Bukan Kemerdekaan Cuma.docx

  • Uploaded by: Muhammad Yusuf
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bukan Kemerdekaan Cuma.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 689
  • Pages: 2
Bukan Kemerdekaan Cuma-Cuma Nama saya Alfi, pada saat peristiwa penting itu terjadi saya masih berumur 16 tahun dan sudah tidak bersekolah karena kami para pemuda pemudi dituntut untuk membantu upaya merebut kemerdekaan. Dan sepertinya semua itu akan berakhir, semua tumpah darah akan terhenti tangis sedih karena ditinggal perang orang terkasih akan berganti dengan tangis haru karena akan ada acara yang sangat penting bagi sejarah Bangsa Indonesia. Untuk itu sejak pagi-pagi hari sekali kami sudah mempersiapkan semuanya. Sebagaimana yang diminta oleh ayahku aku supaya bersiap-siap bersama dengan Ibu dan Adiku. Malam harinya ayahku nampak waswas, ibu bilang karena Sang Proklamator diculik oleh penghianat bangsa dan hampir saja ayahku mendatangi kelompok pemuda untuk melepaskan Proklamator kami. Untung saja saat itu teman baik ayahku yang mengatakan bahwa ini bukanlah penculikan melainkan sebuah diskusi rahasia yang akan menentukan nasib bangsa ini dikemudian hari. Hari itu kami tidak sarapan pagi karena hari itu jatuh tepat pada Bulan Ramadhan. Kami berempat keluar dari rumah pukul 09.30 kami berjalan menyusuri jalan-jalan yang saat itu kelihatan sangat sepi. Dalam hati aku heran kemana senua orang-orang yang biasa lalu lalang? Kemana semua balatentara jepang yang tidak henti hentinya mengawasi semua kegiatan kami setiap hari? Kami terus berjalan dan akhirnya kami sampai di sebuah jalan yang sebentar lagi akan menjadi saksi bisu dimana hari pertama bangsa ini merdeka. Mungkin dikemudian hari akan ada monumen megah nan cantik yang akan berdiri di jalan ini. Tampak dari jauh semua orang bertuju pada suatu rumah. Rumah tersebut adalah rumah ke-56 bercat putih dengan sebuah tiang bendera dari bambu yang berdiri di tengah halaman. Kami berdiri agak jauh dari rumah itu karena saat itu jalanan sangat rama oleh orang yang telah berbaris rapih menuggu Sang Proklamator keluar. Aku heran mengapa banyak sekali orang berkumpul di halaman rumah tersebut. Barisan pemuda berbaris dengan rapi, para undangan juga duduk dengan rapi. Di bagian luar rumah berbagai lapisan masyarakat, seperti petani, pedagang kelontong, nelayan, pegawai negeri, tua, dan muda. Mereka datang berbondong-bondong membawa bambu runcing, batu, sekop, tongkat, parang, golok, atau apa saja yang dapat mereka bawa. Itu menunjukkan tekad berani mati demi mempertahankan kemerdekaan. Dari jauh aku mendengar mereka berteriak "Sekarang, Bung. Sekarang! Nyatakanlah sekarang! Nyatakanlah sekarang!. matahari sudah mulai meninggi dan panas". Ternyata mereka sudah tidak sabar menunggu dan merasa khawatir karena ketika itu tentara Jepang masih berkuasa dengan persenjataan amat lengkap. Mereka khawatir Balatentara Dai Nippon akan menghalang-halangi proklamasi kemerdekaan. Ya, Balatentara itulah yang setiap hari mengawasi semua aktivitas kami orang luar yang awalnya mengiming-imingi bantuan untuk mengusir perusahaan dagang negeri eropa yang seolah-olah menjadi negara baru amat kaya karena megeruk setiap inci bumi pertiwi. Balatentara yang mengaku “saudara seasia” kami. Balatentara yang memberikan kami harapan kemerdekaan cuma-cuma kepada kami tetapi kereka hanyalah makhluk yang sama, yang hanya ingin mengeruk bumi pertiwi yang hanya akan membuat bangsa yang kaya ini menjadi miskin, yang hanya akan menjadikan pribumi sebagai budak pekerja kasar tanpa pengampunan. Beberapa waktu lalu aku mendengar mereka telah mengaku kalah dari bangsa yang sering disebut “sekutu” dan memberikan janji kemerdekaan pada negeri ini. Ayahku bilang kita bukanlah bangsa yang lemah. Bangsa yang hanya berharap diberikan kemerdekaan secara cuma-Cuma oleh menjajahnya. Kita adalah bangsa yang kuat. Bangsa yang akan merebut kemerdekaan dari penjajah secara paksa dan

mengalahkan mereka dalam setiap pertarungan, tidak hanya menuggu janji-janji penjajah yang entah kapan datangnya. Setelah beberapa lama kami menunggu dari dalam rumah putih tersebut keluar dua orang menggunakan stelan kemeja putih. Salah satu dari orang tersebut membacakan selembar kertas. Dengan suara yang tegas beliau membacakan isi dari kertas tersebut. PROKLAMASI KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA. HAL-HAL YANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN LAIN-LAIN DISELENGGARAKAN DENGAN CARA SAKSAMA DAN DALAM TEMPO YANG SESINGKAT-SINGKATNYA. JAKARTA, 17 Agustus 1945 ATAS NAMA BANGSA INDONESIA SUKARNO-HATTA Saya sangat terharu menyaksikan sebuah peristiwa besar dalam perjalanan bangsaku. Teks Proklamasi itu dibacakan di sebuah rumah yang terletak di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, di rumah bercat putih. Betapa bangga aku telah menjadi bagian dari kemerdekaan Tanah Airku. Harapanku semoga Bangsa ini terus bersatu dan damai karena tidak ada yang lebih berharga selain kemerdekaan dari penjajahan. Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu bahasa: Indonesia. Kami pulang dengan rasa bangga karena bangsaku sudah merdeka.

Related Documents

Kemerdekaan
June 2020 30
Doa Kemerdekaan
November 2019 35
Wira Kemerdekaan
September 2019 32
Nikmat Kemerdekaan
October 2019 41
Kemerdekaan Cinta
June 2020 23

More Documents from "Alexander Agung Jan Merebean"