Bolehkan Belajar Ilmu “Laduni”? Adhari purnawan Bahwa semua ilmu yang dimiliki makhluq hidup di bumi dan di langit adalah ajaran dari Allah swt, termasuk ilmu yang dimiliki oleh manusia. Dengan demikian, kita katakan bahwa semua ilmu yang dimiliki oleh manusia adalah Ilmu Laduni, yaitu ilmu yang berasal dari Allah swt . Pertanyaanya, apa sebenarnya hakikat ilmu laduni menurut pandangan Islam ? Di bawah ini adalah penjelasannya. Pengertian Ilmu Laduni Menurut Abu Hamzah As-Sanuwi, Ilmu laduni dalam pengertian umum terbagi menjadi dua bagian. Pertama, ilmu yang didapat tanpa belajar (wahbiy). Kedua, ilmu yang didapat karena belajar (kasbiy). Untuk ilmu yang didapat tanpa belajar (wahbiy) dibagi menjadi dua macam: Pertama ilmu Syar’iat, Kedua, Ma’rifat (hakikat). Ilmu Syar’iat, yaitu ilmu tentang perintah dan larangan Allah yang harus disampaikan kepada para Nabi dan Rasul melalui jalan wahyu (wahyu tasyri’), baik yang langsung dari Allah maupun yang menggunakan perantaraan malaikat Jibril. Jadi semua wahyu yang diterima oleh para nabi semenjak Nabi Adam alaihissalam hingga nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ilmu laduni termasuk yang diterima oleh Nabi Musa dari Nabi Khidlir . Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Khidhir: َ َ ما ِ من ل ّدُنَّا ِ ن ً م ِ ن ِ ُ منَاه ِ ة ِّ جدَا عَبْدًا َ َ“فَو ْ عبَادِنَا آتَيْنَاه ُ َر ً ْ عل ْ ّ عندِنَا وَع َل َ ح ْ م ْ م “Yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Al-Kahfi: 65) Di dalam hadits Imam Al Bukhari, Nabi Khidlir alaihissalam berkata kepada Nabi Musa alaihissalam: “Sesungguhnya aku berada di atas sebuah ilmu dari ilmu Allah yang telah Dia ajarkan kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya. Dan engkau (juga) berada di atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang aku tidak mengetahuinya juga.” Ilmu syari’at ini sifatnya mutlak kebenarannya, wajib dipelajari dan diamalkan oleh setiap mukallaf sampai datang ajal kematiannya. Ilmu Ma’rifat (hakikat), yaitu ilmu tentang sesuatu yang ghaib melalui jalan kasyf (wahyu ilham/terbukanya tabir ghaib) atau ru’ya (mimpi) yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya yang mukmin dan shalih. Ilmu kasyf inilah yang dimaksud dan dikenal dengan julukan “ilmu laduni” di kalangan ahli tasawwuf. Sifat ilmu ini tidak boleh diyakini atau diamalkan manakala menyalahi ilmu syari’at yang sudah termaktub di dalam mushaf Al-Qur’an maupun kitab-kitab hadits. Menyalahi di sini bisa berbentuk menentang, menambah atau mengurangi. Bagian kedua ilmu Allah yang diberikan kepada semua makhluk-Nya melalui jalan kasb (usaha) seperti
dari hasil membaca, menulis, mendengar, meneliti, berfikir dan lain sebagainya. Dari ketiga ilmu ini (syari’at, ma’rifat dan kasb) yang paling utama adalah ilmu yang bersumber dari wahyu yaitu ilmu syari’at, karena ia adalah guru. Ilmu kasyf dan ilmu kasb tidak dianggap apabila menyalahi syari’at. Inilah hakikat pengertian ilmu laduni di dalam Islam. Salah satu fenomena Ilmu Laduni banyak terjadi dimasyarakat. Diantaranya pernah seseorang di Jawa Timur yang mengaku-aku sebagai kiai dan menguasai Ilmu Laduni. Dengan Ilmu Laduni yang dimiliknya, sang kiai tersebut mengaku mampu mengajarkan seseorang untuk menguasai berbagai bahasa dengan tanpa bantuan alat pun, baik video, kaset bahasa asing, laboratorium bahasa, apalagi native speaker. Tetapi cukup para muridnya menjalani beberapa ritual, seperti mandi dan membaca beberapa do’a dan sebagainya. Seseorang yang ingin belajar dengan sang kiai ini dipungut biaya Rp 1 juta. Atau Rp 350.000, tergantung pada level yang ia masuki .Sang kiai tersebut mengaku mendapatkan ilmu laduni itu dari Nabi Khidir AS melalui ritual tirakat (lelaku, bertapa). Tirakat tersebut dimulainya sejak usia tujuh tahun. Dan biasanya dilakukan di tepi laut sambil mencari ikan. Pada usia sekitar 12 tahun, sang kiai tersebut mengaku bertemu dengan Nabi Khidir AS di tepi laut. Dalam pertemuan itu, menurutnya bahwa wujud Nabi Khidir AS berupa seorang manusia yang mengenakan pakaian seperti rakyat biasa. Kemudian nabi Khidir mengangkatnya sebagai muridnya.. Perlu di garis bawahi disini, bahwa orang yang punya kelebihan tersebut tidak akan mengaku- ngaku atau mengumumkan ilmu yang ia miliki di depan umum, apalagi sengaja untuk dikomersialkan demi mencari kekayaan dunia. Sungguh hal ini tidak sesuai dengan ruh ajaran Islam yang mengajarkan uamtnya untuk tidak riya’, apalagi menggunakan agama sebagai kendaran untuk mencari dunia. Seseorang yang mengaku mendapatkan Ilmu Laduni, sebagaimana yang di dapat oleh Nabi Khidir as, sama saja ia mengaku mendapatkan wahyu dari langit, karena yang didapat nabi Khidir adalah wahyu. Seseorang bisa mengetahui ilmu ghoib dengan perantara Jin atau Syetan , karena Jin dan Syetan sering mencuri pendengaran tentang hal-hal ghoib dari langit. Sebagaimana firman Allah didalam surat Al Hijr : 17-18, “Dan Kami jaga langit2 tersebut dari syetan yang terlaknat, kecuali mereka yang mencuri pendengaran ( dari hal2 yang ghoib ) , maka dia akan dikejar oleh batu api yang nyata .“ Seseorang yang mengaku mempunyai Ilmu Laduni dengan perantara ilmu-ilmu kanuragan (ilmu kesaktian ) yang ia dapatkan dengan latihan-latihan tertentu, seperti bertapa di tengah sungai selama 40 hari 40 malam, atau puasa selama 40 hari berturut-turut, atau dengan hanya makan nasi putih saja tanpa lauk dalam jangka waktu tertentu atau dengan cara-cara lain yang sering dikerjakan sebagian orang. Maka kita akan tanyakan kepadanya, apakah cara-cara seperti itu pernah diajarkan oleh Rosulullah saw dan para sahabatnya atau tidak ? kalau jawabannya tidak, berarti dia mendapatkan ilmu tersebut dengan meminta bantuan dari Jin dan Syetan.Sebagaimana seseorang bisa menjadi kaya mendadak dengan meminta bantuan Jin dan Syetan. Perbuatan seperti ini dilarang oleh Islam, sebagaimana firman Allah didalam surat Jin : 6 “Dan sesungguhnya ada diantara manusia yang meminta perlindungan dari segolongan Jin , maka segolongan Jin itu hanya aka menambah kepada mereka kesusahan. “ Kita dapati banyak orang pada zaman sekarang yang memelihara Jin untuk memperoleh kekayaan
dengan cepat, tetapi yang mereka dapatkan hanyalah kesusahan. Mereka akhirnya mati secara mengenaskan karena menjadi “tumbal” Jin yang ia pelihara … Sungguh Maha Benar Allah dengan segala firmanNya.