Ketentuan mengenai hukum perdata ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau lebih dikenal dengan BW (Burgelijke Wetboek). Sistematika Hukum Perdata menurut BW terdiri atas 4 buku: BUKU I
: Tentang orang (van personen)
Yaitu memuat hukum tentang diri seseorang dan hukum keluarga. BUKU II
: Tentang benda (van zaken).
Yaitu memuat hukum kebendaan serta hukum waris. BUKU III : Tentang perikatan (van verbintenissen) Yaitu memuat hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu. BUKU IV : Tentang pembuktian dan daluarsa (van bewijs en verjaring) (memuat ketentuan alatalat bukti dan akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum) Hukum perdata merupakan hukum yang meliputi semua hukum “Privat materil”, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Hukum perdata terdiri atas : Hukum Perkawinan Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal-hal yang diatur dalam hukum perkawinan adalah : –
Syarat untuk perkawinan
Pasal 7: (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. –
Hak dan kewajiban suami istri
Pasal 31: (1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. (2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. –
Percampuran kekayaan
Pasal 35: (1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. (2) Harta bawaan dari masing-masaing suami dan isteri,dan harta benda yang diperoleh masingmasing sebagai hadiah atau warisan,adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. –
Pemisahan kekayaan
Pasal 36: (1) Mengenai harta bersama,suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing,suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. –
Pembatalan perkawinan
–
Perjanjian perkawinan
–
Perceraian
Hukum Kekeluargaan Hukum kekeluargaan mengatur tentang : –
Keturunan
–
Kekuasaan orang tua (Outderlijke mactht)
–
Perwalian
–
Pendewasaan
–
Curatele
–
Orang hilang
Hukum Benda 1. Tentang benda pada umumnya Pengertian yang paling luas dari perkataan “Benda” (Zaak) ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang. 1. Tentang hak-hak kebendaan : a) Bezit, Ialah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olahkepunyaan sendiri, yang ole hukum diperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa. b)
Eigendom,
Ialah hak yang paling sempurna atas suatu benda seorang yang mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan,, bahkan merusak) c)
Hak-hak kebendaan di atas benda orang lain,
Ialah suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan suatu pekarangan lain yang berbatasan. d)
Pand dan Hypotheek,
Ialah hak kebendaan ini memberikan kekuasaan atas suatu benda tidak untuk dipakai, tetapi dijadikan jaminan bagi hutang seseorang. e)
Piutang-piutang yang diberikan keistimewaan (privilage)
Ialah suatu keadaan istimewa dari seorang penagih yang diberikan oleh undang-undang melulu berdasarka sifat piutang. f)
Hak reklame,
Ialah hak penjual untuk meminta kembali barang yang telah dijualnya apabila pembeli tidak melunasi pembayarannya dalam jangka waktu 30 hari. Hukum Waris 1) Hak mewarisi menurut undang-undang 2)
Menerima atau menolak warisan
3)
Perihal wasiat (Testament)
4)
Fidei-commis
Ialah suatu pemberian warisan kepada seorang waris dengan ketentuan, ia wajib menyimpan warisan itu dan setelah lewat suatu waktu atau apabila si waris itu sendiri telah meninggal warisan itu harus diserahkan kepada seorang lain yang sudah ditetapkan dalam testament. 5)
Legitieme portie
Ialah suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. 6)
Perihal pembagian warisan
7)
Executeur-testamentair dan Bewindvoerder
Ialah orang yang akan melaksanakan wasiat. 8)
Harta peninggalan yang tidak terurus
Hukum Perikatan Ialah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Hukum perikatan terdiri atas : 1. Perihal perikatan dan sumber-sumbernya 2. Macam-macam perikatan 3. Perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang 4. Perikatan yang lahir dari perjanjian 5. Perihal resiko, wanprestasi dan keadaan memaksa 6. Perihal hapusnya perikatan-perikatan 7. Beberapa perjanjian khusus yang penting SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT ILMU PENGETAHUAN Sistematika Hukum Perdata menurut ilmu pengetahuan dibagi dalam 4 bagian yaitu: 1. Hukum Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht) Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang seseorang manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum),tentang umur,kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,tempat tinggal(domisili)dan sebagainya. 1. Hukum Keluarga (familierecht) Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul karena hubungan keluarga / kekeluargaan seperti perkawinan,perceraian,hubungan orang tua dan anak,perwalian,curatele,dan sebagainya. 1. Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht) Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta kekayaan seperti perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.
1. Hukum Waris(erfrecht) Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.
kepada Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat sebagai BW/KUHPer. BW/KUHPer sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing. Namun demikian berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat oleh pemerintah HindiaBelanda berlaku bagi warga negara Indonesia(azas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat didalam BW pada saat ini telah diatur secara terpisah/tersendiri oleh berbagai peraturan perundangundangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan fidusia.
Buku Kesatu – Orang Buku pertama mengatur tentang orang sebagai subyek hukum, hukum perkawinan dan hukum keluarga, termasuk waris. Bab I – Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan Bab II – Tentang akta-akta catatan sipil Bab III – Tentang tempat tinggal atau domisili Bab IV – Tentang perkawinan Bab V – Tentang hak dan kewajiban suami-istri Bab VI – Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya Bab VII – Tentang perjanjian kawin Bab VIII – Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau selanjutnya Bab IX – Tentang pemisahan harta-benda Bab X – Tentang pembubaran perkawinan Bab XI – Tentang pisah meja dan ranjang Bab XII – Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak Bab XIII – Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda Bab XIV – Tentang kekuasaan orang tua Bab XIVA – Tentang penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah Bab XV – Tentang kebelumdewasaan dan perwalian Bab XVI – Tentang pendewasaan Bab XVII – Tentang pengampuan Bab XVIII – Tentang ketidakhadiran
Buku Kedua – Benda/Barang Buku kedua mengatur mengenai benda sebagai obyek hak manusia dan juga mengenai hak kebendaan. Benda dalam pengertian yang meluas merupakan segala sesuatu yang dapat dihaki (dimiliki) oleh seseorang. Sedangkan maksud dari hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan kepada pihak ketiga. Buku kedua tentang benda pada saat ini telah banyak berkurang, yaitu dengan telah diaturnya secara terpisah hal-hal yang berkaitan dengan benda (misal dengan Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, Undang-undang N0. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan . Dalam hal telah diatur secara terpisah oleh suatu peraturan perundang-undangan maka dianggap pengaturan mengenai benda didalam BW dianggap tidak berlaku. Bab I – Tentang barang dan pembagiannya Bab II – Tentang besit dan hak-hak yang timbul karenanya Bab III – Tentang hak milik Bab IV – Tentang hak dan kewajiban antara para pemilik pekarangan yang bertetangga Bab V – Tentang kerja rodi Bab VI – Tentang pengabdian pekarangan Bab VII – Tentang hak numpang karang Bab VIII – Tentang hak guna usaha (erfpacht) Bab IX – Tentang bunga tanah dan sepersepuluhan Bab X – Tentang hak pakai hasil Bab XI – Tentang hak pakai dan hak mendiami Bab XII – Tentang pewarisan karena kematian Bab XIII – Tentang surat wasiat Bab XIV – Tentang pelaksana surat wasiat dan pengelola harta peninggalan Bab XV – Tentang hak berpikir dan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan Bab XVI – Tentang hal menerima dan menolak warisan Bab XVII – Tentang pemisahan harta peninggalan Bab XVIII – Tentang harta peninggalan yang tak terurus Bab XIX – Tentang piutang dengan hak didahulukan
Bab XX – Tentang gadai Bab XXI – Tentang hipotek
Buku Ketiga – Perikatan Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis). Maksud penggunaan kata “Perikatan” disini lebih luas dari pada kata perjanjian. Perikatan ada yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber dari suatu perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Buku ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar hukum dan peristiwa-peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban perseorangan. Buku ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht) sehingga terhadap beberapa ketentuan, apabila disepekati secara bersama oleh para pihak maka mereka dapat mengatur secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam BW. Sampai saat ini tidak terdapat suatu kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi. Namun demikian, secara logis yang dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang mengatur secara khusus (misal : waktu pengalihan barang dalam jual-beli, eksekusi terlebih dahulu harga penjamin ketimbang harta si berhutang). Sedangkan aturan umum tidak dapat disimpangi (misal : syarat sahnya perjanjian, syarat pembatalan perjanjian). Bab I – Tentang perikatan pada umumnya Bab II – Tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan Bab III – Tentang perikatan yang lahir karena undang-undang Bab IV – Tentang hapusnya perikatan Bab V – Tentang jual-beli Bab VI – Tentang tukar-menukar Bab VII – Tentang sewa-menyewa Bab VIIA – Tentang perjanjian kerja Bab VIII – Tentang perseroan perdata (persekutuan perdata) Bab IX – Tentang badan hukum Bab X – Tentang penghibahan Bab XI – Tentang penitipan barang Bab XII – Tentang pinjam-pakai Bab XIII – Tentang pinjam pakai habis (verbruiklening) Bab XIV – Tentang bunga tetap atau bunga abadi Bab XV – Tentang persetujuan untung-untungan Bab XVI – Tentang pemberian kuasa Bab XVII – Tentang penanggung
Bab XVIII – Tentang perdamaian
Buku Keempat – Pembuktian dan Kedaluwarsa Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluarsa. Hukum tentang pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (HIR) namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti. Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu : a. Surat-surat b. Kesaksian c. Persangkaan d. Pengakuan e. Sumpah Daluarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik (acquisitive verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring). Selain itu diatur juga hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau “rechtsverwerking” yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak. Bab I – Tentang pembuktian pada umumnya Bab II – Tentang pembuktian dengan tulisan Bab III – Tentang pembuktian dengan saksi-saksi Bab IV – Tentang persangkaan Bab V – Tentang pengakuan Bab VI – Tentang sumpah di hadapan hakim Bab VII – Tentang kedaluwarsa pada umumnya