Nama
: Ferry Unardi
Lahir
: Padang, Sumatera Barat, Indonesia, 16 Januari 1988
Pendidikan
: Science and Engineering, Purdue University, Amerika Serikat (2004-2008) Master of Business Administration, Harvard Business School, Amerika Serikat (2011-2012)
Karier
: Software Engineer di Microsoft, Seattle, Amerika Serikat (2008-2011) CEO dan Co-Founder Traveloka.com (2012-Sekarang)
Saat ini Traveloka merupakan salah satu perusahaan rintisan (Startup) yang paling berkembang pesat di Indonesia. Traveloka dikenal sebagai perusahaan penyedia layanan tiket online di Indonesia. Pendiri Traveloka merupakan seorang anak muda bernama Ferry Unardi selain itu ia juga dibantu oleh Derianto Kusuma dan Albert Zhang. Ferry Unardi lahir pada tanggal 16 Januari 1988 di kota Padang, Sumatera Barat. Selepas lulus SMA, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di luar negeri tepatnya di Jurusan Science and Engineering di Purdue University yang terletak di wilayah bagian Indiana, Amerika Serikat. Setelah lulus kuliah pada tahun 2008, Ferry kemudian diterima bekerja di perusahaan milik Microsoft di wilayah bagian Seattle. Selama 3 tahun ia bekerja disana dan memiliki banyak pengalaman. Tak lama kemudian ia melanjutkan pendidikannya di program master di Harvard University. Naluri bisnis Ferry Unardi mulai muncul ketika ia sudah melewati satu semester di kampusnya. Ia memilih mengembangkan bisnis dibidang reservasi tiket pesawat. Hal ini
didasarkan pada pengalamannya saat ia merasa kesulitan dalam reservasi tiket dari Amerika menuju Padang sebab rute yang tersedia hanya sampai di Jakarta saja sedangkan untuk ke Padang harus melanjutkan perjalanan lagi. Disamping itu ia sudah berpengalaman selama 8 tahun mempelajari sistem reservasi pesawat. Ferry juga berharap dengan bisnisnya ini dapat memudahkan masyarakat dalam memudahkan pemesanan tiket pesawat. Dalam menajalankan bisnisnya, ia dibantu dua orang temannya yaitu Derianto Kusuma dan Albert Zhang. Keyakinan Ferry terhadap bisnisnya sangat tinggi. Hingga ia fokus dalam mengembangkan bisnis pemesanan tiketnya tersebut. Untuk fokus dibisnisnya ia akhirnya memilih berhenti melanjutkan kuliahnya di Harvard University. Banyak pihak yang menyayangkan keputusan Fery Unardi ini, namun Ferry percaya pada perusahaan rintisannya tersebut. Dibantu dengan dua temannya tersebut, Ferry kemudian mulai merancang core bisnis usahanya dan rencana mereka kedepan. Ferry Unardi bersama dua temannya kemudian memilih nama Traveloka dan resmi merilis Traveloka pada bulan oktober 2012. Ibarat jalan yang tak selamanya mulus, bisnis mereka juga pada awalnya tidak berjalan mulus. Pada awal-awal peluncuran, tak ada maskapai yang mau bekerja sama dengan mereka. Tidak cepat putus asa dan terus bekerja keras mengembangkan bisnisnya, Traveloka mulai berkembang sedikit demi sedikit dan mulai banyak maskapai yang mau bekerja sama dengan mereka. Awalnya Traveloka hanya beranggotakan 8 orang dalam menjalankan usahanya, saat ini Traveloka sudah memiliki karyawan sebanyak lebih ratusan orang yang terbagi-bagi dalam berbagai divisi. Traveloka sendiri saat ini berkembang sebagai salah satu startup tersukses di Indonesia. Sejak didirikan pada tahun 2012, Traveloka rintisan Ferry Unardi terus mendapatkan suntikan dana dari berbagai investor untuk mengembangkan bisnisnya. Bisnisnya tidak hanya melayani penjualan tiket pesawat saja namun sudah merambah jasa reservasi hotel dan juga tiket kereta api. Hingga saat ini Traveloka memiliki nilai valuasi mencapai sekitar 26,2 triliun rupiah. Total kunjungan ke website traveloka mencapai 16.5 juta orang tiap bulannya. Hal ini membuat Traveloka dijuluki sebagai perusahaan startup Unicorn dengan valuasi diatas 1 milyar dollar. Kesuksesan Traveloka sebagai agen tiket online nomor satu di Indonesia membuat nama Ferry Unardi yang kini menjabat sebagai CEO Traveloka melejit namanya.
Nama
: Soedono Salim ( Liem Sioe Liong)
Lahir
: Tiongkok, Beijing, 19 Juli 1916
Meninggal
: Singapura, 10 Juni 2012
Pendidikan
: Sejak 15 tahun putus sekolah
Karier
: Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar, BCA, Indomaret, Indomarco, PT Mega, Bank Windu Kencana, PT Hanurata, dan PT Waringin Kencana.
Pengusaha Sudono Salim, yang bernama asli Liem Sioe Liong, sempat menduduki peringkat pertama sebagai orang terkaya di Indonesia dan Asia. Bahkan, konglomerat yang dikenal dekat dengan mantan Presiden Soeharto, ini sempat masuk daftar jajaran 100 terkaya dunia. Walaupun kadang kala dia masih datang ke Indonesia, tapi hampir tidak pernah lama. Semua bisnisnya di Indonesia dikendalikan oleh anaknya Anthony Salim. Di bawah kendali Anthony Salim, belakangan kerajaan bisnisnya bangkit kembali dan tak mustahil akan kembali menjadi terkuat di Indonesia. Pada tahun 1969, Sudono bersama Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim Risjad, yang belakangan disebut sebagai The Gang of Four, mendirikan CV Waringin Kentjana. Sudono sebagai chairman dan Sudwikatmono sebagai CEO. Perusahaan ini bergerak di bidang perdagangan, ekspor kopi, lada, karet, tengkawang dan kopra serta mengimpor gula dan beras. The Gang of Four ini kemudian tahun 1970 mendirikan pabrik tepung terigu PT Bogasari dengan modal pinjaman dari pemerintah. Ketika pertama berdiri, PT Bogasari berkantor di Jalan Asemka, Jakarta dengan kantor hanya seluas 100 meter. Kemudian tahun 1975 kelompok ini mendirikan pabrik semen PT Indocement Tunggal Perkasa. Pabrik ini melejit bahkan nyaris memonopoli semen di Indonesia. Sehingga kelompok ini sempat digelari Tycoon of Cement. Setelah itu, The Gang of Four ditambah Ciputra mendirikan perusahaan real estate PT Metropolitan Development, yang membangun perumahan mewah Pondok Indah dan Kota mMandiri Bumi Serpor Damai. Selain itu, dia
juga mendirikan kerajaan bisnis bidang otomotif di bawah bendera PT Indomobil. Bahkan merambah ke bidang perbankan dengan mendirikan Bank Central Asia (BCA) bersama Mochtar Riyadi. Belakangan Mochtar Riady membangun Lippo Bank. Setelah krisis ekonomi dan reformasi politik, kekayaannya menurun. Ayah empat anak ini pun memilih lebih lama tinggal di Singapura, setelah rumahnya Gunung Sahari Jakarta dijarah dan diobrak-abrik massa reformasi. Kerusuhan reformasi 13-14 Mei 1998, itu tampaknya membuat Sudono trauma tinggal di Indonesia. Tak hanya itu, pada saat krisis moneter 1998, bisnis Grup Salim jatuh. Saat itu, Sudono harus menyerahkan sekitar 108 perusahaan kepada pemerintah guna membayar utang Rp52,7 triliun.