mungkin se belum tahnn 2000 sudah turun dengan 50 persen, khususnya untuk daerah Jawa Bali dan beberapa daerah lain seperti Sulawesi Utara, Sumatera Utara dan mungkin propinsi-propinsi lain".

Perbandingan Angka Kelahiran Kasar menurut Sensus 71 dan Supas 76.

Sensus 71 1 967 - 71 Supas 76 1 976

DKI Jkt

Jabar

Jateng

Dl Yogya

Jatim

Bati

43

44

38

32

36

42

39/40

40

32

30

30

28

Sumber : Fertility and family planning in Java and Bali, based on the 1976 Java Bali Fertility survey and other sources, by Jeanne Cairns Sinquefield and Bambang Sungkono.

Perbandingan Total Fertility Rate menurut Sensus 71 dan Supas 76. DKI Jkt

Jabar

Jateng

DI Yogya

Jatim

Bali

Sensus 71 1967 - 70

5,12

5,87

5,27

4,69

4,65

5,83

Supas 76 1976

4,54

5,34

4,41

4,44

3,92

3,84

Sumber : Fertility and family planning in Java and Bali, based on the 1976 Java Bali Fertility survey and other sources, by Jeanne Cairns Sinquefield and Bambang Sungkono.

8

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

Meskipun tujuan akhir dari program KB ialah turunnya angka kelahiran, secara tak langsung program itu juga ditujukan agar ide KB itu membudaya di dalam masyarakat, sehingga di masa mendatang masyarakat menganggap bahwa program itu bukan berasal dari pemerintah atau instansi lain, tetapi dari masyarakat sendiri : program masyarakat, dari masyarakat, untuk masyarakat. Perlu diingatkan di sini bahwa yang dimaksud dengan masyarakat di sini adalah seluruh rakyat lndonesia, seluruh instansi pemerintah maupun swasta, termasuk dokter-dokter. Dengan demikian diharapkan bahwa nanti akan ada semacam kewajiban moril (moral obligation) untuk menjalankan KB; kalau tidak ikut KB dan hanyak anak merasa malu sendiri. "Tetapi jangan menanyakan anak saya berapa", kata Ketua BKKBN ini sambil tertawa, "Anak saya lima. Ini contoh je lek,contoh untuk tidak ditiru. Sudah terlanjur !". Agar lebih jelas, kami tanyakan apakah yang dimaksud dengan melembagakan/membudayakan KB di masyarakat pada Ketua BKKBN ini. la menerangkan bahwa ini berarti harus diusahakan agar semua orang selalu ingat akan ide KB, agar norma keluarga kecil yang sejahtera dan bahagia (a small and happy family) membudaya di dalam masyarakat. Semua instansi pemerintah dan swasta harus ikut membantu pengembangan ide tersebut. Misalnya Departcmen P dan K ikut serta dengan memberikan population education di sekolah-sekolah. Sistemnya tidak perlu merupakan matapelajaran tersendiri. tetapi dimasukkan dalam matapelajaran lain. Ini sudah mulai digarap, bahkan sekarang madrasah-madrasah juga sudah mulai digarap. Departemen Nakertranskop, melalui DirJen Transmigrasi, juga dapat membantu program KB dengan menyediakan pelayanan KB bagi ibu-ibu yang akan di transmigrasikan, misalnya dengan memasang IUD lebih dahulu. Bantuan Departemen Keuangan dapat berupa pembebasan import pil kontrasepsi dari bea masuk dan pajak-pajak lain. Pabrik obat/industri farmasi dan apotik juga dapat banyak membantu bila mau menjual pil kontrasepsi dengan mengambil untung sekeeil mungkin. "Ada pil kontrasepsi yang dari pabriknya harganya 75 rupiah, tetapi setelah lewat pedagang besar farmasi dan apotik barganya jadi 300 rupiah. lni menunjukkan bahwa ide KB belum benar-benar membudaya", demikian ditegaskannya. Dokter partikelirpun harus lebih banyak mengambil bagian dalam program ini, misalnya dengan menarik honorarium serendah-rendahnya untuk pemasangan IUD dan konsultasi yang berhubungan dengan KB. Akhirnya aparatur universitas yang melakukan riset atau membuat program yang berhubungan dengan KB juga tak lupa disinggungnya :"Jangan semuanya mau mengerjakan tetapi beayanya harus dari BKKBN. Yang tidak perlu beaya, mereka minta beaya. Itu tidak boleh. ltu juga tanda bahwa ide ini belum membudaya", katanya. Meskipun demikian, kalau program yang direncanakan itu dirasakan benar-benar akan bermanfaat bagi generasi yang akan datang, Ketua BKKBN ini tidak segansegan membantu. Kalau mereka membutuhkan mini-komputer, BKKBN akan memberikannya, dan "saya tidak akan berkata : ini kita beri, tetapi ini milik BKKBN. Beri ya beri. Kalau sudah diberi, akan ada semacam kewajiban moril untuk melaksanakan sebaik-baiknya dan untuk selanjutnya mereka tidak akan minta ini, minta itu lagi".

Di desa-desa, proses pembudayaan tadi mulai menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Sebagai contoh, di Bali mula-mula hanya ada 50 Banjar (pada tahun 1974), tetapi pada akhir tahun 1976 sudah seluruhnya atau 3608 Banjar mempunyai program KB yang dikelola oleh masyarakat sendiri. Di Jawa Timur mulai tumbuh kelompok-kelompok akseptor/ paguyuban KB yang ditangani oleh para peserta KB sendiri. Hal serupa juga sedang berkembang di daerah-daerah lain di Jawa dan di beberapa propinsi di luar Jawa. Di daerah semacam itu, di mana masyarakat mulai merasa memiliki program KB sendiri, dinamika masyarakat mulai kelihatan menjurus kepada usaha memenuhi kebutuhan untuk mencapai masyarakat bahagia dan sejahtera dengan usaha-usaha dalam bidangbidang lain, seperti kesehatan, gizi, masak memasak, menyajikan makanan sehat, anyam menganyam, jahit-menjahit dsb. Tetapi pada fase yang lebih tinggi lagi, kegiatan kelompok akan mulai hilang, sehingga kegigtan KB menjadi sesuatu yang wajar dan melembaga dalam kelompok keluarga masing-masing; Pada fase itu seakan-akan usaha KB tidak ada sama sekali, tetapi sebenarnya hampir setiap pasangan telah menjadi peserta KB yang ideal. Contohnya di Jepang. . Beralih ke masalah lain, kami tanyakan masalah yang sering diperdebatkan dalam pembicaraan sehari-hari, yaitu : bila KB berhasil di kalangan golongan yang mampu dan terdidik, sedang pada golongan petani dan golongan yang kurang pandai tidak berhasil, apakah nanti tidak ada kepincangan karena golongan yang kurang pandai makin lama makin besar ? Dia menjawab bahwa faktanya tidak demikian :"Di Jawa Bali 88,44 % akseptor berpendidikan. SD ke bawah, sedang diluar Jawa Bali angka tersebut adalah 80,10 %. Di Jawa Bali 73,47 % akseptor berasal dari keluarga petani, buruh, nelayan & tidak bekerja. Di samping itu juga sudah ada tanda-tanda adanya pergeseran akseptor ke golongan usia yang lebih muda (younger age group). Itu semua merupakan tanda-tanda yang baik. Fakta tersebut kadang-kadang dilupakan orang", demikian dikatakannya. Di samping itu yang penting program KB jangan diartikan sebagai pembatasan jumlah populasi yang kurang terdidik atau golongan yang kurang mampu saja, karena "kita justru membantu keluarga-keluarga tersebut. Dengan pengurangan jumlah anak, mereka akan dapat menyekolahkan anakanaknya". Dengan demikian anak akan merupakan modal/kapital untuk maju, bukan untuk statis. Ciri-ciri peserta KB

Peserta Baru menurut metode Tahun

Jumlah

% Pil

% I UD

% % Kondom Vag.

% Lain

1969/1970

53.103

27,2

54,9

-

-

17,9

1 970/1971

181.059

44,1

42,2

-

-

13,7

1 971/1972

519.330

54,3

40,9

3,1

1,7

-

1972/1973

1.078.889

56,3

35,2

7,2

1,3

-

1973/1974

1.369.077

62,6

21,4

15,4

0,6

-

1974/1975*

1.592.891

68,3

11,7

18,9

0,2

0,9

1975/1976*

1.966.585

67,7

12,8

18,2

0,1

1,3

1 976/1977*

2.212.790

66,9

18,1

12,6

0,1

2,3

Jum1ah

8.973.724

64,0

20,4

14,2

0,4

1,0

Peserta lestari pada 31 Maret 1977.

Propinsi

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Ba1i D.I. Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Lampung Nusa Tenggara Barat Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Selatan

Jumlah P.U.S. 1977.

Peserta testari Maret 77

965.042 4.140.528

144.035 783.187

3.875.541 387.282 4.719.772 351.401 367.432 1.034.288 449.623 605.971 556.013 392.585 343.457 311.845 248.515 895.527

766.342 73.763 1.594.335 124.661 16.751 68.305 24.600 30.876 26.539 20.115 12.539 23.136 44.703 55.004

Peserta lestari per 100 wanita menikah. 14,93 18,92 19,77 19,05 33,78 35,48 4,56 6,60 5,47 5,10 4,77 5,12 3,65 7,42 17,99 6,14

yang sedang dibangun. Beberapa pekerja bangunan masih mengerjakan bagian-bagian dari gedung tersebut, sedang yang lain mungkin telah pulang. Mungkin mereka tak pernah menyadari bahwa di gedung BKKBN ini, tak jauh dari tempat mereka bekerja, pejabat-pejabat BKKBN tengah memikirkan kehidupan mereka - kaum buruh, petam & nelayan - agar tambahan penghasilan mereka tidak habis tertelan pertambahan anak. Dan kamipun meminta diri pada Ketua BKKBN ini. (dr. E. Nugroho)

Jawa Bali Rata-rata umur Rata-rata paritas (anak hidup)

Luar Jawa Bali

26,95 tahun

34,26 tahun

2,62 anak

5,29 anak

Pendidikan (tamat SD kebawah)

88,44 %

80,10 %

Suami peserta dengan pekerjaan petani, buruh, nelayan & tidak bekerja.

73,47 %

61,82 %

Peserta denpan 3 orang anak yang tidak menginginkan anak lagi.

17,92 %

16,71 %

Tanpa terasa jam menunjukkan jam setengah lima sore. Matahari telah condong ke barat dan sinarnya menembus jendela kaca kamar kerja dr. Suwardjono ini. Lewat jendela itu, tepat di sebelah gedung BKKBN ini, tampak bangunan bertingkat

Tahukah anda bahwa ................................ ? Clonidine adalah suatu obat hipertensi. Penghcntian mcndadak pcnggunaan clonidine yang tclah bcrjalan lama dapat mcnimbulkan suatu rejala putus obat (abstinence syndrome) berupa peningkatan tekanan dxrah yang cukup berbahaya. Kematian karena hypertensive encephalopathy telah dilaporkan akibat penghentian mendadak obat ini. Gejala yang menonjot adalah gelisah dun cemas, dapat juga discrtai gejala lain seperti sakit kepala, sakit perut, enek dan muntah-muntah. Gejala itu discbabkan aktifitas yang berlehihan dari sistem saraf simpatis dan ini terbukti dari meningkatnya kadar katekholamin datam darah dan urine. New Engl J Med 293: 1179-1180, 1975

Cermin Dunia Kedokteran No. 10. 1977

9

MASALAH KEPENDUDUKAN DI INDONESIA * Apabila kita perhatikan secara saksama, maka masalah kependudukan di Indonesia ditandai oleh beberapa ciri (karakteristik) : 1. Besar dan cepatnya laju perkembangan penduduk.

Seperti halnya negara-negara lain terutama negara-negara yang sedang berkembang, maka lndonesia 'pada akhir abad ke-20 ini tidak luput dari gejala duma yaitu "Peledakan Penduduk" (Population explosion). Berdasarkan sensus penduduk 1961, lndonesia berpenduduk lebih kurang 97 juta jiwa dan jumlah im meningkat menjadi 119,2 juta pada tahun 1971. Bilamana tingkat pertambahan penduduknya tetap berada pada taraf yang tinggi (di atas 2% per tahun), maka dalam tahun 2001 penduduk lndonesia akan menjadi tiga kali lipat jumlah pada tahun 1961. Ditinjau dari segi besarnya jumlah penduduk di dunia, maka lndonesia menempati kedudukan nomor lima sesudah RRC, India, Uni Sovyet dan USA. Tingkat perkembangan penduduk disekitar tahun 1960 adalah sebesar lebih kurang 2,52% per tahun sebagai selisih tingkat kelahiran kasar sehesar 4,76% per tahun dan tingkat kematian sebesar 2,24% per tahun. Cepatnya perkembangan penduduk ini disamping disehabkan oleh tingginya tingkat kelahiran, juga disebabkan oleh menurunnya tingkat kematian. Kalau tingkat kematian kasar pada masa scbelum Perang Dunia 11 adalah lebih kurang 3% per menur tahun, maka pada sekitar tahun 1960 angka tersebut inenjadi 2,24%. Demikian pula harapan hidup rata-rata (life expectancy at birth) pada semua tingkat umur telah meningkat. Kalau pada tahun 1940 harapan hidup rata-rata adalah 32,5 tahun, maka pada sekitar tahun 1960 telah meningkat menjadi 42,5 tahun. Peningkatan harapan hidup rata-rata disebabkan oleh turunnya tingkat kematian bayi dari sekitar 30% per tahun pada masa sebelum Perang Dunia 11 menjadi kira-kira 17,5% pada sekitar tahun 1960. Dengan proyeksi tinggi atau tanpa penurunan fertilitas, menurut asumsi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi U.I. pada tahun 1981 jumlah penduduk meningkat menjadi lebih kurang 161 juta dan pada tahun 2001 meningkat lagi menjadi lebih kurang 280 juta atau tiga kali lipat penduduk tahun 1961. *

10

Pusat Jaringan Nasional Informasi dan Dokumentasi Bidang Keluarga Berencana dan Kependudukan-BKKBN.

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

Tingkat kelahiran kasar pada tahun 2001 diperkirakan sebesar 4,65% (proyeksi tinggi), sedangkan tingkat kematian kasar scbcsar 1,65% (proyeksi tinggi). Jika tidak diambil langkah-langkah yang menyeluruh untuk mempraktekkan Keluarga Berencana, maka dapat diperkirakan bahwa tingkat dan pola kelahiran di lndonesia akan secara konstan berada pada taraf yang tinggi. 2. Penyebaran penduduk yang tidak merata.

Kenyataan menunjukkan bahwa penyebaran penduduk tidak seimbang antara daerah (pulau) yang satu dengan daerah (pulau) yang lain. Sebanyak 76,1 juta penduduk atau 63,8% dari seluruh penduduk lndonesia menetap di Pulau Jawa dan Madura, yang luas wilayahnya hanya meliputi 6,6% dari seluruh luas wilayah lndonesia. Keadaan ini menimbulkan perbedaan yang besar pada tingkat kepadatan penduduk antara berbagai daerah (pulau). Sebagai contoh, kepadatan penduduk di Jawa dan Madura berkisar pada angka 565 orang per km 2 , Bali sebesar 377 orang per km2, Sumatera 38 orang per km 2 , Kalimantan 9 orang per km 2 , Sulawesi 37 orang per km 2 , sedangkan lrian Jaya hanya mempunyai kepadatan penduduk sebesar 2 orang per km 2 . 3. Komposisi penduduk menurut umur dan kelamin.

Ditinjau dari segi komposisi umur, maka tingkat fertilitas yang tinggi membawa akibat-akibat yang cukup gawat. Apabila kita perhatikan komposisi penduduk Indonesia menurut golongan umur dan kelamin, maka penduduk dari golongan umur 0 - 14 tahun berjumlah 44,1% , golongan umur 15 - 64 tahun 53,4%, dan golongan umur 65 tahun keatas 2,5%. Banyaknya penduduk pada ketiga kelompok umur ini sangat besar artinya bagi kchidupan masyarakat karena mereka yang berumur di bawah 15 tahun merupakan golongan yang belum produktip. Mereka yang produktip adalah dari golongan umur-kerja (15 - 64 tahun). Dari prosentase tersebut dapat disimpulkan, bahwa beban ketergantungan untuk lndonesia besarnya adalah 87,3. Ini berarti bahwa ditinjau dari segi umur, di antara setiap 100 orang yang potensiil produktip terdapat 87,3 orang yang nafkahnya tergantung dari 100 orang tersebut. Jika tingkat fertilitas tetap berada pada taraf yang tinggi, maka proporsi anak-anak di bawah umur 15 tahun akan memngkat pada akhir abad ini menjadi 45,1%. Sebaliknya

kalau tingkat fertilitas menurun seperti pada proyeksi rendah (asumsi Dr. lskandar - Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi U.I .), maka proporsi ini menurun menjadi 33,3%. Besarnya proporsi ini sangat menentukan potensi produksi nasional dan beban pemeliharaan pendidikan, pemeliharaan kesehatan serta pemeliharaan fasilitas-fasilitas sosial lainnya. Tentang perbandingan jumlah pria dan wanita, sensus tahun 1971 menunjukkan angka yang lebih besar untuk wanita dibandingkan dengan pria, yaitu 100 orang wanita terhadap 96,8 pria. Menurut sensus 1961 jumlah wanita usia subur (dari golongan umur 15 - 44 tahun) adalah sebesar 22,3 juta atau 22,6% dari seluruh masyarakat wanita. Jumlah ini meningkat menjadi 26,5 juta pada tahun 1971. Angka-angka ini menunjukkan suatu potensi perkembangan penduduk yang tinggi. 4. Arus urbanisasi yang tinggi. Sebab dari pada urbanisasi belumlah jelas, akan tetapi salah satu di antaranya adalah keinginan di kalangan orangorang di daerah pedesaan untuk mengadu nasib dan mengejar kemungkinan kehidupan yang lebih baik di kota-kota besar. Merosotnya tingkat hidup akibat relatip tingginya tingkat kelahiran di daerah pedesaan terutama disebabkan oleh menurunnya luas tanah garapan per kapita (land-man ratio) di sektor pertanian. lni merupakan salah satu pendorong yang menyebabkan sebagian penduduk daerah pedesaan pindah kekota-kota besar guna mengejar kehidupan ya.ng lebih baik. Adanya arus perpindahan ini menyebabkan cepatnya perkembangan penduduk di daerah perkotaan. Cepatnya perkembangan penduduk di daerah perkotaan selain disebabkan oleh urbanisasi, juga disebabkan tinggiuya pertambahan alami penduduk daerah perkotaan itu sendiri. Sebagai contoh, kalau antara tahun 1920 - 1930 jumlah penduduk secara keseluruhan meningkat 23%, maka penduduk daerah perkotaan meningkat 55%. Begitu pula pada periodeperiode berikutnya prosentase peningkatan adalah 60 dibandingkan dengan 75,5 untuk 1930 - 1961 dan 21 dibandingkan dengan 57 untuk 1961 - 1971. Berdasarkan angka-angka tersebut di atas dapatlah dikemukakan, bahwa hampir 1/3 dari jumlah pertambahan penduduk Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir ini (1961 1971) ditampung oleh daerah perkotaan. Di antara kota-kota besar di Indonesia yang kecepatan pertambahan penduduknya memperlihatkan angka-angka yang menyolok pada periode 1961 - 1971 adalah pertama Jakarta yaitu sebesar lebih kurang 5,3% per tahun, kemudian menyusul Surabaya sebesar lebih kurang 5,0%, Bandung sebesar 2,3%. Khusus untuk Jakarta dapat ditambahkan, bahwa penduduk daerah ini pada tahun 1961 berjumlah 2.907.000 dan pada tahun 1971 meningkat menjadi 4.576.000 jiwa. Ini berarti bahwa dalam jangka waktu 10 tahun pertambahan penduduk daerah ini bergerak rata-rata 6,5% setiap tahun. Dengan memperhatikan data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa perkembangan penduduk di daerah perkotaan di Indonesia lebih cepat dari pada perkembangan penduduk

secara keseluruhan. Kenyataan ini menunjukkan betapa besarnya arus urbanisasi ke kota-kota besar.

IMPLIKASI FAKTOR KEPENDUDUKAN Perkembangan penduduk yang cepat mempunyai implikasi pada berbagai bidang seperti tenaga kerja, pendidikan, kesehatan, pangan, perumahan dan lain-lain. Bertambahnya penduduk dengan cepat mengakibatkan tekanan pada sektor penyediaan fasilitas pada masing-masing bidang tersebut, baik kwantitatip maupun kwalitatip. Mengingat kemampuan kita yang masih sangat terbatas terutama di segi sumber-sumber pembiayaan, maka perlu diadakan Keluarga Berencana guna memperlambat laju perkembangan penduduk ini. Dengan berhasilnya Keluarga Berencana memperlambat laju perkembangan penduduk, maka biaya-biaya yang sedianya diperuntukkan penyediaan fasilitas guna mengejar kebutuhan masyarakat yang meningkat akibat cepatnya perkembangan penduduk itu, dapat di-realokasikan untuk kepentingan-kepentingan lainnya atau untuk menaikkan kwalitas dari pada fasilitas-fasilitas tersebut. Perbaikan dalam bidangbidang tersebut secara kwantitatip maupun kwalitatip, terutama bidang pendidikan dan kesehatan, merupakan human investment yang kelak akan menghasilkan generasi pembangunan yang berkwalitas tinggi baik fisik maupun mentalspirituil. Hanya dengan potensi bangsa yang memenuhi persyaratan kesehatan, kecerdasan, kemampuan, rasa tanggung jawab serta semangat pengabdian yang tinggi-lah akselerasi pembangunan dan modernisasi dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga makin dekat-lah kita pada cita-cita suatu bangsa yang tertib, percaya atas kemampuan sendiri (self reliance) dan terhormat dimata dunia internasional. 1. Masalah tenaga kerja. Akibat tingkat fertilitas yang tinggi maka sebagian penduduk menjadi terlalu muda untuk masuk angkatan kerja, sehingga pertambahan penduduk ini hanya meningkatkan potensi tenaga kerja secara kurang proporsionil. Hal ini kurang menguntungkan usaha pembangunan karena golongan muda ini merupakan beban. Pengeluaran konsumsi yang tinggi oleh golongan bukan tenaga kerja ini akan membatasi tabungan, baik tabungan yang dilakukan oleh Pemerintah maupun Swasta. Hal ini berarti mengurangi kemampuan untuk mengadakan investasi guna mempertinggi kapasitas produksi, sehingga menghambat pula perluasan kesempatan kerja. 2. Masalah pendidikan. Jika tingkat fertilitas tetap tinggi, maka proporsi anakanak di bawah umur 15 tahun akan meningkat terus dan:pada tahun 2001 akan mencapai proporsi sebesar 45,1%. Besarnya proporsi ini membawa akibat-akibat yang gawat terutama di bidang pendidikan. Seperti kita ketahui pendidikan adalah kunci daripada kemajuan. Melalui pendidikan akan dapat dipercepat penemuan teknologi baru sehingga mendorong proses pembangunan. Di samping itu pendidikan mempercepat pula proses perobahan nilai/ pola lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman seperti misalnya kepercayaan bahwa "banyak anak - banyak Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

13

rezeki". Menurut sensus tahun 1961 prosentase anak yang bersekolah (enrollme.nt ratio) dari kelompok umur 5 - 6 tahun, 7 - 13 tahun, 14 - 16 tahun dan 17 - 19 tahun masing-masing adalah 0,12; 0,55; 0,29 dan 0,13. lni berarti bahwa dari seluruh penduduk kelompok umur 5 - 6 tahun (5,856 juta), hanya 12% saja yang tertampung di Taman Kanak-kanak; demikian pula dengan kelompok umur-umur lainnya. Tanpa Keluarga Berencana, maka betapapun kerasnya usaha untuk mengatasi masalah pendidikan ini, sebagian besar anak-anak tetap tidak akan tertampung dalam sekolah-sekolah atau tidak mendapatkan mutu pendidikan yang memadai, sehingga hal ini menimbulkan masalah gawat bagi generasi muda. 3. Masalah kesehatan.

Salah satu tujuan pembangunan adalah memperbaiki dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Perbaikan kesehatan ini pada dirinya bertujuan meningkatkan produktivitas kerja guna mempercepat proses pembangunan. Perbaikan kesehatan masyarakat haruslah dinilai sebagai investasi, yaitu investasi dalam bentuk manusia. Meskipun dalam bidang kesehatan telah banyak dicapai kemajuan, sebagaimana tercermin dari makin mut menurunnya tingkat kematian, namun demikian kesehatan masyarakat pada umumnya masih jauh dari memuaskan. Belum meratanya kesadaran untuk hidup secara sehat, tidak saja terdapat di daerah-daerah pedesaan tetapi juga di kota-kota. Data-data menunjukkan bahwa di lndonesia ini baru 42% penduduk yang menggunakan jasa-jasa kesehatan Pemerintah dan 4% yang menggunakan jasa-jasa kesehatan Swasta, sedangkan. selebihnya (lebih dari 50% penduduk) belum menggunakan pelayanan kesehatan Pemerintah maupun Swasta. Hal ini mencerminkan ketidak sadaran masyarakat akan pentingnya arti kesehatan. Di samping itu fasilitas kesehatan yang masih belum baik perlu ditingkatkan kwalitas maupun kwantitasnya. Selama tingkat fertilitas masih tetap tinggi, maka usaha mengejar perbaikan dalam fasilitas pelayanan kesehatan ini akan menjadi terlampau berat, sehingga tidak bisa diharapkan untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat. Kurang sehatnya sebagian besar masyarakat akan mempengaruhi produktivitas nasional. Dengan makin bertamhah baiknya mutu pelayanan kesehatan masyarakat serta bertambah majunya teknologi medis, maka tingkat kematian terutama pada anak-anak akan menurun terus. Harapan hidup pada tahun 2001 diproyeksikan setinggi 49,6 tahun untuk pria dan 52,5 tahun untuk wanita. Dengan bertambah kecilnya risiko kematian pada anak-anak, maka fungsi "banyak anak" sebagai cadangan terhadap kemungkinan kematian pada anak, secara ber-angsur-angsur tidak akan berlaku lagi. Keadaan ini menunjang ide "Keluarga Kccil" dan menguntungkan program Keluarga Berencana. 4. Masalah pangan.

Kegawatan masalah beras yang sering menimpa negara kita akan menempatkan kita dalam kedudukan yang tidak mcnguntungkan karena adanya kecenderungan bahwa masalah beraspun tidak terlepas dari pengaruh politik negara-negara besar. Di samping itu kegawatan ini dapat mengganggu stabilitas sosial, ekonomi dan keamanan yang merupakan prasyarat 14

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

bagi lancarnya pembangunan ekonomi. Pada tahun 1963 penduduk lndonesia diperkirakan berjumlah 100,8 juta. Korisumsi beras per tahun pada waktu itu adalah 85 kg per kapita. Sepuluh tahun kemudian jumlah penduduk meningkat menjadi lebih kurang 130,9 juta, sedangkan konsumsi beras per tahun lebih kurang 1 12,0 kg per kapita Konsumsi beras dalam tahun 1973 secara keseluruhan adalah sebesar 14,68 juta ton, sedangkan produksinya hanya sebanyak 14,49 juta ton, sehingga terdapat kekurangan sebesar 0,19 juta ton. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa produksi dan konsumsi beras tiap tahunnya sudah tidak seimbang lagi. Cepatnya tingkat pertambahan penduduk, bertambahnya golongan penduduk yang makan beras serta meningkatnya konsumsi beras per kapita tidak seimbang dengan kemampuan produksi beras dalam negeri. 5. Bidang-bidang lainnya.

Bidang-bidang lainnya seperti penyediaan fasilitas transportasi, fasilitas komunikasi, fasilitas perumahan, dan lain-lain juga mengalami tekanan-tekanan berat akibat cepatnya laju pertambahan penduduk. Hal ini disebabkan karena program kerja di tiap bidang didasarkan atas target yang makin meningkat baik kwantitatip maupun kwalitatip. Berbicara mengenai perumahan, sebagian besar penduduk . daerah pedesaan dan di kota-kota mendiami rumah-rumah di Maslhdengan kwalitas yang jauh dibawah standar kesehatan. perumahan di daerah perkotaan bersumber pada ketidak selarasan jumlah rumah dengan jumlah penduduk karena tingginya tingkat kepadatan penduduk di daerah perkotaan. Cepatnya laju perkembangan penduduk mempunyai akibat pada bidang ekonomi dan sosial seperti kcschatan, pendidikan, perumahan dan lain-lain. Kalau tingkat perkembangan penduduk di lndonesia tetap berada di atas angka 2% per tahun, maka menurut proyeksi Dr. N. lskandar (Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi U.I.) jumlah penduduk yang menurut sensus tahun 1971 sebesar kira-kira 119,2 juta jiwa itu akan meningkat menjadi kira-kira 280 juta jiwa pada tahun 2001, suatu peningkatan tiga kali lipat daripada jumlah.penduduk tahun I96I (Iebih kurang 97 juta jiwa). Tingginya tingkat kelahiran/ fertilitas ini menimbulkan keprihatinan nasional. Pesatnya pertambahan-jumlah penduduk yang tidak seimbang dengan naiknya tingkat produksi akan mengakibatkan kegelisahan/ketegangan sosial yang secara potensiil merupakan faktor ancaman yang serius terhadap Ketahanan Nasional.

Tahukah anda bahwa ................................ ? Cara penetapan ovulasi dengan BBT (Basal Body Temperaturc) Rhythm method telah diselidiki ketcpatannya di USA dan lnggris. Hasilnya menunjukkan bahwa derajat kegagalan cara ini dalam menetapkan saat ovulasi adalah 20 % di USA dan 25 di lnggris. Dari penyelidikan itu juga disimpulkan bahwa tidak adanya peningkatan suhu basal tubuh tidak sclalu berarti tidak ada ovulasi.

Intern FPDigest 3. June 1977

Perkembangan dalam pandangan tentang ABORTUS dr. Ratna Suprapti Samil Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia R.S. Dr. Tjipto Mangunkusumo Jakarta

Masalah abortus merupakan masalah yang tetap aktuil dan banyak dipersoalkan. Memang abortus provocatus sudah sejak lama dan hingga kini masih dilakukan, walaupun di beberapa negara dilarang oleh hukum. Di beberapa negara (termasuk lndonesia) abortus provocatus dilarang oleh undang-undang (ilegal), di beberapa negara tertentu dibolehkan dengan pembatasan, sedangkan di beberapa negara lainnya dibolehkan tanpa pembatasan (abortion on request). Problem abortus adalah soal yang sangat rumit dan saya kita di dunia ini belumlah tercapai kesepakatan tentang pengaturan secara legal, sosial maupun medik daripada abortus ini. Demikian pula sukar ditemukan agama yang seluruh ummatnya setuju dengan dasar moral daripada abortus. Tetapi seluruh dunia menyetujui satu hal ialah bahaya secara medik daripada abortus gelap (abortus criminalis). Kewajiban kita sebagai karyawan kesehatan adalah mempertahankan dan meningkatkan kesehatan rakyat dengan menurunkan angka kematian, menurunkan angka sakit dan mengadakan usaha-usaha pencegahan. Abortus spontan maupun artifisial dapat menyebabkan kematian dan penyakit. Hanya dengan cara pengohatan yang modern oleh orang-orang yang terdidik angka sakit dan angka kematian karena abortus dapat diturunkan. Abortus provocatus secara ilegal meningkatkan angka kcmatian dan terutama angka sakit termasuk sakit mental dan sosial. Cepatnya perobahan-perobahan dalam hukum yang terjadi mengenai abortus ini di berbagai negara, umpamanya Rusia, yang mula-mula sangat liberal (1920) sampai herobah menjadi ketat (1955) dan di Amerika Serikat yang sejak lama melarang tiap-tiap abortus provocatus dengan undang-undang sampai menjadi abortus atas permintaan (abortus on demand) sejak 1971, hanya memperlihatkan kepada kita semua : ketidak-tentuan dan keadaan yang terus-menerus berohah mengenai hal ini. Sterilisasi dan abortus merupakan prosedur yang tidak populer karena sering sikap masyarakat masih negatif terhadap prosedur ini; lagi pula undang-undang yang melarang melakukannya, masih berlaku, kecuali dalam keadaan yang darurat. Menurut WHO, kesehatan adalah kesehatan optimal secara fisik, mental dan sosial. Mutu kehidupan dan kesehatan jiwa preventif dengan demikian harus pula diperhatikan. Di Indonesia lkatan Dokter Indonesia pada tahun 1964 telah menyelenggarakan simposium abortus disusul dengan seminar Kriminolo-

gi (Hukum) yang telah mengadakan simposiumnya yang kedua (1973). Kongres Obstetri dan Ginekologi lndonesia (KOGI) kedua di Surahaya (1973) mengadakan simposium ahortus pula, sehingga masyarakat Indonesia sudah mulai tergerak ikut memikirkan persoalan ini. Peraturan-peraturan hendaknya berupa undang-undang. Mengingat kewajiban kita sehagai karyawan kesehatan dan mengingat bahwa abortus provocatus ilegal menyebabkan angka kematian dan angka sakit yang tinggi, maka dianjurkan oleh simposium-simposium tersebut untuk mengadakan apa yang disebut liberalisasi undang-undang abortus dengan memperluas indikasi-indikasi abortus provocatus medicinalis. Di beberapa negara berbagai panitia secara jujur telah mempelajari persoalan-persoalan yang berhubungan dengan abortus ini. Akan saya kemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi yang telah diberikan oleh panitia yang diketua oleh SIR JOHN PEEL (hekas Presiden IFGO) di Inggris Raya (1972). l.• Telah dibuktikan secara jelas , bahwa kehamilan yang tidak direncanakan (unplanned pregnancies) dewasa ini terjadi lebih banyak. Ini terutama ditemukan pada golongan usia di bawah umur 20 tahun. 2. •Meskipun konsensus yang paling ideal adalah bahwa tiaptiap kehamilan merupakan kehamilan yang direncanakan, sebuah kehamilan yang tidak direncanakan tidak usah merugikan, semua bergantung kepada suatu aspek yang kompleks dari pada sikap (behaviour), motivasi dan keadaan sekelilingnya. 3.• Kehamilan di luar perkawinan berkurang di golongan usia yang lanjut, tetapi tetap meningkat pada wanita-wanita di bawah usia 20 tahun dan akhir-akhir ini pada golongan usia 14 - 16 tahun. 4.• Pada golongan usia muda beberapa faktor memegang peranan : (a) kurangnya pengawasan dan disiplin orang tua. (b) meningkatnya waktu senggang yang tidak disupervisi. (c) penolakan otoritas. (d) eksploitasi secara komersiil daripada remaja-remaja (teen agers) olch produser-produser film, majalah-majalah, sandiwara-sandiwara, penyanyi-penyanyi-pop dan lain-lain. 5.• Dalam masyarakat modern masa kini lebih banyak faktor yang memungkinkan hubungan seksuil sebelum dan di luar perkawinan daripada tersedianya alat-alat KB. Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

15

6. • Terbukti dengan jelas bahwa di dalam perkawinan, kehamilan yang tidak direncanakan mungkin berada sekitar 20 % sampai 25 %, tetapi hanya 10 % saja merupakan kehamilan yang ditolak secara mutlak (totally rejected). 7.• Perhatian diminta terhadap angka-angka perceraian yang tinggi (± 40% dari seluruhnya) daripada mereka yang kawin sebelum berusia 20 tahun. 8. •Dibuktikan bahwa faktor-faktor lingkungan, terutama lingkungan keluarga, adalah faktor yang lebih penting dalam penetapan manusia yang akhirnya diwujudkan pada seorang anak. 9. •Meskipun telah dibuktikan adanya keuntungan bagi seorang bayi yang lahir di luar perkawinan jika ia diserahkan untuk diadopsi, tetapi kecenderungan masa kini adalah bahwa bayi tersebut diadopsi dalam keluarganya; masih belum diketahui dengan jelas bagaimana proses-proses emosionil yang terjadi pada jiwa ibu muda jika ia memelihara bayinya sendiri dan jika ia menyerahkannya untuk diadopsi. 10.• Hukum-hukum mengenai paternitas (ayah) tidak wajar. Masyrakat menyibukkan diri dengan peranan wanita dan tanggung jawabnya, tetapi peranan ayah dalam kehamilan di luarperkawinan umumnya tidak diindahkan. 11. • Dewasa ini (di Inggris) suatu kehamilan yang terjadi pada seorang gadis muda yang di luar perkawinan umumnya diakhiri karena ketiga alternatif -- perkawinan, melahirkan bayi dan menahannya atau diadopsi - semuanya akan merugikan. 12. • Menghindari kehamilan-kehamilan yang tidak direncanakan dapat dicapai dengan penyediaan pelayanan KB yang komprehensif, melakukan sterilisasi dan terminasi kehamilan jika ada indikasi. Ada kebutuhan yang semakin meningkat akan penelitian (research) tentang pendidikan seks dan kegagalan totalnya, yang tampak dari peningkatan jumlah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita-wanita remaja. Rekomendasi-rekomendasi dari Panitia RCOG dcngan Ketua J. PEEL antara lain berupa usul-usul untuk penelitian mengenai : (a) Komplikasi-komplikasi pada abortus provocatus, fisik dan psikik terutama pada wanita-wanita muda. (b) Apa yang terjadi dengan wanita yang kehamilannya tidak diterminasi, apa yang terjadi dengan mereka dan anakanak mereka dikemudian hari. (c) Apakah motivasi untuk "request of termination" datang dari si wanita atau dari orang tua, pacar atau suaminya. (d) Kesukaran-kesuakaran yang timbul dalam pelayanan di rumah-rumah sakit karena peningkatan beban pekerjaan dan terganggunya pelayanan maupun mutu pelayanan penyakit ginekologik umumnya. (e) Wanita-wanita yang menderita penyakit-penyakit kandungan lainnya dirugikan karena tempat tidur maupun fasilitas kamar bedah dipergunakan untuk kasus-kasus abortus, Sehingga terminasi dalam kehamilan muda paling baik di(f) lakukan di poliklinik. (g) Karena hubungan seksuil diantara remaja meningkat dengan meningkatnya pula insidens penyakit kelamin, hendaknya penentuan dini mutlak perlu, sehingga dapat dicegah komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul. 16

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

Untuk hampir semua negara pengendalian kepadatan penduduk adalah suatu soal yang sangat penting dan mendesak sebagaimana BERTRAND RUSSELL katakan : "Penanggulangan yang dikehendaki tidak terletak dalam memperbaiki ratio mortalitas ke angkanya yang dahulunya telah tercapai, juga tidak terletak dalam memungkinkan wabah-wabah baru. Tidak sekali-kali terletak pada peperangan yang baru yang akan membawa destruksi massal, tetapi pada pengaturan penambahan penduduk yang bertanggung jawab ".

Abortus bukan suatu hal yang datang dari Barat. Di antara suku-suku bangsa yang masih hidup mengembara huhungan "incest" adalah indikasi untuk abortus, kadang-kadang dengan konsekwensi-yang luas. Demikian pula perzinahan , antara dua orang dari golongan yang tidak dapat diterima. Mengenai soal abortus Dr. C. TIETZE dari Population Council pernah mengajukan beberapa pertanyaan : 1. Apakah dari suatu fertilisasi sebuah zygote, embryo atau fetus merupakan manusia dengan hak untuk perlindungan terhadap permusnahan yang hendak dikerjakan terhadapnya ? 2. Kalau hak perlindungan itu dimiliki oleh emhryo atau fetus in utero, bilakah hak tersebut mulai? Pada nidasi, akhir trimester I, waktu terasa pergerakannya oleh si ihu, pada viahilitasnya atau pada saat lahirnya ? 3. Apakah wanita hamil memiliki hak untuk mengadakan terminasi(pengakhiran) kehamilannya atau memiliki hak membiarkan kehamilannya diakhiri ? 4. Jika seorang wanita hamil ada hak untuk mengakhiri kehamilannya, sejauh mana hak itu dimiliki dalam kehamilan ? Sampai saat implantasi, akhirnya trimester I, sampai terasa gerak fetus, sampai viabilitas; atau sampai saat lahirnya bayi ? 5. Jika fetus memiliki hak untuk dilindungi dan wanita memiliki hak untuk mengakhiri kehamilannya, pada keadaan mana hak pertama lebih kuat dari hak kedua ? 6. Jika kedua-duanya fetus dan wanita hamil — memiliki hak, yang pertama untuk hidup dan yang kedua untuk mengakhiri kehamilannya, siapa yang competent (mempunyai hak yang sah) untuk memutuskan dan apakah kwalifikasi untuk kedudukan tersebut ? 7. Apakah masyarakat harus menyokong hak fetus untuk hidup dengan hukum-hukum abortus atau haruskah itu diserahkan saja kepada keputusan wanita yang hamil ? 8. Apakah masyarakat harus menyokong hak wanita untuk mengakhiri kehamilannya dengan menyediakan fasilitas-fasilitas untuk abortus dan siapa yang harus membayar fasilitasfasilitas tersebut, masyarakat atau wanita hamil tersebutkah? Marilah kita tinjau keadaan-keadaan khusus, yang ada hubungannya dengan abortus dan memajukan bcberapa pertanyaan dalam hubungan tersebut. 9. Apakah hak-hak fetus tergantung kepada keadaannya, umpama: sebuah fetus yang diketahui mempunyai cacat bawaan yang luas, apakah haknya kurang daripada fetus yang normal? 10. Kalau keadaan menunjukkan bahwa ada kemungkinan fetusyang dikandung mempunyai cacat yang berat tetapi kemungkinan tersebut belum dibuktikan, apakah keadaan tersebut membenarkan suatu abortus. 11. Pada tingkat kemungkinan caeat yang mana fetus kehilangan hak hidup.

12. Mengenai kemungkinan bahwa pada tingkat-tingkat yang lanjut fetus mungkin menderita sakit atau "distress", apa keputusan-keputusan untuk mengakhiri kehamilan itu seperti pada abortus ? 13. Kalau sebuah kehamilan diakhiri dan fetusnya hidup, apakah harus diusahakan agar fetus tetap hidup dengan resiko bahwa anak tersebut harus dibesarkan dengan cacat-cacat organik yang luas ? 14. Peranggapan, bahwa wanita hamil mempunyai hak untuk memutuskan pro/kontra abortus, apakah orang lain seperti suaminya atau orang tuanya (kalau ia masih belum dewasa) mempunyai hak untuk menolak keputusan tersebut dan jika demikian, bilamana ? 15. Apakah masyarakat mempunyai hak untuk memutuskan pengakhiran kehamilan terhadap seorang wanita hamil dan kalau demikian bilamana ? 16. Kalau sekarang terdapat hukum abortus (legal) atas permohonan seorang wanita hamil (on request): Apakah cara-cara yang harus ditetapkan untuk melindungi wanita terutama wanita miskin, wanita yang tergolong minoritas secara ethnik, gadis-gadis muda dan wanita yang jiwanya terganggu terhadap tekanan untuk menjalani abortus maupun terhadap penolakan mereka terhadap pengakhiran kehamilan tersebut. 17. Apakah hak dan kewajiban dokter-dokter dan karyawankaryawan kesehatan berkenaan dengan prosedur abortus. 18. Jika terdapat experimentasi pada fetus-fetus yang pre -

viable, sebelum atau sesudah dikeluarkan dari uterus, haruskah experimen tersebut dikekang seperti yang terdapat pada manusia-manusia biasa. Pembicaraan ini saya titik beratkan pada segi moral dan legal dari abortus provocatus. Tetapi menurut ,saya segi yang terutama .adalah segi moral, karena ini akan menetapkan be narnya atau tidak benarnya melakukan abortus prcvocatus. Sedang dalam soal hukum akan ditetapkan benar/tidaknya indikasi-indikasinya. KEPUSTAKAAN 1. CALLAHAN D : Abortion law, choice & morality. New York, MacMillan Co., 1970. 2. Departemen Kesehatan Kumpulan naskah-naskah Simposium Abortus di Surabaya, 2 Agustus 1973, Jakarta 1974. 3. HERMANS EH : Recent Mcdisch Ethisch Denken 11. N.Y., Leyden, Stafleu in Wetenschappelijke Uitgeversmaatschappy, 1970. 4. PAGE, VILLE-VILLEE : Human reproduction. In Core content of obstetrics, gynecology and perinatal medicine, 2 cd., Philadelphia. WB Saunders Co., 1976. 5. Report of the Working Party, RCOG : Unplanned pregnancy. London, 1972. 6. WILLIAMS RH: To live and to die. When, whv and how. Springcr Vcrlag, 1973. 7. SIMON BIESH : Protection of human rights in the light of scientific and technological progress in biology and medicine. Geneve, WHO, 1974.

lt is ositively proved that PROCOLD is absorbed Faster, and higher concentrations in the blood level are reached and maintained. Composition : Each tablet contains Pa raceta m o l 500 mg. Trimethylxanthine.............................. 30 mg. Phenylpropanolamine HCI................ 25 mg. Chlorpheniramine Maleate ................ 2 mg.

As yet PROCOLD has the best dissolution among well known COLD preparations

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

17

Akhir-akhir ini banyak berita-berita tentang terjadinya komplikasi-komplikasi pemakaian kontrasepsi, yang kadangkadang menimbulkan kematian. Timbul pertanyaan, apakah dengan demikian pemakaian kontrasepsi bisa dipertanggungjawabkan ? Untuk menilai baik buruknya perlulah dibuat suatu perbandingan antara risiko kematian jika ibu-ibu menggunakan kontrasepsi dan risiko kematian akibat komplikasi kehamilan/persalinan jika ibu-ibu tidak menggunakan salah satu cara pencegahan kehamilan. RISIKO KEMATIAN

Risiko Kematian sehubungan dengan pemakaian kontrasepsi dibandingkan dengan , Risiko Kehamilan/ Persalinan dr. Felix Gunawan Seksi Keluarga Berencana Pusat Karya Dharma Kesehatan Indonesia (PERDHAKI)

18

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

A.Risiko kematian ibu akibat komplikasi kehamilan /persalinan Tiga macam komplikasi kehamilan/persalinan yang sering menyebabkan kematian ibu ialah : toxaemia, perdarahan dan sepsis. Besar kecilnya risiko dipengaruhi oleh umur, paritas dan jarak waktu persalinan. Risiko ini dipengaruhi pula oleh kesehatan si ibu (anemia, tuberkulosis paru-paru, diabetes melitus, dll.) dan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia. Di daerah pedesaan di negara-negara yang sedang berkembang, risiko ini lebih tinggi karena pada umumnya keadaan kesehatan ibu tidak begitu baik dan juga fasilitas pelayanan kesehatan belum memadai. CHEN L.C. dkk. dalam penyclidikan di daerah pedesaan di Bangladesh (di Matlab thana) tahun 1967 - 1968 menemukan 41 kematian ibu sehubungan dengan kehamilan/persalinan, dengan perincian sebab-sebab sebagai berikut: 10 kasus eklampsia, 16 kasus perdarahan, 6 kasus infeksi, 1 kasus kehamilan ektopik, 4 kasus dengan keadaan kesehatan ibu yang kurang baik (anemia, dll) dan 4 kasus sebab-sebab lainnya.

B. Risiko kematian ibu akibat komplikasi pemakaian kontrasepsi. 1. Pil Anti Hamil. Pil yang banyak dipakai ialah yang mengandung kombinasi progestin-oestrogen. Kematian akibat komplikasi Pil disebabkan penyakit-penyakit tromboembolik (emboli paru-paru dan trombosis otak) dan infark jantung. Risiko terjadinya komplikasi ini pada orang-orang perokok lebih tinggi daripada orangorang yang tidak merokok. Selain kebiasaan merokok, keadaan-keadaan hipertensi, kadar cholesterol darah yang tinggi, obesitas dan diabetes mellitus juga menambah risiko tersebut. Menurut beberapa pengarang, di negara-negara yang sedang berkembang kasus-kasus tromboembolik dan infark jantung pada pemakai Pil lebih sedikit dibandingkan kasus-kasus di negara maju. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan kebiasaan hidup dari rakyat.

TABEL I Kelompok umur (tahun)

akibat komplikasi kehamilan/persalinan

15 - 19 20-24 25-29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 * ** ***

Jumlah kematian

10,8

1,3 1,3 1,3 4,8

8,5 12,1 25,1 41,0 69,1 per 100.000 kelahiran hidup, per tahun. per 100.000 akseptor, per tahun. per 100.000 operasi tubektomi

PIL **

1 1 1 1 1

6,9 24,5

.

2. IUD Kematian karena komplikasi IUD kebanyakan disebabkan oleh septic abortion dan kehamilan ektopik. Septic abortion terutama terjadi pada pemakai IUD tipe Dalkon Shield. Menurut beberapa pengarang, di negara-negara yang sedang berkembang kasus-kasus komplikasi IUD Iebih banyak. Diduga karena kasus-kasus infeksi pelvis kurang memperoleh perawatan/pengobatan yang selayaknya.

Jumlah kematian akibat komplikasi IUD ** TUBEKTOMI ***

10 - 20 10 - 20 12,5 - 25 15 - 30

Komplikasi akibat tubektomi sangat tergantung dari cara operasi (minilaparotomi, laparoskopi, kuldoskopi, kolpotomi, tubektomi yang dilakukan bersamaan dengan sectio cessaria, dll) Sebab-sebab kematian yang dilaporkan : peritonitis,emboli paru-paru dan pelukaan pada usus (accidental bowel injury). Tidak ada laporan tentang kematian akibat komplikasi vasektomi. Menurut beberapa pengarang, di negara-negara yang sedang berkembang kasus-kasus komplikasi operasi pemandulan lebih banyak. Diduga karena fasilitas operasi belum sebaik seperti di negara-negara maju.

3. Kondom/diafragma

Tidak ada laporan kematian akibat komplikasi pada pemakaian kondom/diafragma. 4. Operasi pemandulan

Cara KB dengan operasi pemandulan hanya dapat dipergunakan oleh ibu-ibu yang bermaksud membatasi jumlah keluarga nya (tidak menginginkan kehamilan lagi untuk selanjutnya). Ada dua cara yaitu: tubektomi pada wanita dan vasektomi pada pria. TABEL II : JUMLAH KELAHIRAN HIDUP PER 100.000 WANITA TIDAK MANDUL PER TAHUN Kelompok umur 15 - 19 tahun 20 - 24 tahun 25 - 29 tahun 30 - 34 tahun 35 - 39 tahun 40 -44 tahun

Jumlah kelahiran hidup 49.250 59.260 54.290 49.160 37.810 18.250

TABEL III : JUMLAH KELAHIRAN HIDUP PER 100.000 WANITA TIDAK MANDUL SELAMA SISA MASA REPRODUKSINYA, DIHITUNG MULAI UMUR PADA SAAT KEPUTUSAN DIAMBIL Umur waktu keputusan diambil 25 tahun 30 tahun 35 tahun 40 tahun

Jumlah kelahiran hidup 861.380 598.060 348.150 149.860

PERBANDINGAN RISIKO-RISIKO KEMATIAN

dkk. mengumpulkan data-data angka kematian herdasarkan penyelidikan di USA dan Inggris (lihat tabel I). TIEZE dkk. menggunakan komputer untuk menghitung jumlah kelahiran hidup yang akan terjadi pada 100.000 wanita tidak mandul, jika tidak menggunakan salah satu cara pencegahan kehamilan. Untuk ibu-ibu yang bermaksud menjarangkan kehamilan/persalinan dibuat perhitungan per tahun, sedang untuk ibu-ibu yang bermaksud membatasi jumlah keluarga dibuat perhitungan untuk selama sisa masa reproduksinya, mulai dari umur pada waktu keputusan diambil (lihat Tabel II dan III). Dengan data-data dan perhitungan-perhitungan diatas, mereka membandingkan risiko kematian sehubungan dengan pemakaian kontrasepsi dan risiko kematian akibat komplikasi kehamilan/persalinan jika tidak menggunakan salah satu cara pencegahan kehamilan. Risiko kematian sehubungan dengan pemakaian kontrasepsi, terdiri dari dua risiko, yaitu risiko akibat komplikasi metode dan risiko kehamilan/persalinan yang terjadi karena kegagalan metode. Untuk menentukan kegagalan metode, TIEZE dkk. menggunakan data-data hasil penyelidikan di USA dan menyimpulkan sbb: TIEZE

Angka kegagalan metode

Pil Anti Hamil : IUD : Kondom/diafragma : Tubektomi/vasektomi :

1% 1% 10 % 0%

Tabel IV memperlihatkan angka-angka sehubungan dengan pemakaian kontrasepsi dan sehubungan dengan kehamilan/ persalinan jika tidak menggunakan salah satu cara pencegahan kehamilan, bagi ibu-ibu yang bermaksud menjarangkan kehamilan/persalinan. Sedangkan Tabel V menunjukkan angkaangka bagi ibu-ibu yang bermaksud membatasi jumlah keluarga Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

21

Menurut JAIN dan HOWARD ORY, risiko kematian sehubungan dengan pemakaian Pil harus dibedakan antara akseptor yang mempunyai faktor risiko tambahan dengan yang tidak, terutama faktor kebiasaan merokok. Untuk membedakannya JAIN membuat perhitungan sbb (lihat Tabel VI) DISKUSI Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada wanita berumur di bawah 30 tahun risiko kematian sehubungan dengan pemakaian salah satu cara kontrasepsi jauh lebih rendah dibandingkan dengan risiko kematian akibat komplikasi kehamilan/ persalinan jika ibu-ibu tidak menggunakan salah satu cara pencegahan kehamilan. Jika wanita berumur 30 - 40 tahun yang mempunyai faktor risiko tambahan (kebiasaan merokok dan juga keadaan-keadaan seperti: hipertensi, kadar cholesterol darah tinggi, obesitas, diabetes mellitus, dll) memilih cara Pil, maka risiko kematian akan meningkat, meskipun masih lebih rendah . daripada risiko kehamilan/persalinan jika tidak menggunakan cara apapun.Risiko sehubungan dengan pemakaian IUD dan kondom/diafragma tetap jauh lebih-rendah daripada risiko kehamilan/persalinan jika tidak memakai cara pencegahan kehamilan apapun. Jika wanita-wanita berumur 40 tahun ke atas yang mempunyai faktor risiko tambahan memilih cara Pil, maka risiko kematiannya akan lebih tinggi daripada risiko kehamilan/persalinan jika tanpa cara apapun. Pada golongan ini, risiko sehubungan dengan pemakaian IUD dan kondom/diafragma tetap lebih rendah dibandingkan risiko kehamilan/persalinan jika tanpa cara apapun.

Bagi ibu-ibu yang bermaksud menjarangkan kehamilan/persalinan, cara yang paling rendah risikonya adalah cara I.U.D. Sedangkan bagi ibu-ibu yang bermaksud membatasi jumlah keluarga (tidak menginginkan kehamilan lagi untuk seterusnya), cara yang paling rendah risikonya adalah operasi pemandulan : tubektomi (jika keputusan sudah diambil pada umur yang muda) dan vasektomi. Perhitungan-perhitungan yang dibuat TIEZE dkk. di atas berdasarkan data-data dari negara-negara maju, sehingga untuk penerapannya di negara-negara yang sedang berkembang (termasuk Indonesia) kiranya diperlukan koreksi-koreksi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan data-data, misalnya : (a) angka kematian ibu akibat komplikasi kehamilan/persalinan di USA (tahun 1974) : 15 per 100.000 kelahiran hidup, di Thailand (tahun 1971) : 2I0 per 100.000 kelahiran hidup, di Bangladesh (Matlab thana, 1968 - 1970) : 570 per 100.000 kelahiran hidup. (b) angka kegagalan metode, menurut pengalaman suster dr. J. BARTEN (dari RS Gunung Maria, Sulawesi Utara), lebih tinggi dari angka-angka kesimpulan TIEZE : dkk, khususnya angka kegagalan Pil ternyata dapat mencapai 20 % (karena patient failure yang tinggi terutama di daerah-daerah pedesaan, pasien sering lupa minum Pil). TIEZE : dkk.hanya membuat perbandingan risiko kematian (mortality risk) dan tidak membandingkan risiko sakit (morbidity . risk). Juga risiko-risiko sehubungan dengan pemakaian cara-cara lain tidak diperbandingkan, misalnya Depo Provera dan KB alamiah.

TABEL IV : JUMLAH KEMATIAN PER 100.000 WANITA TIDAK MANDUL PER TAHUN. Kelompok umur

15 - 19 tahun

20 -24 tahun

25 - 29 tahun

30 - 34 tahun

35 - 39 tahun

40 - 44 tahun

.5,5

5,2

7,1

14,0

19,3

21,9

24,9

Tidak menggunakan salah satu cara pencegahan kehamilan. Memakai kontrasepsi. 1.

Pil Anti Hamil

1,4

1,5

1,5

5,2

7,5

2.

IUD

1,1

1,2

1,2

1,4

1,6

1,4

3.

Kondom/diafragma

1,1

1,4

1,9

3,7

4,7

4

TABEL V : JUMLAH KEMATIAN PER 100.000 WANITA TIDAK MANDUL SELAMA SISA MASA REPRODUKSINYA. Umur pada waktu keputusan diambil

25 tahun

30 tahun

35 tahun

40 tahun

Tidak menggunakan salah satu cara pencegahan kehamilan.

265,6

244,9

188,9

117,6 124,9

Memakai kontrasepsi. 1.

Pil Anti Hamil

194,8

187,5

161,7

2.

IUD

27,4

21,5

14,7

7,4

3.

Kondom/diafragma

61,2

55,3

40,0

21,4

4.

Tubektomi

10 - 20

10 - 20

5.

Vasektomi

0

0

0

0

6.

Pil Anti Hamil sampai umur 40 th 86,3

79,6

54,8

-----

kemudian dilanjutkan dengan pemakaian kondom/diafragma.

22

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

12,5 - 25

15 - 30

TABEL VI : JUMLAH KEMATIAN PER 100.000 WANITA TIDAK MANDUL PER TAHUN SEHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN PIL PADA AKSEPTOR YANG PEROKOK DAN YANG TIDAK. Kelompok umur Tidak merokok Kebiasaan merokok

15 - 19 tahun

20 - 24 tahun

25 - 29 tahun

30 - 34 tahun

35 - 39 tahun

40 - 44 tahun

1,4 1,6

1,4 1,6

2,2 10,8

4,4 13,3

6,9 58,9

1,3 1,5

KESIMPULAN

Risiko kematian sehubungan dengan pemakaian kontrasepsi pada segala kelompok umur, lebih rendah daripada risiko kehamilan/persalinan jika tanpa cara pencegahan kehamilan apapun kecuali bagi ibu-ibu pemakai Pil yang berumur 40 tahun ke atas yang mempunyai faktor risiko tambahan (kebiasaan merokok dan juga keadaan-keadaan seperti : hipertensi, kadar cholesterol darah tinggi, obesitas, diabetes mellitus, dll). Ibu-ibu yang mempunyai faktor risiko tambahan tersebut dan telah berumur 30 tahun ke atas, dianjurkan untuk tidak memilih cara Pil, melainkan memilih cara KB lain yang sama efektifnya tetapi dengan risiko yang lebih rendah. KEPUSTAKAAN 1. Advantages of orals outweigh disadvantages. Population Reports, Series A, No.2, 1975. 2. ATKINSON L et al : Oral contraceptives : considerations of safety in non-clinieal distribution. Studies in Family Planning 5(8) : 242-247, 1974. 3. BARTEN J: dalam komentar tertulis untuk penyusunan buku "KB untuk bidan/perawat", khusus untuk anggota PERDHAKI. 4. CHEN LC et al : Maternal mortality in rural Bangladesh. Studies in Family Planning 5(11) : 334-341, 1974.

5. Colpotomy, the vaginal approach. Population Reports, Series C, No. 3, 1973. 6. Effect of child-bearing on maternal health. Population Reports, Series J, No. 8, 1975. 7. Female sterilization by mini-laparotomy. Population Reports, Series C, No. 5, 1974. 8. Fcmale sterilization using the euldoscope. Population Reports, Series C, No. 6, 1975. 9. Health, the family planning faetor. Population Reports, Series J, No, 14, 1977. 10. IUDs reassessed - a decade of experience. Population Reports, Series B, No.2. 1975. 11. JAIN AK: Mortality risk associated with the use of oral contraceptives. Studies in Family Planning 8(3): 74-76, 1977. 12. Laparoseope sterilization, part 11. Population Reports, Series C, No.2, 1973. 13. Oral contraeeptives found to sharply increase risk of heart attack among women over 40 and smokers.International FP Digest 1(3): 6-7, 1975. 14. Pill is hazardous for smokcrs agc 30 and up. International FP Digest 3(1) : 8-9, 1977. 15. TIEZE C et al: Mortality assoeiatcd with the control of fertility. Family Planning Perspectives 8(1) : 6-14, 1976. 16 TIEZE C : New estimates of mortality assoeiated with fertility control. Family Planning Perspectives 9(2): 74-76, 1977. 17. The diaphragm and other intravaginal barries. Population Reports, Series H, No.4, 1976.

THE BACTERICIDAL BROADSPECTRUM ANTIBIOTIC WITH CONVENIENT t.i.d. DOSAGE REGIMEN WITHOUT REGARD TO MEALS

KALMOXILIN

®

(AMOXYCILLIN TRIHYDRATE) THE BACTERICIDAL BROADSPECTRUM ANTIBIOTIC OFFERING : • • • • •

CONVENIENT T.I.D. DOSAGE REGIMEN WITHOUT REGARD TO MEALS OUTSTANDING ORAL ABSORPTION LOW INCIDENCE OF SIDE—EFFECTS LOW TOXICITY HIGH CURE RATE

SUPPLIED AS : CAPSULES 250 MG TABLETS 125 MG SYRUP 125 MG/5ML

AT A REALISTIC, ECONOMICAL PRICE.

MAKE USE OF THE MANY BENEFITS OF K A L M O X I L I N ® !!

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

23

Penghambatan Ovulasi dengan Tablet Kontraseptip Agestin Oen L.H., S. Kuntaryah dan Loecke S Bagian Biokimia dan Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta

Dewasa ini salah satu cara untuk mencegah kehamilan adalah memakan tablet kontraseptip. Dari beberapa jenis obat kontraseptip oral, tablet yang terdiri atas campuran estrogen dan progestogen dan di makan setiap hari selama 21 - 22 hari berturut-turut merupakan jenis yang paling banyak dipergunakan. Tablet kontraseptip mencegah ovulasi dengan a.l. mengurangi sekresi hormon FSH dan/atau LH oleh glandula hipofisa pars anterior (1,2). Pregnandiol adalah metabolit utama dari hormon progesteron dan progesteron dibuat oleh beberapa jaringan yaitu korpus luteum, kortex glandula suprarenalis, plasenta dan testis. Jumlah terbesar dihasilkan oleh plasenta dan korpus luteum, sedangkan dalam jaringan Iain progesteron merupakan zat pendahulu (precursor) dalam sintesa steroid (3). Oleh karena jumlah progesteron meningkat dalam fase luteal siklus haid, maka penetapan kadar pregnandiol dalam urin selama satu siklus haid dapat dipergunakan untuk menetapkan secara tidak langsung apakah telah terjadi ovulasi selama siklus itu (4). Agestin adalah tablet kontraseptip oral buatan P.T. Kalbe Farma dengan komposisi mestranol (M) 0.1 mg sebagai estrogen dan ethynodiol diacetate (ED) 1 mg sebagai progestogen. Tablet kontraseptip ini telah mulai beredar sejak tahun 1970. Menurut apa yang dicantumkan di atas kertas pembungkusnya oleh masing-masing pabrik pembuatnya, komposisi hormonal Agestin sama dengan komposisi Ovulen-Fe-28, tablet kontraseptip oral buatan Searle, England dan USA. Akan tetapi ini belum berarti bahwa komposisi dan aktivitas biologik kedua jenis obat tersebut adalah identik, oleh karena kedua jenis obat tadi (a) dibuat oleh pabrik yang berlainan, dan (b) di buat dari bahan baku dengan sumber yang mungkin juga berlainan. Atas dasar pertimbangan ini maka penelitian ini dilakukan untuk menguji tablet Agestin atas susunan dan kadar steroid serta aktivitas biologiknya. Sebagai bahan bandingan, diperiksa juga tablet Ovulen-Fe-28, yang sudah terkenal mutunya. Publikasi tentang Ovulen-Fe-28 telah banyak beredar (5,6,7 ). Pada kesempatan ini akan diajukan hasil analisa komposisi steroid kedua obat Agestin dan Ovulen-Fe-28 dengan cara thinlayer chromatography dan pengukuran ekskresi pregnandiol selama satu siklus haid dalam urin pada seorang wanita selama tidak memakan dan selama memakan tablet kontraseptip. 24

Cermin Dunia Kedokteran No.,10, 1977

Bahan dan cara. Tablet Agestin dan Ovulen-Fe-28 dibeli dari apotik di Jakarta, 20 butir tablet Agestin dan Ovulen-Fe-28 masing-masing digerus dalam mortir hingga diperoleh serbuk yang halus. Ditimbang sejumlah serbuk ekivalen dengan 5 mg ethynodiol diacetate dan dimasukkannya ke dalam sebuah tabung reaksi yang bertutup. Kepada serbuk ditambahkan alkohol absolut sebanyak 2,5 ml. Tabung ditutup dan isi dikocok selama lebih kurang 5 menit. Larutan steroid dalam alkohol yang terbentuk berisi menurut perhitungan 2 mg ethynodiol acetate per ml dan 0,2 mg mestranol per ml. Dari tiap-tiap larutan diletakkan berturut-turut : 10 mcl (=ED 20 mcg, M 2 mcg) 20 mcl (=ED 40 mcg, M 4 mcg) 30 mcl (=ED 60 mcg, M 6 mcg) 40 mcl (=ED 80 mcg, M 8 mcg) 50 mcl (=ED I00 mcg, M 8 mcg) di atas pelai silica gel (MERCK) yang telah diaktipkan terlebih dahulu selama 45 menitl pada suhu 1050 C. Komponen steroid dipisahkan dengan larutan yang terdiri atas CHCl3: cyclohexane = 2 : 1 dalam ruang yang jenuh. Chromatografi dilakukan secara menaik (ascending) untuk jarak I5 cm yang ditempuh dalam waktu lebih kurang 1 jam. Setelah pengeringan, lapisan silica disemprot dengan larutan jenuh SbCl3 dalam aceton untuk pewarnaan. Warna-warna ti mbul setelah pemanasan pada 105 0 C selama 10 menit. Dengan cara ini ED terlihat sebagai bercak berwarna ungu dengan R f100 = 37 dan M sebagai bercak berwarna merah muda dengan Rf100 = 23. Penilaian aktivitas biologik Agestin. Dari seorang wanita Ny. H.A. berumur 30 tahun, bersuami dan sudah mempunyai empat orang anak, masing-masing delapan, tujuh, lima dan satu tahun, dikumpulkan urin selama 24 jam, setiap empat hari. Pengumpulan urin dilakukan selama 1 siklus dalam mana wanita tersebut memakan tablet Agestin dan selama 1"siklus haid" dalam mana tablet kontraseptip tidak dimakan. Pregnandiol dalam urin ditetapkan dengan cara yang telah dilaporkan terlebih dahulu (8).

Hasil dan Pembahasan. Hasil analisa secara chromatografi atas susunan dan kadar steroid dalam tablet Agestin dan Ovulen-Fe-28 menunjukkan bahwa komposisi hormon kedua tablet kontraseptip ini kurang lebih sama. lni berarti bahwa kwalitas kimiawi tablet Agestin sama baik (atau sama buruk) dengan tablet Ovulen-Fe-28. Penilaian semi-kwantitatip dengan cara thin-layer chromatografi seperti di atas cukup teliti. Perbedaan jumlah Zat sebesar 5 mcg = 0.005 miligram sudah dapat ditentukan bila cara chromatografi diikuti dengan cermat (9) . Dari kedua kurve ekskresi pregnandiol selama Agestin di makan dan selama tidak dimakan (gambar 1 dan 11) dapat dilihat bahwa : selama tak memakan Agestin siklus haid pada wanita ini cukup panjang, yaitu 44 hari, sedangkan selama memakan Agestin "siklus haid " menjadi lebih "normal " yaitu 28 hari.

matography menunjukkan komposisi hormon yang sama untuk kedua jenis tablet kontraseptip tersehut. Pengukuran ekskresi pregnandiol dalam urin seorang wanita selama memakan dan selama tak memakan Agestin menunjukkan bahwa ovulasi dihambat oleh tablet kontraseptip ini.

Artikel ini telah dimuat dalam buku Obat dan Pembangunan Masvarakat Sehat, Kuat dan Cerdas. Jakarth, Bagian Farmakologi FKUI, 1975.

KEPUSTAKAAN

Gambar 1. — Kurve ekskresi pregnandiol selama tak memakan Ages, tin. Siklus haid cukup panjang, yaitu 44 hari.

Juga dapat dilihat bahwa selama tak memakan tablet kontraseptip terdapat kenaikan ekskresi pregnandiol yang menyolok. Ini berarti bahwa telah terjadi ovulasi selama siklus ini. Kenaikan ekskresi pregnandiol ini tak tampak selama wanita tersebut memakan Agestin. Bahwa ovulasi memang betul dihambat selama memakan tablet kontraseptip Agestin terbukti juga oleh karena selama 1 ½ tahun wanita ini memakan Agestin, tak terjadi kehamilan. Bertepatan dengan laporan ini diperoleh bcrita bahwa wanita ini sekarang sedang hamil setelah 3 bulan berhenti melakukan kontrasepsi.

1. Clinical , aspects of oral gestagens. WHO Chronicle 20: 210-213, 1966 DICZFALUZY : Mode of action of contraceptive drugs. Amer J 2. Obstet Gynec 100: 136-163, 1968. 3. LLOYD CW: The ovarics. ln Williams RH (cd) : Textbook ofendocrinology. Philadelphia, WB Saunders Co., 1968, pp 459-536. SCOMMEGNAN A et al : The elinical application of a gas chroma4. tographie method for the routine detcrmination of urinary pregnandiol. Fertil Steril 18 : 257-271, 1967. 5. CANDANO M et al : Clinieal studies with ethynodiol diacetate and mestranol. Ginec Obstct Mex 22: 151-161, 1967. MacCOOGAN LS : Clinieal experience with ethynodiol diacetate 6. combined with mestranol. Nebraska Med J 53: 341-343, 1968. 7. AMERLCAN MEDLCAL ASSOCLATLON Council on drags : Evaluation of an oral contraceptive, ethynodiol diacetate with .JmAesMtranol 02: 306-308, 1967. 2 8. OEN Lll, PRODJODLKORO W : Ekskresi pregnandiol pada wanita dalam masa reproduktip yang minum dan yang tidak minum tablet kontrascptip. Maj Kedokt Indon 21 : 74-78, 1971. 9. STAHL . E: Determination without extraetion of separate substances from the ehromatogram, Method of visual comparation. Thinlayer Chromatography 99: 47-48, 1965.

Ringkasan. Hasil analisa susunan dan kadar steroid dalam dua jenis tablet kontraseptip oral : Agestin (Kalbe Farma, Indonesia) dan Ovulen-Fe-28 (Searle, England) dengan cara thin-layer chro Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

25

Pengalaman menggunakan Agestin ED ® dr. Ny. Noeryati Aryono Klinik P.K.B.I. Yogyakarta

Pendahuluan

Agestin adalah pil kontrasepsi dengan komposisi : Ethynodiol diacetate 1 mg, mestranol 0,05 mg dan ferrous fumarate 25 mg. Telah banyak kepustakaan yang membicarakan masalah pil kontrasepsi. Tetapi meskipun komposisi bahan aktif berbagai merek pil tersebut sama, khasiat farmakologiknya belum tentu sama karena perbedaan pemakaian bahan penambah dan perbedaan proses pembuatannya. Untuk mempelajari efek samping Agestin sebagai satu-satunya pil kontrasepsi produksi pabrik nasional, telah kami lakukan penelitian terhadap 95 orang akseptor. Bahan dan cara

Penelitian dilakukan pada akseptor yang dilayani di klinik PKBI Yogyakarta, berlangsung dari bulan Juni 1975 sampai dengan bulan Desember 1975. Akseptor dibagi dalam dua golongan : (1) akseptor baru, yaitu akseptor yang belum pernah menggunakan pil sebagai alat kontrasepsi, dan (2) akseptor ulangan, yaitu akseptor yang sebelumnya telah menggunakan pil kontrasepsi merek lain, dan kemudian diganti dengan Agestin. Penggantian merek pil pada akseptor ulangan ini atas dasar sukarela. Dalam periode tersebut didapatkan 25 akseptor baru dan 70 akseptor ulangan yang bersedia memakai pil Agestin. Para akseptor kemudian diminta untuk melaporkan gejala-gejala yang dideritanya selama memakan pil tersebut. Hasil

Efek samping yang dilaporkan oleh para akseptor-baru dapat dilihat pada Tabel L Gejala yang terbanyak dilaporkan ialah pusing-pusing dan sakit kepala (12 %). Semua akseptor baru itu bersedia meneruskan penggunaan Agestin kecuali satu orang, yang merasa tidak cocok dengan merek ini. Pasien ini melaporkan gejala pusing dan haid sedikit. TABEL 1: EFEK SAMPING PADA 25 AKSEPTOR BARU Jumlah kasus

Gejala

Persentasi

Perdarahan Muntah-muntah/enek Pusing/sakit kepala

0 0 3

1 2%

Sakit badan Darah putih Haid sedikit

2 0 1

8% 0 4%

26

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

0 0

Tabel II menunjukkan efek samping pada 70 akseptor ulangan. Seperti pada akseptor baru, gejala yang tersering dilaporkan ialah pusing-pusing dan sakit kepala, yaitu sebesar 4,3 %. Dari semua akseptor, tidak seorangpun yang melaporkan gejala darah putih (leucorrhoea ). Empat akseptor ulangan minta diganti dengan pil kontrasepsi lain : seorang karena haid dua kali sebulan, seorang karena pusing/sakit kepala, dan dua orang karena haid sedikit sekali. Yang lain bersedia meneruskan pemakaian Agestin. TABEL II : EFEK SAMPING PADA 70 AKSEPTOR ULANGAN Gejala

Jumlah kasus

Perdarahan Muntah-muntah/enek Pusing/sakit kepala

2 1 3 2 0 2

Sakit badan Darah putih Haid sedikit

Persentasi 2,8 % 1,4 % 4,3 % 2,8 % 0 2,8 %

Pembicaraan dakesimpulan

Penggunaan pil kontrasepsi merupakan salah satu cara pencegahan kehamilan yang sangat ampuh. Meskipun efek samping yang diakibatkan oleh pil kontrasepsi pada umumnya tidak berat, beberapa pasien terpaksa menghcntikan pemakaian pil karena gejala-gejala yang diperkirakan diakibatkan olehnya Dalam seri penelitian ini, efek samping yang dilaporkan relatif ringan; sebagian besar hanya pusing dan sakit kepala, yaitu pada 12 % akseptor baru dan 4,3 % akseptor ulangan. Angka ini relatif lebih kecil daripada angka yang didapat pada survey yang dilakukan di lnggris pada tahun 1970, di mana dilaporkan gejala pusing/sakit kepala pada 14 % pemakai pil kontrasepsi, gejala perdarahan pada 11 % pemakai pil dan nausea/enek pada 16 %. Meskipun penelitian ini tidak merupakan penelitian terkontrol dengan double-blind study, kesan umum yang dapat kami tarik ialah bahwa Agestin pada umumnya dapat diterima oleh pasien, khususnya para akseptor yang sejak permulaan menggunakan Agestin. Efek samping yang dilaporkan tidak berat dan tidak lebih banyak daripada efek samping pil kontrasepsi lain yang dilaporkan oleh peneliti-peneliti di luar negeri. KEPUSTAKAAN Population Reports. Series A. Numbcr 2, March 1975.

Efek Samping Pil Kontrasepsi dan Cara Mengatasinya dr. Suharti K. Suherman Bagian Farmakologi FKUI Jakarta

Sampai sekarang dikenal tiga macam pil kontrasepsi : I. Tipe kombinasi, terdiri atas campuran derivat estrogen dan progestin. II. Tipe sekuensial, terdiri atas 15—16 pil berisi derivat estrogen saja dan 6--5 pil berisi derivat estrogen dan progestin. III. Pil yang berisi derivat progestin saja. Yang paling banyak dipakai saat ini ialah tipe kombinasi karena tipe ini dianggap paling aman khasiat kontrasepsinya. Tipe sekuensial sering menimbulkan kegagalan sebagai kontraseptip, karena kadang-kadang pada pertengahan siklus justru terjadi perangsangan LH (Luteinizing Hormone) hingga terjadi ovulasi. Malahan di USA tipe ini sekarang telah ditarik dari peredaran dengan alasan kurang efektip. Di samping itu ada dugaan bahwa resiko untuk mendapat tromboembolisme dan kecenderungan untuk timbulnya adenocarcinoma endometrium pada tipe ini lebih besar (7). Tipe ke III juga sering menimbulkan kegagalan, karena ovulasi masih dapat terjadi dan lebih sering menimbulkan breakthrough bleeding serta menstruasi yang tak teratur (6). Karena lebih banyaknya pemakaian tipe kombinasi, maka sekarang ini kepustakaan tentang efek samping sebagian besar mengenai pil tipe I. Efek samping akibat pil ini sangat bervariasi, dari yang ringan sampai yang berat. Keluhan yang paling sering timbul biasanya mirip dengan keluhan pada kehamilan muda dan dikatagorikan sebagai efek samping yang ringan antara lain : enek, kadang-kadang sampai muntah, vertigo, sakit kepala, rasa sakit yang difus di abdomen, dan bertambahnya berat badan. Keadaan tersebut di atas diduga disebabkan derivat estrogen. Dosis estrogen yang relatip kecil dapat menyebabkan breakthrough bleeding. Penurunan mood dan inisiatip serta rasa cepat lelah cukup sering terjadi dan diduga karena pengaruh progestin. Hal ini jarang terjadi dengan preparat baru yang umumnya menggunakan progestin dosis kecil. Rasa sakit di kelenjar mammae dapat disebabkan oleh pemakaian 10-norsteroiod dosis tinggi. Efek samping yang tergolong tidak ringan dapat dibedakan sebagai berikut : q Alergi dan gangguan kulit.- Manifestasinya dapat berupa rhinitis vasomotor, serangan asthma, rash pada kulit, dan eksema. Gangguan kulit lain ialah : acne, alopesia, candidiasis genitalis dan chloasma. Pil ini dapat menambah pigmentasi

pada daerah kulit yang terkenasinar matahari. Di samping itu ada dugaan bahwa estrogen dapat menghambat pembentukan jaringan kolagen baru dalam suatu skin autograft. Cholestatic jaundice dapat terjadi pada pemakaian pil jangka lama atau pada mereka yang pernah mengalami ikterus waktu hamil. Gangguan fungsi ekskresi hepar ini terutama berupa peninggian transaminase; mungkin ini berhubungan dengan alkilasi pada atom C—7 dan pada cincin fenol---A. BSP dan bilirubin meningkat, diduga disebabkan estrogen, juga pada mereka yang tak mengalami ikterus. q Gangguan hepar.--

q Sistem kardiovaskuler.--Peninggian tekanan darah sering dilaporkan; ini mudah terjadi pada mereka yang pernah mengalami hipertensi pada kehamilan. Mekanisme kenaikan tekanan darah ini sebenarnya belum diketahui dengan jelas, hal ini mungkin berhubungan dengan peninggian aktivitas substrat renin yang diduga sebagai akibat derivat estrogen. Pelebaran pembuluh darah vena dapat meningkat pada penderita varises yang pada pemeriksaan histologik terlihat perubahan struktur dan histokimia dari tunika intima dan media. q Darah.— Hemoglobin tak jelas dipengaruhi, tetapi serum iron dan serum iron binding eapaeitv meninggi. Ada dugaan

bahwa keadaan ini lebih mungkin disebabkan oleh pengaruh progestin dari pada estrogen. Kalsium dan fosfat mula-mula dapat meninggi, tetapi umumnya kemudian menurun kembali. α1, α2 , β -globulin dapat meninggi sedikit, sedangkan preparat yang diberikan parenteral dapat menaikkan kadar albumin dan globulin. Laju endapan darah dapat meninggi meskipun sifatnya ringan. Rupa-rupanya derivat progestin dapat merubah bentuk eritrosit (sickling of red cells). q Pembekuan darah.— Beberapa faktor pembekuan darah,

antara lain fibrinogen, faktor 11, V, VII, dapat meningkat. Penyebabnya adalah komponen estrogen sintetik atau semi sintetik, terutama pada dosis 100 ug atau lebih. Viskositas darah dan daya aggregasi trombosit berkurang. Efek hipoprotrombinemik dari coumarin dapat menurun selama pemakaian pil; diduga penyebabnya adalah estrogen. q Fenomena tromboemboli.— Menurut Committee on Safety of Drugs, 1968, resiko kematian akibat emboli paru pada pemakai pil selama satu tahun hampir sama dengan pada keha Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

27

milan. Kemungkinan terjadinya tromboemboli akibat pil kirakira 1,3 per 10.000 wanita umur 20—24 tahun dan 3,4 per 100.000 pada umur 35—44 tahun. Resiko timbulnya tromboemboli kira-kira 4,4 kali lebih besar pada pemakai pil daripada yang tidak memakainya. Ada dugaan bahwa dengan menurunkan dosis estrogen atau mengganti estrogen sintetik dengan estrogen alam, resiko timbulnya tromboemboli semakin kecil. Sebaliknya merokok, adanya riwayat hiperlipidemia pada keluarga dan pemakaian bersama ergotamin mempermudah timbulnya emboli, sedang lamanya pengobatan tidak mempengaruhi resiko timbulnya emboli. q Susunan saraf pusat.— Pernah dilaporkan timbulnya perasaan gelisah, cepat tersinggung dan depresi. Depresi antara lain disebabkan inhibisi dekarboksilase triptofan menjadi serotonin dan mungkin karena penurunan piridoxin akibat estrogen. Pemberian piridoxin exogen mungkin dapat mengatasinya. Libido pernah dilaporkan bertambah, amenorrhoea sesudah pemakaian pil sering terjadi pada mereka yang sebelum memakai pil tersebut menunjukkan psikis yang labil. q Lain-lain. — Kecuali hal-hal tersebut di atas, masih banyak lagi kejadian lain yang pernah dilaporkan yang dianggap sebagai akibat pemakaian kontrasepsi oral. CARA MENGHINDARI EFEK SAMPING Seperti juga dengan obat lain sampai sekarang belum ditemukan suatu cara yang baik untuk mengatasi efek samping kontrasepsi oral. Dalam hal ini hanya dapat diusahakan memperkecil kemungkinan timbulnya efek yang tak diinginkan. Usaha-usaha tersebut antara lain: • Menghindari pemberian pil ini pada mereka yang mempunyai keluhan/gejala subjektip maupun objektip yang merupakan kontra-indikasi pemakaian preparat hormon steroid, antara lain : migrain, ikterus, tekanan darah tinggi, varises, diabetes melitus, hiperlipidemia, tumor mammae atau tumor traktus genitalis dan lain-lain. • Memilih preparat yang cocok.— Tersedianya berbagai macam pil dengan komposisi yang berbeda (baik derivat estrogen maupun derivat progestinnya) memungkinkan untuk menggantinya dengan jenis pil yang lain apabila ternyata wanita tersebut tidak cocok dengan pil yang pertama kita pilih. Potensi/khasiat berbagai pil kontrasepsi tersebut tidak perlu diragukan, karena berbagai derivat estrogen-progestin tersebut potensi estrogenik dan progestogeniknya hampir tidak berbeda. Kecuali memilih macam pil yang cocok dapat juga dipilih pil dengan dosis dari masing-masing komponen yang minimal. Hal ini sekarang banyak dianjurkan setelah terbukti bahwa beberapa efek samping dapat timbul pada pemakaian dosis besar. • Menghindari pemakaian pil yang mengandung derivat estrogen/progestin yang telah banyak dilaporkan dapat menimbulkan hal-hal yang tidak dingini, antara lain: misalnya derivat progestin dengan alkilasi pada atom C—17 dan pada gugus fenol dari cincin A (370—a) yang dapat menyebabkan gangguan fungsi ekskresi hepar dan menimbulkan hepatoma; pemberian dietilstilbestrol pada wanita hamil muda dapat meningkatkan frekwensi adenocarcinoma cervix/vagina pada bayinya kelak dikemudian hari (3,8). • Pemakaian norethindron dengan mestranol dapat menurun28

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

KALENDER PERTEMUAN LLMLAH Simposium Nasional Kanker Saluran Makanan telah diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 24--26 November 1977. Penyelenggara : Persatuan Gastroenterologi Lndonesia (PGL) & Unit Kanker RSCM Jakarta. Simposium Hipertensi telah diselenggarakan di Padang, 3 Desember 1977 oleh Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Kongres Nasional Lkatan Ahli Farmakologi Indonesia ke III diselenggarakan di Denpasar—Bali pada tanggal 4—8 Desember 1977. Thema : Pemantapan pendidikan dan penelitian farmakologi dalam menunjang pembangunan. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Lndonesia akan menyeienggarakan kongresnya yang ke LV di Medan, 28—30 Juni 1978. Thema : Peningkatan kemampuan kerja dengan (i) pencegahan/ penanggulangan penyakit menahun, (ii) pembinaan kesehatan keluarga. Terbuka bagi semua yang berminat. Penyerahan abstrak sebelum 31 Desember 1977. Keterangan lebih lanjut dapat diperoleh pada :Panitia Penyelenggara KOPAPDL--LV. Bagian Llmu Penyakit Dalam FK USU. Jl. Prof. Yamin 47, PO Box 74, Medan.

kan sekresi cortisol ; pemberian preparat yang mengandung derivat progestin dengan khasiat anabolik kuat dapat menambah nafsu makan dan dapat mengakibatkan bertambahnya berat badan yang berlebihan(1). • Untuk mengontrol kemungkinan terjadinya perubahanperubahan kimia darah atau urine secara dini dianjurkan untuk selalu melakukan pemeriksaan laboratorium minimal setahun sekali. • Apabila hal-hal tersebut telah dapat dijalankan, untuk menghindari semua hal yang tak diingini, sebaiknya obat ini jangan digunakan secara terus menerus, tetapi harus ada waktu istirahat satu atau dua bulan selama setahun. Selama masa istirahat ini dianjurkan memakai cara kontrasepsi lain. Bila usaha-usaha di atas telah dijalankan tetapi efek samping masih tetap ada, sebaiknya obat segera distop; gunakan cara kontrasepsi lain. Kemudian bila perlu efek samping yang masih ada diberi pengobatan. KEPUSTAKAAN 1. BECK RP et al : Adrenocortieol funetion studies during the normal menstrual cyele and women receiving norethindrone with and without mestranol. Amer J Obstet Gynecol 112 : 364, 1972. 2. DE LANGE WE, DOORENBOS H : Sex hormones, anabolic agents and related drugs, in Meyler's side effects of drugs, vo18. ed. MNG Dukes 1972-1975. 3. MURAD F, GLLMAN AG : Estrogens and progestins. in The Pharmacological basis of therapeutics, 5 ed. Ed. Goodman LS and Gilman AG. New York, Maemillan Co., 1975. 4. METREAU JM et al : Oral contraception and the liver. Digestion 7: 318-355, 1972. 5. MOWAT AP, ARLAS LM : Liver functions and oral contraeeptives. JReprod Med 3: 45, 1969. 6. SLNNATHURAY T.A : Oral hormonal steroid contraception. An overview of recent literature. New ethicals 13 (12): Dec, 1976. 7. WHO Drug Lnformation, October 1976. 8. WHO Drug Lnformation Circular No. 174, 31 May 1977.

PROSTAGLANDIN dr. Soenaryo Bagian Farmakologi FKUI Jakarta

Prostaglandin (PG) merupakan salah satu zat yang akhirakhir ini sangat menarik perhatian. Sebenarnya zat ini telah dikenal sejak sekitar tahun 1930-an, namun baru sekitar tahun 1960-an zat tersebut dapat diisolasi, dikenal sifat-sifat serta cara sintesanya. Sejak saat itu barulah zat tersebut menimbulkan daya tarik yangbesar. Penyelidikan tentang PG dimulai sekitar tahun 1930 yaitu sewaktu dua orang ginekolog Amerika, KURZROK dan LIEB pada suatu observasi menemukan bahwa cairan semen yang dikenakan pada sepotong otot uterus mengakibatkan kontraksi atau relaksasi otot uterus tersebut. Kira-kira 5—6 tahun kemudian GOLDBLATT di Inggris dan EULER di Swedia masing-masing melaporkan bahwa cairan semen atau kelenjar reproduksi yang lain mengandung suatu Zat yang mempunyai sifat menyebabkan kontraksi otot polos dan juga mempunyai sifat dapat menurunkan tekanan darah. EuLER menyatakan bahwa zat aktip tersebut merupakan suatu zat yang bersifat asam dan dapat larut dalam lemak dan kemudian dinamakan prostaglandin. Selain nama ini zat tersebut juga pernah mendapatkan berbagai macam nama misalnya vesiglandin, irin, medullin ataupun darmstoff. Pada tahun 1957 BERGSTROM dan SJOFALL dapat mengisolir dalam bentuk kristal dua macam PG, yaitu PGE 1 dan PGF1α , dan pada tahun 1962 struktur kimia dari kedua zat tersebut dapat ditentukan. Segera setelah penemuan struktur PG ini senyawaan-senyawaan PG lainnya ditemukan; dan ternyata semua PG merupakan suatu asam karboxilat tidak jenuh dengan 20 atom karbon dan mempunyai satu gugus siklopentana.

Sekitar tahun 1964 BERGSTROM dan kawan-kawan serta secara sendiri-sendiri dapat menemukan biosintesa PGE 2 dari asam arachidonat dengan menggunakan homogenat kelenjar vesikularis domba. PG merupakan autakoid* yang dapat ditemukan pada hampir semua jaringan dan cairan tubuh; berbagai macam rangsang dapat mengakibatkan peninggian pembentukan PG. Walaupun dalam jumlah yang sangat kecil, zat ini dapat menimbulkan efek yang sangat luas yang meliputi hampir seluruh fungsi biologik dalam tubuh. PG ini dapat pula mengaktipkan ataupun menghambat adenylcyclase dari berbagai macam sel dalam baVAN DoRP

* Autakoid adalah segolongan zat yang terdapat dalam tubuh yang mempunyai reseptor yang beraneka macam dan dapat menimbulkan efek sistemik.

dan. Berbagai macam obat anti-inflamasi golongan non-steroid—misalnya aspirin & indomethacin—diperkirakan bekerja dengan cara mengadakan penghambatan biosintesa PG ini. Sifat kimia PG merupakan analog dari suatu senyawaan asam prostanoat dengan struktur kimia sebagai berikut :

PG yang terdapat secara alamiah yaitu PGE 1 , PGE 2, PGE 3 , PGF 1 α , PGF 2α , PGF 3α , keenamnya disebut sebagai PG-primer; sedangkan PG yang lain merupakan analognya. A, B, C, D, E,F, menunjukkan konstituen pada cincin siklopentana, sedang 1, 2, 3 dan soterusnya menunjukkan prekursor dari asam lemaknya. PGE 2 dan PGF2α merupakan PG yang paling banyak terdapat dan paling banyak dipelajari secara intensip. Biosintesa PG dari prekursornya yang berupa asam lemak esensiel terjadi di hampir semua sel. Sintesa PG primer memerlukan enzym prostaglandin synthetase dengan tahap-tahap sebagai berikut : — Oksigenisasi dan siklisasi prekursornya dan membentuk suatu derivat berupa peroxida siklis (suatu endoperoxida). — Endoperoxida ini kemudian menempuh dua jalan: (i) isomerisasi oleh enzym endoperoxide isomerase membentuk PGE, atau (ii) direduksi oleh enzym endoperoxide reductase menghasilkan PGF α . Sebagai contoh,dari prekursor asam arachidonat akan dihasilkan seri PGE dan PGF α , suatu PG yang paling banyak ditemukan pada mammalia. PGA, B dan C berasal dari PGE setelah mengalami dehidrasi dan isomerisasi. Farmakologi Jarang sekali ditemukan suatu autakoid yang memiliki hegitu banyak dan begitu beraneka ragam efek seperti PG; tidak saja spektrum efeknya sangat luas, tetapi setiap PG juga menunjukkan efek yang berbeda baik kwalitatip maupun kwantitatip. Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

29

HO

Struktur ke enam prostaglandin primer

Terhadap sistem kardiovaskuler. – Zat ini menyebabkan va-

sodilatasi, terutama pada sistem arteriol, prekapiler , sphincter dan venule post–kapiler. Efek ini terlihat pada pemberian PGE dan PGA yang merupakan vasodilator kuat; kekuatannya melebihi histamin atau asetilkholin. Kontraksi otot jantung meningkat dan frekwensi denyut jantung juga bertambah; ini merupakan reflex akibat menurunnya tahanan tepi total. Tekanan darah menurun; hal ini terutama terlihat jelas pada penderitapenderita tekanan darah tinggi. Terhadap otot polos lain.– PG dapat menyebabkan kontraksi maupun relaksasi, tergantung dari jenis PG yang digunakan, species, keadaan endokrin dan kondisi percobaan. Yang penting yaitu efek terhadap otot polos uterus. Dalam keadaan hamil PGE maupun PGF menyebabkan kontraksi yang kuat, sedangkan bila tidak hamil hanya PGE yang dapat menyebabkan kontraksi uterus yang mirip dengan kontraksi uterus waktu partus. Efek ini terlihat pada seluruh stadia kehamilan, jadi ini berbeda dengan efek oxytocin yang terutama hanya terlihat pada kehamilan aterm. Terhadap otot polos bronchus.- PGE mempunyai efek bronchodilatasi, sedangkan PGF – terutama PGF 2α – akan menyebabkan bronchokonstriksi terutama pada penderita asthma. PGE 1 dan PGE 2 dalam bentuk aerosol dapat digunakan untuk pengobatan asthma bronchiale. Terhadap otot polos saluran peneernaan.– Pengaruh PG sangat variabel. PGE misalnya, dapat menyebabkan rasa enek, muntah, diare, kejang usus bahkan reflux dari empedu. Sekret Iambung menjadi berkurang dengan akibat volume, keasaman dan jumlah pepsin berkurang. Sebaliknya , terhadap kelenjar pankreas ia menyebabkan peningkatan sekresi. Terhadap sistem kelenjar endokrin.-- PG merangsang produksi steroid oleh kelenjar anak ginjal, stimulasi pelepasan insulin, efek yang mirip dengan efek hormon thyrotropin dan juga efek luteolysis. Sehubungan dengan efek luteolysis ini maka suntikan PGF 2α ternyata akan segera menurunkan output hormon progesteron oleh corpus luteum. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan terhadap kehamilan muda, karena kelangsungan kehamilan sangat tergantung dari progesteron yang berasal dari corpus luteum dan bukan plasenta. Tetapi efek abortivum pada kehamilan muda pada manusia tidak selalu 30

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

disertai dengan penurunan kadar progesteron; sehingga timbul pertanyaan apakah efek luteolysis ini masih merupakan faktor penentu pada abortus akibat PG ? Cara kerja PG Karena efeknya yang sangat beraneka ragam, jelaslah sudah bahwa PG tentulah tidak hanya mempunyai satu macam reseptor saja; dan memang telah terbukti bahwa PG mempunyai reseptor yang sangat heterogen. Cara kerja PG mungkin sekali melalui pengaruhnya terhadap kadar AMP siklis ataupun terhadap ion kalsium. Terhadap AMP siklis, PG dapat menyebabkan akumulasi ataupun penghambatan akumulasi AMP siklis. Penutup Berdasarkan efek PG yang beraneka ragam seperti telah disebutkan di atas, maka kita dapat menaruh beberapa harapan, misalnya : • Kemungkinan untuk pengobatan ulkus peptikum, terutama ulkus ventrikuli. • Kemungkinan untuk pengobatan hipertensi. • Kemungkinan untuk digunakan pada pengobatan asthma bronchiale, misalnya dalam bentuk aerosol (PGE 2 ). • Hal yang menarik yaitu dalam lapangan kebidanan, di mana PG mempunyai peranan penting untuk keadaan-keadaan sbb : ~ untuk induksi partus aterm atau untuk pengobatan "missed abortion". ~ untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy) ; jadi bertindak sebagai abortivum. Dalam hal ini pelbagai penyelidikan menunjukkan hasil yang cukup memuaskan serta efek samping yang relatif kecil, baik kehamilan trimester pertama maupun trimester kedua. Untuk tujuan ini dapat digunakan preparat PGE 2 dan PGF2 ; tetapi derivatnya yaitu ester metil PGE 2 dan ester metil PGF2α ternyata memberikan hasil yang lebih baik. KEPUSTAKAAN 1. GOODMAN LS , GLLMAN A : The pharmacological basis of therapeutics, 5 ed. New York, Macmillan Co., 1975. 2. KARLM SM : The prostaglandins. Progress in Research 71-165,

1972. 3. MARC BYGDEMAN, SUNE BERGSTROM No. 7, Sept. 1976.

Population Reports.

Kemandulan pada pria dr. M.K. Tadjuddin Kepala Bagian Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta

Seorang pria atau wanita yang datang ke dokter untuk pemeriksaan karena ingin punya anak selalu harus dipandang sebagai suatu kesatuan mandul dan sebaiknya diobati sebagai satu kesatuan. Jika pada / pemeriksaan salah seorang telah ditemukan sesuatu yang diperkirakan dapat menyebabkan kemandulan, hal itu tidak boleh dipakai sebagai alasan untuk tidak memeriksa pasangannya secara lengkap. Seringkali sebab kemandulan terdapat di kedua belah pihak, umpamanya kwalitas semen yang kurang baik dan getah serviks yang tidak baik. Dari segi psikologi, juga kurang baik jika salah seorang anggota pasangan dipersalahkan atau merasa bersalah. Jika untuk pengobatan kemandulan akan dilakukan tindakan berat pada salah seorang, maka keadaan fertilitasnya juga harus diketahui sebab tidak ada gunanya mengobati seorang, jika derajat fertilitas pasangannya tidak diketahui. Infeksi alat kelamin dapat ditularkan, hingga dalam hal itu kedua anggota pasangan harus diobati bersama. Dasar pemeriksaan kemandulan pada pria sama dengan pemeriksaan kedokteran umum. Kesalahan yang sering dibuat dalam mengevaluasi fertilitas pria adalah dengan hanya melakukan evaluasi berdasarkan analisa semen. Suatu hasil analisa semen normal tidak menyampingkan kemungkinan infeksi kelenjar prostat atau adanya kelainan anatomis. Anamnesis Dalam anamnesis ditanyakan tentang perkembangan sex, penyakit-penyakit yang pernah dialami, perkawinan dan pemakaian obat-obat. Kwalitas semen umumnya turun sesudah suatu penyakit. Hal itu dapat berlangsung hingga enam bulan. Pemeriksaan fisik 1. Pemeriksaan keadaan umum : dalam pemeriksaan ini pen-

ting diperhatikan bentuk tubuh dan sifat-sifat sex sekunder seperti suara, rambut. 2. Pemeriksaan genitalia : yang perlu diperiksa ialah -- Bentuk dan ukuran penis dan skrotum -- Kelainan anatomi pada penis dan skrotum -- Tanda-tanda balanitis pada penderita yang tidak disunat -- Uretra "diperas" dan jika keluar sekret, maka sekret itu harus diperiksa. -- Testis : ukuran (normal 4 x 3 x 2 cm), konsistensi. -- Epididymis dan duktus deferens -- Adanya varikokel -- Prostat dan vesika seminalis dengan pemeriksaan rektal.

Pemeriksaan laboratorium 1. Pemeriksaan laboratorium umum. 2. Analisa semen : Volum Jumlah spermatozoa/ml Bau Jumlah spermatozoa motil/ml pH Gerak spermatozoa Viskositas Morfologi spermatozoa Dalam laboratorium Bagian Biologi FKUI hasil analisa semen dinilai berdasarkan tingkat kesuburan menurut FARRIS (1954) yang didasarkan jumlah spermatozoa motil/ejakulat (lihat tabel I). Berdasarkan itu, maka hasil analisa semen dinyatakan Steril atau Subfertil atau Relative Fertile atau Highly Fertile (lihat contoh hasil pemeriksaan semen Bagian Biologi FKUI). TABEL I: TINGKAT KESUBURAN MENURUT FARRIS Tingkat kesuburan

Jumlah spermatozoa motil/ejakulat

Steri1 Subfertil Relatif .fertil Sangat fertil

0 1

­

80 juta

80 - 185 iuta 1 85 juta lebih

Pemeriksaan khusus Pada penderita dengan oligospermia berat atau sterilitas atau pada kemandulan yang tidak dapat diterangkan perlu dilakukan seluruh atau sebagian dari pemeriksaan khusus seperti terdaftar dibawah ini : 1. Khromatin sex dan 4. 17-ketosteroid dalam air seni khromosom 2. Gonadotropin dalam air seni 5. PBI dan zat anti-thyroid 3. Aglutinasi sperma 6. Biopsi testis. Faktor yang mempengaruhi fertilitas pada pria Faktor yang mempengaruhi fertilitas pada pria dapat dibagi dalam : 1. Faktor pretestikuler , merupakan kelainan yang terdapat diluar testis dan mempengaruhi proses spermatogenesis. Kelainan itu dapat berupa : • Kelainan endokrin (2 % dari kemandulan pria disebabkan kelainan endokrin) yang dapat berupa kelainan hormon gonadotropin karena ada kelainan hipofisa atau hipotalamus; kelainan kelenjar adrenal atau mungkin karena diabetes mellitus yang berat. Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

31

32

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

• Kelainan khromosom : umumnya kelainan khromosom be-

Contoh Formulir Pemeriksaan Semen dari Bagian Biologi FKUI-Jakarta

rupa sindroma Klinefelter dengan kariotip 47, XXY. Kelainan jenis lain seperti mozaik 46, XY/47, XXY dan 46, XY/47, XYY juga kadang-kadang terdapat. Kelainan berupa delesi, translokasi dan sindroma-YY juga pernah dilaporkan. • Kriptorkhidismus : dijumpai pada 9 % penderita. Kelainan ini jika dapat didiagnosa dini dan diperbaiki segera dapat ditolong. Sebaiknya semua anak laki-laki sewaktu lahir diperiksa keadaan testisnya untuk mengetahui ada tidaknya kriptorkhidismus. • Varikokel : merupakan kelainan yang paling sering dijumpai pada pria infertil. Varikokel terutama mempengaruhi morfologi dan motilitas semen. Pengaruh terhadap jumlah spermatozoa tidak besar (MAC. LEOD, 1965 b).

BAGIAN BIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA Analisa sperma Pekerjaan Telah menikah No. (klinik)

Pengobatan kemandulan pada pria

Pengobatan pria mandul tentunya tergantung dari kelainan yang dideritanya. Pada umumnya hal-hal tersebut dibawah ini perlu diperhatikan : 1. Sebelum memulai pengobatan harus ditentukan dulu dasar analisa semen sebanyak tiga kali. 2. Sesudah mulai pengobatan, maka pengobatan itu harus dilanjutkan selama tiga bulan, mengingat siklus spermatogenesis pada manusia adalah sekitar 70 hari. 3. Hasil pengobatan harus dinilai dengan analisa semen berulang dan jika dapat, dilakukan penentuan kadar hormon. Dalam garis besar pengobatan pria mandul dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu pengobatan spesifik dan pengobatan non-spesifik. Dalam golongan pengobatan spesifik termasuk jenis pengobatan: 1. Operatif : varikokelektomi, vasostomi, epididimovasostomi 2. Medikamentosa :

Hormonal : HMG, HCG, Testosteron,l-triodotironin. Non-hormonal : Suppositorium vagina beta-amilasa, peptidasa. Dalam golongan pengobatan non-spesifik termasuk jenis pengobatan : (a). (b).

:.................. : .................. : .................. :..................

Semen diterima di laboratorium tgl : ................jam:............................. Abstinensi :............. hari . Semen diperoleh dengan eara coitus interuptus/masturbasi jam :..................... Hasil pemeriksaan : : : Suhu Warna : : Erythrocyt/lpb Bau Leukocyt/.Ipb : Reaksi (pH) : : : Sel epitel/Ipb Viskositas 0 : / ml Sel muda (terhadap H 2 0 pada suhu 37 C) Volume : Kecepatan rata-rata dari 25 sperma tozoa per 1/20 mm : detik Jumlah/ml : Kadar fruktosa mg/100 ml .Jumlah motil/ml : : semen. % motil Bukan bentuk oval Kesimpulan: Highly fertile/Relative fertile/Subfertile/Sterile .

2. Faktor testikuler : merupakan kelainan di dalam testis yang mempengaruhi proses spermatogenesis. Kelainan itu dapat berupa : infeksi (orchitis yang berasal dari gonorrhoea atau parotitis epidemika), tumor, trauma, atau kelainan bawaan. 3. Faktor posttestikuler : merupakan kelainan pada epididymis, duktus deferens, prostat, vesika seminalis dan uretra. Kelainan itu dapat berupa : (a). Infeksi yang dapat menyumbat saluran keluar : gonorrhoea atau urethritis non-spesifik. (b). Tumor yang dapat menyumbat saluran keluar. (c). Trauma yang dapat menyebabkan penyempitan sesudah sembuh. (d). Kelainan bawaan seperti hipospadia dan epispadia. 4. Frekwensi senggama : VAN ZYL et al. (1975) mengatakan bahwa dengan memberi nasehat untuk bersenggama lebih sering, pada 53 % dari pasangan infertil akan terjadi kehamilan. Frekwensi senggama terutama harus ditingkatkan selama masa subur menjadi tiap hari atau dua hari sekali.

:......................... Umur :.............................. Sterilitas sekunder :.......... th........ bl Permintaan Prof.Dr :............................ No. laboratorium

Mohon perhatian

:

+ HCG Roborantia 6. Roborantia Roborantia + Vitamin E 7. Roborantia + HMG + HCG + klomifen Roborantia + Vitamin E + A 8. Roborantia 9. Roborantia + phenotiazin Roborantia + testosteron/ 10. Roborantia + indometasin mesterolon 5. Roborantia + HMG Pengobatan pria mandul tanpa kelainan anatomi di Indonesia sulit, karena diagnosa harus ditegakkan umumnya tanpa pemeriksaan kadar hormon. Oleh karena itu di Bagian Biologi FKUI pengobatan pria mandul tanpa kelainan anatomi tetapi dengan oligospermia dimulai dengan pengobatan yang paling sederhana, yaitu dengan pemberian roborantia, vitamin atau indometasin. Jika dengan pengobatan yang sederhana itu tidak didapat hasil yang memuaskan, maka diberi mesterolon. Jika masih belum didapat hasil yang memuaskan, maka dilanjutkan dengan HCG atau HMG atau klomifen.

1. 2. 3. 4.

Penutup

Pengobatan pria mandul seringkali tidak memuaskan. Walaupun demikian pemeriksaan 'seorang suami pasangan yang mandul perlu dilakukan sebaik-baiknya agar pasangan itu mengetahui keadaan sebenarnya. Harus disadari bahwa keadaan kemandulan untuk sepasang suami-isteri dapat merupakan suatu tekanan jiwa untuk kedua-duanya. Jika dari pemeriksaan yang dilakukan ternyata suami memang infertil atau mandul, maka harus diberi keterangan bahwa kemandulan itu tidak ada hubungannya dengan libido dan peranannya sebagai suami. KEPUSTAKAAN 1. FARRLS EJ : Male Fertility. Brit Med J 2 : 1475, 1951. 2. MacLEOD J : Seminal cytology in the presence of varicocele. Fertil steril 16: 735, 1965. 3. OENTOENG S: Analisa semen. Dalam buku Keluarga Berencana : edit RS Samil dan AB Saifudin. Lntegrasi Pendidikan Tingkat VL EKUL, Jakarta, 1970. 4. VAN ZYL JA et aL : Oligospermia : a seven year survey of the insidenee, chromosomal aberration, treatment and pregnancy rate. Int J Fertil 20: 129, 1975. Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

35

KONDOM : Bagaimana cara menguji kwalitasnya? Pembicaraan kita kali ini tidak menyangkut masalah naik atau turunnya jumlah akseptor kondom di Indonesia, bukan tentang "failure rate " maupun efektivitas distribusinya melalui agen-agen jamu, tetapi tentang bagaimana cara pengujian terhadap kondom dilakukan. Untuk menjaga kwalitas kondom yang diproduksi, sebelum dipasarkan hamnir semua kondom diuji lebih dulu secara elektronik di dalam pabrik. Pengujian yang dilakukan dalam rangka "quality control" ini ditujukan untuk menemukan kondom yang bocor/berlubang sehingga kondom yang rusak ini tidak jatuh ke tangan konsumen. Untuk itu biasanya dipergunakan cara sbb : Prinsipnya, karena kondom terbuat dari karet, maka ia berfungsi sebagai isolator. Bila karet tersebut berlubang, fungsi isolatornya akan hilang atau berkurang tergantung besar kecilnya lubang. Untuk melaksanakan fungsinya sebagai isolator itu, kondom dipasang pada besi berbentuk silindris yang bertindak sebagai elektroda. Elektroda yang dilapisi oleh kondom ini kemudian digerakkan oleh pita-berjalan melewati elektroda lain yang terpasang di dinding ruang penguji. Kedua elektroda tersebut kemudian diberi beda muatan listrik sebesar 1000 volt. Bila kondom yang melapisi salah satu elektroda tadi berlubang, karena fungsi isolatornya tidak sempurna akan terjadi loncatan listrik antara kedua elektroda dan kondom itu secara otomatis akan dibuang. Cara ini, yang disebut juga sebagai cara kering, memerlukan beda potensial yang tinggi. Cara yang lain berdasarkan prinsip yang sama dengan cara pertama, akan tetapi sebagai medium antara kedua elektroda dipakai larutan elektrolit — yang seperti kita ketahui merupakan larutan penghantar listrik. Dengan cara ini elektroda yang berkondom tadi dicelupkan dalam cairan elektrolit dan dinding wadah berfungsi sebagai elektroda pasangannya. Antara kedua elektroda hanya diberi beda muatan listrik sebesar 10 - 15 volt. Secara teoritis, pengujian secara elektronik ini akan dapat menemukan dan membuang semua kondom yang berlubang, tetapi dalam praktek tidak selalu demikian. Untuk mencegah kerugian, pihak produsen dapat menetapkan bahwa tidak lebih dari 10 % yang harus ditolak. Karena sampai sekarang belum ada patokan resmi tentang berapa besar seharusnya beda potensial antara kedua elektroda tersebut, pihak produsen boleh saja menurunkan beda potensial tersebut. Dengan demikian, kondom yang berlubang pun, bila dianggap sangat kecil, mungkin tidak dibuang tetapi terus dipasarkan. *

36

Diolah dari Population Report, Series H, No. 2, May 1974.

Cermin Dunia Kedokteran No. 10; 1977

STANDARD NASIONAL. Mengingat bahwa pihak produsen memiliki kepentingan sendiri, untuk melindun'gi konsumen dalam negeri, beberapa negara telah menentukan standard nasional untuk kondom dan menganjurkan atau mengharuskan pengujian lebih lanjut terhadap kondom sebelum dipasarkan di dalam negara yang bersangkutan. Sepuluh negera telah memiliki standard tersebut, yaitu : Denmark, Finlandia, lndia, Hongaria, Israel, Jepang, Norwegia, Swedia, Inggris dan Amerika Serikat. Di Inggris, standard tersebut hanya bersifat anjuran, sehingga kondom yang tidak memenuhi sarat pun dapat dipasarkan. Sebaliknya di Amerika Serikat standard itu merupakan sarat mutlak untuk pemasaran kondom. Dalam hal ini, salah satu badan yang mempunyai hak dan kewajiban untuk menguji semua kondom yang dipasarkan di Amerika, baik yang diproduksi dalam negeri maupun yang diimpor, adalah FDA (US Food and Drug Administration). Akan tetapi FDA tidak berhak mengontrol kwalitas kondom yang diekspor dari Amerika Serikat. Perlu diketahui juga bahwa ada negara penghasil kondom yang tidak mempunyai standard nasional, misalnya Jerman Barat dan Thailand Biasanya pengujian terhadap standard nasional dilakukan pada contoh kondom yang diambil berdasarkan cara " sampling" yang telah ditetapkan. Bila sekian persen dari contoh tersebut tidak memenuhi sarat, maka seluruh "batch" ditolak. Sebagai contoh, standard Swedia menentukan sbb: dari satu batch kondom yang terdiri dari 500 gross kondom atau kurang daripada itu, diambil 300 contoh kondom dan diperiksa satu per satu untuk mencari lubang pada kondom. Bila dari 300 contoh tersebut tak lebih dari empat kondom yang berlubang, batch itu masih dapat diterima. Pengujian untuk mencari lubang.

Berbeda dengan pengujian "quality control" di pabrik yang biasanya memakai cara elektronik, sebagian besar standard nasional mempergunakan cara yang sederhana untuk mencari lubang pada kondom. Caranya : kondom diisi dengan 300 ml air, diikat ujungnya dan kemudian diguling-gulingkan di atas kertas penghisap atau kain yang mudah menyerap air. Ada tidaknya kebocoran dapat dilihat dari ada tidaknya bercak pada kertas atau kain tadi(lihat Gambar I).Standard Israel dan FDA tidak menentukan ada tidaknya kebocoran melalui kertas penghisap, tetapi melihatnya secara langsung. Dari ke sepuluh negara yang mempunyai standard nasional itu, hanya Jepang yang memakai cara elektronik untuk mencari lubang.

Gambar 1. — Pengujian terhadap kondom untuk mencari lubang.

Pengujian kekuatan kondom

Kondom yang kurang kuat dan robek pada waktu dipakai memberi efek yang jauh lebih jelek daripada kondom yang berlubang kecil, yang meskipun dapat dilalui sperma/kuman mungkin jumlahnya terlalu sedikit untuk memungkinkan kehamilan/infeksi. Jadi sebenarnya test terhadap kekuatan kondom ini lebih penting daripada test untuk mencari lubang kondom. Pengujian kekuatan kondom dapai dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) meniupkan udara dengan volume tertentu untuk dilihat apakah kondom pecah atau tidak, dan (2) menarik atau meregangkan sebagian atau seluruh kondom tersebut sampai robek dan menentukan berapa kali lipat panjangnya kondom telah ditarik pada waktu kondom tersebut robek. Standard Denmark mengharuskan bahwa kondom tidak pecah pada peniupan 20 liter udara. Swedia menentukan 25 liter, sedangkan standard Amerika menghendaki bahwa dari setiap batch, delapan contoh kondom baru pecah setelah ditiup dengan lebih dari 28,3 liter udara (lihat Gambar 2). Cara pengujian dengan penarikan/peregangan dipakai oleh standard Hongaria, Jepang dan Inggris : dalam standard mereka dinyatakan bahwa kondom harus dapat ditarik enam sampai tujuh kali lipat panjangnya (600 % — 700 %) sebelum dia robek.

letus pada peniupan kurang dari 28,3 liter udara, seluruh batch ditolak. Penurunan kekuatan kondom setelah proses penuaan diperbolehkan sampai batas tertentu oleh standard Jepang, Hongaria dan Inggris. Standard Jepang, yang menghendaki bahwa kon dom kuat menahan regangan enam kali panjang semula, menurunkan angka itu menjadi 5,4 kali sesudah proses penuaan. Standard Hongaria bahkan memperbolehkan pengurangan kekuatan sampai tinggal 70 % kekuatan semula (lihat Tabel I). Konsekwensi dari penurunan kekuatan tersebut ialah bahwa seharusnya pada kemasan kondom juga dicantumkan "expiration date". Tetapi tampak ada keengganan dari pihak pabrik pembuat kondom untuk mencantumkannya. Ada pabrik yang menyatakan bahwa kondom produksi mereka masih dapat dipergunakan sembilan tahun setelah pembuatan, tetapi dari riset yang ada belum didapatkan fakta untuk membenarkan ataupun menyangkal pernyataan itu. Dari pihak pemerintah, hanya standard Inggris (British Standards Institu tion) yang mencantumkan expiration date kondom dalam standard, yaitu tiga tahun setelah pembuatan. Standard ukuran kondom

Di samping standard-standard yang telah dibicarakan di atas delapan negera — Hongaria, India, Israel, Norwegia, Swedia, Inggris, Jepang dan Amerika — juga membuat standard untuk ukuran kondom, yang mencakup panjang, lebar, tebal dan berat kondom. (lihat Tabel II). Karena proses pembuatannya, kondom biasanya lebih tebal pada ujung tertutupnya. Oleh sebab itu ada standard yang menetapkan tebal rata-rata dari seluruh kondom, ada yang menetapkan tebal di bagian tengah saja. Dari ukuran-ukuran yang ditetapkan dalam standard tersebut, salah satu yang terpenting ialah tebal kondom, karena ukuran ini secara langsung berhubungan dengan kekuatannya, dan dengan demikian dengan efektivitasnya sebagai alat kontrasepsi. Dengan memakai bahan yang sama, kondom yang lebih tebal tentu lebih kuat. Tetapi kondom yang tipis lebih disukai oleh masyarakat karena katanya lebih sensitif. Di Jepang, di mana ketentuan mengenai tebal kondom tidak masuk dalam standard, pada tahun 1970 mulai dipasarkan kondom yang sangat tipis, dengan tebal

Penurunan kwalitas 'kondom karena proses penuaan

Karet yang disimpan beberapa tahun sering rusak dan menjadi lengket. Kemampuannya menahan regangan juga berkurang. Karena kondom juga dibuat dari karet, penyimpanan kondom dalam waktu lama pasti mempengaruhi kwalitas kondom tersebut. Untuk menguji pengaruh proses penuaan ("aging") ini terhadap kondom, kita tak perlu menunggu bertahun-tahun karena proses penuaan dapat dipercepat dengan pemanasan. Di dalam standard Inggris, contoh kondom harus dipanaskan sampai 70° C selama 12 jarn untuk kemudian diuji lagi kekuatannya. Jepang dan Hongaria menetapkan waktu yang lebih lama untuk percobaan itu, yaitu 72 jam pada 70 0 C, sedang standard Amerika menetapkan waktu tujuh hari pada suhu yang sama. Menurut standard Amerika ini, bila salah satu dari delapan contoh kondom yang telah dipanaskan tujuh hari itu me -

Gambar 2. — Menguji kekuatan kondom dengan meniupkan udara ke dalam kondom.

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

37

0,03 mm. Pemasaran kondom jenis ini ternyata berhasil meningkatkan "sales" kondom jauh di atas tahun-tahun sebelumnya. Hal yang menguntungkan ialah bahwa kenaikan "sales" kondom tadi tidak diikuti dengan kenaikan laporan jumlah kondom yang robek/pecah waktu dipakai. Tetapi ini tidak berarti bahwa kondom tersebut memang kuat. karena mungkin saja orang-orang segan melaporkan tentang robeknya kondom yang dipakai.

Tentang panjang dan lebar kondom yang optimal, meskipun informasi mengenai ukuran itu sedikit sekali, beberapa negera mencantumkan juga dalam standard mereka. Panjang minimum berkisar antara 16 cm (di Inggris dan Israel) sampai 18 cm ( di Amerika). Hanya satu negara yang mencantumkan panjang maksimum, yaitu Amerika Serikat yang menetapkan 22 cm. Standard ukuran lebar yang diratakan tanpa direnggang, berkisar antara 4,4 sampai 5,6 cm.

TABEL I: STANDARD KONDOM BERBAGAI NEGARA DAN METODA PENGUJIAN KONDOM, 1973 Pengujian kekuatan Negara

38

Badan yang berwenang

Pengujian terhadap lubang

Denmark

Danish Pharmacist's Association

Setiap kondom diisi dengan 300 ml air, ditutup dengan memilin ujungnya dan diguling-gulingkan pada kertas penghisap.

Hongaria

Hungarian Presidium

lndia

Peniupan udara

Pemanjangan sebelum robek/putus Sebelum perco- Sesudah percobaan penuaan baan penuaan

20 liter







-

700 %

490 %

lndian Standard lnstitution

Setiap kondom diisi dengan 300 ml air, digantungkan, dan dibungkus dengan kertas penghisap

-

-

-

lsrael

The Standard lnstitution of lsrael

Setiap kondom diisi dengan 300 ml air, .digantungkan, dan dicari bagian yang bocor.

-

-

-

Jepang

Japanese Standards Organization

Setiap kondom diisi dengan larutan NaCl 1 % dan digantung pada cairan yang sama. Kondom disingkirkan bila tahanan antara bagian dalam dan bagian luar kondom kurang dari 200.000 ohm.

-

600 %

540 %

Norwegia

Kementerian Perdagangan & lndustri

Setiap kondom diisi dengan 300 ml air, digantung selama tiga menit, ditutup dengan memilin ujungnya dan digulinggulingkan di atas kertas saring yang kering.

25 liter

-

-

Swedia

Swedish Social Welfare Board

Setiap kondom diisi dengan 300 ml air, ditutup dengan memilin 2 cm dari uiungnya, dan diguling-gulingkan di atas kertas penghisap.

25 liter Standard deviasi relatif tidak lebih dari 25%

-

-

lnggris

British Standards Institution

Setiap kondom diisi dengan'300 ml air, digantung selama tiga menit, ditutup dengan memilin ujungnya, dan digulinggulingkan di atas kertas penghisap yang kering.

-

650 %

600 %

Amerika Serikat

US FDA

Setiap kondom diisi dengan 300 ml air, diguling-gulingkan pada kain pengering sampai kering. Lubang dicari dengan melihat air yang bocor.

-

Amerika Serikat

US General Services Administration

Setiap kondom diisi dengan 300 ml air, ditutup dengan memilin ujungnya, diguling-gulingkan di atas kertas saring putih yang kering.

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

Dari setiap batch, 8 contoh kondom harus meletus di atas 28.3 liter. 8 contoh lain harus meletus di atas volume tadi, tetapi setelah dipanaskan 70 0 selama 7 hari.

-

-

-

-

TABEL 11 : STANDARD NASLONAL UNTUK UKURAN KONDOM, 1973 Negara

Panjang ( cm ) Minimum maksimum

Lebar* ( cm) Minimum Maksimum

Tebal ( mm)

Berat maksimum ( gram) —

Hongaria

17

4,9

5,5

0;07

lndia

17,5

4,4

5,4

0,07

lsrael

16







1,11 — 1,53

Jepang

17









Norwegia

17

4,9

5,6



1,7

Swedia

17

4,9

5,6

0,05 (dianjurkan)

1,7

4,9

5,6

0,08

1,7

4,8

5,5

0,04 — 0,07 0,07 — 0,09

1,7

lnggris

16

Amerika Serikat

18

US AI D

16,5 cm + 3 atau -1

* lebar tanpa diregangkan =

22

4,9 + 1 atau -2

1,7

0,055



keliling.

Peraturan-peraturan mengenai ukuran kondom yang dicantumkan di atas sebenarnya tidak memilikj dasar yang kuat, jadi ditetapkan secara "sembarangan" saja (arbitrarily). Bila benarbenar akan dibuat standard, seharusnya ditentukan dulu ukuran penis standard dan standard deviasinya. Sampai sekarang, selain penyelidikan Masters & Johnson yang mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara ukuran badan dan ukuran genitalia, penyelidikan lebih lanjut tentang hal itu masih sedikit sekali. SAMPAI BERAPA JAUH KEGUNAAN STANDARD TADI ? Cara-cara pengujian kondom yang dibicarakan di atas tadi pada dasarnya merupakan percobaan laboratorium. Sampai kini belum diketahui cara pengujian mana yang paling perlu untuk menentukan efektivitas kondom sebagai alat kontrasepsi. Meskipun secara teoritis kehamilan hanya memerlukan satu

sperma, dalam prakteknya diperlukan sedikit-dikitnya 1 ml cairan semen yang mengandung 20 juta sperma untuk terjadinya kehamilan. Mengingat hal ini, meskipun kondom berlubang kecil, mungkin bukan ini yang menyebabkan kegagalan kontrasepsi. Lalu apa gunanya standard yang dibuat oleh negera-negara tersebut? Lebih jauh PETER KING dari University of Michigan pernah menghitung bahwa bila jumlah kondom yang berlubang naik satu persen — dari 2 per 100 menjadi 3 per 100 kondom — hanya akan ada penambahan satu kehamilan setiap 2.500.000 sampai 5.000.000 kali koitus. Jadi, seandainya semua kondom (100 %) berlubang, secara teoritis kehamilan yang disebabkan oleh adanya lubang itu hanya satu dalam 25.000 sampai 50.000 kali koitus. Mengingat bahwa standard kondom belum seragam diseluruh dunia, IPPF (International Planned Parenthood Federation) telah mengadakan pertemuan di London untuk membuat standard sendiri, hasilnya dapat dilihat pada Tabcl III.

A HIGHLY ACTIVE BACTERIOSTATIC AND BACTERICIDAL ANTIBIOTIC WITH GUARANTEED BIOAVAILABILITY

KALTHROCIN

®

THE CHOICE OF KALTHROCIN® MEANS CHOOSING A REALLY ECONOMICAL PRICE ERYTHROMYCIN WITH GUARANTEED BIOAVAILABILITY. KALTHROCIN

THE PREPARATION YOU CAN TRUST ! !

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

39

TABEL III

: STANDARD KONDOM MENURUT IPPF , I972

BIDANG

1.

5.

Standard ini memuat persaratan untuk kondom yang terbuat dari karet, yang "disposable " , dengan kemasan seperti diberikan pada konsumen. 2. 2.1 2.2

BAHAN Kondom harus dibuat dari latcx yang berkwalitas baik. Kondom, dan bahan-bahan yang dioleskan padanya, tidak boleh mengandung atau melepaskan zat-zat yang beracun atau berbahaya dalam pemakaian yang normal. Bahanbahan yang dioleskan padanya tidak boleh mempunyai efek yang merusak kondom.

3.

PENANDAAN 3.1 Dalam satu batch, setiap kondom atau kemasan satu kondom harus sama rupanya, dan semua harus diberi tanda di bawah ini dengan tulisan yang seragam dan mudah dibaca: 3.2 Tanda identifikasi pabrik pembuatnya dan nomor batch. 3.3 Expiry date (bulan & tahun) yang dianjurkan bila disimpan dalam kondisi normal.

4.

BESAR "SAMPLE " Setiap batch tidak boleh lebih dari 1000 gross (144.000) kondom.

4.1

UKURAN 5.1. Panjang kondom setelah dilepas dari gulungan harus lebih dari 16,0 cm pada semua contoh. 5.2 Tebal satu lapis kondom, diukur pada bagian tengah seluruh contoh, tidak boleh lebih dari 0,007 cm.

6.

LUBANG Pengujian : setiap kondom dilepas dari gulungan, diisi dengan 300 ml air, digantung pada ujungnya yang terbuka Kalau tidak tampak kebocoran yang nyata, kondom tsb. harus ditutup dengan memilin ujungnya, dikeringkan bagian luarnya, dan dengan pelan-pelan digulingkan sehingga seluruh permukaannya terkena kertas penghisap yang kering sedikit-dikitnya dua kali, (lebih disukai kertas yang berwarna) dan dilihat ada tidaknya kebocoran. Setiap lubang yang ditemukan harus diberi tanda untuk menunjukkan posisinya, air dalam kondom dibuang, kondom diratakan, dan jarak lubang sampai ujung tertutup diukur. 6.2 Persaratan : 6.2.1. Kondom dengan satu lubang atau lebih yang berjarak kurang dari 14,0 cm dari ujung tertutup (tak termasuk pentol) dianggap rusak. 6.2.2 Dari 300 contoh kondom yang diuji, kondom yang rusak tak boleh lebih dari empat buah. 6.2.3 Pilihan lain : batch tersebut boleh dievaluasi sesuai dengan tabel dibawah ini.

6.1

TABEL : EVALUASI SEQUENSIAL TERHADAP KONDOM DALAM PENGUJIAN LUBANG

Jumlah kumulatif contoh 100 200 300

Jumlah kumulatif kondom yang rusak. Terhadap batch diputuskan untuk Diterima bila =

Uji 100 lagi bila =

* 0 4

0, 1, 2, 3 l, 2, 3, 4

Ditolak bila = 4 5 5

*batch tidak boleh diterima berdasarkan pemeriksaan 100 contoh saja. 7.

4.2 4.3

40

Dari setiap batch, diambil 450 contoh kondom secara random. Contoh kondom tersebut harus dibagi dalam tiga bagian : sepuluh kondom untuk diuji ukurannya sesuai dengan Pasal 5; 300 kondom untuk diuji terhadap lubang sesuai dengan Pasal 6 ; dan 100 untuk diuji kapasitas meletusnya sesuai dengan Pasal 7.

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

7.1

7.2

KAPASITAS MELETUS. Pengujian : setiap kondom dilepas dari gulungannya, dipasang pada pompa, dipompa dengan udara dengan kecepatan 25 sampai 30 liter per menit, dan volumenya waktu meletus diukur. Persaratan : Volume rata-rata waktu meletus (V) dan standard deviasinya (s) harus dihitung, dan dari sini dihitung angka yang disetujui, Y= V - 10 s

KELUHAN UTAMA YANG TIDAK UTAMA

SUPAYA CEPAT SEMBUH Scorang penderita datang dengan keluhan "pilek bawah" (istilah ini berasal dari penderita itu sendiri). Sebagai biasanya dia saya suruh berbaring untuk disuntik penisilin, tetapi anehnya penderita itu menolak sambil berkata: 'Dok , disuntiknya berdiri saja. Waktu mendapat penyakit ini sikap saya juga berdiri. "....!

Dr. Adhi Djuanda Bagian Kulit Kelamin FKUI Jakarta

Keluhan utama belum tentu merupakan hal yang penting. Hal ini dapat dibuktikan oleh sepasang suami isteri yang berobat ke tempat praktek saya. 'Sakit apa, pak?, tanya saya secara rutin. "Sakit pinggang, terus pusing, perut enek ............................... " Dengan perasaan bingung karena mendengar keluhan-keluhan penderita yang bertubi-tubi itu, saya persilakan pasien itu masuk ke tempat pemeriksaan. Di belakang layar tertutup dia masih menambahkan keluhan lain sambil berteriak-teriak seakan-akan takut tidak kedengaran keluar. "Hari ini mencret sampai tiga kali, tapi tidak banyak; cuma rasanya perih sekali". Anehnya matanya berkedip-kedip sambil menunjuk ke arah genitalianya. "Oh . . ya . . . apa gini ?"; saya memberi isyarat denganjari-jari saya. "Yah. .", ia tersenyum lega, menghela nafas panjang sambil bersiap untuk disuntik penisilin, "Sakit apa dia, dokter?", tanya sang isteri dari luar layar. "Perutnya kena penyakit karena kebanyakan jajan mangga muda ............ dr. Rom H. Pangayoman Puskesmas Salawu Jawa-Barat.

MASIH KECIL Percakapan ini terjadi di poliklinik paru-paru. Kami bertanya : + Apakah anak ibu sudah di BCG ?

Belum, dok. + Besok anak ibu di Mantoux, ya ? — Tapi dia masih kecil, dok. Dan kakak-kakak-

nya juga belum kawin ! Setelah tercengang sebentar, kami semua tertawa, karena Mantoux (=mantu) dalam bahasa Jawa berarti menikahkan anak.

MERANGKAP APOTIK ? Pasien yang mendapat giliran kini masuk. Maka berlangsunglah tanya jawab berikut : + Sakit apa, mbah ? (Maklum pasien itu seorang wanita tua) Begini, dokter. Saya ini sakitnya tipes sama kolera sama disentri. Ditambah lagi jantung saya suka berdenyut. Saya sudah minum APC kok tidak sembuh. Maksud saya ke sini cuma mau beli obat yang manjur. Dan dokternya hanya sempat menyengir ................................

dr. Suwardi S.H.

dr. Andreas W. Natari

Puskesmas Minggir, Yogyakarta.

Purwokerto Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

.43

Catatan singkat Selama ini gigi yang kuning kecoklatan karena pemakaian tetracycline dianggap tak dapat ditolong lagi. Tetapi Reid JS & P. Newman melaporkan bahwa mereka berhasil menghilangkan diskolorasi itu pada lima dari enam pasien mereka dengan menggunakan larutan hidrogen ' peroxida yang hangat. Dalam prosedur itu harus dijaga agar uap peroxida itu tidak tersedot ke dalam hidung. Kini tehnik ini sedang dipelajari lebih lanjut dengan jumlah pasien yang lebih banyak.

Tinea versicolor merupakan salah satu dermatosis superfisial yang sangat sukar diobati. Prevalensinya di lndonesia, terutama di antara golongan sosial ekonomi yang rendah, tinggi sekali. Handoyo dkk. telah mencoba mengobati penyakit tersebut dengan menggunakan retinoie acid 0,05%, dalam bentuk cream maupun bentuk lotion, dengan hasil yang sangat memuaskan. 90 % pasien mereka sembuh dalam waktu tiga minggu. Untuk lcsi yang luas, misalnya yang mengenai seluruh punggung, obat ini sangat manjur.

Brit Dent J 1 42 : 26I,I977

Suutheast Asian J Trop Med Pub Hl th 8: 93-98, 1 977

Dalam masa post -operasi thrombosis empat kali lebih sering terjadi pada orang-orang yang memakai pil kontrasepsi. Mengingat hal tersebut dianjurkan untuk menghentikan pemakaian pil kontrasepsi dan menggantinya dengan cara pencegahan kehamilan yang lain enam minggu sebelum operasi besar dilakukan. 1976

Pada masa dinasti Ming (1595 AD) Li Shih-chen menulis dalam bukunya Pen T'sao Kang Mu (the Great Pharmacopeia) bahwa extrak dari Radix trichosanthis, dengan dioleskan di luar, dapat "menginduksi cairan menstrual" dan mengobati "retensi membran fetus". Berdasarkan catatan ini, sekelompok ahli di Shanghai (yang nama-namanya tak disebutkan) melaporkan bahwa mereka berhasil mengextraksi suatu protein dengan berat molekul 18.000 dan diberi nama trichosantin. Zat ini dilaporkan mempunyai khasiat yang luar biasa untuk menginduksi abortus pada trimester kedua. Zat ini secara spesifik merusak trophoblast. Proses perusakan itu mulai 16 jam setelah pemberian trichosantin dan abortus tcrjadi sekitar empat hari kemudian. Cara pemberiannya ialah IM atau intraamnion. Karena kerjanya yang secara spesifik merusak trophoblast, zat ini dicoba juga untuk mengobati choriocarsinoma dan mola-hydatidosa. Efek sampingnya tidak disebutkan dalam laporan tersebut, tetapi dikatakan bahwa diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menghilangkan "efek imunologiknya yang kuat sekali" Brit Med J 2 : 77,1977

44

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

78-93. : 1

Pembantu rumah tangga saya pernah menganjurkan untuk mengoleskan minyak kelapa pada rambut anak saya. "Agar rambut tumbuh lebat", katanya. Kini terbukti bahwa rambut yang jarang, tipis MedJAust & kekurangan pigmen dapat disebabkan oleh defisiensi asam lemak esensiel. Yang menarik dalam masalah ini ialah : (i) defisiensi ini dapat disembuhkan dengan mengoleskan asam linoleat (salah satu asam lemak esensiel) atau minyak-minyak yang mengandung asam lemak ini pada kulit, dan (ii) bahwa asam linoleat yang dibutuhkan untuk pemberian perkutan hanya 3 mg/kg BB/hari, sedangkan pemberian IV memerlukan 100 mg/kg BB Pemberian secara IV memerlukan dosis besar karena sebagian besar zat ini mengalami metabolisme di hati. Penyakit defisiensi ini dapat disebabkan oleh diet-rendah-lemak (terutama pada anak-anak), malabsorpsi kronik, atau total-parenteral-nutrition dengan cairan infus yang tak mengandung lemak. Gejala-gejala : kulit kering bersisik. dermatitis, alopecia, hipopigmentasi rambut, pertumbuhan anak terhambat. Pada hewan,percobaan defisiensi ini menimbulkan sterilitas & abortus. Asam linoleat murni sukar didapatkan, tetapi minyak-minyak berikut mengandung banyak asam linoleat : minyak bunga-matahari (linoleat 52— 66 %), minyak kedele (52 -60 %), minyak jagung (34—56 %). Minyak kelapa ternyata hanya mengandung 1—3 % linoleat, jadi tidak bermanfaat untuk penyakit defisiensi ini. Arch Dermatol

113: 939-941, 1 977

Gangguan tidur merupakan salah satu keluhan yang sering sekali dijumpai dalam praktek se hari-hari. Di bawah ini disajikan tanya-jawab mengenai gangguan tersebut sekedar sebagai penyegar. GANGGUAN TIDUR Seorang wanita berumur 20 tahun datang berobat dengan keluhan waktu tidur di malam hari sering berteriak-teriak ketakutan sehingga mengganggu keluarganya. Bila dibangunkan pada saat itu, ia tidak ingat apa yang terjadi dan tidak merasa bermimpi. Ia pernah berobat ke dokter dan diberi "obat tidur" tetapi perbaikan hanya sebentar dan gangguan itu timbul lagi. Seorang psikiater yang pernah memeriksanya menyatakan bahwa tidak ada dasar psikologik dari gangguan tersebut. Sementara menunggu pemeriksaan-pemeriksaan lain, pasien tersebut diberi obat glutethimide. (1) . Apa diagnosis gangguan tidur ini ? (2) Obat apa yang sebaiknya diberikan ? (3) Bagaimana prognosisnya ?

(1) Diagnosis : pavor nocturnus. Gejala itu terutama merupakan gangguan tidur pada masa kanak-kanak, tetapi -- seperti pada kasus ini — dapat juga menetap sampai dewasa. Bangkitan-bangkitan (arousal) terjadi pada masa tidur fase 4, fase yang terdalam dalam proses tidur. Gerakan-gerakan anggota badan sering mengikuti teriak-teriakan itu. Selama dalam proses itu si penderita tidak bereaksi terhadap rangsang dari luar dan setelah terbangun tidak ingat apa yang terjadi. Kelainan ini harus dibedakan dari mimpi buruk yang terjadi pada fase REM (Rapid eye movement) yaitu fase mimpi — di mana setelah bangun si penderita ingat bahwa ia bermimpi buruk. Insidens pavor nocturnus ini agak jarang, hanya 3 — 4 % anak-anak menderitanya. Pada orang dewasa lebih jarang lagi. Etiologinya tidak diketahui dengan pasti. (2) Obat yang paling tepat ialah diazepam, karena ia menekan fase 4 tersebut. Pemberian glutethimide pada pasien ini tidak tepat karena glutethimide menekan fase REM (fase mimpi). (3) Prognosis baik. Gejala ini biasanya hilang sendiri dalam waktu 2 — 3 tahun; tetapi pada kasus yang cukup berat diazepam dapat diberikan. T. Apa penyebab sleep-apnea dan bagaimana pengobatannya ?

J. Pada sleep-apnea, penderita yang sedang tidur tampak berhenti bernafas, merasa sesak nafas, kemudian bangun dengan nafas memburu/terengah-engah (Istilah bahasa Jawa : Tindihen — dada terasa ditindihi/dibebani sesuatu sehingga sukar bernafas). Ada tiga jenis penyebabnya : (i) jenis sentral diafragma berhenti bergerak karena rangsang dari susunan saraf pusat berkurang, (ii) jenis obstruksi.-- diakibatkan oleh hiperrelaksasi dari otot-otot saluran pernafasan & otot lidah, dan (iii) campuran kedua jenis tersebut di atas.

Dari berbagai penyebab tersebut, yang dapat diobati secara farmakologik ialah jenis sentral, yaitu dengan pemberian imipramin. Harus diingat bahwa barbiturat, antihistamin dan obat-obat lain yang merupakan CNS depressant tidak boleh diberikan pada penderita-penderita itu, karena dapat memperhebat apnea. Sleep-apnea ini dapat terjadi pada orang sehat, tetapi biasanya hanya sebentar saja.

T. Apakah langkah pertama dalam pengobatan insomnia yang idiopatik ? J. Pertama-tama, sebelum diagnosis tersebut ditegakkan, harus disingkirkan kemungkinan insomnia akibat ketergantungan-obat (drug-dependent insomnia), nocturnal myoclonus, apnea dalam waktu tidur (sleep-apnea) dan kelainan-kelainan psikiatrik.

T. Bila diagnosis insomnia idiopatik telah ditegakkan, bagaimana pengobatannya ? J. Pengobatan harus dimulai dengan psikoterapi, dengan menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kchidupan pasien tersebut. Keluhan insomnia yang ringan dapat diobati secara efektif dengan khemoterapi saja, tanpa psikoterapi. Pada kasuskasus yang lebih berat, di mana psikoterapi disertai dengan khemoterapi, obat pilihan adalah flurazepam dalam dosis 15—30 mg, diberikan setengah jam sebelum tidur.

T. Apakah yang harus diperhatikan dalam pengobatan insomnia yang kronik atau gangguan tidur lain dengan menggunakan obat-obat hipnotik ? J. Harus diingat bahwa hampir semua obat tidur/penenang menimbulkan toleransi dan ketergantungan (dependency) bila dipergunakan dalam jangka waktu lama. Dengan demikian dosis obat yang diperlukan makin lama makin besar. T. Bagaimana tentang somnabulisme dan eara pengobatannya ?

J. Somnabulisme (kebiasaan berjalan sambil tidur) terutama merupakan kelainan pada masa kanak-kanak. Sekitar 15 % anak-anak yang berumur antara 5 — 12 tahun pernah mengalami somnabulisme ini, sekurang-kurangnya sekali. Prognosis umumnya baik; tanpa pengobatan kelainan ini akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa tahun. Yang harus diperhatikan ialah perlindungan terhadap bahaya trauma. Barang-barang yang berbahaya harus disingkirkan dari ruangan tidur mereka. Penggunaan diazepam dan flurazepam untuk mengatasi gangguan ini masih dalam taraf penelitian, oleh sebab itu sebaiknya tidak diberikan pada anak-anak. Obat-obat ini hanya dianjurkan bila gejala somnabulisme sering sekal. terjadi. Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

45

ABSTRAK ABSTRAK SERUM ALPHA FETOPROTEIN SEBAGAI INDIKATOR "LOW BIRTH WEIGHT"

OBSTETRI

Dari penyelidikan-penyelidikan terdahulu telah diketahui bahwa kadar Alpha Fetoprotein (AFP) dalam serum calon ibu dapat dipakai sebagai indikator awal adanya neural—tube defect pada bayinya. Akan tetapi selama ini tidak disadari bahwa kadar AFP tersebut juga dapat dipakai untuk meramalkan "low birth weight" pada bayi. BROCK et al telah menyelidiki 4224 kehamilan untuk tujuan tersebut. Contoh darah diambil pada waktu kehamilan telah lewat dari 15 minggu, tetapi belum mencapai 20 minggu. Pasien yang memulai pemeriksaan kehamilan pada saat kehamilan telah 20 minggu atau lebih tidak dimasukkan dalam percobaan ini. Ternyata dari semua pasien itu ada 103 orang dengan kadar AFP di atas, 2,3 kali nilai median (untuk masa gestasi yang sesuai). Dari kelompok ini 11 orang (10,7 %) melahirkan bayi dengan berat badan dibawah 2.5 kg; 64 orang (62,0 %) melahirkan bayi dengan berat lebih dari 2,5 kg; pada 10 kehamilan ditemukan neural—tube defect; 12 abortus dan enam dengan kehamilan kembar (neural--tube defect, abortus dan kehamilan kembar tidak dibicarakan dalam artikel tersebut). Pada pasien-pasien dengan kadar AFP di bawah 2,3 kali nilai median, yang dianggap mewakili populasi masyarakat umum, frekwensi hayi dengan "low birth weight" ratarata 4,2 %. Angka ini jauh lebih rendah daripada angka 10,7 % untuk pasien-pasien dengan kadar AFP yang tinggi. BROCK DJH et al. Lancet ii: 267 268, 1977 Catatan : pada nomor majalah yang sama, WALDN et al juga melaporkan penelitian hubungan antara AFP dan low birth weight dengan hasil yang kurang lebih sama dengan hasil di atas.

APPENDEKTOMI : sebaiknya pangkal appendix ditanam atau tidak?

ILMU BEDAH

Dalam perkembangan tehnik appendektomi, ada tiga cara untuk menggarap pangkal appendix yang telah dipotong. Yang paling populer ialah mengikat pangkal appendix itu (ligasi) kemudian menanamnya dalam dinding caecum dengan membuat ikatan berupa kantong (invaginasi). Meskipun demikian, ada ahli bedah yang memilih untuk tidak melakukan invaginasi tersebut, sedang yang lain tidak melakukan ligasi tetapi hanya melakukan invaginasi saja. Dalam teori keuntungan cara pertama ialah (a) perdarahan dapat dikontrol dengan baik, (b) kekuatan ikatan lebih meyakinkan, (c) kemungkinan kontaminasi terhadap peritoneum lebih sedikit dan (d) dalam masa post- -operasi resiko perlengketan (adhesi) lebih sedikit. Tetapi mereka yang menganjurkan untuk tidak melakukan invaginasi dapat juga memberi bukti-bukti yang meyakinkan. Dalam jangka waktu lima tahun, dari tahun 1970 — 1974, SINHA A.P. membandingkan status/record 732 pasien yang dirawat di Stonehouse Hospital untuk appendicitis. Selama masa itu, seorang ahli bedah dari rumah sakit itu selalu melakukan ligasi saja, tanpa invaginasi. Dua orang rekannya selalu melakukan ligasi + invaginasi, kecuali kalau telah ada komplikasi yang berat di mana ketiga ahli tersebut melakukan ligasi saja. Dengan menyingkirkan pasien-pasien dengan komplikasi yang berat itu tinggallah 643 pasien yang dimasukkan dalam penyelidikan ini. Dari pasien-pasien itu, 210 pasien digarap dengan ligasi + invaginasi, 433 pasien hanya diligasi saja. Ternyata pasien yang hanya diligasi ini rata-rata 1,5 hari lebih eepat dipulangkan dari rumah sakit dan infeksi pada luka operasi hanya 6 %. Angka infeksi ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan angka sebesar 16 % pada pasien-pasien yang diligasi + invaginasi. Komplikasi-komplikasi lain seperti abses pelvis, pyemia portal, terbukanya kembali luka operasidan perlengketan jarang ditemukan pada kedua kelompok, meskipun demikian kelompok yang diligasi saja rclatif lebih sedikit komplikasinya. SINHA AP. Brit J Surg 64: 499- 500, 1977

46

Cermin

Dunia Kedokteran No 10, 1977

KOMBINASI INDOMETHACIN DAN DIAZEPAM SEBAGAI PENGOBATAN MALAM HARI PADA RHEUMATOID ARTHRITIS

RHEUMATOLOGI

Rasa sakit pada penderita rheumatoid arthritis sangat rnengganggu penderita dan sering menambah penderitaan penderita . D. HOBKRIK et al menyelidiki penderita yang dirawat dengan rheumatoid arthritis yang aktif. Pada penyelidikan ini 17 penderita dibagi dalam tiga kelompok, di mana (i) kelompok pertama diberi indomethacin 100 mg, (ii) kelompok kedua diberi kombinasi indomethacin 100 mg dengan diazepam 1.0 mg, (iii) sedangkan kelompok ketiga diberi plasebo. Sebagai parameter dipakai rasa sakit, kekakuan pada pagi hari dan ketenangan tidur penderita. Ternyata dari penyelidikan ini didapatkan bahwa indomethacin bisa mengatasi gangguan arthritis itu dengan cukup baik, akan tetapi didapatkan hasil yang lebih baik bila kombinasi indomethacin dan diazepam dipergunakan. Sedangkan pada kclompok ketiga yang diberi plasebo tidak ada perbaikan. Dikatakan bahwa kombinasi indomethacin dengan diazepam merupakan drug-ofchoiee untuk pengobatan malam hari pada penderita-penderita rheumatoid arthritis. HOBKRLK D. Rheumatology and Rehabilitation 16: 125,1977

KERUSAKAN HEPAR AKIBAT PEMAKAIAN METHYLTESTOSTERON JANGKA LAMA

HEPATOLOGI

Methyltestosteron sering dipakai pada penderita transexual, impotensi dan sebagainya dalam jangka waktu cukup lama. Pada penyelidikan ini diselidiki efek methyltestosteron jangka lama terhadap hepar. D. WESTABY et al menyelidiki 60 pasien, terdiri dari 42 transexual dan 18 impoten yang pada pemeriksaan menunjukkan kadar androgen darah yang rcndah. Semua penderita diberi 50 mg methyltestosteron tiga kali sehari dan laki-laki yang impoten pada permulaan pengobatan juga diberi 750 mg testosteron per injeksi. Pemakaian testosteron antara dua minggu sampai lima tahun dan 46 di antara penderita mendapat pengobatan lebih dari enam bulan. Sebelum pengobatan dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium dengan teliti, scanning dan biopsi hepar. Setelah pemakaian obat tersebut dilakukan kemhali pemeriksaan fisik dan labora, torium serta pemeriksaan lainnya seperti sebelum diberikan pengobatan. Ternyata tidak ditemukan kelainan fisik yang jelas, hanya didapatkan pembesaran hepar yang ringan pada 12 dari 60 penderita dan pada seorang penderita ditemukan massa tumor pada abdomen yang kemudian ternyata suatu tumor hepar. Kelainan pemeriksaan fungsi hepar yang ditemukan adalah peninggian alkaline phosphatase (27 K.A. Unit) pada satu penderita. Peninggian bilirubin dalam serum (2,9 micro mol/l) pada satu penderita. Peninggian serum aspartate aminotransferase di mana 19 penderita mencapai lebih dari 50 u/1 (normal 30 u/l), lima penderita mencapai lebih dari 100 u/I .(Peninggian aspartate aminotransferase sering ditemukan pada penderita yang diberi methyltestosteron dalam waktu lama). Pada biopsi hepar didapatkan penebalan dari liver-cell-cord dan pembentukan twinplate di daerah peri-portal pada 11 penderita. Pada sembilan penderita ditemukan dilatasi dari sinusoid dan pada tiga penderita ditemukan pembentukan microcyste. Pada sembilan penderita didapatkan hepatocyste di dalam dinding vena centrilobulair, dan pada tiga penderita di dalam vena interlobulair yang besar. Pada tiga penderita ditemukan cholestasis dan satu di antaranya mempunyai kadar serum bilirubin yang tinggi. Dari penyelidikan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa nampak jelas adanya kerusakan hepar pada pemakaian methyltestosteron dalam jangka waktu lama. Terjadinya tumor hepar pada pemakaian androgen sudah dilaporkan pertama kali pada tahun 1965 dan sampai sekarang sudah kira-kira 25 kasus yang sudah dilaporkan. D. WESTABY et alLancet ii: 261,1977

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

47

NALOXONE UNTUK MENGATASI -EFEK PETHIDINE PADA BAYI

NEONATOLOGI

Pethidine sering diberikan pada ibu yang akan melahirkan yang mengalami "incoordinated uterine action". Terhadap bayi yang dilahirkan oleh ibu tersebut obat ini menyebabkan depresi pernafasan, perubahan pola makan (feeding behaviour) dan sebagainya. Telah diketahui bahwa efek pethidine itu dapat dihilangkan dengan pemberian naloxone, suatu antagonis narkotika. Akan tetapi biasanya efek naloxone ini hanya sebentar saja, tidak sampai satu jam, padahal efek pethidine cukup lama; 95% pethidine baru diexkresikan dalam waktu 48 — 72 jam. Dengan memberikan dosis besar, yaitu 200 ug secara intramuskuler, WIENER dkk berhasil memperpanjang masa kerja naloxone sampai 48 jam. Apakah masa kerja itu dapat lebih lama lagi tidak diketahui, karena sebagian besar pasien mereka dipulangkan 48 jam setelah partus. Pemberian naloxone tersebut tidak hanya memperbaiki ventilasi bayi, tetapi juga pola makannya. Bayi-bayi yang mendapat naloxone jauh lebih scring menyusu dan jumlah susu yang diminumnya pun lebih banyak. WIENWE P.C. et al. Brit Med J 2 : 228-231, 1977 Catatan : Kami kira kesulitan utama untuk melaksanakan hal di atas di Indonesia ini ialah kesulitan mendapatkan obatnya, yaitu naloxone—RED .

PEMASANGAN IUD SEGERA SETELAH PLACENTA LEPAS

KB

Ada beberapa pendapat mengenai pemasangan IUD pada program post-partum. Dalam percobaan sebelumnya pemasangan IUD segera setelah placenta lepas sering diikuti dengan angka expulsi yang tinggi. Dengan memakai IUD jenis LEM JOHN NEWTON et al melakukan pemasangan IUD pada 100 wanita partus normal, 10 menit setelah placenta lepas. Dengan cara ini angka expulsi rendah (7%) dan tak dijumpai perforasi uterus, juga tak dijumpai adanya perbedaan morbiditas puerperal antara pasien-pasien ini dengan golongan kontrol. Pada tujuh dari 100 akseptor yang mengalami expulsi tadi, expulsi terjadi pada minggu keenam post-insersi. JOHN NEWTON et al. Lancet ii : 273,1977

TOKSIKOLOGI

"GLUE SNIFFING" Penyalah-gunaan narkotika telah meluas ke Indonesia, akan tetapi ada hcberapa kegiatan remaja yang mungkin belum banyak ditemui di lndonesia yaitu "sniffing" atau mencium bahan-bahan pelarut untuk "fly". seprti Bahan-bahan yang dieium merupakan bahan-bahan keperluan rumah tangga lem (adhesive/glue), obat-obat untuk rambut, gas korek api, pelarut cat kuku/cutex dsb. Di dalam bahan-bahan tersebut terdapat berbagai macam pelarut kimiawi seperti aseton, toluena, etanol, metanol, benzena, butana dan lain-lain. Dari berbagai bahan tersebut, yang paling sering digunakan (84%) ialah lem, yang terutama mengandung aseton dan toluena sehingga kebiasaan tsb. dikenal sebagai "glue sniffing". Istilah "sniffing" atau mencium disini sebenarnya kurang tepat karena cara penggunaannya ialah dengan memasukkan bahan-bahan tersebut ke dalam kantong plastik dan menyedotnya dengan bernafas dalam-dalam selama sedikit-dikitnya setengah jam. Di Lanarkshire, Inggris, dalam waktu enam bulan (Maret-Agustus 1976) telah dijumpai 50 kasus keracunan akut akibat kebiasaan ini, dua diantaranya terpaksa dirawat di rumah sakit. Sebagian besar pelakunya ialah para remaja berusia 12 -- 19 tahun, terutama laki-laki. Seperti halnya dengan penyalah gunaan narkotika, penyalah-gunaan pelarut ini merupakan "group activity", dilakukan bersama-sama oleh sekelompok remaja . OLIVER

48

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

JS : Lancet i : 84 -- 86, 1977

UNIVERSITARIA SEMINAR BIOLOGI V DAN KONGRES BIOLOGI 111 MALANG, 7-9.JULI 1977 Drs.Suhana Bagian Biologi F.K.U.I

Pendahuluan Seperti telah kita ketahui, seminar yang bersifat nasional mempunyai arti yang penting sekali sebagai parameter kemajuan ilmu suatu bangsa. Demikian juga halnya dengan Seminar Biologi, yang sejak semula telah bersifat nasional dan telah diadakan sebanyak lima kali itu, mempunyai arti yang penting sekali sebagai ukuran sampai dimanakah tingkat pengetahuan biologi kita dari waktu ke waktu. Sejak diadakannya Seminar Biologi I tahun 1964 di Ciawi Bogor yang disusul oleh seminar-seminar berikutnya, terasa adanya kemajuan dalam jumlah peserta maupun jumlah karya il miah yang dibahas. Jika Seminar Biologi I dan II hanya dihadiri oleh beberapa puluh peserta saja, maka Seminar yang ke li ma ini dihadiri oleh 450 peserta dan membahas sekitar 238 karya ilmiah. Laporan Ketua Panitia Pelaksana Seminar didahului oleh laporan Ketua Panitia Pelaksana Seminar dan Kongres yang antara lain menyebutkan kesulitankesulitan yang dihadapi panitia berupa : hilangnya paper, tidak sampainya surat undangan, kesulitan beaya dan lain-lain. Mengenai beaya, ia bercerita bahwa mula-mulanya sangat mengkhawatirkan. Namun berkat uluran tangan berbagai pihak yang menaruh simpati, akhirnya kesulitan beaya dapat teratasi, sehingga ia merasa berbesar hati. apalagi setelah adanya janji sumbangan dari pihak Pemerintah. Sambutan-sambutan Seperti biasanya tiap seminar didahului oleh sambutansambutan. Sambutan mempunyai arti yang penting, karena sambutan yang biasanya dilakukan oleh orang-orang "resmi", sedikit banyak mencerminkan tanggapan masyarakat terhadap seminar, dalam hal ini tentu terhadap biologi pada umumnya dan Perhimpunan Biologi Indonesia pada khususnya. Dalam sambutannya Ketua Perhimpunan Biologi lndonesia (PBI) periode 1975-1977, antara lain menguraikan tentang sifat-sifat seorang biologiwan. Menurut pendapatnya, sifat-sifat seorang biologiwan adalah sebagai berikut : - manusia biasa, perlu makan dan minum - prihatin terhadap berbagai pencemaran - bekerja keras untuk mendapatkan bibit unggul - berhati-hati mengatur alam, karena kalau tidak kita akan diatur oleh alam - berpandanganjauh ke depan - menyadari pentingnya lingkungan hidup - selalu konstruktif, membangun - menjelajahi ilmu pengetahuan dari tingkat molekul sampai ruang angkasa.

Selanjutnya ia mengemukakan pentingnya didaktik biologi di tingkatkan. Mengenai "Berita Biologi", majalah resmi PBI, ia

meminta supaya dibina terus, supaya menjadi sarana komunikasi yang efektif. Sambutan lain yang berbobot adalah sambutan dari Dirjen Pendidikan Tinggi yang dalam kesempatan tersebut mewakili Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ia berpendapat bahwa apabila ditinjau dari jumlah peserta sejak Seminar Biologi I, memang tampak adanya peningkatan; tetapi ia menyampaikan harapannya agar terjadi juga peningkatan dalam mutu. Selanjutnya ia mengemukakan pendapatnya bahwa dibandingkan Seminar Biologi I Seminar Biologi II Seminar Biologi III Seminar Biologi I V *Seminar Biologi V Seminar Biologi VI

Ciawi-Bogor Ciawi-Bogor Jakarta Yogyakarta Malang Bandung

1964 1970 1973 1975 1977 1979

+ Kongres Biologi + Kongres Biologi + Kongres Biologi + Kongres Biologi

I II III IV

dengan keadaan pada tahun limapuluhan, para biologiwan sekarang telah berhasil mendapatkan posisi di dalam masyarakat, bahkan beberapa di antaranya telah menjadi "birokratbirokrat", sebagai deeision maker. Walaupun demikian para biologiwan masih menghadapi banyak tantangan. Di antara tantangan-tantangan tersebut antara lain ialah masih adanya sementara pendapat yang menganggap kurang pentingnya ilmu dasar. Umumnya mereka berpendapat bahwa daya guna ilmu diukur oleh aplikasi langsung, padahal menurut Dirjen Pendidikan Tinggi, ilmu dasar merupakan sumber daya hidup ilmu terpakai. Ilmu dasar berpandangan jauh ke muka, berusaha membuka cakrawala-cakrawala baru dengan mengemukakan fakta dan konsep. Pada akhir sambutannya Dirjen Pendidikan Tinggi ini, yang juga seorang tokoh biologiwan terkemuka dan merupakan salah seorang pendiri PBI yang menjadi ketua pertamanya sampai tahun 1970, meminta perhatian para biologiwan tentang pentingnya program pengembangan pendidikan Pasca Sarjana, di samping seminar-seminar. Dalam hubungan tersebut ia mengemukakan pentingnya kerja sama antar Lembaga, dalam proses pembentukan bibit-bibit yang penuh dedikasi, bertanggung jawab, serta khidmat kepada Maha Pencipta. Jalannya Sidang waktu Seminar Dalam Seminar Biologi V dan Kongres Biologi III tersebut sidang-sidang dilakukan secara simultan pada tujuh ruangan sidang sesuai dengan pengelompokan bidang pengetahuan, yaitu kelompok : A. Biologi Lingkungan Perairan B. Mikrobiologi-Parasitologi C. Biologi Radiasi dan Biologi Manusia D. Biologi Reproduksi dan Biologi Umum E. Ekologi—PPA F. Botani dan Zoologi G. Biologi Pertanian Dengan pengelompokkan tersebut sidang-sidang pada setiap Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

49

ruangan terasa lebih homogen dan diskusi dapat berjalan lebih terarah. Walaupun demikian kadang-kadang masih terasa bahwa diskusi kurang hidup, karena adanya perbedaan tingkat pengetahuan para peserta dan terbatasnya waktu. Perlu kiranya dijelaskan di sini bahwa pembicara diberi waktu 20 menit untuk berbicara dan diskusi; pada kenyataannya banyak pembicara yang tidak dapat membatasi lamanya bicara, sehingga diskusinya sangat terbatas, bahkan beberapa di antaranya tidak sempat berdiskusi karena seluruh waktunya habis untuk berbicara. Dalam seminar yang heterogen dan diikuti oleh banyak peserta seperti Seminar Biologi tersebut, pembagian ruang sidang berdasarkan pengelompokkan ilmu memang perlu diadakan. Tetapi sebagai konsekwensinya kadang-kadang peserta menjadi bingung memilih ruang sidang, karena pada waktu yang sama dibicarakan dua buah topik atau lebih yang menarik perhatiannya di dalam ruang sidang yang berbeda. Bahkan kadang-kadang dapat terjadi dua topik yang sebenarnya termasuk dalam satu kelompok bidang pengetahuan dibicarakan pada ruang sidang yang berbeda. Sebagai contoh, seorang imunologiwan akan bingung memilih topik pada tanggal 8 Juli, jam 15.20 15.40, karena di ruang C dibicarakan "Tehnik imunokimia dalam purifikasi imunoglobulin manusia", sedangkan di ruang F dibicarakan "Gambaran Histologi testis kelinci setelah disuntik larutan jaringan testis miliknya sendiri". Dalam pada itu kapasitas ruangan kadang-kadang tidak sesuai dengan jumlah pengunjung. Sebagai contoh, topik yang berjudul "Beberapa aspek kehidupan sex masa kini" diadakan di ruang C yang sempit, menyebabkan tidak tertampungnya pengunjung yang meli mpah ruah. Akan lebih berhasil kiranya bila pembicaraan tersebut diselenggarakan di ruangan yang lebih besar. Walaupun demikian hal-hal' tersebut tidak banyak mengu-

rangi keberhasilan Panitia dalam menyelenggarakan Seminar yang cukup besar tersebut. Dalam pada itu ditinjau dari banyaknya karya ilmiah yang dibawakan dibandingkan dengan jumlah peserta, maka Seminar Biologi Malang sangat efisien. Di Jakarta tahun 1973, . 25%; di Yogya tahun 1975, 37%; dan di Malang tahun 1977, 53%. Di samping itu, pembahasan beberapa karya ilmiah yang pada seminar-seminar terdahulu hanya sampai pada tingkat seluler, sekarang sudah sampai pada ting- , kat subseluler dan molekuler; suatu hal yang menggembirakan.

Jalannya Kongres

Kongres yang diadakan pada tanggal 8 Juli malam telah me nunjuk Formatur, atas usul, untuk membentuk panitia yang akan menangani pembakuan istilah. Telah pula dibahas, apakah perlu mengganti nama Seminar Biologi dan Kongres Biologi menjadi nama lain. Hal tersebut dipersoalkan, karena kesukaran panitia mendapat izin dari penguasa setempat bila mencantumkan kata Kongres. Akhirnya Kongres melimpahkan persoalan perlu tidaknya penggantian nama tersebut kepada panitia Seminar yang akan datang, dalam hal ini ITB. Telah pula dibentuk panitia perumus, yang akan membuat rekomendasirekomendasi kepada Pemerintah. Selain,itu Kongrespun telah pula meminta secara sukarela menyediakan diri menjadi "contact person " yang menghubungkan PBl dengan Pergurunan Tinggi masing-masing. Acara Kongres yang paling penting ialah penunjukkan tem 7 pat seminar setelah Bandung. Kongres telah minta kepada UNDIP bekerja sama dengan SATYAWACANA untuk menyelenggarakan Seminar Biologi VII dan Kongres Biologi V tahun 1981. Sekian dan sampai bertemu lagi pada Seminar Biologi VI dan Kongres Biologi IV di Bandung pada tahun 1979.

KALBE FARMA AWARD

Sejak tahun 1971, setiap tahun PT Kalbe Farma menyediakan Kalbe Farma Award bagi dokterdokter teladan dari berbagai universitas. Mereka dipilih diantara doktertlokter baru yang lulus pada tahun tersebut oleh pimpinan staf pengajar fakultas masing-masing. Di bawah ini adalah daftar nama para pemenang hadiah tersebut : F.K.UNAIR

F.K.U.I. — — —

dr. Widiastuti............... ........................................... 1971 dr. Arianto Suwondo.............................................1972 dr. Siti Masmuah .....................................................1973 Arnold Binsar H. Simanjuntak.......................1974 dr. dr. Raini Umbas ......................................................1975 dr. Alan Tumbelaka ...............................................1976

F.K.U.G.M dr. dr. dr. dr. dr. dr.

Salimi ..................................................................1971 July Istiajid........................................................1972 Suhartini............................................................ 1973 Johannes Santoso .............................................1974 Sunoko ...............................................................1975 Trimulyo . . . . 1976

F.K.U.S.U. — dr.

50

Rustam Effendi ................................................ 1977

Cermin Dunia Kedokteran No. 10, 1977

— dr. — dr. — dr. — dr.

Benyamin P.M...................................................1971 Suharto :.......................................................... 1973 Adisantoso......................................................... 1975 Rietta Rematta ................................................. 1976

F.K UNPAD — — — —

dr. dr. dr. dr.

Yayat Sunarya ...................................................1972 Eko Santoso .......................................................1973 Sri Rejeki Hadinegoro Harun .........................1974 Taufig Boesoiri ................................................. 1975

F.K. UNDIP — dr. - dr.

Amin Husni....................................................... 1975 Ignasius Riswanto.............................................1976

FARMASI I.T.B. — Drs.

Nurhayati Muin .................................................1974

Related Documents

Cdk 010 Kesuburan
November 2019 1
Kesuburan Perairan
May 2020 11
010
November 2019 25
010
October 2019 29
010
November 2019 23
010
December 2019 43