FIGUR KE’ARIFAN PRIBADI Berasal dari keluarga sederhana, KRH. Muhsin Tanwiri terlahir dengan nama R. Acep Kurtobi bin H. Hasan Muqri bin H. Abdussalam bin H. Tho’if bin H. Abdurrohim (Mbah Jaksa Leob) bin Mbah Kuliyat bin R. Cakra Kirana. (Mbah Haji Pamalayan) pada hari Ahad, tanggal 9 Dzulqo’dah tahun 1331 H pukul 23.00 BBWI (11 malam) bertepatan dengan tanggal 14 Oktober 1911 M dari ibu yang bernama Hj. Kulsum binti H. Rois bin H. Amin atau KRH. Muhsin Tanwiri binti Hj Kulsum binti H. Maemunah bin KRH Abdul Qodir (R. Patinggi). Masa kecil beliau saat berusia 17 bulan diasuh dan dipelihara pamannya H. Muhidin dan bibinya Hj Tita Sopiah sehingga beliau berusia 7 tahun. Sejak itu pula beliau di sekolahkan ke Verwooleg setingkat SR. 3 tahun untuk belajar menulis, membaca dan ilmu pengetahuan umum lainnya selama 3 tahun. Kemudian melanjutkan ke HIS Met de Koran yang diselenggarakan oleh Syarikat Islam (Sekolah kedua) di Cianjur, disana beliau belajar bahasa Arab dan bahasa Belanda. Selama berada di Cianjur beliau tinggal di rumah pamannya H. Muhtar bin H. Rois selama 3 ½ tahun. Ke’arifan beliau tampak dari himmah (semangat) belajar sekalipun masih berusia muda. Kemudian dari situlah tampak bakat dan potensinya sebagai orang yang bakal menjadi tokoh panutan masyakarat. Semangat belajar beliau labih tampak pada usia 14 tahun (1345 H) disaat ia belajar kitabkitab kuning dari ayahnya sendiri, tercatat 10 kitab Syari’ah (fiqih) yang diselesaikannya selama tiga tahun, sungguh luar biasa, merupakan sebuah prestasi yang jarang dimiliki oleh orang lain, karenanya sangat pantas manakala figur semacam ini tepat untuk diteladani oleh generasi muda. MASA MUDA YANG TAK SIA-SIA Pada usia 17 tahun (1348 H) beliau telah menyelesaikan kitab Al-Fiyah di Pesantren Sukaraja Garut. Kemudian melanjutkan belajar ke pesantren Dea Malangbong Garut untuk belajar ilmu Nahwu dan Shorof, Ushul Fiqih dan ilmu Hikmah selama satu tahun (1349 H). Masa-masa usia muda beliau, ternyata tidak pernah disia-siakan sebab ia menyadari bahwa masa depan ada ditangan sendiri. Masa depan memang banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, latar belakang kebudayaan, keluarga dan alam akan tetapi faktor yang paling menentukan masa depan bagi kaum muda adalah kaum muda itu sendiri. Masa depan seseorang adalah yang dibentuk oleh orang itu sendiri melalui pilihan-pilihannya, setiap pilihan menentukan arah hidup selanjutnya. Demikian halnya dengan KRH, Muhsin Tanwiri yang menghabiskan masa mudanya dengan belajar dan belajar.
NUANSA BERKELUARGA Salah satu idaman kehidupan adalah pernikahan, setiap orang pasti mendambakannya. Begitu pula yang dialami oleh KRH. Muhsin Tanwiri, beliau dalam usia relatif muda (18 tahun/ 13 Jumadil Akhir 1319 H) beliau mempersunting gadis jelita bernama Siti maryam putri dari Ajengan Jambudipa, namun pernikahan beliau hanya berlangsung 5 bulan. Hari-hari yang dilalui selama menduda, ternyata menemukan gadis yang tampak bagi beliau ada kecocokan. Setelah satu tahun menduda akhirnya beliau menikah dengan siti Khodijah binti H. Syarqowi pada bulan Dzulhijah 1350 H, Allah mengaruniai 2 (dua) anak perempuan (Siti Saodah dan Siti Habibah) namun keduanya menghadap Allah sewaktu masih kecil, tidak lama kemudian ibunya meninggal dunia (1353 H). Dua bulan dari wafat putri dan istrinya yang kedua, beliau memanfaatkan masa-masa mendudanya untuk berkiprah di tengah-tengah masyarakat dengan mengamalkan ilmunya dalam rangka mencerdaskan masyarakat di lingkungannya. Pernikahan yang ketiga, (Rajab 1353 H) Allah menjodohkannya dengan seorang wanita bernama Siti Hafsah binti H. Sadili binti H. Kohar bin RH. Patinggi dan dikaruniai 14 orang anak. 1. Siti Sa’adah
: 1 Syawal 1354 H, 1936 M, alm
2. Muhammad Maqinuddin
: 1 Robi’ul Awal 1356 H, 1937 M. alm
3. Muhammad Ja’far Baqi
: 25 Rabi’ul Tsani 1357 H, 1938 M. alm
4. Muhammad Abdul Jamil
: 5 Jumadil Awwal 1358 H, 1939 M, alm
5. Siti Robi’ah Luluiyah
: 22 Jumadil Ula 1359 H, 1940 H
6. Siti Nurhayati
: 24 Robi’ul Awwal 1362 H, 1943 M
7. Muhammad Sya’ban Fuadi
: 24 Sya’ban 1364 H, 3 Agustus 1945 H
8. Siti Faridah Yaqutiyah
: 2 Rajab 1364 M, 1948 M, alm
9. Siti Jawahir
: 5 Robi’ul Awwal 1368 H, 1949 M, alm
10. Siti Anisah Muniroh
: 29 Rajab 1370 H, 1951 M
11. Siti Tatat Salma Nafiati
:
12. Ahmad Jauhar Tanwiri
: 15 Januari 1956 M
13. Siti Rosyidah Hayatun Nufus
: 28 Agustus 1957 M
14. Siti Cucu Sa’diyah
:
, 1954 M, alm
, 1958 M, alm
REKAM JEJAK TANWIRIYYAH DARI ULAMA BIJAK BERPOLA MASA DEPAN Suatu keunggulan keulamaan kharismatis sesungguhnya ada pada Bapak KRH. Muhsin Tanwiri, ini karena beliau memang seorang tokoh / pemimpin/ ulama yang tawaddu di samping juga sangat cerdas. Pada saat perjuangan mempertahankan proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 tidak begitu ambisius namun menunjukkan pada prestasi kerja dan karya nyata. Sudah banyak kiprahnya dan peran beliau sebagai ulama yang hidup ditengah-tengah masyarakat, diantaranya : 1. Pengajian Al-Qur’an mingguan Selasa (pagi) Bapak-bapak dan sabtu (pagi) Ibu-ibu. 2. Pengajian umum setiap ba’da Jum’at : Bapak-bapak/ Ulama 3. Pada tanggal 1 Jumadil Akhir 1367 H mendirikan pondok pesantren Tanwiriyyah dengan 4 santri ; Abdurahman, Siti Robi’ah, Siti Nurhayati dan Aceu Saribanon.
4. Pada tanggal 8 Robi’ul Awwal 1368 H bertepatan dengan tanggal 1 Januari 1949 M, beliau mendirikan : Sekolah Agama (Madrasah Diniyah Tanwiriyyah ) dengan muridmurid yang berdatangan dari Sindanglaka dan kampung-kampung sekitarnya. 5. Pada tanggal 10 Mei 1963 M mendirikan Yayasan Madrasah Tanwiriyyah dengan anggota badan pendiri : Raden Oetjoe Sarbini, K. Raden Acep Kurtobi dan Raden Damanhuri. Dengan pengurus sebagai berikut : Raden Damanhuri sebagai Ketua, Muhammad Owi Suwandi sebagai sekretaris dan Raden Mukarrom sebagai Bendahara. 6. Pada tanggal 5 Agustus 1964 M mendirikan Taman Kanak-kanak (Raudhatul Athfal) Tanwiriyyah. 7. Pada tanggal 1 Agustus 1965 mendirikan Sekolah Menengah Pertama Islam; 8. Pada tanggal 10 September 1960 diangkat sebagai penasehat MUI Kecamatan Karangtengah ; 9. Pada tanggal 13 Oktober 1960 diangkat sebagai kepala seksi pendidikan MUI Kabupaten Cianjur. 10. Pada tahun 1962 beliau menunaikan Ibadah Haji yang kedua bersama Istrinya.
Itulah sebagian kiprah dan peran beliau di tengah-tengah masyarakat di samping tetap membina, mendidik dan melatih para santri yang berguru kepadanya. Kiprah pengabdiannya yang terkesan tidak pernah mau diketahui oleh orang, karena tawadlunya tidak terlepas dari didikan dan gemblengan guru-guru yang wara. Kalau kita simak guru-guru beliau adalah mereka para ulama yang reputasinya tidak diragukan lagi, meraka adalah : 1. KH. Hasan Muqri ; 2. Ajengan Sukaraja ; 3. KH. Toha (Ajengan Dea) ; 4. KRH. Husain (Ajengan Cirangkong) ; 5. KH. Hasanudin ; 6. K. Muhammad Muchtar bin H. Hasan ; 7. Meneer Akis ; 8. KRH. Marzuqi ; 9. KH. Daruttahsin ; 10. KH. Muhammad Isa ; 11. KH. Abdullah ; 12. KH. Abdul Apandi ; 13. K. Muhammad Bandi ; 14. KR. Muhtar. Apa-apa yang beliau telah persembahkan ditengah masyarakat sekitarnya, ternyata sangat memancar, bagai sinar bercahaya kelapisan masyarakat di Kabupaten Cianjur. Salah satu buktinya adalah, beliau secara rutin memberikan ceramah kepada pejabat dan aparat pemerintahan wilayah Karangtengah, sambil mengikuti perkembangan politik dan pemerintahan pada masa itu. Gagasan-gagasan yang berpola masa depan sungguh suatu prestasi gemilang, sebab disaat kebanyakan orang (khususnya sebagian Cianjur) masih tabu dalam pendidikan umum, beliau sungguh berani menyelenggarakan pendidikan formal (sekolah/ madrasah) yang menganut system pendidikan agama dan umum, jadi jelas mukholith antara IPTEK dan IMTAQ jauh sebelumnya itu Bapak KRH. Muhsin Tanwiri telah menerapkannya. Gagasan cemerlang lainnya dari beliau dapat dilihat dari cakrawala pandangan mengenai konsep persatuan dan kesatuan ummat Islam. Beliau lebih cenderung mengutamakan tujuan agama Islam ketimbang tujuan ormas dan Orsospol yang terkesan menjadikan ummat Islam terkotak-kotak hingga menimbulkan disintegrasi. Dalam bidang kilafiyah furu’iyyah
beliau
tidak
pernah
membesar-besarkannya
bahkan
cenderung
mengabaikannya sebab yang belaiu utamakan adalah wahdatul ‘aqidah dalam wahdatul ghoyah, beliau menggabungkan dari 6 thariqat yang mu’tabaroh, (Syatiriyyah, Samaniyyah, I’Rifa’iyyah, Naqsabandiyyah, Samaniyyah II, Qodariyyah). Satu lagi yang tak kalah pentingnya dari pemikiran cemerlang beliau, yakni dalam dunia da’wah. Begitu bijak komunikasi antara ulama dan umaro dan beliau berpartisipasi aktif dalam kepengurusan Majlis Ulama di tingkat Kecamatan Karangtengah, Kabupaten
Cianjur dan Keresidenan. Inilah yang menyebabkan majlis ta’lim dan Pesantren Tanwiriyyah selalu banyak dikunjungi orang berasal dari berbagai lapisan masayarakat dari kelas rakyat hingga pejabat di Cianjur.
INTAN YANG PALING BERHARGA Selama hidupnya, Bapak KRH. Muhsin Tanwiri selalu mencurahkan tenaga, fikiran dan kesempatan untuk menggeluti ilmu, karenanya tak heran bila begitu beliau wafat, catatancatatan hasil karyanya begitu banyak, yang sempat tercatat dari hasil karyanya adalah : 1. Tanbihat (auto biografi) 2. Adabiyat (kata-kata mutiara) 3. Majmu atutthariqoh 4. Nadzmul urusy (sunda) 5. Terjemah Aqidatul Awwam (sunda) 6. Majmu atul Aurod 7. Adabutta’alum (sunda) 8. Fadhilatuttolabil ‘ilmi (sunda) 9. Nadzmul Khotmi (sunda) 10. Materi pelajaran Diniyah Tarikh Islam ; Jughrofiyah (geografi) ; Hisab (matematika) ; Aqidah ; Akhlak/ adab ; Fiqih ; Lughotul Arobiyah ; Tafsir ; Hadits. 11. Hidayatussibyan ; 12. Hikayat ; 13. Azhariyah (Nahwu) ; 14. Al-Anqom ;
15. Matsanul Aqoidi As-Syufiyah ; 16. Kaimanan (sunda) ; 17. dll.
JIWA IKHLAS YANG MEMBEKAS Sejak kecil sampai beliau menjadi Kyai muda sudah jelas nampak jiwa ikhlasnya, bagaimana, diawali dengan mengajar santri hanya 4 orang sampai akhirnya banyak orang berdatangan menitipkan putra-putrinya tidak pernah pamrih apalagi sampai minta dikasihani orang. Beliau sangat disiplin, ketat tetapi santri semua taat. Sanksi yang diberikan kepada santri yang melanggar sangat bijak, ia selalu menyesuaikan dengan kadar pelanggaran santri. Namun yang paling berkesan dari santri (saksi hidupnya) adalah penekanan terhadap shalat berjama’ah dan wirid. Begitu rajin beliau menggiring santrinya untuk melaksanakan shalat berjama’ah dan wirid, sehingga bila ada santri yang melanggar, terpaksa dikenakan sangsi relatif berat, tasbih kuning, akan melayang dengan tepat pada jama’ah yang mengantuk. Santri disuruhnya mengumpulkan batu, tetapi itu semua dalam rangka mendidik santri agar disiplin selama hidupnya dan taat melaksanakan tugas dengan penuh rasa ikhlas. Jiwa ikhlasnya terpancar dalam sikap dan prilakunya yang senantiasa giat berhadiah dan bertahanus (menyendiri) dengan mencoba membaca wirid, dzikir, Hizbi, dan Saefi. Begitulah beliau lakukan dengan istiqomah sampai akhir hayatnya yang diakhiri dengan ungkapan-ungkapan amanat/ wasiat kepada putra-putrinya : Madrasah,… Madrasah,…. Madrasah ….. Allahu Akbar. Wallahu a’ lam bisshowab.