Blk

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Blk as PDF for free.

More details

  • Words: 6,394
  • Pages: 33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Bank dan Lembaga Keuangan Non-Bank

Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya. Lembaga keuangan berfungsi sebagai perantara dari pihak yang surplus dananya kepada pihak yang defisit dananya dalam kegiatan usaha. Pada umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan dari pemerintah. Kehadiran lembaga keuangan inilah yang memfasilitasi arus peredaran uang dalam perekonomian, di mana uang dari investor dikumpulkan dalam bentuk tabungan, kemudian lembaga keuangan menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pinjaman hutang kepada yang membutuhkan (debitur). Di Indonesia lembaga keuangan dibagi dalam dua kelompok, yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank. Pengertian Bank menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang bank sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998, ialah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Dari pengertian tersebut, dapat dijelaskan secara lebih luas bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Pengertian lembaga keuangan non-bank adalah semua badan yang melakukan kegiatan di bidang keuangan, yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkan dalam masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Lembaga keuangan berkembang sejak tahun 1972, dengan tujuan untuk mendorong perkembangan pasar modal serta membantu permodalan perusahaan-perusahaan ekonomi lemah. Jenis-jenis lembaga keuangan meliputi: 1) perusahaan asuransi yaitu pihak penanggung yang mengikatkan diri kepada

tertanggung,

dengan

menerima

premi

asuransi,

untuk

memberikan

1

penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan, 2) PT Pegadaian (Persero) yaitu Perusahaan milik Pemerintah yang ditugasi untuk membantu rakyat, meminjami uang secara perorangan dengan menjaminkan barang-barang bergerak maupun tak bergerak. 3) koperasi kredit yaitu sejenis koperasi yang kegiatan usahanya adalah

mengumpulkan dana anggota melalui simpanan dan menyalurkan kepada anggota yang membutuhkan dana dengan cara pemberian kredit. Selain lembaga keuangan yang resmi ada juga lembaga keuangan non-bank yang tidak resmi. 4) perusahaan sekuritas sebagai perantara investasi saham menyediakan segala

sarana yang berhubungan dengan investasi dan mengeluarkan analisa dan rekomendasi perkembangan pasar kepada investor. 5) modal ventura merupakan suatu investasi dalam bentuk pembiayaan berupa

penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan swasta sebagai pasangan usaha (investee company) untuk jangka waktu tertentu. Pada umumnya investasi ini dilakukan dalam bentuk penyerahan modal secara tunai yang ditukar dengan sejumlah saham pada perusahaan pasangan usaha. Investasi modal ventura ini biasanya memiliki suatu resiko yang tinggi namun memberikan return yang tinggi pula. Dana ventura ini mengelola dana investasi dari pihak ketiga (investor) yang tujuan utamanya untuk melakukan investasi pada perusahaan. 6) factoring (anjak piutang) merupakan transaksi pembelian dan atau penagihan

serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek klien (penjual) kepada perusahaan factoring, yang kemudian akan ditagih oleh perusahaan anjak piutang kepada pembeli karena adanya pembayaran kepada klien oleh perusahaan factoring. 7) Multi Finance Company (Leasing), menurut sumber dari The Equipment

Leasing Association (ELA-UK), memiliki pengertian sebagai suatu kontrak antara lessor dengan lessee untuk penyewaan suatu jenis barang tertentu

2

langsung dari pihak pabrik atau agen penjual oleh lessee. Hak kepemilikan barang tetap berada pada lessor dan lessee memiliki hak pakai atas barang tersebut dengan membayar sewa dengan jumlah dan dengan jangka waktu yang telah ditentukan. 1.2 Fungsi Bank dan Lembaga Keuangan Non-Bank Fungsi bank adalah sebagai penghimpun, penyalur dan pelayan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Secara ringkas fungsi bank dapat dibagi menjadi sebagai berikut: 1)

penghimpun dana untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana maka bank memiliki beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga sumber, yaitu: a) dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu pendirian. b) dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabanas. c) dana yang bersumber dari lembaga keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana yang berupa Kredit Likuiditas dan Call Money (dana yang sewaktuwaktu dapat ditarik oleh bank yang meminjam).

2)

penyalur/pemberi kredit bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan dana yang diperoleh akan tetapi untuk pemanfaatannya bank menyalurkan kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana segar untuk usaha. Tentunya dalam pelaksanaan fungsi ini diharapkan bank akan mendapatkan sumber pendapatan berupa bagi hasil atau dalam bentuk pengenaan bunga kredit. Pemberian kredit akan menimbulkan resiko, oleh sebab itu pemberiannya harus benar-benar teliti dan memenuhi persyaratan. Sebagai tambahan, salah satu penyebab likuidasi bank adalah karena banyak kredit yang bermasalah atau macet.

3

3)

penyalur dana dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan, pemilikan harta tetap.

4)

pelayan jasa bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas pembayaran uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain pengiriman uang, inkaso, cek wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya. Fungsi dari lembaga keuangan non-bank yaitu:

1) asuransi: memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,

kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, 2) leasing: memberikan modal dalam bentuk barang pada perusahaan yang

membutuhkan, 3) modal ventura: mengelola dana investasi dari pihak ketiga (investor) yang

tujuan utamanya untuk melakukan investasi pada perusahaan, 4) pasar modal: menghubungkan investor, perusahaan dan institusi pemerintah

melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang, 5) perusahaan sekuritas: menyediakan segala sarana yang berhubungan dengan

investasi sebagai penjamin bagi perusahaan yang baru masuk di pasar modal dan sebagai manajer investasi. 1.3 Risiko-Risiko Risiko adalah segala kejadian yang dapat menghambat pencapaian tujuan. Besarnya suatu risiko biasanya dikur dari dua aspek, yaitu: 1)

kemungkinan terjadinya,

2)

besarnya dampak apabila terjadi. Dalam menjalankan aktivitasnya, bank dan lembaga keuangan menghadapi

risiko-risiko, yakni: 1. risiko kredit 2. risiko likuiditas

3. risiko nilai tukar

4

4. risiko operasional 5. risiko pasar 6. risiko tingkat suku bunga

7. risiko teknologi 8. risiko insolvency 9. risiko sovereign 10. risiko off balance sheet

Risiko-risiko tersebut akan dibahas lebih rinci dan mendetail pada bab selanjutnya.

5

BAB II PERMASALAHAN

2.1Risiko Kredit (Credit Risk) Risiko kredit (credit risk) adalah suatu risiko kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan atau kegagalan dari debitur dalam membayar kewajiban pembayaran hutangnya kepada kreditur, baik hutang pokok maupun bunganya ataupun keduanya. Kebanyakan kreditur menggunakan cara penilaian kelayakan kredit mereka masing-masing guna membuat peringkat risiko konsumen, lalu kemudian mengaplikasikannya terhadap strategi bisnis mereka. Dengan produk-produk seperti pinjaman pribadi tanpa jaminan atau kredit pemilikan rumah, kreditur akan mengenakan suku bunga yang tinggi terhadap konsumen yang beresiko tinggi dan sebaliknya. Pada pinjaman berulang seperti pada kartu kredit dan overdraft, risiko ini dikontrol dengan cara penetapan batasan kredit yang seksama. Beberapa produk mensyaratkan adanya jaminan yang biasanya dalam bentuk properti. Perlindungan tambahan dalam bentuk pembatasan sebagaimana diatur dalam perjanjian kredit memungkinkan dilakukannya pengawasan oleh pemberi pinjaman (kreditur) atas peminjam (debitur) yaitu misalnya dalam bentuk : 1) pembatasan

terhadap

debitur

atas

tindakan-tindakan

yang

dapat

mempengaruhi keuangan debitur misalnya melakukan pembelian kembali saham, melakukan pembayaran dividen, atau melakukan peminjaman baru. 2) kewenangan untuk melakukan pengawasan atas utang dengan cara mensyaratkan adanya audit dan laporan keuangan bulanan. 3) hak kepada kreditur untuk meminta pelunasan seketika atas hutang yang diberikannya apabila terjadi suatu peristiwa khusus ataupun apabila rasio keuangan seperti hutang / ekuiti menurun. Saat ini terdapat inovasi untuk melindungi kreditur dan pemegang obligasi terhadap risiko gagal bayar yaitu dalam bentuk kredit derivatif yang dikenal dengan istilah credit default swap. Dengan kontrak keuangan ini maka perusahaan dimungkinkan untuk membeli suatu perlindungan (proteksi) terhadap risiko gagal

6

bayar dari pihak ketiga selaku penjual perlindungan. Penjual perlindungan ini memperoleh imbal jasa secara periodik sebagai bentuk kompensasi atas risiko yang diambil alih olehnya yaitu dalam bentuk kesepakatan untuk membeli tagihan tersebut apabila terjadi gagal bayar. Contoh kasus risiko kredit: kasus risiko kredit terdapat di lampiran pada halaman A-1. 2.2 Risiko Likuiditas (Liquidity Risk) Risiko likuiditas adalah risiko yang terjadi karena lembaga keuangan tidak dapat membayar hutang jangka pendeknya. Contoh risiko likuiditas: kasus risiko likuiditas terdapat di lampiran pada halaman A-8.

2.3Risiko Nilai Tukar (Foreign Exchange Risk) Risiko nilai tukar atau risiko mata uang adalah suatu bentuk risiko yang muncul karena perubahan nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang yang lain. Suatu perusahaan atau pemodal yang memiliki aktiva atau operasi bisnis lintas negara akan memperoleh risiko ini jika tidak menerapkan lindung nilai (hedging). Risiko nilai tukar yang terkait dengan instrumen mata uang asing penting diperhatikan dalam investasi asing. Risiko ini muncul karena perbedaan kebijakan moneter dan pertumbuhan produktivitas nyata, yang akan mengakibatkan perbedaan laju inflasi. Contoh risiko nilai tukar: kasus risiko nilai tukar terdapat di lampiran pada halaman A-11. 2.4 Risiko Operasional (Operational Risk) Risiko operasional didefinisikan sebagai suatu risiko kerugian yang disebabkan karena tak berjalannya atau gagalnya proses internal, manusia dan sistem, serta oleh proses eksternal. Walaupun risiko ini dapat diterapkan pada semua jenis organisasi bisnis, keterkaitan utamanya adalah pada bidang perbankan

7

yang regulatornya bertanggung jawab untuk menciptakan pengamanan sebagai perlindungan terhadap kegagalan sistemik sistem perbankan dan ekonomi. Contoh risiko operasional: kasus risiko operasional terdapat di lampiran pada halaman A-19. 2.5

Risiko Pasar (Market Risk) Risiko pasar adalah suatu risiko yang timbul karena menurunnya nilai suatu

investasi karena pergerakan pada faktor-faktor pasar. Empat faktor standar risiko pasar adalah: a. risiko modal b. risiko tingkat suku bunga c. risiko mata uang d. risiko komoditas.

Contoh risiko pasar: kasus risiko pasar terdapat di lampiran pada halaman A-23. 2.6 Risiko Tingkat Suku Bunga (Interest Rate Risk) Risiko suku bunga adalah risiko yang timbul karena nilai relatif aktiva berbunga, seperti pinjaman atau obligasi, akan memburuk karena peningkatan suku bunga. Secara umum, jika suku bunga meningkat, harga obligasi berbunga tetap akan turun, demikian juga sebaliknya. Risiko suku bunga umumnya diukur dengan jangka waktu obligasi, teknik paling tua yang sekarang digunakan untuk mengelola risiko suku bunga. Pengelolaan harta dan kewajiban adalah suatu nama yang umum digunakan untuk rangkaian lengkap teknik-teknik yang digunakan untuk mengelola resiko dalam suatu kerangka kerja manajemen risiko perusahaan. Contoh risiko tingkat suku bunga: kasus risiko tingkat suku bunga terdapat di lampiran pada halaman A-4. 2.7 Risiko Country or Sovereign

Risiko country or sovereign adalah risiko yang mungkin timbul dari adanya kondisi perubahan politik, ekonomi, komersial, dan keselamatan (sovereign) dari

8

negara penerima pinjaman menurut dari pandangan negara yang memberikan pinjaman. Transaksi ini muncul akibat transaksi lintas negara. Contoh risiko country or sovereign: kasus risiko country or sovereign risk terdapat di lampiran pada halaman A-13. 2.8 Risiko Teknologi (Technology Risk)

Risiko teknologi adalah risiko yang timbul dari perubahan teknologi yang bergerak cepat, dan sulitnya menemukan sistem yang dapat menunjang kegiatan yang dilakukan oleh bank. Contoh risiko teknologi: kasus risiko teknologi terdapat di lampiran pada halaman A-21. 2.9 Risiko Insolvency

Risiko insolvency adalah risiko yang timbul akibat dari adanya kemungkinan perusahaan tidak dapat melunasi semua utang yang dimiliki oleh bank dengan asset-asset yang dimiliki oleh perusahaan. Contoh risiko insolvency: kasus risiko insolvency terdapat di lampiran pada halaman A-29. 2.10Risiko Off Balance Sheet

Risiko off balance sheet adalah risiko yang terjadi karena lembaga keuangan tidak dapat memanage (mengatur) assets dan liabilities secara efektif, efisien dan menghasilkan pendapatan yang optimal bagi lembaga keuangan. Contoh risiko off balance sheet: kasus risiko off balance sheet terdapat di lampiran pada halaman A-26.

9

BAB III PEMECAHAN MASALAH Untuk mengatasi masalah tersebut, dibutuhkan adanya manajemen resiko yang baik. Beberapa cara dalam manajemen risiko tersebut adalah: 1. Mengidentifikasi risiko (risk identification). Pada langkah ini dilakukan identifikasi terlebih dahulu mengenai sumber risiko dan akibatnya juga penetapan langkah-langkah mengurangi risiko. 2. Mengukur risiko (risk measurement). Tahap ini mencakup lima kategori resiko: a. Potensi resiko terendah (< 2%) b. Potensi resiko rendah (2-5%) c. Potensi resiko sedang (5-10 %) d. Potensi resiko tinggi (10-20 %) e. Potensi resiko tertinggi (> 20%) 3. Menanggapi resiko (risk response). Langkah-langkah yang dapat diambil yaitu dengan mengembangkan teknologi yang ada, menyusun kebijakan dan prosedur yang lebih ketat ,menghindari transaksi yang menjadi sumber resiko, membangun kepekaan dalam sumber daya manusia terhadap budaya resiko dan pemahaman tentang manajemen resiko operasional, mengalihkan resiko melalui asuransi dan lindung nilai (hedging), meningkatkan pengawasan melekat oleh manajemen. 4. Memantau risiko (risk monitoring). Pada tahap terakhir ini, lembaga keuangan dapat memanfaatkan teknologi informasi (TI). Beberapa cara yang sudah digunakan oleh lembaga keuangan bank maupun non-bank agar dapat meminimalisasi kemungkinan terjadinya resiko-resiko tersebut antara lain seperti tertulis di bawah ini, akan tetapi solusi ini bukan merupakan hal yang mutlak dalam meminimalisasi resiko yang terjadi di lembaga

10

keuangan, karena pada dalam bisnis, resiko merupakan hal yang harus dimaklumi oleh para pelaku-pelaku di lembaga keuangan

1. Credit risk Dengan melakukan survei dan analisis terhadap calon debitur, mengecek history credit dan jumlah kredit limit yang dimiliki calon debitur, menetapkan besar jaminan yang sesuai dengan jumlah pemberian kredit. 2. Technology risk Dengan memakai ahli IT dalam menganalisis sistem yang dibutuhkan, melakukan preventive control dan monitoring terhadap sistem yang ada. 3. Operational risk

Dengan memberikan training terhadap pegawai, memberikan sanksi terhadap karyawan yang melakukan kesalahan dalam tugasnya. 4. Liquidity Risk

Tetap mengontrol assets agar assets yang dimiliki dapat membayar hutang jangka pendek, selain itu juga dapat meminta BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), hal tersebut hanya dapat dilakukan bila memenuhi prosedur/persyaratan yang ditetapkan. 5. Interest rate risk Dengan mengadakan estimasi terhadap perubahan suku bunga pada tahuntahun berikutnya. 6. Foreign exchange risk

Menetapkan lindung nilai (hedging), yang adalah suatu strategi yang diciptakan untuk mengurangi timbulnya resiko bisnis yang tidak terduga dengan cara menetapkan nilai foreign exchange tertinggi dan terendah. 7. Insolvency risk

Lembaga keuangan tetap harus mengontrol agar jumlah liabilities yang dimiliki tidak lebih besar dibanding jumlah assets bank. 8. Off balance sheet risk

Dengan mengatur assets yang dimilikinya dengan baik, sehingga tidak terjadi ketimpangan antara assets dan liabilities.

11

9. Market Risk Dengan mengestimasi akan perubahan-perubahan dalam pasar yang akan terjadi dan akan menimbulkan kerugian bagi lembaga keuangan. 10. Country or sovereign risk

Dengan tetap mengikuti perkembangan politik, sosial, dan ekonomi yang sedang terjadi di dalam negara sehingga lembaga keuangan dapat mengestimasi terlebih dahulu timbulnya resiko terlebih dahulu.

12

BAB IV KESIMPULAN Dalam penjelasan tentang bank, lembaga keuangan non-bank, dan resikoresiko yang dihadapinya, kami dapat menarik kesimpulan bahwa bank dan lembaga keuangan non-bank merupakan lembaga yang berfungsi dalam menghimpun dana dari pihak yang memiliki dana surplus dan kemudian menyalurkannya kembali kepada pihak yang dananya defisit. Ketika menjalankan aktivitas-aktivitasnya tersebut, lembaga-lembaga keuangan tidak luput dari resiko-resiko usaha. Resiko-resiko tersebut meliputi resiko kredit, resiko likuiditas, resiko nilai tukar, resiko tingkat suku bunga, resiko pasar, resiko teknologi, resiko operasional, insolvency risk, off balance sheet risk, country or sovereign risk. Dalam menghadapi resiko-resiko tersebut lembaga-lembaga keuangan, baik bank maupun lembaga keuangan non-bank perlu melakukan manajemen resiko untuk meminimalisasi terjadinya resiko-resiko tersebut. Manajemen resiko tersebut dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi resiko, mengukur resiko, menanggapi resiko, dan mengawasi resiko. Walaupun lembaga keuangan sudah

berusaha dalam meminimalisasi

resiko-resiko yang ada, tetapi resiko-resiko tersebut akan selalu ada. Karena timbulnya resiko dalam lembaga-lembaga keuangan merupakan hal yang wajar dalam dunia bisnis.

13

DAFTAR PUSTAKA ”Asuransi,” from http://www.yahoo.co.id, accessed on 25 Oktober 2007. ”Leasing,” from http://www.okezone.com, accessed on 25 Oktober 2007. ”Lindung Nilai,” from http://www.google.com, accessed on 25 Oktober 2007. ”Manajemen Risiko,” from http://www.google.com, accessed on 25 Oktober 2007. ”Risiko,” from http://www.id.wikipedia.com, accessed on 25 Oktober 2007. ”Risiko Likuiditas,” from http://www.id.wikipedia.com, accessed on 25 Oktober 2007. ”Risiko Tingkat Suku Bunga,” from http://www.id.wikipedia.com, accessed on 25 Oktober 2007. ”Risiko Kredit,” from http://www.id.wikipedia.com, accessed on 25 Oktober 2007.

14

LAMPIRAN Contoh kasus-kasus yang terjadi akibat dari risiko-risiko

1) Risiko kredit (Credit Risk) Kredit Macet Rp 1 Triliun di Bank Mandiri Mulai Disidik TEMPO Interaktif, Jakarta: Kejaksaan Agung tengah menyelidiki dan menyidiki kasus-kasus kredit macet di Bank Mandiri yang dikucurkan sejak periode 1990-an. Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Sudhono Iswahyudi, nilai total pemberian kredit itu mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Kredit macet terbesar berikan kepada sebuah perusahaan pengelola televisi swasta

sebesar

Rp

361

Miliar

Menurut Sudhono, untuk menyidik kasus-kasus kredit macet sebanyak 24 kasus di bank pemerintah terbesar itu, dia telah menyiapkan sepuluh tim yang bertugas menyelidiki dan menyidikinya. "Total ada 60 jaksa yang akan segera dimulai pada lima

perusahaan,”katanya.

Kejaksaan mengetahui adanya penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit, talangan, dan pengambilalihan hak tagih terhadap debitur Bank Mandiri setelah berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lima perusahaan sudah diketahui

penyimpangannya.

Antara lain, dua kasus kredit macet di Bank Mandiri yang melibatkan sebuah perusahaan pengelola televisi swasta PT Lativi Media Karya (LMK) dan PT CGM. Penyimpangan pemberian kredit PT APM, PT ATM, dan PT SZP. Dihubungi secara terpisah, Corporate Bussines Development Director A Latif Corporation Harun Kussuwardhono, perusahaan yang menaungi Lativi Media

15

Karya tidak bersedia menanggapi keterangan pers dari kejaksaan itu. "Kami no comment aja deh. Kami kan masih berusaha menyelesaikan,"katanya. Harun membantah ketika perusahaannya dikatakan terlibat kredit macet Bank Mandiri. "Kan

sudah

direstrukturisasi.

Ini

kan

sudah

berjalan,"ujarnya.

Dari pihak Bank Mandiri, menurut Sudhono, kejaksaan baru melakukan penyidikan terhadap yang bertanggung jawab. "Bisa jadi direksi (bank) dan group head-group head yang memberikan kredit, melakukan analisa, sampai memberikan putusan pemberian kredit bermasalah itu,"katanya. Dia menolak menyebutkan para tersangka. Sebab, kejaksaan masih bekerja di awal tahap penyelidikan. Pengucuran kredit itu tidak saja terjadi di Bank Mandiri pusat. Namun juga di daerah. Sebab itu, kejaksaan akan memeriksa Bank Mandiri diJakarta,Pekanbaru, danMedan. Kejaksaan, menurut Sudhono tengah menuntaskan kasus-kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap bank-bank yang tidak kooperatif. Selama ini, kejaksaan sudah menindaklanjuti penyidikan dengan membawa bank itu ke pengadilan. "Namun, ada juga karena kebijakan pemerintah maka dihentikan penyidikannya,"kata Sudhono. Akibatnya, dari puluhan bank yang dibantu, kini tinggal menyisakan 16 debitur yang akan dilakukan penyelidikan, penyidikan

dan

dibawa

ke

pengadilan.

Selain Bank Mandiri ada 16 bank yang tengah diteliti kejaksaan. Antara lain ; Bank Central Dagang, Bank Pelita, Bank Deka, Bank Pinaesaan, Bank Centris Internasional, Bank Indonesia Raya, Bank Intan, Bank Pesona Kriya Dana, Bank Tata, Bank Anrico, Bank Dwipa Semesta, Bank Guna Internasional, Bank Industri,Bank Pasific, dan Bank Majapahit. 2) Risiko likuiditas ( Liquidity Risk)

16

2

Kejagung Perpanjang Penyelidikan BLBI dan VLCC

Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejagung) memperpanjang penyelidikan kasus penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) selama dua bulan dan penjualan tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) milik

Pertamina

selama

sepuluh

hari.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Kemas Yahya Rahman di Jakarta, Jumat, menjelaskan Kejagung konsentrasi menyelidiki penyelesaian BLBI, yaitu tahap perhitungan dan penyerahan aset kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional

(BPPN).

Dua kasus BLBI yang diselidiki adalah penyelesaian kasus BLBI dengan kewajiban penyelesaian senilai Rp52,7 triliun dan senilai Rp28 triliun. Pada kasus pertama, BPPN melalui kantor akuntan publik menyatakan obligor bisa membayar menggunakan saham dan aset. Namun demikian, setelah diteliti saham dan aset itu hanya bernilai Rp19 triliun, jauh lebih sedikit dari kewajiban

membayar

Rp52,7

triliun.

Sedangkan pada kasus BLBI kedua, BPPN melalui akuntan publik juga menyatakan obligor bisa membayar menggunakan aset. Setelah diteliti, aset itu hanya bernilai Rp2,3 triliun, lebih sedikit dari kewajiban membayar Rp28 triliun. Kemas mengatakan, Kejagung membutuhkan data dan dokumen, khususnya dari BPPN,

untuk

"Sayangnya

kita

mencari belum

menerima

dasar data

perhitungan yang

lengkap,"

aset. katanya.

Kelengkapan data diperlukan untuk menyatakan valid tidaknya dasar perhitungan yang digunakan untuk menilai nilai aset obligor yang akan digunakan untuk mengembalikan

BLBI.

17

"Kalau tidak ada dasar perhitungan, ini berarti perhitungan asal-asalan," kata Kemas. Untuk itu, katanya, Kejagung memperpanjang penyelidikan kasus BLBI selama dua bulan. Sebelumnya Kejagung menjanjikan penyelidikan kasus BLBI akan berlangsung

selama

tiga

bulan.

Sedangkan untuk kasus VLCC, Kejagung belum bisa menentukan tersangka dan memutuskan

untuk

memperpanjang

penyelidikan

selama

sepuluh

hari.

Perpanjangan ini bertujuan untuk menambah bukti, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menentukan tersangka

Risiko

Ekses

Likuiditas

Semakin

Mencemaskan

Jika Tidak Diserap BI, Berpotensi Menurunkan Nilai Rupiah Jakarta, Kompas - Akibat sektor riil yang bergerak lamban, ekses likuiditas di sistem keuangan semakin terakumulasi. Besarnya ekses likuiditas tercermin dari posisi Sertifikat Bank Indonesia dan Fasilitas Bank Indonesia per Maret 2007 yang mencapai Rp 263 triliun. Kondisi itu sudah hampir mendekati uang beredar. "Ekses likuiditas hampir mendekati jumlah base money (uang beredar) yang sebesar Rp 272 triliun," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aslim Tadjuddin, pada seminar perbankan, akhir pekan lalu di Jakarta. Uang beredar merupakan uang kartal yang diedarkan di masyarakat untuk kebutuhan transaksi perekonomian. Menurut Aslim, munculnya ekses likuiditas sebenarnya diawali dari kebijakan pemerintah memberikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebagai solusi mengatasi krisis moneter dan program rekapitalisasi perbankan pada tahun 1998.

18

Program rekapitalisasi dilakukan dengan penerbitan obligasi rekapitalisasi yang mencapai sekitar Rp 600 triliun. Kupon obligasi rekap dan Surat Utang Negara (SUN) yang harus dibayar pemerintah sekitar Rp 50 triliun per tahun. Sementara itu, diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sekitar Rp 25 triliun per tahun. Karena tidak diinvestasikan di sektor riil, hasil dari kupon dan diskonto tersebut ditanamkan kembali ke dalam SBI sehingga jumlah SBI makin membengkak. "Yang terjadi adalah uang hanya berputar-putar di sistem keuangan," ungkap Aslim. Dia mengatakan, dalam beberapa waktu ke depan, ekses likuiditas akan semakin besar karena pembiakan dana oleh sistem keuangan lebih cepat dari yang bisa diserap oleh sektor riil. Beban bunga Pertumbuhan ekses likuiditas yang cepat berdampak pada meningkatnya beban bunga yang harus dikeluarkan BI untuk menyerap ekses likuiditas tersebut. Jika tidak diserap BI, ekses likuiditas berpotensi menurunkan nilai rupiah secara drastis. Menurut Aslim, selain penyerapan oleh sektor riil, sebenarnya ada empat cara untuk mengurangi ekses likuiditas, meskipun hasilnya tidak seefektif penyerapan oleh sektor riil. Cara pertama, peningkatan giro wajib minimum. Kedua, melalui penyerapan melalui operasi pasar terbuka. Ketiga, melalui mekanisme nilai tukar. Dan cara keempat, konversi tagihan BI kepada pemerintah menjadi SUN yang bisa diperdagangkan dan dapat digunakan BI sebagai instrumen moneter. Dirut Bank Mandiri Agus Martowardojo mengatakan, tahun 2007 ini manajemen akan memacu penyaluran kredit di semua segmen, mikro, ritel, komersial, korporasi, dan konsumsi.

19

Menurut dia, Bank Mandiri memiliki kemampuan berupa modal yang besar, infrastruktur, kemampuan sumber daya manusia, dan teknologi untuk menguasai pangsa pasar pendapatan sebesar 30 persen di semua segmen. (FAJ) 3) Risiko interest rate Suku Bunga Perbankan Pengaruhi PLN Bangun Pembangkit Baru TEMPO Interaktif, Jakarta:Suku bunga perbankan yang meningkat mencapai 18 persen membuat PLN menjadwal ulang pembangunan pembangkit skala kecil non BBM sebesar 1.200 megawatt. Sebab, saat pelaksanaan tender proyek pembangkit suku bunga perbankan masih 12 persen, sehingga perlu ada penyesuaian. Direktur Utama PLN, Eddie Widiono mengatakan, PLN menghadapi masalah pelik dengan adanya perubahan suku bunga bank. “Mereka minta penyesuaian harga karena saat tender bunga bank hanya 12 persen,” kata dia seusai peringatan hari

listrik

nasional

ke-60

di

kantor

PLN

Pusat,

Kamis (27/10).

Eddie menyatakan masih terus mencari jalan agar 1.200 megawatt pembangkit skala kecil yang tersebar di luar Jawa dapat tetap dibangun. “Masih dinegosiasikan karena ada rambu-rambu yang harus diperhatikan,” tambahnya. Menurut dia, PLN akan berkonsultasi dengan pemerintah untuk menyelesaikan masalah

ini.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, dalam kesempatan yang sama membenarkan kesulitan yang dialami PLN. Ia menegaskan akan membahas masalah tersebut dan berharap dapat diselesaikan sebelum lebaran. “Skenario dasarnya sudah ada di PLN, nanti kami kembangkan,” ujarnya.

Pembangkit skala kecil sebesar 1.200 megawatt yang akan dibangun PLN ini tersebar di Palu, Ternate, Tidore, Sampit, dan Ambon. Rata-rata kapasitas

20

pembangkit antara 6 megawatt, 15 megawatt, dan 25 megawatt. Tahapannya tidak ada

butir-butir

kesepakatan

yang

siap

ditandatangani.

Bila sesuai jadwal sebesar 700 megawatt itu selesai dinegosiasikan sebelum bulan Desember 2005, sedangkan 200 megawatt selesai dinegosiasikan pada triwulan pertama 2006, sisanya 300 megawatt selesai negosiasi pada triwulan kedua. 4) Risiko Pasar ( Market Risk) BI Mulai Sosialisasikan Risiko Pasar dalam Perhitungan CAR Jakarta, Kompas - Bank Indonesia (BI) akan memperkenalkan penerapan dimasukkannya risiko pasar terhadap perhitungan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan. Tahun 2004, risiko ini akan diberlakukan secara efektif. Mengenai aturan baru ini, perbankan nasional pun sudah mulai mengadakan simulasi perhitungan risiko pasar dalam perhitungan rasio kecukupan modalnya. Akan tetapi, hingga kini belum ada rincian bagaimana sebenarnya risiko pasar dimasukkan ke dalam perhitungan CAR di perbankan. "BI

mencoba

memasukkan

risiko

pasar

dalam

penghitungan

CAR.

Pelaksanaannya akan dilakukan bertahap, tidak sekaligus. Jadi, tahun ini baru percobaan dan efektifnya tahun depan," demikian diungkapkan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin di sela-sela seminar perbankan di Jakarta, Kamis (27/3). Saat ini CAR bank-bank diperhitungkan berdasarkan modal inti ditambah modal tambahan kemudian dibagi dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) atau risiko kredit. Adapun risko pasar meliputi gejolak tingkat suku bunga dan nilai tukar. Dengan memasukkan risiko pasar, berarti bank-bank akan membutuhkan modal semakin besar untuk mengimbangi semakin luasnya jangkauan risiko yang harus ditanggungnya.

21

Syahril mengatakan, Indonesia memang masih mempersiapkan aturan-aturan mengenai perhitungan risiko pasar ini. "Kenapa BI menerapkan secara bertahap, kami juga mempertimbangkan kondisi bank saat ini. Penerapan risiko pasar memang akan membuat modal bank turun. Oleh sebab itu bank masih membutuhkan masa penyesuaian," ujar Syahril Sabirin. Syahril mengatakan, BI mengajak kalangan perbankan dan pihak-pihak terkait untuk bertukar pikiran mengenai risiko pasar ini. Selain itu, BI menjanjikan adanya masa transisi sebelum ketentuan tersebut diberlakukan secara efektif. Dengan diterapkannya risiko pasar, berarti risiko yang harus diperhitungkan perbankan akan bertambah. Selanjutnya, bank harus menambah modal lagi agar CAR-nya tidak tergerus tambahan risiko tersebut. Belakangan ini memang banyak bank yang menerbitkan obligasi subordinasi yang dapat diperhitungkan sebagai modal dalam perhitungan CAR. Sudah siap Ketua

Perhimpunan

Bank-bank

Nasional

(Perbanas)

Gunarni

Soeworo

mengatakan, perbankan nasional sebenarnya sudah siap untuk penerapan perhitungan risiko pasar tersebut. Rata-rata CAR perbankan nasional saat ini sudah 22 persen dari 20 persen pada tahun 2002. Menurut dia, bank-bank pun sudah banyak persiapan dan berharap persiapan-persiapan bank tersebut sudah mencukupi. "Risiko pasar sebenarnya sudah ada sejak dahulu dan sekarang tinggal dihitung ada atau tidaknya kemungkinan terjadi kerugian. Jadi, semakin konservatif banknya, bank akan memperhitungkan risiko pasar tadi. Sekarang ada aturan prudential Bank Indonesia dalam menentukan besarnya CAR, kemudian mulai diperhitungkan adanya risiko pasar," ujarnya.

22

Namun, Gunarni juga mengingatkan apakah sekarang ini perbankan nasional sudah memiliki kecukupan modal yang bisa menyerap kemungkinan terjadinya kerugian yang disebabkan karena risiko pasar. "Kalau kita lihat sekarang banyak bank yang CAR-nya sudah tinggi, tetapi dari sisi asetnya masih didominasi obligasi. Begitu sudah terjadi secara gradual konversi aset-aset yang lebih berisiko tinggi, orang sudah harus memperhitungkan," ujar Gunarni. Mengenai kemungkinan banyaknya bank yang akan jeblok lagi jika aturan baru ini benar-benar diterapkan tahun 2004 mendatang, ia mengatakan belum tentu karena karakteristik setiap bank berbeda. "Masing-masing bank beda, ada yang exposure-nya kepada risiko pasar tidak terlalu besar, tergantung komposisi asetnya, saya rasa akan bergantung dari bagaimana mereka mengelola sebaikbaiknya, apa yang ada di neracanya harus cukup," kata Gunarni. Belum ada rincian Dari pihak perbankan sendiri, penerapan penghitungan risiko pasar dalam CAR memang perlahan sudah diantisipasi. Akan tetapi, belum diketahui berapa penurunan CAR perbankan saat ini jika memasukkan perhitungan tersebut. Rincian mengenai perhitungan CAR tersebut juga belum diketahui secara jelas benar. "Kami belum tahu, CAR perbankan akan berkurang sampai berapa. Kami belum tahu detailnya mengenai pemasukan risiko pasar ini sebenarnya bagaimana. Belum bisa dikatakan pengaruh berkurangnya sampai berapa. Tetapi bank-bank sudah bersiap-siap semuanya," ujar Direktur Utama Bank NISP Pramukti Surjaudjaja. Menurutnya, pengaruh aturan baru ini berbeda dari masing-masing bank. Antisipasi yang telah dilakukan NISP, misalnya, adalah mempersiapkan risk manajemen. Simulasi juga sudah dilakukan oleh NISP, tetapi belum jelas benar

23

bagaimana sebenarnya perubahan atas penerapan aturan baru tersebut bagi NISP sendiri. Menurut data NISP, per 31 Desember 2001, CAR-nya sebesar 9,02 persen. Adapun menurut laporan keuangan yang belum diaudit, CAR per 31 Desember sebesar 12,35 persen. Setelah mengeluarkan obligasi subordinasi sebesar Rp 500 milyar, CAR NISP akan meningkat menjadi 19,6 persen. Akan tetapi, peningkatan ini terjadi setelah adanya persetujuan BI. "Semua juga sudah menantikan dan bersiap-siap bentuknya seperti apa. BI juga menunggu," ujar Pramukti lagi. Dalam kesempatan itu, Syahril juga mengatakan BI tengah menyusun arah pengembangan perbankan syariah sampai tahun 2011. 5) Risiko nilai tukar (Foreign Exchange Risk) ESCAP: Asia Pasifik Hadapi Risiko Penguatan Nilai Tukar JAKARTA – Survei Ekonomi dan Sosial Asia Pasifik (ESCAP) 2007 yang dirilis Persatuan Bangsa-Bangsa menyatakan gejolak nilai tukar mata uang menjadi risiko paling besar yang bakal dihadapi negara-negara di Asia Pasifik tahun ini. Survei yang dirilis serentak Rabu (18/4/2007) ini, menyebutkan akan terjadi penguatan nilai tukar di sejumlah negara di Asia Pasifik. Dalam paparannya, Ekonom PBB untuk survei ESCAP Amarakoon Bandara menuturkan, penguatan nilai tukar perlu diwaspadai. Hal ini karena penguatan itu dipicu oleh derasnya aliran modal masuk ke kawasan ini sehingga ada berpotensi disusupi uang panas (hot money). Sementara, di bagian lain penguatan itu karena ketidakseimbangan perekonomian Amerika Serikat. Karena itu, Bandara mengatakan Bank Sentral dapat memilih dua dari tiga pilihan kebijakan akibat hal ini. Pertama, membuat target nilai tukar, kedua memilih

24

untuk menerapkan kebijakan yang independen dan menjaga neraca modal. Namun kebijakan ini tidak bisa diterapkan sekaligus. “Memiliki fleksibilitas nilai tukar adalah hal yang paling bagus menghadapi hal ini, untuk menjadi salah satu tameng terbaik dalam menghadapi motif spekulasi dari derasnya capital inflows (modal masuk) ke kawasan ini,” kata Bandara dalam paparannya di Gedung Surya, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (18/4/2007). Selain penguatan nilai tukar perlu diwaspadai, ESCAP 2007 juga memprediksikan tujuh risiko yang bisa membahayakan kawasan Asia Pasifik. Berurutan, kejutan harga minyak dunia, penurunan pasar properti AS, ketidakpastian dan ketidakseimbangan global, ketidakjelasan arah pemulihan ekonomi Jepang, overheating ekonomi China, dan wabah flu burung.

6) Risiko Teknologi (Technology Risk ) Heboh Kasus Uang Lenyap dari Rekening Seminggu ini Batam sedang dihebohkan dengan kasus uang yang lenyap sendiri dari ATM Bank Mandiri. Kejadian uang yang lenyap dengan sendirinya dari rekening bank, setelah sang pemilik usai mengambil uang di atm, terkuat pada 1 September 2007 lalu. Berikut

petikan

dari

milis

IT-Batam

mengenai

kasus

atm

Mandiri:

Hati-hati dengan atm anda, tanggal 01 september saya mencoba mentransfer uang dari ATM mandiri di Mall BCS, "berhasil" dan mencoba untuk melihat kembali saldo

saya

tanggal

4

September

2007.

Betapa terkejutnya saya ketika yang saya lihat saldo saya berkurang sesuai nilai maximal pengambilan ATM saya. Waktu pengambilan uang tersebut adalah berturut-turut sebanyak 5 kali pada jam 13.53 WIB - 13.57 WIB. Saya coba kontak 14000 (layanan Mandiri Call) dan mereka berkata "Uang saya

25

telah diambil secara tunai melalui ATM bersama". Kemudian saya berusaha mencari-cari kemungkinan hingga 2 teman dekat saya, (mohon maaf kepada teman

saya

ini).

Selang semalam pagi ini saya kembali menelpon Bank Mandiri cabang BIP Mukakuning,

dan

beliau

menjelaskan:

1.Saya adalah korban yang ke 5 setelah 3 orang karyawan Panasonics dan 1 orang Sanyo yang mendebet ATMnya di BCS Mall, TOP100, Nagoya dan sekitarnya. 2.Dengan mudah bank mandiri menjawab TIDAK BERTANGGUNG JAWAB ATAS 3.Saya

KEHILANGAN hanya

dianjurkan

UANG blokir

atm.

Laporan di atas, hanya satu dari sekian banyak kasus sama yang terjadi. Malla, staf Harian Posmetro Batam, bahkan memasukkan keluhannya ke rubrik Suara Pembaca detik.com,pada 10 September 2007 lalu.

Kartu kredit Sementara itu di tempat terpisah, Deputi Gubernur BI Maulana Ibrahim mengatakan,

pertumbuhan

industri

kartu

kredit

sepanjang

tahun

2005

diperkirakan mencapai 30 persen dibandingkan dengan tahun 2004 sebesar Rp 14 triliun. "Jumlah pengguna di tahun 2004 mencapai 5,5 juta dengan total kredit mencapai Rp 14 triliun," katanya. Jumlah tersebut, kata dia, melonjak hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun 1998 yang hanya sekitar 2 juta pengguna. Maulana juga mengatakan, pesatnya pertumbuhan industri kartu kredit membuat industri tersebut cukup rentan dari penyalahgunaan dan pemalsuan kartu kredit. Kondisi itu pada akhirnya akan berdampak negatif pada citra dan reputasi negara.

26

Sementara itu, Koordinator Manajemen Risiko Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Dodit Wiweko Probojakti mengatakan, kasus kejahatan kartu kredit pada tahun 2004 tercatat sebanyak 52 kasus. Dari jumlah itu 40 kasus terjadi di Jakarta. "Dari kasus-kasus tersebut, lima kasus menghasilkan putusan dengan hukuman tiga sampai empat tahun penjara. Ini sangat menggembirakan. Sebab, pada tahuntahun sebelumnya, pemalsu kartu kredit hanya dihukum dua bulan atau beberapa bulan," katanya. "Nilai kerugiannya diperkirakan mencapai Rp 30 miliar-Rp 50 miliar, sedangkan kartu palsu yang beredar diperkirakan ribuan jumlahnya," katanya Dodit berharap Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang kartu kredit yang dikeluarkan BI mampu menekan potensi kerugian, baik kepada bank, prinsipal, maupun konsumen pengguna. Regulasi Bank Indonesia tentang kartu kredit akan meningkatkan koordinasi pelaku industri kartu kredit.

7) Resiko Operasional DPR

Ingatkan

Tingginya

Risiko

Operasional

Bank

BUMN

* Ditjen Pajak Kaji Insentif Pajak untuk Merger Bank Jakarta, Kompas - Komisi XI DPR mengingatkan tingginya tingkat risiko operasional bank-bank badan usaha milik negara. Jika risiko operasional itu tidak diturunkan, dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi bank bersangkutan. "Berdasarkan hasil pemeriksaan BI yang dilaporkan ke kami, tingkat risiko operasional

di

beberapa

bank

BUMN

meningkat.

BI

bahkan

telah

memperingatkan satu bank BUMN mengenai hal tersebut," kata Anggota Komisi XI DPR, Dradjad Wibowo, kemarin.

27

Dalam kegiatan operasionalnya, bank memiliki sejumlah risiko, antara lain risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional. Risiko operasional meliputi risiko yang muncul dari penerapan sistem organisasi internal dan penanganan sumber daya manusia yang kurang baik. "Ini terkait dengan gaya kepemimpinan manajemennya. Juga, penempatan SDM yang menimbulkan konflik kepentingan. Hal-hal seperti itu bisa menimbulkan rasa sakit hati pada sebagian karyawan," katanya. Dradjad belum bisa menjelaskan bank BUMN yang telah diperingati BI akibat meningkatnya risiko operasional. Dia juga tidak menjelaskan detail kasus yang terjadi di bank tersebut sehingga meningkatkan risiko operasionalnya. Bank BUMN di Indonesia adalah Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN, dan Bank Ekspor Indonesia (BEI). Risiko operasional bisa berbahaya jika dibiarkan. "Sebab, berdasarkan pemeriksaan, kasus L/C bodong yang terjadi di BNI lebih disebabkan oleh risiko operasional ketimbang risiko kredit," katanya. 2.3

Dua PT Fiktif Terlacak sebagai Pembobol BNI

MAGELANG-Dari empat perseroan terbatas (PT) yang diduga digunakan untuk membobol Bank BNI Cabang Magelang senilai Rp 24 miliar, baru dua PT yang diketahui identitasnya. Yaitu PT Prasetya Cipta Tulada (PCT) beralamat di Jalan Pahlawan 16, Prajenan, Mertoyudan, Kabupaten Magelang, serta PT Maestrotama Interbuana (MI), beralamat di Jalan Raden Saleh 1, Potrobangsan, Kota Magelang. ''PT yang berlokasi di Kabupaten Magelang sudah didaftarkan ke kantor kami pada 19 Februari 2003. Bidang usahanya, kalau tidak salah, perdagangan umum,'' kata Siswojo, staf Kantor Perindag Kabupaten Magelang, ketika dicegat wartawan seusai dimintai keterangan di Reskrim Polwil Kedu, Senin (12/1).

28

Informasi yang diperoleh menyebutkan, surat izin usaha perdagangan (SIUP) PT PCT dikeluarkan di Jakarta. Di Kantor Perindag Kabupaten Magelang, SIUP PT tersebut hanya didaftarkan, karena di sini hanya sebagai kantor cabang. Yang digunakan sebagai kantor di Prajenan rumah seseorang, yang hingga kemarin belum bisa dihubungi. Kemungkinan hal serupa juga dilakukan PT MI di Jalan Raden Saleh, Kota Magelang. Rumah yang digunakan sebagai kantor adalah rumah kosong, belum diketahui pemiliknya. Yang jelas, kata sumber Suara Merdeka, sejak tahun 2003 hingga sekarang, kedua rumah yang digunakan sebagai kantor PT tidak pernah ada kegiatan. Kepastian PT MI sudah didaftarkan di Kantor Disperindag Kota Magelang baru diketahui hari ini (13/1), setelah polisi meminta keterangan karyawan dinas tersebut. Nasabah Bank BNI Kota Magelang sepertinya tidak terganggu dengan berita bank dengan lambang perahu layar itu kebobolan dana Rp 24 miliar. Buktinya, Senin kemarin nasabah yang mentransfer dana cukup banyak. ''Biasa, kalau hari Senin nasabah yang datang banyak, karena Sabtu dan Minggu libur,'' tutur karyawan setempat. Tidak ada penjagaan mencolok dari petugas kepolisian. Penjagaan hanya dilakukan oleh satpam setempat, seperti hari-hari biasanya. Juga tidak terjadi penarikan uang dalam jumlah besar dari nasabah. Semuanya berjalan normal. Keterangan lain yang diperoleh menyebutkan, normalnya operasional bank milik pemerintah yang beralamat di Jalan Pahlawan No 1 Magelang itu diperkirakan karena pembobolan dana tidak dilakukan sekaligus, tetapi bertahap. Adapun pelakunya sama dengan pelaku pembobolan Bank BNI Cabang Kebayoran Baru. Para wartawan tidak berhasil meminta konfirmasi pimpinan BNI Kota Magelang. ''Pimpinan sedang tugas ke Jakarta,'' tutur Budi, pengganti sementara pimpinan

29

bank tersebut. Dia keberatan memberikan penjelasan tentang masalah yang menimpa institusinya, dengan alasan tidak berwenang. Belum Dipecat Sementara itu, meski diduga terlibat, namun belum ada karyawan yang diberhentikan. Meskipun begitu manajemen BNI telah mengambil tindakan kepada para pegawai yang dianggap bertangung jawab. Saat ini mereka yang diduga terlibat ditarik dari jabatan dan tidak mendapat tugas apa pun. ''Saat ini kasus tersebut telah ditangani Polda Jateng. Dalam kasus ini, BNI sudah melakukan penyitaan beberapa aset seperti tanah dan pemblokiran beberapa rekening,'' kata Dirut Bank BNI, Sigit Pramono, di Jakarta, Senin. Menurut Sigit, kasus yang menimpa Bank BNI Magelang merupakan kasus lama yang terjadi sekitar Februari 2003. Kasus itu diketahui setelah terungkap kasus pembobolan BNI Kebayoran Baru senilai Rp 1,7 triliun yang dilakukan perusahaan PT Gramarindo melalui transaksi L/C fiktif. ''Manajemen lama ketika itu memerintahkan semua jajarannya mencari tahu kemungkinan ada transaksi lain yang dilakukan oleh kelompok perusahaan Grup Gramarindo. Setelah diteliti, ternyata ada transaksi L/C yang sama dengan melibatkan kelompok perusahaan Grup Gramarindo.'' Dia menjelaskan, dari sembilan L/C yang dibuka, tujuh di antaranya sudah dibayar kembali, sehingga yang belum dibayar dua L/C. Sedangkan empat perusahaan yang melakukan transaksi tersebut masing-masing dengan inisial PT BG, PT MT, PT PK, dan PT GP. Di antara perusahaan-perusahaan itu ada yang terkait dengan Gramarindo. Bahkan, ada orang-orang yang juga terlibat pada pembobolan BNI Kebayoran Baru dengan inisial AW. Menurutnya, kesembilan L/C dengan nilai 7,5 juta dolar AS, sudah diselesaikan tujuh L/C dengan nilai 4,3 juta dolar AS, sehingga dua L/C lainnya yang berpotensi menjadi kerugian 3,187 juta dolar AS.

30

Dia mengatakan, modus operandi pembobolan yang terjadi mulai Februari 2003 itu sama dengan kasus pembobolan cabang Kebayoran Baru, yaitu menggunakan kredit perdagangan (L/C) fiktif. Penerbit L/C adalah perusahaan yang sama dengan yang terlibat kasus sebelumnya. ''Dugaan pelakunya juga sama. Pelakunya berinisial AW.'' Peristiwa pembobolan itu bisa terjadi, karena ada kerja sama dari orang dalam BNI. Tapi dia menolak menyebutkan inisial dan jabatan para pelaku yang saat ini sudah ditahan kepolisian. ''Tidak enak. Kasusnya sedang ditangani polisi,'' katanya. Modus Operandi Pengamat ekonomi yang juga Komisaris Bank BNI Dr Dradjad Wibowo mengatakan, modus operandi pembobolan yang dilakukan oleh Grup Gramarindo di BNI Magelang mirip dengan penipuan pada kasus pembobolan di BNI Kebayoran Baru senilai Rp 1,7 triliun. Yaitu dengan melibatkan empat perusahaan. Total L/C yang didiskonto untuk keempat perusahaan tersebut mencapai 7,5 juta dolar AS. Kasus tersebut, ungkapnya, terjadi sejak Februari 2003 dan ditemukan oleh Kantor Wilayah V BNI di Semarang, setelah manajemen lama memerintahkan jajarannya untuk mencari tahu tentang kemungkinan ada transaksi lain di BNI oleh Grup Gramarindo. Setelah ditelusuri oleh Kanwil BNI, ditemukan masih ada transaksi L/C bermasalah yang dilaporkan ke BNI pusat pada November 2003. ''Setelah ditelusuri, ternyata dalam transaksi ini juga terjadi berbagai pelanggaran prosedur sistem operasional transaksi. Manajemen baru, yang baru masuk, langsung diberi tanggung jawab menyelesaikan ini. Kemudian kita lapor ke Bank Indonesia (BI) dan akhirnya kami melaporkan ke Polda Jawa Tengah, karena kejadiannya di Magelang,'' ungkap Dradjad. BNI juga telah melakukan tindakan dengan mengadakan pemeriksaan internal terhadap delapan karyawan, mulai pimpinan cabang hingga jajarannya yang

31

diduga terlibat, karena menyalahgunakan tugas dan tanggung jawab. ''Prosesnya sudah berjalan. Persoalan siapa yang akan ditetapkan sebagai tersangka, kita serahkan kepada kepolisian,'' katanya. Tindakan itu ditempuh sebagai bagian dari upaya manajemen baru BNI membersihkan kasus-kasus penipuan di bank tersebut. Sebab, pada April 2003 manajemen menargetkan BNI sudah menerapkan kebijakan zero fraud. Meskipun begitu kasus pembobolan ini tidak akan membuat BNI mengalami kerugian signifikan. ''Keuntungan berkurang sedikit, karena kami harus menyediakan pencadangan Rp 26 miliar. Proyeksi keuntungan tetap Rp 1 triliun.''(P60,wa-33t)

32

33

Related Documents

Blk
May 2020 12
Blk 800
November 2019 29
Blk List
June 2020 5
Blk Yolana.docx
June 2020 11
Gner Letter Blk
May 2020 7
Makalah Blk Bbaru.docx
November 2019 17