LAPORAN PRAKTIKUM GEOFISIKA EKSPLORASI METODE GEOMAGNETIK
Disusun Oleh: Bella Pratiwi 21100117130045
LABORATORIUM GEOLOGI TEKNIK, GEOTHERMAL, DAN GEOFISIKA DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG MARET 2019 1
LEMBAR PENGESAHAN Laporan Praktikum Geofisika Eksplorasi acara Metode Geomagnetik yang disusun oleh Bella Pratiwi telah disahkan pada : hari
:
tanggal : pukul : Sebagai tugas praktikum mata kuliah Geofisika Eksplorasi.
Semarang, 18 Maret 2019 Asisten Acara,
Praktikan,
Andreas Budi
Bella Pratiwi
211001151300762
21100117130045
2
DAFTAR ISI Cover LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ 2 DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3 DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... 4 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 5 1.1 Maksud .................................................................................................................. 5 1.2 Tujuan.................................................................................................................... 5 1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ........................................................................... 5 BAB II GEOLOGI REGIONAL ................................................................................... 6 2.1.Geologi daerah penelitian...................................................................................... 6 2.2.Stratigrafi .............................................................................................................. 7 2.3.Struktur geologi .................................................................................................. 10 BAB III PENGOLAHAN DATA ................................................................................. 13 3.1 Pengolahan data ................................................................................................... 13 BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................................. 18 4.1 Interpretasi identifikasi bawah permukaan ......................................................... 18 4.2 Interpretasi Geologi Regional dengan identifikasi bawah permukaan ............... 23 BAB V PENUTUP ......................................................................................................... 25 5.1.Kesimpulan.......................................................................................................... 25 5.2.Saran .................................................................................................................... 25 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
3
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Peta Geologi Regional Madura .................................................................. 7 Gambar 2.2 Kolom Stratigrafi Geologi regional Madura .............................................. 9 Gambar 2.3 Kerangka tektonik Jawa timur-utara ........................................................ 12 Gambar 4.1 Peta Anomali Bouger Lengkap ................................................................ 19 Gambar 4.2 Model 3D dengan menggunakan Bloxer .................................................. 20 Gambar 4.3 Klasifikasi densitas batuan (Telford,1990) .............................................. 22 Gambar 4.4 Densitas batuan bawah permukaan .......................................................... 22
4
BAB I PENDAHULUAN 1.1 MAKSUD Menganalisis pengolahan data dengan metode geomagnetik.
1.2 TUJUAN
Dapat mengetahui metode gravitasi.
Dapat mengetahui tahapan akusisi metode gravitasi .
Dapat mengetahui koreksi-koreksi metode gravitasi.
Dapat mengetahui tahapan pengolahan data serta hasil dengan metode gravitasi.
Dapat menginterpretasikan hasil pengolahan data dengan metode gravitasi.
1.3 WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN Praktikum mata kuliah Geofisika Eksplorasi dengan acara metode Gravitasi telah dilaksanakan pada : Pertemuan Pertama hari
: Selasa, 26 Februari 2019
pukul : 18.30 – selesai tempat : Ruang GS 105 Gedung Pertamina Sukowati, Departemen Teknik Geologi, Universitas Diponegoro Pertemuan Kedua hari
: Selasa, 5 maret 2019
pukul : 18.30 – selesai tempat : Ruang GS 105 Gedung Pertamina Sukowati, Departemen Teknik Geologi, Universitas Diponegoro
5
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geologi Daerah Penelitian Daerah penelitian ini terletak di sekitar area sumber mata air panas (hydrothermal) yang berada di desa Lombang, Kecamatan Batang-batang Kabupaten Sumenep, sekitar ± 20 Km dari Kota Sumenep Secara geografis daerah penelitian terletak pada koordinat 07°55‟ 52.79” LS dan 114°04‟ 11.05” BT. Sebagian besar wilayah Madura termasuk dalam lajur rembang, merupakan punggungan yang terlipat dan membentuk anticlinorium yang memanjang padamarah barat-timur, mulai dari Purwodadi (Jawa Tengah) menerus ke daerah Tuban-Surabaya (Jawa Timur) dan berakhir di daerah yang dipetakan. Daerah ini pada umumnya termasuk pebukitan landau hingga pegunungan berlereng terjal. Mempunyai julang (ketinggian) dari 0 hingga 440 m di atas muka laut. Secara geologi pulau Madura merupakan bagian dari unsur daratan utara pulau Jawa dan kelanjutan dari alur pegunungan kapur yang terletak di bagian utara-selatan lembah Solo yang sebagian beasar terdiri dari perbukitan cadas dan pegunungan-pegunungan kapur yang lebar. Adapun manifestasi panas bumi (geothermal) di daerah ini antara lain adalah keberadaan sumber mata air panas (hot springs) yang mengandung belerang (sulfur) dengan kolam pemandian air panas belerang berukuran 3x3 m2 dan beberapa sumur air panas. Manifestasi panas bumi (geothermal) tersebut di daerah ini terletak di sekitar area persawahan dan ladang daerah setempat pada ketinggian 16-22 m dpl dengan suhu air panas yang pernah diukur ialah sebesar 45° C. Kedalaman lapisan bawah permukaan yang mengandung air dibeberapa sumur daerah setempat ialah terletak pada kedalaman 5-8 m dari permukaan sehingga akifer di daerah ini tergolong zona akifer dangkal.
6
Gambar 2.1 peta geologi regional Madura desa sumenep
Berdasarkan bentang alamnya daerah Madura dikelompokkan menjadi tiga satuan morfologi, yakni: dataran rendah, perbukitan dan kras. Morfologi bergelombang dengan ketinggian 0-200 m dpl menempati bagian utara (termasuk daerah prospek geothermal desa Lombang), tengah dan selatan memanjang dengan arah barat-timur, umumnya dibentuk oleh batuan sedimen yang terdiri dari batu lempung Formasi Tawun, batu pasir anggota Formasi Ngrayong dan batu gamping. Pola aliran sungai pada umumnya mendaun dan sebagian kecil sejajar, searah dengan arah jurus lapisan, sebagian memotong arah jurus lapisan, lembahnya termasuk menjelang dewasa
2.2 Stratigrafi geologi regional madura Daerah penelitian termasuk dari bagian Cekungan Jawa Timur utara. Tataan stratigrafinya dari tua ke muda adalah Formasi Tawun, Formasi Ngrayong, Formasi Bulu, Formasi Pasean, Formasi Madura, Formasi Pamekasan, dan Alluvium, yaitu:
Formasi Tawun secara litologis terdiri atas batulempug, napal, batugamping lempungan dengan sisipan orbitoid. Formasi ini berumur Miosen Awal-Tengah dan sedimennya diendapkanpada lingkungan laut agak dangkal (sublitoral) dengan ketebalan sekitar 300 m.
7
Formasi Ngrayong yang menindih secara selaras atas Formasi Tawun merupakan perulangan batupasir kuarsa dengan batugamping orbitoid dan batulempung. Formasi ini berumur miosen tengah dan diendapkan pada lingkungan laut dangkal (litoral) dengan ketebalan lebih kurang 600 m
Formasi Bulu menjemari dengan Formasi Ngrayong terdiri atas batugamping pelat dengan sisipan napal pasiran. Formasi ini berumur Miosen Tengah bagian akhir, diendapkan dalam lingkungan laut dangkal (zona neritik tengah) dengan ketebalan sekitar 200 m.
Formasi Pasean, yang menindih selaras Formasi Bulu, merupakan perselingan napal dengan batugamping lempungan, batugamping pasiran dan batugamping oolit, napal pasiran, berbutir halus sampai sedang, berlapis baik dan mengandung sedikit kuarsa. Formasi ini berumur Miosen Akhir dan diendapkan dalam laut dangkal (inner sublittoral) dengan tebal kurang lebih 600 m.
Formasi Madura sebagian menindih selaras dan sebagian lagi tidak selaras Formasi Pasean, Formasi Bulu, Formasi Ngrayong dan diduga berumur Pliosen, sedangkan di Lembar Tanjung BumiPamekasan dan Lembar Surabaya-Sapulu berumur Miosen AkhirPliosen. Formasi Madura terdiri dari batugamping terumbu dan batugamping dolomitan. Batugamping terumbu berbentuk padat dan permukaannya umumnya berongga, setempat dolomitan. Satuan
8
batuan ini beragam antara batuan gamping kapuran, di bagian bawah batugamping pasiran batugamping oolit, batugamping hablur dan batugamping dolomitan. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan laut dangkaldan tenang dengan ketebalan sekitar 250 m.
Formasi Pamekasan menindih tidak selaras Formasi Madura terdiri atas konglomerat, batupasir, batu lempung dan batugamping. Konglomerat bersifat kompak, padat, terpilah buruk dengan komponen dasar terdiri atas batugamping foraminifera dan batugamping hablur dan ketebalannya sekitar 4 m. Formasi Pamekasan diperkirakan berumur Pleistosen. Sejak kala Holosen telah terjadi pegerosian dan terendaan alluvium yang terdiri atas fraksi lepas berukuran lempung-krakal dan pertumbuhan terumbu koral.
Gambar 2.2 kolom stratigrafi geologi regional Madura
9
2.3 Struktur Geologi Struktur di daerah Madura adalah lipatan dan sesar. Struktur antiklin dan sinklin berarah barat – timur, jurus sesar umumnya berarah barat dayatimur laut dan barat laut-tenggara. Antklin berkembang pada Formasi Ngrayong, Bulu dan Formasi Pasean. Sinklin pada umumnya berkemba pada Formasi Ngrayong. Sesar yang terdapat di daerah ini adalah sesar naik, sesar geser dan sesar normal, jurus sesar naik berarah barat-timur, jurus sesar geser dan sesar normal berarah barat daya-timur laut dan barat laut-tenggara. Kelurusan pada umumnya searah dengan jurus sesar geseran sesar normal. Pada masa sekarang (Neogen – Resen), pola tektonik yang berkembang di Pulau Jawa dan sekitarnya, khususnya Cekungan Jawa Timur bagian Utara merupakan zona penunjaman (convergent zone), antara lempeng Eurasia dengan lempeng Hindia – Australia (Hamilton, 1979, Katili dan Reinemund, 1984, Pulonggono, 1994). Evolusi tektonik di Jawa Timur bisa diikuti mulai dari Jaman Akhir Kapur (85 – 65 juta tahun yang lalu) sampai sekarang (Pulonggono, 1990). Secara ringkasnya, pada cekungan Jawa Timur mengalami dua periode waktu yang menyebabkan arah relatif jalur magmatik atau pola tektoniknya berubah, yaitu pada jaman Paleogen (Eosen – Oligosen), yang berorientasi Timur Laut – Barat Daya (searah dengan pola Meratus). Pola ini menyebabkan Cekungan Jawa Timur bagian Utara, yang merupakan cekungan belakang busur, mengalami rejim tektonik regangan yang diindikasikan oleh litologi batuan dasar berumur Pra – Tersier 10
menunjukkan pola akresi berarah Timur Laut – Barat Daya, yang ditunjukkan oleh orientasi sesar – sesar di batuan dasar, horst atau sesar – sesar anjak dan graben atau sesar tangga. Dan pada jaman Neogen (Miosen – Pliosen) berubah menjadi relatif Timur – Barat (searah dengan memanjangnya Pulau Jawa), yang merupakan rejim tektonik kompresi, sehingga menghasilkan struktur geologi lipatan, sesar – sesar anjak dan menyebabkan cekungan Jawa Timur Utara terangkat (Orogonesa Plio – Pleistosen) (Pulonggono, 1994). Khusus di Cekungan Jawa Timur bagian Utara, data yang mendukung kedua pola tektonik bisa dilihat dari data seismik dan dari data struktur yang tersingkap. Menurut Van Bemmelen (1949), Cekungan Jawa Timur bagian Utara (North East Java Basin) yaitu Zona Kendeng, Zona Rembang – Madura, Zona Paparan Laut Jawa (Stable Platform) dan Zona Depresi Randublatung. Keadaan struktur perlipatan pada Cekungan Jawa Timur bagian Utara pada umumnya berarah Barat – Timur, sedangkan struktur patahannya umumnya berarah Timur Laut – Barat Daya dan ada beberapa sesar naik berarah Timur – Barat. Zona pegunungan Rembang – Madura (Northern Java Hinge Belt) dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian Utara (Northern Rembang Anticlinorium) dan bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium). Bagian Utara pernah mengalami pengangkatan yang lebih kuat dibandingkan dengan di bagian selatan sehingga terjadi erosi sampai Formasi Tawun, bahkan kadang – kadang sampai Kujung Bawah. Di bagian selatan dari daerah ini terletak antara lain struktur – struktur 11
Banyubang, Mojokerep dan Ngrayong. Bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium) ditandai oleh dua jalur positif yang jelas berdekatan dengan Cepu. Di jalur positif sebelah Utara terdapat lapangan – lapangan minyak yang penting di Jawa Timur, yaitu lapangan : Kawengan, Ledok, Nglobo Semanggi, dan termasuk juga antiklin – antiklin Ngronggah, Banyuasin, Metes, Kedewaan dan Tambakromo. Di dalam jalur positif sebelah selatan terdapat antiklinal-antiklinal / struktur-struktur Gabus, Trembes, Kluweh, Kedinding – Mundu, Balun, Tobo, Ngasem – Dander, dan Ngimbang High. Sepanjang jalur Zona Rembang membentuk struktur perlipatan yang dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu : 1. Bagian Timur, dimana arah umum poros antiklin membujur dari Barat Laut – Timur Tenggara. 2. Bagian Barat, yang masing – masing porosnya mempunyai arah Barat – timur dan secara umum antiklin-antiklin tersebut menunjam baik ke arah barat ataupun ke arah timur.
Gambar 2.3 kerangka tektonik cekungan jawa timur - utara
12
BAB III PENGOLAHAN DATA
3.1 Langkah Pengerjaan data Pengolahan data geofisika dengan menggunakan metode gravity:
Pertama lakukan koreksi data yang telah diberikan sebelumnya. Lakukan koreksi data excel dengan menggunakan koreksi yang ada pada metode gravity
Gambar 3.1 Koreksi data gravity
Selanjutnya lakukan pengolahan data gravity yang telah dikoreksi dengan menggunakan software surfer 13, yaitu sebagai berikut: 1. Pertama buka software surfer 13 dan masukan data UTM X, UTM Y, dan nilai Anomaly Bouger Lengkap,
2. Selanjutnya save data tersebut dengan format .dat dan buat grid untuk data tersebut,
13
3. Kemudian buat kontur map dari data tersebut dan buat fill color untuk mengetahui informasi data data grid tersebut,
4. Kemudian klik menu grid info untuk mengetahui grid geometry dan copy nilai grid geometri ke dalam excel dan cari nilai X size dan Y sizenya,
14
5. Selanjutnya buat data untuk grablox dari data UTM X, UTM Y, dan nilai anomaly bouger lengkap.
Selanjutnya lakukan pengolahan data dengan menggunakan software Grablox 164 dari data yang telah dilakukan pengolahan Surfer 13, yaitu sebagai berikut: 1. Masukan nilai dari grid geometry yang telah diperoleh dari Surfer 13 kedalam kolom yang ada di dalam Grablox. Pada saat memasukin data jangan lupa untuk mengupdate setiap memasuki nilai atau mengganti pengaturan pada Grablox
Data grablox dari surfer 13
2. Setelah memasukan semua data dari grid geometri, kemudian klik menu edit dang anti niali min/max value. Untuk nilai Min/max value masukan nilai 1.900 2.200
15
Min/max value data
3. Selanjutnya klik menu file dan read data dari surfer 13.
Tampilan data hasil interpolasi dari surfer
4. Selanjutnya klik optimize data dan masukan dan ganti menu base menjadi density, kemudian ganti density ke occam d, heights, dan occam h dan jangan lupa untuk optimize setiap penggantian menu.
Compute data dan Occam d
16
Occam h
5. Kemudia kita dapat melihat nilai RMS untuk mengetahui error data. Semakin kecil nilai errornya maka semakin baik datanya.
6. Dan save model dan save data dari pengolahan grablox Kemudian Pengolahan data dengan menggunakan aplikasi Bloxer 164. Aplikasi ini digunakan untuk menginterpretasikan data. 1. Pertama buka aplikasi bloxer 164 dan open model 2. Kemudian masukan model yang telah disave dari grablox. 3. Selanjutnya ceklist volume size. Dan lakukan interpretasi data dari bloxer
Gambar Tampilan Bloxer
17
BAB IV PEMBAHASAN Metode gravitasi merupakan salah satu metode eksplorasi dalam geofisika yang mencari perbedaan nilai medan gravitasi dari suatu titik ke titik lain disuatu tempat yang disebabkan oleh distribusi massa yang terdapat dibawah permukaan. Pengolahan data gravitasi dilakukan untuk memperoleh anomaly bouger lengkap dari suatu titik pengamatan yang dipengaruhi oleh rapat massa. Rapat massa (density) batuan merupakan besaran utama dalam menentukan nilai percepatan gravitasi. Variasi rapat massa pada batuan sedimen disebabkan oleh tekanan gaya tektonik Densitas batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu rapat massa butir pembentuknya, porositas, kandungan fluida yang mengisi pori-porinya, serta pemadatan akibat tekanan dan pelapukan yang dialami batuan tersebut. Proses tersebut dimulai dari konversi pembacaan gravitimeter ke milligal yang bertujuan untuk memperoleh anomaly bouger lengkap dari setiap titik pengamatan. Kemudian dilakukan koreksi pasang surut yang bertujuan untuk mengurangi pengaruh gaya gravitasi bumi, bulan, dan matahari pada data yang diperoleh, selanjutnya dilakukan koreksi apung yang bertujuan untuk menghilangkan gangguan yang disebabkan oleh goncangan alat ketika dibawa. 4.1 Interpretasi Identifikasi Bawah Permukaan Interpretasi dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kuantitatif dilakukan dengan melakukan pemodelan untuk mendapatkan struktur bawah permukaan, namun cara ini tidak dilakukan sehingga interpretasi hanya dilakukan secara kualitatif. Cara kualitatif dengan melihat nilai anomali Bouguer dan peta anomali. Dengan adanya skala warna pada peta anomali kita bisa melihat daerah yang memiliki anomali tinggi dan anomali rendah.
18
Pada peta Anomaly bouger lengkap merupakan hasil dari reduksi topografi, besarnya dapat dihitung secara teoritis. Sebaran anomaly bervariasi, yaitu 74,8 -77,3 mgal nilai-nilai tersebut dikonturkan dengan menggunakan surfer 13. Pola anomaly bouger lengkap terdapat 2 pola, yaitu pola ketinggian dengan rentang nilai 76,877,3 mgal dan pola rendah dengan rentang nilai 76,7- 74,8 mgal. Nilai anomali yang rendah kontras warna ungu sampai hijau dengan kisaran 76,7- 74,8 mGal yang tersebar pada daerah barat laut ke timur laut dan Nilai anomali yang tinggi ditunjukkan dengan warna kuning sampai merah yang berkisar antara +76,8- 77,3 mGal yang menyebar pada daerah barat daya ke tenggara.mGal.
Gambar 4.1 Peta Anomali Bouger Lengkap
Berdasarkan peta kontur tersebut, terdapat adanya bukit dan adanya lembah. Perubahan nilai anomali dari rendah ke tinggi yang signifikan disebabkan oleh perubahan densitas batuan secara signifikan. Peta anomali bouger lengkap hanya dapat memberikan gambaran kasar karena masih terkandung nilai anomali regional dan residual. Fungsi dari dilakukannya anomali regional ini adalah untuk member efek atau respon terhadap anomali dalam yang bisa dilihat secara regional atau umum dan nilai anomali gravitasi dapat diamati. Anomali regional menapilkan pola yang berkesinambungan. Anomali bouger residual merupakan anomali gravitasi yang berhubungan dengan struktur yang ada di dekat permukaan. Data dari anomali
19
residual ini didapat dengan cara mengurangi nilai dari anomali bouger lengkap dengan nilai anomali regional. Fungsi dari anomali residual ini adalah untuk memberikan efek terhadap pengukuran anomali yang dekat dengan permukaan Nilai anomaly ketinggiam tersebut diperkirakan karena densitas yang tinggi diduga dibawah permukaan penelitian ini merupakan batupasir dan batugamping. Sedangkan anomaly rendahan disebabkan struktur batuan yang lebih turun dibandingkan dengan batuan sekitarnya. Pada anomaly ketinggian ini diperkirakan berkaitan dengan intrusi bawah permukaan.
Gambar 4.2 Model 3D dengan menggunakan Bloxer
Selanjutnya setelah menggunakan dan mengolah data dari Microsoft word 2010 dan surfer 2013 menggunakan Software Grablox dan Bloxer untuk menentukan nilai densitas batuan atau Rapat massa batuan merupakan besaran utama dalam menentukan nilai percepatan gravitasi yang akan dimodelkan pada identifikasi bawah permukaan dimana dari klasifikasi telford ini dapat kita lihat litologinya dimana contohnya daerah yang berwarna merah memiliki resistivitas yang kuat nilai densitas batuannya 2.05-2.20 yang maka dapat disimpulkan itu
20
merupakan batupasir dan batugamping begitu juga dengan seterusnya namun karena ini merupakan data sintetik maka kita tidak dapat mengetahui secara pasti jenis batuannya/ datanya tidak efektif dimana litologi penyusun bawah permukaannya yaitu batupasir hingga batugamping. Nilai densitas batuan didaerah bawah permukaan merupakan alluvium dengan densitas 1.9. setelah itu semakin ke bawah permukaan nilai densitas batuannya semakin naik dimana terjadi perbedaan litologi penyusun bawah permukaan. kemudian nilai densitas batuan 1.95 - 1.99 resistivitas yang sedang maka dapat diinterpretasikan batuan bawah permukaannya yaitu lempung dan juga pasir. Adapun factor yang menyebabkan perbedaan resistivitas, yaitu:
Ukuran butir penyusun batuan, semakin besar butir maka kelolosan arus akan semakin baik, sehingga mereduksi nilai tahanan jenis.
Komposisi mineral dari batuan, semakin meningkat kandungan mineral clay akan mengakibatkan menurunnya nilai resisivitas.
Kandungan air, air tanah atau air permukaan merupakan media yang mereduksi nilai tahanan jenis.
Kelarutan garam dalam air di dalam batuan akan mengakibatkan meningkatnya kandungan ion dalam air sehingga berfungsi sebagai konduktor.
Kepadatan, semakin padat batuan akan meningkatkan nilai resistivitas. Kandungan logam dalam batuan dimana semakin besar kandungan logam maka akan semakin kecil resistivitasnya
Rapat massa (density) batuan merupakan besaran utama dalam menentukan nilai percepatan gravitasi. Variasi rapat massa pada batuan sedimen disebabkan oleh tekanan gaya tektonik Densitas batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu rapat massa butir pembentuknya, porositas, kandungan fluida yang mengisi pori-porinya, serta pemadatan akibat tekanan dan pelapukan yang dialami batuan tersebut.
21
Gambar 4.3 Klasifikasi densitas batuan (Telford,1990)
Lapisan 2 teratas
Lapisan 2 terbawah
Gambar 4.4 Densitas batuan bawah permukaan
22
4.3 Interpretasi Geologi Regional dengan identifikasi bawah permukaan Adapun manifestasi panas bumi (geothermal) di daerah ini antara lain adalah keberadaan sumber mata air panas (hot springs) yang mengandung belerang (sulfur) dengan kolam pemandian air panas belerang berukuran 3x3 m2 dan beberapa sumur air panas. Manifestasi panas bumi (geothermal) tersebut di daerah ini terletak di sekitar area persawahan dan ladang daerah setempat pada ketinggian 16-22 m dpl dengan suhu air panas yang pernah diukur ialah sebesar 45° C. Kedalaman lapisan bawah permukaan yang mengandung air dibeberapa sumur daerah setempat ialah terletak pada kedalaman 5-8 m dari permukaan sehingga akifer di daerah ini tergolong zona akifer dangkal. Daerah lokasi penelitian ini dimana pengolahan data dengan menggunakan softwaresurfer 13, grablox, dan bloxer terdapat litologi berupa batupasir, batugamping, batulempung, dan endapan alluvial. Berdasarkan bentang alamnya daerah Madura dikelompokkan menjadi tiga satuan morfologi, yakni: dataran rendah, perbukitan dan kras. Morfologi bergelombang dengan ketinggian 0-200 m dpl menempati bagian utara (termasuk daerah prospek geothermal desa Lombang), tengah dan selatan memanjang dengan arah barat-timur, umumnya dibentuk oleh batuan sedimen yang terdiri dari batu lempung Formasi Tawun, batu pasir anggota Formasi Ngrayong dan batu gamping serta formasi Madura dimana berumur Miosen Akhir-Pliosen. Formasi Madura terdiri dari batugamping terumbu dan batugamping dolomitan. Batugamping terumbu berbentuk padat dan permukaannya umumnya berongga, setempat dolomitan. Satuan batuan ini beragam antara batuan gamping kapuran, di bagian bawah batugamping pasiran batugamping oolit, batugamping hablur dan batugamping dolomitan. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan laut dangkaldan tenang dengan ketebalan sekitar 250 m. Pola aliran sungai pada umumnya mendaun dan sebagian kecil sejajar, searah dengan arah jurus lapisan, sebagian memotong arah jurus lapisan, lembahnya termasuk menjelang dewasa daerah-daerah panas bumi di kabupaten Sumenep tidak berkaitan dengan aktivitas vulkanik (non volcanic system) dan 23
diduga merupakan sistem panas bumi sebagai akibat dari tatanan geologi daerah setempat (geopressured system) yang terasosiasi dengan zona depresi atau cekungan sedimen yang memanjang dari Jawa Barat ke Jawa Timur, yaitu Bogor - Serayu utara - Kendeng - Zona depresi selat Madura. Daerah potensi panas bumi di kabupaten Sumenep diperkirakan merupakan asosiasi dari daerah manifestasi panas bumi berupa sumber air panas lainnya yang telah diidentifikasi sebelumnya, yaitu sumber air panas Tirtosari dan sumber air panas di desa Aeng panas kecamatan Pragaan kabupaten Sumenep. Pada penelitian ini tidak ditemukan keberadaan suatu patahan atau sesar di sekitar area panas bumi, namun kenampakan sistem panas bumi (geotermal) di daerah ini lebih disebabkan oleh rekahan batuan (crack) yang menjadi celah atau saluran fluida (air) panas bumi ke permukaan.
.
24
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Nilai anomaly ketinggian tersebut diperkirakan karena densitas yang tinggi diduga dibawah permukaan penelitian daerah yang berwarna merah memiliki resistivitas yang kuat nilai densitas batuannya 2.05-2.20 yang maka dapat disimpulkan itu merupakan batupasir dan batugamping. Sedangkan anomaly rendahan disebabkan struktur batuan yang lebih turun dibandingkan dengan batuan sekitarnya. Pada anomaly ketinggian ini diperkirakan berkaitan dengan intrusi bawah permukaan
Daerah lokasi penelitian ini dimana pengolahan data dengan menggunakan softwaresurfer 13, grablox, dan bloxer terdapat litologi berupa batupasir, batugamping, batulempung, dan endapan alluvial. umumnya dibentuk oleh batuan sedimen yang terdiri dari batu lempung Formasi Tawun, batu pasir anggota Formasi Ngrayong dan batu gamping serta formasi Madura Pada penelitian ini tidak ditemukan keberadaan suatu patahan atau sesar di sekitar area panas bumi Lombang, namun kenampakan sistem panas bumi (geotermal) di daerah ini lebih disebabkan oleh rekahan batuan (crack) yang menjadi celah atau saluran fluida (air) panas bumi ke permukaan.
5.2 Saran
Praktikan diharapkan lebih aktif lagi dalam bertanyana
Diharapkan disaat menjelaskan lebih detail lagi sehingga praktikan mudah dalam memahami materi.
25
DAFTAR PUSTAKA https://www.researchgate.net/publication/287602181_Distribusi_lapisan_batuan_sedi men_yang_diduga_mengandung_gas_biogenik_dengan_metode_tahanan_jenis_di_P antai_Saronggi_Sumenep_Madura (Diakses pada tanggal 15 maret 2019 pukul 23:00) Suhadiyanto. 2008. Interpretasi Gayaberat. Jurnal FMIPA Untung, M. 2001. Dasar-Dasar Magnet dan Gayaberat serta Beberapa Penerapannya. Himpunan Ahli Geofisika Indonesia
26