Buletinhukum_vol1215.pdf

  • Uploaded by: Nasrul Mubarak
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Buletinhukum_vol1215.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 39,422
  • Pages: 126
Volume 12, Nomor 1, Januari – Juni 2015

BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN Departemen Hukum Bank Indonesia Pelindung Deputi Gubernur Bidang Hukum Bank Indonesia Penanggung Jawab Rosalia Suci, Libraliana Badilangoe Pemimpin Redaksi Libraliana Badilangoe Sekretaris Redaksi Pulih Widayaningrum Dewan Redaksi Rika S. Dewi, Amsal Chandra Appy, Teddy Yusuf, Bambang Sukardi Putra, Pulih Widayaningrum, Amy Rachmi Budiati, Agus Susanto P., Hari Sugeng Raharjo, Panji Achmad, Endang R. Budi Astuti Redaksi Pelaksana M.A. Niniek Cahyaningrum, Chandra Herwibowo, Yuli Anitasari, Yulita Kuntari, Rizky Kartika Sari Mitra Bestari Prof. Dr. Erman Radjagukguk, S.H., LL.M. Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S. Prof. Dr. Huala Adolf, S.H., LL.M. Dr. Inosentius Samsul, S.H., M. Hum. Dr. Lastuti Abubakar, S.H., M.H. Penanggung Jawab Pelaksana Divisi Legislasi dan Penelitian Hukum Penanggung Jawab Distribusi Divisi Informasi Hukum dan Manajemen Intern

Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian dalam Buletin ini sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Bank Indonesia. Mulai tahun 2015, Buletin Hukum Kebanksentralan terbit secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali. Peminat Buletin ini dapat menghubungi Divisi Informasi Hukum dan Manajemen Intern, Gedung D Lt. 7, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, email: [email protected]. Redaksi menerima sumbangan tulisan berupa artikel ilmiah atau semi ilmiah, serta resensi buku berkenaan dengan hukum kebanksentralan. Tulisan tersebut dapat disampaikan kepada Divisi Legislasi dan Penelitian Hukum, Gedung D Lt. 7, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, email: [email protected]. Atas dimuatnya artikel dan resensi buku dimaksud, redaksi memberikan uang jasa penulisan.

“Buletin ini dapat diakses melalui website Bank Indonesia di http://www.bi.go.id, pilih menu publikasi, kemudian pilih sub menu Hukum Kebanksentralan.”

DARI MEJA REDAKSI

Pembaca Buletin Yang Berbahagia, memasuki tahun 2015 terdapat pembaharuan yang dilakukan Redaksi terhadap Buletin terbitan Departemen Hukum Bank Indonesia, yaitu pembaharuan atau perubahan nama Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan menjadi Buletin Hukum Kebanksentralan. Perubahan nama ini terutama dilatarbelakangi oleh pengalihan kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, sebagai konsekuensi berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Selain itu, dalam rangka peningkatan kualitas muatan Buletin dan efisiensi maka mulai tahun 2015 Buletin hanya akan terbit secara semesteran. Khusus dalam Buletin Hukum Kebanksentralan Volume 12 No. 1 Tahun 2015 ini akan dimuat hasil penelitian Tim Peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang yang mengulas mengenai Prasyarat dan Implikasi Pengaturan Pembatasan Transaksi Tunai di Indonesia. Selain itu, Buletin ini juga akan menyajikan artikel mengenai Telaah Yuridis Perkembangan Lembaga dan Objek Jaminan (Gagasan Pembaruan Hukum Jaminan Nasional), yang ditulis oleh Dr. Lastuti Abubakar S.H., M.H., serta Kedudukan Hukum Ekonomi Indonesia dalam Perspektif Globalisasi Perdagangan, yang ditulis oleh Dr. Zulfi Diane Zaini, S.H., M.H. Sebagaimana terbitan Buletin sebelumnya, Buletin kali ini juga akan menyajikan pengkinian informasi mengenai produk peraturan perundang-undangan Bank Indonesia yang terbit dari bulan Januari sampai dengan Juni 2015, yang terdiri atas Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia Ekstern, beserta ringkasannya. Harapan kami, informasi yang dimuat dalam Buletin ini akan memperkaya wacana dan kajian dalam rangka pengembangan ilmu hukum, serta memberikan akses informasi bagi pembaca dalam menelusuri dan mencari regulasi yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.

Selamat membaca. Jakarta, Juni 2015

Redaksi

i

BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN VOLUME 12, NOMOR 1, JANUARI - JUNI 2015 Halaman Dari Meja Redaksi...................................................................................................................................

i

Daftar Isi.................................................................................................................................................

iii

Telaah Yuridis Perkembangan Lembaga dan Objek Jaminan (Gagasan Pembaruan Hukum Jaminan Nasional) ...............................................................................................................................................

1 - 16

Dr. Lastuti Abubakar S.H., M.H. Kedudukan Hukum Ekonomi Indonesia dalam Perspektif Globalisasi Perdagangan...................................

17 - 30

Dr. Zulfi Diane Zaini, S.H., M.H Prasyarat dan Implikasi Pengaturan Pembatasan Transaksi Tunai di Indonesia...........................................

31 - 56

Tim Peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang Daftar Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia, Januari – Juni 2015..........................

57 - 60

Divisi Legislasi dan Penelitian Hukum Ringkasan Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia, Januari – Juni 2015..................... 61 - 120 Divisi Legislasi dan Penelitian Hukum

iii

TELAAH YURIDIS PERKEMBANGAN LEMBAGA DAN OBJEK JAMINAN (GAGASAN PEMBARUAN HUKUM JAMINAN NASIONAL) Disusun oleh: Lastuti Abubakar Departemen Hukum Ekonomi-Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Email : [email protected]

Abstract The presence of institutions which had specifically functions such as Deposit Insurance Corporation (LPS), Clearing and Guarantee Corporation (CGC), the Social Security Agency (BPJS), PT. Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (PT. PII), Guarantee Insurance Program, jamit shows how important this guarantee institutions in various activities, especially economics and business. In practice, any kind of object guarantee is having development it self. Enacted of the Law No: 9 of year 2011 and which has been amended with Law No. 9 of Year 2006 regarding Warehouse Receipt System enriches existing material guarantees and securities instrument as collateral object. At the practical level, object guarantee is develop according to the needs of society, so it is found in the form of Rights guarantees the lease, Work Order, Decree of Appointment, Delivery Order, Cover Note even the Sale and Purchase Agreement were agreed as a way of providing certainty implementation of obligations to creditors. This paper intends to review the development of institutions and the security object in the perspective of security law, and due to produce a study of the security law that can be used to initiate the formation of the national security law. Based on the results of the study with normative juridical approach, the result that the development of institutions and security object, both set in the legislation as well as those found in the practice of showing the urgency assurance in a various activities, particularly business economics, and enrich the security law in Indonesia. However, the development of institutions and objects that have not fully guarantee entry into the legal system guarantee, thus requiring a legal basis for its existence. Based on the results of the study, the presence of which had national security law as the legal basis necessary to provide certainty and legal protection for the parties. Keywords: development of security - the national security law Abstrak Hadirnya lembaga-lembaga yang secara khusus menyelenggarakan fungsi jaminan antara lain Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP), PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PT PII), Lembaga Penjaminan, Program Penjaminan Polis, menunjukkan betapa pentingnya pranata jaminan ini dalam berbagai aktivitas, khususnya ekonomi dan bisnis. Dalam praktik, jenis dan objek jaminan pun mengalami perkembangan. Berlakunya Undang-undang No : 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No : 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang memperkaya jenis jaminan kebendaan yang sudah ada dan instrumen surat berharga sebagai objek jaminan. Di tataran praktis, objek jaminan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga ditemukan penggunaan Hak sewa, Surat Perintah Kerja, SK Pengangkatan, Delivery Order, Cover Note bahkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai objek jaminan, yang disepakati oleh para pihak. Tulisan ini bermaksud mengkaji perkembangan lembaga dan objek jaminan tersebut dalam perspektif hukum jaminan, dan bertujuan untuk menghasilkan kajian hukum jaminan yang dapat digunakan untuk menggagas pembaruan hukum jaminan nasional. Berdasarkan hasil kajian dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, diperoleh hasil bahwa perkembangan lembaga dan objek jaminan, baik yang diatur dalam peraturan perundang-undangan maupun yang ditemukan dalam praktik menunjukkan urgensi jaminan dalam berbagai aktivitas, khususnya ekonomi bisnis, dan memperkaya khasanah hukum jaminan di Indonesia. Namun demikian, perkembangan lembaga dan objek jaminan tersebut belum sepenuhnya masuk ke dalam sistem hukum jaminan, sehingga memerlukan landasan hukum bagi eksistensinya. Berdasarkan hasil kajian, kehadiran hukum jaminan yang bersifat nasional diperlukan sebagai landasan hukum untuk memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak. Kata kunci: perkembangan jaminan – hukum jaminan nasional

1

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

1. PENDAHULUAN

UU Resi Gudang, menambah pranata jaminan kebendaan yang sudah ada yakni Gadai, Hipotik, Hak

Jaminan dalam perspektif yuridis dimaknai sebagai

Tanggungan, dan Fidusia.

salah satu upaya untuk memberikan kepastian hukum

2

kepada kreditor (pihak yang berhak) bahwa debitor

Sejatinya, jaminan dalam arti luas, tidak hanya yang

(pihak yang memiliki kewajiban) akan melaksanakan

secara khusus diperjanjikan oleh para pihak, melainkan

kewajibannya. Dalam praktik, jaminan seringkali

meliputi pula jaminan umum yang diatur dalam

diartikan sempit, yaitu adanya hubungan kontraktual

Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Jaminan umum

yang secara khusus dibuat oleh para pihak untuk

bermakna andaikata para pihak tidak membuat

memastikan bahwa debitor akan melaksanakan

perjanjian jaminan secara khusus, bukan berarti hukum

kewajibannya, dan apabila tidak terlaksana, maka

tidak memberikan perlindungan hukum dan kepastian

jaminan yang telah disepakati berfungsi untuk

bahwa debitor wajib membayar. Pasal 1131 mengatur

memastikan bahwa kreditor memperoleh apa yang

bahwa seluruh harta kekayaan debitor, baik yang

menjadi haknya. Jaminan dalam arti sempit ini

bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang

dapat diartikan baik jaminan perorangan

sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari,

(penanggungan/borgtocht) maupun jaminan

menjadi jaminan bagi seluruh perikatan debitor, dan

kebendaan. Dalam perkembangannya, jaminan

selanjutnya Pasal 1132 KUHPerdata mengatur bahwa

perorangan ini melahirkan jenis jaminan lain, yaitu

seluruh kebendaan tersebut menjadi jaminan bagi

jaminan korporasi (corporate guarantee) dan garansi

seluruh kreditor dengan memperhatikan

bank (bank guarantee). Esensi dari jaminan perorangan

keseimbangan dalam pembagiannya. Dalam teori

adalah kesanggupan pihak ketiga (perorangan,

hukum jaminan pelaksanaan pembagian dengan

korporasi, dan bank) yang dituangkan dalam suatu

memperhatikan keseimbangan ini dikenal dengan

perjanjian untuk melakukan kewajiban apabila debitor

asas paritas creditorium atau ponds ponds gewijs.

tidak melakukan kewajibannya. Hak kreditor terhadap

Penggunaan jaminan umum ini dalam praktik

pemenuhan kewajiban ini bersifat persoonlijk, artinya

dirasakan tidak memuaskan kreditor dengan 2 alasan,

hak tersebut hanya dapat dituntut pada pihak tertentu,

yaitu 1) tidak ada kepastian benda milik debitor yang

yaitu penjamin atau penanggung. Mirip dengan

dapat digunakan sebagai pelunasan utang dan 2)

jaminan perorangan, dalam jaminan korporasi yang

kedudukan kreditor sebagai kreditor konkuren yang

bertindak sebagai penjamin adalah perusahaan.

harus bersaing dengan para kreditor konkuren lainnya

Lazimnya, jaminan korporasi ini diberikan karena ada

terhadap seluruh harta kekayaan debitor. Kedua

kepentingan antara perusahaan sebagai penjamin

alasan tersebut, membuat jaminan umum menjadi

dan yang dijamin. Dalam praktik jaminan korporasi

upaya hukum terakhir yang dapat dilakukan oleh

di UK dan Belgia misalnya, keputusan untuk menjadi

kreditor untuk mendapatkan haknya. Para pihak lebih

guarantor selalu dilakukan dengan mempertimbangkan

memilih jaminan khusus, baik jaminan perorangan

aspek komersial dan keuntungan bagi perusahaan.

maupun jaminan kebendaan. Jaminan perorangan

Keuntungan tersebut harus sepadan dengan

mendudukkan pihak ketiga sebagai penjamin yang

kewajiban pihak yang dijamin dan biasanya ada relasi

menyatakan kesanggupannya untuk membayar

bisnis diantara perusahaan penjamin dan yang dijamin

apabila debitor tidak membayar (wanprestasi),

(Andrew Petersen.et.al.,2002). Berbeda dengan

sedangkan dalam jaminan kebendaan memberikan

jaminan perorangan, perkembangan jaminan

hak bagi kreditor untuk mengeksekusi objek jaminan.

kebendaan ditandai dengan hadirnya pranata jaminan

Hak untuk mengeksekusi (parate eksekusi) ini baru

kebendaan baru dan digunakannya objek-objek

akan timbul apabila hak kebendaan yang memberikan

jaminan kebendaan di luar objek jaminan yang telah

jaminan tersebut telah dimiliki oleh kreditor sesuai

ditentukan oleh undang-undang. Diberlakukannya

dengan ketentuan undang-undang. Oleh karena itu,

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

kreditor perlu memperhatikan syarat bagi terbitnya

alternatif pembiayaan perusahaan dan alternatif

hak kebendaan yang memberikan jaminan tersebut.

investasi. Keberhasilan industri pasar modal sangat

Dalam perkembangannya, kebutuhan akan jaminan

bergantung dari kepercayaan investor sebagai pemilik

ini tampaknya semakin dibutuhkan untuk memastikan

dana, oleh karena itu harus ada mekanisme untuk

bahwa aktivitas tertentu dapat berjalan dengan baik.

menjamin bahwa setiap pihak yang berinvestasi di

Jaminan tidak lagi dilihat dari sisi kreditor, tetapi

pasar modal dijamin investasinya. Kehadiran Lembaga

digunakan bagi pihak debitor untuk memperoleh

Kliring dan Penjaminan, yang dilaksanakan oleh PT.

akses pembiayaan. Hal ini dapat dilihat dengan

Kliring Penjaminan Efek Indonesia (PT KPEI) bukan

kehadiran badan/lembaga baik publik maupun privat

saja merupakan amanat UU No : 8 Tahun 1995

yang sengaja dibentuk untuk menjalankan fungsi

Tentang Pasar Modal, melainkan juga sebagai

menyelenggarakan jaminan. Beberapa lembaga yang

konsekuensi pasar modal Indonesia untuk memenuhi

menyelenggarakan fungsi jaminan seperti BPJS, LPS,

standar internasional, antara lain keharusan

PT KPEI, PT PII, PT Penyelenggara Program Perlindungan

mengimplementasikan sistem perdagangan tanpa

Investor Efek Indonesia, Program Penjaminan Polis,

warkat (scripless trading system) sesuai dengan

dan Lembaga Penjaminan pada prinsipnya adalah

rekomendasi dari IOSCO (International Organization

menjamin bahwa pihak yang berhak akan

of Securities Commissions) selaku organisasi otoritas

mendapatkan haknya. Industri perbankan dan pasar

pasar modal dunia yang menerbitkan IOSCO basic

modal misalnya, mewajibkan adanya lembaga

principles bagi otoritas pasar modal, yang bertujuan

penjamin, mengingat ke dua institusi ini

melindungi investor, menjamin terbentuknya pasar

menyelenggarakan jasa berbasis kepercayaan

modal menciptakan dan menjaga pasar yang wajar,

masyarakat selain kewajiban mematuhi prinsip-prinsip

efisien. PT KPEI berfungsi memastikan tidak terjadi

yang sesuai dengan standar internasional. Dapat

gagal serah dan gagal bayar dalam mekanisme

dibayangkan bagaimana kelangsungan industri

transaksi di Bursa. Selain memunculkan PT KPEI sebagai

perbankan sebagai lembaga intermediary tanpa

lembaga penjamin transaksi, perlindungan terhadap

adanya jaminan kepastian bahwa dana yang dihimpun

investor dari kerugian akibat kelalaian pengelolaan

dari masyarakat dijamin kelangsungan dan

efek dijamin dengan mekanisme program perlindungan

pengembaliannya. Berdasarkan hal itu, Pembentukan

investor efek. Dapat dikatakan bahwa pasar modal

Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan UU No :

memberikan jaminan yang maksimal bagi investor

24 Tahun 2004 diharapkan dapat memelihara

selaku kreditor. Pasar modal bukan hanya melahirkan

kepercayaan masyarakat pada industri perbankan.

lembaga penjamin, namun juga mengembangkan

Sebaliknya, dalam menjalankan fungsinya menyalurkan

praktik penjaminan efek yang diperdagangkan di

kredit atau pembiayaan, Bank juga memerlukan

bursa. Perdagangan di bursa yang menggunakan

jaminan bahwa dana yang disalurkan tidak akan

sistem perdagangan tanpa warkat juga (scripless

bermasalah di kemudian hari. Pasal 8 UU Perbankan

trading system) turut mengembangkan penjaminan

dan penjelasannya, menyiratkan bahwa bank dituntut

bagi saham Perseroan Terbatas yang listing di Bursa

untuk patuh pada prinsip kehati-hatian bank

Efek. Saham scripless, selain dapat dijaminkan dengan

(prudential banking principle) yang dalam pemberian

menggunakan pranata gadai mengingat saham adalah

kredit menjelma dalam bentuk analisis pemberian

surat berharga yang dapat dikatagorikan sebagai

kredit, dan salah satu unsurnya berupa ketersediaan

benda bergerak tidak berwujud, dapat juga

collateral (agunan). Dengan demikian, perbankan

difidusiakan berdasarkan Pasal 31 UU No : 42 Tahun

menggunakan fungsi jaminan untuk melindungi

1999. Penulis berpendapat bahwa gadai saham

kepentingan ke dua belah pihak, baik Bank maupun

scripless lebih tepat dibandingkan fidusia terutama

nasabahnya. Urgensi lembaga jaminan ini juga

untuk memenuhi kewajiban Bursa menciptakan pasar

ditemukan dalam aktivitas pasar modal sebagai

yang teratur, wajar, dan efisien (biaya yang rendah)

3

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

berdasarkan Pasal 7 UU Pasar Modal (Lastuti abubakar,

on International Interest in Mobile Equipment

2006). Lembaga yang menyelenggarakan jaminan

on Matter Spesific To Aircraft Equipment

lainnya adalah PT Penjaminan Infratruktur Indonesia

(Protokol Pada Konvensi Tentang Kepentingan

yang dibentuk berdasarkan amanat Perpres 13/2010,

Internasional dalam Peralatan Bergerak

dibentuk untuk antara lain menjamin atas risiko proyek

Mengenai Masalah-Masalah khusus Pada

insfrastruktur guna mendorong masuknya pendanaan

Peralatan Pesawat Udara) mengatur tentang

dari swasta untuk sektor insfrastruktur di Indonesia.

jaminan untuk pesawat udara yang diakui secara

Dengan demikian, fungsi jaminan dapat dilihat dari

internasional. Mieke Komar (2014) menyebutkan

ke dua sisi, yaitu Debitor dan Kreditor. Bagi debitor,

bahwa konvensi ini bertujuan untuk : 1) to

ketersediaan jaminan akan memudahkan untuk dapat

facilitate the acquisition and financing of mobile

memperoleh akses ke pembiayaan atau menarik dana

equipment; 2) to provide remedies for creditor

masyarakat. Berdasarkan fungsi jaminan yang

where there is evidence of default; 3) to establish

berkembang dalam praktik, dapat disimpulkan bahwa

an international registration, to register

keberadaan lembaga jaminan sangat relevan untuk

international interest; 4) to support aircraft and

memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya

airline industry; 5) to give creditors greater

aktivitas tertentu.

confidence in the decisions to grant credit. Ratifikasi konvensi tersebut, selain memfasilitasi

2. TINJAUAN PUSTAKA

kepemilikan dan pembiayaan peralatan bergerak, juga bermaksud memberikan landasan hukum

2.1. Pengaturan Hukum Jaminan di Indonesia

bagi kreditor untuk memperoleh haknya dalam hal debitor wanprestasi, menetapkan tentang

Hukum Jaminan merupakan bidang hukum yang

pendaftaran jaminan yang diakui secara

semula termasuk ke dalam lingkup hukum

internasional, mendorong insustri pesawat udara

perdata, namun dalam perkembangannya

dan maskapai penerbangan, serta memberikan

hukum jaminan berkembang sedemikian pesat,

kepercayaan yang lebih besar bagi kreditor

sehingga tidak dapat lagi secara tegas dikatakan

dalam memberikan kredit.

merupakan bagian dari hukum perdata.

4

Keterlibatan bidang hukum lain yang bersifat

Dalam sistem hukum jaminan Indonesia, aturan

publik seperti hukum administrasi negara, serta

umum yang mengatur tentang jaminan di

pengaruh dari konvensi-konvensi internasional,

Indonesia dapat ditemukan dalam Buku II dan

menjadikan hukum jaminan lebih tepat

Buku III KUHPerdata. Selain mengatur tentang

dikatakan sebagai bagian dari hukum ekonomi,

jaminan umum dalam Pasal 1131 dan 1132,

yang bersifat interdisipliner dan transnasional

Buku III mengatur tentang jaminan perorangan,

(Sunaryati Hartono, 1982). Dengan demikian,

yaitu penanggungan (borgtocht) sebagai salah

persoalan hukum yang timbul dari jaminan tidak

satu jenis perjanjian bernama (benoemde

lagi dapat didekati hanya dari aspek keperdataan

overeenskomst). Penanggungan ini dalam

saja. Sifat transnasional hukum jaminan

perkembangannya menjadi aturan umum bagi

Indonesia dapat dilihat dari perkembangan

terbitnya jenis jaminan perorangan dalam

regulasi yang berkaitan dengan jaminan pesawat

perkembangan seperti jaminan korporasi dan

udara. Peraturan Presiden No : 8 Tahun 2007

garansi bank. Perkembangan jaminan perorangan

Tentang Pengesahan Convention on International

lebih fleksibel karena cukup diperjanjikan oleh

Interest in Mobile Equipment (Konvensi Tentang

para pihak, kecuali Garansi Bank yang harus

Kepentingan Internasional Dalam Peralatan

memperhatikan ketentuan dan syarat yang

Bergerak) Beserta Protocol To The Convention

dikeluarkan oleh Otoritas Perbankan. Hal ini

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

dimungkinkan karena Buku III KUHPerdata

Fidusia adalah jaminan kebendaan, mengingat

menganut sistem terbuka (Pasal 1319) dan asas

Fidusia lahir karena kebutuhan dalam praktik

kebebasan berkontrak (Pasal 1338 Ayat 1), yang

yang diperkuat dengan putusan pengadilan

memberikan keleluasan bagi para pihak untuk

(yurisprudensi) dan doktrin.

membuat atau mengembangkan jenis perjanjian baru sepanjang memenuhi syarat sah suatu

c. Undang-undang No : 9 Tahun 2011 Tentang

perjanjian. Kebebasan membuat perjanjian disini

Perubahan Atas Undang-undang No : 9

dapat dimaknai untuk membuat perjanjian

Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang,

dengan nama baru, kebebesan mencantumkan

yang juga menimbulkan pendapat berbeda

klausul yang akan disepakati dan kebebasan

di antara para pakar, apakah Jaminan Resi

menggunakan bentuk perjanjian, apakah akan

Gudang ini merupakan jaminan kebendaan

dibuat secara tertulis, tidak tertulis atau elektronis,

baru, melengkapi jaminan kebendaan yang

sepanjang memenuhi syarat sah perjanjian

sudah ada, atau hanya mengembangkan

berdasarkan Pasal 1320.

instrumen surat berharga yang dapat menggunakan jaminan yang telah ada yaitu

Selanjutnya Buku II mengatur tentang Gadai

gadai atau fidusia.

(Pasal 1150-1160) dan Hipotik (Pasal 1162-1232) sebagai jenis hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Di dalam jaminan

2.2. Kedudukan Jaminan Resi Gudang Sebagai Jaminan Kebendaan

kebendaan terdapat benda yang sengaja disendirikan untuk dijadikan jaminan bagi

Kedudukan jaminan Resi Gudang sebagai

pelunasan utang. Berbeda dengan Buku III, Buku

jaminan kebendaan tersendiri ditegaskan dalam

II menganut sistem tertutup, yang tidak

penjelasan Pasal 12 Ayat 1 UU Sistem Resi

memungkinkan para pihak membuat hak

Gudang yang menegaskan bahwa undang-

kebendaan baru selain yang telah ditentukan

undang ini menciptakan lembaga jaminan

oleh Undang-undang. Oleh karena itu,

tersendiri di luar lembaga jaminan yang telah

pengembangan jaminan kebendaan harus selalu

ada. Namun penulis mencoba memahami

dilakukan dengan mengaturnya dalam Undang-

pendapat yang meragukan Jaminan Resi Gudang

undang. Beberapa peraturan perundang-

sebagai jaminan kebendaan baru. Setidaknya

undangan yang mengatur jaminan kebendaan

ada beberapa alasan yang dapat menimbulkan

di luar KUHPerdata :

keraguan. Alasan pertama adalah pengaturan Jaminan Resi Gudang ini merupakan bagian dari

a. Undang-undang No : 4 Tahun 1996 Tentang

undang-undang yang mengatur Sistem Resi

Hak Tanggungan Atas Tanah Dan Benda-

Gudang, jadi bukan undang-undang yang secara

Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. UU ini

khusus mengatur Jaminan Resi Gudang. Ke dua,

mencabut hipotik atas tanah, oleh karena

resi gudang adalah surat berharga yang

itu ketentuan Hipotik hanya berlaku untuk

diperdagangkan di Bursa Berjangka Komoditi,

objek berupa benda tidak bergerak selain

bahkan dimungkinkan untuk menerbitkan

tanah, baik karena sifatnya maupun karena

derivatifnya. Mengingat surat berharga adalah

undang-undang.

benda bergerak tidak berwujud, maka seharusnya dapat menjadi objek gadai. Selanjutnya, apabila

b. Undang-undang No : 42 Tahun 1999 Tentang

surat berharga tersebut diperdagangkan di Bursa,

Fidusia. Lahirnya undang-undang ini

maka berdasarkan UU Fidusia dapat dijaminkan

mengakhiri keraguan dan perdebatan bahwa

dengan Fidusia, sehingga Resi Gudang dianggap

5

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

cukup menggunakan Gadai atau Fidusia. Ke tiga,

Jaminan Resi Gudang sebagai jaminan kebendaan

UU Resi Gudang tidak secara tegas mengatur

baru, apabila mempertimbangkan jaminan resi

saat lahirnya jaminan Resi Gudang, melainkan

gudang memiliki sifat dan karakter yang mandiri.

secara implisit dapat disimpulkan bahwa Jaminan

Untuk itu ada baiknya dilihat beberapa perbedaan

Resi Gudang terbit sejak Resi Gudang diserahkan

pengaturan antara Gadai, Fidusia, dan Resi

dan dikuasai oleh kreditor. Penulis berpendapat,

Gudang di bawah ini.

tidak ada yang salah dengan menempatkan

Tabel 1. Perbedaan antara Gadai, Fidusia dan Resi Gudang. No.

Unsur

Gadai

Fidusia

Resi Gudang

1.

Objek

Benda Bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud.

Benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dijaminkan dengan Hak Tanggungan.

Surat Berharga Resi Gudang sebagai bukti kepemilikan atas komoditi yang disimpan di gudang.

2.

Lahirnya hak jaminan

Saat benda diserahkan dan dalam penguasaan kreditor atau pihak ketiga yang disepakati (ps 1152 ayat 1)

Pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia (ps. 14 ayat 3).

Saat Resi Gudang diserahkan atau berada dalam penguasaan kreditor (penjelasan ps.12 ayat 2).

3.

Bukti kepemilikan

dapat dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi perjanjian pokoknya (ps 1151)

Jaminan Fidusia dibuktikan dengan Sertifikat Jaminan Fidusia (ps 14 jo 15)

Jaminan Resi gudang dibuktikan dengan Akta Perjanjian Hak Jaminan (ps 14 ayat 1)

4.

Para Pihak

Debitor dan Kreditor/Pihak ketiga yang disepakati

Debitor dan Kreditor, serta Kantor Pendaftaran Fidusia sebagai penerbit Sertifkat Jaminan Fidusia.

Debitor dan kreditor, Pengelola Gudang,Badan Pengawas Resi Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian Pusat Registrasi Resi Gudang dan Lembaga Jaminan Resi Gudang.

Sumber : disarikan oleh Penulis.

6

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Berdasarkan perbedaan di atas, tampak bahwa

haruslah berfaedah dan bermanfaat bagi

objek Jaminan Resi Gudang mirip dengan Gadai,

kepentingan manusia. Sejalan dengan itu, Soetan

yaitu benda bergerak tidak berwujud dan objek

Malikul Adil (1962) menegaskan bahwa tidak

jaminan tersebut berada dalam penguasaan

semua benda adalah zaak, melainkan hanya

kreditor. Perbedaannya adalah, komoditi sebagai

benda-benda yang terkait dengan kepentingan

dasar penerbitan Resi Gudang disimpan dan

manusia. Pasal ini secara argumentum a contrario

di bawah pengawasan Pengelola Gudang.

menyatakan bahwa benda yang tidak dapat

Di bandingkan dengan Fidusia, khususnya fidusia

dikuasai oleh hak milik bukanlah benda menurut

berupa barang dalam perdagangan, maka

hukum. Pasal ini menegaskan pula bahwa yang

komoditi tersebut tidak diperdagangkan,

dimaksudkan dengan benda disini terdiri atas

melainkan surat berharga Resi Gudangnya yang

barang (goederen/lichamelijke zaken) dan hak-

diperdagangkan. Hal ini berbeda dengan objek

hak (rechten/onlichamelijke zaken) yang berupa

Fidusia berupa barang perdagangan, dimana

hak-hak atas suatu barang yang berwujud seperti

barang perdagangan berada dalam penguasaan

surat berharga atau hak atas kekayaan intelektual

debitor dan tetap dapat diperdagangkan dengan

antara lain hak cipta, hak paten, dan hak merek.

kewajiban debitor mengganti dengan objek yang

Hak kekayaan intelektual ini merupakan

setara. Selain itu, Resi Gudang melibatkan banyak

kekayaan pribadi yang dapat dimiliki dan

pihak dalam mekanismenya, yang menurut

diperlakukan sama dengan kekayaan lainnya,

penulis memang dibutuhkan untuk menjadikan

seperti diperjualbelikan atau dijaminkan (Tim

jaminan Resi Gudang ini layak menjadi jaminan

Lindsay,2003). Berkenaan dengan objek jaminan

kebendaan dan memberikan kepastian dan

kebendaan, ketentuan undang-undang yang

perlindungan hukum bagi kreditor.

mengatur tentang jaminan, masing-masing telah menentukan objeknya dan mengatur pula kapan

2.3. Objek Jaminan dalam Sistem Hukum

hak kebendaan tersebut lahir.

Jaminan Indonesia. Selain kehadiran Resi Gudang sebagai pranata jaminan kebendaan baru, objek jaminan pun mengalami perkembangan. Di dalam jaminan perorangan, termasuk jaminan korporasi atau Bank Garansi, secara yuridis tidak ada kebendaan tertentu yang sengaja disendirikan sebagai pelunasan utang. Esensi dari perjanjian jaminan perorangan adalah kesanggupan pihak penjamin untuk melunasi utang, apabila debitor tidak mampu membayar. Oleh karena itu, dalam tulisan ini yang dimaksud dengan objek jaminan adalah “kebendaan” dalam jaminan kebendaan. Dimaksudkan dengan benda sebagai objek jaminan adalah benda (zaak) dalam pengertian yuridis seperti diatur dalam Pasal 499 KUHPerdata yaitu “tiap-tiap barang dan tiaptiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”. Wirjono Prodjodikoro (1956) mengartikan benda

7

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Tabel 2. Objek jaminan kebendaan berdasarkan jenis jaminan kebendaan Objek

No. Jenis jaminan kebendaan

Keterangan

1.

Gadai (Ps 1150-1160 KUHPerdata)

Benda bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud.

Benda tidak berwujud yang dapat digadaikan adalah surat berharga

2.

Hipotik (Ps.1162-1232 KUHPerdata)

Benda tidak bergerak selain tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Kapal laut dengan bobot >20 M3 dan kapal terbang.

3.

Hak Tanggungan (UU No : 4/1996)

Hak atas tanah : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai.

Hak atas tanah dapat berikut tanaman, bangunan dan hasil karya yang telah ada/akan ada, yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut.

4.

Fidusia (UU No : 42/199)

Benda bergerak/tidak bergerak, berwujud/tidak berwujud, terdaftar/tidak terdaftar, yang tidak dapat djiaminkan dengan hak tanggungan dan hipotik.

Khusus untuk benda bergerak, maka objek fidusia khususnya benda bergerak terdaftar, dan benda bergerak tidak berwujud adalah surat berharga yang diperdagangkan di bursa dan Hak kekayaan intelektual.

5.

Resi Gudang (UU No : 9/2006)

Surat Berharga Resi Gudang.

Resi Gudang merupakan surat berharga bersifat kepemilikan atas komoditi yang disimpan di gudang.

Sumber : diolah oleh Penulis.

Selain memenuhi kriteria benda secara yuridis,

perjanjian tersebut dimungkinkan sepanjang

secara khusus objek jaminan haruslah memenuhi

tidak bertentangan dengan syarat sah nya

kriteria benda dalam lapangan hukum perikatan.

perjanjian. Perkembangan objek jaminan dalam

Semula, zaak (benda) tidak dibedakan antara

praktik menjadi menarik, mengingat di satu sisi

benda dalam lapangan hukum benda dan benda

urgensi jaminan dalam aktivitas ekonomi, namun

dalam lapangan hukum perikatan. Hal ini terlihat

disisi lain Hukum Perdata (KUHPerdata dan KUHD)

dari Arrest Hoge Raad 1910 yang membatalkan

sebagai lex generale belum sepenuhnya mampu

perjanjian sewa menyewa luas pagar, yang

mengantisipasi perkembangan objek jaminan

menurut Hoge Raad luas pagar bukanlah benda.

dalam praktik.

Terhadap putusan ini, banyak para ahli hukum tidak sependapat, karena memang luas pagar bukanlah benda, melainkan bagian dari benda, yang dapat dijadikan objek perikatan (Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,2000). Dapatlah disimpulkan, berdasarkan asas kebebasan berkontrak, maka

8

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Fidusia. Demikian halnya dengan Jaminan Resi Gudang, yang mempertimbangkan perlunya

3.1. Perkembangan Lembaga Penyelenggara dan Pranata Jaminan di Indonesia

jaminan resi gudang untuk memenuhi kebutuhan pelaku usaha serta kelancaran produksi dan distribusi barang. Jaminan Resi

Perkembangan hukum jaminan, antara lain

gudang diharapkan mampu mendorong

didorong oleh kebutuhan para pelaku usaha

lembaga keuangan, khususnya perbankan untuk

untuk mendapatkan akses pembiayaan,

menyalurkan pembiayaan ke sektor agribisnis

khususnya perbankan. Dapat dibayangkan, andai

dengan jaminan Resi Gudang, sehingga Bank

Fidusia tidak diatur sebagai pranata jaminan,

sebagai kreditor memiliki jaminan kepastian

akan sangat sulit bagi pelaku usaha untuk

pengembalian kredit dan perlindungan hukum.

mengembangkan bisnisnya, karena justru objek

Selain perkembangan pranata jaminan, dalam

jaminannya adalah benda yang digunakan dalam

berbagai sektor diatur pula kelembagaan yang

aktivitas bisnisnya, seperti mesin pabrik,

berdasarkan undang-undang memang dibentuk

kendaraan bermotor, atau benda objek

untuk menyelenggarakan jaminan bagi

perdagangan. Sementara apabila menggunakan

kepentingan pihak tertentu. Penulis tertarik

gadai, maka tujuan debitor tidak akan tercapai,

untuk mengamati mekanisme yang digunakan

mengingat penguasaan objek gadai oleh kreditor

oleh beberapa lembaga penyelenggara jaminan

merupakan syarat sahnya gadai. Oleh karena

tersebut, semata-mata untuk menggambarkan

itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya Fidusia

pentingnya jaminan dalam berbagai aspek

adalah gadai tanpa penguasaan objek, yang

kehidupan, khususnya dalam aktivitas ekonomi.

dalam Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata) Belanda

Berikut ini, beberapa lembaga penyelenggara

diterjemahkan secara tepat dengan

jaminan yang diatur oleh undang-undang,

menggunakan frasa Bezitloos Pandrecht (gadai

berikut tujuan penjaminan dan objek jaminan

tanpa penguasaan benda) sebagai padanan

yang digunakan.

Tabel 3. Lembaga yang Menyelenggarakan Fungsi Jaminan No.

1.

Lembaga Penyelenggaraan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Dasar Hukum

UU No : 4 Tahun 2011

Tujuan penjaminan

Objek jaminan

Kepastian dan perlindungan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat (jaminan sosial)

Dana jaminan sosial, yang berasal dari iuran peserta beserta hasil pengelolaannya

Keterangan

Aset BPJS tidak dapat digunakan untuk tujuan penjaminan, tetapi untuk operasional dan peningkatan kapasitas pelayanan (ps. 41 ayat2)

9

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Tabel 3. Lembaga yang Menyelenggarakan Fungsi Jaminan Lembaga Penyelenggaraan

Dasar Hukum

2.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

UU No : 24 Tahun 2004

Penjaminan simpanan nasabah bank

Aset bank yang dinyatakan gagal dan cadangan penjaminan yang berasal dari sebagian surplus LPS.

Modal LPS merupakan aset negara yang dipisahkan dan dikelola oleh LPS. Dana penjaminan berasal antara lain dari sebagian surplus LPS.

3.

PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (PT KPEI)

UU No : 8 Thn 1995 Tentang Pasar Modal dan Kep Bapepam no. kep 26/PM/1998.

Kliring dan Penjaminan transaksi Bursa yang teratur, wajar, dan efisien.

Dana jaminan yang berasal dari anggota kliring dan dikelola oleh PT KPEI dan cadangan jaminan.

Dana jaminan dibukukan secara terpisah oleh KPEI dan dapat diinvestasikan yang hasilnya dimasukkan ke dalam dana jaminan.

4.

PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII)

Perpres No : 67/2005 diubah dengan Perpres : 13/2010 dan Perpres No : 78/2010.

Evaluasi, penstrukturan penjaminan dan penyedia jaminan untuk Kerjasama Pemerintah Swasta dalam proyek infrastruktur

Pemberian jaminan atas kewajiban finansial PJPK yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian penjaminan.

Dibuat perjanjian jaminan antara PT PII dengan investor, dan perjanjian regres antara PT PII dan PJPK.

5.

PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia

UU No : 8 Tahun 1995 dan Capital Market and Non Bank Financial Institution Master Plan 2010-2014 dan Peraturan Bapepam LK No : VI.A.4.

Perlindungan dana investor dan menjamin investasi dipasar modal melalui penetapan dana perlindungan investor.

Dana perlindungan pemodal berasal dari kontribusi SRO, iuran anggota, dana subrogasi, hasil investasi, dan dana lain.

Dana Perlindungan Pemodal diwakili oleh Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal (Peraturan Bapepam LK No : VI.A.5)

6.

Program Penjaminan Polis

UU No : 20 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

Menjamin sebagian atau seluruh hak pemegang polis, tertanggung atau peserta dalam hal perusahaan asuransi/reasuransi dicabut izin usaha dan dikuidasi.

Dana jaminan yang berasal dari kekayaan perusahaan, dan selanjutnya penyelenggaraan program jaminan polis akan diatur dalam UU.

Akan ditunjuk penyelenggara jaminan polis dan akan berlaku pada tahun 2017.

No.

10

Tujuan penjaminan

Objek jaminan

Keterangan

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Tabel 3. Lembaga yang Menyelenggarakan Fungsi Jaminan No.

7.

Lembaga Penyelenggaraan Lembaga Penjaminan

Tujuan penjaminan

Objek jaminan

Penjaminan dengan menanggung pembayaran atas kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan apabila terjamin tidak dapat memenuhi kewajiban berdasarkan perjanjian yang disepakati.

Dilakukan dengan mekanisme jaminan korporasi dengan hak subrogasi.

Dasar Hukum

POJK No : 6/pojk.05/2014

Keterangan

Lembaga penjaminan ini melakukan penjaminan kredit/pembiayan syariah dan kegiatan lain seperti penjaminan transaksi dagang, surety bond, contra bank garansi, penjaminan L/C dll.

Sumber : diolah oleh Penulis dari peraturan perundang-undangan terkait.

Mencermati fungsi dan mekanisme lembaga-

d. Tidak ada benda/aset lembaga penyelenggara

lembaga penyelenggara jaminan di atas, penulis

jaminan yang sengaja disendirikan sebagai

menyimpulkan bahwa terdapat beberapa esensi

objek jaminan. Kalaupun dalam

jaminan korporasi, yaitu :

mekanismenya digunakan aset lembaga, maka dapat ditagihkan kembali dengan

a. Sebagian besar lembaga yang

mekanisme subrogasi atau perjanjian regres.

menyelenggarakan jaminan berbentuk

Sebagian besar dana penjaminan diperoleh

korporasi, walaupun ada yang berbentuk

dari industri/pelaku penerima manfaat, yang

badan hukum publik (BPJS dan LPS).

dikelola oleh lembaga.

b. Berfungsi memberi kepastian bagi kreditor bahwa debitor (pihak yang mempunyai

e. Sebagian tetap menggunakan perjanjian atau kesepakatan dalam melakukan penjaminan.

kewajiban) akan melaksanakan kewajibannya, selain bertujuan untuk meningkatkan

Perbedaan substansial antara lembaga yang

kepercayaan masyarakat pada industri

menyelenggarakan fungsi jaminan dengan

tertentu.

jaminan korporasi adalah dasar hukum pembentukannya. Keseluruhan lembaga tersebut

c. Sebagian besar undang-undang secara tegas

dibentuk dan diamanatkan oleh undang-undang,

mengatur tentang hak subrogasi yang dimiliki

sedangkan jaminan korporasi dan jenis jaminan

oleh lembaga yang menyelenggarakan

perorangan lainnya berdasarkan perjanjian.

penjaminan, atas kewajiban penjaminan yang

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

telah dilakukan.

keberadaan lembaga penyelenggara jaminan telah mengubah peta hukum jaminan nasional, yang pengaturannya tersebar dalam berbagai

11

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

aturan, selain pranata jaminan perorangan dan

bersifat utang (debt instrument). Demikian halnya

kebendaan yang terlebih dahulu ada. Di masa

dengan perbankan, instrument swap atau

mendatang, urgensi lembaga penyelenggara

forward sebagai objek transaksi hedging

jaminan ini tentunya akan semakin berkembang,

digunakan sebagai salah satu cara memitigasi

mengingat pentingnya jaminan kepastian hukum

risiko akibat fluktuasi mata uang, sekaligus

bagi pemilik dana/investor atau kreditor

melakukan pendalaman pasar. Bank Indonesia

di berbagai sektor industri, dan semakin

menerbitkan beberapa peraturan terkait hedging,

beragamnya cara pelaku usaha untuk

yaitu PBI No : 16/16 PBI/2014 Tentang Transaksi

mendapatkan akses pembiayaan. Oleh karena

valuta Asing terhadap Rupiah Antara Bank

itu penulis menganggap pentingnya memikirkan

dengan Pihak Domestik, PBI No : 16 /17 PBI/

ketentuan umum sebagai payung hukum yang

2014 Tentang Transaksi Valuta Asing terhadap

dapat dirujuk untuk mengembangkan lembaga,

Rupiah Antara Bank dengan Pihak Asing, PBI

pranata, dan objek jaminan.

No : 16/18 PBI/2014 Tentang Transaksi Lindung Nilai kepada Bank, dan PBI No : 16/19 PBI/2014

3.2. Perkembangan Objek jaminan Kebendaan

Tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada

dalam Perspektif Hukum Benda Indonesia

Bank Indonesia menjadi landasan hukum bagi praktik transaksi lindung nilai dalam aktivitas

12

Persoalan hukum lain berkaitan dengan hukum

perbankan. Selain perbankan, pemerintah pun

jaminan adalah perkembangan benda sebagai

merasa perlu meregulasi hedging. Aturan hedging

objek jaminan. Dalam praktik, institusi pasar

bagi pemerintah dituangkan dalam Peraturan

modal dan perbankan, banyak mengembangkan

Menteri Keuangan No : 12.PMK.08/2013 Tentang

jenis-jenis surat berharga karena tuntutan global.

Transaksi Lindung nilai dalam Pengelolaan Utang

Sebagai bagian dari sistem keuangan dunia,

Pemerintah. Selain Pemerintah, kementerian

pasar modal dan perbankan Indonesia dituntut

BUMN telah menerbitkan Peraturan Menteri

untuk dapat memanfaatkan peluang dari

BUMN No : PER-09/MBU/2013 Tentang

perubahan sistem keuangan dunia yang kini

Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai BUMN.

menuju terciptanya international market

Penggunaan hedging secara tepat sebagai

integration (Don M Chance,2003). Mengingat

instrumen lindung nilai akan berdampak positif

arus dana bergerak dari negara ke suatu negara

untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, namun

berdasarkan perbedaan return, maka

di sisi lain, penggunaan hedging harus dilakukan

keberagaman instrumen merupakan salah satu

secara berhati-hati karena kerugian yang

daya tarik pasar modal Indonesia untuk dapat

ditimbulkan masih menjadi perdebatan, apakah

menarik dana dari luar agar diinvestasikan di

merupakan kerugian ataukah biaya.

pasar modal Indonesia. Sejak tahun 2001, pasar

Perkembangan surat berharga di pasar modal

modal Indonesia (melalui Bursa Efek Surabaya),

dan perbankan tersebut, tidak lagi dapat didekati

memperdagangkan Kontak Berjangka Indeks

hanya dari aspek hukum perdata, khususnya

Efek (KBIE) yang dikenal dengan LQ 45 Futures,

hukum benda atau hukum surat berharga.

diikuti oleh Bursa Efek Jakarta menerbitkan

Sebagai contoh penetapan indeks efek sebagai

Kontrak Opsi Saham pada tahun 2004 (Lastuti

efek menyiratkan bahwa semula indeks efek

Abubakar, 2012). Ke dua jenis instrumen surat

bukanlah efek, sehingga diperlukan upaya untuk

berharga tersebut merupakan instrument

mengubahnya menjadi efek atau surat berharga.

derivatif, yaitu instrument yang diturunkan dari

Janet M Tavakoli (2003) menyebutkan bahwa

surat berharga acuannya, baik efek yang bersifat

sistem finansial yang sengaja direkayasa untuk

penyertaan (equity instrument) maupun yang

memenuhi kebutuhan pelaku usaha, khususnya

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

sebagai cara untuk mentransfer risiko seperti

usaha, dengan tetap memperhatikan asas-asas

derivatif ini sebagai structured finance. Dalam

hukum jaminan. Hukum jaminan tidak dapat

praktik perbankan, dikenal proses sekuritisasi

dilepaskan dari hukum perdata, khususnya

piutang yang semula bersifat personal menjadi

hukum benda dan hukum perikatan. Berdasarkan

surat berharga, seperti Assets Backed Securities

hasil penelitian sebelumnya, penulis mencoba

(EBA) dan Collateralized Debt Obligation (CDO).

mengkaji ulang pengertian benda yang diatur

Ketika piutang yang semula bersifat persoonlijk

dalam KUHPerdata dan membandingkannya

tersebut diubah menjadi surat berharga, maka

dengan Niuewe Burgerlijk Wetboek (NBW)

berubahlah statusnya menjadi benda dan memiliki

Belanda, dengan beberapa pertimbangan.

sifat-sifat kebendaan, yaitu dapat diperdagangkan

Pertama, KUHPerdata Indonesia berasal dari

atau dialihkan, termasuk dijaminkan. Selain

Burgerlijk Wetboek Belanda yang diberlakukan

perkembangan surat berharga sebagai objek

berdasarkan asas konkordansi. Ke dua, sistem

transaksi, dalam praktik ditemukan objek jaminan

hukum Indonesia menganut sistem hukum yang

yang sebenarnya tidak dapat dikatakan benda,

sama dengan Belanda, yaitu civil law system,

misalnya Surat Perintah Kerja (SPK), Surat

dimana peraturan perundang-undangan

Keputusan Pengangkatan, cover note bahkan

merupakan sumber hukum utama, sehingga

Pengikatan Perjanjian Jual Beli. Tidak diragukan

dapat dilihat bagaimana Belanda melakukan

bahwa SPK memuat sejumlah uang yang

pembaruan hukum perdata, yang tentunya dapat

merupakan hak penerima pekerjaan, atau SK

dijadikan model pembaruan hukum perdata di

Pengangkatan yang menunjukkan bahwa

Indonesia. NBW Belanda tidak lagi menggunakan

seseorang mempunyai hak menerima gaji atau

istilah zakenrecht untuk hukum benda, melainkan

upah, namun perlu difahami bahwa nilai ekonomi

goederenrecht. Di dalam NBW Buku Titel 1 pada

tersebut sifatnya sangat personal dan haknya

3.art 1 (3.1.1.0) disebutkan bahwa “goederen

pun hanya dapat dituntut oleh orang yang

zijn alle zaken en alle vermogenrechten” yaitu

bersangkutan, dengan kata lain bersifat

“barang terdiri atas semua benda dan semua

persoonlijkrecht, jadi sama sekali tidak memiliki

hak kekayaan” (Djuhaendah Hasan, 1996). Istilah

sifat kebendaan seperti droit de preference, droit

goederen dalam NBW sama dengan istilah zaak

de suite yang menjadi ciri jaminan kebendaan.

dalam BW lama atau KUHPerdata Indonesia.

Kesenjangan antara kebutuhan dalam praktik

Selanjutnya NBW mengatur bahwa “goederen

dengan hukum yang berlaku tentunya

zijn alle actieven vermogen bestandelen”, yaitu

memerlukan solusi hukum.

barang adalah semua unsur aktif harta kekayaan. Dengan demikian, NBW telah memperluas

3.3. Gagasan Pembaruan Hukum Jaminan Nasional.

pengertian benda, tidak hanya meliputi barang dan hak yang dapat dikuasai hak milik, melainkan mencakup semua unsur aktif dari harta kekayaan

Mengacu pada perkembangan hukum jaminan,

serta menghilangkan sifat “dapat dimiliki”.

khususnya objek jaminan kebendaan, maka

Penulis mencermati bahwa pembaharuan hukum

pengertian benda menurut KUHPerdata tidak

perdata di Belanda mempengaruhi juga bidang

relevan lagi dengan kebutuhan dan praktik bisnis.

hukum lainnya yang selaras dengan hukum

Selain akan menghambat aktivitas bisnis, pada

bendanya. Hal ini dapat dilihat dari diaturnya

gilirannya akan melemahkan daya saing para

perjanjian khusus yang mengatur tentang naik

pelaku bisnis, oleh karena itu diperlukan

turunnya nilai uang, yang dalam BW lama

pembaruan hukum jaminan yang dapat

dikategorikan sebagai perjanjian untung-

mengakomodasikan kepentingan para pelaku

untungan. Sejalan dengan pembaharuan dalam

13

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

NBW, maka perkembangan benda sebagai objek

Fidusia, dan UU Sistem Resi Gudang, di samping

transaksi yang semula belum mempunyai

KUHPerdata yang mengatur gadai dan hipotik

landasan hukum yang kokoh, kini menjadi bagian

(Tri Handayani & Lastuti Abubakar, 2014) Di

dari benda. Naik turunnya harga saham atau

samping itu, Indonesia memang belum memiliki

derivatif saham atau surat berharga lainnya

hukum jaminan nasional yang menjadi lex

dipastikan masuk dalam pengertian benda

generale bagi lembaga jaminan yang ada.

menurut NBW. Hal ini memberikan rasa aman bagi para investor atau para pihak yang

Berkaitan dengan gagasan pembentukan hukum

bertransaksi. Dengan demikian, NBW telah dapat

jaminan nasional, maka beberapa hal yang harus

mengantisipasi dan mengakomodasikan

diperhatikan adalah hal sebagai berikut :

perkembangan benda sehingga tidak akan menjadi permasalahan, kalau objek transaksi

a. Hukum jaminan nasional merupakan bagian

atau objek jaminan berupa nilai ekonomi dari

dari sistem hukum nasional, oleh karena itu

suatu barang atau hak. Mengacu pada

harus tetap bersumber pada Pancasila dan

pembaruan hukum perdata di Belanda, maka

UUD 1945, yang terdiri dari peraturan

Indonesia dapat melakukan pembaruan hukum

perundang-undangan, yurisprudensi, dan

jaminan dengan dua cara. Pertama, melakukan

Hukum kebiasaan (Sunaryati Hartono, 1991).

pembaruan hukum perdata, baik keseluruhan

Dengan demikian, perkembangan kebiasaan

atau per bagian (Buku), khususnya Buku II tentang

dalam praktik bisnis dapat diakomodasikan

Benda dan memperluas pengertian benda, atau

dalam hukum jaminan nasional.

secara parsial mengatur tentang hukum jaminan nasional, dan mengatur secara khusus pengertian

b. Pengertian hukum jaminan nasional, harus

tentang benda sebagai objek jaminan, yang

diterjemahkan tidak hanya meliputi kaidah

dapat digunakan sebagai ketentuan umum bagi

atau norma, melainkan termasuk lembaga

ketentuan jaminan lainnya. Penulis mengusulkan

dan proses untuk mewujudkan kaidah

bahwa sekurang-kurangnya pengertian benda

tersebut. Dengan demikian, pembaruan

meliputi segala sesuatu yang bernilai ekonomi

hukum jaminan nasional juga membicarakan

dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

tentang integrasi antara pembentuk hukum,

Perluasan pengertian benda tentu harus selaras

lembaga terkait, dan masyarakat, khususnya

dengan tujuan pembangunan hukum nasional,

dunia usaha.

oleh karena itu eksploitasi benda atau unsur benda semata-mata untuk memenuhi

14

c. Hukum jaminan merupakan bagian dari

kepentingan ekonomi namun menimbulkan

hukum ekonomi, sehingga diperlukan

kehancuran manusia maupun alam, tanpa batas

pendekatan yang multidisipliner dan bersifat

tidaklah diperkenankan. Disinilah hukum

transnasional. Pembaruan hukum jaminan

berfungsi sebagai sarana pembaharuan dengan

nasional perlu mempertimbangkan

tetap memperhatikan tujuannya yaitu terjadinya

penggunaan pendekatan bidang lain seperti

perubahan dengan tetap memelihara ketertiban

ekonomi, untuk menghasilkan kaidah yang

dan keteraturan (Mochtar Kusumaatmadja, 2002).

mampu menjadi pemandu kegiatan bisnis

Gagasan pembentukan hukum jaminan nasional

yang wajar, teratur, dan efisien. Konvensi-

ini penulis anggap lebih tepat, mengingat selama

konvensi internasional yang sudah diratifikasi,

ini politik hukum jaminan mengarah pada

atau keikutsertaan Indonesia dalam berbagai

kodifikasi hukum jaminan secara parsial (bagian

organisasi dunia yang menerbitkan pedoman

demi bagian) seperti UU Hak Tanggungan, UU

yang harus dipatuhi, menjadi salah satu

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

sumber pembentukan hukum jaminan nasional.

d. Hukum jaminan nasional yang dibentuk harus bersumber pada Pancasila dan UUD 1945, dengan memperhatikan sumber-sumber pembentuk

d. Dualisme sistem hukum ekonomi dengan

hukum lainnya seperti hukum adat, konsep syariah,

digunakannya prinsip syariah dalam berbagai

serta konvensi-konvensi internasional yang berlaku

aktivitas bisnis, dan hukum adat menjadi

untuk Indonesia.

bagian dalam pembentukan hukum jaminan nasional. Berkaitan dengan pranata jaminan yang menggunakan prinsip syariah, penulis menganggap lebih tepat agar ke depan secara perlahan mengarah pada pembentukan hukum secara terpisah, mengingat aktivitas berbasis prinsip syariah mempunyai perbedaan yang substansial. Konsep pengaturan perbankan syariah yang terpisah dari perbankan konvensional dapat menjadi model pembentukan bidang-bidang lain seperti asuransi syariah atau jaminan syariah (Lastuti Abubakar, 2014) 4. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Perkembangan pranata jaminan dan objek jaminan serta kehadiran lembaga yang menyelenggarakan jaminan telah mengubah peta hukum jaminan di Indonesia, yang sebagian belum diakomodasikan dalam hukum positif yang mengatur jaminan, sehingga diperlukan pembaruan hukum jaminan. b. Pembaruan hukum jaminan nasional yang akan dibentuk akan menjadi ketentuan umum sebagai dasar hukum baik bagi keberadaan pranata jaminan yang telah ada maupun untuk mengembangkan hukum jaminan di masa depan. c. Model pembaruan hukum jaminan dapat mengikuti model pembaruan hukum sebagaimana dilakukan oleh Belanda dengan memperbarui KUHPerdata, atau membuat ketentuan khusus tentang hukum jaminan nasional.

15

DAFTAR BACAAN

Buku-buku Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Horizontal, Citra Aditya,1996,248. Don M Chance, An Introduction To Derivatives, The Driden Press, Harcourt Brace Colleges Publisher, 1998, 30. Janet M Tavakoli, Collateralized Debt Obligations & Structured Finance-New Developments in Cash & Synthetic Securitization, John Wiley & Sons, 2003,34. Lastuti Abubakar, Transaksi Derivatif di Indonesia, Books Terrace & Library, 2012, 190. Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan (kumpulan Karya Tulis), Alumni, 2002, 20. Soetan Malikul Adil, Hak-Hak Kebendaan, PT Pembangunan, 1962, 12. Sri Soedewi MAsjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, Liberty, 2000, 16. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, 1991, Tim Lindsay, Hak Kekayaan Intelektual-Suatu Pengantar, Alumni, 2003, 4. Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Hak-Hak atas Benda, Pembimbing Masa, 1956, 11.

Artikel Jurnal Andrew Petersen.et.al, Journal of International Banking and Financial Law, June 2002, 258. Lastuti Abubakar, Alternatif Penjaminan Bagi Saham Dalam Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (Scripless Trading System) di Pasar Modal DAlam Menunjang Perdagangan Yang Efisien, (2006) 3 Penegakan Hukum 36, 43. Lastuti Abubakar, Implikasi Penggunaan Prinsip Syariah Dalam Aktivitas Ekonomi Terhadap Pengembangan Hukum Ekonomi Indonesia-Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan, 2014, 10. Mieke Komar, 2001 Cape Town Convention And National Interest In Indonesia Aircraft (hak Jaminan/Hak Lain) (2014)8. Tri Handayani & Lastuti Abubakar, Implikasi Kegiatan Usaha Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust) Dalam Aktivitas Perbankan Terhadap Pembaruan Hukum Perdata Indonesia (2014) 15.2, Litigasi, 2445, 24567.

16

KEDUDUKAN HUKUM EKONOMI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF GLOBALISASI PERDAGANGAN Disusun oleh: Dr. Zulfi Diane Zaini, S.H., M.H.1

Abstrak Perkembangan dalam pembangunan nasional terutama yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, secara umum memiliki keterkaitan antara regulasi/pengaturan sistem hukum dan pelaksanaan kegiatan perekonomian di Indonesia sebagai upaya untuk menjaga stabilitas sistem perekonomian di Indonesia yang kemudian akan berkorelasi dengan Hukum Ekonomi di Indonesia secara keseluruhan. Berangkat dari persoalan tersebut, sesungguhnya peranan politik hukum dalam konteks hukum ekonomi sangat memegang peranan yang strategis. Melalui pendekatan politik hukum, hukum ekonomi yang dibentuk setidaknya akan banyak memperhatikan kepada kepentingan nasional. Pengertian kepentingan nasional bukan berarti dimaknai dalam arti yang sempit, namun kepentingan nasional merupakan titik tolak dalam upaya memasuki dunia global. Dengan semangat nasionalisme ekonomi dalam era globalisasi, makin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri. Demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan, serta usahausaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat. Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil, antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, akan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. Latar Belakang

Kondisi ini tentu berlaku pula bagi Indonesia sebagai sebuah negara yang sedang giat-giatnya melakukan

Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi suatu

pembangunan ekonomi. Apalagi, tatkala Indonesia

bangsa merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan

menyatakan diri dalam konstitusinya sebagai negara

keberadaannya. Sehingga sangat jelas, jika kondisi

hukum (rechtstaat). Dari sini tersirat pula bahwa

hukum suatu bangsa itu efektif, maka pembangunan

Indonesia menghendaki dua hal: Pertama, hukum

ekonomi pun akan mudah untuk dilaksanakan.

diharapkan dapat berfungsi; Kedua, dengan hukum

Namun, sebaliknya jika hukum tidak mampu berperan

dapat berfungsi, maka pembangunan ekonomi pun

secara efektif, maka dapat dipastikan akan berdampak

akan mudah untuk direalisasikan.

buruk terhadap pembangunan ekonomi. Sejalan dengan pemikiran tersebut, jika dikaji dari sisi politik hukum acapkali pembentukan hukum, 1

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum dan Magister Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL) dan saat ini juga sebagai Ketua Pusat Studi Hukum Perbankan - Universitas Bandar Lampung (PSHP - UBL)

khususnya hukum ekonomi tak selalu sinkron dengan harapan-harapan tersebut. Faktor yang menjadi

17

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

pemicu tidak adanya kesinkronan tersebut karena

Indonesia wajib dan harus berkomitmen penuh

banyak kepentingan yang berkembang dalam proses

terhadap pelaksanaan GATT/WTO, dimana komitmen

pembentukan hukum. Politik hukum yang berkembang

Indonesia tersebut diwujudkan dalam bentuk

antara lain adanya tarik menarik antara kepentingan

harmonisasi hukum nasional dengan hukum

nasional dan asing. Alhasil, hukum yang semula

internasional yang ada dalam forum GATT/WTO.

dijadikan sarana bagi pembangunan ekonomi nampaknya menjadi sia-sia, karena yang dikedepankan

Kehadiran hukum dalam masyarakat diantaranya

justru kepentingan asing yang dominan.

adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang

Perkembangan globalisasi ekonomi dan kerja sama

dapat saling tumpah tindih satu sama lain dan oleh

ekonomi di dunia internasional sedikit banyak telah

hukum diintegrasikan sedemikian rupa sehingga

menggambarkan adanya permasalahan di bidang

permasalahan tumpang tindih peraturan dapat ditekan

hubungan ekonomi, antara lain upaya pengaturan

sekecil-kecilnya. Pengorganisasian kepentingan-

yang dilakukan oleh negara ataupun pelaku ekonomi

kepentingan tersebut dilakukan dengan membatasi

di negara maju. Upaya pengaturan dapat dilihat baik

dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut.

secara global melalui World Trade Organization

Memang, dalam suatu lalu lintas kepentingan,

(selanjutnya disingkat dengan WTO), regional melalui

perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan

berbagai kerja sama dalam satu kawasan, serta

tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara

bilateral melalui berbagai kerjasama bilateral, ternyata

membatasi kepentingan di lain pihak.

tidak mengurangi munculnya berbagai penyimpangan dari norma-norma yang telah disepakati.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka merupakan suatu keharusan bagi suatu negara tatkala

Selanjutnya, dalam perkembangan globalisasi ekonomi

merumuskan suatu peraturan perundang-undangannya

membawa dampak pada globalisasi hukum. Pada saat

senantiasa memperhatikan pada aspek kepentingan

Indonesia meratifikasi Persetujuan Pendirian Organisasi

nasional (national interests). Untuk dapat mencapai

Perdagangan Dunia (Agreement Establising the World

hal tersebut, maka faktor politik hukum akan sangat

Trade Organization) melalui Undang-Undang Nomor

menentukan. Bagi beberapa negara pola pemikiran

7 Tahun 1994 (untuk selanjutnya disingkat dengan

ini menjadi sarana yang cukup efektif. Sebagai contoh,

UU No. 7 Tahun 1994), maka seketika itu pula Indonesia

misalnya dalam kasus civil disorder, Pemerintah

sudah masuk kepada apa yang disebut dengan

Australia telah mengaturnya dalam Defence act 1993.

“globalisasi”.

Sikap Pemerintah Australia melindungi negaranya dalam keadaan apapun termasuk keadaan yang

Globalisasi yang dimaksud merupakan globalisasi

disebut dengan civil disorder.

yang masuk pada setiap aspek kehidupan manusia, baik ekonomi, politik, bahkan sampai budaya.

Akan tetapi sebaliknya di Indonesia, fenomena

Dari sisi hukum keikutsertaan Indonesia dalam forum

tersebut tidak dapat ditemukan. Keberadaan

General Agreement on Tariffs and Trade/World Trade

peraturan perundang-undangan hanya sebatas aturan

Organization (untuk selanjutnya disingkat dengan

normatif yang kering dengan semangat kepentingan

GATT/WTO) akhirnya melahirkan istilah yang disebut

nasional. Kalaupun Indonesia mempunyai peraturan

“Globalisasi Hukum’.

perundang-undangan yang menonjol justru semangat kepentingan negara-negara di luar (negara-negara

Dengan diratifikasinya Persetujuan Pendirian Organisasi

maju). Hal tersebut dapat dirasakan terutama terkait

Perdagangan Dunia beserta lampirannya oleh

dengan peraturan hukum ekonomi yang ada di

Indonesia, memberi konsekuensi hukum bahwa

Indonesia.

18

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Berangkat dari persoalan tersebut, maka

Indonesia sendiri bukan malah sebaliknya bangsa lain

sesungguhnya peranan politik hukum dalam konteks

menikmati hasil dari pembentukan hukum tersebut.

hukum sangat memegang peranan yang sangat

Dengan kenyataan itu, sudah sewajarnya apabila

strategis. Melalui pendekatan politik hukum, maka

pemerintah dalam menjalankan orientasi politik hukum

hukum yang dibentuk setidaknya akan banyak

lebih mengedepankan pembentukan instrumen-

memperhatikan kepada kepentingan nasional.

instrumen hukum yang terkait dengan permasalahan

Pengertian kepentingan nasional bukan berarti

tersebut.

dimaknai dalam arti yang sempit, namun kepentingan nasional merupakan titik tolak dalam upaya memasuki

Selanjutnya dapat dijelaskan Hukum Ekonomi

dunia global.

berkaitan dengan berbagai aktivitas ekonomi, mempunyai ruang lingkup pengertian yang luas dan

Kebijakan pembangunaan ekonomi negara-negara

meliputi semua persoalan yang berkaitan dengan

berkembang telah berubah secara drastis sejak Tahun

hubungan antara hukum dan kegiatan-kegiatan

1980-an. Hampir semua negara berkembang

ekonomi. Salah satu ciri penting dari Hukum Ekonomi,

menggeser kebijakan-kebijakan ekonomi mereka ke

adalah adanya keterlibatan Negara/Pemerintah dalam

arah liberalisasi yang lebih besar dan kepercayaan

pengaturan berbagai kegiatan perdagangan, industri,

yang lebih besar pada mekanisme pasar melalui

dan keuangan. Dalam hal Pemerintah ikut campur

serangkaian reformasi ekonomi berorientasi pasar.

pada urusan yang semula bersifat pribadi untuk

Nyaris di segala penjuru dunia, negara-negara

mencapai tujuan Negara yaitu : Keadilan dan

berkembang mulai mengadopsi kebijakan-kebijakan

Kemakmuran.

yang dimaksudkan untuk merestrukturisasi peran negara dalam perokonomian, dengan meliberalisasi

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, dalam upaya

perdagangan domestik dan meliberalisasi regulasi

melakukan perkembangan dalam pembangunan

investasi, serta dan untuk menswastakan perusahaan-

nasional terutama yang berkaitan dengan

perusahaan milik negara.

pembangunan ekonomi, secara umum dapat dijelaskan bahwa keterkaitan antara regulasi/pengaturan sistem

Berbagai reformasi kebijakan tersebut nyaris

dan pelaksanaan kegiatan perekonomian di Indonesia

menggantikan secara keseluruhan semua kebijakan

sebagai upaya untuk menjaga stabilitas sistem

sebelumnya yang mendominasi negara-negara

perekonomian di Indonesia akan berkorelasi pula

berkembang dari Tahun 1950-an hingga Tahun 1970-

dengan Hukum Ekonomi secara keseluruhan.

an. Reformasi yang mengensampingkan nasionalisme ekonomi dari perbendaharaan kata negara-negara

Dengan demikian, konsep dasar pemikiran Hukum

itu, mengurangi peran eksesif negara dalam

Ekonomi Pembangunan Indonesia adalah Ekonomi

perokonomian, dan menghentikan kecenderungan

Indonesia dalam arti pembangunan dan peningkatan

pada pembangunan di Dunia Ketiga. Dalam hal ini

ketahanan ekonomi nasional secara makro.

reformasi didasarkan pada premis kebijakan-kebijakan

Sedangkan dasar pemikiran Hukum Ekonomi Sosial

memandang keluar yang dirancang untuk

adalah kehidupan Ekonomi Indonesia yang

mengintegrasikan perekonomian ke dalam pasar

berperikemanusiaan dan pemerataan pendapatan,

global, utamanya ketika strategi-strategi berorientasi

dimana setiap Warga Negara Indonesia berhak atas

ekspor menggantikan industrialisasi substitusi impor.

kehidupan dan pekerjaan yang layak. Dalam hubungan tersebut, maka segala usaha pembangunan

Dari prinsip kepentingan nasional ini maka pemerintah

ekonomi Indonesia bertujuan untuk menciptakan

mengambil langkah strategis dalam upaya meraup

kesejahteraan tiap-tiap dan masing-masing Warga

manfaat ekonomi agar dapat dirasakan oleh bangsa

Negara Indonesia, sehingga pembangunan ekonomi

19

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Indonesia harus menjunjung tinggi hak-hak hidup manusia yang

nomokrasi tersebut dapat dibandingkan dengan

azasi.2

“demos” dan “cratos” atau “kratien” dalam istilah demokrasi. “Nomos” berarti norma, sedangkan “cratos” adalah kekuasaan.7 Selanjutnya, sebagai faktor

II. Konsepsi Hukum dan Hukum Ekonomi Indonesia

penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah Hukum, menurut Mochtar Kusumaatmadja, jika

norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi

diartikan dalam arti yang luas, maka hukum tidak

tersebut berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum

saja merupakan keseluruhan azas-azas dan kaidah-

atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi.

kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat melainkan meliputi lembaga-lembaga

Indonesia sebagai Negara hukum (Rechtsstaat/the

(institutions) dan proses-proses (process) yang

rule of law), sebagaimana yang telah ditegaskan

mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah tersebut dalam

dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 (Amandemen ke 4)

kenyataan.3 Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa

bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagaimana

dimana ada masyarakat, disana ada hukum. Dengan

diketahui bahwa ide dasar negara hukum Indonesia

demikian suatu unsur pokok dalam hukum adalah

tidaklah terlepas dari ide dasar tentang ‘rechtsstaat”

bahwa hukum adalah sesuatu yang berkenaan dengan

atau Negara Hukum yang dianut oleh Belanda yang

manusia, dimana manusia hidup dalam suatu

meletakkan dasar perlindungan hukum bagi rakyat

komunitas yang disebut dengan

masyarakat.4

pada asas legalitas, yaitu semua harus bersifat positif, hal tersebut berarti hukum harus dibentuk secara sadar.8

Tujuan utama hukum adalah untuk mewujudkan ketertiban (order). Tujuan tersebut sejalan dengan fungsi utama hukum, yaitu mengatur. Ketertiban

Dalam suatu rechtsstat yang modern, fungsi peraturan

merupakan syarat dasar bagi adanya suatu masyarakat.

perundang-undangan bukanlah hanya memberikan

Kebutuhan akan ketertiban merupakan fakta dan

bentuk kepada nilai-nilai dan norma-norma yang

kebutuhan objektif bagi setiap masyarakat

manusia.5

berlaku dan hidup dalam masyarakat, dan Undang-

Para penganut teori hukum positif menyatakan

Undang bukanlah hanya sekedar produk fungsi negara

“kepastian hukum” sebagai tujuan hukum, dimana

di bidang pengaturan. Selanjutnya, peraturan

ketertiban atau keteraturan, tidak mungkin terwujud

perundang-undangan adalah salah satu metoda dan

tanpa adanya garis-garis perilaku kehidupan yang

instrumen ampuh yang tersedia untuk mengatur dan

pasti. Keteraturan hanya akan ada jika ada kepastian

mengarahkan kehidupan masyarakat menuju cita-

dan untuk adanya kepastian hukum haruslah dibuat

cita yang diharapkan. Dalam praktik memang demikian

dalam bentuk yang pasti pula (tertulis).6

yang dilakukan oleh pembentuk Undang-Undang, karena saat ini kekuasaan pembentuk Undang-Undang

Ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep

adalah terutama memberikan arah dan menunjukkan

“rechsstaat” dan “the rule of law”, juga berkaitan

jalan bagi terwujudnya cita-cita kehidupan bangsa

dengan konsep “nomocracy” yang berasal dari

melalui hukum yang dibentuknya.9

perkataan “nomos” dan “cratos”. Adapun perkataan

2

CFG. Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bina Cipta, Bandung, 1988, hlm. 50.

3

Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1991, hlm. 1

4

Ibid.

5

Lili Rasjidi dan IB. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hlm. 127.

6

Ibid.

20

7

Jimly Asshiddiqie, Cita Negara Hukum Indonesia Kontemporer, Makalah, Jakarta, 2004, hlm.1.

8

Chairijah, Peran Program Legislasi Nasional Dalam Pembangunan Hukum Nasional, Makalah disampaikan pada Pelatihan Penyusunan dan Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jakarta, 2008.

9

Endang Sutrisno, Bunga Rampai : Hukum Dan Globalisasi, Genta Press, Yogyakarta, 2007, hlm. 104-105.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Dalam kaitannya dengan pembangunan hukum,

negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

Pancasila dapat disebut sebagai bingkai dari Sistem

layak bagi kemanusiaan. Pasal 33 berbunyi :

Hukum Pancasila, sebuah sistem yang khas di

1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama

Indonesia dan berbeda dari sistem hukum negaranegara lain. Meski belakangan banyak pihak yang merasa tidak efektif untuk menyebut Sistem Hukum Pancasila sebagai sebuah sistem hukum yang khas, namun harus ada keberanian untuk mengangkatnya kembali sebagain paradigma dalam pembangunan hukum Indonesia. Satjipto Rahardjo, menyebut bahwa hukum Pancasila mencerminkan kekhasan bangsa

berdasar atas asas kekeluargaan; 2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasasi oleh Negara; 3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; 4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar

Indonesia yang penuh dengan sikap kekeluargaan

atas demokrasi ekonomi dengan prinsip

dan gotong royong yang karenanya memang berbeda

kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,

dengan sistem hukum yang

lain.10

berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan dan kesatuan

Sistem Hukum Pancasila berbeda dari Sistem Hukum Eropa Kontinental yang hanya menekankan pada legisme, civil law, administrasi, kepastian hukum, dan

ekonomi nasional; 5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pasal ini diatur dalam Undang-Undang;

hukum-hukum tertulis yang negara hukumnya disebut Rechtstaat. Sistem hukum Pancasila juga berbeda

Selanjutnya, dalam bab penjelasan dari Pasal 33 UUD

dengan sistem hukum Anglo Saxon yang hanya

1945 Bab Kesejahteraan Sosial, dinyatakan bahwa

menekankan pada peranan yudisial, common law,

demokrasi ekonomi adalah produksi yang dikerjakan

dan substansi keadilan yang negara hukumnya disebut

oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau

dengan the Rule of Law.11

penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat diutamakan, bukan kemakmuran orang

Sejarah sistem ekonomi Pancasila sebenarnya adalah

seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai

sejarah Republik Indonesia. Ekonomi Pancasila setua

usaha bersama berdasar atas usaha kekeluargaan.

Republik ini karena lahir dalam jantung bangsa lewat

Bentuk perusahaan yang sesuai dengan itu adalah

Pancasila dan UUD-45 beserta tafsirannya. Karena

koperasi.

itu, sistem ekonomi Pancasila bersumber langsung dari Pancasila khususnya sila kelima, yaitu : Keadilan

Dalam pembangunan hukum nasional dibutuhkan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan amanat Pasal

kesamaan pemahaman terhadap tujuan yang ingin

27 ayat (2), 33-34 UUD-45 (Amandemen ke 4).

dicapai, sehingga pembangunan hukum yang

Sila kelima ini menjelaskan bahwa semua orientasi

dilakukan oleh berbagai pihak dapat bersinergi

berbangsa dan bernegara politik ekonomi, hukum,

mencapai tujuan yang disepakati secara nasional.

sosial dan budaya, adalah dijiwai semangat keadilan

Selanjutnya, pembinaan hukum nasional diarahkan

menyeluruh dan diperuntukkan bagi seluruh rakyat

untuk mencapai tujuan terbentuk dan berfungsinya

Indonesia. Khusus dalam hal ekonomi diperjelas lagi

sistem hukum nasional,12 demikian pula yang terdapat

dalam Pasal 27 ayat (2) berbunyi; tiap-tiap warga

dalam pengaturan hukum ekonomi khususnya yang

10 Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. 7. 11 Ibid.

12 Ady Kusnadi, Penelitian Hukum Sebagai Sarana Pembangunan Hukum Bisnis Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional, (Pembangunan Hukum Bisnis Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional), FH-UNPAD, 2008, hlm. 189.

21

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

berkaitan dengan pengaturan semua kegiatan

Dalam perkembangannya Hukum Ekonomi Indonesia

perekonomian di Indonesia.

kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan Hukum perdagangan internasional yang

Guna mewujudkan perekonomian yang kokoh di

merupakan bidang hukum yang berkembang dengan

Indonesia dan pembangunan hukum ekonomi, perlu

cepat, dan ruang lingkupnya pun cukup luas.

diadakan penyesuaian dalam berbagai kebijakan dan

Hubungan-hubungan dagang yang sifatnya lintas

peraturan perundang-undangan di bidang ekonomi

batas dapat mencakup banyak jenisnya, dari

dan moneter yang selama ini telah ditempuh oleh

bentuknya yang sederhana, yaitu dari barter, jual beli

negara Indonesia. Kebijakan moneter yang merupakan

barang atau komoditi (produk-produk pertanian,

salah satu kebijakan penting dari kebijakan

perkebunan dan sejenisnya), hingga hubungan atau

pembangunan ekonomi nasional harus lebih diarahkan

transaksi perdagangan yang kompleks.

kepada upaya untuk menciptakan dan menjaga stabilitas moneter. Selanjutnya, pembangunan ekonomi

Kompleksnya hubungan atau transaksi perdagangan

akan sangat berpengaruh pada perkembangan hukum

internasional tersebut, paling tidak disebabkan oleh

dan perkembangan bidang ekonomi tidak akan

adanya jasa teknologi (khususnya teknologi informasi)

terlaksana dengan baik tanpa dilandasi oleh peraturan

sehingga transaksi-transaksi dagang semakin

perundangan-undangan yang baik. Pembangunan

berlangsung dengan cepat. Batas-batas negara bukan

hukum berkaitan erat dengan pembangunan pada

lagi menjadi halangan dalam bertransaksi. Bahkan

umumnya dan khususnya bagi pembangunan

dengan pesatnya tekologi, dewasa ini para pelaku

ekonomi.13

dagang tidak perlu mengetahui atau mengenal siapa rekanan dagangnya yang berada jauh di belahan

Di Indonesia konsepsi pembaharuan hukum yaitu

bumi lain. Hal ini tampak dengan lahirnya transaksi-

hukum sebagai sarana pembaharuan dalam

transaksi yang disebut dengan e-commerce.15

pembangunan masyarakat (Mochtar Kusumaatmadja, yang diilhami oleh konsep “law as a tool of social

Menurut Huala Adolf, terdapat keterkaitan yang erat

engineering” Roscoe Pound) telah memberikan peran

antara hukum perdagangan internasional dengan

penting kepada hukum dalam pembangunan,

hukum internasional publik, dimana sekilas tampak

khususnya pembangunan ekonomi. Konsepsi hukum

bahwa dampak dan pengaruh hukum internasional

sebagai sarana pembaharuan dan pembangunan

publik tersebut tidak langsung. Namun demikian,

masyarakat, hukum harus tampil di depan dan

pengaruh ini dapat berdampak cukup luas terhadap

memberi arah dalam pembaharuan dan pembangunan.

beberapa aspek dari hukum perdagangan internasional.

Pembangunan hukum harus dapat mengantisipasi

Hal ini disebabkan karena hukum internasional publik

pembangunan masyarakat ke depan. Dengan

dalam beberapa hal telah membentuk dan sedang

demikian pembaharuan hukum dan pembentukan

dalam proses pembentukan ketentuan-ketentuan

hukum harus melihat ke depan, pembentukan hukum

yang mengatur aspek-aspek perdata dari transaksi

tidak boleh hanya untuk kepentingan hari ini tetapi

perdagangan internasional.16

harus memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi untuk waktu yang akan datang seiring dengan perkembangan masyarakat dan

teknologi.14

The General Agreement on Tariff and Trade (GATT) atau disebut dengan Persetujuan Umum mengenai

13 Djuhaendah Hasan, Fungsi Hukum Dalam Perkembangan Ekonomi Global, Bahan Ajar dan Materi kuliah, Bandung, 2008, hlm. 23.

15 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 1.

14 Ibid, hlm. 24

16 Huala Adolf, Ibid, hlm. 12

22

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Tarif dan Perdagangan adalah suatu perjanjian internasional di bidang perdagangan internasional

III. Hukum Ekonomi Indonesia Dalam Perspektif Globalisasi Perdagangan

yang mengikat lebih dari 120 negara. Dimana keseluruhan Negara ini memainkan peranan sekitar

Sistem Ekonomi Pancasila adalah “aturan main”

90 persen dari produk dunia.

kehidupan ekonomi atau hubungan hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan

GATT dibentuk pada Bulan Oktober Tahun 1947,

pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir

sementara lahirnya WTO pada Tahun 1994 membawa

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

2 (dua) perubahan yang cukup penting bagi GATT,

Indonesia. Etika Pancasila adalah landasan moral dan

yaitu pertama WTO mengambil alih GATT dan

kemanusiaan yang dijiwai semangat nasionalisme

menjadikannya salah satu lampiran aturan WTO.

(kebangsaan) dan kerakyatan, yang kesemuanya

Kedua, prinsip-prinsip GATT menjadi kerangka aturan

bermuara pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

bagi bidang-bidang baru dalam Perjanjian WTO,

Intisari Pancasila (Eka Sila) menurut Bung Karno adalah

khususnya Perjanjian mengenai Jasa (General

gotong royong atau kekeluargaan, sedangkan dari

Agreement on Trade in Srevices), Perjanjian dalam

segi politik Trisila yang diperas dari Pancasila adalah

bidang Penanaman Modal (Trade Related Investment

Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme), sosio-

Measure’s, dan juga dalam Perjanjian mengenai

nasionalisme, dan sosiodemokrasi.

Perdagangan yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual (Trade Related Aspects of Intellectual

Praktik-praktik liberalisasi perdagangan dan investasi

Property Rights). Adapun tujuan dari persetujuan

di Indonesia sejak tahun delapanpuluhan bersamaan

GATT ini adalah untuk menciptakan suatu iklim

dengan serangan globalisasi dari negara-negara industri

perdagangan internasional yang aman dan jelas bagi

terhadap negara-negara berkembang, sebenarnya

masyarakat bisnis, serta untuk menciptakan liberalisasi

dapat ditangkal dengan penerapan sistem ekonomi

perdagangan yang berkelanjutan, lapangan kerja, dan

Pancasila. Namun sejauh ini gagal karena politik

iklim perdagangan yang

sehat.17

ekonomi diarahkan pada akselerasi pembangunan yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi

Globalisasi ekonomi dapat dicirikan dengan semakin

tinggi ketimbang pemerataan hasil-hasilnya.19

terintegrasinya pasar dunia (market driven economic process), sebagai akibat dari pergerakan “bebas”

Pembangunan ekonomi sangat mempengaruhi tingkat

arus barang dan modal yang ditopang oleh aturan

kemakmuran suatu negara. Namun, pembangunan

perdagangan bebas yang semula didorong oleh GATT

ekonomi yang sepenuhnya diserahkan kepada

dan kemudian oleh WTO, serta diakselerasi oleh

mekanisme pasar tidak akan secara otomatis

penerapan kebijakan deregulasi dan restrukturisasi

membawa kesejahteraan kepada seluruh lapisan

ekonomi yang sifatnya mendunia. Fenomena globalisasi

masyarakat. Pengalaman negara maju dan

ekonomi dewasa ini semakin terasa, baik di tingkat

berkembang membuktikan bahwa meskipun

nasional, regional dan inter-regional, maupun pada

mekanisme pasar mampu menghasilkan pertumbuhan

tingkat global.18

ekonomi dan kesempatan kerja yang optimal, namun dalam perkembangannya negara-negara maju tersebut pada umumnya seringkali gagal menciptakan pemerataan pendapatan dan menuntaskan

17 Huala Adolf, Ibid, hlm. 98 18 Moch. Faisal Salam, Penyelesaian Sengketa Bisnis Secara Nasional Dan Internasional, Mandar Maju, Bandung, 2007, hlm. 2-3.

19 Mubyarto, Ekonomi Pancasila : Gagasan dan Kemungkinan, LP3ES, Jakarta, 1981, hlm.1

23

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

permasalahan sosial.20 Hal inilah yang menjadi salah

memberikan ruang gerak bagi bekerjanya mekanisme

satu faktor mengapa negara-negara maju berusaha

pasar, yang diperlukan dalam suatu perekonomian.

mengurangi kesenjangan itu dengan menerapkan

Walau pencapaian efisiensi mestinya tidak

negara kesejahteraan (welfare state). Suatu sistem

meninggalkan unsur-unsur keadilan. Pentingnya

yang memberi peran lebih besar kepada negara

kemandirian dan keberlanjutan dalam perekonomian

(pemerintah) dalam pembangunan kesejahteraan

dimandatkan dalam Pasal 33 ayat (4) tersebut.23

sosial yang terencana, melembaga, dan

Pelaksanaan fungsi mensejahterakan masyarakat

berkesinambungan.21

diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan pembangunan seluas-luasnya yang meliputi segala segi kehidupan

Kegiatan intervensi negara tersebut juga meluas

termasuk kehidupan ekonomi.

sampai pada pengaturan terhadap berbagai aktivitas masyarakat, baik secara individual maupun badan-

Pada era global, pembangunan hukum ditandai

badan kolektif (corporate bodies) untuk maksud

dengan kecenderungan tuntutan kebutuhan pasar

mengubah kondisi hidup dan kehidupan individu dan

yang dewasa ini semakin mengglobal. Dalam kondisi

kelompok penduduk secara relatif

cepat.22

Undang-

semacam itu, produk-produk hukum yang dibentuk

Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Indonesia,

lebih banyak bertumpu pada keinginan pemerintah,

baik sebelum ataupun setelah diamandemen,

karena tuntutan pasar. Tuntutan kebutuhan ekonomi

mengamanatkan negara kesejahteraan sebagai cita-

telah mampu menimbulkan perubahan-perubahan

cita dari pendiri bangsa yang dituliskan dalam

yang amat fundamental baik dalam hal fisik maupun

pembukaan ataupun batang tubuh UUD 1945. Sistem

sosial politik dan budaya yang mampu melampaui

perekonomian Indonesia dapat dilihat dalam bab yang

pranata-pranata hukum yang ada. Produk hukum

memuat perekonomian nasional dan kesejahteraan

yang ada lebih mengarah pada upaya untuk memberi

rakyat yang dicantumkan dalam Bab XIV Pasal 33

arahan dalam rangka menyelesaikan konflik yang

dengan judul ”Perekonomian Nasional dan

berkembang dalam kehidupan ekonomi.24

Kesejahteraan Rakyat”. Pembangunan hukum yang tertuju pada kehidupan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 amandemen ke empat

perekonomian pada era global harus mampu

(4) dijelaskan : Perekonomian nasional diselenggarakan

mengarah dan memfokuskan pada aturan-aturan

berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip

hukum yang diharapkan mampu memperlancar roda

kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,

dinamika ekonomi dan pembangunan yang tidak

berwawasan lingkungan, kemadirian, serta dengan

melepaskan diri dari sistem demokrasi ekonomi

menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Apabila dilihat dari isi Pasal 33 ayat (4) tersebut terdapat unsur efisiensi berkeadilan, sehingga dapat

20 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 23. 21 SF Marbun, dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2001, hlm. 59. 22 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi Dan Pelaksanaannya Di Indonesia, Ichtiar BaruVan Hoeve, Jakarta, 1994, hlm. 223.

24

23 Pasal 33 UUD 1945 : 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. 3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam Undang-Undang. 24 Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, LP3IS, Jakarta, 2001, hlm 9.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

dengan mengindahkan akses rakyat untuk mencapai

budaya, ekonomi, politik, teknologi, maupun

efisiensi dan perlindungan kepada masyarakat

lingkungan.25 Sejalan dengan definisi globalisasi

khususnya masyarakat ekonomi golongan kecil.

di atas, maka ada dua ciri utama globalisasi yaitu :

Di era global eksistensi hukum dipandang penting

1) Peningkatan konsentrasi dan monopoli berbagai

sebab perubahan di berbagai bidang menuntut adanya

sumber daya dan kekuatan ekonomi oleh

norma atau rule of law, yang dapat memberikan

perusahaan-perusahaan transnasional maupun

arahan pada cita-cita mulia sebagaimana pertama

oleh perusahaan-perusahaan global. Jika dulu

kali ide liberalisasi perdagangan lahir, yang

sebuah perusahaan multinasional hanya

menghendaki adanya pemerataan ekonomi dan

mendominasi sebuah produk, maka pada saat ini

menyejahterakan masyarakat dunia yang selama ini

sebuah perusahaan transnasional yang besar

dianggap tidak adil akibat praktik kolonialisme.

secara khusus memproduksi dan menjual berbagai macam produk, pelayanan, dan bidang-bidang

Tanpa aturan hukum yang jelas globalisasi akan

yang semakin beragam. Bahkan diprediksikan jika

berubah menjadi pasar bebas, sebab yang akan

perusahaan-perusahaan transnasional ini semakin

menguasai ekonomi dan mekanisme pasar adalah

beragam produk yang dihasilkannya tergantung

pihak-pihak yang tergolong kuat. Jika ini fakta yang

pada permintaan pasar di Negara-negara tempat

terjadi, maka globalisasi hanya akan melahirkan era

perusahaan tersebut beroperasi.

kolonialisme baru. Hal ini berakibat pada adanya tarik menarik kepentingan global yang dimainkan oleh Negara-negara industri maju, lembaga keuangan

2) Dalam kebijakan dan mekanisme pembuatan kebijakan nasional.

internasional seperti WTO, Bank Dunia maupun IMF sebagai aktor-aktor globalisasi, dengan kepentingan

3) Kebijakan-kebijakan nasional (yang meliputi

yang berakar pada kepentingan nasional yang harus

bidang-bidang sosial, ekonomi, budaya dan

bertumpu di landasan nilai-nilai kearifan lokal sebagai

teknologi) yang sekarang ini berada dalam

nilai-nilai yang dikandung dalam pandangan hidup

yurisdiksi suatu pemerintah dan masyarakat dalam

bangsa dan ideologi bangsa yaitu Pancasila, sehingga

suatu wilayah Negara bangsa bergeser menjadi

diharapkan tidak ada lagi yang terabaikan hak-hak

di bawah pengaruh atau diproses badan-badan

dan kepentingan.

internasional atau perusahaan besar serta pelaku ekonomi, keuangan internasional.26

Kondisi dunia yang berubah sangat cepat menimbulkan implikasi yang sangat kompleks yaitu munculnya

Globalisasi merupakan karakteristik hubungan antara

interdependensi dalam hampir seluruh dimensi

penduduk bumi yang melampaui batas-batas

kehidupan yang menimbulkan isu-isu yang lebih

konvensional seperti, bangsa dan Negara.

bermuatan dimensi global terutama dibidang

Interdependensi telah menimbulkan proses globalisasi

perdagangan dan perekonomian dunia, lingkungan

semakin kuat, sehingga secara tidak langsung dunia

hidup, kemiskinan, dan keamanan dunia.

seolah-olah seperti perkampungan besar.

Ranah global dalam dimensi kehidupan telah beranjak pada suatu era yang disebut globalisasi. Yang dimaksud dengan globalisasi adalah: Suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan dalam semua aspek kehidupan mereka, baik dalam

25 Budi Winarno, Globalisasi Wujud Imperialisme Baru Peran Negara Dalam Pembangunan, Tajidu Press, Jogjakarta, 2004, hlm. 39. 26 Martin Khor, Globalisasi Perangkat Negara-negara Selatan, Cidelaras Pustaka Rakyat Cedas, Jogjakarta, 2002, hlm. 11-12.

25

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka

cita-cita membangun Negara Kesejahteraan, di dunia

globalisasi selalu berkaitan dengan saling berhubungan,

ini sekarang dan ke depan liberalisme ekonomi dengan

terintegrasi, dan saling keterkaitan. Kebijakan yang

ciri ekonomi pasar bebas digunakan semakin luas.

diambil oleh pemerintah tidak dapat dihindari dari

Namun dalam Negara kesejahteraan meskipun prinsip-

adanya intervensi pelaku-pelaku globalisasi yaitu

prinsip ekonomi pasar diberlakukan kesejahteraan

perusahaa-perusahaan multinasional, lembaga

menjadi unsur penting tujuan bernegara. Hal

keuangan internasional, dan jaringan lembaga

tersebutlah yang membedakan dengan Negara yang

internasional seperti WTO. Sehingga regulasi yang

menganut ekonomi pasar murni, dimana kesejahteraan

dibentuk dalam peraturan perundang-undangan

bersama sekedar menjadi hasil sampingan, bukan

sering kali dipengaruhi nilai-nilai yang bermuatan

tujuan.

liberalisme. Namun demikian norma hukum yang dibentuk tetap harus mengacu pada pandangan

Penekanan yang harus mendapatkan perhatian adalah

hidup berbangsa dan bernegara idiologi Negara.

bahwa pengembangan dalam ilmu hukum Indonesia, pada akhirnya tidak hanya sekedar alih pengetahuan

Setiap Negara membutuhkan landasan filosofis

tentang hukum dan bukan pula sekedar pelatihan

berbangsa dan bernegara. Atas landasan filosofis

ketrampilan untuk menjalankan hukum tetapi juga

tersebut disusunlah visi, misi, dan tujuan Negara.

termasuk di dalamnya pendidikan nilai-nilai yang

Landasan filosofis Negara Indonesia adalah Pancasila.

menjadi basis sistem hukum nasional yang hendak

Untuk itu Pancasila harus dilihat secara utuh sebagai

dibangun dan bagi Indonesia nilai-nilai tersebut adalah

suatu national guideness serta national standard,

nilai-nilai Pancasila.

norm and principles yang di dalamnya juga memuat sekaligus human rights dan human responsibility,

Nilai-nilai Pancasila akan tetap lestari, bila tidak

yang pada sisi lain Pancasila juga berguna sebagai

kehilangan eksistensinya dalam sejarah kehidupan

margin of appreciation27, sebagaimana yang juga

berbahasa dan bernegara, sehingga tidak kehilangan

harus diimplementasikan dalam pelaksanaan Hukum

maknanya. Dalam gerak dinamika perkembangan

Ekonomi di Indonesia. Selanjutnya hukum ekonomi

masyarakat harus mampu mengaplikasikan nilai-nilai

di Indonesa dalam wujud Margin of Appreciation

Pancasila sebagai produk luhur yang dapat dijadikan

dijadikan tolak ukur bagi pembenaran terhadap

pedoman tatanan berbangsa.

norma-norma hukum yang diberlakukan sehingga nilai utama Pancasila sebagai Ideologi bangsa yaitu

Pemerintah Indonesia harus berhati-hati dalam memilih

kebersamaan dengan bentuk ideal kebersamaan hidup

dan melaksanakan strategi pembangunan ekonomi.

bermasyarakat, adalah masyarakat kekeluargaan,

Ada peringatan “teoritis” bahwa ilmu ekonomi

sehingga dalam bidang ekonomi, ideologi Pancasila

Neoklasik dari Barat memang cocok untuk

menghendaki kebersamaan (kekeluargaan Demokrasi

menumbuhkembangkan perekonomian nasional,

Ekonomi Pasal 33 UUD 1945), yang diwujudkan

tetapi tidak cocok atau tidak memadai untuk mencapai

melalui Negara Kesejahteraan.

pemerataan dan mewujudkan keadilan sosial. Amanah Pancasila yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh

Dalam dunia yang makin menempatkan liberalisme

rakyat Indonesia yang seharusnya dijadikan pedoman

sebagai arus utama pemikiran untuk mendatangkan

mendasar dari setiap kebijakan pembangunan

kesejahteraan, Indonesia bergerak semakin jauh dari

ekonomi dan pengembangan Hukum Ekonomi. Nilai-nilai Pancasila yang relevan dan perlu diacu adalah sila terakhir, keadilan sosial bagi seluruh rakyat

27 Muladi, Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia (Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis ke40 Universitas Pancasila), Jakarta 7 Desember 2006, hlm. 11-12.

26

Indonesia. Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Semangat nasionalisme ekonomi dalam era globalisasi

pidana korupsi serta mampu menangani dan

menunjukkan makin jelas adanya urgensi terwujudnya

menyelesaikan secara tuntas permasalahan yang terkait

perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan

kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).

mandiri. Demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan, serta usaha-usaha kooperatif

Pembangunan hukum dilaksanakan melalui

menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan

pembaharuan materi hukum, dengan tetap

masyarakat. Keseimbangan yang harmonis, efisien,

memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang

dan adil, antara perencanaan nasional dengan

berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk

desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas,

meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum,

dan bertanggungjawab, perlu untuk mewujudkan

penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia, kesadaran

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan

Sebagaimana terjadi pemerintah Orde Baru yang

keadilan dan kebenaran, ketertiban dan kesejahteraan

sangat kuat dan stabil, memilih strategi pembangunan

dalam rangka penyelenggaraan negara yang tertib,

berpola “konglomeratisme” yang menomorsatukan

teratur, lancar serta berdaya saing global.

pertumbuhan ekonomi tinggi dan hampir-hampir mengabaikan pemerataan. Hal inilah yang merupakan

Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan Pasal 33

strategi yang berakibat pada “terjadinya krisis

ayat (4) UUD 1945, Perekonomian Nasional

moneter” yang terjadi pada Tahun 1997 saat awal

diselenggarakan berdasar atas Demokrasi Ekonomi

reformasi politik, ekonomi, sosial, dan moral.

dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,

Sebagaimana yang dihadapi dunia saat ini, dengan

serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan

adanya krisis keuangan global telah mengakibatkan

kesatuan ekonomi nasional. Untuk itu mengacu pada

sistem hukum ekonomi di beberapa negara tidak

Pasal 33 ayat (4) UUD 1945, maka Sistem Ekonomi

dapat menjalankan fungsi dan perannya secara efektif.

di Indonesia yang cocok dan efektif dapat digunakan

Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan

untuk sekarang atau ke depan adalah Sistem ekonomi

dampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan

Kerakyatan yang berasas kekeluargaan, kedaulatan

dan mengancam kesinambungan perekonomian

rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan

nasional.

pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, dalam hal

Keberpihakan dan perlindungan ditujukan pada

reformasi hukum sebagai suatu upaya pembaruan

ekonomi rakyat yang sejak zaman penjajahan sampai

yang menyeluruh dan diperluas dengan rencana yang

70 tahun Indonesia merdeka selalu terpinggirkan.

dinyatakan dalam pembangunan jangka panjang,

Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi nasional

sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang

yang berkeadilan sosial adalah berdaulat di bidang

Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian

Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025 maka sesuai

di bidang budaya.

dengan RPJP tersebut, pembangunan hukum diarahkan untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan

Srategi pembangunan yang memberdayakan ekonomi

ekonomi yang berkelanjutan, mengatur permasalahan

rakyat merupakan strategi melaksanakan demokrasi

yang berkaitan dengan ekonomi, terutama dunia

ekonomi yaitu produksi dikerjakan oleh semua untuk

usaha dan dunia industri, serta terciptanya kepastian

semua dan di bawah pimpinan dan penilikan anggota-

investasi, terutama penegakan dan perlindungan

anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih

hukumnya. Pembangunan hukum juga diarahkan

diutamakan jika dibandingkan dengan kemakmuran

untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya tindak

orang seorang, maka kemiskinan tidak dapat

27

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

ditoleransi sehingga setiap kebijakan dan program

khususnya dalam implementasi pembentukan

pembangunan harus memberi manfaat pada

perundang-undangan dalam bidang hukum

masyarakat yang paling miskin dan paling kurang

ekonomi. Oleh karenanya harus digali kembali

sejahtera. Inilah pembangunan generasi mendatang

nilai-nilai ekonomi seperti antara lain: ekonomi

sekaligus memberikan jaminan sosial bagi masyarakat

kerakyatan, ekonomi pertanian, ekonomi pancasila,

yang paling miskin dan tertinggal.

dan lain-lain yang dilindungi oleh sistem hukum yang efektif dan secara keseluruhan difasilitasi

IV. Penutup A. Kesimpulan

dan didukung penuh oleh negara. B. Saran

Dalam pembangunan ekonomi di suatu negara,

Perlu dibentuk regulasi hukum ekonomi yang

secara khusus negara berkembang, hukum

dapat mewujudkan kemandirian ekonomi

memiliki peranan yang besar untuk turut memberi

Indonesia yang direfleksikan dalam bentuk aturan

peluang pembangunan ekonomi. Pelaksanaan

dan kebijakan yang protektif bagi pertumbuhan

roda pemerintahan yang demokratis, dengan

industri dalam negeri dan pengembangan ekonomi

menggunakan hukum sebagai instrumen untuk

lokal yang berbasiskan pada ekonomi kerakyatan

merencanakan dan melaksanakan program

dan mampu mengembangkan program-program

pembangunan yang komprehensif, akan membawa

konkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah

negara ini menuju masyarakat dengan tingkat

yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan

kesejahteraan yang di cita-citakan.

keadilan dan pemerataan pembangunan daerah. Dengan demikian, ekonomi kerakyatan akan

Bagi Indonesia menciptakan persatuan,

mampu memberdayakan daerah atau rakyat dalam

menggalakkan pembangunan, dan mewujudkan

melakukan aktifitas ekonomi, sehingga lebih adil,

kesejahteraan harus dilakukan secara bersamaan.

demokratis, transparan, dan partisipatif. Selanjutnya

Kondisi tersebut, memberi peluang terciptanya

dalam ekonomi kerakyatan, Pemerintah Pusat

keharmonisan dalam pencapaian tujuan

(Negara) yang demokratis dapat berperan untuk

pembangunan hukum, khususnya hukum

menegakkan kepatuhan terhadap peraturan-

ekonomi. Dengan sistem hukum ekonomi yang

peraturan yang bersifat melindungi warga sehingga

sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam

memberikan kepastian hukum.

Pancasila dan UUD 1945, maka hukum dapat memberi pengaruh bagi warga negara untuk bekerja lebih giat lagi dan aktifitas ekonomi dilindungi dan di jamin oleh hukum, sehingga dengan sendirinya hasil kerja tersebut dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat. Sebagaimana yang dihadapi dunia saat ini, adanya krisis keuangan global telah mengakibatkan sistem hukum ekonomi di beberapa negara tidak dapat menjalankan fungsi dan perannya secara efektif. Hal tersebut membuktikan bahwa konsep ekonomi liberal dalam dunia global tidak dapat diterapkan secara utuh dan menyeluruh di Indonesia

28

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku : Budi Winarno, Globalisasi Wujud Imperialisme Baru Peran Negara Dalam Pembangunan, Tajidu Press, Jogjakarta, 2004. CFG. Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bina Cipta, Bandung, 1988. Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1991. Djuhaendah Hasan, Fungsi Hukum Dalam Perkembangan Ekonomi Global, Bahan Ajar dan Materi kuliah, Bandung, 2008. Endang Sutrisno, Bunga Rampai : Hukum Dan Globalisasi, Genta Press, Yogyakarta, 2007. Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Lili Rasjidi dan IB. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993. Martin Khor, Globalisasi Perangkat Negara-negara Selatan, Cidelaras Pustaka Rakyat Cedas, Jogjakarta, 2002. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, LP3IS, Jakarta, 2001. Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 2007. Moch. Faisal Salam, Penyelesaian Sengketa Bisnis Secara Nasional Dan Internasional, Mandar Maju, Bandung, 2007. Mubyarto, Ekonomi Pancasila : Gagasan dan Kemungkinan, LP3ES, Jakarta, 1981.

B. Peraturan Perundang-Undangan : Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Hasil Amandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi GATT/WTO

C. Sumber Lain : Ady Kusnadi, Penelitian Hukum Sebagai Sarana Pembangunan Hukum Bisnis Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional, (Pembangunan Hukum Bisnis Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional), FH-UNPAD, 2008.

29

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Anwar Nasution, Makalah tentang Stabilitas Sistem Keuangan: Urgensi, Implikasi Hukum dan Agenda Ke Depan, dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII – BPHN, 2004. Chairijah, Peran Program Legislasi Nasional Dalam Pembangunan Hukum Nasional, Makalah disampaikan pada Pelatihan Penyusunan dan Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jakarta, 2008. Jimly Asshiddiqie, Cita Negara Hukum Indonesia Kontemporer, Makalah, Jakarta, 2004. Muladi, Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia (Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis ke-40 Universitas Pancasila), Jakarta 7 Desember 2006.

30

PRASYARAT DAN IMPLIKASI PENGATURAN PEMBATASAN TRANSAKSI TUNAI DI INDONESIA Disusun oleh: Tim Peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang

Abstrak Prasyarat pengaturan pembatasan transaksi tunai di Indonesia dapat dianalisis dari beberapa aspek, yaitu: aspek ekonomi, pembatasan transaksi tunai akan memiliki dampak bagi perekonomian terutama pada perputaran uang (velocity of money) karena bergesernya penggunaan alat pembayaran tunai menjadi non tunai membuat transaksi lebih efisien dan cepat, aspek sosiologis, bagi masyarakat yang belum mengenal alat pembayaran non tunai perlu dilakukan pendekatan yang bersifat persuasif, kultural, dengan memberikan informasi secara berkesinambungan, aspek hukum dan infrastruktur, berkaitan dengan jenis aturan yang tepat (UU atau peraturan perundang-undangan di bawahnya) untuk mengatur hal tersebut dan aparat penegak hukum yang menjalankan peran law enforcement. Kesiapan infrastuktur lembaga keuangan, alat pembayaran non tunai, dan jaringan komunikasi juga perlu dipertimbangkan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, di mana akan dilakukan penelitian terhadap kesesuaian antara norma ideal yang akan dilaksanakan (das sollen) dengan fakta-fakta yang terdapat di masyarakat (das sein). Pengaturan pembatasan transaksi tunai memiliki dampak positif antara lain efisiensi dalam transaksi keuangan, penghematan anggaran pencetakan uang dan biaya pengamanannya, peningkatan kegiatan dan pembangunan ekonomi, memudahkan pengawasan terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan, dan penekanan tingkat inflasi. Namun, di sisi lain terdapat pula implikasi negatif yang perlu mendapat perhatian, antara lain infrastruktur keuangan belum tersedia secara memadai di wilayah Indonesia, budaya masyarakat yang belum terbiasa dengan perbankan dan alat pembayaran non tunai, kejahatan cybercrime atas transaksi non tunai.

A. Latar Belakang Kejahatan pencucian uang (money laundering) belakangan ini makin mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan, yang bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga skala regional dan skala global melalui kerja sama antarnegara. Gerakan ini terpicu oleh kenyataan bahwa kini semakin marak terjadi kejahatan money laundering dari waktu ke waktu, sementara kebanyakan negara belum menetapkan sistem hukumnya untuk memerangi atau menetapkannya sebagai kejahatan yang harus diberantas.1

1

N.H.T Siahaan, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Jakarta: Jala Pertama, 2008, hal 1 (Beberapa negara yang menjadi primadona dalam studi perbandingan tentang anti-pencucian uang adalah Singapura, Amerika, Inggris dan Swiss, negara-negara ini mengadopsi kententuan tersebut karena diyakini sebagai pusat-pusat peredaran uang (financial centres). Paradigma baru mulai berkembang semenjak revisi Finansial Action Task Force on Money Laundering ‘the Forty Recommendations of the Dinansial Action Task Force on Money Laundering yang drevisi pada 28 Juni 1996. Dibukanya daftar jenis tindak pidana yang menyertai tindak pidana pencucian uang, mulai dari suap perusahaan, penipuan pajak, korupsi, narkoba, hingga efek dari tragei 11 September akan bahayanya terorisme (hasil revisi dari FATF 40/2003). Lihat: Mark Pieth & Gemma Aiolfi, A Comparative Guide to Anti-Money Laundering, Northampton: Edward Elgar Publishing, 2004, hal 15-35.

31

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Pada mulanya kejahatan money laundering lebih erat

Adapun definisi dari Transaksi Keuangan Tunai

kaitannya dengan kejahatan-kejahatan perdagangan

adalah Transaksi Keuangan yang dilakukan dengan

obat bius/narkotika dan kejahatan besar lainnya, tetapi

menggunakan uang kertas dan/atau uang logam.

kini kejahatan pencucian uang sudah dihubungkan

(Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang

dengan proses atas uang hasil perbuatan kriminal

Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana

secara umum dalam jumlah besar. Saat ini kejahatan

Pencucian Uang)4. Dari definisi tersebut, fungsi uang

money laundering melebar hingga 12 (dua belas)

sebagai alat pembayaran telah mengalami

tindak pidana, diantaranya korupsi, penyuapan,

perkembangan yang sangat pesat dan maju5.

narkotika, psikotropika, perbankan, terorisme,

Sebagaimana yang ditulis oleh RG Thomas dalam

prostitusi, kehutanan, lingkungan hidup, dan lain-

bukunya Our Modern Banking, menjelaskan uang

lain. Modus-modus pelaku pencucian uang dalam

adalah sesuatu yang tersedia dan secara umum

melancarkan aksinya pun saat ini semakin berkembang,

diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian

yang dahulu lebih banyak dilakukan melalui transaksi

barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga

di lembaga perbankan, saat ini juga melibatkan

lainnya serta untuk pembayaran utang.

lembaga keuangan non-perbankan, bahkan meningkat dari transaksi tunai via bank menjadi melalui transaksi

Terlepas dari peran uang tunai dalam meningkatkan

tunai dari tangan ke tangan maupun mengalihkan

aktivitas perekonomian khususnya untuk kalangan

hak/mengubah bentuk harta kekayaan yang diketahui

masyarakat yang tidak terjangkau oleh bank, transaksi

atau patut diduga sebagai hasil pencucian uang

dengan uang tunai juga memungkinkan

dengan nama dari keluarga terdekat pelaku, seperti

pemanfaatannya untuk kegiatan ilegal, seperti

yang banyak terjadi akhir-akhir ini di Indonesia.2

penghindaran pajak, pencucian uang dari kegiatan ilegal dan pendanaan terorisme. Meningkatnya

Peter Lilley mengemukakan bahwa sebagian besar

penggunaan transaksi tunai dari tahun ke tahun

tindak pidana di bidang ekonomi dilakukan untuk

menimbulkan dugaan bahwa pihak-pihak yang

memperoleh satu hal, yaitu

uang.3

Uang atau dana

melakukan transaksi mencurigakan menggunakan

yang diperoleh dari tindak pidana akan menjadi sia-

sarana transaksi tunai untuk menghindari terlacaknya

sia kecuali apabila uang hasil tindak pidana disamarkan

kegiatan yang dilakukan. Data mengenai peningkatan

dengan menggunakan penyedia jasa keuangan (bank

pelaporan kepada PPATK mengenai jumlah transaksi

atau non bank). Dalam konteks penegakan hukum, istilah money laundering bukanlah suatu konsep yang sederhana, melainkan sangat rumit karena masalahnya begitu kompleks sehingga sulit untuk menemukan delik-delik hukumnya secara objektif dan efektif.

2

Edi Nasution, Memahami Praktik Pencucian Uang Hasil Kejahatan, http://nasional.lintas.me/go/acch.kpk.go.id/memahami-praktik-pencucianuang-hasil-kejahatan

3

Peter Lilley, Dirty Dealing : The Untold Truth about Global Money Laundering, International Crime and Terrorism, edisi kedua, London and Sterling, VA: Kogan Page Limited, 2003, hal 1 dalam Edi Nasution, Memahami Praktik Pencucian Uang Hasil Kejahatan, http://nasional.lintas.me/go/acch.kpk.go.id/memahami-praktik-pencucianuang-hasil-kejahatan

32

4

Transaksi keuangan kemudian berkembang dari transaksi keuangan tunai (cash based) ke transaksi keuangan non-tunai (non cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper Based), misalnya, cek dan bilyet giro. Selain itu, dikenal juga alat pembayaran paperless, seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai kartu (card-based) antara lain ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar.

5

Thamrin Abdullah & Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta, Rajawali Pers, 2012, hal 44 (Untuk dapat mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan uang, kita harus memberikan pengertian atau definisi dari uang tersebut. Uang yang selalu digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah sesuatu yang bisa diterima oleh umum sebagai alat pembayaran dan sebagai alat tukar menukar. Beberapa sarjana ekonomi mengemukakan definisi-definisi mengenai uang. Pada awal mula alat pembayaran dikenal, sistem barter antar barang yang diperjualbelikan adalah kelaziman di era pra modern. Dalam perkembangannya, mulai dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang lebih dikenal dengan uang. Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat. Uang kartal masih memainkan peran penting khususnya untuk transaksi bernilai kecil).

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

keuangan tunai yang melebihi jumlah tertentu maupun

Saat ini belum ada pengaturan yang secara spesifik

yang diindikasikan mencurigakan yang dilaporkan

mengatur mengenai pembatasan transaksi tunai di

Penyedia Jasa Keuangan, dapat dilihat sebagai berikut:

Indonesia, namun dalam Pasal 23 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) diatur bahwa

Grafik 1. Jumlah komulatif Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) yang disampaikan Penyedia Jasa Keuangan Kepada PPATK

kepada PPATK yang diantaranya meliputi transaksi keuangan tunai dalam jumlah paling sedikit Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau

12000 10000 8631

8000

10214

10637

4000 782

0 2009

dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali Transaksi maupun beberapa kali Transaksi dalam 1 (satu) hari kerja.

7170

6000

2000

penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan laporan

Selain itu, penyedia barang dan/ atau jasa lain yang

1582 423

1402 2010

Kumulatif LTKT

meliputi perusahaan property/agen property; pedagang kendaraan bermotor; pedagang permata dan

2011

2012 LTKT

Sumber: PPATK

perhiasan/logam mulia; pedagang barang seni dan antik; atau balai lelang juga wajib menyampaikan laporan Transaksi yang dilakukan paling sedikit atau setara dengan Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada PPATK.

Dari hasil analisis transaksi keuangan yang mencurigakan yang dilakukan PPATK, terindikasi

Pembatasan Transaksi Tunai adalah suatu

bahwa sumber dari transaksi mencurigakan itu

mekanisme untuk membatasi transaksi dengan uang

terutama dari transaksi korupsi. Selain merupakan

tunai, di mana semua transaksi di atas batas yang

porsi paling besar dari hasil analisis transaksi keuangan

ditentukan harus dilakukan melalui sistem perbankan.

yang mencurigakan, jumlahnya pun mengalami

Misalnya transaksi tunai dibatasi Rp.100.000.000,-

peningkatan dari tahun ke tahun. Dari 4.050 jumlah

(seratus juta rupiah) atau Rp.50.000.000,- (lima puluh

kumulatif kasus tindak, diantaranya diindikasikan

juta rupiah) dalam 1 (satu) hari, di mana transaksi

sebagai kasus korupsi. Jumlahnya pun meningkat

di atas batas tersebut, harus dilakukan melalui sistem

pesat, dari 144 kasus di 2008 menjadi 493 kasus di

perbankan. Dengan pembatasan transaksi tunai

tahun 2011.6

tersebut, secara tidak langsung telah menjadikan seluruh bank yang ada di Indonesia untuk ikut

Terungkapnya beberapa kasus korupsi dan kasus

berperan aktif dalam pencegahan korupsi dan money

terorisme yang ditengarai dibiayai dari pihak dalam

laundering, di samping menjalankan fungsi dan tugas

maupun luar negeri, menimbulkan kecurigaan bahwa

utamanya.

kasus-kasus tersebut dilakukan dengan transaksi tunai dan tidak melalui sistem keuangan yang ada sehingga

Dengan adanya Pembatasan Transaksi Tunai tugas

tidak terlacak. Hal tersebut merupakan salah satu

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya

penyebab munculnya wacana pembatasan transaksi

terarah kepada penyelidikan, penyelidikan dan

tunai.

penuntutan semata, tetapi juga ada upaya preventif sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 6 huruf (d) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang

6

Ibid, hal 2

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Begitu

33

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

juga kebijakan pembatasan transaksi tunai tersebut

dan tindak pidana narkotika, pembayaran dalam

akan dapat membantu lembaga penegakan hukum

transaksi property harus melalui transfer bank

lainnya, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi

atau cek jika jumlah yang dibayar tidak melebihi

Keuangan (PPATK), Mahkamah Agung, Kejaksaan,

10 persen dari harga jual dan jumlah yang dibayar

Kepolisian Republik Indonesia, dan berbagai pihak

tersebut tidak lebih dari EUR 5.000. Perjanjian

terkait lainnya.

dan akta jual harus mencantumkan nomor rekening yang digunakan untuk pembayaran.

Di beberapa negara, pengaturan mengenai pembatasan transaksi tunai memiliki model yang berbeda, antara

lain:7

e. Armenia: Pembatasan transaksi tunai menjadi bagian dari strategi mendukung Program Anti Pencucian Uang. Pembatasan transaksi tunai

a. Italia: pembatasan transaksi tunai dalam rangka

diberlakukan hanya pada perusahaan dan

pencegahan dan pemberantasan penggelapan

dilakukan secara bertahap. Berdasarkan Law on

pajak (tax evasion), antara lain dilarang melakukan

Cash Transaction yang berlaku Januari 2009, sejak

transfer dana secara tunai atau melalui bearer

tahun 2009 semua transaksi perusahaan yang

instruments dengan alasan apapun untuk transaksi

melebihi AMD 3 juta harus melalui pembayaran

yang bernilai sama atau lebih besar dari EUR

bank (cashless). Sejak 2010 batas tersebut

1.000, baik dalam satu kali atau beberapa kali

diturunkan menjadi AMD 2 juta dan sejak 2011

transaksi yang berkaitan.

menjadi AMD 1 juta.

b. Mexico: Kementerian Keuangan mengeluarkan

f. Amerika Serikat: Tidak ada pelarangan transaksi

Kebijakan Anti Money Laundering yang membatasi

tunai namun terdapat kewajiban pelaporan untuk

jumlah uang tunai dalam bentuk USD yang dapat

transaksi tunai dan transaksi mencurigakan.

diterima/ditransaksikan dengan perbankan

Transaksi tunai lebih dari USD 10.000 harus

Meksiko. Ketentuan baru ini untuk mencegah

dilaporkan pada Currency Transaction Report

risiko pencucian uang yang berasal dari bisnis

(CTR), di laporan tersebut akan diidentifikasi

narkotika dan TOC.

individu yang melakukan transaksi dan sumber uang transaksi tersebut.

c. Perancis: Pembayaran lebih dari EUR 1.100 atau yang dibuat untuk melunasi bagian utang yang

g. Bulgaria: diatur dalam Limitation of Cash Payment

lebih besar yang berkaitan dengan sewa,

Act, setiap pembayaran dengan jumlah sama

transportasi, jasa, perlengkapan dan pekerjaan,

dengan atau lebih dari BGN 15.000 harus

atau akuisisi properti atau benda-benda bergerak,

dilakukan melalui transfer atau setoran ke rekening

atau yang berkaitan dengan pendapatan dari surat

pembayaran. Aturan tersebut juga berlaku untuk

berharga atau premi asuransi atau kontribusi,

transaksi dengan jumlah kurang dari BGN 15.000,

harus dilakukan dengan cek silang, transfer bank

tetapi merupakan bagian dari suatu pembayaran,

atau penggunaan kartu pembayaran.

di mana total nilai pembayaran adalah sama dengan atau lebih dari BGN 15.000. Batasan di

d. Belgia: dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang

atas juga berlaku untuk pembayaran dalam valuta asing dengan jumlah sama dengan atau lebih dari BGN 15.000 sesuai dengan kurs Bank Nasional Bulgaria pada tanggal pembayaran.

7

Loc cit. hal 3

34

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

B. Tinjauan Hukum Terhadap Pembatasan Transaksi Tunai

hasil tindak pidana berupa harta kekayaan yang berjumlah Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) atau lebih, atau nilai yang setara yang akan dilakukan

Penyelesaian transaksi dalam masyarakat dapat

pencucian. Jadi, bisa disimpulkan bahwa tindak pidana

dilakukan melalui tunai maupun nontunai. Transaksi

money laundering merupakan tindak pidana

tunai tidak melalui sistem di mana informasi dan lalu

independen di mana perlu dilihat tindak pidana asalnya

lintas pembayaran dapat tercatat, sedangkan transaksi

yang dijadikan sebagai alasan untuk melakukan

nontunai dapat dilakukan melalui sistem pembayaran

kegiatan money laundering.

lain, seperti transfer melalui RTGS, APMK, e-money, dan electronic channel lainnya. Terlepas dari peran

Pada UU TPPU yang baru, predicate crime dalam

uang tunai dalam meningkatkan aktivitas

kegiatan money laundering telah mengalami perluasan

perekonomian, khususnya untuk kalangan masyarakat

kategori tindak pidana dari UU TPPU yang lama menjadi

yang tidak terjangkau oleh bank, transaksi dengan

26 (dua puluh enam) tindak pidana, diantaranya

uang tunai juga memungkinkan pemanfaatannya

korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika,

untuk kegiatan ilegal, seperti penghindaran pajak,

perbankan, terorisme, prostitusi, kehutanan,

pencucian uang (money laundering) dari kegiatan

lingkungan hidup dan lain-lain. Seperti yang telah

ilegal, antara lain pendanaan terorisme, hasil transaksi

dijelaskan di atas bahwa sumber terbesar dari transaksi

narkoba, dan masih banyak lagi. PPATK: Mendesak,

mencurigakan di Indonesia berasal dari transaksi

UU Pembatasan Maksimal Transaksi Tunai.8

korupsi yang digunakan untuk melakukan kejahatan money laundering. Selain itu, jumlahnya pun

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

(PPATK) terus mendorong agar pemerintah segera membuat undang-undang tentang pembatasan

Pada tahun 1990, Financial Action Task Force on

maksimal transaksi tunai. Kepala PPATK Muhammad

Money Laundering (FATF) untuk pertama kalinya

Yusuf mengatakan, undang-undang itu akan sangat

mengeluarkan 40 (empat puluh) rekomendasi sebagai

bermanfaat bagi Indonesia. Di antaranya akan lebih

suatu kerangka yang komprehensif untuk memerangi

menghemat bahan baku dan jumlah pencetakan uang.

kejahatan money laundering. Di mana rekomendasi

Selain itu undang-undang ini juga akan membuat

tersebut menetapkan prinsip-prinsip untuk penyusunan

proses pengamanan uang lebih efisien, baik dari segi

kebijakan implementasi oleh setiap negara.

tempat penyimpanan maupun biaya pengamanan. Namun demikian, FATF memberikan keleluasaan Terkait dengan kegiatan money laundering, kegiatan

kepada setiap negara dalam mengimplementasikan

ini di Indonesia dimasukkan ke dalam kategori tindak

rekomendasi dengan melihat kondisi dan sistem

pidana independen. Maksudnya, tindak pidana ini

hukum yang berlaku di setiap negara. Meskipun 40

terpisah dari tindak pidana asalnya (predicate crime)

(empat puluh) rekomendasi bukan merupakan produk

karena tindak pidana asal bisa terjadi di mana-mana.

hukum yang mengikat, namun rekomendasi ini dikenal

Predicate crime merupakan istilah yang digunakan

dan diakui secara luas oleh masyarakat dan organisasi

untuk merujuk ke tindak pidana asal, baik yang

internasional yang terkait sebagai suatu standar

dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

internasional untuk memerangi kejahatan money

Tindak pidana asal ini digunakan untuk memperoleh

laundering dan pendanaan terorisme. FATF menegaskan bahwa rekomendasi bukan merupakan himbauan yang sifatnya optional bagi setiap negara, namun merupakan mandat atau kewajiban bagi setiap negara

8

, PPATK: Mendesak, UU Pembatasan Maksimal Transaksi Tunai, http://www.portalkbr.com

apabila ingin dipandang sebagai negara yang

35

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

memenuhi standar internasional oleh masyarakat

use cash for transactions in real estate, securities,

dunia.

aircraft, ships and cars, or transactions exceeding the limit set by the central bank. State Bank of

Adapun materi yang termuat dalam rekomendasi FATF

Vietnam is implementing a project on non-cash

meliputi:9

payment, which aims to have 150,000 Point of

a. Ruang lingkup tindak pidana pencucian uang;

Sales (POS) nationwide by 2015, over the current

b. Langkah-langkah pendahuluan dan penyitaan;

94,000 POS.

c. Peraturan identifikasi dan penyimpanan catatan nasabah;

2. Mexico11

d. Prinsip kehati-hatian oleh lembaga keuangan;

Mexican President Felipe Calderon proposed new

e. Langkah-langkah untuk mengatasi masalah yang

measures on August 26th that would make it

dihadapi negara yang tidak memiliki langkah anti

illegal to make cash purchase of aircrafts, vehicles,

pencucian uang atau langkah-langkah anti

boats and real estate over US$7,700 or 100,000

pencucian uang yang tidak memadai;

pesos. The move is the government's latest effort

f. Langkah-langkah lain untuk menghindari pencucian uang; g. Implementasi dan peran otoritas dan instansi administratif lainnya;

to target the flow of illicit drug proceeds entering the country's financial system from Mexico's drug cartels. Also banned under the 100,000 peso cash limit is the acquisition of stocks shares, the purchase

h. Kerjasama administratif, tukar menukar informasi

of lottery tickets, cash wagers at casinos and horse

umum dan tukar menukar informasi transaksi

race tracks, as well as buying or partnering in a

keuangan mencurigakan;

business. Calderon mentioned in a statement that

i. Kerjasama penyitaan, mutual legal assistance dan ekstradisi; j. Bentuk-bentuk kerjasama lainnya.

drug trafficking organizations launder their bulk cash through the above mentioned endeavors and thus take advantage of Mexico's "lax" antimoney laundering (AML) regime.

C. Pembatasan Transaksi Tunai di Beberapa Negara 3. Australia12 Pembatasan transaksi tunai sebagai upaya pencegahan

Aturan yang membatasi transaksi tunai di Australia

tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian

sudah cukup lama ada, yaitu diatur dalam Financial

uang serta pencegahan pendanaan terorisme,

Transaction Reports Act 1988. Di dalam aturan

pencegahan peredaran uang palsu dan kejahatan

itu dikatakan….. An Act to provide for the reporting

narkoba telah dilaksanakan di berbagai negara, antara

of certain transactions and transfers to the

lain:

Australian Transaction Reports and Analysis Centre (AUSTRAC) and to impose certain obligations in

1. Vietnam to limit use of cash for large transactions10

relation to accounts, and for related purposes.

For the first time, individuals will not be allowed to pay for securities, houses, land and large vehicles with cash. Organizations will not be allowed to

9

4. FTR Act tahun 1988 ini merupakan peraturan yang menjadi rujukan dari UU Anti Tindak Pidana

Ibid, hal 7

10 Fu Peng, Vietnam to limit use of cash for large transactions, , 2013

36

11 William Booth, Mexico targets money laundering with plan to limit cash transactions, Washington Post, , 2010 12 , ,

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Pencucian Uang dan Kontra Terorisme di Australia

Sisi kanan dari persamaan tersebut mencerminkan

tahun 2006 … Australia's anti-money laundering

transaksi yang terjadi di dalam suatu perekonomian,

and counter-terrorism financing program places

di mana P adalah harga dan T adalah jumlah

obligations on financial institutions and other

transaksi yang terjadi di dalam perekonomian

financial intermediaries. Those obligations are

selama periode tertentu. Sedangkan sisi kiri dari

contained in the Financial Transaction Reports Act

persamaan M mencerminkan jumlah uang yang

1988, as well as the Anti-Money Laundering and

digunakan untuk melakukan transaksi yang

Counter-Terrorism Financing Act 2006.

dilakukan di dalam suatu perekonomian selama periode tertentu.

D. Analisa Terkait Prasyarat Pengaturan Pembatasan Transaksi Tunai di Indonesia (Aspek Ekonomi,

Dari persamaan tersebut velocity of money dapat

Sosiologis, Hukum, dan Infrastruktur)

dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

1. Aspek Ekonomi

V = PT / M

Secara praktis, pembatasan transaksi tunai akan

V atau velocity of money, digunakan untuk

membawa dampak bagi perekonomian yang

mengukur kecepatan (tingkat) sirkulasi satu unit

digerakkan oleh dunia usaha. Belakangan diketahui

uang yang digunakan untuk melakukan transaksi

bahwa dunia usaha semakin lekat dengan sistem

di dalam suatu perekonomian. Bank sentral dapat

pembayaran nontunai, yang secara tidak langsung

mengontrol harga (P) dengan menargetkan M.

mendorong praktik pembatasan transaksi tunai. Keamanan dan kemudahan dalam bertransaksi

Di sisi lain, apabila pembatasan transaksi tunai

menjadi salah satu faktor preferensi dunia usaha

dilakukan akan mendorong penggunaan transaksi

dalam menggunakan sistem transaksi nontunai.

nontunai. Penggunaan transaksi nontunai memberi

Meskipun demikian, di balik keuntungan yang

manfaat efisiensi berupa penurunan biaya transaksi

dirasakan dunia usaha, masih terdapat beberapa

bagi konsumen dan produsen serta meningkatnya

isu yang menjadi ganjalan dalam menggunakan

kepuasan masyarakat karena terpenuhinya

sistem transaksi nontunai.

kebutuhan akan alat pembayaran yang lebih praktis.

Pembatasan transaksi tunai akan memiliki dampak bagi perekonomian terutama pada perputaran

Menurut Dias13, peningkatan konsumsi dan

uang (velocity of money). Velocity of money

pertumbuhan ekonomi yang terjadi dari

merupakan salah indikator penting yang perlu

penggunaan alat pembayaran nontunai tersebut

diperhatikan dalam target bank sentral. Velocity

pada gilirannya berpotensi mendorong kembali

of money harus dapat diprediksikan dan stabil.

permintaan masyarakat terhadap digital money

Secara teoritis, dasar perhitungan velocity of money

guna mempermudah dan mempercepat proses

dapat ditemukan dari Teori Kuantitas Uang.

transaksi yang dilakukan. Bagi bank atau lembaga

Menurut teori ini hubungan antara transaksi

penerbit pembayaran nontunai, hal ini kembali

ekonomi yang terjadi di dalam suatu perekonomian

berpotensi meningkatkan pendapatan dan

dengan jumlah uang yang dibutuhkan untuk

keuntungan. Hal ini disebut sebagai dual effect

membiayai transaksi dapat diekspresikan dalam persamaan sebagai berikut: MV = PT

13 Dias, J., M.J. Silva., and M.H.A. Dias, The Demand for Digital Money and Its Impact on the Economy, Brazilian Electronic Journal of Economics, Vol. 2. No.2, 1999

37

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

dari penggunaan alat pembayaran nontunai. Dual

lebih baik ini diungkapkan oleh Roscoe Pound.

effect dari penggunaan pembayaran nontunai

Dengan demikian, institusi ekonomi seperti Bank

kepada konsumen dan produsen tersebut pada

Sentral pun menginisiasi keselarasan kinerja

gilirannya dapat mendorong pertumbuhan

lembaga lain seperti bank, lembaga kliring, pasar

ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan

modal, penyedia jasa komunikasi, penerbit jasa

masyarakat secara keseluruhan.

kartu kredit, dan seterusnya untuk ikut serta dalam menggapai Indonesia yang bebas dari korupsi.

2. Aspek Sosiologis Beberapa negara membatasi transaksi tunainya Posisi uang tunai dalam perdagangan dan

seperti: Austria, Italia, Finlandia, Jerman, Inggris,

kehidupan sosial cukup fundamental. Sebuah

Perancis, Belgia, Meksiko, Ukraina. Misalnya, Italia

kebijakan untuk membatasi uang tunai hendaknya

membatasi transaksi tunai dengan nilai minimal

dikorespondensikan dengan kenyataan sosial,

EUR 1.000 dalam satu kali transaksi. Begitu juga

bagaimana urgensi kebijakan tersebut terhadap

dengan Meksiko yang membatasi uang tunai tak

kelangsungan kehidupan ekonomi masyarakat.

lebih dari MXN 100.000.15 Negara-negara ini melakukan kegiatan ini untuk melindungi (social

Melalui pembatasan transaksi tunai inilah, tujuan

defence) keamanan perekonomian dan stabilitas

sosial, yakni pencegahan dan pemberantasan

pemerintah-pembangunan negaranya. Memang

korupsi bisa dilaksanakan. Dengan demikian,

dalam konteks ini, perlindungan terhadap kinerja

hukum [baca: pembatasan transaksi tunai]

institusi negara dalam menjalankan tugas fungsinya

merupakan sarana rekayasa sosial bagi Bank Sentral

menjadi cukup penting dalam mewujudkan utopia

sebagai operator, regulator, dan supervisor

hidup sebagai negara hukum yang berdaulat.

berperan aktif dalam mewujudkan pemerintah

Kendati terpuruk dalam indeks negara hukum

yang bersih, akuntabel, dan transparan. Hukum

yang diakibatkan karena merajalelanya korupsi

sebagai sarana perubahan sosial (law as tool of

seperti yang dilansir oleh World Justice Program

social

engineering)14

menuju kondisi hukum yang

sebagai berikut:

Indonesia

Jakarta, Bandung, Surabaya

1. WJP Rule of Law Index

Income Lowwer Middle

Region East Asia & Pasific

Regional Ranking

Income Group Ranking

WJP Rule of Law Index Factors

Score

Global Ranking

Factor 1:

Limited Government Powers

0.64

29/97

7/14

1/23

Factor 2:

Absence of Corruption

0.30

86/97

14/14

18/23

Factor 3:

Order and Security

0.72

52/97

11/14

9/23

Factor 4:

Fundamental Rights

0.56

61/97

10/14

10/23

Factor 5:

Open Goverment

0,53

35/97

7/14

1/23

Population 249m (2012)

Factor 6:

Regulatory Enforcement

0.50

54/97

10/14

6/23

49% Urban

Factor 7:

Civil Justice

0.49

66/97

9/14

10/23

17% in three largest cities

Factor 8:

Criminal Justice

0.45

62/97

12/14

7/23

14 Roscoe Pound, Outlines of Lectures on Jurisprudence, Cambridge University Press, 1920, hal 7-24

38

15 Andri Gunawan, Erwin Natosmal, et al, Membatasi Transaksi Tunai Peluang dan Tantangan, Indonesian Legal Rountable, 2013

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Berikut adalah indeks Negara Hukum Indonesia:

penipuan, pelayanan buruk yang merepotkan

(World Justice Program: 2012)

lembaga keuangan. Dari sudut pandang inilah, hukum dan kebijakan publik hendaknya didasarkan atas pertimbangan yang matang, kematangan dan kelemahannya, seperti yang diungkap oleh

Accountable Government

Cotterrell, bahwa tiada hukum yang sempurna, meski berusaha untuk menuju ke arah sana perlu

2.4 Absence of corruption in the legislative branch

2.3 Absence of corruption by the police and the military

1.2 Government powers limited by legislature

1.0

0.5

dilakukan, yakni dengan memandang hukum dari 1.3 Governmnet powers limited by the judiciary 1.4 Independent auditing and review

berbagai sisi pandang.17 3. Aspek Hukum 1) Intervensi Administrasi Negara di Bidang Privat

0.0

Transaksi pada dasarnya adalah suatu kegiatan 2.2 Absence of corruption in the judicial branch 2.1 Absence of corruption in the executive branch

1.5 Government officials sanctioned for misconduct

1.7 Transition of power subject to the law

1.6 Government powers are subject to nongovernmental checks

privat yang diatur melalui hukum perdata, kegiatan transaksi baik tunai maupun nontunai adalah kegiatan yang dilandasi oleh hak-hak keperdataan seseorang menyangkut dengan benda (uang) yang merupakan hak milik (eigendom) dari orang yang menguasainya. Pengertian transaksi sendiri berdasarkan KBBI adalah “persetujuan jual beli dalam perdagangan antara pihak pembeli dan

Peran pemerintah dalam misi penyelamatan aset

penjual”, sehingga dapat disimpulkan bahwa

negara ini memang dibutuhkan. Kebijakan

transaksi didasari oleh adanya suatu perikatan,

regulasi16 yang disematkan oleh pemerintah melalui

baik melalui perjanjian maupun tidak.

bank sentral memang perlu diketengahkan dalam sebuah diskursus sosial. Dengan demikian, pro-

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat

kontra pembatasan transaksi uang tunai akan

dipahami bahwa kegiatan transaksi tunduk

memiliki khasanah diskursif yang menyehatkan

kepada pengaturan mengenai perikatan yang

bagi perumusan kebijakan yang komprehensif.

diatur dalam buku 3 KUHPER, khususnya

Meskipun pembatasan uang tunai jelas memiliki

mengenai syarat sah perjanjian Pasal 1320

tantangannya sendiri, diantaranya seperti:

KUHPER yang menyatakan bahwa syarat sah

keterbatasan dana [cek/BG kosong], keterlambatan

perjanjian meliputi:

approval/lama transaksi, kerusakan jaringan,

a. Adanya Kesepakatan

transaksi tidak akurat, pemalsuan/pembobolan/

b. Kecakapan Para Pihak c. Obyek Tertentu d. Sebab yang Halal

16 Beberapa norma hukum yang berkembang dalam isu pembatasan transaksi tunai adalah UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, Peraturan Bank Indonesia No. 12/5/PBI/2010 Sistem Kliring Nasional, Peraturan Bank Indonesia No. 11/ 12/PBI/2008 tentang Uang Elektronik.

17 Roger Cotterrell, Law, Culture and Society, Legal Ideas in the Mirror of Social Theory, Ashgate, p. 98-104

39

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Kegiatan transaksi sebagai pemenuhan prestasi

dilakukan oleh masyarakat masuk ke dalam

suatu perjanjian tentunya harus memenuhi

ranah hukum perdata, namun seiring dengan

keempat syarat tersebut dalam pemenuhan

maraknya praktek TPPU dan penyalahgunaan

legalitasnya, keempat syarat tersebut terbagi

transaksi tunai diperlukan suatu aturan hukum

dalam syarat subjektif dan syarat objektif. Poin

yang bersifat mengikat umum dan memiliki

a dan b adalah syarat subjektif dimana apabila

kemampuan untuk mengatur dan memberikan

kedua syarat tersebut tidak terpenuhi maka

sanksi (to regulate and the power to impose

perjanjian mengenai transaksi tersebut berakibat

sanction) terhadap transaksi yang dilakukan

dapat dibatalkan (vernietigbaar), yakni selama

dengan niat untuk mencuci uang, yang mana

perjanjian tersebut tidak dimintakan

tidak dimiliki oleh instrumen-instrumen hukum

pembatalannya kepada hakim pengadilan

perdata.

negeri/niaga oleh salah satu pihak, maka perjanjian tersebut tetap berlaku. Sedangkan

Hukum administrasi negara menurut P. De

poin c dan d adalah syarat objektif sahnya

Haan19 dalam bukunya “Bestuursrecht in de

suatu perjanjian dimana apabila objek perjanjian

Sosiale Rechtsstaat” didefinisikan memiliki tiga

tersebut tidak memenuhi rumusan Pasal 1320

fungsi: norma, instrumen dan jaminan (Het

KUHPER maka perjanjian tersebut batal demi

bestuurect vervult dus een diredelige functie:

hukum (nietig), yang artinya meskipun tidak

norm, instrument, en waarborg). Sedangkan

ada permohonan pembatalan dari para pihak,

menurut Van Vollenhoven20 hukum administrasi

apabila objeknya melanggar peraturan

dipandang sebagai keseluruhan ketentuan yang

perundang-undangan yang berlaku maka

mengikat alat-alat perlengkapan negara, baik

perjanjian tersebut dianggap batal demi hukum.

tinggi maupun rendah, setelah alat-alat itu akan menggunakan kewenangan-kewenangan

Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan

ketatanegaraan.

suatu tindakan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang/dana harta

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas,

kekayaan melalui berbagai transaksi keuangan

maka dapat diambil suatu pemahaman bahwa

agar uang/harta tersebut tampak seolah-olah

Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat

berasal dari kekayaan yang sah/legal18. Sehingga

norma yang bertujuan untuk mengatur

dapat disimpulkan bahwa transaksi keuangan

kewenangan pemerintah dan bagaimana

baik tunai maupun nontunai dengan tujuan

seharusnya kewenangan itu dijalankan beserta

pencucian uang melanggar sebab yang halal,

dengan risiko yang mungkin terjadi atas

dan tidak memenuhi asas itikad baik dalam

pemenuhan kewenangan pemerintah tersebut.

pembuatan perjanjian.

Kaidah atau norma berperan sebagai landasan yuridis pemerintah dalam melaksanakan

2) Peran Hukum Administrasi Negara dalam

kewenangannya, norma inilah yang kemudian

Mengatur Tindakan dan Perilaku

dijadikan acuan dalam membentuk suatu

Masyarakat

instrumen pelaksana, dimana nantinya

Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa

diharapkan dengan dipenuhinya pelaksanaan

sesungguhnya kegiatan transaksi yang

19 Lihat: Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, Yogyakarta: LaksBang PressIndo, hal 16 18 Lihat Pasal 3,4,5 Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

40

20 Ibid

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

kewenangan oleh instrumen pemerintah sesuai

warga negara dan merupakan peraturan

dengan norma dan kaidah yang berlaku maka

perundang-undangan yang memiliki posisi

akan timbul jaminan perlindungan hukum baik

hierarki tinggi dibawah konstitusi mengingat

secara keadilan, kepastian, dan manfaatnya

hak asasi manusia dijamin dalam UUD 1945,

terhadap masyarakat dari kesewenang-

sehingga akan lebih tepat apabila pembatasan

wenangan pemerintah sebagai penguasa.

transaksi tunai diatur dalam bentuk UndangUndang.22

4. Aspek Infrastruktur 2) Penegak Hukum Sebagaimana telah kita sadari bahwa pengaturan

Peraturan hukum tanpa penegakan hanyalah

pembatasan transaksi tunai adalah suatu

selembar kertas. Aparatur penegak hukum

pengaturan administrasi yang akan dibentuk oleh

mencakup pengertian mengenai institusi

pemerintah guna menjamin bahwa setiap transaksi

penegak hukum dan aparat (orangnya)

yang dilakukan oleh warga negara merupakan

penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur

transaksi yang beritikad baik dan dengan sebab

penegak hukum yang terlibat dalam proses

yang halal. Pengaturan ini hendaknya tidak

tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi,

mengurangi hak privat seorang warga negara

penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas

dalam menggunakan uangnya, sehingga

sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan

diperlukan beberapa instrumen yang tepat dalam

aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak

mengatur, melaksanakan dan menegakkan

yang bersangkutan dengan tugas atau

peraturan pembatasan transaksi tunai ini.

perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan,

1) Instrumen di Bidang Hukum

penyidikan, penuntutan, pembuktian,

Mengatur dan menegakkan suatu peraturan

penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta

hukum tidak mudah, yang pertama kali perlu

upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi)

dipahami adalah, suatu peraturan apapun

terpidana.

bentuknya pasti akan menimbulkan akibat hukum bagi objek yang diatur. Sehingga

Dari paparan di atas dapat diberikan pemahaman

diperlukan suatu dasar hukum yang jelas

bahwa infrastruktur di bidang hukum sekiranya

sebagai landasan pemerintah dalam mengatur

yang utama harus dipersiapkan terlebih dahulu,

warga negaranya, khususnya apabila dalam

di samping infrastruktur pendukung transaksi

peraturan tersebut berusaha untuk mengatur

nontunai dari perbankan, seperti penyediaan

pelaksanaan hak asasi manusia warga negara

hardware (misal: mesin atm, komputer, card reader)

yang dijamin oleh konstitusi negara. Hal ini

dan software (misal: sistem e-banking, sms

sesuai dengan fungsi norma dalam hukum

banking) yang merata di daerah-daerah,

administrasi negara yang telah dikemukakan

penyederhanaan sistem transaksi nontunai

sebelumnya.21

sehingga memudahkan masyarakat dalam bertransaksi, dan infrastruktur pendukung lainnya.

Dasar hukum yang dimaksud adalah suatu

Namun, penyusunan norma juga harus

peraturan perundang-undangan yang memiliki

mempertimbangkan sisi ekonomi dan sosial.

area pengaturan yang luas, mengikat seluruh

21 Lihat Hukum Administrasi Negara menurut P. De Haan, fungsi administrasi: norma, instrumen, jaminan

22 Lihat Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

41

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

E. Analisa Terkait Implikasi Pembatasan dan Mitigasinya (Pengawasan dan Law Enforcement)

satu jam uang sudah masuk dalam rekening si penerima. Bahkan transfer uang melalui sms/e banking, hanya memerlukan waktu

Pembatasan transaksi tunai yang akan mendorong

beberapa menit. Murah berarti bahwa

penggunaan transaksi nontunai dapat menimbulkan

masyarakat tidak mengeluarkan biaya

beberapa implikasi, baik itu implikasi yang positif

administrasi yang besar untuk melakukan

maupun implikasi negatif dalam hal tertentu, yaitu:

transaksi keuangan nontunai, bahkan bebas biaya administrasi dalam hal tertentu (misalnya

1. Implikasi Positif Pembatasan Transaksi Tunai

transaksi antar bank yang sama) dan tidak perlu mengeluarkan biaya pengamanan transaksi

Pembatasan transaksi tunai akan mendorong

uang tunai.

penggunaan alat-alat pembayaran nontunai. Alatalat pembayaran nontunai berevolusi mulai dari

Bagi masyarakat, Alat Pembayaran dengan

bentuk-bentuk kertas (paper based) seperti cek,

Menggunakan Kartu (APMK) merupakan

wesel, bilyet giro sampai dengan bentuk elektronik

fasilitas yang dapat mempermudah proses

bahkan sampai bentuk digital (digital cash) dan

transaksi seperti penarikan tunai, transfer, dan

masih mungkin terdapat bentuk-bentuk

lainnya.23

pembayaran tagihan. APMK memberi manfaat efisiensi berupa penurunan biaya transaksi bagi

Implikasi positif dari pembatasan transaksi tunai

konsumen dan produsen serta meningkatnya

antara lain:

kepuasan masyarakat karena terpenuhinya

a) Efisiensi dalam transaksi keuangan

kebutuhan akan alat pembayaran yang lebih

Pembatasan transaksi tunai mendorong

praktis. Keberadaan atau penggunaan APMK

penggunaan transaksi keuangan nontunai

dapat mengurangi opportunity cost masyarakat

menjadikan transaksi keuangan menjadi lebih

untuk memegang uang baik untuk keperluan

sederhana, cepat, dan murah. Sederhana berarti

transaksi maupun berjaga-jaga. Opportunity

bahwa masyarakat tidak perlu membawa uang

cost tersebut berupa biaya transaksi dan biaya

tunai dalam jumlah banyak untuk melaksanakan

menunggu.24

transaksi keuangan, bahkan kreditur dan debitur tidak perlu bertemu secara langsung. misalnya: nasabah cukup memiliki rekening

Peningkatan penerimaan pajak karena akan

dan mengisi formulir (cek dan bilyet giro) yang

memudahkan penarik pajak atau fiskus pajak

diperlukan dan transaksi melalui mesin ATM,

meng-cross check data kebenaran pajak

Kartu Kredit, Kartu Debet, Internet Banking

seorang wajib pajak. Sistem pemungutan pajak

dan SMS Banking. Cepat berarti bahwa proses

kita dengan mempersilahkan wajib pajak

penyelesaian transaksi keuangan dapat

menghitung sendiri pajaknya (self assessment)

dilakukan dalam waktu relatif singkat, apalagi

membuat petugas pajak kesulitan dalam

didukung oleh pemanfaatan teknologi informasi

memverifikasi jumlah utang pajak yang

dalam penyelesaian sengketa. Misalnya; transfer

sebenarnya karena minimnya ketersediaan

uang melalui bank hanya memerlukan waktu

data finansial dari wajib pajak kalau apabila

beberapa menit dan dalam waktu maksimal

transaksi keuangan dilakukan secara tunai.

23 Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Pengantar Sistem Pembayaran, 2011, hal 14

42

b) Peningkatan Penerimaan Pajak

24 Dias, The Demand for Digital Money and its Impacts on Economy, 1999 dalam Bambang Pramono, dkk, Dampak Pembayaran Non-tunai Terhadap Perekonomian dan Kebijakan Moneter, Jakarta: Bank Indonesia, 2006, hal 29

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

c) Penghematan Anggaran Pencetakan Uang

Dari sisi bank atau lembaga penerbit, alat

dan Biaya Pengamanannya

pembayaran nontunai merupakan sumber

Biaya pengadaan uang terdiri atas biaya bahan,

pendapatan berbasis biaya (fee income based)

biaya cetak, dan biaya distribusi tanpa

karena nasabah penggguna pembayaran

memperhitungkan biaya handling di Bank

nontunai akan dikenakan biaya administrasi

Indonesia. Biaya pengadaan uang selama tahun

setiap bulannya. Selain itu pendapatan berbasis

2000 - 2005 baik untuk uang kertas maupun

biaya juga diperoleh dari biaya yang dikenakan

uang logam mengalami peningkatan. Dengan

untuk transaksi tertentu misalnya transfer atau

rata-rata kenaikan pesanan cetak setiap tahun

pembayaran tagihan. Khusus untuk alat

sebesar 710 juta bilyet/keping (20,2%), maka

pembayaran nontunai berbentuk prepaid cards

biaya pengadaan rata-rata mengalami kenaikan

atau e-money, penerbit memperoleh

sebesar Rp 133 miliar per tahunnya (22,7%).

pendapatan tidak hanya dari pendapatan

Pada tahun 2000 total biaya yang dikeluarkan

berbasis biaya namun juga dalam bentuk

untuk pengadaan uang ialah 400 miliar rupiah,

pembiayaan tanpa bunga (interest-free debt

sedangkan pada tahun 2005 biaya tersebut

financing) sebesar saldo e-money yang ada

naik menjadi 1,1 triliun rupiah.25

pada penerbit.26

Pembatasan transaksi tunai yang memberi

e) Peningkatan Kegiatan dan Pembangunan

alternatif penggunaan uang nontunai juga

Ekonomi

mengakibatkan jumlah uang yang dicetak

Kehadiran alat pembayaran nontunai berpotensi

dapat dikurangi sehingga terjadi penghematan

mendorong kenaikan tingkat konsumsi.

biaya yang harus dikeluarkan dalam pencetakan

Kemudahan berbelanja, diskon, bahkan bonus

uang. Selain itu, Bank Indonesia dan bank-bank

bagi nasabah pemegang kartu nontunai

lainnya harus mengeluarkan biaya pengamanan

misalnya kartu debit atau kredit dapat

yang besar untuk mengamankan pengiriman

mendorong gairah masyarakat untuk

uang tunai dan transaksinya. Dengan kehadiran

meningkatkan konsumsi. Sedangkan bagi

alat pembayaran nontunai tersebut, biaya

produsen, efisiensi dan kemudahan transaksi

pengamanan yang dikeluarkan untuk

nontunai dapat mendorong peningkatan

mengamankan uang tunai dapat dikurangi.

transaksi keuangan sekaligus mendatangkan profit/keuntungan bagi produsen. Hal tersebut

d) Peningkatan Pendapatan Masyarakat dan

tersebut mendorong produsen untuk

Bank

meningkatkan aktivitas atau ekspansi bisnis

Penggunaan pembayaran nontunai selain

yang berujung pada peningkatan produksi,

meningkatkan pendapatan masyarakat melalui

sehingga berimplikasi pada peningkatan

penurunan biaya transaksi dan penghematan

pertumbuhan ekonomi.27

waktu juga meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pendapatan bunga yang

f) Memudahkan Pengawasan Terhadap

diperoleh dari dana kas yang seharusnya

Transaksi Keuangan yang Mencurigakan

dibawa dalam setiap kali bertransaksi namun

Banyak pelaku kejahatan cenderung

ditempatkan di bank dalam bentuk tabungan.

menggunakan transaksi tunai untuk melakukan

25 Bambang Pramono, dkk, Dampak Pembayaran Non-tunai Terhadap Perekonomian dan Kebijakan Moneter, Jakarta: Bank Indonesia, 2006, hal 18

26 Ibid, hal 31 27 Ibid

43

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

kejahatan tertentu seperti; pencucian uang,

perbankan juga dibatasi). Untuk daerah-daerah

pendanaan terorisme, dan penghindaran pajak.

tertentu, kantor pelayanan bank hanya terdapat

Hal tersebut dilakukan karena transaksi tunai

di ibu kota kecamatan/kabupaten yang jaraknya

sulit diawasi karena tidak dapat dipantau secara

sangat jauh dari desa dan medannya berat.

langsung oleh lembaga yang berwenang. Dalam keadaan tertentu, gangguan terhadap Transaksi keuangan melalui penyedia jasa

sistem informasi teknologi tersebut berpotensi

keuangan (bank/non bank) mudah diawasi

terjadi baik gangguan teknis operasional

karena sistem informasi antara penyedia jasa

maupun gangguan nonteknis, sehingga dapat

keuangan (bank/non bank) dan lembaga

mengganggu transfer/kliring antarbank atau

penegak hukum terintegrasi, apalagi ada

antarkantor cabang, termasuk mengganggu

peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh

penggunaan alat pembayaran nontunai.

penyedia jasa keuangan, misalnya kewajiban melapor transaksi keuangan mencurigakan.

2) Budaya Masyarakat Tertentu yang Belum

Dengan demikian memudahkan aparat

Akrab dengan Perbankan dan Alat

penegak hukum untuk menelusuri asal usul

Pembayaran NonTunai

dan identitas suatu transaksi keuangan yang

Perbankan dan alat pembayaran nontunai

mencurigakan, sehingga pengawasan dan

telah dikenal oleh masyarakat perkotaan

penegakan hukum dapat dilakukan secara

dengan baik, sedangkan pada masyarakat

maksimal.

tertentu, misalnya pedesaan belum akrab dengan perbankan dan alat pembayaran

2. Implikasi Negatif Pembatasan Transaksi Tunai

nontunai, bahkan ada yang tidak memiliki rekening di bank, apalagi memahami cara

Secara umum pembatasan transaksi tunai tidak

menggunakan alat pembayaran nontunai.

menimbulkan implikasi negatif yang besar karena transaksi tunai tidak dilarang, tetapi hanya dibatasi

3) Bahaya Kejahatan Cybercrime Terhadap

jumlahnya saja. Masyarakat tetap dapat melakukan

Transaksi NonTunai

transaksi tunai dalam batas tertentu. Selain itu,

Transaksi keuangan nontunai selain

tersedia sarana beranekaragam alat transaksi

mendatangkan kemudahan/efisiensi dalam

nontunai yang telah dikenal masyarakat dewasa

bertransaksi, juga berakibat pada meningkatnya

ini. Namun demikian, implikasi negatif pembatasan

angka kejahatan yang dilakukan terhadap

transaksi tunai dapat terjadi dalam hal:

transaksi keuangan nontunai. Dewasa ini marak terjadi kejahatan terhadap transaksi keuangan

1) Kurang Memadainya Ketersediaan

melalui jasa transaksi nontunai, misalnya SMS

Infrastruktur Keuangan

Banking, E-Banking, Kartu Debit, dan Kartu

Sehubungan dengan pembatasan transaksi

Kredit. Para pelaku kejahatan ini memiliki

tunai, maka masyarakat yang ingin melakukan

keahlian untuk membobol sistem keamanan

transaksi keuangan dalam nominal yang besar

IT suatu bank dan kerahasiaan data nasabah

salah satu cara yang dapat digunakan adalah

di dalamnya. Dengan keahlian tersebut, uang

jasa transfer melalui perbankan. Namun tidak

dalam jumlah jutaan bahkan miliaran dapat

setiap desa/daerah terpencil memiliki kantor

dicuri hanya dalam hitungan menit.

pelayanan bank dan perbankan tidak

44

memberikan pelayanan transaksi keuangan

Implikasi negatif dari pembatasan transaksi

pada hari Sabtu dan Minggu (waktu pelayanan

tersebut dapat dicegah dengan mendorong

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

tercapainya pembatasan transaksi tunai dan

di atas 500 juta rupiah, Dirjen Bea dan Cukai

penggunaan alat pembayaran nontunai.

dalam hal tidak ada pemberitahuan bahwa

Beberapa upaya tersebut antara lain:

seseorang membawa uang tunai 100 juta dan

pembangunan infrastruktur transaksi keuangan

ke atas ke dalam dan ke luar daerah pabeanan

(bank) yang baik berikut sarana dan

Indonesia, dan Kepolisian bekerjasama dengan

prasarananya disetiap wilayah, sosialisasi dan

Dirjen Bea dan Cukai dalam hal uang tunai dibawa

penggalangan masyarakat untuk menggunakan

oleh orang yang tercantum dalam daftar terduga

transaksi keuangan melalui jasa perbankan

teroris dan organisasi teroris. Adapun sanksinya

dan alat pembayaran nontunai, pembangunan

adalah sanksi administrasi berupa denda atau

sistem pengaturan dan pengawasan yang baik

perampasan uang tunai untuk negara.

untuk menjaga keamanan transaksi keuangan nontunai.

Di samping itu, pengawasan oleh BI terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran, yang pada

3. Penegakan Hukum Terhadap Ketentuan Pembatasan Transaksi Tunai

prinsipnya dimaksudkan untuk menjaga efisiensi, kecepatan, keamanan dan kehandalan fungsi sistem pembayaran, yang dilakukan secara

Penegakan hukum berarti usaha-usaha yang

independen, profesional, dan objektif. Mekanisme

dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku

pengawasan sistem pembayaran terdiri dari tiga

agar ketentuan pembatasan transaksi tunai ditaati

tahap yaitu: 1) monitoring, 2) penilaian/assessment,

dan berjalan sebagaimana mestinya. Penegakan

3) mendorong terjadinya perubahan.28

hukum secara sempit berbicara mengenai siapa (lembaga) apa yang berwenang menegakkan

Ruang lingkup pengawasan sistem pembayaran

hukum tersebut dan sejauh mana kewenangan

antara lain: pengawasan terhadap sistem dan

yang dimilikinya.

instrumen pembayaran, pengendalian risiko sistemik, kelancaran sistem pembayaran, analisa

Indonesia saat ini belum memiliki

atas desain dan pengaturan operasional, dan

regulasi/pengaturan secara komprehensif tentang

pelaksanaan sistem pembayaran.

pembatasan transaksi tunai, sehingga belum dapat dilakukan pengawasan dan penegakan hukum

1) Pendekatan Hukum Administrasi

terhadap kegiatan transaksi tunai yang melebihi

Ketentuan yang berkaitan dengan pembatasan

batas yang ditentukan. Namun ada beberapa

transaksi tunai dalam beberapa undang-

regulasi/pengaturan yang berkaitan dengan

undang tersebut di atas (UU PPTPPU dan UU

pembatasan transaksi tunai karena beberapa

PPTPPT) berada di wilayah lapangan hukum

pengaturannya mengarah kepada pembatasan

administrasi dan sanksi yang dapat dikenakan

transaksi tunai dengan membebankan kewajiban

juga sanksi administratif, maka seyogianya

tertentu pada transaksi tunai. Dalam hal tertentu

ketentuan pembatasan transaksi tunai juga

apabila seseorang tidak melaksanakan ketentuan

berada dalam lapangan hukum administrasi

tersebut dapat dikenakan sanksi administratif,

dan sanksi yang dapat dijatuhkan berupa

bahkan pidana.

denda administratif.

Penegakan hukum regulasi/pengaturan yang berkaitan dengan pembatasan transaksi tunai sebagaimana diatur dalam UU PPTPPU dilakukan oleh: PPATK dalam hal transaksi keuangan tunai

28 Ibid, hal 3

45

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Pertimbangannya adalah bahwa penegakan

tertentu. Ketentuan tersebut tidak berlaku

melalui hukum dan sanksi administrasi lebih

bagi pembawaan uang milik negara dengan

efektif dibandingkan dengan sanksi hukum

izin menteri yang bersangkutan dan pegawai

lainnya (perdata atau pidana). Sanksi

yang ditunjuk.

administratif tidak akan mengganggu atau menghambat transaksi bisnis dalam masyarakat

Sanksi bagi orang-orang yang melanggar

karena pelaku usaha tidak perlu khawatir akan

ketentuan dalam UU PU merupakan sanksi

ancaman dipidana.

pidana, yaitu dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya satu tahun dan

Sanksi/denda administratif dapat menjadi sarana

uang yang terdapat melebihi batas-batas

pencegahan dan penanggulangan terhadap

jumlah tersebut dirampas untuk negara, juga

pelanggaran pembatasan transaksi tunai,

kalau uang itu bukan kepunyaan terhukum.

sehingga pelaku usaha lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi tunai dan menghindari

Selain itu Pemerintah juga mengeluarkan

transaksi tunai melebihi jumlah yang ditentukan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1948

daripada menderita kerugian akibat harus

tentang Peredaran Uang dengan Perantaraan

membayar denda. Pelaku usaha juga akan jera

Bank (UU PUPB).

melanggar ketentuan pembatasan transaksi tunai karena harus membayar denda yang

UU PUPB mengatur bahwa tiap pembayaran

jumlahnya cukup signifikan. Meskipun ada

uang yang melebihi jumlah tertentu harus

peluang untuk menjatuhkan sanksi/denda

dilakukan dengan perantaraan bank yang

administratif, terdapat pula tantangan bagi

ditunjuk oleh Menteri Keuangan, menurut

penegak hukum dalam menerapkan

peraturan-peraturan yang berlaku bagi bank-

pembatasan transaksi tunai ke depan.

bank tersebut.

Tantangan yang terbesar adalah sejauh mana penegak hukum dapat mendeteksi pelanggaran

Adapun sanksinya adalah hukuman denda

hukum jika ada pihak yang tidak menaati jika

sebesar-besarnya Rp 1.000.000,- atau hukuman

terdapat transaksi antara satu pihak dengan

penjara, selama-lamanya 1 tahun. Perbuatan

pihak lainnya tanpa melewati proses bank.

melanggar ketentuan tersebut dianggap

Penegak hukum yang diberikan kewenangan

sebagai kejahatan. Uang yang digunakan untuk

untuk menindak pelanggaran ini sangat sulit

melakukan kejahatan tersebut ditetapkan

untuk mencari bukti. Padahal pola transaksi

menjadi milik negara.

korupsi, pencucian uang, penggelapan pajak, dan kejahatan lainnya banyak dilakukan dengan

Pengunaan sanksi pidana dalam UU PU dan

modus ini.

UU PUPB dapat dipahami karena pada saat itu, kondisi keamanan nasional belum

2) Pendekatan Hukum Pidana

sepenuhnya stabil, sehingga diperlukan sanksi

Penggunaan hukum pidana untuk mengatur

hukum yang cukup keras agar aturan tersebut

pembatasan transaksi tunai sudah pernah

ditaati dengan baik.

dilakukan melalui Undang-Undang No. 10

46

Tahun 1946 tentang Pembawaan Uang dari

Dewasa ini, negara sudah memiliki sistem

Satu ke Lain Daerah (UU PU). UU PU melarang

ekonomi, keuangan, dan perbankan yang baik,

orang-orang yang bepergian dalam daerah

sehingga segala kegiatan perekonomian,

tertentu membawa uang dalam jumlah

keuangan, dan perbankan relatif dapat

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

terkendali. Kegiatan bisnis dewasa ini sudah

diberikan, sehingga dapat ditentukan apakah

semakin maju, luas, dan beragam, apalagi

transaksi keuangannya harus dilakukan secara

dengan didukung oleh perkembangan

tunai atau nontunai.

teknologi dan kebijakan liberalisasi ekonomi. Dengan demikian, pengaturan di bidang

5) Kajian Perbandingan Pembatasan

ekonomi, keuangan, dan perbankan perlu

Transaksi Tunai di Berbagai Negara

dilakukan dengan lebih berhati-hati supaya

Berikut ini merupakan beberapa negara yang

tidak mengganggu kegiatan ekonomi yang

telah melakukan pembatasan transaksi tunai.

sedang berkembang dengan pesatnya. a) BULGARIA 3) Pendekatan Hukum Perdata Hukum Perdata merupakan lapangan hukum

Undang-Undang Pembatasan Pembayaran Tunai Bulgaria (Berlaku 26 Februari 2011).

privat yang mengatur hubungan privat antar individu-individu dalam masyarakat, sedangkan

Pembatasan yang ditetapkan dalam

pembatasan transaksi tunai merupakan

undang-undang ini adalah Pembayaran

pelaksanaan kewenangan negara dalam

wajib dilakukan melalui transfer bank

mengatur dan menegakkan hukum yang

dengan persyaratan:

berada di dalam lapangan hukum publik, yaitu

1. Jumlahnya sama dengan atau melebihi

mengatur hubungan hukum antara negara dengan warga negaranya atau sebaliknya.

BGN 15.000; 2. Pembayaran bawah BGN 15.000 jika

Oleh karena penggunaan pendekatan hukum

ini merupakan pembayaran sebagian

perdata dalam pembatasan transaksi tunai

dari pertimbangan yang sama atau

tidak dapat diterapkan karena keduanya berada dalam lapangan hukum yang berbeda.

melebihi BGN 15.000; 3. Pembayaran mata uang asing jika ekuivalen BGN mereka adalah sama

4) Struktur Hukum Penegakan Hukum

atau melebihi BGN 15.000.

Pembatasan Transaksi Tunai Sehubungan dengan luasnya aspek

Persyaratan untuk pembayaran akan

penggunaan transaksi tunai dalam kehidupan

dilakukan melalui transfer bank

masyarakat dan negara, maka diperlukan satu

diperkenalkan oleh UU dikecualikan

instansi/lembaga sebagai penegak hukum

terhadap transaksi sebagai berikut:

ketentuan pembatasan transaksi tunai,

1. Penarikan tunai dan deposito dari/di

sekaligus menjadi koordinator bekerjasama dengan instansi/lembaga lainnya. PPATK dapat menjadi lembaga penegak hukum tersebut sekaligus bekerja sama dengan lembaga

rekening bank swasta; 2. Transaksi valuta tunai mata uang asing yang dibuat oleh pekerjaan; 3. Pembayaran gaji.

lainnya seperti Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, Polri, Kementerian Perdagangan dan instansi

Badan Pendapatan Nasional Bulgaria

lain yang terkait termasuk pemerintah daerah.

berwenang untuk memberikan hukuman sanksi administrasi berupa denda kepada

Nilai suatu transaksi keuangan dapat diketahui

individu dan badan hukum jika persyaratan

dari jumlah pajak, bea, cukai atau retribusi

Undang-Undang tidak dipenuhi. Hukuman

yang harus dibayarkan, termasuk dari izin

dirangkum dalam tabel di bawah ini:

perdagangan atau ekspor-impor yang

47

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

c) ARMENIA Pelanggaran Pertama

Pelaku

Pelanggaran Kedua

Pasal 6 Undang-Undang Armenia Nomor 501N Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang 195 N 2004

Individual

25%

50%

tentang Operasi Kas Tunai menyatakan

Badan Hukum

50%

100%

bahwa pembatasan pembayaran tunai untuk transaksi bulat atau pembayaran sekaligus untuk beberapa pembelian

b) SLOVAKIA

(lumpsum) barang, jasa, atau pekerjaan

Pada tanggal 29 November 2012, Dewan

tidak boleh melebihi 300.000,- Dram

Nasional Republik Slovakia mengadopsi

Armenia. Pasal 6 Pembatasan Pembayaran

usulan pemerintah mengesahkan Undang-

Tunai untuk transaksi barang, jasa, atau

Undang Pembatasan Pembayaran Tunai.

pekerjaan dalam satu bulan tidak boleh

Undang-undang ini melarang pembayaran

melebihi 3.000.000 Dram Armenia.

tunai dilakukan melalui uang kertas dan koin, terlepas dari apakah dibuat dalam

Pembatasan transaksi tunai tersebut tidak

Euro atau dalam mata uang asing. Undang-

berlaku untuk beberapa transaksi antara

Undang ini membedakan antara dua

lain: pembayaran gaji, pembayaran untuk

kelompok entitas dalam pembatasan

pembelian produk pertanian, dan

pembayaran tunai antara "badan hukum"

pembayaran untuk barang kepentingan

dan "perorangan”. Untuk pembayaran

publik.

tunai yang dilakukan oleh badan hukum tidak boleh lebih dari 15.000, sedangkan

Sanksi atas pelanggaran ketentuan tersebut

untuk pembayaran tunai yang dilakukan

di atas adalah denda sebesar lima persen

oleh perorangan tidak boleh lebih dari

dari jumlah nilai transaksi, tetapi tidak

5.000.

kurang dari 50 kali lipat dari gaji minimum dan tidak lebih dari 1000 kali lipat dari gaji

Undang-Undang memberikan pengecualian

minimum.

terhadap pembatasan transaksi tunai. Misalnya, berkaitan dengan pembayaran

d) BELGIA

yang dilakukan ketika menyediakan jasa

Hukum Belgia dari 29 Maret 2012

pembayaran dan jasa pos, pembayaran

membatasi pembayaran tunai dari 15.000

yang dilakukan dalam kegiatan pertukaran

EUR menjadi 3.000 EUR. Ketentuan ini

uang, dalam administrasi pajak, dalam

berlaku tidak hanya untuk pembelian

pelaksanaan putusan pengadilan, dalam

barang, tetapi juga jasa, seperti jasa seorang

jaminan sosial, dan dalam proses penegakan

agen real estate, ICT-konsultan, dan lain-

hukum.

lain hanya 10% dari harga real estate dapat dibayar tunai, dengan maksimum 5.000

48

Sanksi dapat dikenakan pada saat yang

EUR. Dari Januari 2014, semua pembayaran

sama kepada kedua pihak yaitu pembayar

dalam bentuk tunai untuk pembelian real

dan penerima pembayaran. Untuk

estate akan dilarang. Notaris atau agen

perorangan berupa denda hingga 10.000

real estate dan beberapa kategori lain dari

dan untuk badan hukum dapat didenda

penjual memiliki kewajiban untuk

hingga 150,000.

menginformasikan kepada pihak berwenang

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

jika hukum tidak ditaati. Denda pada

dilakukan ke rekening pedagang dengan

pelanggar dari 250 EUR 225.000 EUR dapat

rata-rata yang memungkinkan identifikasi

dikenakan oleh otoritas Belgia.

penerima (transfer bank, bank debit, atau cek nominatif).

e) PERANCIS Articles D112-3 et D112-4 (code monétaire

g) SPANYOL

et financier) - Article 1840 J (code général

Sejak 19 November 2012, berdasarkan

des impôts). Pembatasan pembayaran tunai

Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012

adalah 3000 bagi warga negara/penduduk

batas pembayaran tunai adalah 2500

tetap di Perancis (15 000 untuk penduduk

(bagi warga Spanyol) dan 15 000 (untuk

tidak tetap bertindak sebagai konsumen

non penduduk). Jika jumlah ini lebih tinggi

dan 3000 jika mereka bertindak sebagai

dari ini (dalam setiap kasus), pembayaran

pedagang). Selama konsumen berada di

harus dilakukan melalui transfer bank.

bawah batas yang disebutkan di atas,

Denda karena gagal untuk melaksanakan

pedagang harus menerima pembayaran

ajaran ini bisa sekitar 25% dari jumlah yang

dalam uang tunai, ini berarti koin dan uang

ditransfer keseluruhan.

kertas. h) UKRAINA Orang perorangan atau badan hukum yang

Sementara itu, Ukraina menjadi negara

melanggar ketentuan tersebut di atas dapat

yang tidak melarang transaksi tunai

dikenakan denda sebesar 5% dari

antarindividu, melainkan transaksi yang

keseluruhan jumlah transaksi.

terjadi antarbadan hukum dengan ketentuan bahwa jumlah total transaksi

Perancis juga mengatur jenis transaksi yang

tunai perhari tidak melebihi UAH 10.000

dikecualikan dari ketentuan tersebut, antara

(Rp. 12 juta). Selain itu, pemerintah Ukraina

lain: transaksi tunai untuk pembayaran

juga mengatur transaksi tunai oleh badan

langsung oleh individu (pribadi) yang bukan

hukum dan kepemilikan uang tunai oleh

pedagang kepada individu (pribadi) lain,

perusahaan. Adapun batas maksimum

makelar atau pedagang, pembelian ternak

uang tunai yang diizinkan untuk disimpan

atau daging mentah yang dilakukan oleh

di kantor kasir perusahaan itu per hari,

individu (pribadi) untuk konsumsi sendiri,

misalnya untuk distribusi kas kecil. Dalam

pembayaran belanja pemerintah, otoritas

hal tidak ada ketentuan batas seperti ini,

publik, atau lembaga publik juga tidak

semua uang dari kantor kasir perusahaan

dibatasi untuk dilakukan secara tunai.

itu harus disimpan di rekening bank.29

f) PORTUGIS

i) MEKSIKO

Pembayaran tunai barang dan jasa antara

Pembatasan transaksi valuta asing dalam

konsumen dan pedagang dibatasi oleh

bentuk tunai dilakukan oleh Meksiko.

hukum. Pasal 63-C dari Undang-Undang

Meksiko membatasi jumlah uang cash

no. 398/98 bulan Desember Tahun 2012

dalam bentuk USD yang akan

diubah dengan UU no. 20/2012, Mei 2014

diterima/ditransaksikan dengan perbankan

(UU Jenderal Pajak), mensyaratkan bahwa pembayaran tagihan atau dokumen sejenis pada jumlah lebih dari 1000, harus

29 Andri Gunawan, dkk, Op.cit, hal 59

49

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Meksiko, untuk transaksi pertukaran nilai

F. Kesimpulan

mata uang antara USD dan Peso (batas maksimal adalah USD 1500 atau Rp15 juta). Sementara Bulgaria membatasi transaksi

1. Prasyarat pengaturan pembatasan transaksi tunai di Indonesia, sebagai berikut:

tersebut dengan nominal sama dengan atau lebih dari BGN 15.000 (Rp97 juta)

Aspek Ekonomi:

sesuai kurs Bank Nasional Bulgaria pada

Secara praktis, pembatasan transaksi tunai akan

tanggal pembayaran.

membawa dampak bagi perekonomian yang digerakkan oleh dunia usaha. Penggunaan

Meksiko misalnya, hanya membolehkan

transaksi nontunai memberi manfaat efisiensi

pembayaran tunai untuk pembelian barang

berupa penurunan biaya transaksi bagi konsumen,

dan/atau jasa maksimal USD100 (Rp1 juta).

meningkatnya kepuasan masyarakat karena

Belakangan, pemerintah Meksiko tengah

terpenuhinya kebutuhan akan alat pembayaran

merancang peraturan yang akan melarang

yang lebih praktis. Dari sisi bank atau lembaga

pembelian real estate secara tunai dan

penerbit alat pembayaran nontunai, peningkatan

melarang seseorang menghabiskan uang

penggunaan pembayaran nontunai merupakan

tunai lebih dari MXN 100.000 (Rp80 juta)

sumber pendapatan berbasis biaya (fee base

untuk keperluan pembelian kendaraan,

income).

kapal, pesawat, dan barang mewah. Dalam usulan tersebut terhadap pelanggarnya

Aspek Sosiologis:

bisa dikenakan pidana hingga 15 tahun

Aspek kemasyarakatan yang perlu mendapat

penjara.

perhatian yang seksama adalah kesiapan masyarakat untuk beralih pola pikir dari pola

Berdasarkan kajian perbandingan pembatasan

transaksi “konkret, terang, dan tunai” kepada

transaksi tunai di beberapa negara di atas dapat

pola pikir bertransaksi secara “tidak konkret.

dilihat beberapa kesamaan pengaturannya, antara

Tidak terang dan tidak tunai mengingat yang

lain: pembatasan transaksi tunai dikenakan

harus diubah itu masalah “mind set” maka

terhadap transaksi dengan nilai nominal tertentu,

tentunya perlu usaha yang sangat keras dan

dengan beberapa pengecualian bahwa transaksi

berkesinambungan dalam rangka mengamankan

tunai untuk tujuan tertentu dikecualikan dari

kebijakan pemerintah tentang pengaturan

ketentuan pembatasan transaksi tunai. Transaksi

transaksi tunai.

di atas jumlah yang dibatasi disarankan untuk dilakukan melalui transfer antar rekening bank

Aspek Hukum dan Infra Struktur:

atau alat pembayaran nontunai lainnya. Adapun

Perlu ditegaskan yang hendak disasar dengan

sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran

pengaturan transaksi tunai itu bukan transasksinya

tersebut secara umum adalah denda, baik

(kegiatan yang antara lain berkaitan dengan

ditentukan secara maksimum dalam jumlah

adanya pemindahan hak dari satu pihak ke pihak

tertentu atau dengan menentukan tingkat

lainnya) akan tetapi cara pembayaran terkait

persentase tertentu dari total nilai transaksi.

dengan transaksi tersebut yang akan diatur, jadi

Umumnya denda yang dikenakan terhadap suatu

bukan membatasi transaksinya.

korporasi lebih tinggi dari denda untuk perorangan.

50

Khusus untuk negara bagian Lousiana-US, selain

Terkait dengan aspek infra struktur hal ini

sanksi denda juga dapat dikenakan sanksi

membutuhkan kerja panjang dan cermat, biaya

kurungan minimal 15 hari maksimum 3 bulan.

yang tidak sedikit untuk menyiapkan berbagai

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

instrumen baik yang bersifat fisik seperti gedung,

transaksi yang dibatasi, jenis transaksi yang dibatasi

sarana transportasi.

(bertahap atau serta merta bagi semua transaksi).

2. Implikasi Pembatasan dan Mitigasinya (Pengawasan dan Law Enforcement), sebagai berikut:

3. Diperlukan sistem koordinasi dan pembagian kewenangan yang jelas antar lembaga penegak hukum di berbagai sektor yang berkaitan dengan

Implikasi Positif Pembatasan Transaksi Tunai:

pembatasan transaksi tunai, supaya tidak terjadi

Implikasi positif dari pembatasan transaksi tunai

tumpang tindih penegakan hukumnya.

antara lain: efisiensi dalam transaksi keuangan, penghematan anggaran pencetakan uang dan biaya pengamanannya, peningkatan kegiatan dan pembangunan ekonomi, memudahkan pengawasan terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan, dan penekanan tingkat inflasi. Implikasi Negatif Pembatasan Transaksi Tunai: a. Kurang memadainya ketersediaan infrastruktur keuangan. b. Budaya masyarakat tertentu yang belum akrab dengan perbankan dan alat pembayaran nontunai. c. Bahaya kejahatan cybercrime terhadap transaksi non-tunai. d. Kredit Macet/Wanprestasi penggunaan kartu kredit/kartu prabayar. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, beberapa rekomendasi terkait rencana pengaturan pembatasan transaksi tunai di Indonesia adalah sbb: 1. Rencana pembatasan transaksi tunai dapat diberlakukan apabila seluruh prasyarat pembatasannya sudah terpenuhi, baik prasyarat hukum, ekonomi, sosial, dan infrastruktur. Apabila prasyarat tidak terpenuhi, namun tetap dilaksanakan maka pembatasan tersebut akan berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. 2. Bentuk pengaturan rencana pembatasan transaksi tunai sebaiknya adalah undang-undang tersendiri dengan sanksi administratif sebagai sarana penegakan undang-undangnya, perlu dilakukan kajian lebih spesifik perihal jumlah nominal

51

DAFTAR PUSTAKA

BUKU Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004 Asian Development Bank, Manual on Countering Money Laundering and The Financing of Terrorism, 2003 Ahmad Zainuri, Akar Kultural Korupsi di Indonesia, Sawangan: CV. Cahaya Batu Sawangan, 2007 Andri Gunawan, Erwin Natosmal Oemar, dan Refki Saputra, Membatasi Transaksi Tunai Peluang dan Tantangan, Jakarta: Penerbit Indonsian Round Table, 2013 Bambang Pramono, Tri Yanuarti Pipih D. Purusitawati, Yosefin Tyas Emmy D.K., Dampak Pembayaran Non-tunai Terhadap Perekonomian Dan Kebijakan Moneter, Working Paper No. 11 Bank Indonesia, 2006 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta: Kencana, 2007 BII, Modul BII: Aspek Hukum Perbankan, 2008 Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Pengantar Sistem Pembayaran, 2011 Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary (Sixth Edition), St. Paul Minn. West Publishing Co., 1990 Boediono, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2, Ekonomi Makro Edisi 4, Yogyakarta: BPFE, 2005 Buku Saku Korupsi, Memahami Untuk Membasmi, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, 2003 Cheong-Ann Png, ADB’s Role in Anti Anti-Money Laundering and Combating the Financing of Terrorism, 2007 Dias, J., M.J. Silva., and M.H.A. Dias, The Demand for Digital Money and Its Impact on the Economy, Brazilian Electronic Journal of Economics, Vol. 2. No.2, 1999 Davis Glyn, A History of Money from Ancient times to the Present day, dalam Kerangka acuan Penelitian mengenai Pembatasan transaksi Tunai di Indonesia, 2002 Ernesto U Savona dkk, Use of Cash Payments for Money Loundering Purposes. European Commision and Transcrime, 2003 Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), Forty Recommendations, 1996

52

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Gilmore, William C, Dirty Money: The Evolution of Money Laundering Countermeasures, Belgium: Council of Europe Publishing, 1999 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006 McDonnell Rick, Regional Implementation, Regional Conference on Combating Money Laundering and Terrorist Financing, Regional Money Laundering Conference, 2002 Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan (Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan) Jilid 1, Yogyakarta: Kanisius, 2007 Mark Pieth & Gemma Aiolfi, A Comparative Guide to Anti-Money Laundering, Northampton: Edward Elgar Publishing, 2004 N.H.T Siahaan, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Jakarta: Jala Pertama, 2008 Philips Darwin, Money Laundering: Cara Memahami Dengan Tepat dan Benar Soal Pencucian Uang, Sinar Ilmu Reference Guide to Anti-Money Laundering and Combating the Financing of Terrorism,The World Bank and International Monetary Fund, 2003. Syafril and Djasni Salim, Ilmu Pengetahuan Sosial Ekonomi, Jakarta: Bumi Aksara, 2003 Syed Hussein Alatas, (1986), Sosiologi Korupsi (Judul Asli The Sociology of Corruption), diterjemahkan oleh Al Ghoxzie Usman, LP3ES Jakarta. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Cet-1, Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2010 Taufiq St. Makmur, Obat Anti Korupsi; Menyingkap Watak Korupsi dan Kiat-Kiat Menghindarinya, Penerbit Keokoesan, 2007 T. Gilarso, SJ, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Yogyakarta: Penerbit Kanisisus, 2004 Thamrin Abdullah & Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta, Rajawali Pers, 2012 Zulkarnaen dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Konstitusi, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

53

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/27/PBI/2012 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/3/PBI/2012 Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001

WEBSITE Akbar, Patrialis, Wah Patrialis Sebut Singapura Minta Wilayah Indonesia Sebagai Syarat Perjanjian Ekstradisi, Bank Indonesia, Prinsip Mengenal Nasabah dan Anti Pencucian Uang, Bank Indonesia, Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank, Ibrahim Qamarius, Pembatasan Transaksi Tunai Solusi Pemberantasan Korupsi dan Pencucian Uang Lainnya, Edi Nasution, Memahami Praktik Pencucian Uang Hasil Kejahatan, Ferthi Srikandi S, Trik Baru’Cuci Uang Melalui Transaksi Tunai’, Fu Peng, Vietnam to limit use of cash for large transactions, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, http://www.kejaksaan.go.id

54

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, http://www.depkumham.go.id Kepolisian Negara Republik Indonesia, http://www.polri.go.id Komisi Hukum Nasional, http://www.komisihukum.go.id Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, http://www.kpk.go.id Mahkamah Agung Republik Indonesia, http://www.mahkamahagung.go.id Leo Wisnu S & Fajar Reyhan Apriansyah, Rentetan Hambatan Pembatasan Transaksi Tunai, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51bed3940700e/rentetan-hambatan-pembatasan-transaksi-tunai Nielsen, Kepercayaan Masyarakat Terhadap Perbankan Semakin Tinggi, <www.investor.co.id> Nur Alfiah, Begini Cara Jenderal Djoko Cuci Uang, Peter Lilley, Dirty Dealing: The Untold Truth about Global Money Laundering, International Crime and Terrorism, edisi kedua, London and Sterling, VA: Kogan Page Limited, 2003, hal 1 dalam Edi Nasution, Memahami Praktik Pencucian Uang Hasil Kejahatan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, The Asia/Pacific Group on Money Laundering, , Uang Empat Kardus Diserahkan untuk Anggota DPR, http://wartakota.tribunnews.com/detil/berita/142323/ , , , , http://ww.cec.consumo-inc.es/adjuntos/documentos , PPATK: Mendesak, UU Pembatasan Maksimal Transaksi Tunai, http://www.portalkbr.com , , , Hasil Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa internet indonesia (APJii), Tanpa Nama, Peran Bank Sentral sebagai Otoritas Moneter, , Ayo Menabung Bidik 80 juta Nasabah Baru,

55

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

United Nation, Yuliana, Salah Satu Peraturan Yang Dikeluarkan Bank Indonesia Tentang Perbankan, William Booth, Mexico targets money laundering with plan to limit cash transactions, Washington Post,

56

DAFTAR PERATURAN BANK INDONESIA (PBI) JANUARI - JUNI 2015

No.

Peraturan

Nomor Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI)

Satker

Perihal

1.

17/1/PBI/2015

LNRI : 20

DPU

Peraturan Bank Indonesa Nomor 17/1/PBI/2015 tanggal 30 Januari 2015 tentang Jumlah dan Nilai Nominal Uang Rupiah yang Dimusnahkan Tahun 2014

2.

17/2/PBI/2015

LNRI : 68 dan TLNRI : 5681

DPM

Suku Bunga Penawaran AntarBank

3.

17/3/PBI/2015

LNRI : 70 dan TLNRI : 5683

DPU

Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

4.

17/4/PBI/2015

LNRI : 87 dan TLNRI : 5693

DKMP

Pasar Uang AntarBank Berdasarkan Prinsip Syariah

5.

17/5/PBI/2015

LNRI : 115 dan TLNRI : 5700

DPM

Perubahan Keempat Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003 Tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum

6.

17/6/PBI/2015

LNRI : 116 dan TLNRI : 5701

DPM

Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Domestik

7.

17/7/PBI/2015

LNRI : 117 dan TLNRI : 5702

DPM

Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/17/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Asing

8.

17/8/PBI/2015

LNRI : 121 dan TLNRI : 5703

DKEM

Pengaturan dan Pengawasan Moneter

9.

17/9/PBI/2015

LNRI : 122 dan TLNRI : 5704

DKSP

Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia

10.

17/10/PBI/2015

LNRI :

DKMP

Rasio Loan To Value Atau Rasio Financing To Value Untuk Kredit Atau Pembiayaan Properti Dan Uang Muka Untuk Kredit Atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor

dan TLNRI :

57

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Nomor Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI)

Satker

Perihal

11.

17/11/PBI/2015

LNRI : 152 dan TLNRI : 5712

DKMP

Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah Dan valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional

12.

17/12/PBI/2015

LNRI : 153 dan TLNRI : 5713

DPUM

Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

58

DAFTAR SURAT EDARAN (SE) BANK INDONESIA JANUARI - JUNI 2015 No.

Peraturan

Tanggal

Satker

Perihal

1.

17/1/DSta

26 Januari 2015

DSta

Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/31/DPNP Tanggal 31 Oktober 2012 Perihal Laporan Kantor Pusat Bank Umum

2.

17/2/DSta

27 Januari 2015

DSta

Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum

3.

17/3/DSta

6 Maret 2015

DSta

Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank

4.

17/4/DSta

6 Maret 2015

DSta

Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Rencana Utang Luar Negeri dan Perubahan Rencana Utang Luar Negeri

5.

17/5/DSta

30 Maret 2015

DSta

Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum

6.

17/6/DPM

31 Maret 2015

DPM

Suku Bunga Penawaran AntaBank

7.

17/7/DPM

14 April 2015

DPM

Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM Tanggal 31 Maret 2008 Perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang

8.

17/8/DPM

20 Mei 2015

DPM

Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka

9.

17/9/DPM

20 Mei 2015

DPM

Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/13/DPM tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing

10.

17/10/DKMP

29 Mei 2015

DKMP

Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah

11.

17/11/DKSP

1 Juni 2015

DKSP

Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

12.

17/12/DPSP

5 Juni 2015

DPSP

Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong

59

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Tanggal

Satker

13.

17/13/DPSP

5 Juni 2015

DPSP

Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia

14.

17/14/DPSP

5 Juni 2015

DPSP

Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

15.

17/15/DPM

12 Juni 2015

DPM

Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM Perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik

16.

17/16/DPM

12 Juni 2015

DPM

Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.16/15/DPM perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing

17.

17/17/DKMP

26 Juni 2015

DKMP

Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional

18.

17/18/DKEM

30 Juni 2015

DKEM

Perubahan atas Surat Edaran Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank

60

Perihal

RINGKASAN PERATURAN BANK INDONESIA (PBI) JANUARI - JUNI 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan

1.

17/1/PBI/2015

Peraturan Bank Indonesa Nomor 17/1/PBI/2015 tanggal 30 Januari 2015 tentang Jumlah dan Nilai Nominal Uang Rupiah yang Dimusnahkan Tahun 2014

1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini merupakan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/1/PBI/2015 tentang Jumlah dan Nilai Nominal Uang Rupiah yang Dimusnahkan Tahun 2014. 2. PBI ini merupakan ketentuan yang diterbitkan untuk menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan PBI Nomor 14/7/PBI/2012 tentang Pengelolaan Uang Rupiah yang mengatur jumlah dan nilai nominal uang Rupiah yang dimusnahkan oleh Bank Indonesia ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) secara periodik setiap 1 (satu) tahun sekali. 3. Hal-hal yang diatur dalam PBI ini meliputi: a. Kriteria uang Rupiah yang dimusnahkan oleh Bank Indonesia; b. Pemusnahan uang Rupiah dituangkan dalam suatu berita acara; c. Tata cara pemusnahan uang Rupiah; d. Informasi jumlah dan nilai nominal uang Rupiah yang dimusnahkan ditempatkan dalam LNRI secara periodik, yakni 1 (satu) tahun sekali; e. Data uang Rupiah yang dimusnahkan menurut jenis pecahan, jumlah bilyet dan/atau keping dan nilai nominal, serta disajikan per triwulan; f. Periode informasi uang Rupiah yang dimusnahkan adalah tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 yang tercantum dalam lampiran PBI. 4. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggal 30 Januari 2015

2.

17/2/PBI/2015

Suku Bunga Penawaran AntarBank

I. Latar belakang dan Tujuan Dalam rangka memperkuat stabilitas moneter dan sistem keuangan domestik guna mendukung pencapaian tujuan Bank Indonesia, Bank Indonesia berupaya mendorong terciptanya pasar uang yang likuid dan dalam melalui ketersediaan suku bunga referensi yang kredibel yang dapat digunakan oleh pelaku pasar dalam berbagai transaksi

61

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan keuangan. Sebagai perwujudan dari upaya tersebut, Bank Indonesia meningkatkan transparansi pembentukan suku bunga referensi dengan melakukan pengaturan terhadap Suku Bunga Penawaran Antarbank. Melalui transparansi pengaturan, diharapkan dapat meningkatkan kredibilitas Suku Bunga Penawaran Antarbank (Jakarta Interbank Offered Rate/JIBOR), yang pada akhirnya mendorong pendalaman pasar keuangan domestik dan memperkuat stabilitas moneter dan sistem keuangan domestik. II. Materi Pengaturan 1. Bank Indonesia menetapkan bank-bank yang menjadi bank kontributor yang memberikan suku bunga indikasi yang digunakan dalam perhitungan Suku Bunga Penawaran Antarbank. 2. Bank Indonesia mengatur kewajiban pelaporan suku bunga indikasi bagi Bank Kontributor, yang tata caranya mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan harian bank umum. 3. Bank Kontributor menyampaikan suku bunga indikasi berupa offer rate dan bid rate, dengan memperhatikan spread antara keduanya. 4. Suku bunga indikasi yang disampaikan oleh bank kontributor dapat ditransaksikan oleh sesama bank kontributor. Bank Kontributor wajib menerima permintaan transaksi dari bank kontributor lain, sepanjang dalam batasan waktu dan batasan tertentu. 5. Pelanggaran terkait pelaporan akan dikenakan sanksi mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan harian bank umum, sementara pelanggaran terhadap kewajiban pemenuhan transaksi akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.

3.

62

17/3/PBI/2015

Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini merupakan PBI Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. PBI ini merupakan ketentuan yang diterbitkan untuk mewujudkan kedaulatan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan untuk mendukung tercapainya kestabilan nilai tukar Rupiah. 3. Hal-hal yang diatur dalam PBI ini meliputi: a. Setiap pihak, baik orang perorangan atau korporasi, wajib menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi tunai dan/atau transaksi nontunai di wilayah NKRI.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan b. Pengecualian kewajiban penggunaan Rupiah yang meliputi: 1) transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan APBN; 2) penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri; 3) transaksi perdagangan internasional; 4) simpanan di bank dalam bentuk valuta asing; atau 5) transaksi pembiayaan internasional. c. Selain pengecualian sebagaimana dimaksud pada huruf b, kewajiban penggunaan Rupiah juga tidak berlaku untuk transaksi dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang meliputi: 1) kegiatan usaha dalam valuta asing yang dilakukan oleh Bank berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan dan perbankan syariah; 2) transaksi surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah dalam valuta asing di pasar perdana dan pasar sekunder berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai surat utang negara dan surat berharga syariah negara; dan 3) transaksi lainnya dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang. d. Larangan untuk menolak Rupiah kecuali terdapat keraguan atas keaslian Rupiah atau pembayaran/ penyelesaian kewajiban dalam valuta asing telah diperjanjikan tertulis. e. Perjanjian tertulis hanya dapat dilakukan untuk: 1) transaksi yang dikecualikan dari kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia ini; atau 2) proyek infrastruktur strategis dan mendapat persetujuan Bank Indonesia. f. Dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah, pelaku usaha wajib mencantumkan harga barang dan/atau jasa hanya dalam Rupiah g. Bank Indonesia berwenang untuk meminta laporan, keterangan, dan/atau data kepada setiap pihak yang terkait dengan pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah dan kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa. Pihak dimaksud wajib menyampaikan laporan, keterangan, dan/atau data yang diminta oleh Bank Indonesia. h. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap kepatuhan setiap pihak dalam melaksanakan kewajiban penggunaan Rupiah dan kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa.

63

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan i. Kegiatan usaha jual beli valuta asing yang dilakukan oleh pedagang valuta asing yang telah memperoleh izin Bank Indonesia dan pembawaan uang kertas asing keluar atau masuk NKRI yang dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan tidak dikategorikan sebagai transaksi yang wajib menggunakan Rupiah. j. Dalam melaksanakan Peraturan Bank Indonesia ini Bank Indonesia dapat melakukan koordinasi dan kerja sama dengan pihak lain. k. Dalam hal terdapat permasalahan bagi pelaku usaha dengan karakteristik tertentu terkait pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi nontunai, Bank Indonesia dapat mengambil kebijakan tertentu dengan tetap memperhatikan kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini. l. Terhadap pelanggaran atas: i) kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi tunai; dan/atau ii) larangan menolak Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, berlaku ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. m. Pelanggaran kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi nontunai dikenakan sanksi administratif, meliputi 1) teguran tertulis; 2) denda berupa kewajiban membayar (1% dari nilai transaksi paling banyak sebesar Rp1 Miliar); dan/atau 3) larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran. n. Pelanggaran atas kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah dan kewajiban penyampaian laporan, keterangan, dan/atau data dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. o. Selain mengenakan sanksi administratif, Bank Indonesia dapat merekomendasikan kepada otoritas yang berwenang untuk melakukan tindakan sesuai dengan kewenangannya. p. Perjanjian tertulis mengenai pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valuta asing selain 1) transaksi yang dikecualikan; atau 2) proyek infrastruktur strategis dan telah mendapatkan persetujuan Bank Indonesia yang dibuat sebelum tanggal 1 Juli 2015, tetap berlaku sampai berakhirnya perjanjian tersebut. Perpanjangan dan/atau perubahan atas perjanjian tertulis dimaksud harus tunduk pada Peraturan Bank Indonesia ini.

64

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan q. Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia ini diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia. r. Ketentuan mengenai kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi nontunai mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2015. 4. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

4.

17/4/PBI/2015

Pasar Uang AntarBank Berdasarkan Prinsip Syariah

I. Latar belakang dan Tujuan Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter, yang antara lain dilakukan melalui pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah, dan untuk mendorong ketahanan industri keuangan syariah, khususnya perbankan syariah, Bank Indonesia mengembangkan pasar uang antarbank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS). Oleh karena itu, Bank Indonesia mengatur kembali instrumen dan mekanisme transaksi di PUAS, serta menambah alternatif transaksi berupa transaksi surat berharga syariah (SBS) dengan janji membeli kembali (repurchase agreement) berdasarkan prinsip syariah (Transaksi Repo Syariah). II. Materi Pengaturan 1. Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Umum Konvensional (BUK) dapat menjadi peserta PUAS dan dapat melakukan transaksi langsung atau menggunakan Perusahaan Pialang Pasar Uang. 2. Instrumen PUAS hanya dapat diterbitkan oleh BUS dan UUS, sedangkan BUK hanya dapat melakukan penanaman dana dan instrumen PUAS yang dapat ditransaksikan oleh peserta PUAS adalah instrumen yang telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai instrumen PUAS tersebut. 3. BUS dan UUS dapat mengajukan usulan Instrumen PUAS baru kepada Bank Indonesia apabila telah memperoleh fatwa dari Dewan Syariah Nasional. Apabila disetujui oleh Bank Indonesia, maka Bank Indonesia akan menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia. 4. Transaksi Repo Syariah wajib menggunakanSurat Berharga Syariah (SBS), dan SBS yang hendak direpokan wajib menggunakan mekanisme Transaksi Repo Syariah. SBS dalam hal ini adalah SBS yang diterbitkan oleh pemerintah atau korporasi.

65

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 5. Transaksi PUAS wajib dilaporkan mengacu pada ketentuan pelaporan Bank Indonesia. 6. Bank Indonesia menetapkan sanksi kepada peserta PUAS yang mentransaksikan Instrumen PUAS yang belum diatur oleh Bank Indonesia, peserta PUAS yang tidak menggunakan SBS dalam Transaksi Repo Syariah, atau peserta PUAS yang merepokan SBS tidak dengan mekanisme Transaksi Repo Syariah.

5.

17/5/PBI/2015

Perubahan Keempat Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003 Tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum

I. Latar belakang dan Tujuan Dalam rangka mendukung kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan diperlukan percepatan pendalaman pasar keuangan melalui salah satunya peningkatan fleksibilitas transaksi dan likuiditas pasar valuta asing domestik dengan tetap memperhatikan penerapan prinsip kehati-hatian dalam perbankan. Sehubungan dengan hal tersebut, perubahan keempat PBI Posisi Devisa Neto Bank Umum, khususnya terkait dengan penghapusan pengaturan PDN 30 Menit, ditujukan untuk memberikan ruang gerak yang memadai bagi perbankan untuk mengelola eksposur valuta asing dengan tetap berpedoman pada prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang handal, sehingga dapat tercipta likuiditas dan efisiensi pasar valuta asing domestik yang sehat. II. Materi Pengaturan Pasal 3 dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003 tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan PBI Nomor 12/10/PBI/2010 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003 tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum, dihapus.

6.

66

17/6/PBI/2015

Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Domestik

I. Latar belakang dan Tujuan PBI ini diterbitkan dalam rangka mendukung percepatan pendalaman pasar valuta asing domestik, diperlukan peningkatan likuiditas dan variasi instrumen di pasar keuangan. Upaya percepatan ini juga dilakukan dengan memperhatikan dampaknya terhadap stabilitas nilat tukar dan sistem keuangan, sehingga kondisi pasar kondusif bagi pelaku ekonomi untuk melakukan lindung nilai.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan Selanjutnya, diharapkan pelaku pasar terdorong untuk semakin baik dalam mengelola risiko, khususnya risiko pasar, melalui transaksi lindung nilai. Pada akhirnya, diharapkan tercapai efisiensi pasar valuta asing domestik dan ketahanan yang tinggi terhadap gejolak. II. Materi Pengaturan 1. Definisi Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah Bank mencakup pula Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap Rupiah dalam bentuk Cross-Currency Swap disamping bentuk lainnya yang telah diatur. 2. Dalam melakukan Transaksi Valas terhadap Rupiah, bank wajib: a. Memiliki pedoman tertulis; b. Memenuhi ketentuan otoritas perbankan yang mengatur kategori bank yang dapat melakukan transaksi valuta asing; c. Menerapkan manajemen risiko secara efektif; d. Melakukan self assesment mengenai kesiapan manajemen risiko bank; e. Melakukan mark-to-market untuk Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap Rupiah; f. Memberikan edukasi tentang Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap Rupiah. 3. Cakupan underlying transaksi meliputi juga perkiraan pendapatan dan biaya (income and expense estimation) 4. Pemberian kredit/pembiayaan untuk kegiatan perdagangan dan investasi dapat menjadi underlying transaksi dari Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap Rupiah dalam rangka lindung nilai.

7.

17/7/PBI/2015

Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/17/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Asing

I. Latar belakang dan Tujuan PBI ini diterbitkan dalam rangka mendukung percepatan pendalaman pasar valuta asing domestik, diperlukan peningkatan likuiditas dan variasi instrumen di pasar keuangan. Upaya percepatan ini juga dilakukan dengan memperhatikan dampaknya terhadap stabilitas nilat tukar dan sistem keuangan, sehingga kondisi pasar kondusif bagi pelaku ekonomi untuk melakukan lindung nilai. Selanjutnya, diharapkan pelaku pasar terdorong untuk semakin baik dalam mengelola risiko, khususnya risiko pasar, melalui transaksi lindung nilai. Pada akhirnya,

67

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan diharapkan tercapai efisiensi pasar valuta asing domestik dan ketahanan yang tinggi terhadap gejolak. II. Materi Pengaturan 1. Definisi Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah Bank mencakup pula Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap Rupiah dalam bentuk Cross-Currency Swap disamping bentuk lainnya yang telah diatur. 2. Dalam melakukan Transaksi Valas terhadap Rupiah, bank wajib: a. Memiliki pedoman tertulis; b. Memenuhi ketentuan otoritas perbankan yang mengatur kategori bank yang dapat melakukan transaksi valuta asing; c. Menerapkan manajemen risiko secara efektif; d. Melakukan self assesment mengenai kesiapan manajemen risiko bank; e. Melakukan mark-to-market untuk Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap Rupiah; f. Memberikan edukasi tentang Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap Rupiah. 3. Cakupan underlying transaksi meliputi juga perkiraan pendapatan dan biaya (income and expense estimation) 4. Pengaturan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu untuk Transaksi Derivatif Valuta Asing terhadap Rupiah dihapuskan.

8.

17/8/PBI/2015

Pengaturan dan Pengawasan Moneter

Latar Belakang Pengaturan: 1. Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah, salah satu tugas Bank Indonesia adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Kebijakan moneter yang efektif sangat diperlukan untuk mencapai dan memelihara stabilitas moneter, baik secara internal maupun secara eksternal. 2. Tugas Bank Indonesia di bidang moneter tersebut perlu dibarengi dengan pengaturan dan pengawasan di bidang moneter agar kestabilan moneter dapat terjaga, kebijakan moneter dapat lebih efektif, risiko di bidang moneter dapat dicegah dan dikurangi, dan ketentuan di bidang moneter dapat dipastikan untuk dipenuhi oleh setiap orang (orang perseorangan dan korporasi, baik bank maupun non-bank).

68

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan Substansi Pengaturan: 1. Bank Indonesia melakukan pengaturan moneter dalam rangka: a. mencapai dan memelihara stabilitas moneter; b. memastikan efektivitas Kebijakan Moneter; dan c. mencegah dan mengurangi risiko di bidang moneter. 2. Pengaturan moneter tersebut mencakup antara lain: a. suku bunga; b. nilai tukar; c. likuiditas; d. lalu lintas devisa; dan e. pasar uang dan pasar valuta asing. Ketentuan mengenai pelaporan termasuk di dalamnya. 3. BankIndonesia melakukan pengawasan moneter dalam rangka: a. memastikan kepatuhan terhadap ketentuan di bidang moneter; dan b. mencegah dan mengurangi risiko di bidang moneter. 4. Pengawasan moneter dilakukan melalui: a. pengawasan tidak langsung; dan b. pemeriksaan. 5. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan pemeriksaan untuk dan atas nama Bank Indonesia. Pihak lain yang ditugaskan oleh Bank Indonesia antara lain akuntan publik dan penilai publik Dalam hal ini, pihak lain tersebut wajib untuk menjaga kerahasiaan data, informasi, dan keterangan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan. 6. Terdapat kewajiban setiap orang antara lain untuk: a. mematuhi ketentuan Bank Indonesia di bidang moneter. b. menyediakan dan menyampaikan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperlukan oleh Bank Indonesia dalam kegiatan pengawasan tidak langsung Bank Indonesia serta bertanggung jawab atas kebenaran data, informasi, dan /atau keterangan yang disampaikan tersebut. c. memberikan dokumen dan/atau data, informasi dan keterangan yang berkaitan dengan kegiatan yang diperiksa, baik lisan maupun tertulis, akses terhadap sistem informasi dan/atau hal lain yang diperlukan dalam kegiatanpemeriksaan Bank Indonesia. d. melaksanakan tindak lanjut atas hasil pengawasan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia.

69

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 7. Sehubungan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh setiap orang atas kewajiban yang terkait dengan: a. Pelanggaran terhadap ketentuan pengaturan di bidang moneter dan/atau pengawasan tidak langsung dikenakan sanksi sesuai dengan PBI yang terkait. b. Pelanggaran terhadap kewajiban terkait pemeriksaan dan/atau kewajiban melaksanakan tindak lanjut atas hasil pengawasan moneter dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan tetap wajib memenuhi ketentuan. c. Dalam hal setelah dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, orang perseorangan dan korporasi non-bank tetap melanggar kewajiban terkait dengan pemeriksaan dan tindak lanjut pemeriksaan, Bank Indonesia menyampaikan informasi mengenai pengenaan sanksi administratif kepada pihak-pihak terkait, antara lain: i. Kreditor; ii. Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bagi korporasi BUMN; iii. Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Pajak; iv. Otoritas Jasa Keuangan (OJK); dan/atau v. Bursa Efek Indonesia (BEI), bagi korporasi publik yang tercatat di BEI. d. Dalam hal setelah dikenakan sanksi teguran tertulis, Bank tetap melanggar kewajiban terkait dengan pemeriksaan dan tindak lanjut pemeriksaan, Bank dapat dikenakan sanksi berupa: i. pembatasan dan/atau larangan keikutsertaan dalam operasi moneter; ii. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK); iii. perubahan status kepesertaan dalam Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (RTGS) dari status aktif menjadi ditangguhkan (suspended); dan/atau iv. penghentian sementara dalam Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia; e. Bank Indonesia menyampaikan informasi kepada OJK mengenai pengenaan sanksi kepada Bank. 8. Pelanggaran kewajiban menjaga kerahasiaan yang dilakukan oleh pihak yang ditugaskan oleh Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan, akan diberikan sanksi administratif berupa:

70

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan a. teguran tertulis; b. rekomendasi untuk dikeluarkan dari daftar profesi yang memberikan jasa di sektor keuangan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang; dan/atau c. rekomendasi pencabutan izin usaha kepada instansi yang berwenang

9.

17/9/PBI/2015

Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia

I. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan kliring antar Bank yang efisien, lancar, dan aman, Bank Indonesia menyempurnakan penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang telah digunakan sejak 2005 antara lain dengan melakukan: a. perluasan akses kepesertaan yang tidak terbatas pada Bank Umum; b. penambahan jasa layanan transaksi yang bersifat rutin; c. sentralisasi penyelenggaraan Layanan Kliring Warkat Debit; dan d. peningkatan perlindungan kepada nasabah Peserta SKNBI. Dengan adanya penyempurnaan tersebut, Bank Indonesia mengatur kembali pengaturan dalam penyelenggaraan SKNBI dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia. II. Materi Pengaturan 1. Penyelenggara SKNBI adalah Bank Indonesia c.q. Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran. 2. Penyelenggaraan SKNBI terdiri atas 4 (empat) layanan yaitu: a. Layanan Transfer Dana, yaitu layanan dalam SKNBI yang memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu) pengirim kepada 1 (satu) penerima. b. Layanan Kliring Warkat Debit, yaitu layanan dalam SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana yang dilakukan antar Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada 1 (satu) penerima tagihan, disertai dengan fisik Warkat Debit. c. Layanan Pembayaran Reguler, yaitu layanan dalam SKNBI yang memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu) atau beberapa pengirim kepada 1 (satu) atau beberapa penerima.

71

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan

3.

4.

5.

6.

72

d. Layanan Penagihan Reguler, yaitu layanan dalam SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada beberapa penerima tagihan. Pihak yang dapat menjadi Peserta SKNBI adalah: (i) Bank Indonesia; (ii) Bank Umum; dan (iii) Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank. Khusus untuk Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank, keikutsertaannya dalam SKNBI hanya terbatas pada Layanan Transfer Dana dan Layanan Pembayaran Reguler. Berdasarkan jenis kepesertaan, Peserta SKNBI terdiri atas: a. Peserta Langsung Utama (PLU), yaitu Peserta yang mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara langsung dengan menggunakan infrastruktur SKNBI dan Setelmen Dana dilakukan ke Rekening Setelmen DanaPeserta yang bersangkutan. b. Peserta Langsung Afiliasi (PLA), yaitu Peserta yang mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara langsung dengan menggunakan infrastruktur SKNBI dan pelaksanaan Setelmen Dana dilakukan melalui bank pembayar. c. Peserta Tidak Langsung (PTL), yaitu Peserta yang mengirimkan DKE ke Penyelenggara dan pelaksanaan Setelmen Dana dilakukan melalui bank penerus Status Peserta SKNBI dibedakan menjadi 4 (empat), yaitu: a. aktif, yaitu Peserta dapat melakukan seluruh kegiatan dalam layanan SKNBI sesuai hak dan akses dari Peserta yang bersangkutan; b. ditangguhkan, yaitu Peserta dibatasi kegiatannya dalam layanan SKNBI dan dapat diberlakukan secara independen; c. dibekukan, yaitu Peserta dihentikan sementara kegiatannya dalam seluruh layanan SKNBI; dan d. dihentikan, yaitu Peserta dihentikan keikutsertaannya secara tetap dan tidak dapat diaktifkan kembali sebagai Peserta. Peserta wajib penyediaan Prefund dalam rangka memenuhi kewajibannya dalam penyelenggaraan SKNBI, yang terdiri atas: a. Prefund Kredit, untuk memenuhi kewajiban dalam Layanan Transfer Dana dan Layanan Pembayaran Reguler; dan b. Prefund Debit untuk memenuhi kewajiban dalam Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 7. Dengan dilakukannya sentralisasi pada penyelenggaraan Kliring Debit maka Penyelenggara Kliring Lokal beralih fungsi menjadi pihak yang melakukan pertukaran Warkat Debit. 8. Dalam rangka meningkatkan perlindungan kepada nasabah penguna SKNBI, antara lain diatur hal-hal sebagai berikut: a. menetapkan batas paling banyak biaya transaksi yang dikenakan oleh Peserta kepada nasabah; b. kewajiban Peserta pengirim untuk meneruskan perintah transfer dana kepada Peserta penerima melalui Layanan Transfer Dana paling lama 2 (dua) jam setelah Peserta pengirim melakukan pengaksepan; c. kewajiban Peserta penerima untuk meneruskan dana kepada nasabah penerima paling lama 2 (dua) jam setelah Penyelenggara melakan Setelmen Dana. 9. Implementasi penyelenggaraan layanan dalam SKNBI dilakukan secara bertahap. Tahapan implementasi akan diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia 10. Bank Indonesia menetapkan sanksi administratif berupa (i) teguran tertulis; (ii) kewajiban membayar; dan/atau (iii) penurunan status kepesertaan, apabila Peserta tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam PBI ini. 11. Penyelenggara melakukan pemantau kepatuhan Peserta dan pihak selain kantor Bank Indonesia yang melaksanakan pertukaran Warkat Debit terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 12. Khusus untuk pengenaan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran: a. Pengisian kode kota awal pada saat pembuatan DKE oleh Peserta pengirim; b. batas waktu penerusan perintah transfer dana oleh Peserta pengirim dalam Layanan Transfer Dana; dan c. batas waktu penerusan dana kepada nasabah Penerima oleh Peserta penerima dalam Layanan Transfer Dana. diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2016.

10.

17/10/PBI/2015

Rasio Loan To Value Atau Rasio Financing To Value Untuk Kredit Atau Pembiayaan Properti Dan Uang Muka Untuk Kredit Atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor

Latar Belakang Pengaturan: 1. Untuk menjaga pertumbuhan perekonomian nasional agar tetap berada pada momentum yang positif serta untuk mendorong berjalannya fungsi intermediasi perbankan maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap kebijakan makroprudensial secara proporsional dan terukur dalam

73

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan bentuk pelonggaran terhadap ketentuan perkreditan khususnya di sektor properti dan kendaraan bermotor. Pemberian kelonggaran didasarkan pada pertimbangan bahwa kedua sektor tersebut memiliki multiplier effect dan backward linkage yang cukup besar kepada sektorsektor ekonomi lainnya sehingga dampak lanjutannya diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. 2. Pelonggaran diberikan dalam bentuk peningkatan Rasio Loan to Value (LTV) atau Rasio Financing to Value (FTV) untuk kredit properti dan penurunan uang muka untuk kredit kendaraan bermotor. Disisi lain, untuk mengantisipasi dan sebagai upaya mitigasi risiko agar pelonggaran yang diberikan tidak serta merta meningkatkan potensi risiko kredit/pembiayaan, maka penerapan ketentuan LTV/FTV dan uang muka yang baru akan dikaitkan dengan kinerja bank dalam mengelola kredit/pembiayaan bermasalah. Substansi Pengaturan: 1. Pokok-pokok perubahan PBI mengenai LTV/FTV dan Uang Muka meliputi beberapa hal berikut: a. Perubahan besaran rasio LTV untuk Kredit Properti (KP) dan rasio FTV untuk Kredit Properti (KP) Syariah sebagaimana tabel berikut:

Kredit Properti & Kredit Properti Syariah Akad Murabahah & Istishna Tipe Properti (m2)

KP & KP Syariah I

II

III

Rumah Tapak 80%

70%

60%

Tipe 22 - 70

Tipe > 70

-

80%

70%

Tipe ≤ 21

-

-

-

Rumah Susun

74

Tipe > 70

80%

70%

60%

Tipe 22 - 70

90%

80%

70%

Tipe ≤ 21

-

80%

70%

Ruko/Rukan

-

80%

70%

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan

Kredit Properti Syariah Akad MMQ & IMBT Tipe Properti (m2)

KP & KP Syariah I

II

III

Rumah Tapak 85%

75%

65%

Tipe 22 - 70

Tipe > 70

-

80%

70%

Tipe ≤ 21

-

-

-

Rumah Susun Tipe > 70

85%

75%

65%

Tipe 22 - 70

90%

80%

70%

Tipe ≤ 21

-

80%

70%

Ruko/Rukan

-

80%

70%

b. Perubahan terhadap uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor (KKB dan KKB Syariah) sebagaimana tabel berikut: Bank Jenis Kendaraan

Konvensional Syariah

Roda 2

20%

20%

Roda 3 atau lebih non produktif

25%

25%

Roda 3 atau lebih produktif

20%

20%

2. Persyaratan penerapan rasio LTV/FTV yang lebih besar dan uang muka Kredit/pembiayaan bermotor yang lebih kecil sebagai berikut: a. Bank harus memiliki rasio kredit/pembiayaan bermasalah terhadap total kredit/pembiayaan secara bruto (gross) kurang dari 5%; b. Bank harus memiliki rasio kredit/pembiayaan properti terhadap total kredit/pembiayaan properti secara bruto (gross) kurang 5%; dan c. Bank harus memiliki rasio kredit/pembiayaan kendaraan bermotor bermasalah terhadap total kredit/pembiayaan bermotor secara bruto (gross) kurang dari 5%.

75

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 3. Apabila Bank tidak dapat memenuhi persyaratan rasio kredit/pembiayaan bermasalah, maka rasio LTV/FTV dan uang muka menjadi sebagai berikut:

Kredit Properti & Kredit Properti Syariah Akad Murabahah & Istishna Tipe Properti (m2)

KP & KP Syariah I

II

III

Rumah Tapak 70%

60%

50%

Tipe 22 - 70

Tipe > 70

-

70%

60%

Tipe ≤ 21

-

-

-

Rumah Susun Tipe > 70

70%

60%

50%

Tipe 22 - 70

80%

70%

60%

Tipe ≤ 21

-

70%

60%

Ruko/Rukan

-

70%

60%

Kredit Properti Syariah Akad MMQ & IMBT Tipe Properti (m2)

KP & KP Syariah I

II

III

Rumah Tapak 80%

70%

60%

Tipe 22 - 70

Tipe > 70

-

80%

70%

Tipe ≤ 21

-

-

-

Rumah Susun Tipe > 70

80%

70%

60%

Tipe 22 - 70

90%

80%

70%

Tipe ≤ 21

-

80%

70%

Ruko/Rukan

-

80%

70%

Sementara, besaran uang muka untuk kredit/pembiayaan bermotor menjadi sebagai berikut:

76

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan

Bank Jenis Kendaraan

Konvensional Syariah

Roda 2

25%

25%

Roda 3 atau lebih non produktif

30%

30%

Roda 3 atau lebih produktif

20%

20%

4. Selain pelonggaran rasio LTV/FTV dan uang muka, pelonggaran juga dilakukan terhadap jaminan yang diserahkan pengembang kepada bank dalam pemberian kredit/pembiayaan properti melalui mekanisme inden. Jaminan tersebut dapat berupa aset tetap, aset bergerak, bank guarantee, standby letter of credit dan/atau dana yang dititipkan dan/atau disimpan dalam escrow account di bank pemberi kredit/pembiayaan. Nilai jaminan yang diberikan paling kurang sebesar selisih antara komitmen kredit/pembiayaan dengan pencairan kredit/pembiayaan yang telah dilakukan oleh bank. Sementara itu, jaminan yang diberikan oleh pihak lain dapat berbentuk corporate guarantee, stand by letter of credit atau bank guarantee.

11.

17/11/PBI/2015

Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah Dan valuta Asing Bagi Bank Umum

Latar Belakang Pengaturan : 1. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang dilakukan melalui pertumbuhan kredit perbankan, dilakukan penyesuaian terhadap kebijakan GWM melalui perhitungan loan to deposit ratio. 2. Untuk memperjelas pengaturan mengenai kewajiban pemenuhan GWM bagi wilayah yang mengalami libur fakultatif. 3. Untuk memperjelas pengaturan kewajiban pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan merger atau konsolidasi, bank yang melakukan konversi kegiatan usaha dari bank umum konvensional menjadi bank syariah, dan bank yang mendapat izin melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.

77

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan Substansi Pengaturan : 1. Loan to funding ratio (LFR). a. Memasukkan komponen surat berharga yang diterbitkan bank dalam perhitungan loan to deposit ratio (LDR), sehingga formula LDR menjadi : Kredit / (DPK + Surat Berharga Yang diterbitkan Bank). b. Seiring berubahnya formula LDR, maka istilah LDR diganti menjadi loan to funding ratio (LFR). Adapun besaran dan parameter yang digunakan dalam perhitungan GWM LFR ditetapkan sebagai berikut : 1) Batas bawah LFR Target sebesar 78%. 2) Batas atas LFR Target sebesar 92%. 3) KPMM Insentif sebesar 14%. 4) Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1. 5) Parameter Disinsentif Atas sebesar 0,2. c. Mulai 1 Agustus 2015, batas atas LFR bank dapat menjadi sebesar 94% dalam hal bank memenuhi kriteria: 1) bank dapat memenuhi rasio kredit UMKM lebih cepat dari target waktu tahapan pencapaian Rasio Kredit UMKM sebagaimana ditetapkan dalam PBI No. 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; 2) rasio NPL total kredit bank secara bruto (gross) < 5%; dan 3) rasio NPL kredit UMKM bank secara bruto (gross) < 5%. d. Di lain pihak, mulai 1 Februari 2016 bank dapat dikenakan pengurangan jasa giro dalam hal bank tidak memenuhi kriteria sebagaimana huruf c, yaitu: 1) bank tidak dapat memenuhi rasio kredit UMKM sebagaimana ditetapkan dalam PBI No. 14/22/PBI/2012; 2) rasio NPL total kredit bank secara bruto (gross) ≥ 5%; atau 3) rasio NPL kredit UMKM bank secara bruto (gross) ≥ 5%. e. Adapun besarnya pengurang jasa giro sebagai berikut: 1) Dalam hal yang tidak dipenuhi adalah rasio kredit UMKM, maka pengurang jasa giro sebesar 0,5% + {0,1 x(rasio kredit UMKM yang ditetapkan – rasio kredit UMKM bank}. 2) Dalam hal rasio kredit UMKM dapat dipenuhi namun rasio NPL total kredit dan/atau rasio NPL UMKM ≥ 5%, maka pengurang jasa giro sebesar 0,5%.

78

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan f. Bank Indonesia dapat tidak mengenakan pengurang jasa giro terhadap bank yang sedang dikenakan pembatasan kegiatan usaha oleh OJK terkait dengan penyaluran kredit UMKM. Hal tersebut dilakukan atas dasar permintaan OJK. 2. Laporan surat berharga. a. Surat berharga yang digunakan dalam perhitungan LFR adalah surat berharga yang memenuhi kriteria : 1) diterbitkan bank dalam bentuk medium term notes (MTN), floating rate notes (FRN), dan obligasi selain obligasi subordinasi; 2) ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum (public offering); 3) memiliki peringkat yang diterbitkan lembaga pemeringkat dengan peringkat paling kurang setara dengan peringkat investasi; 4) dimiliki bukan bank baik penduduk dan bukan penduduk; dan 5) ditatausahakan di lembaga yang berwenang memberikan layanan jasa penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek. b. Bank menyampaikan informasi surat berharga yang digunakan dalam perhitungan LFR dalam suatu laporan kepada Bank Indonesia melalui sarana elektronik (email) dan/atau CD. c. Periode laporan surat berharga diatur sebagai berikut: 1) Laporan wajib disampaikan paling lambat 10 hari kerja pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. 2) Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan setelah batas akhir penyampaian laporan sampai dengan 5 hari kerja berikutnya. 3) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila bank belum menyampaikan laporan setelah batas waktu keterlambatan penyampaian laporan. d. Sanksi terkait laporan surat berharga : 1) Bank yang terlambat menyampaikan laporan dikenakan sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan. 2) Bank yang yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan dikenakan sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). e. Pengenaan sanksi tidak menghilangkan kewajiban bank untuk menyampaikan laporan surat berharga kepada Bank Indonesia.

79

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 3. Pemenuhan GWM bagi wilayah yang mengalami libur fakultatif. a. Dalam hal Bank Indonesia di wilayah tersebut tutup, maka bank yang berkantor pusat di wilayah tersebut tidak diwajibkan memenuhi GWM. b. Dalam hal Bank Indonesia di wilayah tersebut tetap beroperasi, maka : 1) Dalam hal bank yang berkantor pusat di wilayah tersebut beroperasi, maka bank tersebut wajib memenuhi GWM. 2) Dalam hal yang berkantor pusat di wilayah tersebut tutup dan menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Bank Indonesia maka bank tersebut tidak diwajibkan memenuhi GWM. 4. Pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan merger atau konsolidasi. a. Perhitungan GWM dalam Rupiah dan valuta asing tetap dilakukan secara terpisah sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi. b. Sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi, pemenuhan GWM dalam Rupiah dan valuta asing hanya dihitung untuk bank hasil merger atau konsolidasi. c. Perhitungan pemenuhan GWM dalam Rupiah dan valuta asing untuk bank hasil merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan menggunakan data gabungan Bank yang melakukan merger atau konsolidasi sampai dengan data bank hasil merger atau konsolidasi tersedia. d. Untuk data KPMM yang digunakan dalam perhitungan GWM sejak 1 hari kerja sebelum merger diperoleh dari Bank yang melakukan merger atau konsolidasi berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Bank atas penggabungan data yang digunakan dalam perhitungan KPMM masing-masing Bank sebelum tanggal efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi. e. Dalam hal Bank Indonesia memberikan jasa giro atau mengenakan sanksi kepada bank yang menggabungkan diri atau bank yang meleburkan diri setelah tanggal efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi maka pemberian jasa giro atau pengenaan sanksi ditujukan kepada bank hasil merger atau konsolidasi. 5. Pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan konversi kegiatan usaha dari bank umum konvensional menjadi bank syariah.

80

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan a. Bank harus memenuhi GWM dalam Rupiah dan valuta asing yang berlaku bagi bank umum konvensional sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. b. Perhitungan GWM bagi Bank yang telah melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dilakukan dengan menggunakan data saat Bank masih melakukan kegiatan usaha sebagai Bank Umum Konvensional sampai dengan data Bank setelah melakukan kegiatan usaha sebagai Bank Umum Syariah tersedia sebagaimana ketentuan yang mengatur mengenai giro wajib minimum dalam Rupiah dan valuta asing bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. 6. Pemenuhan GWM bagi bank yang mendapat izin melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Perhitungan GWM dalam valuta asing untuk Bank yang mendapatkan izin melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing berlaku sejak tersedianya data untuk dapat melakukan perhitungan GWM dalam valuta asing, yaitu data ratarata harian jumlah Dana Pihak Ketiga dalam valuta asing pada Laporan Berkala Bank Umum.

12.

17/12/PBI/2015

Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

I. Latar Belakang dan Tujuan Masih terdapat kendala dalam penyaluran Kredit atau Pembiayaan UMKM yang antara lain disebabkan rendahnya akses UMKM untuk mendapatkan Kredit atau Pembiayaan dari perbankan. Oleh karena itu, untuk lebih meningkatkan penyaluran kredit perbankan kepada UMKM dipandang perlu bauran kebijakan makroprudensial, yaitu kebijakan giro wajib minimum berdasarkan loan to funding ratio yang dikaitkan dengan pencapaian rasio kredit UMKM. II. Materi Pengaturan 1. Bank Umum wajib memberikan pembiayaan kredit UMKM yang pencapaiannya dilakukan secara bertahap. 2. Bank Umum konvensional harus menjaga rasio Kredit UMKM secara bulanan atas rasio Kredit UMKM sesuai tahapan yang telah ditentukan. 3. Pencapaian rasio pemberian Kredit UMKM Bank Umum konvensional menjadi salah satu faktor untuk memperoleh insentif berupa kelonggaran batas atas loan to funding ratio target atau berupa pengurangan jasa giro.

81

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 4. Pemberian insentif lain kepada Bank Umum yang menyalurkan Kredit atau Pembiayaan UMKM, berupa pelatihan kepada pejabat kredit/account officer, pelatihan kepada Usaha Mikro dan Usaha Kecil, fasilitasi dalam pemanfaatan pemeringkatan kredit (credit rating) untuk Usaha Kecil dan Usaha Menengah, dan publikasi serta pemberian penghargaan (award). 5. Bank Umum wajib menyampaikan laporan realisasi pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM secara online melalui Laporan Bulanan Bank Umum atau Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 6. Apabila laporan secara online untuk laporan realisasi pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM melalui kerja sama pola executing belum tersedia, Bank Umum wajib menyampaikan laporan realisasi pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM melalui kerja sama pola executing secara offline. 7. Bank Indonesia menetapkan batas waktu terkait dengan penyampaian laporan, keterlambatan penyampaian laporan, dan tidak menyampaikan laporan realisasi pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKMmelalui kerja sama pola executing secara offline. 8. Bank Umum syariah yang tidak mencapai rasio Pembiayaan UMKM sesuai tahapan yang ditetapkan, dikenakan pembinaan berupa kewajiban menyelenggarakan pelatihan kepada pelaku UMKM yang tidak sedang dan/atau belum pernah mendapat Pembiayaan UMKM. 9. Bank Umum Syariah dikenakansanksi administratif berupa teguran tertulis dalam hal : a. tidak mencapai realisasi pemberian kredit atau pembiayaan UMKM sesuai tahapan. b. tidak melaksanakan pelatihan, tidak merealisasikan besarnya dana pelatihan sesuai dengan ketentuan, dan/atau tidak melaporkan pelatihan paling lambat bulan September tahun berikutnya. 10. Kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri dan Bank Campuran dikenakan Sanksi administratif berupa teguran tertulis apabila menyalurkan kredit UMKM secara tidak langsung selain melalui kerjasama pola executing. 11. Bank Umum yang terlambat menyampaikan Laporan Kredit atau Pembiayaan kepada UMKM pola executing secara offline dikenakan sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan.

82

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 12. Bank yang tidak menyampaikan Laporan Kredit atau Pembiayaan kepada UMKM pola executing secara offline dikenakan sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). 13. Pengenaan sanksi tidak menghilangkan kewajiban Bank untuk menyampaikan laporan pemberian Kredit atau Pembiayaan kepada UMKM. 14. Selain mengenakan sanksi di atas, Bank Indonesia dapat merekomendasikan kepada otoritas pengawas bank untuk melakukan tindakan sesuai dengan kewenangannya.

83

RINGKASAN SURAT EDARAN BANK INDONESIA EKSTERN JANUARI - JUNI 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan

1.

17/1/DSta

Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/31/DPNP Tanggal 31 Oktober 2012 Perihal Laporan Kantor Pusat Bank Umum

1. Ketentuan ini terkait dengan perubahan laporan sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014. 2. Secara umum, penyesuaian form di LKPBU adalah sbb: a. Penambahan 4 (empat) Form terkait Layanan Keuangan Digital (LKD), yaitu: 1) Form 314 – Laporan Bulanan Perkembangan Layanan Keuangan Digital 2) Form 315 – Laporan Bulanan Transaksi Layanan Keuangan Digital 3) Form 315 – Laporan Bulanan Agen Layanan Keuangan Digital 4) Form 316 – Laporan Bulanan Permasalahan Layanan Keuangan Digital Form ini wajib disampaikan oleh Bank yang telah memperoleh penegasan dari Bank Indonesia terhadap rencana penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital (LKD). Batas waktu penyampaian laporan adalah paling lambat tanggal 15 pada bulan Laporan berikutnya. b. Penambahan Informasi Profil Penyelenggara Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan Profil Penyelenggara Uang Elektronik yang di-update oleh Bank setiap terjadi perubahan data c. Penambahan kewajiban pelaporan Form 304 – Laporan Bulanan Infrastruktur oleh Penerbit Uang Elektronik 3. Selain itu, dilakukan juga perubahan terhadap alamat penyampaian pemberitahuan tertulis terkait penyampaian laporan secara offline karena gangguan teknis, dari Departemen Pengelolaan Sistem Informasi menjadi Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan. 4. Ketentuan ini mulai berlaku untuk pelaporan data bulan Januari 2015 yang disampaikan pada bulan Februari 2015.

85

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan

2.

17/2/DSta

Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum

1. Ketentuan ini terkait dengan perubahan laporan sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. 2. Secara umum, penyesuaian form di LBBU adalah sbb: No.

Form

Perubahan

1.

Form 9.j - Perhitungan Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum

2.

Form 9.j - Perhitungan Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum secara Konsolidasi

a. Menghapus sandi 29090 b. Menambahkan sandi 29100, 29105, 29110, 29111, 29112, 29120, 29200, 29300, 29400, 29500, 29510, 29520, 29530, 29540, 29550, 29600, 29700, 29800, 29810, 29820, 29830, dan 29900

3. Formulir 9.i mulai berlaku untuk data posisi akhir bulan Januari 2015 yang disampaikan pada periode penyampaian I bulan Februari 2015. Sedangkan, Formulir 9.j mulai berlaku untuk data posisi akhir triwulan I-2015 yang disampaikan pada periode penyampaian III bulan April 2015.

3.

17/3/DSta

Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehatihatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank

I. Latar Belakang Surat Edaran Bank Indonesia ini diterbitkan sebagai tindak lanjut dari penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/22/PBI/2014 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa dan Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank serta dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia tersebut. II. Pokok-pokok Pengaturan a. Pelapor Pelapor adalah Korporasi Nonbank Pelapor LLD yang merupakan debitur ULN, yang memiliki ULN dalam Valuta Asing.

86

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan b. Jenis Laporan 1) Laporan KPPK, meliputi keterangan dan data mengenai Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu: a) sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan; dan/atau b) lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan. 2) Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, meliputi: a) keterangan dan/atau informasi yang merupakan hasil penilaian oleh akuntan publik independen berdasarkan Prosedur Atestasi; dan b) Laporan KPPK Triwulan IV yang telah dikoreksi berdasarkan hasil Prosedur Atestasi. 3) Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating), berupa peringkat yang masih berlaku atas korporasi (issuer rating) dan/atau surat utang (issuer rating) sesuai dengan jenis dan jangka waktu ULN dalam Valuta Asing. 4) Laporan Keuangan, terdiri atas Laporan Keuangan triwulanan unaudited dan Laporan Keuangan tahunan audited, yang meliputi data mengenai posisi keuangan, laba rugi komprehensif, dan perubahan ekuitas. c. Media Penyampaian Laporan Laporan, koreksi laporan, dan/atau dokumen pendukung disampaikan kepada Bank Indonesia secara online melalui website pelaporan di Bank Indonesia dengan alamat http://www.bi.go.id/lkpbuv2. d. Batas Waktu Penyampaian Laporan 1) Laporan KPPK dan Laporan Keuangan triwulanan unaudited disampaikan setiap Triwulan, paling lambat akhir bulan ketiga setelah akhir Triwulan laporan pada akhir Jam Kerja dengan masa koreksi sampai dengan akhir bulan keempat setelah akhir Triwulan laporan pada akhir Jam Kerja. 2) Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi dan Laporan Keuangan tahunan audited disampaikan setiap tahun, paling lambat pada akhir bulan Juni setelah akhir tahun laporan pada akhir Jam Kerja dengan masa koreksi sampai dengan akhir bulan Juli setelah akhir tahun laporan pada akhir Jam Kerja.

87

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 3) Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) disampaikan paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan ditandatanganinya/ diterbitkannya ULN pada akhir Jam Kerja dengan masa koreksi sampai dengan tanggal 20 setelah bulan penyampaian laporan yang bersangkutan pada akhir Jam Kerja. e. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan 1) Masa keterlambatan untuk penyampaian Laporan KPPK dan Laporan Keuangan triwulanan unaudited adalah masa setelah berakhirnya batas waktu penyampaian laporan sampai dengan akhir bulan keempat setelah akhir Triwulan laporan pada akhir Jam Kerja. 2) Masa keterlambatan untuk penyampaian Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi dan Laporan Keuangan tahunan audited adalah masa setelah berakhirnya batas waktu penyampaian laporan sampai dengan akhir bulan Juli setelah akhir tahun laporan pada akhir Jam Kerja. 3) Masa keterlambatan untuk penyampaian informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) adalah masa setelah berakhirnya batas waktu penyampaian laporan sampai dengan akhir bulan setelah bulan penyampaian laporan yang bersangkutan pada akhir Jam Kerja. f. Tidak Menyampaikan Laporan Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila sampai dengan batas akhir masa keterlambatan penyampaian laporan, Bank Indonesia belum menerima laporan dari Pelapor. g. Penelitian Kebenaran Laporan 1) Bank Indonesia dapat melakukan penelitian terhadap kebenaran laporan dan/atau koreksi laporan yang disampaikan Pelapor. 2) Pelapor harus memberikan bukti pembukuan, catatan, dokumen, dan penjelasan yang diperlukan dalam rangka penelitian kebenaran laporan paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal penerbitan surat permintaan.

88

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 3) Dalam hal Pelapor tidak memberikan bukti pembukuan, catatan, dokumen, dan penjelasan sesuai jangka yang ditentukan, laporan yang disampaikan Pelapor kepada Bank Indonesia dinyatakan tidak benar. h. Sanksi Administratif 1) Laporan Tidak Lengkap dan/atau Laporan Tidak Benar a) Pelapor yang menyampaikan Laporan KPPK tidak lengkap dan/atau tidak benar dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk setiap Laporan KPPK yang tidak lengkap dan/atau tidak benar. b) Laporan KPPK yang tidak lengkap adalah apabila sampai dengan batas waktu penyampaian laporan, Laporan KPPK tidak disertai dengan dokumen pendukung yang diminta, c) Laporan KPPK yang tidak benar adalah apabila Pelapor tidak memberikan bukti pembukuan, catatan, dokumen, dan penjelasan dalam rangka penelitian kebenaran laporan kepada Bank Indonesia dalam jangka waktu yang ditentukan. 2) Terlambat Menyampaikan Laporan a) Pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, dan/atau Laporan Keuangan, dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk setiap hari kerjaketerlambatan dengan denda paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). b) Pelapor yang terlambat menyampaikan informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) beserta dokumen pendukung dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang berwenang. c) Selain dikenakan sanksi administratif berupa denda, Pelapor dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang berwenang dalam hal:

89

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan i. Pelapor tidak membayar sanksi administratif berupa denda; atau ii. Pelapor telah dikenakan sanksi administratif berupa denda sebanyak 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun kalender. 3) Tidak Menyampaikan Laporan a) Pelapor yang tidak menyampaikan Laporan KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, dan/atau Laporan Keuangan sampai dengan berakhirnya masa keterlambatan penyampaian laporan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). b) Pelapor yang tidak menyampaikan informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) beserta dokumen pendukung dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang berwenang. c) Selain dikenakan sanksi administratif berupa denda, Pelapor dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang berwenang dalam hal: i. Pelapor tidak membayar sanksi administratif berupa denda; atau ii. Pelapor telah dikenakan sanksi administratif berupa denda sebanyak 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun kalender. i. Pembayaran Sanksi Administratif Berupa Denda 1) Pembayaran sanksi administratif berupa denda disetorkan ke rekening Bank Indonesia. 2) Pelapor harus memberikan bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda kepada Bank Indonesia paling lambat akhir bulan berikutnya setelah tanggal penerbitan surat penetapan sanksi administratif berupa denda. j. Keadaan Memaksa 1) Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga menyebabkan keterangan dan data tidak tersedia, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan.

90

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 2) Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga menyebabkan penyampaian laporan terhambat, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan dalam batas waktu untuk periode laporan pada saat keadaan memaksa terjadi. 3) Pelapor wajib menyampaikan laporan setelah Pelapor kembali melakukan kegiatan operasional secara normal. k. Korespondensi dan Help Desk Penyampaian laporan dan/atau koreksi laporan secara offline, surat, pertanyaan, dan informasi lainnya berkaitan dengan pelaporan ditujukan kepada: Bank Indonesia Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan Grup Pengelolaan dan Pengawasan Laporan 2 c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan Lalu Lintas Devisa Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 l. Ketentuan Penutup 1) Penyampaian laporan serta koreksinya, sejak tanggal 1 Januari 2015 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 dilakukan secara offline dengan masa koreksi 15 (lima belas) hari kalender setelah batas akhir penyampaian laporan atau informasi. 2) Penyampaian secara online mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2016. 3) Pengenaan sanksi bagi Pelapor terhadap Laporan KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, dan Laporan Keuangan mulai berlaku sejak pelaporan data Triwulan III tahun 2015. 4) Pengenaan sanksi bagi Pelapor terhadap informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) mulai berlaku bagi ULN yang ditandatangani atau diterbitkan tanggal 1 Januari 2016. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 6 Maret 2015

91

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

4.

17/4/DSta

Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Rencana Utang Luar Negeri dan Perubahan Rencana Utang Luar Negeri

Ringkasan 1. Latar Belakang Surat Edaran ini diterbitkan sebagai tindak lanjut dari penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/22/PBI/2014 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa dan Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. Surat Edaran ini berfungsi sebagai ketentuan pelaksanaan mengenai pelaporan kegiatan lalu lintas devisa (LLD) berupa rencana utang luar negeri (ULN) dan perubahan rencana ULN. 2. Pokok-pokok Pengaturan a. Pelapor 1) Pelapor adalah Penduduk selain bank yang melakukan kegiatan LLD, baik untuk kepentingan Pelapor yang bersangkutan maupun pihak lain. 2) Korporasi Nonbank yang baru pertama kali menyampaikan Laporan Rencana ULN harus mengisi data Profil Pelapor dengan menyertakan dokumen pendukung. 3) Untuk memperoleh Sandi Pelapor, Korporasi Nonbank yang baru pertama kali menyampaikan laporan harus mengajukan surat permohonan kepada Bank Indonesia. 4) Dalam hal terdapat perubahan atas data Profil Pelapor, Pelapor harus menyampaikan perubahan data tersebut kepada Bank Indonesia. b. Cakupan Laporan 1) Laporan Rencana ULN, meliputi keterangan dan data mengenai rencana ULN Jangka Panjang selama 1 (satu) tahun berjalan, baik berupa utang baru maupun perpanjangan (rollover) utang lama a) sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan; dan/atau b) lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan. 2) Laporan Perubahan Rencana ULN, meliputi perubahan atas rencana ULN Jangka Panjang selama 1 (satu) tahun berjalan. c. Kewajiban Penyampaian Laporan 1) Kewajiban penyampaian Laporan Rencana ULN berlaku bagi: a) Pelapor yang berencana untuk memperoleh ULN Jangka Panjang baru selama 1 (satu) tahun berjalan; b) Pelapor yang berencana untuk memperpanjang (rollover) ULN Jangka Panjang; dan/atau

92

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan c) Pelapor yang berencana memperpanjang ULN Jangka Pendek menjadi Jangka Panjang. 2) Kewajiban penyampaian Laporan Perubahan Rencana ULN berlaku bagi Pelapor yang akan mengubah rencana ULN Jangka Panjang selama 1 (satu) tahun berjalan. d. Tata Cara Penyampaian Laporan Penyampaian laporan dilakukan secara online melalui website pelaporan kegiatan LLD yang dikelola oleh Bank Indonesia dengan alamat http://www.bi.go.id/lkpbuv2. e. Batas Waktu Penyampaian Laporan 1) Laporan Rencana ULN disampaikan paling lambat tanggal 15 Maret tahun berjalan. 2) Laporan Perubahan Rencana ULN disampaikan paling lambat tanggal 1 Juli tahun berjalan. f. Terlambat dan Tidak Menyampaikan Laporan 1) Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan Rencana ULN apabila laporan disampaikan melampaui batas waktu penyampaian laporan sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan. 2) Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan Laporan Rencana ULN apabila laporan tidak disampaikan sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan. 3) Dalam hal terdapat perubahan rencana ULN, Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan Perubahan Rencana ULN apabila laporan disampaikan melewati batas waktu penyampaian sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan. 4) Dalam hal terdapat perubahan rencana ULN, Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan Laporan Perubahan Rencana ULN apabila laporan tidak disampaikan sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan. g. Keadaan Memaksa 1) Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga menyebabkan keterangan dan data tidak tersedia, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan untuk periode laporan pada saat keadaan memaksa terjadi. 2) Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga menyebabkan penyampaian laporan terhambat, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan dalam batas waktu penyampaian laporan.

93

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 3) Pelapor wajib menyampaikan laporan setelah Pelapor kembali melakukan kegiatan operasional secara normal. h. Tata Cara Pengenaan Sanksi 1) Pelapor yang terlambat menyampaikan laporan dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan dari Bank Indonesia. 2) Pelapor yang tidak menyampaikan laporandikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan dari Bank Indonesia. 3) Pelapor yang tidak menyampaikan laporan sebanyak 2 (dua) kali atau lebih secara berturut-turut, dikenakan sanksi administratif berupa: a) Surat Peringatan dari Bank Indonesia; dan b) Surat Pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang berwenang. i. Korespondensi dan Help Desk Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan Bank Indonesia terkait pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia ini, serta pertanyaan yang berkaitan dengan teknis dan cara pelaporan, data entry, serta materi laporan ditujukan kepada: Bank Indonesia Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan Grup Pengelolaan dan Pengawasan Laporan 2 c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan Lalu Lintas Devisa Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 j. Ketentuan Penutup Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/17/DInt tanggal 29 April 2013 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Rencana Utang Luar Negeri, Perubahan Rencana Utang Luar Negeri, dan Informasi Keuangan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 6 Maret 2015.

94

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

5.

17/5/DSta

Perihal Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum

Ringkasan 1. Ketentuan ini terkait dengan perubahan laporan sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia No.17/2/PBI/2015 tanggal 26 Maret 2015 tentang Suku Bunga Penawaran Antarbank 2. Secara umum, perubahan dilakukan terhadap Form 501: Suku Bunga Penawaran dengan ruang lingkup sbb: Item Perubahan

Sebelum

Setelah

Pelapor

Semua Bank

Hanya dilaporkan oleh Bank Kontributor JIBOR

Mata Uang

Rupiah dan US Dollar

Rupiah

Batas waktu penyampaian Laporan

10:30

09:30

Batas waktu penyampaian koreksi online

10:45

09:45

Batas waktu penyampaian koreksi offline

11:00

09:45

Cakupan laporan

Offer rate

Offer rate dan bid rate

3. Adapun penyesuaian terhadap spesifikasi laporan Form 501 adalah sbb: a. Kolom Mata Uang hanya bisa diisi dengan IDR b. Kolom Jam Kuotasi diubah menjadi Jenis Suku Bunga yang hanya dapat diisi dengan 0001: offer rate dan 0002: bid rate

6.

17/6/DPM

Suku Bunga Penawaran AntaBank

I. Latar belakang dan Tujuan Dalam rangka memberikan pengaturan lebih lanjut atas Peraturan Bank Indonesia No.17/2/PBI/2015 tentang Suku Bunga Penawaran Antarbank, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia tentang Suku Bunga Penawaran Antarbank. Surat Edaran ini diharapkan dapat memberikan informasi pembentukan Suku Bunga Penawaran Antarbank yang transparan kepada perbankan pada khususnya dan

95

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan masyarakat luas pada umumnya, yang pada akhirnya berkontribusi secara positif terhadap upaya pendalaman pasar keuangan domestik melalui terciptanya suku bunga referensi yang kredibel. II. Materi Pengaturan 1. Suku Bunga Penawaran Antarbank yang diatur oleh Bank Indonesia dalam Surat Edaran ini adalah Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR). 2. Penetapan Bank Kontributor oleh Bank Indonesia dilakukan berdasarkan kriteria keaktifan bank dalam melakukan transaksi pinjaman tanpa agunan (unsecured) di pasar uang antarbank, credit rating bank dan kriteria lain yang ditetapkan berdasarkan kewenangan Bank Indonesia. 3. Bank Indonesia melakukan review berkala terhadap bank kontributor (daftar Bank Kontributor) 1 tahun sekali. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia jugadapat sewaktu-waktu melakukan review atas daftar Bank Kontributortersebut. 4. Bank Kontributor menyampaikan suku bunga indikasi yakni bid rate dan offer rate masing-masing untuk tenor overnight, 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan, dengan memperhatikan spread paling lebar antara offer rate dan bid rate sebesar 10 basis points (bps) untuk tenor overnight dan 1 minggu serta sebesar 20 bps untuk tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan. 5. Penetapan JIBOR menggunakan metode rata-rata sederhana, setelah mengeluarkan 15% data tertinggi dan 15% data terendah dari seluruh data offer rate yang masuk. 6. Publikasi JIBOR beserta suku bunga indikasi individual Bank Kontributor dilakukan melalui situs Bank Indonesia setiap Hari Kerja pada pukul 10.00 WIB. 7. Bank kontributor wajib memenuhi permintaan transaksi dari bank kontributor lain sepanjang memenuhi batasan waktu dan batasan tertentu yakni terkait waktu permintaan transaksi, tenor transaksi, nominal transaksi, availability of fund dan credit limit. 8. Dalam hal bank kontributor terbukti tidak mempunyai alasan yang kuat untuk menolak permintaan transaksi dari bank kontributor lain maka Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.

96

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

7.

17/7/DPM

Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM Tanggal 31 Maret 2008 Perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang

Ringkasan I. Latar Belakang Penerbitan ketentuan ini dilakukan guna harmonisasi ketentuan Operasi Moneter Syariah dan Operasi Moneter. Surat Edaran Bank Indonesia ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait acuan penentuan tingkat imbalan yang digunakan pada saat penerbitan SBIS. II. Materi Pengaturan 1. Bank Indonesia dapat membayar imbalan SBIS milik Bank Umum Syariah (BUS)/Unit Usaha Syariah (UUS) pada saat SBIS jatuh waktu atau pada saat sebelum jatuh waktu dalam hal BUS/UUS tidak dapat memenuhi kewajiban repo SBIS. 2. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu kepada tingkat diskonto atau tingkat bunga hasil lelang transaksi OPT dengan jangka waktu yang sama yang ditransaksikan bersamaan dengan penerbitan SBIS. 3. Dalam hal pada saat yang bersamaan tidak terdapat lelang transaksi Operasi Pasar Terbuka dengan jangka waktu yang sama, tingkat imbalan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 mengacu kepada data terkini antara tingkat imbalan SBIS atau tingkat diskonto atau tingkat bunga transaksi Operasi Pasar Terbuka dengan jangka waktu yang sama.

8.

17/8/DPM

Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka

1. Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan penyempurnaan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka, yang dilakukan dalam rangka meningkatkan governance pelaksanaan Operasi Moneter antara lain melalui pengembangan infrastruktur transaksi secara otomasi. 2. Bank Indonesia memberikan bunga atas Transaksi Term Deposit valas. Term Deposit valas dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian serta dapat dialihkan menjadi transaksi swap jual Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah Bank Indonesia. 3. Peserta OPT yang dapat mengikuti transaksi Term Deposit valas adalah bank devisa, secara langsung atau melalui Lembaga Perantara. 4. Pokok pengaturan terkait penyempurnaan ketentuan transaksi Term Deposit Valas adalah sebagai berikut: a. Dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

97

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan b. Persiapan pendaftaran untuk mengikuti lelang Term Deposit Valas diatur sebagai berikut 1) Untuk Peserta OPT, menyampaikan surat permohonan pendaftaran dengan informasi paling kurang sebagai berikut: a) nama Peserta OPT; b) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID) dalam hal Peserta OPT telah memiliki TCID; dan c) dalam hal Peserta OPT memiliki rekening di Bank Koresponden, menyampaikan: (1) (satu) nama dan nomor rekening Peserta OPT di bank koresponden; dan (2) Bank Identifier Code (BIC) Peserta OPT. d) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki rekening di Bank Koresponden, menyampaikan: (1) 1 (satu) nama dan nomor rekening bank yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; dan (2) BIC bank yang ditunjuk untuk keperluan setelmen. 2) Untuk Lembaga Perantara, menyampaikan surat permohonan pendaftaran dengan informasi paling kurang sebagai berikut: a) nama Lembaga Perantara; dan b) 1 (satu) TCID dalam hal Pialang telah memiliki TCID. c. Bank Indonesia menyampaikan persetujuan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valas kepada Peserta OPT dan Lembaga Perantara, yang memuat informasi antara lain sebagai berikut: 1) TCID dalam hal Peserta OPT dan/atau Lembaga Perantara belum memiliki TCID; 2) kode individual page yang terdiri dari active page, historical page, dan confirmation page pada sistem otomasi lelang operasi moneter valas; dan 3) tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valas. d. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit Valas paling lambat sebelum window time (pukul 08.00 WIB s.d pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia) melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lainnya yang digunakan Bank Indonesia.

98

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan e. Pengajuan penawaran melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, yang memuat informasi paling kurang sebagai berikut: 1) Lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender) a) nama lelang (auction name); b) penawaran nominal; dan c) TCID Peserta OPT dalam hal Lembaga Perantara mengajukan penawaran untuk dan atas nama Peserta OPT. 2) Lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender) a) nama lelang (auction name); b) tingkat bunga; c) penawaran nominal; dan d) TCID Peserta OPT dalam hal Lembaga Perantara mengajukan penawaran untuk dan atas nama Peserta OPT. f. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dapat mengajukan koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time transaksi, namun dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. g. Koreksi dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bank dapat mengajukan koreksi untuk informasi penawaran selain informasi nama lelang (auction name); dan/atau 2) Pialang dapat mengajukan koreksi untuk informasi penawaran selain TCID Bank dan nama lelang (auction name). h. Pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Valas 1) Seluruh Peserta OPT dan Lembaga Perantara, berupa: nominal penawaran yang dimenangkan dan ratarata tertimbang tingkat bunga Term Deposit valas, melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia. 2) Masing-masing pemenang, berupa: jangka waktu, nilai nominal, tingkat bunga, dan nominal bunga Term Deposit valas yang dimenangkan, melalui sistem otomasi lelang operasi moneter valas.

99

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan i. Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan paling lama 2 hari kerja setelah tanggal transaksi dengan cara mentransfer kewajiban setelmen untuk setiap penawaran atau sesuai dengan jumlah nominal yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di bank koresponden. Jika Bank tidak mentransfer kewajiban setelmen maka transaksi Term Deposit Valas Syariah dinyatakan batal dan dikenakan sanksi. Bank menyampaikan konfirmasi setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah melalui SWIFT message format MT320 atau sarana lain kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Devisa. j. Peserta OPT dapat mengajukan early redemption Term Deposit valas pada setiap hari kerja kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit valas dengan jangka waktu melebihi overnight, baik keseluruhan atau sebagian yang dilakukan untuk nominal penuh yang tercantum dalam setiap deal ticket, paling cepat 3 hari setelah setelmen transaksi melalui sarana dealing system atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. Pengajuan early redemption disertai informasi reference number dan informasi nama lelang (auction name) pada saat pengajuan transaksi lelang Term Deposit valas. k. Dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem otomasi lelang operasi moneter valas, yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan lelang transaksi Term Deposit Valas, Bank Indonesia segera membatalkan proses lelang transaksi Term Deposit Valas yang dilakukan melalui sistem otomasi lelang operasi moneter valas. Informasi pembatalan proses lelang disampaikan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat kembali membuka proses lelang transaksi Term Deposit Valas yang dilakukan secara manual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. l. Peserta Transaksi Term Deposit Valas dapat mengajukan pengalihan Term Deposit Valas menjadi Swap melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada setiap hari kerja kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit Valas dengan jangka waktu melebihi overnight.

100

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan

9.

17/9/DPM

Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/13/DPM tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing

1. Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan penyempurnaan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/13/DPM tanggal 24 Juli 2014 perihal Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing, yang dilakukan dalam rangka meningkatkan governance pelaksanaan Operasi Moneter Syariah antara lain melalui pengembangan infrastruktur transaksi secara otomasi. 2. Transaksi Term Deposit Valas Syariah merupakan penempatan secara berjangka dana valuta asing dalam Dolar Amerika Serikat milik Bank di Bank Indonesia dengan jangka waktu paling singkat 1 hari dan paling lama 12 bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. Bank Indonesia memberikan imbalan atas transaksi Term Deposit Valas Syariah. Term Deposit Valas Syariah dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian. 3. Pokok pengaturan terkait perubahan ketentuan yang mengatur mengenai transaksi Term Deposit Valas Syariah adalah sebagai berikut: a. Dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Persiapan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah diatur sebagai berikut: 1) Untuk Bank, menyampaikan surat permohonan pendaftaran dengan informasi paling kurang sebagai berikut: a) nama Bank; b) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID), dalam hal Bank telah memiliki TCID; c) dalam hal Bank memiliki rekening di bank koresponden, menyampaikan: (1) 1 (satu) nama dan nomor rekening Bank di bank koresponden; dan (2) Bank Identifier Code (BIC) Bank. d) dalam hal Bank tidak memiliki rekening di bank koresponden, menyampaikan: (1) 1 (satu) nama dan nomor rekening bank yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; dan (2) BIC bank yang ditunjuk untuk keperluan setelmen.

101

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 2) Untuk Pialang, menyampaikan surat permohonan pendaftaran dengan informasi paling kurang sebagai berikut: a) nama Pialang; dan b) 1 (satu) TCID dalam hal Pialang telah memiliki TCID. c. Bank Indonesia menyampaikan persetujuan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah kepada Bank dan Pialang melalui surat, yang memuat informasi antara lain sebagai berikut: 1) TCID dalam hal Bank dan/atau Pialang belum memiliki TCID; 2) kode individual page yang terdiri dari active page, historical page, dan confirmation page pada sistem otomasi lelang operasi moneter valas; dan 3) tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah. d. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan rencana lelang transaksi diumumkan paling lambat sebelum window time (pukul 08.00 WIB s.d pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan Bank Indonesia) melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lainnya yang digunakan Bank Indonesia. e. Pengajuan penawaran melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, yang memuat informasi paling kurang sebagai berikut: 1) nama lelang (auction name); 2) penawaran nominal; dan/atau 3) TCID Bank dalam hal Pialang mengajukan penawaran atas nama Bank. f. Bank dan Pialang dapat mengajukan koreksi untuk setiap informasi penawaran yang diajukan dalam window time transaksi, namun dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. g. Koreksi dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bank dapat mengajukan koreksi untuk informasi penawaran selain informasi nama lelang (auction name); dan/atau

102

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 2) Pialang dapat mengajukan koreksi untuk informasi penawaran selain TCID Bank dan nama lelang (auction name). h. Pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah : 1) Seluruh Bank dan Pialang, berupa: nominal penawaran yang dimenangkan dan tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah, melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia. 2) Masing-masing pemenang, berupa: jangka waktu, nilai nominal, tingkat imbalan, dan nominal imbalan Term Deposit Valas Syariah yang dimenangkan, melalui sistem otomasi lelang operasi moneter valas . i. Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan paling lama 2 hari kerja setelah tanggal transaksi dengan cara mentransfer kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah untuk setiap penawaran atau sesuai dengan jumlah nominal yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di bank koresponden. Jika Bank tidak mentransfer kewajiban setelmen maka transaksi Term Deposit Valas Syariah dinyatakan batal dan dikenakan sanksi. Bank menyampaikan konfirmasi setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah melalui SWIFT message format MT320 atau sarana lain kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Devisa. j. Dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem otomasi lelang operasi moneter valas, yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia segera membatalkan proses lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah yang dilakukan melalui sistem otomasi lelang operasi moneter valas. Informasi pembatalan proses lelang disampaikan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat kembali membuka proses lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah yang dilakukan secara manual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia.

103

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

10.

17/10/DKMP

Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah

Ringkasan I. Latar belakang dan Tujuan Dalam rangka memberikan pengaturan lebih lanjut atas Peraturan Bank Indonesia No.17/4/PBI/2015 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah. Surat Edaran ini memberikan informasi antara lain mengenai tata cara pengajuan usulan Instrumen PUAS, karakteristik dan mekanisme transaksi surat berharga syariah (SBS) dengan janji membeli kembali (repurchase agreement) berdasarkan prinsip syariah (Transaksi Repo Syariah). II. Materi Pengaturan 1. Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Umum Konvensional (BUK) dapat menjadi peserta PUAS dan dapat melakukan transaksi langsung atau menggunakan Perusahaan Pialang Pasar Uang. 2. Instrumen PUAS hanya dapat diterbitkan oleh BUS dan UUS, sedangkan BUK hanya dapat melakukan penanaman dana dan instrumen PUAS yang dapat ditransaksikan oleh peserta PUAS adalah instrumen yang telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai instrumen PUAS tersebut. 3. BUS dan UUS dapat mengajukan usulan Instrumen PUAS baru kepada Bank Indonesia apabila telah memperoleh fatwa dari Dewan Syariah Nasional. Apabila disetujui oleh Bank Indonesia, maka Bank Indonesia akan menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia. 4. Transaksi Repo Syariah wajib menggunakan Surat Berharga Syariah (SBS), dan SBS yang hendak direpokan wajib menggunakan mekanisme Transaksi Repo Syariah. SBS dalam hal ini adalah SBS yang diterbitkan oleh pemerintah atau korporasi. 5. Dalam hal peserta PUAS mentransaksikan Instrumen PUAS yang belum diatur oleh Bank Indonesia, atau peserta PUAS tidak menggunakan SBS dalam Transaksi Repo Syariah, atau peserta PUAS merepokan SBS tidak dengan mekanisme Transaksi Repo Syariah, maka Bank Indonesia dapat mengenakan sanksi kepada peserta PUAS.

104

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan

11.

17/11/DKSP

Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

1. Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) ini merupakan SEBI No.17/ 11/DKSP tanggal 1 Juni 2015 perihal Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. SEBI ini diterbitkan dengan pertimbangan bahwa perlu diatur ketentuan pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5683) dalam bentuk SEBI. 3. Kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas teritorial. Setiap transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah. 4. Transaksi dan pembayaran merupakan satu kesatuan. Terhadap transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maka penerimaan pembayarannya wajib dalam Rupiah. 5. Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi tidak berlaku bagi transaksi sebagai berikut: a. transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara; b. penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri yang dilakukan oleh para pihak yang salah satunya berkedudukan di luar negeri; c. transaksi perdagangan internasional; d. simpanan di Bank dalam bentuk valuta asing seperti tabungan valuta asing atau deposito valuta asing; atau e. transaksi pembiayaan internasional yang dilakukan oleh para pihak yang salah satunya berkedudukan di luar negeri seperti pemberian kredit oleh Bank di luar negeri kepada nasabah di Indonesia. 6. Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi tidak berlaku untuk transfer dana dalam valuta asing dari individu di dalam negeri kepada pihak di luar negeri yang tidak dimaksudkan sebagai pembayaran atau penyelesaian kewajiban yang timbul dari transaksi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

105

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 7. Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi juga tidak berlaku untuk transaksi dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang meliputi: a. Kegiatan usaha dalam valuta asing yang dilakukan oleh Bank berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan dan perbankan syariah; b. Transaksi di pasar perdana dan pasar sekunder atas surat berharga dalam valuta asing yang diterbitkan oleh Pemerintah berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai surat utang negara dan surat berharga syariah negara. c. Transaksi lainnya dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang. 8. Setiap pihak dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan dimaksud dikecualikan dalam hal: a. terdapat keraguan atas keaslian Rupiah yang diterima untuk transaksi tunai; atau b. pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valuta asing telah diperjanjikan secara tertulis, yang dilakukan untuk transaksi yang dikecualikan dan proyek infrastruktur strategis dan mendapat persetujuan pengecualian kewajiban penggunaan Rupiah dari Bank Indonesia. 9. Dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah, pelaku usaha baik perseorangan maupun korporasi wajib mencantumkan harga barang dan/atau jasa hanya dalam Rupiah, dan dilarang mencantumkan harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah dan mata uang asing secara bersamaan (dual quotation). 10. Bank Indonesia berwenang untuk meminta laporan, keterangan, dan/atau data kepada setiap pihak yang terkait dengan pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah dan kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah.

106

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 11. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap kepatuhan setiap pihak dalam melaksanakan kewajiban penggunaan Rupiah dan kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah, yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengawasan secara langsung dilakukan melalui pemeriksaan yang dapat dilakukan sewaktu-waktu oleh Bank Indonesia. Pengawasan secara tidak langsung dilakukan melalui kegiatan analisa dan evaluasi atas laporan yang disampaikan oleh setiap pihak. 12. Dalam hal terdapat permasalahan bagi pelaku usaha dengan karakteristik tertentu terkait pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai, Bank Indonesia dapat mengambil kebijakan tertentu dengan tetap memperhatikan kewajiban penggunaan Rupiah. Dalam menetapkan kebijakan tertentu dimaksud Bank Indonesia mempertimbangkan antara lain kesiapan pelaku usaha, kontinuitas kegiatan usaha, kegiatan investasi, dan /atau kegiatan usaha yang memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, serta mempertimbangkan pula kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan Bank Indonesia antara lain mengenai kewajiban penerimaan devisa hasil ekspor, dan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi non Bank. 13. Penyampaian permohonan, penyampaian laporan, dan/atau surat menyurat disampaikan dalam Bahasa Indonesia kepada Bank Indonesia dengan alamat: Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Gedung D lantai 5 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. Dalam hal terjadi perubahan alamat tersebut diatas, Bank Indonesia akan memberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. 14. Setiap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dikenakan sanksi, dengan ketentuan: a. Terhadap pelanggaran atas kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi tunai dan/atau larangan menolak Rupiah untuk transaksi tunai berlaku ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

107

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan b. Penerapan sanksi terhadap pelanggaran atas kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai dikenakan sanksi administratif berupa: 1) teguran tertulis; 2) kewajiban membayar, ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai transaksi, dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); dan/atau 3) larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran. c. Pelanggaran atas kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah dan kewajiban penyampaian laporan, keterangan, dan/atau data dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. 15. Terhadap perjanjian tertulis mengenai pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang dibuat sebelum tanggal 1 Juli 2015 berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Perjanjian tertulis meliputi perjanjian induk, perjanjian turunan atau dokumen lainnya yang memuat mengenai transaksi yang akan dilakukan para pihak b. Perjanjian tertulis yang merupakan turunan atau pelaksanaan dari perjanjian induk yang dibuat sejak tanggal 1 Juli 2015 yang diperlakukan sebagai perjanjian yang berdiri sendiri wajib tunduk pada ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. c. Perpanjangan jangka waktu dan/atau perubahan atas perjanjian tertulis yang dilakukan sejak tanggal 1 Juli 2015 wajib tunduk pada ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan perjanjian tertulis tersebut antara lain perubahan mengenai pihak dalam perjanjian, harga barang dan/atau jasa, dan/atau obyek perjanjian. 16. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2015.

108

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

12.

17/12/DPSP

Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong

Ringkasan I. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan kliring antar Bank yang efisien, lancar, dan aman, Bank Indonesia menyempurnakan penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) antara lain dengan mengubah layanan kliring warkat debit yang semula desentralisasi menjadi sentralisasi. Dengan adanya penyempurnaan tersebut perlu dilakukan perubahan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. II. Materi Pengaturan Perubahan pada SEBI ini dilakukan pada bab yang mengatur mengenai: 1. mekanisme penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang dilakukan Bank melalui kliring; 2. perubahan alamat korespondensi atas pendaftaran Kantor Pusat Daftar Hitam Nasional dan permohonan pembatalan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro kosong kepada: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran c.q. Divisi Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Gedung D Lantai 3 Jl. M. H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. 3. perubahan rujukan pengaturan mengenai alasan penolakan Bilyet Giro.

13.

17/13/DPSP

Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia

I. Latar Belakang Surat Edaran Bank Indonesia No.17/13/DPSP tanggal 5 Juni 2015 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SEBI Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal diterbitkan sebagai aturan pelaksanaan atas Peraturan Bank Indonesia No.17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia. SEBI perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal ini mencabut SEBI No.12/8/DPSP tanggal 24 Maret 2010 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang telah diubah dengan SEBI No.12/34/DPSP tanggal 22 Desember 2010.

109

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan II. Materi Pengaturan 1. Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal adalah kegiatan dalam rangka memproses perhitungan hak dan kewajiban antar Peserta yang setelmennya dilakukan pada waktu tertentu. 2. Infrastruktur yang digunakan dalam penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal adalah Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia atau disingkat SKNBI. 3. Penyelenggaraan SKNBI terdiri atas 4 (empat) layanan yaitu: a. Layanan Transfer Dana, yaitu layanan dalam SKNBI yang memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu) pengirim kepada 1 (satu) penerima. b. Layanan Kliring Warkat Debit, yaitu layanan dalam SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana yang dilakukan antar Pesertadari 1 (satu) pengirim tagihan kepada 1 (satu) penerima tagihan, disertai dengan fisik Warkat Debit. c. Layanan Pembayaran Reguler, yaitu layanan dalam SKNBI yang memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu) atau beberapa pengirim kepada 1 (satu) ataubeberapa penerima. d. Layanan Penagihan Reguler, yaitu layanan dalam SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada beberapa penerima tagihan. 4. SEBI Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjangka terdiri dari 19 (sembilan belas) bab dengan pokok-pokok pengaturan antara lain sebagai berikut: a. Penyelenggara Dalam bab ini diatur mengenai organisasi dan tugas penyelenggara transfer dana dan kliring berjadwal. b. Kepesertaan Dalam bab ini diatur mengenai persyaratan menjadi Peserta SKNBI dan prosedur permohonan bagi Bank dan Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank menjadi Peserta SKNBI c. Waktu Operasional SKNBI Dalam bab ini diatur mengenai penetapan waktu operasional SKNBI dan perubahan waktu operasional SKNBI.

110

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan d. Prefund Dalam bab ini diatur mengenai penyediaan, penggunaan, dan pengembalian dana oleh Peserta untuk memenuhi kewajiban dalam penyelenggaraan SKNBI. e. Layanan SKNBI Dalam bab ini diatur megenai Layanan Transfer Dana, Layanan Kliring Warkat Debit, Layanan Pembayaran Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler serta tatacara operasional masing-masing layanan dalam SKNBI dimaksud. f. Penyediaan Informasi dalam Penyelenggaraan SKNBI Dalam bab ini diatur mengenai fasilitas informasi yang disediakan Penyelenggara kepada Peserta yaitu berupa data hasil perhitungan Peserta dan data hasil perhitungan secara agregat, untuk setiap layanan dalam SKNBI. g. Biaya dalam Penyelenggaraan SKNBI Dalam bab ini diatur mengenai jenis dan besarnya biaya dalam penyelenggaraan SKNBI yang dikenakan Penyelenggara kepada Peserta, serta batas paling tinggi biaya transaksi melalui SKNBI yang dapat dikenakan oleh Peserta kepada nasabahnya. h. Penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat Dalam bab ini diatur mengenai prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat baik yang terjadi di Penyelenggara, maupun di Peserta i. Pemantauan Kepatuhan Dalam bab ini diatur mengenai metode pemantauan dan tatacara pemantauan kepatuhan Peserta dan Koordinator PWD Selain Bank Indonesia terhadap ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. 5. Implementasi SKNBI dilakukan bertahap. Pada tahap awal implementasi, penyelenggaraan SKNBI terbatas pada Layanan Transfer Dana dan Layanan Kliring Warkat Debit dan kepesertaan terbatas pada Bank. Pada tahap selanjutnya, layanan SKNBI mencakup Layanan Pembayaran Reguler dan Layanan Penagihan Reguler serta kepesertaan mencakup Penyelenggara Transfer Dana selain Bank. Implementasi tahap ini akan disampaikan melalui Surat Edaran Bank Indonesia.

111

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan

14.

17/14/DPSP

Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

1. Surat Edaran ini merupakan ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.17/9/PBI/2015 tanggal 5 Juni 2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia. 2. Surat Edaran Bank Indonesia ini antara lain memuat materi pengaturan mengenai: a. tata cara pengisian perintah transfer dana dan perintah transfer debit oleh nasabah Peserta yang akan diperhitungkan dalam Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). b. tanggung jawab Peserta dalam meneruskan peritah transfer dana dan perintah transfer debit dari nasabah yang akan diperhitungkan dalam Layanan Transfer Dana, Layanan Kliring Warkat Debit, Layanan Pembayaran Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler melalui SKNBI. c. kewajiban Peserta pengirim untuk meneruskan perintah transfer dana kepada Peserta penerima melalui Layanan Transfer Dana paling lama 2 (dua) jam setelah Peserta pengirim melakukan pengaksepan; d. kewajiban Peserta penerima untuk meneruskan dana kepada nasabah penerima paling lama 2 (dua) jam setelah Penyelenggara melakukan Setelmen Dana pada Layanan Transfer Dana; e. kewajiban Peserta untuk melaksanakan perintah transfer dana dan perintah transfer debit pada tanggal yang sama dengan tanggal pengaksepan perintah transfer dana dan perintah transfer debit dalam Layanan Kliring Warkat Debit, Layanan Pembayaran Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler; f. kewajiban pemberian jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah apabila peserta tidak dapat melaksanakan perintah transfer dana dan/atau perintah transfer debit sesuai dengan amanat dari nasabah dan telah memenuhi persyaratan untuk dilakukan pembayaran; dan g. kewajiban Peserta untuk mengumumkan biaya dalam penyelenggaraan SKNBI pada tempat yang mudah dilihat oleh nasabah Peserta.

112

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

15.

17/15/DPM

Perihal Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM Perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik

Ringkasan I. Latar belakang dan Tujuan Dalam rangka mendukung percepatan pendalaman pasar valuta asing domestik, diperlukan peningkatan likuiditas dan variasi instrumen di pasar keuangan, antara lain instrumen derivatif valuta asing terhadap Rupiah. Selanjutnya diharapkan pelaku pasar terdorong untuk semakin baik dalam mengelola risiko, khususnya risiko pasar, melalui instrumen derivatif valuta asing terhadap Rupiah yang semakin berkembang di pasar. Pada akhirnya, diharapkan tercapai efisiensi pasar valuta asing domestik dan ketahanan yang tinggi terhadap gejolak. II. Materi Pengaturan 1. Bank memiliki kewajiban untuk melakukan edukasi tentang Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah kepada Pihak Asing antara lain dilakukan melalui seminar, workshop, Focus Group Discussion (FGD), dan kegiatan sejenis. 2. Larangan pemberian kredit atau pembiayaan dalam valuta asing dan/atau Rupiah kepada Nasabah hanya untuk kredit atau pembiayaan yang diberikan bank secara khusus untuk membiayai kegiatan Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah Nasabah. 3. Pemberian kredit atau pembiayaan Bank dalam valuta asing dan/atau dalam Rupiah untuk kegiatan perdagangan dan investasi, dapat menjadi Underlying Transaksi derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah dalam rangka lindung nilai.

16.

17/16/DPM

Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.16/15/DPM perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing

I. Latar belakang dan Tujuan Dalam rangka mendukung percepatan pendalaman pasar valuta asing domestik, diperlukan peningkatan likuiditas dan variasi instrumen di pasar keuangan, antara lain instrumen derivatif valuta asing terhadap Rupiah. Selanjutnya diharapkan pelaku pasar terdorong untuk semakin baik dalam mengelola risiko, khususnya risiko pasar, melalui instrumen derivatif valuta asing terhadap Rupiah yang semakin berkembang di pasar. Pada akhirnya, diharapkan tercapai efisiensi pasar valuta asing domestik dan ketahanan yang tinggi terhadap gejolak.

113

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan II. Materi Pengaturan 1. Badan hukum asing yang dikecualikan dari pengaturan transaksi valas terhadap Rupiah mencakup lembaga multilateral yang bersifat nirlaba. 2. Bank memiliki kewajiban untuk melakukan edukasi tentang Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah kepada Pihak Asing antara lain dilakukan melalui seminar, workshop, Focus Group Discussion (FGD), dan kegiatan sejenis. 3. Jangka waktu minimal transaksi derivatif diubah dari sebelumnya minimal 1 minggu menjadi tidak diatur. Selanjutnya terkait dengan jangka waktu maksimal transaksi derivatif diatur paling lama sesuai dengan sisa jangka waktu Underlying Transaksi. 4. Penyesuaian mengenai jenis dokumen Underlying Transaksi.

17.

17/17/DKMP

Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional

1. Pokok-pokok pengaturan terdiri dari : a. Tata cara perhitungan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer, GWM Sekunder, dan GWM Loan to Funding Ratio (LFR). b. Pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan merger atau konsolidasi, bank yang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi bank umum syariah, dan bank yang mendapatkan izin melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. c. Pelaporan surat berharga yang akan digunakan dalam perhitungan LFR. d. Tata cara pengenaan sanksi. e. Korespondensi terkait GWM. 2. GWM Primer. a. GWM Primer ditetapkan sebesar 8% dari DPK dalam Rupiah. b. Pemenuhan GWM Primer dihitung dengan membandingkan saldo dapat rekening giro bank pada BI setiap akhir hari dalam 1 masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam 1 masa laporan pada 2 masa laporan sebelumnya. c. BI dapat memberikan kelonggaran GWM Primer sebesar 1% sehingga menjadi 7% untuk jangka waktu 1 tahun kepada bank yang melakukan merger atau konsolidasi berdasarkan permintaan bank yang disertai dengan rekomendasi dari OJK.

114

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 3. GWM Sekunder. a. GWM Sekunder ditetapkan sebesar 4% dari DPK dalam Rupiah. b. Pemenuhan GWM Sekunder dihitung dengan membandingkan jumlah SBI, SDBI, SBN, dan/atau Excess Reserve milik bank yang tercatat di BI setiap akhir hari dalam 1 masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam 1 masa laporan pada 2 masa laporan sebelumnya. c. SBI, SDBI, dan SBN adalah yang tercatat pada BI-SSSS, Sub-rekening Investasi dan/atau Sub-rekening Perdagangan/Aktif, tidak termasuk yang tercatat pada rekening surat berharga sub-registry. 4. Loan to funding ratio (LFR). a. Besaran dan parameter yang digunakan dalam perhitungan GWM LFR ditetapkan sebagai berikut: 1) Batas bawah LFR Target sebesar 78%. 2) Batas atas LFR Target sebesar 92%. 3) KPMM Insentif sebesar 14%. 4) Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1. 5) Parameter Disinsentif Atas sebesar 0,2. b. LFR diperoleh dari rumus : Kredit/(DPK + Surat Berharga Yang Diterbitkan Bank). c. Sumber data perhitungan LFR : 1) Kredit dan DPK dalam perhitungan LFR diperoleh dari neraca mingguan pada laporan Berkala Bank Umum posisi 2 masa laporan sebelumnya. 2) Surat berharga yang diterbitkan bank diperoleh dari laporan bank kepada BI. d. Mulai 3 Agustus 2015, batas atas LFR bank dapat menjadi sebesar 94% dalam hal bank memenuhi kriteria: 1) bank dapat memenuhi rasio kredit UMKM lebih cepat dari target waktu tahapan pencapaian Rasio Kredit UMKM sebagaimana ditetapkan dalam PBI No. 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; 2) rasio NPL total kredit bank secara bruto (gross)< 5%; dan 3) rasio NPL kredit UMKM bank secara bruto (gross)< 5%. e. Di lain pihak, mulai 1 Februari 2016 bank dapat dikenakan pengurangan jasa giro dalam hal bank tidak memenuhi kriteria sebagaimana huruf c, yaitu:

115

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 1) bank tidak dapat memenuhi rasio kredit UMKM sebagaimana ditetapkan dalam PBI No. 14/22/PBI/2012; 2) rasio NPL total kredit bank secara bruto (gross) ≥ 5%; atau 3) rasio NPL kredit UMKM bank secara bruto (gross) ≥ 5%. f. Adapun besarnya pengurang jasa giro sebagai berikut: 1) Dalam hal yang tidak dipenuhi adalah rasio kredit UMKM, maka pengurang jasa giro sebesar 0,5% + {0,1 x(rasio kredit UMKM yang ditetapkan - rasio kredit UMKM bank)}. 2) Dalam hal rasio kredit UMKM dapat dipenuhi namun rasio NPL total kredit dan/atau rasio NPL UMKM ≥ 5%, maka pengurang jasa giro sebesar 0,5%. g. Bank Indonesia dapat menetapkan untuk tidak mengenakan pengurang jasa giro terhadap bank dalam status pengawasan tertentu yang sedang dikenakan pembatasan kegiatan usaha oleh OJK terkait dengan penyaluran kredit UMKM, atas dasar permintaan OJK. 5. Pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan merger atau konsolidasi. a. Sampai dengan 2 hari kerja sebelum tanggal efektif bank merger atau konsolidasi, pemenuhan GWM dihitung untuk masing-masing bank. b. Mulai 1 hari kerja sebelum tanggal efektif bank merger atau konsolidasi, pemenuhan GWM dihitung untuk bank hasil merger atau konsolidasi dengan meggunakan data sebagai berikut : 1) Pada 1 hari kerja sebelum merger, menggunakan data gabungan bank yang melakukan merger atau konsolidasi. 2) Mulai tanggal efektif merger atau konsolidasi, menggunakan saldo giro bank hasil merger atau konsolidasi dan data gabungan bank yang melakukan merger atau konsolidasi, sampai tersedianya data bank hasil merger atau konsolidasi. 3) Untuk data KPMM mulai 1 hari kerja sebelum tanggal efektif merger atau konsolidasi menggunakan data KPMM yang disampaikan oleh bank kepada BI yang menghitung KPMM berdasarkan data gabungan bank yang melakukan merger atau konsolidasi.

116

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 4) Data KPMM tersebut digunakan sampai tersedia data KPMM sebagaimana pengaturan Pasal 14 dalam PBI No. 17/11/PBI/2015 tentang Perubahan PBI No. 15/15/PBI/2015 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional. 6. Pemenuhan GWM bagi bank yang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi bank umum syariah. a. Sampai dengan 1 hari kerja sebelum bank melakukan kegiatan usaha sebagai bank umum syariah, pemenuhan GWM dihitung sebagaimana GWM bagi bank umum konvensional. b. Setelah bank melakukan kegiatan usaha sebagai bank umum syariah, pemenuhan GWM dihitung sebagaimana GWM bagi bank umum syariah dengan menggunakan data ketika bank belum melaksanakan kegiatan usaha sebagai bank umum syariah, sampai tersedianya data bank sebagai bank umum syariah yaitu setelah 2 masa Laporan Berkala Bank Umum. 7. Pemenuhan GWM bagi bank yang mendapatkan izin melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Perhitungan GWM dalam valuta asing untuk Bank yang mendapatkan izin melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing berlaku sejak tersedianya data untuk dapat melakukan perhitungan GWM dalam valuta asing, yaitu setelah 2 masa Laporan Berkala Bank Umum. 8. Laporan surat berharga yang diterbitkan bank. a. Surat berharga yang digunakan dalam perhitungan LFR adalah surat berharga yang memenuhi kriteria : 1) diterbitkan bank dalam bentuk medium term notes (MTN), floating rate notes (FRN), dan obligasi selain obligasi subordinasi; 2) ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum (public offering); 3) memiliki peringkat yang diterbitkan lembaga pemeringkat dengan peringkat paling kurang setara dengan peringkat investasi; 4) dimiliki bukan bank baik penduduk dan bukan penduduk; dan 5) ditatausahakan di KSEI.

117

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan b. Bank menyampaikan informasi surat berharga yang digunakan dalam perhitungan LFR dalam suatu laporan kepada Bank Indonesia melalui sarana elektronik (email). c. Periode laporan surat berharga diatur sebagai berikut: 1) Laporan wajib disampaikan paling lambat 10 hari kerja pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. 2) Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan setelah batas akhir penyampaian laporan sampai dengan 5 hari kerja berikutnya. 3) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila bank belum menyampaikan laporan setelah batas waktu keterlambatan penyampaian laporan. d. Dalam hal bank gagal menyampaikan laporan melalui email, maka laporan disampaikan dalam bentuk hard copy dan soft copy (CD) kepada Bank Indonesia dengan tetap memperhatikan batas waktu laporan sebagaimana huruf c. e. Bank yang tidak menerbitkan surat berharga atau menerbitkan surat berharga namun tidak memenuhi kriteria pada huruf a tetap diwajibkan menyampaikan laporan kepada BI berupa laporan nihil. f. Laporan surat berharga pertama kali dilaporkan adalah surat berharga posisi bulan Juni 2015 yang dilaporkan pada bulan Juli 2015. 9. Sanksi Bank yang melanggar : a. kewajiban pemenuhan GWM dalam Rupiah; b. kewajiban pemenuhan GWM dalam valuta asing; dan/atau c. kewajiban penyempaian laporan, dikenakan sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar. 10. Korespondensi dengan BI a. Pengajuan kelonggaran pemenuhan GWM Primer, pemenuhan GWM LFR, dan permintaan untuk tidak dikenakan pengurangan jasa giro diajukan kepada Departemen Surveillance Sistem Keuangan. b. Pemberitahuan bank tutup pada hari libur fakultatif disampaikan kepada : 1) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, bagi bank yang berkantor pusat di wilayan kerja kantor pusat BI; atau

118

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 2) Kantor Perwakilan BI setempat, bagi bank yang berkantor pusat selain di wilayan kerja kantor pusat BI, dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan. c. Perhitungan KPMM bank hasil merger sebagaimana butir 5.b.3) disampaikan kepada : 1) Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, bagi bank yang berkantor pusat di wilayan kerja kantor pusat BI; atau 2) Kantor Perwakilan BI setempat, bagi bank yang berkantor pusat selain di wilayan kerja kantor pusat BI, dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan.

18.

17/18/DKEM

Perubahan atas Surat Edaran Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehatihatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank

Ketentuan ini merupakan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. I. Latar Belakang 1. Penyelarasan dengan ketentuan Kewajiban Penggunaan Rupiah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (PBI 17/3/PBI/2015 dan SE No. 17/11/DKSP). 2. Mengakomodasi praktik kegiatan usaha yang umum terkait kegiatan project financing dan struktur kepemilikan usaha. 3. Pengkinian alamat korespondensi. II. Pokok Perubahan 1. Penambahan pengaturan terkait Piutang Usaha: Piutang usaha kepada Penduduk yang kontrak atau perjanjiannya ditandatangani sejak tanggal 1 Juli 2015 dapat tetap dihitung sebagai komponen Aset Valuta Asing sepanjang: a. berkaitan dengan proyek infrastruktur strategis dan mendapat persetujuan Bank Indonesia; atau b. transaksi yang mendasarinya diperkenankan dilakukan dalam Valuta Asing sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.

119

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 12, Nomor 1, Januari - Juni 2015

No.

Peraturan

Perihal

Ringkasan 2. Penambahan pengaturan terkait Kewajiban Valuta Asing: Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu dapat tidak diperhitungkan sebagai Kewajiban Valuta Asing jika; a. sedang dalam proses rollover, revolving, atau refinancing, sepanjang transaksi yang mendasarinya sesuai dengan ketentuan kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau b. merupakan Kewajiban Valuta Asing dalam rangka project financing yang akan jatuh waktu sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan selama telah dijamin oleh penarikan ULN Valuta Asing dimana jadwal penarikan tersebut disesuaikan dengan Kewajiban Valuta Asing yang harus dibayarkan dan kegiatan transaksinya sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Memperjelas bahwa dalam hal Korporasi Nonbank yang baru berdiri merupakan joint venture, maka pemenuhan Peringkat Utang dapat menggunakan Peringkat Utang pemegang saham terbesar yang memiliki hubungan kepemilikan langsung (direct shareholders). 4. Pengkinian informasi korespondensi mengenai kegiatan pengaturan yakni menjadi: Bank Indonesia Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan Grup Pengelolaan dan Pengawasan Laporan 2 c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan Lalu Lintas Devisa Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16 Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10350 Telepon : 021-29817020, 021-29817022, 02129817023, 021-29817025, 021-29817029, 021-29817030, 021-29817042, 021-29817053, 021-29817063, 021-29817067 021-500131 (call center Bank Indonesia) Faksimili : 021-3800134, 021-3501974 E-mail : [email protected]

120

More Documents from "Nasrul Mubarak"