Biografi Sultan Muhammad Al Fatih Sang Penakluk Konstantinopel.docx

  • Uploaded by: Windi Febriyani Pakai
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Biografi Sultan Muhammad Al Fatih Sang Penakluk Konstantinopel.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,879
  • Pages: 7
Biografi Sultan Muhammad Al Fatih Sang Penakluk Konstantinopel New Hives 21:56 6

Sultan Muhammad Al Fatih Sang Penakluk Konstantinopel A. Kelahiran Dan Masa Kecil Sultan Muhammad Sultan Mahmed II atau juga dikenal Sultan Muhammad Al- Fatih, beliau adalah Sultan yang memerintah di Dinasty Turky Utsmani. di juluki Al-Fatih (sang penakluk) karena telah menaklukkan Konstantinopel.[1] Sultan Muhammad II dilahirkan pada tanggal 20 April 1429 M, bertepatan pada 26 Rajab 833 H. Ibunya yang diduga merupakan seorang Budak dengan asal-usul agama Kristen dan bernama Turki Hatun bin Abdullah dan ayahnya adalah Raja Murad Lahir sebagai putera ketiga Murad, Muhammad tidak pernah dipersiapkan ataupun diperkirakan menjadi penggantinya sebagai putra mahkota. Muhammad baru ditetapkan sebagai putra mahkota setelah kematian kedua kakak lelakinya yang berlainan ibu , Ahmad dan Ali, dalam usia yang masih muda. Kematian Ahmad dan Ali sangat memukul Murad ia segera memanggil Muhammad yang saat itu berada Magnesa ke Edirne untuk dididik secara intensif sebagai calon penggantinya Muhammad Celebi atau Muhammad kecil pada awal masa pendidikannya bukanlah anak yang mudah untuk menerima pelajaran. Bukan berarti ia Bodoh atau kurang mampu

menyerap pelajaran. Sebetulnya ia anak yang sangat cerdas tetapi ia tak pernah mau menaati guru-gurunya. Mungkin ini disebabkan kedudukannya sebagai seorang pangeran yang membuatnya jadi manja. Satu demi satu guru yang dihadirkan ayahnya mengalami kegagalan dalam menggemblengnya. Muhammad kecil begitu enggan belajar. Ia tak mau perintah guru-gurunya untuk membaca, sehingga ia tak bisa mengkhatamkan Al-Quran sebagai mana mestinya. Sultan murad berusaha mencari ulama sekaligus guru yang berkarisma yang tinggi serta sikap yang tegas. Akhirnya Murad Syekh Ahmad bin Ismail Al- Kurani, seorang ulama Kurdi, untuk menjadi guru bagi anaknya. Sultan Murad membekali Ahmad Al-Kurani dengan sebilah kayu untuk digunakan bilamana perlu. Pada pertemuan pertama dengan anak didiknya, Al-Kurani sambil memegang kayu di tangan dan berkata “ayahmu mengirim saya untuk mendidikmu, serta untuk meluruskanmu jika kamu menolak perintah saya.” Muhammad tertawa mendengar kata-kata ini. Seketika itu juga Kurani memukul Muhammad dengan keras . betapa terkejudnya Muhammad mendapat pukulan seperti itu. Ia tak menyangka gurunya yang baru itu akan benar-benar memukulnya . ia yang selama ini hidup senang dan keinginannya selalu dituruti oleh orang-orang yang ada di sekitarnya kini “ kena batunya”. Ketegasan Al-Kurani membuat Muhammad tidak bisalagi berkutik. Semenjak itu Muhammad patuh dan hormat terhadap gurunya dan mulai belajar dengan serius. Ia pun mendalami Al-Quran serta ilmu-ilmu lainnya.[2] Di samping itu, Murabbi Syeikh Ak Syamsuddin yang juga merupakan Murabbi dari Sultan Muhammad Al-Fatih. Dia mengajar Sultan Muhammad ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur'an, hadits, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya. Syeikh Ak Syamsuddin lantas meyakinkan Sultan Muhammad bahwa dia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di dalam hadits penaklukan Kostantinopel. Muammad II tumbuh sebagai Pemuda yang keras kemauannya dan serius dalam mewujudkan keinginannya. Awal karirnya tidak berjalan dengan memuaskan. Ia diberikan kesempatan oleh ayahnya untuk memimpin Turki, tetapi karena kurngnya pengalaman terjadi penuntutan kenaikan gaji oleh tentara Yanisari, ketika penuntutan ditolak, mereka melakukan aksi yang sangat serius yaitu dengan membakar pasar-pasar disusul dengan perampokan dan pembunuhan. Pemerintah turki akhirnya mengalah dan memberikan gajih seperti yang diminta tentara Yanisari.

Prestasi awal yang buruk rupanya memberikan pelajaran tersendiri bagi Muhammad II. Selama lima tahin Muhammad mampu mengamati perkembangan pemerintahan dengan kacamata pengetahuan dan pengalaman. Tidak banyak raja yang memiliki kesempatan semacam ini. Setelah mendengar kabar kematian ayahnya, sultan Muhammad segera berangkat ke Eropa sembari berkata kepada sahabatnya “biarlah mengikuti saya bagi siapa-siapa yang mengikuti saya” Sekitar dua minggu setelah Murad wafat, pelantikan sultan Muhammad secara resmi dilangsungkan di Edirne dengan mengundang seluruh petinggi Turki, usianya pada saat itu antara 21, sampai 22 tahun.[3] Sultan Muhammad II diangkat menjadi Khalifah Utsmaniyah pada tanggal 5 Muharam 855 H bersamaan dengan 7 Febuari 1451 M. Program besar yang langsung ia canangkan ketika menjabat sebagai khalifah adalah menaklukkan Konstantinopel. Langkah pertama yang Sultan Muhammad lakukan untuk mewujudkan cita-citanya adalah melakukan kebijakan militer dan politik luar negeri yang strategis. Ia memperbarui perjanjian dan kesepakatan yang telah terjalin dengan negara-negara tetangga dan sekutu-sekutu militernya. Pengaturan ulang perjanjian tersebut bertujuan menghilangkan pengaruh Kerajaan Bizantium Romawi di wilayah-wilayah tetangga Utsmaniah baik secara politis maupun militer. B. Penaklukan Konstantinopel Sultan Muhammad II juga menyiapkan lebih dari 4 juta prajurit yang akan mengepung Konstantinopel dari darat. Pada saat mengepung benteng Bizantium banyak pasukan Utsmani yang gugur karena kuatnya pertahanan benteng tersebut. Pengepungan yang

berlangsung tidak kurang dari 50 hari itu, benar-benar menguji kesabaran pasukan Utsmani, menguras tenaga, pikiran, dan perbekalan mereka. Pertahanan yang tangguh dari kerajaan besar Romawi ini terlihat sejak mula. Sebelum musuh mencapai benteng mereka, Bizantium telah memagari laut mereka dengan rantai yang membentang di semenanjung Tanduk Emas. Tidak mungkin bisa menyentuh benteng Bizantium kecuali dengan melintasi rantai tersebut. Akhirnya Sultan Muhammad menemukan ide yang ia anggap merupakan satu-satunya cara agar bisa melewati pagar tersebut. Ide ini mirip dengan yang dilakukan oleh para pangeran Kiev yang menyerang Bizantium di abad ke-10, para pangeran Kiev menarik kapalnya keluar Selat Bosporus, mengelilingi Galata, dan meluncurkannya kembali di Tanduk Emas, akan tetapi pasukan mereka tetap dikalahkan oleh orang-orang Bizantium Romawi. Sultan Muhammad melakukannya dengan cara yang lebih cerdik lagi, ia menggandeng 70 kapalnya melintasi Galata ke muara setelah meminyaki batang-batang kayu. Hal itu dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, tidak sampai satu malam. Di pagi hari, Bizantium kaget bukan kepalang, mereka sama sekali tidak mengira Sultan Muhammad dan pasukannya menyeberangkan kapal-kapal mereka lewat jalur darat. 70 kapal laut diseberangkan lewat jalur darat yang masih ditumbuhi pohon-pohon besar, menebangi pohon-pohonnya dan menyeberangkan kapal-kapal dalam waktu satu malam adalah suatu kemustahilan menurut mereka, akan tetapi itulah yang terjadi. Peperangan dahsyat pun terjadi, benteng yang tak tersentuh sebagai simbol kekuatan Bizantium itu akhirnya diserang oleh orang-orang yang tidak takut akan kematian. Akhirnya kerajaan besar yang berumur 11 abad itu jatuh ke tangan kaum muslimin. Peperangan besar itu mengakibatkan 265.000 pasukan umat Islam gugur. Pada tanggal 20 Jumadil Awal 857 H bersamaan dengan 29 Mei 1453 M, Sultan Muhammad berhasil memasuki Kota Konstantinopel. Sejak saat itulah ia dikenal dengan nama Sultan Muhammad al-Fatih, penakluk Konstantinopel. Saat memasuki Konstantinopel, Sultan Muhammad al-Fatih turun dari kudanya lalu sujud sebagai tanda syukur kepada Allah. Setelah itu, ia menuju Gereja Hagia Sophia dan memerintahkan menggantinya menjadi masjid. Konstantinopel dijadikan sebagai ibu kota, pusat pemerintah Kerajaan Utsmani dan kota ini diganti namanya menjadi Islambul yang berarti negeri Islam, lau akhirnya mengalami perubahan menjadi Istanbul. [4] C. Kontribusi Sultan al-Fatih Kepada Pendidikan Muhammad al-Fatih senantiasa disibukkan dengan belajar sepanjang hayatnya. Memberikan penghormatan kepada alim ‘ulama serta mengambil penting urusan pendidikan masyarakat. Ketika Orhan Bey membangun sebuah madrasah di İznik dan Bursa, Murat Bey di Bursa, Beyazıt Yıldırım, Çelebi Mehmet dan Murad II di Bursa dan Edirne, Muhammad Al- Fatih membangun 16 madrasah setelah menaklukkan İstanbul.

Muhammad al-Fatih memberikan perhatian tinggi kepada ilmu-ilmu bahasa asing. Sehingga ia berkeinginan untuk banyak menerjemahkan karya-karya dalam bahasa-bahasa seperti bahasa Yunani dan Latin ke dalam bahasa Turki.

Gerbang İstanbul Üniversitesi (Darü’l-Fünun)

Cevdet Paşa dalam karyanya yang berjudul Tarih-I Cevdet mengatakan “Karena Muhammad al-Fatih sangat memperhatikan masalah pendidikan, İstanbul dipenuhi dengan para ilmuwan dari berbagai penjuru dunia sehingga ia mendirikan Dârü’l-Fünûn”. Setelah menaklukkan imperium Trabzon, Muhammad II juga menjadikan seorang alim Romawi yang bernama Yorgi Amirkus sebagai pendamping untuk membuat peta dunia berdasarkan letak geografi Batlamyus. D. Madrasah-madrasah Pada Masa Muhammad al-Fatih Setelah menaklukkan İstanbul (Konstantinopel), Muhammad II segera membangun İstanbul sebagai pusat ilmu dan peradaban dunia. Sebanyak 8 (delapan) gereja di İstanbul segera dirubah menjadi madrasah. Tentunya, kegiatan belajar mengajar di gereja belum bisa mendukung kebutuhan alim ‘ulama dan masyarakat. Maka daripada itu, antara tahun 1463-1471 dibangunlah Fatih Külliyesi yaitu sebuah kompleks besar yang terdiri atas sebuah masjid dan dua madrasah yang berdampingan yaitu madrasah Sahn-ı Seman dan Tetimme, sebuah Darüttalim (Muallimhane) yaitu sekolah dasar, perpustakaan dan administrasi. Serta sebuah Darüşşifa atau rumah sakit. Beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa pada periode Muhammad al-Fatih terdapat 3 (tiga) buah gereja yang dialihfungsikan sebagai madrasah yaitu madrasah Ayasofya, Zeyrek dan Sahn-ı Seman (Madrasah Fatih).

Muhammad al-Fatih juga melakukan pengawasan terhadap perkembangan para talebe atau siswa yang lulus dari Fetih Kulliyesi. Nama-nama, kondisi dan tugas-tugas yang mereka ambil dalam pemerintahan semua tertulis dalam sebuah kitab miliknya. Para ulama Turki Ustmaniyyah diutus oleh Muhammad II ke Semerkand (daerah antara Turkmenistan dan Uzbekistan) untuk belajar matematika dan astronomi kepada Ali Kuscu Turkistani Muhammad al-Fatih juga membangun madrasah di samping masjid Ayasofya dan Eyüp Sultan. Setelah dibangunnya Sahn-ı Seman undang-undang Turki Ustmaniyyah tentang sistem pendidikan pun dilakukan perubahan. Perubahan tersebut diantaranya adalah pembagian dan penentuan tingkatan/kelas, antara lain: 1. Madrasah-madrasah Haşiye-i Tecrid 2. Madrasah-madarah Miftah 3. Madrasah Kırklı 4. Madrasah Ellili 5. Sahn-ı Seman 6. Madrasah Altmışlı Siswa yang mengerti mambaca dan menulis harus mendapat ijazah dari madrasah Haşiye-i Tecrid. Setelah itu berdasarkan urutannya, naik ke tingkat madrasah Miftah dan Kırklı. Ijazah yang didapat akan menentukan derajat atau tingkatan selanjutnya yaitu Ellili atau Sahnı-ı Seman. Guru-guru yang hendak mengajar di madrasah-madrasah tersebut akan diberikan ujian oleh Muhammad al-Fatih sendiri.[5] E. Wafatnya Sang Penakluk Pada bulan Rabiul Awal tahun 886 H/1481 M, Sultan Muhammad al-Fatih pergi dari Istanbul untuk berjihad, padahal ia sedang dalam kondisi tidak sehat. Di tengah perjalanan sakit yang ia derita kian parah dan semakin berat ia rasakan. Dokter pun didatangkan untuk mengobatinya, namun dokter dan obat tidak lagi bermanfaat bagi sang Sultan, ia pun wafat di tengah pasukannya pada hari Kamis, tanggal 4 Rabiul Awal 886 H/3 Mei 1481 M. Saat itu Sultan Muhammad berusia 52 tahun dan memerintah selama 31 tahun. Sebelum wafat, Muhammad al-Fatih mewasiatkan kepada putra dan penerus tahtanya, Sultan Bayazid II agar senantiasa dekat dengan para ulama, berbuat adil, tidak tertipu dengan harta, dan benar-benar menjaga agama baik untuk pribadi, masyarakat, dan kerajaan.[6] F. Cerita Teladan Pemimpin yang Tak Pernah Luapa Sholat Tahajjud Di ceritakan pada suatu hari timbul persoalan, ketika pasukan islam hendak melaksanakan shalat jum’at yang pertama kali di kota itu.“Siapakah yang layak menjadi imam shalat jum’at?” tak ada jawaban. Tak ada yang berani yang menawarkan diri, kemudian Muhammad Al Fatih tegak berdiri. Beliau meminta kepada seluruh rakyatnya untuk bangun berdiri. Kemudian beliau bertanya. “ Siapakah diantara kalian yang sejak remaja, sejak akhil baligh hingga hari ini

pernah meninggalkan shalat wajib lima waktu, silakan duduk” tak seorangpun pasukan islam yang duduk. Semua tegak berdiri. Lalu Sultan Muhammad Al Fatih kembali bertanya: “ Siapa diantara kalian yang sejak baligh dahulu hingga hari ini pernah meninggalkan shalat sunah rawatib? Kalau ada yang pernah meninggalkan shalat sunah sekali saja silakan duduk”. Sebagian lainya segera duduk. Dengan mengedarkan pandangan matanya ke seluruh rakyat dan pasukanya, Muhammad Al Fatih kembali berseru lalu bertanya: “ Siapa diantara kalian yang sejak masa akhil baligh sampai hari ini pernah meninggalkan shalat tahajjud di kesunyian malam? Yang pernah meninggalkan atau kosong satu malam saja, silakan duduk” Semua yang hadir dengan cepat duduk” Hanya ada seorang saja yang tetap tegak berdiri. dialah, Sultan Muhammad Al Fatih.[7] Penulis: Raudhatul Jannah

[1]Felix Y. Siauw. Muhammad Al-Fatih 1453, ( Jakarta: Al Fatih Press, 2013) hal: 10 [2]Alwi Alatas. Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk Konstantinopel. ( Jakarta : Zikrul Remaja, 2005), Cet. 1. Hal. 3941 [3]Alwi Alatas. Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk Konstantinopel........ Hal. 60-61 [4]https://kisahmuslim.com/4287-muhammad-al-fatih-penakluk-konstantinopel.html diUnduh Senin, 01 Januari 2017 jam 17 : 02 [5]https://fatchulwachid.wordpress.com/2014/07/10/muhammad-al-fatih-dan-kontribusinyadalam-pendidikan/ Di Unduh Senin, 1 Januari, 2017 jam 22 : 09 [6]https://kisahmuslim.com/4287-muhammad-al-fatih-penakluk-konstantinopel.html DiUnduh Senin 01 Januari 2017 jam 17 : 02 [7]Ira. M. Lapidus. Sejarah Sosial Ummat Islam (bagian Kesatu dan kedua). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000) cet. 2 Hal 471

Related Documents


More Documents from ""