Buku Khoir

  • Uploaded by: khoir
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Buku Khoir as PDF for free.

More details

  • Words: 4,705
  • Pages: 53
Kisah-Kisah Di Pagi Dan Sore Hari

Khoerudin Jurzani Kisah-Kisah Di Pagi Dan Sore Hari

Kumpulan Puisi Dan Cerita Mini

[Pick the date]

2

Menuliskan kenangan, perjuangan, harapan…. (Khoerudin Jurzani)

DAFTAR ISI [Pick the date]

3

PAGI Pesan Untuk Malaikat……………7 Perempuan Hujan…………………8 Nenek Menanam Awan………...9 Kasih Subuh……………………………10 Danau……………………………………..11 Rindu Ramadhan…………………….12 Puisi Kecil…………………………………13 Metamorfosa…………………………..14 Tahun Embun………………………….15 Tentang Luka dan Lumut…………..16 Va…………………………………………….17 Teruntuk Mata Hati………………….18 Teruntuk Kepala…………………….19 Pulang………………………………………20 Dandelion…………………………………21 Negeri Biru……………………………22 Yearning………………………………….23 Aku Belum Menyerah, Tuhan!......24 Khusnul Khotimah……………………….25 Mencari Cinta………………………………26 Bukan Pedagang Asongan Biasa…..27 Anak-anak Daun Jambu……………..28 Daun Jiwa…………………………………..29 Bulan keur muriang………………………30 Indung…………………………………………32 Secangkir puisi……………………………33

SORE Sedotan Bening…………….35 Semut…………………………….36 [Pick the date]

4

Ben Dan Cana…………………37 Sepatu kaca …………………….39 Bangkai Tikus…………………….40 Delman istimewa………………..42 Don……………………………………..45 Mata wati……………………………46 Sepatu sahabat ……………………47 Tamu…………………………………….48 Biodata…………………………………51

[Pick the date]

5

PAGI

Pesan Untuk Malaikat Seikat kata berwarna biru tua kutitipkan pada sebutir embun yang berkemas pulang untuk makhluk bersayap yang semalam menjenguk tolong sampaikan, jika malam ini [Pick the date]

6

ia kembali datang jangan lupa bawakan sepasang sayap, agar aku bisa ikut bersamanya ke langit. Cianjur 2008

Perempuan Hujan Selamat malam, perempuan bergaun hujan langkahmu terayun begitu tenang menghampiriku dalam damai. ”kapan engkau pulang, nak” [Pick the date]

7

Matamu, dua butir hujan yang berkilau,memandangku teduh. ”kapan engkau pulang, nak” Aku berusaha mengambil payung dari balik jiwa yang berkabut, aku tahu engkau kedinginan, gaunmu putih bersinar. ”Nak, aku tidak perlu payung itu,aku hanya ingin bertemu dengan embun pagi yang bertahun-tahun hilang dari pelukan” Air hujan menempel di daun-daun menunggu angin menerbangkannya ke puncak cemas. ”Nak, engkau mendengar perkataan ibu?” Tubuhku masih mengambang di arus sungai. Mataku basah. Sebelum sempat aku membuatkan secangkir teh hangat untuk perempuan yang kuyup fajar lebih dulu datang menyeretku ke arah gudang. Samar-samar masih terdengar suaramu memanggil. ”Nak, kamu tidak rindu pada ibu?”. cianjur, 27 Agustus 2009

Nenek Menanam Awan Saban petang Nenek senang memintal awan Di bawah sinar bulan Lalu jadilah selimut awan tebal Yang ia berikan pada kami Untuk dipakai menjelang tidur dan bermimpi [Pick the date] 8

Setelah lebih dulu ia taburkan diatasnya Mantra-mantra suci pengusir bala Gumpalan awan semalam meleleh Menjadi sebutir embun Nenek menanamnya di hati kami Sepotong awan yang kelak tumbuh besar Seiring bertambahnya usia Berbunga sepanjang musim hujan Meneduhkan di saat kemarau datang Sebelum pergi, Nenek berpesan pada kami Agar merawat sepotong awan Yang telah ia tanam Menjaganya agar selalu putih Agar selalu teduh Sebab kata nenek, Titik hujan yang jatuh dari segumpal awan Merupakan amanat dan pesan Tuhan

Cianjur, 2009

KASIH SUBUH Udara yang diam mencoba membekukan tulang kaca jendela, tiang-tiang antena, atap rumah di bawah sinar bulan yang tumpah semua seolah kehilangan nyawa tersihir dengkur panjang penghuni malam [Pick the date]

9

di balik selimut tebal sememtara disebuah pondok uzlah para liliput dan peri tengah bermain-main dengan malaikat semesta doa berhamburan dari mulut kecil mereka beterbangan menyusuri kabut diatas bukit membentuk satu tali rindu pada surau kecil disamping sungai Alam bersenandung lembut diiringi hembus angin serta tubuh yang menggigil menahan dingin ketenangan ini adalah cinta! yang diberikan sang pecipta pada hambanya bahkan rembulan pun enggan beranjak dari peraduannya Merasakan kasih subuh seakan memasuki rumah bagi ruh

sukabumi, 2007

Danau Menepi sejenak di tepianmu di bawah pohon pinus rebah di atas rumput memandang awan melepaskan lemak yang menggumpal di otak kepalaku tong sampah berwarna biru serupa langit siang ini [Pick the date] 10

dengan awan yang berjalan tergesa menuju bukit Asap tipis dari lembah mengendap memasuki mata hati mencoba bersapa dengan penghuni gua aku tidak tahu apakah aku sedang bermimpi atau sudah mati sementara air danau tak jua mengirim kabar berita dari seruang usang membuat aku semakin benci kepadanya cianjur 2009

[Pick the date]

11

Rindu Ramadhan

Ramadhan Di kaki Bukit Ada sepasang lampu teplok menyala membasuh gubuk tua dan pohon singkong di pekarangan seorang ibu berjalan dengan lampu teplok di tangan sebentar lagi anak-anakku pulang, mudah-mudahan gerimis tidak turun agar anak-anakku tiba tepat menjelang lebaran Ramadhan di kaki bukit kunang-kunang bercahaya di bawah rembulan menerangi gubuk tua dan seorang ibu yang tengah diliputi rindu.

Cianjur 2009 menjelang sahur.

[Pick the date]

12

Puisi Kecil untuk Acep Zamzam noor 1 Aku pernah bercita-cita menjadi pujangga, cinta menuliskan perasaan dengan tinta hitam sambil menghirup aroma kopi tubruk berburu kunang-kunang Malam menjadi sangat cabul bagi mata yang terbiasa mati sebelum tengah malam 2 Pagi-pagi kutulis puisi yang di bawa para pemulung ke gudang hingga tanganku kotor dan bau: Botol-botol air mineral, kardus basah, besi tua, warna-warni ember yang mesti ku sortir hingga senja merapat menjilati keringat di kulit 3 Tapi aku tidak bisa menjadi pujangga, cinta sebab ayah dan ibu benci sekali puisi juga kakak dan adik-adik mereka tidak sudi aku suapi puisi meski sudah ku potong-potong puisi kecil-kecil menaruhnya diatas piring menyajikannya di meja makan saat sarapan namun puisi tetap sendiri, tak terjamah 4 Aku ingin pergi mencari pohon cemara yang bisa memberiku daun-daun serta mengajariku bertahan di segala musim Cianjur 2009 [Pick the date]

13

Metamorfosa Dua nyala rembulan sebesar kunang-kunang menghangatkan diri di bawah nyala lampu yang temaram "kita hidup" "Kita bersenang-senang" "Engkau merasakan degup jantungku semakin kencang ?" "seperti hembus angin yang dingin, memaksa bapak untuk mengenakan jaket usangnya. Menemani kita ngopi" "Padahal kita hanya seekor ulat bulu" "Hahaha.. dua ekor ulat bulu malang yang kesepian" "Hahahaa..!" Sebuah meja, mahoni tua yang ramah bercinta bersama dua cangkir teh madu "Jadilah kupu-kupu ! Melayanglah! sebuah taman bunga menunggumu!" seperti seorang pelukis menemukan warna paling magis tubuhku menggeliat terjaga dari lupa "Sahabat, engkau kembali merajut sayap!" cianjur12-10-2009

[Pick the date]

14

Tahun Embun Coba jelaskan padaku bagaimana angin semilr dapat membuat wajahmu bersemu merah aku ingin tahu tentang cuaca yang berubah manis begitu kaki mungilmu menjejak ujung ranting itu pagi ini udara lengket bergetah hujan turun menjadi mawar kau tersenyum daun-daun tertidur berselimutkan embun warna langit pun memutih pagi hari mendandaninya seperti seorang putri kau sebut ini tahun embun dimana musim kering menjauh dan kini hanya tinggal wajahku serta kuntum-kuntum mawar sementara bibirmu kau simpan di sehembus angin yang lewat bersama rintik hujan cianjur 08 mei 2008

[Pick the date]

15

Tentang Luka Dan Lumut

Malam hanya cemara kesepian tanpa selimut semua nama menghilang tanpa kabar Dan ia entah dimana Dan pohon-pohon masa lalu tetap berdiri pongah Aku peluk malam dengan sangat erat agar luka dan lumut bisa remuk binasa dengan sendirinya Mencari ia hanya percuma daun terbang sebatang kara tanpa kidung dan mantra pengusir bala Mencari rumah bagi jiwa yang terbelah Awan. Hening. Diam. Kaku. Berlari. Bermimpi menemukan ia cianjur 2009

[Pick the date]

16

Va Berjemur di bawah mentari malalayang Pasti nyaman sekali Jalan-jalan di Boulevard, Berkunjung ke kota sejuta bunga Melihat indahnya Tomohon di waktu senja Memandang danau Va, Dengan cara apa orang Minahasa mengungkapkan cinta? Salam mesra Buat burung Maleo Cianjur 2008

[Pick the date]

17

Teruntuk Mata Hati Jika engkau hendak membeli sepatu baru, carilah sepatu yang terbuat dari kaleng atau kayu tanyakan pada penjaga toko, apakah mereka menjual sepatu yang bisa membungkus Mata Hati? karena setiap kali memakai sepatu, Mata Hatimu senantiasa awas mengikuti kemana pun langkahmu pergi. Langkahmu pergi kemana tadi? Meski mata kakimu terbungkus rapi oleh kaos kaki dan sepatu, tapi debu trotoar dari tempat-tempat kotor dan bau amis yang kau singgahi tetap saja masuk, membuat Mata Hatimu menjadi lecet. Sepatu baru paling mengkilap tidak ada gunanya! lebih baik mengenakan sepatu yang terbuat dari kaleng atau batu! engkau pun kelimpungan mencari sandal jepit agar mata kaki dan Mata Hatimu terbebas dari rasa sakit. cianjur, 20 Okt 17.22 WIB

[Pick the date]

18

Teruntuk Kepala Kenapa sepatumu kau kenakan di kepala? sementara kakimu telanjang dan kotor masih terlampau sore untuk bermimpi berjalan saja sesuai keinginan hati sepatu di kepala tidak ubahnya seperti seekor Keledai menunggangi seorang musafir. Kau berdalih, "Ini adalah trend terbaru, sepatu sebagai pengganti topi. Bahkan ibu-ibu bisa menggantungkannya di daun telinga biar gaya, tidak perlu beli giwang mahal, cukup dengan pakai sepatu, maka engkau akan jadi yang terdepan dalam peradaban." Aku tersenyum, sedikit masam. Ah, bicara saja kau dengan ember siram isi kepalamu dengan air agar debu yang membuat pikiranmu kusut bisa larut. cianjur, 20 Okt 17.22 WIB

[Pick the date]

19

Pulang Ia telah titipkan ruh Pada tubuh kereta tua Agar orang-orang bisa pulang ke rumah rindu Di kedalaman kalbu Akan tetapi kenapa rumput tidak bisa bertemu ibu? Padahal aku telah tiba di stasiun kereta

Aku harap ibu segera datang menjemput Agar rumput tidak tersesat

Bandung 2009

[Pick the date]

20

Dandelion 1 melayanglah cinta, melayanglah kemana pun engkau suka jangan takut pada angin musim kering tahukah engkau, bahkan sinar matahari pun tidak ingin melihat sayap putihmu terluka melayanglah sampai engkau berjumpa dengan-NYA 2 sayap-sayapmu jatuh ke lembah jauh dan luruh mengobati jiwa-jiwa patah 3 aku tahu matamu tidak akan sudi menjatuhkan titik-titik embun yang semalam menyentuh pipimu 4 padang dandelion padang edelweis di kaki bukit 5 ingin sekali aku tiba di sana ke tempatmu di bawah langit biru 6 carilah kekasihmu yang sudah beberapa hari menghilang meninggalkan gubuk di kaki bukit tempat kalian dulu tumbuh dan memutih Cianjur, 04-04-2009 [Pick the date]

21

Negeri Biru Sengaja tak kukirim secangkir kopi panas Ke negerimu malam ini Bukan karena aku tega membiarkanmu merana kedinginan Hanya saja aku tidak mau engkau melupakan sebait puisi Yang telah kita retas seharian Aku tidak ingin kamu melupakannya: Lampu centir yang menerangi masa kanakmu Juga sorot mata ibumu Tempat kau memperoleh naungan paling teduh Maka mimpi akan menjadi muara nan bijak Untuk mendekapmu hingga segalanya remuk Sampai kau punya banyak waktu Untuk mengecat ulang pipimu yang biru Sehabis mati lampu Biarkan negerimu meredup Biarkan tubuhmu sejenak menjadi mayat

Cianjur, 2009

[Pick the date]

22

Yearning Bertanya kepada matamu bertanya mengenai hatimu tentang sebuah rasa sederhana Apakah kau merasakan jua..?

Cianjur, 2009

Aku Belum Menyerah, Tuhan! [Pick the date]

23

Tiba-tiba saja aku ingin menuliskan-Mu pada sepucuk abutilon kuning yang tumbuh di halaman agar radang tenggorokanku bisa sembuh dan kembali dapat menyeru nama-MU di sepetak hati berbatu Tuhan, engkau tidak tuli bukan Telah ku sebarkan kuntum-kuntum bunga sore kecil berharap angin membawanya serta menjauh dari tubuh pergi menemui-MU karena bisulku sudah matang sakit bukan kepalang Tapi Tuhan aku tidak akan pernah menyerah! aku akan terus berjuang sampai bisul ini pecah dan celanaku menjadi gurih! aku tidak akan kalah! oleh rasa sakit yang tidak seberapa!

cianjur-2009

Khusnul khotimah Tertidur, tidurlah ia [Pick the date]

24

pulas mimpi ruh jiwa selepas sembahyang malam suci abadi ah, betapa nikmat tubuh terbaring di surau kecil tiada menghirau irama dunia selepas sembahyang malam ia pulas mimpi ruh jiwa suci abadi tergolek ia di sajadah lusuh betapa nikmat tiada menghirau lalu lalang orang bersujud tiada pula seonggok hati berani menjamah Melayang-layanglah ia di apit dua malaikat dengan tiada menghirau irama dunia

sukabumi, 2003

Mencari Cinta Yuk, sama-sama mencari cinta diantara warna pelangi [Pick the date]

25

yang menari di udara siapa tahu kita dapati cinta disana: tergeletak, beku, abadi Yuk, sama-sama kita kunyah sekeping cinta dan menaruhnya di vas bunga agar kalajengking, cacing, ular, lipan, laba-laba atau debu yang teronggok Di trotoar pun dapat merasakan indahnya sukabumi 2008

Bukan Pedagang Asongan Biasa Aku mungkin bukan pedagang asongan yang pergi pagi pulang malam [Pick the date]

26

bahkan sampai petang tiap hari menapaki jalanan kecil ditengah ramainya jiwa-jiwa lapar berbekal sepasang kaki yang tak henti mencari: Cita Cita Disini mungkin aku hanya berniat membuang waktu, sambil berharap jualanku cepat laku, cepat membeli mimpi yang lama terpajang di etalase puisi. sukabumi, 2008

Anak-Anak Daun Jambu Anak-anak daun jambu meloncat-loncat di selumpur pekat [Pick the date]

27

panen usai waktunya berpesta layang-layang beterbangan memenuhi langit menguning bocah beradu reranting diatas galengan bersenandung oray-orayan luar leor mapay sawah tong kasawah parena keur sedeng beukah* anak-anak daun jambu berlari-lari disetumpuk jerami panen usai waktunya berenang gemericik air iringi mereka berdendang oray-orayan luar leor mapay sawah tong kasawah parena keur sedeng beukah anak-anak daun jambu bermain-main dipematang kala petang menjelang bocah dedaun jambu pun pulang meninggalkan sisa-sisa amis mata di wajah senja oray-orayan luar leor mapay sawah tong kasawah parena keur sedeng beukah cianjur menjelang tidur 2008 *lagu permainan anak-anak daerah sunda jawa barat Daun Jiwa

[Pick the date]

28

Selembar daun jiwa rontok dari pohonnya malam itu sisakan nyeri di ujung mata hatimu memunguti daun jiwa di pagi hari selepas mati menghanyutkannya satu persatu ke dalam sungai membiarkan daun-daun jiwa berlayar mencari sang kekasih yang hilang jika suatu hari engkau menemukan daun jiwa tersangkut di derasnya aliran sungai tolonglah ia agar bisa melanjutkan kisah agar bisa meneruskan langkah cianjur, in june 2009

Bulan Keur Muriang [Pick the date]

29

1 Lembur urang kaluman sasatoan baralik ka jero leuweung bulan keur gering sorangan euwueh nu maturan langit poek mongkleng Rahayat ngarampih ka jero imah teu wani kamana-mana nungguan panon poe bijil nu iraha boa jolna Jurig keur ngarojay di handapeun bulan maokan sagala endah nu kapanggih meumpeung bulan keur gering 2 Bapak ngawirid di kamar hoream kaluar sieun di tewak, di panjara kawas cak-cak di teleg buhaya hiji-hiji bentang maraot di paehan ku jurig 3 Naha iraha bulan teh rek cageur moncorong deui nyaangan kahirupan mepende barudak laleutik nyingsieunan jurig nu ngaruksak ingkah siah! 4 Bulan keur muriang tatangkalan caricing teu boga daya keur ngalawan jurig [Pick the date]

30

nu ngojay di handapna cianjur, nopember 2009

Indung [Pick the date]

31

1 Ngaragaji peuting ku cimata Bari lulungu hudang Nyorang dangdaunan: Lampu centir nu peuting ieu hurung Ngubaran sono ka indung

2 Sima bulan, sima lembur Asih tangtungan karang Galura jeroeun dada Meupeuskeun kasimpe Cianjur 2009

Secangkir Puisi [Pick the date]

32

Secangkir puisi hangat telah habis kau hirup. dadamu kini sesak dengan cinta. tak ada lagi burung layang-layang yang terbang di permainkan angin. Cianjur 2009

[Pick the date]

33

SORE

.

Sedotan Bening [Pick the date]

34

Ada sebutir hujan, jatuh di pekarangan. Putih, bersih. Meski pada awalnya ayah dan ibu tidak sudi melihat raut sebutir hujan yang basah, namun akhirnya hati mereka luluh saat mendengar tangis sebutir hujan yang kedinginan. Akan tetapi, sebutir hujan berwarna putih menyala saat ayah dan ibu hendak memungutnya. Aku harap, ayah dan ibu dapat membujuk sebutir hujan agar mau masuk, dan rumahku yang gersang dapat sejuk. Ah, tidak ada yang dapat menenangkan sebutir hujan! Bahkan aku sendiri kewalahan mengasuh sebutir hujan di pekarangan depan. Sampai suatu hari, hatiku tertambat pada sedotan bening, yang tengah berdiri menatapku di bawah pohon. Sedotan itu tidak terlalu indah, biasa saja. Namun, warnanya yang bening dapat melunakan mata ayah dan ibu yang angkuh. Aduhai! Ternyata bukan hanya mata ayah dan ibu yang terkesan pada sosok sedotan bening, Sebutir hujan pun patuh pada sedotan bening yang sederhana! Tidak lama kemudian, rumahku yang semula gersang akibat perang antara aku, ayah dan ibu akhirnya dapat sejuk kembali. Terima kasih sedotan bening, terima kasih atas cinta yang tak sia-sia. Terima kasih telah berkenan menjadi ayah bagi sebutir hujan yang tidak mau diam, dan menjadi suami, bagi sekuntum bunga yang patah hati.

cianjur, 2009 "Cerita mini ini aku tulis di sebuah lembah di kaki Gunung Putri, di tengah riuh suasana hati karena teman-teman Forum Lingkar Pena [Pick the date]

35

Cianjur yang tidak pernah berhenti memberi inspirasi. I love you all! "

Semut

[Pick the date]

36

Suatu hari, seekor semut terpikat oleh aroma gula-gula dari taman bunga, yang ternyata hanyalah fatamorgana. Ia sendirian kini. Koloninya telah jauh pergi. Ia tersesat!. Malam hari, ketika semut mencari rumah di sebuah lembah, ia di kejutkan oleh suara yang entah berasal dari mana. Bumi menggeliat, menyapa tanah dan rumput. "Apakah ini adalah hari dimana Israfil meniup sangkakala...?" Bisik semut pada rumput. Namun ternyata itu hanyalah gempa biasa, yang cuma menimbun sebuah kampung serta mengambil beberapa jiwa saja. Pagi hari, semut yang tengah terlelap berselimutkan selembar daun tiba-tiba di kejutkan oleh bunyi yang menyerupai derap kuda. Semut berharap itu adalah suara derap kuda Sulaiman dan bala tentaranya, agar ia bisa bertanya, dimana sekarang koloninya berada. Namun, suara itu ternyata adalah bunyi larva pemangsa, yang tengah membuat perangkap untuknya. Semut mulai didera rasa takut. Ia menyesal telah meninggalkan koloni serta keluarga yang sangat di cintai. Sepasang antena di kepalanya tidak mampu mendeteksi keberadaan mereka. Ia kesepian, kelaparan, ketakutan. Setelah berminggu-minggu tersesat, akhirnya sang semut menemukan sebuah sungai. Ia lalu memutuskan untuk menghanyutkan diri ke dalamnya, berharap sampai ke muara dan ada seseorang yang sudi memungutnya di seberang sana. Belum sampai ke muara, seorang pengembara bertopi jerami telah menemukannya yang tengah kedinginan, mengambang di atas [Pick the date]

37

sungai. Dengan suara yang serak, Semut bertanya pada pengembara bertopi jerami, dimana ia bisa menemukan rumah untuk berteduh. Sang pengembara berkata, "Sesungguhnya aku melihat api. Aku kelak akan membawa kepadamu kabar darinya, atau aku membawa kepadamu suluh api supaya kamu dapat berdiang" * Semut tidak mengerti apa yang baru saja di katakan pengembara bertopi jerami. "Engkau lupa untuk selalu bertasbih, anakku, makanya engkau tersesat, baiklah, mari kutunjukan padamu rumah cahaya di balik bukit". Tapi, sebelum tiba di sana, semut itu telah menjadi bangkai. [] cianjur, 2009 •

Qs. An-Nahl ayat 07.

Ben Dan Cana [Pick the date]

38

Tamu itu kembali datang, sepasang kekasih yang kehadirannya senantiasa membuat panik seisi rumah, kehadirannya hanya sekejap mata, mereka datang, memporak-porandakan rumah, lalu pulang dengan menyisakan derai air mata di wajah lara. Andai saja, mas Ben dan mbak Cana nelpon atau sms dulu sebelum datang, bilang kek, mau jam berapa ia tiba, mau di mana ia berkunjung, pasti kita semua bisa siap-siap menerima kedatangan mereka-barangkali kita bisa mengungsi ke tempat yang paling amanTapi, bukankah kita selalu lupa untuk bersiap siaga, selalu lupa untuk sedia payung sebelum hujan benar-benar turun? ketika hujan itu telah datang, barulah kita semua kerepotan. Mata Mati Waktu Hilang Doa Harumkan tanah dan wajah. Mas Ben, Mbak Cana, rumah kami sudah terlalu rapuh, tolong, jangan terlalu sering untuk singgah... Cianjur 2009

[Pick the date]

39

Sepatu Kaca Aku mempunyai sepatu bagus untukmu, ku curi dari tangga istana raja, sehabis pesta dansa yang konon di hadiri para putri dan cinderela sepatu putih yang indah,cinta bisa berkaca disana. Ini hari jadi kita, yang keberapa aku lupa sebab kita merayakan hari jadi setiap hari. Sebatang bunga rumput yang aku pungut dari jalan setapak menjadi kado untuk cinta. Engkau tertawa "Terimakasih" Katamu. "Tidak ada yang lebih indah selain sebatang bunga rumput yang diberikan seorang pacar." Saat ini aku memiliki sepatu kaca, meski cuma sebelah, cinta pasti senang melihatnya wajahmu bersemu dadu saat menerima sepatu kaca dariku. "Cukup dengan sebatang bunga rumput pun sebenarnya aku sudah senang, tidak usahlah memberikan apa-apa, tapi terimakasih, sepatu kaca ini akan kusimpan di ruang tamu sebagai pajangan." Sepatu kaca, Sepatu sia-sia... Seorang pangeran menculikmu dari sisiku Ia mengira engkau adalah cinderela yang kabur dari pesta dansa aku sangat menyesal telah memberimu hadiah sepatu. "Cinta, aku memang kesana, ke pesta dansa itu. Aku bujuk peri bunga untuk menyulapku menjadi seorang putri dengan sepatu kaca. Peri bunga berpesan, jika tidak ingin di permalukan, pulanglah sebelum pukul dua belas malam. Maka aku pun berlari keluar istana [Pick the date]

40

begitu jarum jam menunjukan angka dua belas. Sial, sepatu kacaku tertinggal, lalu, sebelum pangeran memungutnya, seorang bujang lebih dulu menemukan sepatu kaca itu, dirimu cinta. Cinta, maapkan aku. Kini aku telah hidup bahagia di istana." Katamu dalam sepucuk surat yang disampaikan burung hantu padaku. 20 Okt 17.22 WIB

[Pick the date]

41

Bangkai Tikus Mereka menyebut gubuk itu sebagai sarang tikus. Bau. Kotor. Amis. Orang-orang di komplek tidak pernah peduli, jika di dalam gubuk itu hidup seorang perempuan tua dengan dua orang cucunya yang masih sangat kecil. Bahkan saking kecilnya, kau akan sulit membedakan apakah mereka adalah anak manusia ataukah bayi tikus yang baru lahir. Merah. Basah. Menjijikan. Menjelang subuh sebelum penghuni komplek perumahan terjaga, nenek penghuni gubuk keluar dari rumahnya, membawa serta mangkuk kecil dan cucunya yang paling kecil. Tidak ada tujuan yang jelas, mau kemana nenek itu pergi. Ia hanya tahu, matahari sudah muncul, ia mesti pergi ke jalan lalu pulang begitu senja datang. kadang jalan raya memberikan nenek dan cucunya rezeki lebih berupa nasi bungkus serta lauk pauknya, itu pun jika kebetulan ada sesosok malaikat turun dari atas mobil mewah. Tapi lebih sering, nenek hanya memperoleh sisa-sisa debu yang terbang ke arahnya dari atas aspal. *** Tiga bulan yang lalu nenek masih hidup sebatang kara, sendirian di gubuk reotnya. Dulu ia memang pernah punya suami dan seorang putri, namun mereka meninggal dunia saat becak yang di kemudikan sang suami menyeberang perlintasan kereta api. jiwanya yang redup kembali hidup manakala ia mendengar suara tangis dari dalam tong sampah, ketika ia pulang dari jalan raya. [Pick the date]

42

"Gusti, siapa yang tega membuang dua peri rupawan ini di tempat sampah?" Pekik nenek di dalam hati. Ia pun mengambil dua peri malang itu ke dalam pelukan, membawa mereka ke gubuknya. *** Hari ini, dua bocah mungil tengah bermain di atas tikar kumal. sang nenek memperhatikan mereka sebagaimana tatapan seorang ibu kepada anaknya. di antara batuk yang semakin keras, nenek menyiapkan makanan ke dalam piring kaleng, memberikannya kepada dua bocah mungil, layaknya seorang tuan memberi makan pada seekor kucing. Sudah beberapa hari ini ia merasa tidak enak badan. Suhu tubuhnya panas. batuk di sertai dahak tanpa henti keluar dari mulutnya. Nenek sakit, tapi ia tetap harus pergi ke jalan raya sebagaimana biasanya. seorang diri saja. *** Orang-orang di komplek mulai terganggu oleh bau busuk yang masuk ke rumah. Entah bau busuk apa dan berasal dari mana. Aromanya sangat busuk, anyir, udara berlendir. Mereka mengira jika bau busuk itu adalah aroma bangkai tikus yang biasa mampir sekali-sekali, yang asalnya dari gubuk milik nenek di ujung komplek. Namun, ini sudah hari ketujuh, tapi bau busuk itu belum juga hilang. menyengat. Sesak. "Dasar nenek kurang ajar, membuat seisi komplek repot oleh aroma busuk. Biar kita usir saja sekarang!" Teriak salah seorang penghuni komplek. [Pick the date]

43

Dugaan mereka tidak salah, memang benar, dari arah gubuk itulah bau busuk itu berasal. Dengan menggunakan masker, beberapa orang laki-laki masuk ke dalam, mencari bangkai tikus sialan yang meresahkan. Semakin masuk ke dalam, aroma itu semakin tajam tercium. Beberapa orang di antara mereka bahkan ada yang muntah saking tidak tahan akan aroma busuk itu. beberapa orang lagi masih mencari keberadaan bangkai tikus. Di atas sebuah tikar kumal, akhirnya mereka menemukan bangkai itu ; Dua mayat balita di kerubuti lalat hijau. "Inalilahi..." bisik salah satu dari mereka. *** Satu minggu yang lalu, di sebuah jalan raya kota, seorang nenek tersungkur di atas aspal. Sebuah truk menggilas tubuh rapuhnya. Ia mati, meninggalkan dua orang peri di gubuk reotnya .[] Cianjur, 2009

[Pick the date]

44

Delman istimewa Hampir setiap ahri dan setiap ada kesempatan, ibu pemilik panti asuhan memukuli Haer dengan dengan sapu lidi sebelum mengurungnya di kamar mandi setelah lebih dulu ibu panti memasukan beberapa ekor tikus dan kecoak ke dalamnya. Haer yang bisu tidak bisa berteriak minta tolong meskipun ingin. Haer yang sebelah kaki kirinya lebih kecil dari pada kaki kanannya tidak mungkin dapat berlari meskipun tiap hari di dera rasa nyeri. Haer hanya bisa berharap suatu saat akan datang sebuah delman istimewa yang akan membawanya pergi dari panti asuhan tempatnuya tinggal. Sebuah delman istimewa yang lagunya sering ia di kelas....”Pada hari minggu kuturut ayah ke kota, naik delman istimewa ku duduk di muka...” Di buku gambarnya Haer sering kali melukis delman dengan krayon. Di dalam lukisannya itu terdapat seorang kusir dan nenek sihir. Di atasnya Haer menulis, Delman ini adalah kereta jenazah yang akan mengantarkan ibu panti ke surga...dan kusir itu adalah aku, sang pencabut nyawa!

Cianjur, 2008

Don [Pick the date]

45

Demikian muram raut malam. Lorong-lorong diam tanpa dian. Rumah kita kesepian, seperti mata ibu yang kosong. Tanpa kuntum-kuntum mawar yang biasa mekar. Don, engkau tega meninggalkan sepasang sepatu warior hitam yang dulu kita pakai bergantian membelah hujan. Wajahmu berlumpur kala itu, cokelat, kotor. Tidak merah seperti yang ku lihat di televisi dalam berita pagi. Don, ibu masih menganggapmu sebagai bocah yang senang bermain pistol-pistolan dan layangan. Bahkan ketika kau pulang dari pondok uzlah membawa aneka macam wewangian, ibu masih memperlakukanmu serupa bayi mungil yang butuh Asi. Padahal engkau sudah bisa melantunkan ayat-ayat suci dengan begitu mengiris hati. Sebelum ragamu pergi. Aku akan menjadi ksatria, kak. Mengikuti jejak abi yang telah lebih dulu syahid, merobohkan bangunan setan di tanah kelahiran. Hari itu kulihat burung-burung terbang. Sayap mereka terbakar. Kaca-kaca pecah masuk ke aliran darah. Tubuh-tubuh terbelah. Engkau yang sendirian, membawa peledak di badan, kini tinggal kepingan tulang. Don, mesti kuapakan rindu dendam yang merajam saban malam?

Cianjur, Mata Wati [Pick the date]

46

Wati ingin sekali mempunyai mata seindah bidadari. Agar bisa melihat dunia warna-warni sepeti yang sering ia lihat di televisi. Maka Wati pun mencopot bola matanya lalu menggantinya dengan dua butir embun. Namun yang ia lihat adalah hijaunya daundaun dan pagi beku. Wati pun mengganti sepasang mata embun dengan bola mata burung hantu, berharap bisa melihat keajaiban dari malam. Akan tetapi yang Wati lihat adalah sepotong malam dengan hantu gentayangan! Cepat-cepat Wati menggantinya dengan mata seorang bintang sinetron. Ah, yang ia lihat hanya kesedihan dan bercak kelabu hitam. Air matanya tumpah. Ia melihat begitu banyak luka dan bangkai manusia. “Aku tidak ingin memiliki mata seperti ini!” teriak Wati. “Mungkin dengan mata seorang bayi mungil aku bisa melihat dunia dengan lebih baik.” Kata Wati. Wati mulai putus asa, ia tidak tega ketika harus mencongkel bola mata bayi yang suci. Lalu di kenakannya bola mata miliknya sendiri yang telah kusam dan kotor. Membersihkannya. Wati tersenyum. “Inilah duniaku, sepatak cinta warisan bunda. Akan ku jaga selamanya. Cianjur, 2009

[Pick the date]

47

Sepatu sahabat Aku mempunyai sepasang sepatu putih, saking seringnya dipakai, sekarang warnanya menjadi kusam kecokelatan, sepasang sepatu kenangan dari masa-masa hitam, putih dan biru. mereka tahu akan masa laluku, karena kemana pun aku pergi, keduanya selalu aku ajak serta. Aku sempat menulis puisi-puisi untuk sepatu. ku simpan sebagai surat-surat kenangan, di kolong ranjang. Suatu hari aku terpisah dari sepatuku! Aku membuangnya. karena kupikir, kasihan juga sepatuku, sudah jelek, bolong-bolong, masih saja aku pakai untuk bepergian. sebagai kawan, aku mengerti perasaan sepatu. Tentu mereka pun ingin bebas, ingin di daur ulang menjadi sepatu baru yang rupawan. Belum ada satu hari aku berpisah dari sepatu kenanganku, kaki ini rasanya gatal ingin segera memakai sepatu yang sudah aku buang ke jalan itu. berkali-kali aku coba memakai sepatu baru, yang lebih bagus dan keren, tapi berkali-kali pula hati menolak kehadiran sepatu baru yang lucu-lucu. Aku kangen sepatu putih lamaku! Dimana gerangan dia sekarang? Apakah sudah sampai ke pabrik daur ulangkah, atau malah masih berada di jalan, terisak dan [Pick the date]

48

kesepian! Ah, kalau memang berjodoh, kami akan di pertemukan lagi, pikirku. Penantian hanyalah daun-daun kering di ujung reranting........ Belum habis rasa kehilanganku pada sepatu putihku, surat-surat kenangan yang ku simpan di kolong tempat tidur pun raib entah kemana! Tentu saja aku kalang kabut, padahal itu surat-surat itu berisi puisi yang ku persembahkan untuk sepatu..! kok bisa raib, apakah mereka marah padaku, lalu pergi mencari tuannya? Ternyata, Sepatu pun mempunyai perasaan sehalus manusia, pesanku, jika engkau mempunyai sepatu baru, jangan lupa pada sepatu lamamu. [] cianjur, 20 Okt 17.22 WIB

Tamu [Pick the date]

49

Barangkali burung layang-layang yang singgah sebentar, menengok rumahmu, tempatnya dulu bersarang dan membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Burung layang-layang pemalu, coba kau tengok ke bawah jendela, ia letakan sejumput bunga rumput disana. Cianjur, 2009

[Pick the date]

50

Biodata: Khoerudin jurzani, lahir di Bogor 22 maret 1987. Khoer yang Sempat bergabung dengan Forum Lingkar pena Sukabumi sebelum hijrah ke cianjur adalah lulusan MI Manarul Huda Kota Sukabumi, Mts A-istiqomah Kota sukabumi dan Kejar Paket C PKBM Umi Kulsum. Sempat menjalani berbagai Fropesi mulai dari jadi pedagang asongan, penjahit di sebuah kompeksi, jadi buruh pabrik, jadi sales. Aktipitasnya sekarang, selain kerja rodi di sebuah gudang penampungan barang-barang bekas, adalah nongkrong di warnet, nongkrong malam-malam di kafe baca, di FLP cianjur, Sanggar sastra Cianjur, komunitas Gardu Baca, Sanggar Sastra Daun Muda Sukabumi (SSDMI). Semangatnya menulis tidak pernah pudar, di tahun 2007, dalam rangka hut kota sukabumi Khoer mendapatkan anugerah dari pak wali kota sebagai pembaca terajin perpustakaan umum kota sukabumi 2007. Senang membaca puisi, menulis puisi, ( puisinya sempat jadi juara pertama lomba menulis puisi antar pelajar sesukabumi), menulis cerpen dan cerita mini, meskipun lebih banyak menulis fiksi, tapi karya ilmiahnya tentang pendidikan luar sekolah sempat juga menjadi juara kedua kategori umum lomba karya tulis Se-Sukabumi. Bagi yang mau Korespondensi, boleh ia email atau Facebook ke: [email protected], atau blognya: [Pick the date]

51

http://lelakirumput.wordpresss.com atau bisa http://lelakirumput.webs.com FB nya: lelaki rumput

[Pick the date]

52

juga

[Pick the date]

53

Related Documents

Buku Khoir
June 2020 22
Miftakhul Khoir 00440.xlsx
December 2019 20
Buku-buku
November 2019 64
Buku-buku
June 2020 49
Buku
June 2020 35
Buku
May 2020 52

More Documents from "Hilmi Setiawan"

Buku Khoir
June 2020 22
Laporan Inverter.docx
May 2020 19
6416-16802-1-sm.pdf
October 2019 7
Miftakhul Khoir 00440.xlsx
December 2019 20