Banyak Orang Tidak Berani Bilang Tidak

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Banyak Orang Tidak Berani Bilang Tidak as PDF for free.

More details

  • Words: 875
  • Pages: 3
Banyak orang tidak berani bilang tidak, pada apa yang dimintakan pada dirinya. Maka yang terjadi dia selalu berkata: ya, ok, atau baiklah, sebagai pengganti kata menyanggupi sesuatu yang diminta darinya. Sepintas hal ini tidak ada yang bermasalah dan terkesan bagus, jika kita selalu bisa menolong orang lain. Tetapi apa yang terjadi dibalik kata: ya, ok, atau baiklah? Dengan tidak mempunyai keberanian menolak, dengan kata lain tidak berani mengatakan: tidak mau, tidak sanggup, tidak bisa, dan sebagainya, maka kita bisa membuat susah diri dan lingkungan kita sendiri. Mengapa ini bisa terjadi? Banyak orang yang selalu bisa bilang: ya, pada setiap orang yang meminta apa pun padanya. Baik jasanya, bendanya, bahkan ide-ide, dan sebagainya. Maka orang ini menjadi populer dalam pergaulan dan menjadi sosok yang bisa diandalkan oleh semua orang. Tetapi apakah benar demikian adanya? Ternyata setelah mensurvei banyak orang yang yang begitu populer dalam pergaulan dan terkesan selalu siap sedia untuk membantu orang lain dengan perkataan ya di setiap saat, justru sosok ini adalah orang yang tidak tahu menghargai dirinya dan lingkungannya. Bahkan, menyusahkan dirinya sendiri, juga lingkungannya. Mengapa bisa demikian? Coba kita tinjau contoh-contoh di bawah ini. Sadar atau tidak, Anda dan saya sering melakukannya. Contoh dari situasi yang sebenarnya kita ingin / mau sejujurnya menjawab tidak. Ketika teman atau kerabat menelepon dan mengajak kita pergi ke mal, padahal kita sedang asyik menikmati liburan di rumah dengan membaca buku dan sejujurnya kita malas untuk pergi. Pikiran otomatis yang tidak realistis - untuk menghindar dengan berkata tidak – muncul karena yang keluar dari pikiran kita adalah: jika saya bilang tidak mau, bisa melukai dia, juga bisa menjadi marah; saya tidak punya alasan yang tepat untuk menolaknya; saya tidak enak karena dia teman atau kerabat dekat, dan sebagainya. Akhirnya kita terpaksa menjawab: ok, ya, baiklah! Tetapi hati kita tidak rela untuk pergi. Nah, apakah ini baik untuk diri kita dan lingkungan? Dalam kejadian ini, yang dirugikan hanya pihak kita karena pergi dengan terpaksa. Lalu, masih ada contoh lain sebagai berikut. Teman atau kerabat meminta kesediaan Anda untuk menjadi penerima tamu dalam pesta pernikahan anaknya. Padahal, pada hari dan tanggal tersebut, ada juga acara syukuran teman sekantor yang baru sembuh dari sakit. Pikiran otomatis mengatakan, jika saya bilang tidak bisa, nanti dikira saya tidak mau rukun dengan teman atau kerabat. Tetapi jika bilang ya atau baiklah, saya juga tidak enak hati dengan teman sekantor yang mengundang syukuran. Nah, akhirnya pada keduanya Anda bilang ya. “Baiklah, saya akan datang dan memenuhi permintaan kamu”. Ternyata yang terjadi pada hari tersebut, jarak tempuh yang cukup jauh dan lalu lintas yang macet, membuat Anda terlambat untuk menjadi penerima tamu, karena tidak bisa bilang tidak, saat tetap ditahan oleh teman yang kangen karena sakit yang lama dan

dalam suasana bersyukur. Akhirnya penerima tamu dalam pesta tidak ada atau kurang lengkap karena Anda datang sangat terlambat. Nah dalam hal ini, selain menyusahkan diri sendiri yang tidak mampu bilang: tidak bisa, tidak mau, tidak sanggup, maka pihak yang Anda sanggupi dengan berkata: ya saya bisa, ya saya mau, juga menjadi susah karena acaranya berantakan dengan ketidakhadiran atau keterlambatan Anda di pestanya. Terbelenggu Jika kita merasa harus bisa bilang ya, sedangkan sebenarnya dalam diri kita mau bilang tidak, saat itulah penting bagi kita untuk sadar dengan pola pikiran yang selama ini terbentuk. Tentu tidak masalah kalau kita sesekali memanipulasi pikiran kita sendiri dengan berkata ya, saat sebenarnya kita ingin mengatakan tidak. Untuk seterusnya berdasarkan pola pikiran yang tidak realistis itu membuat kita terjebak dalam permainan pikiran kita sendiri. Akhirnya, kita membuat diri seperti selalu harus baik/ramah dan bersedia menolong, tetapi justru lebih menyusahkan diri sendiri. Hal itu jelas terlihat pada ilustrasi cerita di atas. Pola Pikiran Dengan demikian, penting bagi kita untuk mulai belajar mengenali pola pikiran sendiri yang selalu merasa bersalah jika berkata tidak. Kita harus belajar atau bersedia memulai untuk menabrak pola pikiran yang selama ini terbentuk dengan mengantisipasi risiko dari menjawab tidak. Kemudian, kita juga bisa membuat pertanyaan kritis terhadap diri sendiri: jika kita berkata tidak, apakah efeknya untuk diri kita dan lingkungan lebih baik atau malah merusak? Belajar dari pengalaman dengan selalu menjawab ya, apakah selama ini hasilnya selalu baik untuk diri maupun lingkungan? Buat juga pertanyaan kritis pada diri sendiri, bahwa selama ini dengan selalu menjawab ya, sebenarnya kita menyakiti diri sendiri dan hanya menyenangkan orang lain. Kita harus belajar memahami pikiran dan perasaan kita sendiri dan tahu bahwa kita mempunyai hak penuh untuk mengatakan tidak, tanpa ada keharusan menjawab alasannya. Tidak bisa di pungkiri, kita terbelenggu dengan pola kebiasaan, pola yang berpikir untuk bisa menjadi orang ramah, orang baik, dengan selalu siap menjawab ya. Sebaliknya merasa bersalah jika sampai berkata tidak terhadap orang lain yang datang pada kita. Untuk menjaga relasi sosial tetap berjalan baik, kita bisa mengganti kata tidak dengan kata-kata yang dianggap lebih halus. Kita bias mengganti kata tidak dengan berkata, “Bukan selera saya, terima kasih” atau “Saya sudah ada janji lain”. Yang paling umum menggantikan kata tidak untuk menolak sesuatu yang kita tidak mau perbuat adalah

dengan mengatakan, “Saya sangat sibuk” atau “Jadwal saya sudah sangat padat”. Katakata atau kalimat itu terasa lebih luwes. Perlahan tapi pasti, kita harus belajar untuk berani berkata tidak terhadap sesuatu yang bisa membuat diri dan lingkungan menjadi bermasalah, karena kita melakukan sesuatu yang bisa kita tolak karena memang tidak mau melaksanakannya.

Related Documents