Calon suami untukku Siti Hanifah
“woey ri..mau kemana?” “biasa mo ngeNet, cari bahan..duluan ya vit..”. Itulah sapa temanku vita padaku. Saat ini sore hari, setelah solat ashar aku langsung keluar menuju warnet. Selain untuk mencari bahan kuliah, sekalian aku chatting dengan kawan-kawan chattingku. Perkenalkan namaku Ariesta Nugraha. Biasanya aku chatting dengan kakak-kakak angkatku, mengingat jika aku ini anak perempuan pertama yang selalu mendambakan mempunyai seorang kakak lakilaki…hehe… Seperti biasa aku selalu membuka sapa kepada semua kakak-kakak ku..daro Om Adit, Om zenner, Om ruslan, a’ alan, a’onal, wah..berjibun juga ya kakak angkatku. Jangan menyalah artikan sebutan “OM”..itu hanya sebuah panggilan, karena sebenarnya umur mereka tidak beda jauh denganku. Tapi chatting kali ini ada yang terasa beda…tidak seperti biasanya Om Adit irit dalam membalas Message ku…biassanya dia selalu cerewet menasehatiku, yang harus hati-hatilah kalo kuliah di kota orang, jangan sering keluar malem lah, jangan lupa makan lah…wuih udah kayak Mama aja…hehe Tapi kali ini beda banget, Om Adit selalu irit banget bales message ku..bahkann ada yang ga di balasnya.. Sungguh aneh…tapi keanehan ini tidak hanya terjadi kali ini saja, untuk seterusnya setiap kali aku chatting, sikap Om Adit selalu sama seperti ini.. karena sikapnya yang sudah berubah, aku pun menjadi malas untuk membuka sapa ke dia. Om Adit adalah teman masa kecilku… Selama aku masih sekolah taman kanak-kanak, aku selalu bermain dengannya dan teman-teman yang lainnya. Umurku dengan Om Adit hanya terpaut 3 tahun. Dan dari banyaknya temann masa kecilku yang aku ingat hanya Om Adit…
Om Adit sudah aku anggap kakak ku sendiri. Setelah pindah ke Jakarta, aku lost contact dengan Om Adit..dan baru contact lagi waktu aku sudah duduk di bangku kuliah. Setiap kali aku ke warnet, aku selalu chatting dengannya..tentu dengan kakak-kakak angkatku yang lain juga. Selain chatting dengan Om Adit, aku juga sering mengisi comment di halaman Friendsternya… Suatu hari, ketika aku membuka friendsternya aku melihat perubahan background halaman dan foto nya.. Disitu tertuliskan kata dengan bahasa jawa “CALON KEMANTEN…” yang artinya calon pengantin…emang di halaman itu terpajang foto Om Adit yang sedang menggunakan jas hitam dengan kemeja putihnya..layaknya seorang laki-laki yang akan menikah.. Aku tidak tau pasti siapa yang akan menjadi calon istri bagi Om Adit..mengingat komunikasi kita yang sudah mulai renggang…mungkin inilah yang membuat sikap Om Adit berubah padaku…walaupun aku selalu bertingkah seperti anak kecil yang manja, tapi mengingat umurku yang sudah dewasa tentu akan membuat prasagka lain bagi orang yang tidak mengerti hubungan kita sebanarnya. Kuliahku sebentar lagi selesai..tinggal menyusun Tugas Akhir, sidang, dan wisuda.. Setelah menjalani rintangan kuliah..akhirnyya aku lulus dengan IPK yang cukup memuaskan…IPK yang sudah lama aku targetkan..IPK yang selama aku kuliah belum pernah tercapai..Aku lulus dengan IPK=3,7… Benar-benar hasil yang patut aku syukuri… Setelah lulus, adikku di Kediri menagih janji kepadaku, dulu waktu aku masih kuliah aku pernah berjanji jika aku akan pulang ke Kediri setelah aku lulus kuliah. Seperti janji ku, aku pun pulang ke Kediri, setelah 2 bulan aku lulus kuliah. Meski urusan kampus belum selesai, aku tetap pergi ke Kediri.
Sesampainya di Kediri, kebiasaanku mulai lagi. Kebiasaan diam tanpa kata alias sikap pendiamku muncul lagi. Alasanku menjadi seoranng yang pendiam adalah karna aku merasa tidak mengenal orang-orang. Yang aku kenal hanya keluarga dari Ayah dan Ibu, itupun tidak semua aku kenal. Dan keluarga Om Adit tentunya. Sudah 2 hari aku di Kediri, dan hari ini adalah hari sabtu. Biasanya jika aku berada di Bandung, kota dimana aku menuntut ilmu, aku selalu keluar bersama sahabatsahabatku di kampus. Sekedar melepas penat dari rutinitas kuliah. Tapi, di Kediri. Aku hanya di rumah saja. Menonton televisi, membantu Mbah ku dan hal yang aku senangi adalah pergi ke tegal (tegal adalah sebuah hutan kecil mirip ladang yang masih belum dijamah oleh pengolahan tangan manusia, tumbuhan tumbuh secara alami). Di tegal yang berada di belakan rumahku, ada sebuah danau dengan air terjun kecil, begitu indah dan menakjubkan. Suasana sejuk dengan air yang sangat dingin, Uhhh pokoknya benar-benar asri (kata orang sunda mah Asri pisan uy)… Jam sudah menunjukan pukul 7 pagi. Benar-benar hari yang agak membosankan. Ku lihat nenek ku sedang membersihkan halaman depan rumah, aku juga melihat kesibukan keluarga Om Adit yang katanya mau pergi rekreasi ke Pantai Balekambang-Malang, sebuah pantai yang lumayan jauh dari rumah. “huh..andai sahabat-sahabatku ada disini, pasti aku langsung menjajaki semua tempat.” Desirku dalam hati. Aku lagsung kembali ke depan televisi dan melanjutkan film kesukaanku, yupz film cartoon, film yang menjadi hiburan ku selama aku merasa Borring. Tak lama kemudian nenek ku yang baru selesai membersihkan halaman depan masuk kedalam. “Ri..ayo siap-siap, di ajam sama ibunya Om Adit rekreasi. Ayo siap-siap sana nduk, daripada bosen dirumah” perintah nenek ku yang membuat aku juga agak heran. Akupun langsung bergegas mempersiapkan semuanya, maklum aku ini termasuk orang yang selalu membawa semua barang yang aku anggap penting, dari jaket, dompet, lotion, dan tek tek bengeng nya yang selalu aku masukkan ke dalam sebuah tas.
Setelah siap aku langsung keluar, diluar terlihat keluarga Om Adit sudah menungguku. Ada Bu Hani, Pak Hadi, Om Adit, Om Fadli(tapi sebetulnya umurnya di bawah aku, hanya panggilan sehari-hari seperti Om Adit), dan Dek Rara. Dek Rara adalah keluargaku yang berada di dekat rumahku, umurnya lebih muda denganku. “dek Ari mau naik motor apa ikut naik mobil?” Tanya bu Hani padaku. “Hmm..yang mana aja bu..Ari ikut saja.” “ya sudah ikut sama Om Adit saja ya, naik motor. Om Fadli sudah masuk ke dalam.” “Oo iya..ndak apa-apa”. Huh sungguh canggung, bertahun-tahun tidak bertemu, hanya komunikasi lewat sms atau chatting saja. Selama perjalanan aku tidak mengeluarkan satu patah kata pun. Tiba-tiba terdengar suara yang mengagetkanku. “Dek..gimana wisudanya?”. “Hah??Oo..ya gitu Om..lega..udah gak punya beban..hehehe”..jawabanku dengan nada yang agak sungkan menjawab pertanyaan dari Om Adit.. Hanya satu pertanyaan saja yang ditanyakan, setelah itu kami pun diam kembali. Perjalanan selama 2,5 jam sudah ditempuh, dan kami pun tiba di pantai. Dan tanpa sadar aku langsung berlari ke bibir pantai untuk bermain dengan pasir-pasir dan ombak, sungguh pemandangan yang sangat indah. Pantai yang bersih, tidak ada sampah, kotoran..benar-benar indah dan bersih. Aku memang masih mempunyai sifat kanak-kanak di saat-saat tertentu. Tapi kalo ada yang curhat denganku, aku berubah menjadi sosok yang sangat dewasa. Tak lama kemudian, Fadli dan Rara langsung menyusulku, kami pun berlari-lari, bermain-main dengan ombak dan pasir. Sungguh senang rasanya. Seperti tanpa ada beban, sungguh hari yang menyenangkan. Waktu sudah menunjukan pukul 4 sore, aku pun duduk di pinggir pantai. Beristirahat karena kelelahan akibat berlari kesana-kemari bersama Rara dan Fadli. Sementara
Om Adit dan yang lainnya hanya melihat kami, mungkin mereka sudah bosan untuk bertingkah seperti anak kecil kayak kami. Sudah waktunya untuk pulang. “dek Ari naik mobil saja, biar nanti Om Fadli yang naik motor sama Dek Rara”, ajak bu Hani padaku. “iya bu..” aku menurut saja, aku duduk di depan. Dan, tanpa aku ketahui, yang akan mengemudikan mobil adalah Om Adit..aku kira yang akan mengemudikan adalah pak Hadi. “sudah siap semuanya??” Tanya Om Adit, memastikan agar tidak ada yang ketinggalan. Selama di mobil, aku ketiduran, mungkin karena kecapean. Mobil pun sudah sampai di rumah dan aku pun masih tidur. Semuanya membereskan semua barang-barang sementara aku masih tidur. Saat ini sudah jam 7.30 malam. Setelah semua selesai beres-beres, aku merasa ada yang menggendong tubuhku ini. Ya aku tidak bermimpi, Om Adit membopongku ke dalam rumahnya atas perintah ibunya. Malam itu aku menginap di rumah Om Adit..tentunya sudah minta izin dengan keluargaku. Pagi pun datang, sungguh kemarin adalah hari yang sangat menyenangkan. Aku terbangun dari tidurku, sudah jam 4 pagi. Aku baru sadar, kalau aku tidak berada dikamarku. Aku pun beranjak dari tempat tidur, dan keluar kamar. Ruang tamu tepat ada di depan kamar yang aku tempati, disana sudah ada sosok laki-laki yang sudah aku kenal sedang duduk memainkan Handphonenya..yupz…itu adalan Om Adit… langsung saja aku menghampirinya dan menyapanya.. “sudah bangun Om..” “iya dek..duh Qmoh ah di panggil Om..mangnya aku ni Om-Om apa?” “hehe..la trus pengen ku panggil apa to??”
“yo biasa ae..panggil Mas ae..” “Oo..yo wes sekarang Qpanggilnya Mas Adit ya”..rasa canggung sudah mulai terasa kembali, tapi ini awal yang baik untuk berkomunikasi. Suara adzan subuh berkumandang. “Dek ayo kita sholat berjamaah”. Ajak Om Adit sambil baranjak dari kursinya. “iya”. Kami bergegas mengambil air wudhu dan kami pun melaksanakan sholat subuh berjamaah. Setelah itu, aku membereskan semua barang-barangku yang masih ku letakkan di dalam kamar. Ku lihat dinding yang ada disekitarku..semua terpajang foto Om Adit, dan ada satu foto yang mengingatkan ku kembali pada pertanyaanku kepada Om Adit melalui FS..yupz…pentanyaan “siapa calon istri Om Adit??”. Sebuah suara membangunkan lamunanku, itu suara Om Adit.. “Dek lagi ngapain?” “lagi beres-beres mas..oya Mas!! Mas sudah baca comment di FS mas?” “sudah..” “trus jawabannya apa??siapa calon istri Mas?kok yo mau Merit ga bilangbilang..hehe..” “Qmu beneran mau tau tah siapa calon istriku…” “he-eh” jawabku singkat sambil berharap, penasaran akan jawaban apa yang akan di berikan. Lama sudah aku menunggu kata-kata yang aku tunggu dari mulut Om Au. “Mas ??” “sebelum Mas menyebutkan nama wanita yang sangat aku sayangi, Mas harap Dek Ari tidak marah sama Mas”. “Lho kenapa aku harus marah??”. Kemuudian Om Adit menarik tanganku, sekaligus menarik tubuhku ke depan cermin.
“kamu liat siapa yang ada di cermin? Dialah yang akan mendampingi Mas seumur hidup…” Hah??spontan saja aku tercengang mendengar pernyataan itu. “Waduh..Mas jangan bercanda..hehe..mana nech yang mau di kenalin ma Q??” Kemudian tangan Om Adit meraih tanganku, dengan wajah yang serius dia menatapku. “Dek, Mas tidak sedang bercanda. Mas sudah menunggu lama untuk saat yang seperti ini. Mas sejak kecil sudah sayang sama kamu. Dan lambat laun rasa sayang ini bertambah, rasa sayang lebih dari rasa sayang kakak kepada adiknya. Mas ingin selalu bersama kamu. Meskipun kita jarang berkomunikasi bahkan tidak pernah bertemu untuk waktu yang lama, Mas selalu ingat kamu Dek.” Sungguh hal yang sangat sulit aku percaya. Apa ini mimpi??? “kenapa harus aku Mas??aku rasa teman-teman Mas banyak yang lebih cocok dengan Mas. Aku merasa bukan wanita yang baik, aku masih kekanak-kanakan, dan bukan seorang akhwat, aku takut tidak bisa membuat Mas bangga.” “Dek, kita sama-sama masih belajar, tidak apa jika adek bukanlah seorang akhwat yang berjilbab, yang penting perilaku adek yang selalu taat beribadah, tidak apa jika adek ini masih kekanak-kanakan, itu akan selalu membuat Mas merasa lebih muda karena sikap adek. Dek Mas serius dengan keputusan ini, orang tua Mas sudah setuju dengan rencana Mas ini, begitu pula dengan keluarga adek, mereka pun sudah tau.” Aku sungguh-sungguh bingung, aku menundukkan wajahku, dan tanpa sadar air mataku menetes dan membasahi pipiku, dan tangan Om Adit yang hangat langsung mengapusnya dari pipiku. Aku bingung, sungguh-sungguh bingung. Apa yang harus aku perbuat?? “jadi semua keluarga kita sudah tau semua? sejak kapan? kenapa aku tidak di beri tau? Tapi, kenapa sikap Mas selalu dingin padaku? Semua ini Cuma mimpi kan? Semua ini hanya bercanda kan?” aku sungguh bingung, sungguh terkejut dengan apa yang baru aku dengar. Sejenak aku terdiam, memikirkan apa yang harus aku jawab.
Menimbang kesana-kemari, Om Adit adalah laki-laki yang baik, sholeh, dan dewasa. Sungguh bodoh jika aku menolak tawarannya, apalagi kedua belah pihak keluarga sudah menyetujui, tapi disisi lain aku masih memendam rasa suka pada laki-laki lain yang sekaligus juga sahabatku. Aku sungguh-sungguh bingung. “Dek??” panggilan Om Adit membuyarkan renunganku. “Mas…sebenarnya aku juga sayang sama Mas, tapi sayang yang aku miliki ini masih rasa sayang layaknya adik kepada kakaknya, aku berusaha menerima dengan ikhlas Mas, terlebih kedua orang tua kita sudah memberikan restu. Tolong Mas jangan capek untuk membimbingku, agar aku bisa menjadi wanita yang selalu bisa membanggakan bagi Mas.” Dengan hati-hati aku ungkapkan perkataan itu kepada Om Adit. “jadi adek setuju??”. Aku hanya menganggukkan kepalaku yang masih tertunduk. Om Adit pun dengan spontan memelukku. Setelah itu, dia langsung beranjak keluar. Dan ternyata, diluar semua keluarga sudah menunggu keputusan dari ku. Dengan wajah yang berbinar Om Adit memberitahukan kepada semua keluarga bahwa aku bersedia menikah dengannya. Dan ucapan syukur Alhamdulillah pun di lafalkan oleh semua keluarga. Ternyata semua ini sudah direncanakan. Hanya aku yang tidak mengetahui rencana ini. Pertemuan kedua pihak keluarga pun di adakan. Sedangkan komunikasiku dengan Om Adit pun sudah sangat dekat, meskipun beberapa hari setelah kejadian lamaran itu terjadi aku masih canggung dengannya. Kami selalu ngobrol bareng, berdiskusi tentang persiapan pernikahan kita. Aku pun di kenalkan kepada teman-teman dan sahabat-sahabat nya Om Adit. Jika weekend tiba, kami selalu menyempatkan waktu untuk berkeliling, mengingat waktu pernikahan kami masih cukup lama. Pernikahan kami akan dilaksanakan 3 bulan lagi, masih cukup waktu untuk kami lebih saling mengenal. Subhanallah sungguh nikmat yang sangat besar yang telah Allah SWT berikan bagiku. Seoranng suami yang sholeh dan bertanggung jawab, yang selalu membimbingku berada di jalan Allah SWT..