Kemerdekaan Diulas oleh Kendra Hartaya 021-70895998
Belum bisa mencukupi hidup sendiri. Ada Ustadz muda sedang memberikan ceramah keagamaan di suatu masjid seraya berkata dengan penuh emosional. Dia berkata kita harus menjadi orang bertaqwa, tidak memakan makanan yang haram baik dzatnya atau cara memperolehnya, jelas asal-usulnya. Apalah artinya kita bertaqwa kalau masih suka memakan yang haram. Ada beberapa hadirin yang nyeletuk dengan nada penuh kebencian kepada ustadz muda tsb. Bagaimana dengan anda pak ustadz, bukanlah kebutuhan orang tuamu termasuk yang anda makan diperoleh dengan berbohong, culas, dan suka neguntet (korupsi). Apakah itu bukan haram. Si ustadz muda diam saja tidak bisa menyanggah celetukan tsb, meski dia tidak merasa dipermalukan. • Menghasilkan sesuatu. Kita mendengar produk produk impor membanjiri kita seperti ayam Bangkok, apel fuji, motor cina (mocin), dll. Apa karya kita, di mana para ahli kita yang gelarnya tumpuk undung ? ilmu kita hanya teoritis yang tidak laku di luar negeri dan tidak bisa menghasilkan produk, kalau pun menghasilkan produk tidak bisa bersaing karena jelek, mahal, dan tidak awet. Kita hanya punya jeruk bali, apel malang yang terkenal di dalam negeri, timor mobil nasional pun tenggelam dari peredaran tidak ada yang melirik. Bagaiman kita akan kaya kalau tidak bisa cari uang. Bagaimana kita bisa cari uang kalau tidak bisa berjualan. Bagaimana kita bisa berjualan kalau tidak ada produk yang bisa dijual. Bagaimana kita ada produk yang bisa kita jual kalau kita tidak bisa membuat produk. Intinya kita tidak akan kaya kalau tidak menghasilkan. Beras saja kita impor, bagaimana dengan instrumentasi untuk pengembangan teknologi ? jelas ini kita sulit membuatnya. • Kuat, mampu membela diri. Orang yang kuat itu tidak akan mudah dipidahkan dari posisinya apalagi dirobohkan. Berarti badanya besar padat, menguasai ilmu kanoragan (bela diri), mampu memainkan senjata untuk melawan musuh bila terpaksa. Bayangkan apa jadinya jika kita itu kecil kerempeng, tidak bisa bela diri, tidak punya senjata dan memainkannya, pasti akan jadi pelecehan orang lain, •
mudah ditaklukkan dan menuruti kemauan musuh. Apalagi jika kita kaya, tentu akan dikuras kekayaan kita. Lha .... • Sabar, tidak mudah tergoda. Kita itu konsumtif, mudah membeli produk baru, dan selalu melirik produk baru, serta memilih produk luar untuk kebanggaan sekalipun produk dalam negeri tidak kalah. Produk luar selalu jadi lambang gengsi kita. Coba saja pembantu-pembantu kita banyak yang menggunakan HP berkamera, yang dilengkapi dengan kemampuan-kemampuan lainnya seperti ketersediaan sarana untuk internet. Toh penggunaannya hanya sms dan foto, kamera pun tidak digunakan setiap hari layaknya wartawan. Nyaris hanya sms, kalau pun ngebel masih memilih perdana yang menyediakan bonus telepon, ganti-ganti kartu. Maklum hanya pembantu, paling tidak sudah ikut menggunakan produk teknologi maju, sudah mengenal dunia modern. Mestinya kita tidak terpengaruh propaganda yang ujungujungnya mengeruk keuangan kita. Belilah HP sebatas kemampuan beli dan fungsi. Perlunya kita bersabar jika kita memiliki keterbatasan, gunakan kemampuan kita dalam batas-batas tertentu. • Tahan miskin. Jika kita miskin jangan meminta-minta merengek-rengek, (nggege mongso), mencari sumbangan, mencari hibah, pemutihan utang, apalagi mencuri atau melegalkan pencurian karena alasan miskin. Jangan menghinakan diri di hadapan orang lain. Tegarlah. Jangan mendewa-dewakan harta kekayaan sehingga kita bisa berpenampilan satriyo (selalu di depan). Tidak ada yang tahu kita miskin, penampilan sederhana karena jiwa kita sederhana, makan kita sederhana, ditlaktir pun makan kita tetap sederhana. Begitulah orang miskin yang tidak hina, tidak diremehkan orang. • Mampu mempengaruhi orang lain. Saya adalah orang yang memiliki harga diri tinggi, diperlukan orang lain, menjadi sumber nasehat, bukan orang sembarangan. Begitulah jati diri orang. Sejatinya diri orang itu apa sih ? jati diri orang itu kayanya ilmuwan, mubaligh, guru, pedagang, dll. Orang yang memiliki jati diri kuat tidak mudah dipengaruhi orang lain, mudah mempengaruhi orang lain. Dengan demikian oranag yang akan mempengaruhi kita, mikir berkali-kali, salah-salah mereka
•
•
•
•
akan terpengaruh kita. Kita kayaknya belum mampu menjadi seperti itu yang mampu mempengaruhi orang lain, malah kita terpengaruh orang lain dan sangat mudah terpengaruh. Begitulah kita. Harga diri tinggi. Mari kita pamahi harga diri dengan mengambil contoh sebagai guru, kita adalah seorang guru. Sebagai guru kita tidak pantas makan sambil berdiri, kencing di tempat sembarangan, berbicara kotor, banyak membual, jual mahal, kikir, memperdagangkan nasehat, membuat orang tidak suka, dll. Jika tidak demikian berarti harga diri seorang guru adalah murah, rendah, tidak bermartabat. Bagaimana dengan diri kita? Peduli sesamanya, nasionalis. Masyarakat yang kuat adalah yang saling mengenal, dan membentuk sebuah kebersamaan untuk mengantisipasi bahaya dari luar. Bayangkan bila anggota masyarakat individualistis, tidak saling mengenal tidak banyak berinteraksi, tidak kenal tetangga, tidak saling membutuhkan. Kondisi seperti ini sangat empuk menjadi sasaran perampokan dan peredaran narkoba. Masyarakat heterogen adalah sebuah kekuatan karena mudah terjadi interaksi. Dengan adanya interaksi, maka akan timbul saling memahami dan empati sehingga akan menimbulkan kepedulian dan nasionalisme, sehingga timbul kebersamaan, rasa handarbeni, saling memiliki. Bagaimana jika kita tidak punya nasionalis, sehingga segala sesuatu serba luar negeri, budaya asing masuk dan produk-produk asing masuk. Memenuhi kebutuhan sendiri. Orang yang tidak mandiri tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, selalu bersandar kepada orang lain, sehingga keberadaannya sangat mudah dipengaruhi orang lain, kemerdekaannya terbelenggu, segala gerak-geriknya diawasi apalagi yang membahayakan bagi orang lain. Ini yang mengundang penjajahan, penindasan. Bagaimana dengan kita ?. masih juga menyandarkan kebutuhan kita kepada orang asing ? Jiwa memberi. Orang yang dermawan banyak temannya, dibutuhkan semua orang, orang yang selalu berjasa, suaranya lantang tegas karena jiwanya tidak tertawan orang lain. Semua orang tergantung kepadanya, baik yang meminjam, atau berhutang bahkan yang meminta. Dia akan menjadi kiblat bagi urusan semua orang. Dia akan
menjadi penasehat atau pembina bagi lingkungan, menjadi penentu dalam semua keputusan. Dia akan dipertimbangkan bicara dan diamnya. Pokonya, jiwa memberi itu jiwa kemerdekaan, jiwa rahmatan lil ’alamin, jiwa yang harus dirujuk dan diraih semua penduduk bumi, jiwa yang harus diteladani bagi semua umat manusia, jiwa para Nabi dan utusan-Nya. • Itulah yang dimaksud kemerdekaan. Selama kita belum bisa mencukupi hidup sendiri, belum menghasilkan sesuatu, lemah, tak mampu membela diri, tjidak sabar, mudah tergoda, tidak tahan miskin, tidak mampu mempengaruhi orang lain, Harga diri rendah, tidak peduli sesamanya, tidak ada perasaan nasionalis, tidak bisa memenuhi kebutuhan sendiri, pelit, maka kita berarti belum merdeka. Wassalam, Desember 2008