Bahan Pengisi Pke Malto (baca2 Aja).pdf

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bahan Pengisi Pke Malto (baca2 Aja).pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 18,949
  • Pages: 86
STUDI PENGARUH JENIS BAHAN PENGISI TERHADAP KELEKATAN SEASONING PADA PRODUK KACANG OVEN DI PT TUDUNG PUTRA-PUTRI JAYA

SKRIPSI

TRANCY CHANDRA F24070114

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

STUDY OF THE EFFECT OF FILLERS ON SEASONING ADHESIVENESS TO COATED PEANUT PRODUCT AT PT TUDUNG PUTRA PUTRI JAYA 1

Trancy Chandra1, Dedi Fardiaz1, and Balayana Elizabeth Silalahi2 Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia 2 PT Tudung Putra Putri Jaya, Bintaro, Jakarta Phone: +62 821 1286 7300, E-mail: [email protected]

ABSTRACT According to the USDA Foreign Agricultural Service, snack production in 2008 was recorded with the value of 56.8 billion USD and increased to 61.8 bilion USD in 2009. This data indicates that there are many opportunities for snack companies in Indonesia. However, due to a lot of competitors, snack food companies have to be more creative in developing their products. Snack companies must provide new seasoning to keep the consumer loyalness and gain more market shares. Most of seasonings coat the base surface, so that seasoning adhesiveness is needed during products shelf life. The objective of the research is to determine the best filler formula with optimum seasoning adhesiveness on coated peanut product and good sensory attribute (appearance and overall taste). Fillers that used in garlic seasoning mixtures are dextrose, maltodextrin, dextrin, and corn starch. The method used in the research was mixture design method from Design Expert7.0® program. The result reveals that formula consist of dextrose, maltodextrin, dextrin, and corn starch in any composition had seasoning adhesiveness between 92.34 to 97.94%, Level of Acceptance (LoA) scores for appearance between 3.42 to 3.71 and for overall taste between 3.36 to 3.72. There were no optimum fillers formula with certain value of seasoning adhesiveness, LoA scores of appearance and overall taste since the polynomial model selected was mean. This model shows that there is an insignificant relation between filler formula with seasoning adhesiveness, LoA scores of appearance and overall taste. However, Design Expert7.0® program suggests combinations of all fillers.

Keywords: filler, base, Level of Acceptance and adhesiveness

TRANCY CHANDRA. F24070114. Studi Pengaruh Jenis Bahan Pengisi terhadap Kelekatan Seasoning pada Produk Kacang Oven di PT Tudung Putra-Putri Jaya. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc. dan Ir. Elizabeth Silalahi. 2011.

RINGKASAN Industri snack di Indonesia berkembang sangat pesat. Pada tahun 2008, bisnis ini tercatat bernilai 56.8 juta USD dan terjadi peningkatan produksi pada tahun 2009 sebanyak 8% menjadi 61.8 juta USD. Pada tahun 2010, USDA Foreign Agricultural Service Jakarta memperkirakan industri snack di Indonesia akan terus tumbuh sebanyak rata-rata 20% per tahun selama lima tahun ke depan. Pertumbuhan industri snack di Indonesia memicu terjadinya persaingan antara industri snack. Industri berlomba-lomba memproduksi snack yang memiliki daya saing lebih baik dibandingkan kompetitornya. Seasoning adalah kunci dari rasa snack yang dihasilkan karena base pada snack umumnya memiliki rasa yang tawar. Banyak industri snack yang lebih memilih untuk mencampurkan sendiri seasoning yang digunakan ketimbang membeli dari produsen agar dapat menghasilkan produk yang harganya lebih bersaing. Seasoning yang digunakan harus memiliki performa yang optimal ketika diaplikasikan, seperti kelekatan yang optimal dan mempunyai profil sensori yang disukai konsumen. Performa seasoning sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor seperti proses dan alat aplikasi yang digunakan, bahan penyusun seasoning, interaksi antara base dan seasoning serta berbagai faktor lainnya. Permasalahan yang dihadapi oleh PT Tudung Putra Putri Jaya adalah kurang melekatnya seasoning pada produk kacang oven rasa garlic. Faktor yang diperkirakan mempengaruhi kelekatan seasoning pada produk ini adalah formula bahan pengisi dalam seasoning. Penelitian magang ini bertujuan membuat formula bahan pengisi (dekstrosa, maltodekstrin, dekstrin, dan corn starch) dalam seasoning garlic A pada produk kacang oven sehingga memiliki kelekatan dan karakteristik organoleptik (Level of Acceptance/LOA penampakan dan rasa keseluruhan) terbaik serta membandingkannya dengan seasoning garlic exist. Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu (1) penentuan prosedur standar aplikasi kacang oven garlic skala laboratorium, (2) pembuatan rancangan formula bahan pengisi dan respon menggunakan program Design Expert 7.0® mixture design D-optimal, (3) aplikasi seasoning garlic A pada kacang oven, (4) pengukuran respon kelekatan dan uji sensori tingkat kesukan dan (5) optimasi formula bahan pengisi dan verifikasi formula. Pada tahap awal, penelitian dilakukan dengan menentukan standar prosedur aplikasi kacang oven pada skala laboratorium. Standar prosedur aplikasi yang ingin ditentukan adalah waktu aplikasi seasoning yang dibuat menjadi lima variasi waktu aplikasi yaitu 3, 5, 7, 9 dan 11 menit dengan menggunakan seasoning exist. Hasilnya, waktu aplikasi yang optimal adalah tujuh menit. Percobaan dilanjutkan dengan membuat rancangan menggunakan bantuan mixture design Doptimal pada program Design Expert 7.0®. Respon yang diukur dari rancangan tersebut adalah kelekatan (%) dan LoA penampakan dan rasa keseluruhan. Respon terukur menunjukkan bahwa secara umum keempat bahan pengisi tersebut tidak memberikan pengaruh yang signifikan baik terhadap kelekatan(%), LoA penampakan dan rasa keseluruhan. Hal ini ditunjukkan dari model polinomial yang diberikan dan nilai desirability. Model polinomial bagi ketiga respon tersebut adalah mean dengan saran berupa 30 formula bahan pengisi yang memiliki nilai prediksi respon yang sama. Artinya, formula bahan pengisi pada komposisi apapun diprediksi akan menghasilkan nilai respon yang tidak berbeda nyata. Nilai prediksi bagi respon yang dihasilkan antara lain kelekatan (%) 95.14%, LoA penampakan 3.57 dan LoA rasa keseluruhan 3.54 dengan nilai desirability 54.91%. Walaupun program Design Expert 7.0® menunjukkan bahwa komposisi berbagai bahan pengisi tidak

signifikan terhadap respon, secara umum hampir seluruh formula saran terdiri atas gabungan keempat bahan pengisi. Verifikasi dilakukan terhadap model yang diberikan oleh Design Expert 7.0® dengan menguji dua formula saran yang dipilih secara acak. Formula saran yang dipilih adalah formula 6 (0.0414 gram dekstrosa, 0.1518 gram maltodekstrin, 0.0962 gram dekstrin dan 0.1067 gram corn starch) dan 16 (0.2128 gram dekstrosa, 0.0405 gram maltodekstrin, 0.0707 gram dekstrin dan 0.0721 gram corn starch). Hasil verifikasi dua formula saran tersebut menyatakan bahwa nilai respon terukur masih dalam Confident Interval (CI) dan Prediction Interval (PI) sebesar 95% yang artinya ada kesesuaian antara respon yang diprediksi dengan respon yang dihasilkan. Seleksi formula penting dilakukan karena banyaknya jumlah saran yang diberikan. Pertimbangan harga bahan pengisi menjadi dasar dalam menentukan formula terpilih. Berdasarkan harga bahan pengisi masing-masing maka lima formula terpilih adalah formula saran 22 (0.0554 gram dekstrosa, 0.0481 gram maltodekstrin, 0.0140 gram dekstrin dan 0.2786 gram corn starch), 11 (0.1023 gram dekstrosa, 0.0131 gram maltodekstrin, 0.0481 gram dekstrin dan 0.2327 gram corn starch), 24 (0.0590 gram dekstrosa, 0.0553 gram maltodekstrin, 0.0849 gram dekstrin dan 0.1970 gram corn starch), 28 (0.0671 gram dekstrosa, 0.1209 gram maltodekstrin, 0.0309 gram dekstrin dan 0.1773 gram corn starch) dan 8 (0.1873 gram dekstrosa, 0.0040 gram maltodekstrin, 0.0374 gram dekstrin dan 0.1675 gram corn starch).

STUDI PENGARUH JENIS BAHAN PENGISI TERHADAP KELEKATAN SEASONING PADA PRODUK KACANG OVEN DI PT TUDUNG PUTRA-PUTRI JAYA

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: TRANCY CHANDRA F24070114

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Judul Skripsi

Nama NIM

: Studi Pengaruh Jenis Bahan Pengisi terhadap Kelekatan Seasoning pada Produk Kacang Oven di PT Tudung Putra Putri Jaya : Trancy Chandra : F24070114

Menyetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

(Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc.) NIP 19481001.197302.1.001

(Ir. Balayana Elizabeth Silalahi)

Mengetahui: PLT Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si.) NIP 19610802 198703.2.002

Tanggal lulus:

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Studi Pengaruh Jenis Bahan Pengisi terhadap Kelekatan Seasoning pada Produk Kacang Oven di PT Tudung Putra Putri Jaya adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademis, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 20 September 2011 Yang membuat pernyataan

Trancy Chandra F24070114

BIODATA PENULIS

Penulis memiliki nama lengkap Trancy Chandra. Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 7 Maret 1989 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Hendyanto Chandra dan Liu Siu Moi. Jenjang pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah SD Mogallana Bekasi (1995-2001), SLTP Marsudirini Bekasi (2001-2004) dan SMA Marsudirini Bekasi (2004-2007). Penulis lulus seleksi melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar sebagai mahasiswi jenjang S1 dengan mayor Ilmu dan Teknologi Pangan dan minor Kewirausahaan di Institut Pertanian Bogor (2007-2011). Penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan yaitu sebagai Kepala Divisi Pengabdian Masyarakat Keluarga Mahasiswa Buddhis (KMB) IPB (20092010), Kepala Divisi Acara “Dhammapada Reading Competition” oleh KMB-IPB (2008), Kepala Divisi Acara Malam Keakraban KMB-IPB (2009), Sekretaris Umum Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan Nasional XVII oleh Himitepa IPB (2009), salah satu koordinator “Food Processing Club” oleh Himitepa IPB (2010-2011) dan anggota Ksatria Peduli Pangan Himitepa IPB yang memberi penyuluhan berkala di SD Cangkrang Desa Cikarawang (2010). Penulis juga aktif sebagai anggota tim basket putri ITP (2009-2010). Penulis berkesempatan menjadi Asisten Praktikum Mikrobiologi Pangan (2010-2011). Penulis juga berperan sebagai Trainer pada “Program Warung Sehat Lingkar Kampus IPB” yang diselenggarakan Himitepa, LPPM IPB dan South East Asia Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center IPB (2010). Penulis merupakan finalis Lomba Desain Pin dalam Seminar dan Deklarasi Anti Narkoba “Lets Fight Against Drugs” yang diselenggarakan Program Pembinaan Akademik dan Multi Budaya (PPAMB) Asrama TPB IPB (2008) dan penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) periode 2010-2011. Pengalaman kerja yang pernah diperoleh penulis antara lain di Indramayu Mango Farm dalam rangkaian acara Go Field yang diselenggarakan LPPM IPB (2009) dan magang di divisi R&D PT Tudung Putra Putri Jaya (2011) dalam rangka menyelesaikan tugas akhir dengan judul skripsi “Studi Pengaruh Jenis Bahan Pengisi terhadap Kelekatan Seasoning pada Produk Kacang Oven di PT Tudung Putra Putri Jaya”.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan laporan hasil magang penelitian yang penulis lakukan di PT Tudung Putra Putri Jaya sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana di Institut Pertanian Bogor, berjudul “Studi Pengaruh Jenis Bahan Pengisi terhadap Kelekatan Seasoning pada Produk Kacang Oven di PT Tudung Putra Putri Jaya” yang telah dilaksanakan dari bulan Maret 2011 sampai Juli 2011. Bersama dengan selesainya kegiatan magang dan penyusunan skripsi ini, penulis ingin mengungkapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Papa (Hendyanto Chandra), mama (Liu Siu Moi), dan kakak (Glenn Chandra) yang senantiasa memberikan dukungan baik berupa kasih sayang, doa dan dorongan semangat yang tak mungkin dapat dibalas oleh penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz M.Sc, sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi bimbingan dan dukungan selama menjalani pendidikan hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Kak Fenny Patria sebagai pembimbing lapang, Ibu Elizabeth Silalahi (Head of Ingredient Division), Ibu Yvonne Kirana, Kak Valencia Revina, Ibu Christina, Mbak Rosa, Juwita, Mbak Maya, Mbak Ika, Ari, Bayu dan Panji serta segenap staff R&D Garudafood di Bintaro atas bantuan serta dukungannya selama penulis melaksanakan kegiatan penelitian magangnya. 4. Elvira Syamsir STP M.Si, sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi bimbingan selama penulis menjalani sidang skripsi. 5. Sahabat-sahabat terkasih Marki, Beti dan Amelindud atas semua keceriaan, kebersamaan dan suka duka yang telah dilalui bersama di kosan Perwira 45 dan sahabat semasa sekolah yang selalu mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi Sariaty Farah Diba Siagian. 6. Teman seperjuangan magang Andri Prayogi dan Eddy Kurniawan. 7. Teman-teman KMB-IPB angkatan 44 (Eliana, Yunko, Reggie, Dendi, Poniman, Irine, Siska, Kenny), Ci Yurin (KMB 43) dan semua angkatan lainnya. Terima kasih atas pengalaman yang menyenangkan dan bimbingan spiritual yang diberikan selama masa kuliah. 8. Sahabat-sahabat ITP 44 yang begitu berkesan Onai, Meiado, Nipu, Bertha, Cherish, Michael, Anisa Artis, Adidud, Bu Del, Dono, Iman, Dimas, Punjung, Daniel, Agi, Dindud, Arief, Vince, Melcouw, Onye, Auntie Wima, Mitha, Vendry, Muncha, Vitong, Nadiaaah, Irsyad, Sariun, Lail, Amelia Oke, Chandra, Tami, Elvita, Okky, Uli, Malik, Ronce, Ricen, Kurce, Puji, Leo, Indri, Rozak, Romulo, Opa, Rina (Alm.) dan sahabat ITP lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala kegembiraan saat menjalani perkuliahan dan praktikum selama tiga tahun ini. 9. Seluruh staff pengajar dan administrasi ITP 2008-2011 atas segala pengajaran dan pendidikan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi hasil magang penelitian akhir ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang pangan. Bogor, 20 September 2011

Penulis

iii

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii DAFTAR TABEL ....................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. viii I.

PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 A. LATAR BELAKANG ..................................................................................................1 B. TUJUAN KEGIATAN MAGANG ..............................................................................2 C. MANFAAT KEGIATAN MAGANG ..........................................................................2

II. PROFIL PERUSAHAAN ..................................................................................... 3 A. SEJARAH PERUSAHAAN .........................................................................................3 B. RUANG LINGKUP USAHA .......................................................................................3 C. PRESTASI PERUSAHAAN ........................................................................................6

III. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 7 A. SNACK ..........................................................................................................................7 B. KACANG OVEN .........................................................................................................7 C. SEASONING .................................................................................................................8 D. BAWANG PUTIH ......................................................................................................13 E. BAHAN PENGISI ......................................................................................................14 1.

Dekstrosa.................................................................................................................14

2.

Maltodekstrin ..........................................................................................................15

3.

Dekstrin ...................................................................................................................16

4.

Corn starch .............................................................................................................16

F. APLIKASI SEASONING ............................................................................................17 G. MIXTURE EXPERIMENT DESIGN EXPERT 7.0® ....................................................18

IV. METODOLOGI PENELITIAN MAGANG ....................................................... 20 A. ALAT DAN BAHAN .................................................................................................20 B. METODE PENELITIAN ............................................................................................20 1.

Prosedur Aplikasi Kacang Oven Garlic Skala Laboratorium .................................20

2.

Pembuatan Rancangan Formulasi Bahan Pengisi dan Respon ...............................21

3.

Aplikasi Seasoning Garlic A pada Kacang Oven ...................................................22

4.

Pengukuran Respon berupa Kelekatan dan Uji Sensori .........................................24

iv

5.

Optimasi Formula Bahan Pengisi dan Verifikasi Formula .....................................25

V. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................... 27 A. APLIKASI KACANG OVEN GARLIC SKALA LABORATORIUM ......................27 B. RANCANGAN FORMULA DARI PROGRAM DESIGN EXPERT 7.0®.................28 C. HASIL PENGUKURAN RESPON FORMULA BAHAN PENGISI ........................29 1.

Kelekatan (%) .........................................................................................................29

2.

Penampakan ............................................................................................................33

3.

Rasa Keseluruhan....................................................................................................35

D. SARAN FORMULA DESIGN EXPERT 7.0® ............................................................38 E. VERIFIKASI ..............................................................................................................39 F. SELEKSI FORMULA ................................................................................................40

VI. PENUTUP........................................................................................................... 41 A. SIMPULAN ................................................................................................................41 B. REKOMENDASI .......................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 42 LAMPIRAN ............................................................................................................... 45

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel 2.

Berbagai produk makanan dan minuman yang dihasilkan oleh Garudafood.................... Hasil uji kelekatan seasoning exist pada waktu aplikasi yang berbeda.............................

Halaman 4 27

Tabel 3.

Rancangan formula dari program Design Expert 7.0®......................................................

29

®

Tabel 4.

Hasil verifikasi respon formula saran hasil optimasi program Design Expert 7.0 .........

39

Tabel 5.

Formula terpilih berdasarkan kriteria harga bahan baku...................................................

40

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.

Kacang oven..............................................................................................................

8

Gambar 2.

Diagram alir tahapan proses produksi kacang oven..................................................

8

Gambar 3.

Seasoning garlic........................................................................................................

9

Gambar 4.

Interior dalam coating drum......................................................................................

18

Gambar 5.

Diagram alir pencampuran seasoning.......................................................................

22

Gambar 6.

Diagram alir prosedur standar aplikasi kacang oven.................................................

23

Gambar 7.

Coating Pan...............................................................................................................

24

Gambar 8.

Diagram alir kegiatan magang penelitian..................................................................

26

Gambar 9.

Kurva kelekatan seasoning exist................................................................................

28

Gambar 10.

Grafik kelekatan (%) aplikasi 20 formula dan formula exist.....................................

30

Gambar 11.

Grafik kenormalan internally studentized residuals respon kelekatan (%)...............

31

Gambar 12.

Grafik contour plot hasil uji respon kelekatan (%)....................................................

31

Gambar 13.

Grafik tiga dimensi hasil uji respon kelekatan (%)....................................................

32

Gambar 14.

Grafik LoA penampakan dari aplikasi 20 formula dan formula exist........................

33

Gambar 15.

Grafik kenormalan internally studentized residuals respon LoA penampakan..........

34

Gambar 16.

Grafik contour plot hasil uji respon LoA penampakan...............................................

35

Gambar 17.

Grafik tiga dimensi hasil uji respon LoA penampakan...............................................

35

Gambar 18.

Grafik LoA rasa keseluruhan dari aplikasi 20 formula dan formula exist..................

36

Gambar 19.

Grafik kenormalan internally studentized residuals respon LoA rasa keseluruhan....

37

Gambar 20.

Grafik contour plot hasil uji respon LoA rasa keseluruhan.........................................

37

Gambar 21.

Grafik tiga dimensi hasil uji respon LoA rasa keseluruhan.........................................

38

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Lampiran 2.

Rekapitulasi data hasil pengukuran respon 20 formula dan formula exist............ ®

Hasil analisis ANOVA seluruh respon dari program Design Expert 7.0 ............ ®

46 47

Lampiran 3.

Formula yang disarankan program Design Expert 7.0 ........................................

49

Lampiran 3.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 1.............................................

50

Lampiran 4.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 2.............................................

51

Lampiran 5.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 3.............................................

52

Lampiran 6.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 4.............................................

53

Lampiran 7.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 5.............................................

54

Lampiran 8.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 6.............................................

55

Lampiran 9.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 7.............................................

56

Lampiran 10.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 8.............................................

57

Lampiran 11.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 9.............................................

58

Lampiran 12.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 10...........................................

59

Lampiran 13.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 11...........................................

60

Lampiran 14.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 12...........................................

61

Lampiran 15.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 13...........................................

62

Lampiran 16.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 14...........................................

63

Lampiran 17.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 15...........................................

64

Lampiran 18.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 16...........................................

65

Lampiran 19.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 17...........................................

66

Lampiran 20.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 18...........................................

67

Lampiran 21.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 19...........................................

68

Lampiran 22.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 20...........................................

69

Lampiran 23.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 21 (exist)................................

70

Lampiran 24.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 22 (SA)..................................

71

Lampiran 25.

Laporan uji sensori internal kacang oven formula 23 (SB)..................................

72

viii

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Industri snack di Indonesia berkembang sangat pesat. Pada tahun 2008, bisnis ini tercatat bernilai 56.8 juta USD dan terjadi peningkatan produksi pada tahun 2009 sebesar 8% menjadi 61.8 juta USD. Diperkirakan industri snack di Indonesia akan terus tumbuh sebesar rata-rata 20% per tahun selama lima tahun ke depan (USDA Foreign Agricultural Service 2010). Munculnya berbagai industri snack di Indonesia memicu terjadinya persaingan antar industri snack sehingga industri berlomba-lomba memproduksi snack yang memiliki daya saing lebih baik dibandingkan kompetitornya. Persaingan tidak hanya mengacu pada banyaknya jenis snack yang dihasilkan tetapi varian rasa untuk jenis snack yang sama. Demi memenuhi hal tersebut, industri snack dituntut untuk menghasilkan produk dalam berbagai rasa yang unik. Seasoning yang merupakan bahan campuran rempah-rempah, komponen rasa dan warna yang digunakan untuk menambah kesan flavor pada makanan (De Rovira 1999), adalah jawaban atas pertanyaan ini. Industri seasoning menawarkan berbagai produk dengan rasa yang enak serta penampilan yang menggugah selera. Berbagai bahan digunakan dan dicampurkan untuk menghasilkan macam-macam sensasi rasa yang berguna untuk meningkatkan penampilan demi menarik perhatian konsumen (Seighman 2001). Demi menjaga kerahasiaan formula, biasanya industri seasoning tidak mencantumkan komponen penyusun secara detil untuk mencegah munculnya kompetitor. Sayangnya, persaingan industri snack yang demikian ketat membuat perusahaan harus memutar otak lebih keras agar dapat menghasilkan produk berkualitas baik dengan harga bersaing. Seasoning yang digunakan untuk aplikasi dalam industri snack biasanya merupakan seasoning mix. Ketergantungan penyediaan seasoning mix dari industri lain dapat menghambat hal tersebut. Terlebih fluktuasi harga seasoning mix dapat mempengaruhi biaya produksi snack. Pemecahan masalah untuk hal tersebut adalah dengan mencampur seasoning sendiri sehingga biaya bahan baku dapat dipangkas. Kegiatan mencampur seasoning sendiri berarti bersaing dengan seasoning mix yang sudah ada di pasaran. Artinya, seasoning mix yang dihasilkan harus memiliki performa yang bagus. Kebanyakan seasoning diaplikasikan pada permukaan produk snack sehingga kelekatan seasoning selama masa penyimpanan snack sangatlah penting (Barringer 2006) Permasalahan yang dihadapi oleh PT Tudung Putra Putri Jaya adalah kelekatan seasoning pada produk kacang oven rasa garlic. Bagian yang menyalut pada kacang oven pada dasarnya tidak memiliki rasa sehingga digunakan seasoning sebagai penambah rasa. Seasoning yang digunakan adalah seasonin garlic tanpa bahan pengisi yang berbentuk bubuk dan merupakan hasil pencampuran berbagai flavor dan bahan lainnya yang sedang dikembangkan oleh laboratorium Flavour and Seasoning Garudafood. Menurut Church tahun 1999, bahan yang biasa digunakan untuk pembuatan seasoning bubuk yang memiliki karakter rasa gurih antara lain pengatur keasamanan, anti kempal, pewarna makanan, bahan pengisi dan carrier, dairy powder, fat powder, penguat rasa, flavor, rempah-rempah, hydrolized vegetable protein, garam pemanis, vegetable powder, vitamin, yeast extract, dan pra-ekstrusi flavor. Berdasarkan hasil trial yang dilakukan di laboratorium, bahan pengisi dalam seasoning garlic diduga sebagai penyebab

1

kurang melekatnya seasoning pada produk kacang oven rasa garlic A di PT Tudung Putra Putri Jaya.

B. TUJUAN KEGIATAN MAGANG Penelitian magang ini bertujuan membuat formula bahan pengisi (dekstrosa, maltodekstrin, dekstrin, dan corn starch) dalam seasoning garlic A pada produk kacang oven sehingga memiliki kelekatan dan karakteristik organoleptik (penampakan dan rasa keseluruhan) terbaik serta membandingkannya dengan seasoning garlic yang sudah ada.

C. MANFAAT KEGIATAN MAGANG Kegiatan magang ini memberikan manfaat pada penulis berupa kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu pangan di dalam industri pangan yaitu PT Tudung Putra Putri Jaya. Hasil penelitian penulis diharapkan dapat membantu memberikan rekomendasi bagi permasalahan kelekatan seasoning yang sedang dihadapi PT Tudung Putra Putri Jaya.

2

II. PROFIL PERUSAHAAN

A. SEJARAH PERUSAHAAN Garudafood awalnya bernama PT Tudung yang didirikan tahun 1958 di Pati oleh Almarhum Bapak Darmo Putro dan Ibu Poesponingrum. Pada saat itu perusahaan ini bergerak di bidang bisnis tepung tapioka. Pada tahun 1979, perusahaan memproduksi kacang panggang tanpa merek dan mulai menggunakan merek “Garuda” pada tahun 1987. Tahun 1994 perusahaan berinisiatif mengembangkan jaringan distribusi sendiri. Kemudian pada tahun 1995 perusahaan mulai merambah bisnis coated peanut dengan produk kacang atom dan kacang telur. Lalu pada tahun 1997 memasuki bisnis biskuit dengan merek “Gery”. Pada tahun 1998 saat terjadi puncak krisis finansial Asia, perusahaan mulai mengembangkan bisnis jelly drink dan sukses dengan produk “Okky Jelly Drink” yang mulai dipasarkan pada tahun 2002. Tahun 2004 perusahaan mulai memasuki bisnis basic food (Enerfil) dan confectionary (Ting Ting). Pada tahun 2005 kemudian mengembangkan pasar teh dengan produk “Mountea” dan pasar snack (non-peanut) dengan produk “Leo”. Kemudian memasuki tahun 2006, berbagai lini perusahaan digabungkan dengan “Tudung” sebagai holding company dan mengenalkan logo baru Garudafood dan memasuki bisnis air minum dalam kemasan (Mayo) pada tahun 2007. Di tahun 2008 Garudafood meluncurkan produk coklat (Chocolatos) dan wafer cream(Wafelatos). Tahun 2009 Garudafood memasuki bisnis susu (Clevo) dan tahun 2010 meluncurkan produk biskuit donut (Gery O‟Donut) dan minuman sari buah (Space). Hingga saat ini perusahaan masih terus mengembangkan berbagai produk makanan dan minuman untuk dipasarkan. Perkembangan Garudafood hingga saat ini tidak lepas dari peran dewan direksi dan komisaris. Dewan direksi Garudafood dipimpin oleh empat orang yaitu Hartono Atmadja sebagai Vice President Operations, Sudhamek AWS sebagai Presiden Direktur, Hardianto Atmadja sebagai Vice President Commercials dan David Elsaputra sebagai Vice President Services. Dewan komisaris Garudafood dipimpin oleh dua orang yaitu Eka Soedjipto sebagai Komisaris dan Dorodjatun Kuntjoro Jakti sebagai Presiden Komisaris. Garudafood memiliki misi menjadi perusahaan pembawa perubahan yang menciptakan nilai bagi masyarakat berdasarkan prinsip saling menumbuhkembangkan melalui pribadi-pribadi yang unggul, saleh dan kompeten dengan visi menjadi perusahaan makanan dan minuman dua terbaik di Indonesia pada tahun 2015. Garudafood memiliki lima filosofi yang dijunjung tinggi yaitu nilai-nilai kemanusiaan, etika bisnis, persatuan melalui keharmonisan, cepat dan unggul dalam inovasi dan bekerja secara cerdas dalam budaya pembelajaran. Nilai-nilai perusahaan tersebut adalah pegangan untuk menjalankan dan mengembangkan Garudafood ke depannya.

B. RUANG LINGKUP USAHA Garudafood Group adalah perusahaan makanan dan minuman di bawah PT Tudung Putra Putri Jaya. PT Tudung Putra Putri Jaya adalah induk perusahaan yang memiliki tiga Line of Business (LoB), yakni LoB Food and Beverage (Garudafood Group), LoB Distribution (PT Sinar Niaga Sejahtera) yang berperan mendistribusikan produk Garudafood untuk penetrasi pasar ke seluruh Indonesia, dan LoB Agribusiness (PT Garuda Bumi Perkasa) dengan bisnis pengolahan crude palm oil serta PT Bumi Mekar Tani yang mengembangkan kemitraan dengan petani kacang.

3

Saat ini, Garudafood memiliki 11 buah pabrik yang beroperasi yang berlokasi di Gresik (pabrik biskuit), Bogor (pabrik minuman jelly), dua pabrik di Pati (pabrik kacang), Lampung, Rancaekek, Tangerang, Sidoarjo, Makasar, Pekanbaru, dan Sukabumi. Pabrik tersebut tersebar di antaranya delapan pabrik di Jawa, dua pabrik di Sumatra, dan satu pabrik di Sulawesi dengan jumlah karyawan hampir 20000 orang dan total kapasitas produksi 550.000 ton. Selain itu, terdapat 20 OEM (Original Equipment Manufacturer) yang membantu perkembangan bisnis Garudafood. Berbagai produk yang dihasilkan oleh Garudafood dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Berbagai produk makanan dan minuman yang dihasilkan oleh Garudafood No. 1

Kategori Produk Basic Food

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Beverage

Jenis Produk Sereal Instan Air Minum dalam Kemasan Minuman Fungsional

Merek Dagang Enerfil Mayo

    Jus dan Minuman Buah    Kopi Teh Cracker Beras

Cookies

   

Dipstick

Seasonal Biskuit

     

Snack Sereal   Wafer Cream Enrob 

Wafer Stick

Confectionary

Coklat Bar

     

Super O2 Okky Jelly Drink Jambu Okky Jelly Drink Jeruk Okky Jelly Drink Anggur Okky Jelly Drink Apel Okky Jelly Drink Mangga Okky Koko Drink Keffy Space Kopyes Mountea Gery Rice Cracker Gery Rice Cracker Cheese Flavor Gery Bismart Gery O‟donuts Gery O‟donuts Chocomilk Hollanda Butter Cookies Gery Dipstick Tray Gery Chocolatos Platinum Gery Butter Cookies Gery Wafer Stick dan Stick Coklat Gery Wafer Cream Gery Eggroll Gery Assorted Tory Cheese Cracker Gery Snack Sereal Gery Enrob Wafer Cream Saluut Gery Wafelatos Gery Wafelatos toping Coklat Gery Wafer Piramid Berry Good Gery Chocolatos Gery Chocolatos II Gery Chocolatos Mocca Gery Chocoroll Gery Enrob Wafer Stick Cokluut Tory Cheeselatos Gery Chocolate

4

41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76

Coklat Dragee

Okky Jelly

    

Meses Pasta Ting Ting Cassava Chip

   

Nachocheese Chip Potato Chip

Coated Peanut Snack

Roasted Peanut

Pilus

                

Gery Bischoc Okky Jelly Ice Stick Okky Jelly Jumbo Cup Lokal Okky Jelly Jumbo Cup Premium Okky Jelly Sedot Okky Jelly Super Cup Lokal Okky Jelly Super Cup Premium Gery Meses Gery Pasta Coklat Gery Pasta Coklat Keju Ting Ting Ting Ting Kopi Ting Ting Original Leo Cassachips Ayam Lada Hitam Leo Cassachips Ayam Bawang Leo Nachocheese Corn Crisps Leo Potato Chip Sapi Panggang Leo Potato Chip Ayam Leo Potato Chip rasa Rumput Laut Kacang Atom Garuda Lokal Kacang Atom Garuda Pedas Kacang Atom Garuda Manis Kacang Telur Garuda Kacang Panggang Garuda Rosta Garudakid Kacang Kriting Garuda Kacang Kulit Premium Garuda Kacang Kulit Semi Panggang Garuda Kacang Kulit Rasa Garuda Kacang Kulit Tiga Biji Garuda Biga Pilus Garuda Barbeque Pilus Garuda Original Pilus Garuda Pedas Pilus Garuda Rumput Laut Pilus Garuda Sapi Panggang Pilus Kapsul Garuda

Produk-produk yang dihasilkan Garudafood didistribusikan oleh PT Sinar Niaga Sejahtera (SNS) yang merupakan Divisi Distribusi dari holding company Tudung Putra Putri Jaya. Berdiri pada tahun 1994, peran SNS sangat menentukan bagi perkembangan Garudafood. Berkat perannya, berbagai macam produk Garudafood bisa diperoleh konsumen di berbagai wilayah pelosok seluruh Indonesia. SNS juga bermitra dengan subdistributor besar yang tersebar dari Aceh sampai Papua untuk lebih memperluas jaringan. Kekuatan jaringan berupa 201 depo, 740 armada, 1000 lebih agen dan 2080 sales yang tersedia menjadi kunci utama untuk mendistribusikan produk Garudafood ke seluruh wilayah Indonesia. Tidak hanya distribusi dalam negeri, Garudafood juga berusaha memenangkan persaingan di pasar internasional. Divisi Bisnis Internasional yang merupakan bagian terintegrasi dari Garudafood secara terus-menerus melakukan ekspansi di pasar global dengan Garudafood International yang menjadi garda depannya. Hasilnya, beberapa produk seperti “Kacang

5

Garuda”, “Gery Biskuit” dan “Okky Jelly” telah merambah pasar internasional. Selain itu, saat ini telah didirikan PT Xiamen-Garudafood Ltd yang fokus pada pemasaran di China.

C. PRESTASI PERUSAHAAN Berbagai produk makanan dan minuman Garudafood Group telah mendapat pengakuan dan penghargaan. Produk snack “Kacang Garuda” yang memperoleh penghargaan Top Brand pada tahun 2007 hingga 2011, penghargaan Indonesia Costumer Satisfaction Award (ICSA) pada tahun 2010, penghargaan Indonesia Best Brand Award (IBBA) pada tahun 2004 hingga 2010, penghargaan Superbrands pada tahun 2003 dan 2004, dan penghargaan Anugerah Produk Asli Indonesia (APAI) pada tahun 2009 untuk kategori Makanan/Minuman Ringan. Produk “Kacang Kulit Garuda” mendapat penghargaan ICSA pada tahun 2000 hingga 2010 dan “Kacang Garuda” non-kulit pada tahun 2010. Produk “Leo” dan “Pilus Garuda” juga memperoleh penghargaan IBBA pada tahun 2007 hingga 2010. Produk minuman “Okky Jelly Drink” meraih penghargaan Top Brand for Kids pada tahun 2009 dan 2011, Top Brand pada tahun 2007 hingga 2011, ICSA pada tahun 2008 hingga 2010 dan IBBA pada tahun 2005 hingga 2010. Produk minuman berikutnya yaitu “Mountea” juga memperoleh Top Brand pada tahun 2009, ICSA pada tahun 2010 dan IBBA pada tahun 2007 hingga 2010. Produk biskuit “Chocolatos” memperoleh berbagai penghargaan seperti Top Brand for Kids pada tahun 2011, Top Brand pada tahun 2011, ICSA tahun 2010, IBBA tahun 2007 hingga 2010, Mom’s Choice Brand tahun 2011. “Gery” juga memperoleh berbagai penghargaan seperti Top Brand for Kids pada tahun 2011, ICSA tahun 2010, IBBA pada 2005 hingga 2010 dan APAI tahun 2011. Perusahaan Garudafood sendiri telah memenangkan penghargaan Indonesia Most Admired Company (IMAC) dalam kurun waktu 2005 hingga 2010 secara berturut-turut. Peningkatan kualitas perusahaan tidak hanya dari segi ekonomi saja. Melainkan mencakup sosial kemasyarakatan seperti Corporate Social Responsibility (CSR). CSR Garudafood dengan brand Garudafood Sehati memiliki misi yaitu menerapkan filosofi perusahaan, membentuk komunitas „knowledge worker‟ yang mampu menjadi „agent of change‟ yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan memberi kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat luas melalui program yang berkesinambungan di berbagai aspek (sosial, ekonomi dan lingkungan). Garudafood Sehati tidak hanya bertanggungjawab dalam aktifitas sosial, namun juga berperan dalam mengakselerasi tumbuh kembang dengan mengedukasi masyarakat Indonesia dalam berbagai bidang. Kegiatan Garudafood Sehati mengacu pada lima pilar utama yaitu kesehatan masyarakat, peduli lingkungan, bantuan kemanusiaan, pemberdayaan masyarakat dan pendidikan. Sejalan dengan perkembangan perusahaan serta sebagai wujud peran sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar/masyarakat luas, Garudafood Sehati perlu membuat suatu program khusus yang fokus pada kegiatan sosial perusahaan. Program tersebut disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar namun tetap terarah.

6

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. SNACK Beberapa penulis mengartikan snack sebagai makanan yang dimakan antara waktu konsumsi makanan biasa (Lusas 2001). Kamus Perguruan Tinggi Webster edisi kesembilan (1985) diacu dalam Lusas (2001), mendefinisikan „snack‟ sebagai makanan ringan, makanan yang dimakan di waktu sela antara makanan biasa, makanan yang cocok dijadikan kudapan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) mendefinisikan makanan ringan sebagai makanan yang bukan berupa nasi (seperti kue-kue) sebagai makanan selingan di antara waktu-waktu makan; kudapan. Berdasarkan sejarahnya, snack mulai populer di USA pada tahun 1950. Pada saat itu snack jenis jagung gulung dan keju gulung sangat digemari. Snack ini diproduksi dari pati jagung dan bahan tambahan utama flavor keju kemudian diekstrusi dengan tekanan tinggi. Di pertengahan tahun 1960, muncul jenis snack lain yang mulai dipasarkan yaitu snack berbentuk pelet yang digoreng dari bahan tepung kentang. Snack ini mengembang saat digoreng sebentar pada suhu tinggi dan memiliki tekstur yang garing (Church 1999). Saat ini, snack telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat. Berbagai jenis snack diproduksi industri guna memenuhi permintaan pasar. Secara umum, snack yang produksi oleh industri dikategorikan menjadi dua yaitu snack manis dan snack gurih. Beberapa jenis snack yang termasuk kategori snack manis adalah biskuit manis, biskuit krim lapis, butter cookies, wafer coklat dan keju, dan berbagai jenis snack ekstrusi. Contoh snack gurih seperti keripik kentang, keripik jagung, stik rol dengan isian atau berlapis keju dan snack ekstrusi lainnya. (USDA Foreign Agricultural Service 2010) Pada tahun 2007, Badan Pusat Statistik (dalam USDA Foreign Agricultural Service 2010) mendata total produksi snack chiki adalah senilai 37.88 juta USD (5,785 tons), keripik jagung 2.57 juta USD dan keripik kentang 826,744 USD. Hingga November 2010, USDA Foreign Agricultural Service mencatat terdapat 15 pabrik snack skala besar di Indonesia dengan pabrik skala kecil dan sedang diestimasi berjumlah ribuan dimana sebagian besar berlokasi di pulau Jawa. Jumlah pabrik tersebut meningkat lebih dari 60% selama lima tahun terakhir. Banyak juga pabrik skala menengah yang memproduksi base snack kemudian dijual kepada perusahaan yang lebih besar untuk diproses lebih lanjut. Pabrik besar tersebut kemudian menambahkan flavor pada base snack yang telah dibeli kemudian dikemas dan dipasarkan dengan merek sendiri.

B. KACANG OVEN Kacang oven adalah produk makanan ringan yang terbuat dari kacang tanah yang disalut dengan adonan dan proses pemanasannya menggunakan oven. Tepung yang digunakan untuk menyalut kacang biasanya merupakan tepung tapioka atau dapat dicampur dengan tepung lain agar memperoleh karakteristik sensori yang diinginkan. Dalam hal ini, tepung tapioka berwarna putih lebih diharapkan sebagai bahan baku karena dapat menghasilkan warna putih yang baik sehingga produk tidak tampak kusam (Rahman 2007). Gambar 1 berikut adalah contoh kacang oven yang sering ditemui di pasaran.

7

Gambar 1. Kacang oven

Diagram alir produksi kacang oven dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

kacang tanah

tepung

sortasi

penyalutan bahan lain

seasoning

kacang yang sudah tersalut

pengovenan

aplikasi minyak sayur

kacang oven

Gambar 2. Diagram alir tahapan proses produksi kacang oven

C. SEASONING Seasoning merupakan bahan campuran rempah-rempah, komponen rasa dan warna yang digunakan untuk menambah kesan flavor pada makanan (De Rovira 1999). Seasoning diproduksi dalam berbagai bentuk, salah satunya dalam bentuk bubuk. Bentuk bubuk dianggap memiliki nilai ekonomis tinggi, lebih praktis dalam penggunaan serta memudahkan dalam pengemasan dan pengangkutannya. Namun demikian, penggumpalan atau kerusakan lainnya merupakan masalah yang sering terjadi pada produk dalam bentuk bubuk. Penggumpalan sering menyebabkan perubahan kelarutan, kenaikan oksidasi lemak dan aktivitas enzim, kehilangan cita

8

rasa dan kerenyahan, penurunan kualitas organoleptik dan umur simpan (Chung et. al. 2000). Contoh gambar seasoning garlic dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Seasoning garlic Menurut Underriner (1994), shelflife seasoning bergantung pada beberapa faktor yaitu komposisi produk, sifat barier kemasan, kondisi penyimpanan (temperatur, kelembaban, cahaya, dan lain-lain) dan waktu. Seasoning sendiri tersusun dari berbagai bahan yang dicampurkan. Dengan mengenal bahan penyusun tersebut akan lebih mudah memahami pembuatan formula seasoning, khususnya untuk snack yang memiliki karakter rasa gurih. Berikut adalah dua belas bahan penyusun seasoning (Seighman 2001):

1.

Garam

2.

Garam adalah komponen kunci dalam snack asin. Tujuan penambahan garam adalah untuk meningkatkan flavor seasoning secara keseluruhan. Tanpa penambahan garam flavor akan terasa hambar dan kurang terasa. Partikel garam yang berukuran lebih besar menghasilkan kelekatan yang berbeda pada base dibanding dengan garam yang ukurannya lebih halus. Namun, penggunaan garam yang berlebihan dapat menyebabkan kerontokan atau bahkan distribusi seasoning yang tidak merata. Dosis garam yang akan ditambahkan dalam seasoning perlu dipertimbangkan terlebih dahulu, salah satunya dengan uji konsumen. Selain itu ada bahan lainnya yang sudah mengandung garam seperti bubuk susu spray-dried, hydrolyzed vegetable proteins (HVP), autolyzed yeast extracts dan dalam beberapa flavor campuran. Juga ada beberapa bahan yang sifatnya menguatkan rasa garam seperti monosodium glutamat, disodium inosinat, disodium guanilat dan asam organik lainnya. Bahan pengisi Bahan pengisi yang digunakan dalam seasoning adalah bahan pokok yang tidak memiliki rasa dan memiliki nilai ekonomis rendah. Bahan pengisi yang banyak digunakan adalah maltodekstrin, corn syrup padat, tepung terigu, tepung jagung dan whey. Penggunaan bahan pengisi dalam seasoning tergantung pada tipe seasoning dan dosis aplikasinya pada snack. Contohnya, apabila flavor dirasa terlalu kuat atau penampakan kurang rata maka perlu ditambahkan bahan pengisi. Begitu pula bila penggunaan seasoning meningkat maka jumlah bahan pengisi juga harus ditambah untuk mengimbangi flavor yang dihasilkan. Penambahan bahan pengisi sebesar 7% ternyata dapat sedikit mempengaruhi flavor secara keseluruhan. Bubuk hewani Bubuk keju, bubuk sour cream, bubuk mentega dan susu bubuk adalah komponen kunci dalam membuat seasoning untuk snack dengan karakter rasa asin. Fungsinya adalah

3.

9

4.

5.

6.

untuk memberi mouthfeel dan flavor pada seasoning. Selain itu juga dapat membantu flavor dalam seasoning lebih menyatu. Seasoning yang kurang kandungan lemaknya akan cepat menghilang sensasi flavornya. Lemak susu memiliki titik leleh dibawah 100⁰F (37.8⁰C) akan segera meleleh dan menyelimuti lidah selama mengunyah. Begitu lemak meleleh, komponen flavor yang lipofilik akan terlarut dalam lemak tersebut dan memberi sensasi flavor yang lebih panjang. Keuntungan lainnya juga dapat menutupi aftertaste yang tidak diinginkan. Bubuk hewani memiliki harga yang relatif mahal bergantung dari bahan baku yang digunakan, kandungan lemak dalam bubuk dan halal tidaknya produk. Bubuk hewani biasanya digunakan pada 5-20%. Pada pemakaian dalam jumlah kecil, bubuk ini dapat memperhalus flavor, khususnya bila flavor dirasa sangat kuat. Pemakaian dalam jumlah banyak dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada mouthfeel dan flavor dalam seasoning. Bubuk tumbuhan Bubuk bawang merah, bubuk bawang putih, dan bubuk cabai paling banyak digunakan dalam seasoning. Proses pembuatannya dilakukan dengan mengeringkan hancurannya dengan panas dan vakum hingga diperoleh kadar air di bawah 5%. Bubuk yang dihasilkan relatif murah dan memiliki flavor yang pekat. Bawang putih dan bawang merah hampir selalu ditemukan dalam berbagai snack di pasaran. Keduanya memberi kesan flavor yang dalam pada bagian tengah. Flavor awal seasoning muncul dari campuran flavor yang cepat terlarut dan segera melepas flavor. Setelah kesan flavor awal, berikutnya muncul kesan flavor yang berasal dari komponen yang belum terlarut. Bawang putih dan bawang merah melepaskan flavor lebih lama dari flavor lainnya sehingga dapat berfungsi untuk mengisi bagian tengah dari rasa. Flavor awal yang lepas dapat terasa lebih intens dengan adanya flavor campuran, tetapi flavor akan cepat hilang. Oleh karena itu, penambahan bawang putih dan bawang merah membuat profil sensori lebih kompleks dan tahan lama. Rempah-rempah Dalam beberapa kasus, penggilingan rempah menjadi halus akan memudahkan pencampuran dengan garam, bubuk bawang putih dan bawang merah. Selain dalam bentuk halus, penambahan rempah utuh juga dapat memberi kesan visual yang menambah selera. Proses enkapsulasi dapat meningkatkan umur simpan rempah-rempah. Dalam seasoning, biasanya sebanyak 0.25-2.00% bagian adalah rempah halus. Rempah-rempah adalah bahan yang mahal. Namun, karena memiliki kesan yang kuat penggunaan rempah sangat efektif dalam berbagai aplikasi seasoning. Flavor campuran Dalam sepuluh tahun terakhir, flavor campuran telah menggantikan posisi rempahrempah sebagai kontributor utama rasa dalam seasoning. Kebutuhan profil flavor yang lebih besar dan seasoning dengan flavor kuat telah berubah. Rempah-rempah giling ternyata tidak cukup stabil selama penyimpanan snack dan beberapa bahan alami memiliki harga yang mahal sehingga formulator mulai memasukkan flavor tambahan untuk memuaskan pasar. Flavor campuran digunakan dalam seasoning sebanyak 0.10–5.00%, bergantung pada aplikasi seasoning. Harga dari flavor campuran ini bergantung dari sumber bahan baku natural atau artifisial. Setiap flavor yang dihasilkan harus dievaluasi secara keseluruhan seperti dosis rendah atau dosis tinggi. Sangat penting untuk mengamati efek dari tingkat flavor terhadap flavor keseluruhan dari seasoning juga interaksi dengan bahan penyusun seasoning atau base yang digunakan.

10

7.

Penguat rasa Penguat rasa yang umum ditemui misalnya seperti monosodium glutamat, autolyzed yeast, disodium inosinat, disodium guanilat dan hydrolyzed vegetable protein (HVP). Semuanya mengandung 3 dan 5 nukleotida dalam jumlah yang tinggi dan menimbulkan rasa gurih. Penambahan nukleotida pada seasoning dapat mendorong mulut menghasilkan air liur. Jumlah penggunaan penguat rasa beragam bergantung dari profil sensorinya, tetapi level awal penggunaannya berbeda-beda seperti monosodium glutamat 1–5%, autolyzed yeast extract 1–5%, disodium inosinat dan disodium guanilat 0.01–0.05% dan HVP 1–5%. 8. Pemanis Gula, gula merah, madu, molases, dektrosa dan fruktosa adalah pemanis yang banyak digunakan dalam seasoning. Agar dapat bercampur dengan bahan lainnya, maka digunakan pemanis yang memiliki partikel yang halus. Setiap pemanis memberikan flavor yang sedikit berbeda satu sama lain. Gula, gula merah dan molases memberikan rasa manis yang sejenis. Madu dan fruktosa memiliki rasa manis yang mirip. Dektrosa memiliki profil unik yaitu memberi sensasi dingin pada seasoning. Kebanyakan pemanis memiliki harga yang terjangkau namun dalam penambahannya harus diperhatikan karena sifatnya yang higroskopis dapat berpotensi untuk menggumpal ketika udara panas. Penambahan anti kempal sangat diperlukan dalam bahan ini. 9. Asam Asam sitrat, laktat, malat, dan asetat adalah asam yang biasa digunakan dalam formula seasoning. Penambahan sodium diasetat (garam sodium dari asam asetat) bisa juga digunakan sebagai asidulan untuk meniru flavor vinegar. 10. Warna Pewarna artifisial adalah pewarna yang paling sering digunakan dalam seasoning. Terdapat dua jenis pewarna yaitu lake dan dye. Lake adalah pewarna yang larut lemak dan dye adalah pewarna yang larut air. Penggunaan pewarna lake biasanya dalam bentuk tunggal dalam campuran formula seasoning. Sedangkan pewarna dye mudah luntur di tangan dan pakaian sehingga menjadi gangguan saat produksi dan ketika dikonsumsi oleh konsumen. Pabrik seasoning memiliki dua opsi saat menambahkan pewarna dalam formula seasoning: 1. Menambahkan secara langsung dalam campuran seasoning berikut dengan penambahan bahan lainnya. Langkah pencampuran biasanya diikuti dengan pemudaran warna. 2. Menggunakan bahan yang telah dikeringkan dimana warna sudah ditambahkan sebelum di spray-dried Keuntungan utama dari penambahan warna secara langsung dalam campuran seasoning adalah lebih fleksibel. Pabrik seasoning dapat menentukan warna untuk reformulasi yang diinginkan konsumen dengan cepat. Keuntungan dari penambahan melalui bahan yang akan spray-dried adalah keseragaman, kemudahan dalam penanganan dan penimbangan serta mencegah penyebaran pewarna non-lake pada seasoning. Pewarna yang paling stabil dan tidak memiliki flavor adalah pewarna FD&C. Pewarna tersebut sudah disetujui FDA sebagai pewarna makanan, obat dan kosmetik. 11. Bahan Penolong Selain bahan pengisi dan pewarna, semua komponen yang telah dideskripsikan berkontribusi pada flavor dan pelepasan flavor . Keseragaman bahan penting karena akan mempengaruhi proses pencampuran. Tiap bahan dimasukkan dalam urutan tertentu. Dalam

11

formulasi seasoning harus dipertimbangkan penggunaannya saat diaplikasikan ke dalam base. Seasoning harus punya kemampuan mengalir yang baik dan tidak ada partikel yang menggumpal karena akan menyebabkan produk snack memiliki penampakan yang tidak merata. Permasalahan yang sering muncul pada bahan penolong adalah banyaknya seasoning yang rontok atau bertumpuk pada peralatan sehingga alat harus sering dimatikan untuk dibersihkan. Bahan penolong yang banyak digunakan adalah minyak sayur dan silikon dioksida. Minyak sayur digunakan untuk melapisi bahan yang hidrofilik, sehingga mengurangi kecenderungan bahan untuk menyerap kelembaban. Selain itu, dapat mencegah penggumpalan sehingga proses aplikasi lebih mudah dilakukan. Urutan yang paling baik saat menambahkan minyak sayur adalah sesaat setelah memasukkan komponen hidrofilik, diikuti dengan langkah pencampuran dengan durasi waktu yang cukup, sehingga memungkinkan minyak untuk melapisi bahan seluruhnya. Minyak sayur juga sangat penting bila campuran seasoning mengandung bahan dengan distribusi partikel yang berbeda. Walaupun lebih disarankan untuk menggunakan formula seasoning memiliki partikel yang kecil dan seragam. Namun terkadang partikel yang lebih besar dapat meningkatkan penampakan snack. Minyak sayur berperan seperti lem yang merekatkan seasoning dan mencegah stratifikasi. Begitu bahan hidrofilik terlapisi dengan minyak, aliran seasoning harus dapat mengalir dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan penambahan antikempal seperti silikon dioksida atau trikalsium fosfat ke dalam campuran. Bahan ini memiliki efek yang berlawanan dari minyak sayur. Keduanya berperan dengan melapisi semua partikel dalam campuran guna mencegah penggumpalan, dan seasoning dapat mengalir dengan baik. 12. Antioksidan Penambahan antioksidan secara langsung pada formula seasoning biasanya jarang dilakukan. Kebanyakan penambahan antioksidan secara tidak sengaja pada bahan yang larut lemak contohnya seperti oleoresin paprika. Beberapa antioksidan memang digunakan untuk melindungi bahan baku selama penyimpanan namun biasanya tidak memiliki fungsi lain dalam seasoning. Vitamin E, alpha-tocopherols, extractives of rosemary, and butylated hydroxyanisole (BHA) dan butylated hydroxy toluene (BHT) adalah beberapa bahan yang pernah digunakan dalam formulasi untuk mengawetkan seasoning. Saat ini, teknik alternatif sering dilakukan untuk mengawetkan bahan yang sensitif. Banyak pabrik snack yang mengklaim produknya bebas pengawet dan suplier merespon dengan tidak menambahkan antioksidan. Kemasan dengan barier tinggi dapat banyak mengurangi kebutuhan antioksidan dalam campuran seasoning. Seighman (2001) menyatakan saat mulai mengembangkan formula seasoning akan sangat berguna untuk membuat kerangka berpikir berbentuk piramida dahulu. Bagian paling atas piramida diisi oleh penentuan karakteristik flavor yaitu bagian dari seasoning yang akan terasa pertama kali di mulut. Tingkat berikutnya diisi oleh bahan utama penyusun flavor. Lalu ditingkat selanjutnya diisi oleh bahan seperti garam, pemanis, penguat rasa dan asam. Di tingkat akhir piramida terdiri atas bahan pelengkap seperti bahan pengisi, pewarna dan bahan penolong untuk ditambahkan di akhir. Menurut Seighman (2001) ada beberapa konsep dasar untuk membuat formulasi seasoning: 1. Formula disusun menggunakan metode trial and error. Formula mulai disusun dengan garam, bahan pengisi, penguat rasa dalam jumlah yang biasa digunakan kemudian disesuaikan dengan snack base dan permintaan konsumen.

12

2.

3.

4. 5.

Mulanya dosis seasoning yang diaplikasikan adalah 6%, kemudian diujikan kepada konsumen dengan dosis yang lebih rendah dan lebih tinggi untuk menentukan dosis akhir yang akan digunakan. Produk yang cocok dengan flavor yang tengah dikembangkan harus diukur terlebih dahulu seberapa besar kecocokannya. Kemudian seleksi produk sejenis yang menyerupai flavor yang sedang dikembangkan diseleksi. Bila sesuai, daftar bahan yang digunakan diperiksa untuk menduplikasi profil flavor dari seasoning tersebut. Biaya untuk pembuatan formula harus disesuaikan dengan target, namun harus menyisakan biaya untuk perubahan formula ke depannya. Persyaratan terhadap seasoning yang dikembangkan harus diterapkan dari awal seperti kehalalan, penggunaan flavor berbahan alami dan penggunaan MSG.

D. BAWANG PUTIH Bawang putih atau yang dikenal juga dengan nama Allium satiuum L. telah lama dimanfaat sebagai makanan dan obat. Bagian yang dimanfaatkan adalah bagian yang membesar di dekat akar. Tanaman ini biasanya tumbuh di daerah beriklim sedang (Carson 1987 diacu dalam Reineccius 1994). Bawang putih terdiri atas siung yang menyatu dan memiliki warna yang beragam dari putih, pink pucat hingga berwarna lembayung muda serta terselubung membran berwarna putih. Jumlah dan ukuran tiap siung sangat bervariasi. Begitu pula flavor yang dihasilkan dari ringan dan manis hingga sangat kuat dan menyengat bergantung dari jenis dan asalnya. Sebanyak 0.10 hingga 0.25% komponen dalam bawang putih merupakan komponen volatil yang terbentuk secara enzimatis ketika siung dihancurkan. Flavor bawang putih dalam masakan dianggap sangat penting namun harus diingat bahwa aroma bawang putih bertahan sangat lama dan akan mempengaruhi komponen lain saat dilakukan uji sensori (Reineccius 1994). Menurut Reineccius (1994) bawang putih sebagai bahan flavor terdiri atas lima jenis, yaitu: 1. Bubuk terdehidrasi Bubuk bawang putih berwarna krem atau putih. Bubuk ini merupakan hasil dehidrasi siung dan memiliki karakteristik flavor dan aroma yang kuat bila direhidrasi. Karakteristik flavor akan terjaga dengan baik selama penyimpanan. Namun karena sifat higroskopis yang dimiliki, maka penyimpanan harus benar-benar rapat atau produk akan menjadi menggumpal, lengket dan flavor menjadi kurang kuat. Bubuk bawang putih banyak digunakan untuk membumbui berbagai produk sosis kering Eropa, salami dan lainlain. Penggunaan yang tepat dalam produk ini akan menghasilkan flavor unik yang berbeda namun tidak terlalu kuat. Bentuk bubuk sebenarnya bukan bentuk yang ideal sebagai bahan flavor karena banyaknya komponen aromatik ringan yang hilang selama proses dehidrasi. Ciri khas dari bentuk bubuk ini dibanding yang lain adalah adanya aroma „rebusan‟ yang tidak ada pada bentuk segarnya. 2. Garam Bentuk garam dari bawang putih sebenarnya adalah campuran dari bubuk bawang putih, garam dan antikempal seperti pati atau trikalsium fosfat yang berfungsi untuk mengatur produk agar dapat mengalir dengan baik. Bentuk campuran minyak bawang putih (0.10 hingga 0.25%) dengan garam atau bahan carrier lain juga banyak dipilih untuk dimanfaat dalam pembuatan seasoning campuran.

13

3.

4.

5.

Flavor terenkapsulasi Banyak produk spray-dried yang mengandung minyak, oleoresin atau ekstrak bawang putih yang dienkapsulasi dalam gum akasia atau pati modifikasi. Kuatnya flavor yang dihasilkan oleh produk ini beragam antara 1 kali atau 10 kali dari bentuk bubuk bergantung proses pembuatan. Minyak Minyak bawang putih diperoleh dari hasil distilasi hancuran bawang segar. Komponen minyak bawang putih mengandung senyawa alil yang tidak ada pada minyak bawang merah. Oleoresin Ekstrak berwarna coklat gelap yang diperoleh dari hasil konsentrasi vakum hancuran bawang putih dan ekstraksi akueus dari hasil pemerasan juice. Oleoresin ini mengandung 5% minyak bawang putih. Kekuatan flavor dari oleoresin sekitar 2 hingga 3 kali dari bawang putih segar dan 8 kali dari bubuk bawang putih.

E. BAHAN PENGISI Bahan pengisi adalah bahan yang digunakan untuk menambah volume dari seasoning. Alasannya karena bahan pengisi biasanya memiliki nilai ekonomis yang rendah serta memiliki rasa yang tawar. Dengan penambahan bahan pengisi dapat membantu penampakan seasoning agar lebih merata. Ada berbagai jenis bahan pengisi yang tersedia di pasaran. Semuanya memiliki karakter masing-masing tergantung dari nilai dextrose equivalent yang dimiliki. Dextrose equivalent (DE) adalah skala nilai yang mengukur kemanisan terhadap dekstrosa. DE mengukur derajat hidrolisis pati dari gula pereduksi. DE memiliki rentang nilai antara 0-100. Sebagai gambaran, dekstrosa murni memiliki DE hingga 100 (De Rovira 1999). Artinya, semakin besar nilai DE maka akan semakin besar pula jumlah gula pereduksi di dalam sampel atau semakin besar persentasi pati yang berubah menjadi gula pereduksi. Gula pereduksi disini dibandingkan dengan glukosa murni pada konsentrasi yang sama (Mac Allister 1975). Menurut Kearsley dan Dziedzic (1995), maltodekstrin memiliki nilai DE 3-20, glukosa 20-75, dan hidrolisat di atas 75.

1.

Dekstrosa Dekstrosa atau yang juga dikenal dengan nama glukosa adalah monosakarida yang memiliki rotasi optikal dekstrorotasi (d-). Dekstrosa adalah gula pereduksi dan dapat bereaksi dengan asam amino melalui reaksi Maillard. Dengan tingkat kemanisan yang relatif rendah, dekstrosa dapat digunakan dalam seasoning untuk menambah volume karena tidak akan mempengaruhi flavor secara keseluruhan. Dekstrosa memiliki sifat higroskopis sehingga penggunaannya dalam kondisi kering namun udara yang lembab dapat menyebabkan penggumpalan. Dekstrosa adalah monosakarida dan gula pereduksi yang paling banyak ditemui di alam serta merupakan bahan dasar reaksi Maillard yang paling murah (De Rovira 1999). Menurut Raymond dan Othner (1954), dalam dektrosa terdapat beberapa gugus kimia yaitu satu gugus aldehid, satu gugus alkohol primer dan satu gugus alkohol sekunder. Dalam bentuk kristal dekstrosa ada dua macam yaitu dalam bentuk α dan β. α-dekstrosa pada suhu di atas 50⁰C dipisahkan dari larutan akueousnya dan dalam bentuk monohidrat

14

dan β-dekstrosa dipisahkan dalam bentuk anhidrat. Dari berbagai bentuk kristal tersebut, bentuk dektrosa monohidrat yang paling sering ditemui. Ada dua tipe dektrosa yang tersedia secara komersial yaitu dekstrosa hidrat yang mengandung 9% per berat air dari kristalisasi merupakan bahan yang paling sering dipakai dan dekstrosa anhidrat yang mengandung air kurang dari 0.5%. Dekstrosa adalah gula pereduksi yang menghasilkan warna kecoklatan karena suhu tinggi pada produk yang dipanggang. Bahan ini banyak digunakan dalam es krim, produk roti, produk konfeksioneri. Dekstrosa juga sering disebut glukosa atau corn syrup (Igoe dan Hui 2001). Tingkat kemanisan dari dekstrosa sekitar 70% dari glukosa (Howling 1979) Hasil laporan Global Agricultural Information Network per bulan November 2010 USDA Foreign Agricultural Service mengestimasi bahwa pada bulan Juni hingga Agustus 2010, Indonesia mengimpor 4,500 ton dekstrosa dari China per tahun untuk kebutuhan industri snack. Estimasi tersebut berdasarkan survei terhadap lima hingga sebelas industri snack besar di tiga kota yaitu Jakarta, Bandung dan Surabaya.

2.

Maltodekstrin Maltodekstrin adalah karbohidrat yang memiliki rentang dextrose equivalent (DE) lebih tinggi dari dekstrin, namun lebih rendah dari gula. Maltodekstrin dengan DE 10 adalah yang paling banyak digunakan karena kestabilannya, harga yang ekonomis dan atribut lain seperti tidak begitu higroskopis, flavor yang ringan dan sifat fungsional lainnya (De Rovira 1999). Maltodekstrin banyak digunakan dalam industri pangan sebagai bahan pengisi. Karakter ideal yang diinginkan dari maltodekstrin adalah rasa tawar, tidak berbau, namun maltodekstrin dengan DE 20 memiliki rasa manis (Fullbrook 1984). Sedangkan menurut McDonald (1984), maltodesktrin kurang higroskopis, kurang manis, mudah larut dalam air, dan cenderung tidak menghasilkan warna saat terjadi reaksi browning. Menurut Kennedy et. al. (1995) terdapat dua tipe maltodekstrin tersedia secara komersial adalah maltodekstrin yang mempunyai kisaran nilai DE 10-14 dan 15-19. Semakin rendah nilai DE maka akan semakin non-higroskopis dan semakin efektif sebagai pengikat lemak selain itu akan cenderung teretrogradasi dalam larutan. Maltodekstrin juga berfungsi sebagi pengganti lemak karena ketika air bertemu dengan maltodekstrin akan membentuk gel yang mencair dan menyerupai sifat lemak (Roper 1996). Walaupun dapat menyerupai sifat lemak, namun maltodekstrin tidak bersifat lipofilik sehingga memiliki stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah, namun saat digunakan untuk mengenkapsulasi minyak dapat melindungi dari oksidasi (Westing dan Rennecius 1988). Kennedy et. al. (1995) menyatakan bahwa maltodekstrin yang memiliki DE tinggi akan menghasilkan larutan dengan viskositas yang rendah yang rendah dan memberi rasa manis. Pada nilai DE yang sama ternyata maltodekstrin memiliki kelarutan yang berbeda bergantung dari metode hidrolisisnya. Maltodekstrin yang dihidrolisis menggunakan enzim mengandung sakarida bobot tinggi dalam jumlah yang sedikit bila dibandingkan dengan maltodekstrin yang dihidrolisis dengan asam. Menurut Igoe dan Hui (2001) maltodekstrin adalah polimer sakarida berantai pendek yang diperoleh dari hidrolisis asam atau enzimatik dari pati dengan cara yang sama dari corn syrup kecuali proses konversi yang terhenti ditahap awal. Maltodekstrin terdiri atas unit D-glukosa yang terhubung terutama oleh ikatan α-1,4 dan memiliki DE kurang dari 20 dan pada dasarnya tidak manis serta tidak dapat difermentasi. Maltodekstrin memiliki

15

kelarutan yang sedang. Fungsi dari maltodekstrin antara lain adalah sebagai pengisi, penambah volume, pembentuk tekstur, carrier dan menghambat kristalisasi. Bahan ini banyak digunakan dalam pembuatan cracker, puding, permen dan es krim bebas gula. Menurut estimasi USDA Foreign Agricultural Service dalam laporan Global Agricultural Information Network per bulan November 2010, untuk konsumsi maltodekstrin Indonesia kebanyakan diimpor dari China yaitu sebanyak 240 ton per tahun senilai 120,000 USD pada tahun 2009. Estimasi tersebut berdasarkan survei terhadap lima hingga sebelas industri snack besar di tiga kota yaitu Jakarta, Bandung dan Surabaya.

3.

Dekstrin Dekstrin adalah molekul polisakarida yang memiliki rata-rata bobot molekul di antara pati dan maltodekstrin. Dekstrin dapat dimodifikasi menjadi bahan pelapis dan dapat digunakan secara proaktif sebagai pelapis permen. Biasanya dekstrin hampir tidak memiliki rasa manis (De Rovira 1999). Dekstrin juga dikenal dengan nama lain amilin, gum British, gum pati, dan amilodekstrin. Dekstrin adalah campuran dari glukosan terpolimerisasi. Dekstrin komersial bisanya tidak murni karena dicampuran dengan padatan seperti starch dan glukosa, perlakuan dengan larutan asam menghasilkan maltosa dan akhirnya glukosa. Terbentuk dengan hidrolisis parsial pati atau oleh pemanasan glukosan (Collins 1998) Menurut Satterthwaite dan Iwinski (1973) pada pembuatan dekstrin terjadi proses pengurangan panjang rantai pada pati sehingga dekstrin memiliki kelarutan yang lebih baik dalam air dingin dan viskositas lebih kecil dari pati asal. Dalam proses pembuatan dekstrin terjadi transglukolasi yaitu berubahnya ikatan α-D-(1,4)-glukosida menjadi α-D-(1,6)glukosida. Perubahan ikatan menyebabkan dekstrin memiliki sifat cepat terdispersi, tidak kental dan lebih stabil dari pati asalnya. Berdasarkan jenis katalis yang digunakan, suhu dan lama penyangraian akan menghasilkan berbagai dekstrin. Pirodekstrin adalah dekstrin yang dihasilkan dari hidrolisis asam dan pemanasan kering. Ada tiga jenis pirodekstrin yaitu deksrin putih, dekstrin kuning, dan British gum. Ketiga jenis pirodekstrin tersebut memiliki sifat kelarutan yang berbeda. Kelarutan dalam air adalah diurutkan dari yang memiliki kelarutan paling tinggi hingga paling rendah adalah dekstrin putih, dekstrin kuning dan British Gum (Satterthwaite dan Iwinski 1973). Dekstrin adalah hidrolisis pati sebagian terbentuk dari pati yang diberi perlakuan pemanasan kering, asam, atau enzim. Dapat juga dibentuk dari pati yang berbentuk amilosa dan amilopektin dan berwarna putih dan kuning. Bila dibandingkan dengan pati tidak dimodifikasi, dekstrin memiliki kelarutan, viskositas yang lebih stabil dan tidak terlalu kental. Kegunaan lainnya untuk mengembangkan dan mengikat adonan (Igoe dan Hui 2001).

4.

Corn starch Corn starch dibuat dari endosperma jagung, mengandung molekul amilosa dan amilopektin. Saat pati dipanaskan dalam air akan berubah menjadi pasta berwarna keruh dan viskos. Pasta tersebut membentuk gel semi solid selama pendinginan dan memiliki kemampuan membuat lapisan adhesif yang kuat saat dioles dan mengering. Corn starch tersedia dalam bentuk bubuk halus dan kasar. Pati dalam bentuk kasar juga dikenal dengan istilah pearl starch. Corn starch banyak digunakan saus, puding, isian pie dan salad dressing. Level penggunaan bahan ini beragam dari 1-5% (Igoe dan Hui 2001).

16

Menurut Igoe dan Hui (2001) ada dua jenis corn starch yang tersedia berdasarkan proses pembuatannya yaitu acid modifed corn starch dan oxidized corn starch. Acid modifed corn starch dibuat dengan merendam dalam air dengan melarut asam mineral dalam suhu tinggi selama waktu tertentu. Kemudian dilanjutkan dengan netralisasi menggunakan sodium karbonat untuk memperoleh tingkat viskositas yang diinginkan. Viskositas akan berkurang saat dipanaskan dan membentuk gel ketika didinginkan. Banyak digunakan dalam pembuatan gum berbasis starch. Pati ini memiliki kemampuan tahan terhadap freeze-thaw, shear rate, shear stres dan asam. Pati ini dapat digunakan pada saus dan makanan beku. Oxidized corn starch diproduksi dengan perendaman suspensi starch dengan penambahan sodium hipoklorit yang mengandung sedikit soda kaustik berlebih sampai derajat oksidasi yang diinginkan tercapai. Kemudian diberi antiklor seperti sodium bisulfat disesuaikan dengan pH yang diinginkan, disaring, dicuci dan dikeringkan. Pati ini masih menyimpan struktur granul asli dan tidak dapat larut dalam air. Warna pati ini sangat putih, tidak begitu viskos, relatif jernih dan memiliki kecenderungan untuk tidak mengental ketika didinginkan. Cocok diaplikasikan pada makanan ketika menginginkan kepadatan dan viskositas rendah. Corn starch digunakan hampir di seluruh industri makanan ringan khususnya snack ekstrusi manis dan gurih. Berdasarkan laporan Global Agricultural Information Network per bulan November 2010, USDA Foreign Agricultural Service mengestimasi Indonesia mengimpor 1,200-1,500 ton corn starch dari Austria. Estimasi tersebut berdasarkan survei terhadap lima hingga sebelas industri snack besar di tiga kota yaitu Jakarta, Bandung dan Surabaya. Pada tahun 2009, nilai impor corn starch adalah 69,727 ton senilai 24.8juta USD dan meningkat meningkat di tahun 2010 menjadi 53,979 ton dalam kuartal pertama (Badan Pusat Statistik dalam USDA Foreign Agricultural Service 2010).

F. APLIKASI SEASONING Dalam melakukan aplikasi seasoning, pemilihan alat yang digunakan bergantung dari jenis snack yang diaplikasikan seperti produk kacang oven yang lebih cocok menggunakan alat coating drum. Menurut Hanify dalam Lusas (2001) coating drum adalah alat yang digunakan untuk aplikasi seasoning biasa digunakan untuk membumbui snack, biasanya dibuat dari stainless steel. Tujuan dari penggunaan coating drum adalah untuk ekspos permukaan base pada seasoning yang diaplikasikan. Dalam bentuk paling sederhana, coating drum adalah silinder miring yang berputar untuk mengangkat dan merotasi produk. Ketika rotasi, pada dinding bagian dalam dari alat ini terjadi pengangkatan produk agar base dapat terekspos. Ketika mencapai ketinggian tertentu, biasanya 90-120⁰ dari bawah, produk akan jatuh ke bawah untuk kemudin terangkat lagi. Produk terbawa maju ke bagian yang lebih tinggi karena putaran rotasi dan bagian yang bersekat pada dinding alat. Tingkat ekspos produk ditentukan dari desain, kecepatan rotasi, dan sudut kemiringan drum. Untuk mendapatkan produk yang diinginkan sangat penting untuk menyesuaikan desain alat dengan produk dan proses yang spesifik. Kesalahan yang banyak terjadi pada industri adalah membeli satu atau dua ukuran coating drum tanpa menghiraukan apa yang yang diproduksi. Dalam prakteknya, ukuran volume drum disesuaikan dengan waktu aplikasi. Waktu aplikasi ditentukan dengan menggunakan metode trial and error dan eksperimen dimana setiap perusahaan telah membuat rumusan kriteria ukuran drum. Pedoman tersebut yang digunakan untuk menentukan diameter dan panjang drum. Secara umum, bila langkah dalam aplikasi

17

seasoning ditambah maka panjang drum juga harus ditambah untuk mencegah zona coating overlap. Aplikasi berlebihan bisa terjadi pada area overlap, khususnya ketika aplikasi dengan cairan atau bubur yang diikuti dengan seasoning kering. Pada Gambar 4 tampak interior bagian dalam dari coating pan.

Gambar 4. Interior dalam coating drum (Hanify dalam Lusas 2001) Aplikasi seasoning dua tingkat biasanya dilakukan saat permukaan base tidak cukup cairan sehingga seasoning sulit merekat seperti pada produk kacang oven yang basenya kering. Cairan melapisi base sebagai lem yang menahan seasoning agar bertahan pada permukaan base. Cairan yang digunakan dapat berupa minyak atau larutan polimer seperti gum arab atau pati dekstrin yang terlarut dalam air. Aplikasi seasoning dua tingkat yang jarang dilakukan adalah mengombinasikan bubur (dua fase campuran dari cairan dan komponen kering) dengan flavor kering biasanya hanya kombinasi antara cairan dan komponen kering.

G. MIXTURE EXPERIMENT DESIGN EXPERT 7.0® Berbagai perangkat dalam Design Expert 7.0® berguna untuk mengoptimasi produk atau proses yang memiliki design of experiment (DOE) yang sangat efisien. Menurut Anonim (2006) dalam program Design Expert 7.0®memiliki beberapa jenis perangkat pengolahan data, yaitu Factorial Designs, Response Surface Methods, Mixture Designs dan Combined Designs. Factorial Designs berguna untuk mengidentifikasi faktor –faktor yang penting yang dapat mempengaruhi proses atau produk sehingga diperoleh perbaikan. Response Surface Methods digunakan untuk menentukan proses yang paling ideal sehingga diperoleh hasil yang optimal. Mixture Designs digunakan untuk menemukan formula yang optimal di dalam pembuatan produk tertentu. Combined Designs adalah gabungan dari variabel proses, komponen campuran dan faktor kategorial dalam satu desain. Mixture Experiment adalah sebuah eksperimen dimana responnya diasumsikan bergantung pada proporsi relatif dari bahan yang ada dalam campuran bukan karena jumlah campuran (Cornell J A 1990). Mixture Experiment dalam Design Expert 7.0® disebut dengan Mixture Design. Fungsi dari Mixture Design adalah untuk mengamati pengaruh bahan terhadap respon sehingga dapat diketahui hubungannya. Tidak hanya pengaruh bahan secara tunggal melainkan juga pengaruh interaksi antar bahan yang mempengaruhi respon. Dari berbagai pilihan Mixture Design yang tersedia, dipilih rancangan D-optimal. Doptimal adalah desain yang paling tepat untuk memperoleh formula bahan pengisi yang paling optimal karena kemampuannya untuk memilih titik desain yang akan digunakan dari keseluruhan desain berdasarkan kriteria tertentu. Tetapi untuk memperoleh desain yang baik, maka titik Doptimal harus ditambah untuk mengestimasi pure error dengan replikasi dan menetapkan lack of fit dengan menambahkan titik pada desain.

18

Dalam Design Expert 7.0® terdapat lima model polinomial yang dikenal yaitu mean, linear, quadratic, special cubic, dan cubic. Design Expert 7.0® menggunakan model untuk memilih design point. Semakin tinggi model yang digunakan maka akan membutuhkan semakin banyak design point. Memilih derajat model yang tertinggi akan memastikan bahwa terdapat desain point yang cukup untuk mengevaluasi model (Anonim 2006). Tetapi umumnya menggunakan model quadratic lebih dianjuran dalam formulasi sebab model ini memiliki visualisasi respon surface tiga dimensi yang memadai bila dibandingkan linear (Cornell 1990). Program Design Expert 7.0® sendiri memiliki fasilitas untuk melihat visualisasi respon surface dalam bentuk dua dimensi dan tiga dimensi. Penentuan model biasanya diikuti dengan modifikasi model dimana dilakukan pengurangan beberapa komponen guna memperoleh model yang lebih baik.. Penghilangan komponen tersebut lebih dikenal dengan istilah reduksi model. Penghilangan model hanya dilakukan terhadap komponen yang tidak signifikan terhadap model. Reduksi model dapat dilakukan secara otomatis atau manual. Pengurangan model secara manual dilakukan dengan membuang komponen yang tidak perlu hingga nilai α yang diinginkan tercapai. Pengurangan model secara otomatis dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu Step-Wise Regression (kombinasi dari Forward Selection dan Backward Elimination, dilakukan penambahan, eliminasi, atau penggantian dalam setiap langkah reduksi model), Backward Elimination (eliminasi komponen dalam setiap langkah reduksi model) dan Forward Selection (penambahan komponen dalam setiap langkah reduksi model). Reduksi model dengan Backward Elimination lebih disarankan karena penentuan model dengan mempertimbangkan model secara keseluruhan. Lain halnya dengan metode Step-Wise Regression dan Forward Selection dilakukan yang menggunakan regresi model paling sederhana yang artinya ada komponen yang tidak dipertimbangkan sama sekali. Kemudian berikutnya dilakukan analisis dan optimasi. Analisis dilakukan setelah input data hasil respon dari formulasi. Analisis dilakukan melalui enam tahap, yaitu : 1. Tranformation dilakukan pemilihan respon node dan transformasi yang diinginkan. 2. Fit summary dan Effect dimana dilakukan evaluasi terhadap respon surface method and mixture kemudian memilih efek yang signifikan dari grafik atau isinya. 3. Model dilakukan pemilihan model dan syarat yang diinginkan dari isinya. 4. Analysis of Variance (ANOVA) yang melakukan evaluasi terhadap model yang dipih dan memperlihatkan hasilnya. 5. Diagnostic dilakukan mengevaluasi model yang pas dan transformasi pilihan dengan grafik. 6. Model Graph dilakukan interpretasi dan evaluasi terhadap model. Setelah melakukan analisis berikutnya adalah optimasi formula pada Optimization. Pada bagian Optimization dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Numerical Optimization (menentukan sasaran untuk tiap respon untuk menghasilkan kondisi yang optimal), Graphical Optimization (menentukan batas maksimum dan minimum untuk tiap respon kemudian membuat grafik dan menyoroti area yang diujikan) dan Point Prediction (memasukkan kondisi operasi yang diinginkan dan mendapatkan nilai respon terprediksi dengan interval tingkat kepercayaan tertentu). Pada bagian Point Prediction terdapat formula saran yang disarankan program Design Expert 7.0®. Formula tersebut adalah hasil pilihan dari program Design Expert 7.0® yang menyesuaikan sesuai kriteria yang dimasukkan dan desirability. Formula dengan tingkat desirability tertinggi akan menempati posisi teratas dari berbagi saran yang ditawarkan. Semakin tinggi tingkat desirability, maka hasil respon akan semakin mendekati nilai yang diprediksi.

19

IV. METODOLOGI PENELITIAN MAGANG

A. ALAT DAN BAHAN Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian magang adalah base kacang oven yang diperoleh dari pabrik pada 23 Mei 2011, seasoning tanpa bahan pengisi, bahan pengisi (dekstrosa, maltodekstrin, dekstrin, corn starch), minyak sayur, alumunium foil, dan plastik klip. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian magang adalah loyang alumunium, shiever 50 mesh, baskom, gunting, spidol permanen, sudip, sendok, neraca analitik, oven, coating pan, dan sealer.

B. METODE PENELITIAN Penelitian magang ini dibagi menjadi lima tahap, yaitu: (1) penentuan prosedur standar aplikasi seasoning pada kacang oven garlic pada skala laboratorium, (2) pembuatan rancangan formulasi bahan pengisi dan respon dengan menggunakan program Design Expert 7.0® mixture design D-optimal, (3) aplikasi seasoning garlic A pada kacang oven, (4) pengukuran respon berupa kelekatan (%) dan uji sensori tingkat kesukaan, (5) optimasi formula bahan pengisi dan verifikasi formula. 1.

Prosedur Aplikasi Kacang Oven Garlic Skala Laboratorium Proses pengaplikasian kacang oven dalam skala pabrik tentunya sudah memiliki standar dan prosedur yang jelas sehingga bisa dihasilkan produk dengan standar tertentu. Demikian juga halnya bila aplikasi dilakukan dalam skala laboratorium, prosedur aplikasi yang digunakan harus tepat sesuai kapasitas laboratorium sehingga diperoleh hasil yang baik dan optimal. Mulanya dilakukan aging seasoning exist selama 24 jam dalam suhu ruang. Berikutnya sortir base kacang oven yang akan digunakan. Setelah seasoning selesai aging kemudian timbang base kacang oven sebanyak ± 102.00 gram, minyak sayur 6.50 gram (6.50% terhadap bobot base), dan seasoning exist 6.95 gram (6.95% terhadap bobot base). Base kacang yang telah ditimbang kemudian dipanaskan dalam oven bersuhu 100⁰C selama 10 menit lalu dikeluarkan. Base yang masih panas tersebut langsung ditimbang sebanyak 100 gram dan dicampurkan dengan minyak sayur hingga menyerap dan merata (kira-kira selama 1 menit). Lalu nyalakan coating pan dengan kecepatan 50 rpm dan masukkan base yang telah menyerap minyak kemudian masukkan seasoning exist yang sudah ditimbang. Setelah selesai, masukkan kacang dalam kemasan alumunium foil dan ditimbang. Aplikasi dilakukan dengan lama waktu yang berbeda yaitu 3, 5, 7, 9 dan 11 menit yang dihitung dari saat memasukkan seasoning exist. Setiap perlakuan waktu aplikasi dilakukan 3 kali ulangan sehingga total dilakukan 15 kali aplikasi. Setelah proses aplikasi selesai dapat dilakukan pengukuran kelekatan (%) dengan melakukan perhitungan kesetimbangan massa. Dari variasi lima waktu tersebut, akan dipilih waktu aplikasi optimal yang memiliki kelekatan (%) tertinggi untuk selanjutnya digunakan dalam prosedur aplikasi standar. Setelah ditemukan waktu aplikasi optimal selanjutnya menentukan prosedur standar untuk aging seasoning tanpa bahan pengisi. Awalnya, keempat jenis bahan pengisi yaitu dekstrosa, maltodekstrin, dekstrin dan corn starch disaring dahulu menggunakan shiever

20

berukuran 50 mesh agar ukuran bahan pengisi sama dengan bahan penyusun lainnya dalam seasoning. Lalu setelah di saring, timbang bahan pengisi sesuai kombinasi formula dengan bobot total 0.3962 gram dan seasoning tanpa bahan pengisi sebanyak 6.5538 gram. Campurkan seasoning dan bahan pengisi hingga merata. Masukkan ke dalam plastik klip dan di aging hingga 24 jam dalam suhu ruang. Seasoning ini yang kemudian disebut seasoning garlic A yang siap diaplikasikan pada base. 2.

Pembuatan Rancangan Formulasi Bahan Pengisi dan Respon Tahap pertama pembuatan rancangan formulasi bahan pengisi dan respon dengan program Design Expert 7.0® adalah menentukan variabel tetap dan variabel berubah. Variabel tetap adalah variabel yang nilainya dibuat sama dalam tiap perlakuan karena dianggap tidak mempengaruhi respon. Sedangkan variabel berubah adalah variabel yang akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Pada penelitian ini yang menjadi variabel tetap adalah seasoning tanpa bahan pengisi dan variabel berubah adalah komposisi bahan pengisi yang digunakan. Setelah menentukan variabel tetap dan variabel berubah, masukkan variabel tersebut ke dalam mixture design D-optimal. D-optimal adalah desain untuk 2 hingga 24 faktor yang berguna untuk menghasilkan formula optimal. Empat jenis bahan pengisi yang merupakan variabel berubah antara lain dekstrosa, maltodekstrin, dekstrin dan corn starch. Langkah membuatan rancangan D-optimal pada Mixture Design dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut: 1. Pilih jumlah mixture component yang ingin dimasukkan. Dalam hal ini, pilih angka empat karena jumlah bahan pengisi yang digunakan adalah empat jenis. 2. Beri nama tiap komponen (dekstrosa, maltodekstrin, dekstrin dan corn starch), buat batasan dari tiap variabel yaitu dari 0.0000 hingga 0.3962 gram, serta total dari mixture component dalam formula yaitu 0.3962 gram. Kemudian pilih Continue. 3. Tampilan yang muncul adalah bentuk default dari program. Lalu pilih Continue. 4. Berikutnya masukkan jumlah respon yang ingin diukur. Pilih nilai tiga pada Responses dan beri nama pada tiap respon yaitu kelekatan, penampakan dan rasa keseluruhan. Pada respon kelekatan, persen (%) adalah unit yang digunakan. Kemudian pilih Continue. Akan tampak rancangan formula yang akan diuji. Kelekatan (%) digunakan sebagai respon objektif dan respon penampakan dan rasa keseluruhan sebagai respon subjektif. Kelekatan (%) sebagai salah satu respon yang diukur dengan membandingkan jumlah seasoning yang melekat pada kacang oven dengan jumlah seasoning yang digunakan dalam aplikasi. Semakin tinggi kelekatan (%) berarti semakin banyak seasoning yang mampu melekat pada kacang oven selesai diaplikasi. Oleh karena itu, definisi kelekatan di sini adalah kelekatan seasoning pada produk setelah proses aplikasi atau sesaat setelah produk masuk dalam kemasan. Kelekatan seasoning selama proses distribusi tidak termasuk di dalamnya. Karakter organoleptik penampakan dipilih sebagai respon karena kelekatan (%) seasoning pada kacang oven hanya menilai bobot seasoning yang melekat tanpa mempertimbangkan penampakannya. Penampakan adalah salah satu karakter organoleptik yang penting karena penilaian konsumen akan suatu produk tidak terlepas dari penampilannya. Rasa keseluruhan juga perlu untuk diuji karena walaupun bahan pengisi merupakan bahan yang hampir tidak memiliki rasa tetapi perbedaan bahan pengisi akan secara langsung mempengaruhi rasa keseluruhan dari seasoning garlic A karena tiap bahan pengisi memiliki karakter yang berbeda. Hasil respon akan menggambarkan pengaruh

21

bahan pengisi terhadap seasoning dan dapat digunakan untuk menentukan formula bahan pengisi yang paling optimal. 3.

Aplikasi Seasoning Garlic A pada Kacang Oven Sebelum melakukan aplikasi seasoning, perlu dilakukan pencampuran dan aging seasoning terlebih dahulu. Seasoning garlic A adalah seasoning yang akan digunakan untuk aplikasi pada base kacang oven, terdiri atas campuran seasoning garlic tanpa bahan pengisi yang sedang dikembangkan laboratorium Flavor and Seasoning Garudafood dan bahan pengisi. Total bobot seasoning garlic A yang akan diaplikasikan pada base kacang oven adalah 6.95% terhadap bobot base dan sebesar 5.70% dari total bobot seasoning garlic A adalah bahan pengisi. Artinya, bila dilakukan aplikasi terhadap base dengan bobot 100.00 gram maka diperlukan 6.95 gram seasoning garlic A dengan 0.3962 gram di dalamnya adalah bahan pengisi. Bahan pengisi yang ditambahkan dalam seasoning garlic A terdiri atas berbagai macam formula. Ada yang terdiri atas satu, dua dan empat jenis bahan pengisi. Formula bahan pengisi yang akan dicampur dengan seasoning garlic tanpa bahan pengisi dibuat menggunakan mixture design D-optimal dalam program Design Expert 7.0®. Berikut adalah gambar diagram alir pencampuran seasoning garlic A (Gambar 5).

bahan pengisi 0.3962 gram

seasoning tanpa bahan pengisi 6.5538 gram

pencampuran

pengemasan

aging 24 jam

seasoning siap pakai (seasoning garlic A)

Gambar 5. Diagram alir pencampuran seasoning Berdasarkan dosis formula seasoning, maka di dalam 6.95 gram seasoning garlic A terdapat 6.5538 gram seasoning garlic tanpa bahan pengisi dan 0.3962 gram bahan pengisi. Lalu dilakukan pencampuran agar bahan pengisi tersebar secara merata dalam seasoning. Berikutnya dikemas dalam plastik klip yang sudah ditimbang bobotnya. Penimbangan kemasan penting dilakukan agar bobot seasoning yang masuk dalam alat aplikasi dapat dihitung secara tepat. Kemudian dilakukan aging seasoning. Persiapan seasoning garlic A sebaiknya sehari sebelum dilakukannya aplikasi. Hal ini bertujuan agar penambahan bahan pengisi tepat pada saat yang diinginkan sehingga

22

memperoleh masa aging yang seragam antar formula yang satu dengan formula lainnya. Proses aging dilakukan dua kali yaitu aging seasoning garlic A (hasil pencampuran seasoning garlic A dengan bahan pengisi) dan aging saat base kacang oven sudah diaplikasikan dengan seasoning garlic. Proses aging berfungsi untuk memperoleh seasoning yang memiliki karakteristik sensori yang lebih baik setelah pencampuran bahan baku. Prosedur standar aplikasi kacang oven dapat dilihat pada Gambar 6.

base kacang oven 102.00 gram

pengovenan 100⁰C, 10 menit

penimbangan Minyak sayur 6.50 gram

base kacang oven 100.00 gram

pengadukan 1 menit seasoning garlic A 6.95 gram

coating pan

aplikasi 50 rpm, 7 menit

pengemasan

penimbangan

aging 24 jam

kacang oven berbumbu

Gambar 6. Diagram alir prosedur standar aplikasi kacang oven Base kacang oven yang ditimbang awalnya adalah 102.00 gram untuk mengantisipasi terjadinya penurunan bobot setelah pengovenan. Setelah pengovenan dilakukan penimbangan kembali. Base yang digunakan untuk proses selanjutnya adalah 100.00 gram. Saat kacang oven masih panas, dilakukan pencampuran dengan minyak dilakukan selama 1 menit. Pada kacang oven yang telah dipanaskan, pori-pori lapisan yang menyalut kacang terbuka lebih lebar karena air yang ada di dalamnya telah diuapkan sehingga minyak mudah menyerap. Berikutnya kacang yang sudah tersalut minyak

23

dimasukkan dalam coating pan (pada kecepatan 50 rpm) dan ditambahkan seasoning garlic A kemudian aplikasi selama 7 menit. Waktu aplikasi yang digunakan adalah waktu aplikasi optimal yang hasil uji sebelumnya. Aplikasi seasoning garlic A pada base kacang oven menggunakan alat coating pan. Pada prinsipnya alat ini mirip dengan coating drum hanya saja pada bagian dalam alat ini tidak terdapat sekat di dinding seperti pada coating drum. Cara kerja alat ini adalah dengan memutar base kacang oven yang telah disaluti minyak agar bergerak naik dan melakukan kontak dengan seasoning kemudian turun dan naik kembali demikian berulang-ulang hingga seasoning garlic A melekat di seluruh permukaan base. Setelah proses aplikasi selesai kemudian kacang oven diambil dan dimasukkan ke dalam kemasan alumunium foil yang telah ditimbang sebelumnya. Kemasan alumunium foil lalu disegel kemudian ditimbang. Setelah itu dilakukan aging selama 24 jam sebelum dilakukan uji sensori. Selain 20 formula, juga dilakukan aplikasi terhadap seasoning exist sebagai perbandingan nantinya. Gambar 7 adalah gambar coating pan yang digunakan untuk aplikasi kacang oven dalam penelitian.

Gambar 7. Coating Pan 4.

Pengukuran Respon berupa Kelekatan dan Uji Sensori Setelah seasoning garlic A (hasil pencampuran seasoning tanpa bahan pengisi dengan kombinasi bahan pengisi) diaplikasikan, kemudian diukur kelekatan (%) dan karakter organoleptik yang terdiri atas penampakan dan rasa keseluruhan sehingga totalnya terdapat tiga respon yang akan dimasukkan. Pengukuran kelekatan (%) dilakukan dengan menimbang jumlah seasoning yang melekat pada base kacang oven. Pengukuran respon kelekatan diukur dengan rumus: kelekatan seasoning(%) = (

(

)

)

Bobot seasoning aplikasi adalah bobot seasoning yang masuk ke dalam coating pan. Begitupula dengan bobot vegetable oil. Sedang bobot hasil aplikasi adalah bobot kacang oven yang telah diaplikasi. Aplikasi dilakukan tiga kali ulangan sehingga akan diperoleh tiga data respon hasil kelekatan (%). Ketiga data tersebut dirata-rata kemudian dilihat ketelitiannya dengan membandingkan antara nilai RSD analisis dan RSD Horwitz. Respon berupa karakter organoleptik diukur dengan uji rating hedonik. Menurut Adawiyah dan Waysima (2009) uji rating hedonik berguna untuk mendapat gambaran

24

atribut sensori tertentu yang bervariasi dari sejumlah sampel, dalam hal ini adalah tingkat kesukaan pada beberapa atribut produk kacang oven. Uji rating hedonik dapat dilakukan menggunakan skala garis atau kategori. Dalam penelitian ini digunakan skala kategori yang terdiri atas lima kategori yaitu: 1= sangat tidak suka 2= agak tidak suka 3= antara suka dan tidak suka 4= suka 5= sangat suka Sampel yang digunakan dalam uji rating hedonik adalah semua formula yang dihasilkan program Design Expert 7.0® dan formula seasoning exist. Panelis yang digunakan adalah panelis khusus sebanyak 24 orang. Seluruh panelis tersebut adalah panelis tetap yang akan menguji 20 formula yang ada. Atribut yang dujikan adalah penampakan dan rasa keseluruhan. Penampakan di sini adalah penampakan kelekatan seasoning pada kacang bukan penampakan base kacang oven. Uji sensori dilakukan di laboratorium sensori Head Office Garudafood Bintaro, Jakarata. 5.

Optimasi Formula Bahan Pengisi dan Verifikasi Formula Hasil pengukuran respon-respon tersebut kemudian diinput dan dianalisis oleh program Design Expert 7.0®. Keluaran yang dihasilkan program berupa model polinomial yang sesuai dengan data respon. Rancangan D-optimal menyediakan lima jenis model polinomial yaitu mean, linear, quadratic, special cubic dan cubic. Salah satu dari model tersebut akan direkomendasikan oleh program Design Expert 7.0® sebagai model yang paling mewakili respon. Pada bagian analysis terdapat fit summary yang memuat informasi mengenai model yang direkomendasikan. ANOVA (Analysis of Variance) berguna untuk memperoleh informasi mengenai signifikansi model yang digunakan dan nilai lack of fit. Model yang diinginkan adalah model yang memiliki signifikasi yang baik dan nilai lack of fit yang tidak signifikan. Selain itu, nilai predicted R-squared dan adjusted R-squared harus bersesuaian satu sama lain dengan nilai adequate precision lebih dari empat. Bagian diagnostics menunjukkan plot kenormalan residual yang menggambarkan titik-titik yang mendekati garis kenormalan. Artinya, semakin titik mendekati garis berarti hasil aktual akan mendekati hasil yang diprediksikan. Berikutnya di bagian model graphs dapat dilihat hasil grafik contour plot yang berbentuk dua dimensi atau tiga dimensi. Warna pada contour plot menunjukkan bagaimana interaksi antar komponen mempengaruhi respon. Langkah yang dilakukan setelah analisis adalah optimasi. Pada bagian Numerical Criteria tentukan sasaran dari tiap-tiap komponen dengan batasan dan tingkat importance. Berikutnya akan muncul saran yang ditawarkan dengan tingkat desirability tertentu dan visualisasi dalam bentuk grafik. Point Prediction menunjukkan prediksi terhadap saran yang ditawarkan dimana terdapat nilai CI (Confidence Interval) 95% dan PI (Prediction Interval) 95%. Hasil prediksi pada Point Prediction, dapat diverifikasi dengan melakukan aplikasi sesuai saran yang diberikan. Verifikasi dilakukan dengan mengukur kelekatan (%) dan uji sensori rating hedonik berupa penampakan dan rasa keseluruhan dan diharapkan terdapat kesesuaian antara respon yang diberikan dengan prediksi. Metode pengukuran respon dilakukan persis sama dengan metode yang telah dijabarkan sebelumnya. Gambar 8 menunjukkan keseluruhan alur kegiatan magang penelitian yang dilakukan.

25

seasoning exist

base kacang oven

bahan pengisi

uji coba penentuan waktu aplikasi optimal

prosedur standar aplikasi

penentuan rancangan formula dan respon

aplikasi formula seasoning

kelekatan (%)

uji rating hedonik

analisis respon

optimasi formula

formula saran

verifikasi

formula terpilih

Gambar 8. Diagram alir kegiatan magang penelitian

26

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. APLIKASI KACANG OVEN GARLIC SKALA LABORATORIUM Prosedur aplikasi yang standar mutlak diperlukan karena akan menghasilkan data dengan ulangan yang baik. Pertama, bahan yang digunakan harus konsisten dan berstandar. Base kacang oven yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang oven hasil produksi pabrik di Pati yang tiba pada tanggal 23 Mei 2011. Penggunaan base yang tiba pada tanggal yang yang sama dapat menjamin keseragaman kualitas base. Penyortiran base juga diperlukan untuk memperoleh kacang oven yang bentuk fisiknya seragam yaitu yang memiliki bentuk bulat dan permukaannya halus, tidak berlubang atau penyok. Tujuan dari penyortiran adalah memperoleh base kacang oven yang permukaannya halus dan rata agar seasoning dapat melekat secara merata dan tidak tertumpuk pada bagian yang cekung atau berlubang. Berbagai parameter yang berpengaruh selama proses aplikasi adalah suhu, kecepatan dan waktu aplikasi. Tetapi yang dapat diatur dari ketiga parameter tersebut hanyalah waktu aplikasi. Suhu aplikasi tidak dapat diatur karena coating pan yang digunakan tidak terdapat pengatur suhu sehingga base harus dipanaskan dalam oven 100⁰C selama 10 menit. Tujuan pemanasan ini adalah agar base lebih mudah menyerap minyak dan aplikasi lebih efisien sebab pada suhu ruang base sulit menyerap minyak sayur. Penggunaan minyak sayur dalam proses aplikasi selain berfungsi sebagai perekat seasoning juga karena kandungan lemak di dalam minyak akan membantu flavor seasoning menjadi tahan lebih lama di mulut (Seighman 2001). Kecepatan aplikasi juga tidak dapat diatur karena coating pan hanya memiliki satu kecepatan yaitu 50 rpm. Seasoning yang digunakan untuk menentukan waktu aplikasi optimal adalah seasoning exist. Tabel 2 menunjukkan hasil kelekatan (%) dari kelima waktu aplikasi yang telah dilakukan. Tabel 2. Hasil uji kelekatan seasoning exist pada waktu aplikasi yang berbeda Waktu (menit) 3'

5'

7'

9'

11'

Ulangan

Kelekatan (%)

U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3

92,82% 92,54% 92,80% 93,78% 93,63% 92,93% 94,61% 94,86% 95,07% 93,76% 95,04% 92,83% 91,45% 91,68% 91,18%

Rataan Kelekatan (%) 92,72%

93,45%

94,85%

93,87%

91,44%

27

Dari tabel ini, tampak bahwa waktu aplikasi yang paling optimal menggunakan alat coating pan berkecepatan 50 rpm adalah 7 menit. Hubungan antara waktu aplikasi dan kelekatan ternyata seperti parabola. Pada menit ketiga ternyata kelekatan masih kurang optimal dan kelekatan meningkat pada menit kelima. Kelekatan tertinggi terjadi pada waktu aplikasi menit ketujuh dan menurun pada menit kesembilan dan semakin menurun lagi pada menit kesebelas. Penurunan kelekatan (%) di atas menit ketujuh diduga karena gaya yang bekerja pada kacang oven terlalu lama menyebabkan seasoning yang melekat menjadi rontok kembali sehingga tidak dianjurkan melakukan aplikasi dalam waktu yang terlalu lama. Dugaan ini dapat dibuktikan lebih lanjut dengan melakukan pengambilan sampel secara kontinu. Metode ini memungkinkan untuk melihat dinamika kelekatan seasoning (%) secara kontinu selama proses aplikasi. Tetapi metode tersebut sulit untuk diterapkan pada penelitian kali ini karena pengambilan sampel selama alat aplikasi masih menyala sulit untuk dilakukan. Kendatipun alat sudah dimatikan, pengambilan sampel tentunya memakan waktu sehingga suhu kacang oven lebih cepat menurun dibandingkan dengan sistem batch. Hal tersebut dapat menyebabkan kelekatan (%) yang dihasilkan kurang optimal. Hubungan antara kelekatan dan lama waktu aplikasi dapat dilihat pada Gambar 9.

Kurva Kelekatan Seasoning Exist (50 rpm)

Kelekatan (%)

96,00% 95,00% 94,00% 93,00% 92,00% 91,00%

0

2

4 6 8 10 Waktu Aplikasi (menit)

12

Gambar 9. Kurva kelekatan seasoning exist Berikutnya adalah melakukan prosedur standar aging seasoning tanpa bahan pengisi. Keempat bahan pengisi tersebut diayak terlebih dahulu dengan shiever 50 mesh agar ukuran partikelnya sesuai dengan standar yang diinginkan. Penelitian ini difokuskan untuk menentukan formula bahan pengisi dalam seasoning sehingga faktor lain yang dapat mempengaruhi respon harus dihilangkan termasuk keragaman ukuran partikel bahan pengisi. Hal lain yang harus diperhatikan juga adalah seasoning exist maupun seasoning tanpa bahan pengisi, keduanya harus disimpan dalam pendingin dalam kemasan yang kedap udara dan baru dikeluarkan dari pendingin saat akan digunakan atau aging. Penyimpanan di suhu rendah dapat memperlambat interaksi antar komponen seasoning. Waktu aging tiap seasoning juga harus sama untuk menghasilkan seasoning dengan profil sensori yang seragam sehingga tidak ada seasoning yang aging lebih lama yang dapat mempengaruhi profil sensori seasoning. Sedangkan bahan pengisi cukup disimpan pada suhu ruang dalam kemasan kedap udara.

B. RANCANGAN FORMULA DARI PROGRAM DESIGN EXPERT 7.0® Pada Tabel 3 tampak bahwa ada beberapa komposisi bahan pengisi yang diulang. Hal tersebut dikarenakan pada program Design Expert 7.0®, formula terdiri dari sepuluh rancangan

28

formula untuk model points, lima rancangan formula untuk mengestimasi lack of fit , serta lima formula untuk pengulangan sehingga total formula yang dihasilkan adalah 20 formula. Pemilihan empat jenis bahan pengisi tersebut didasarkan pada ketersediaan dan kemudahan akses antara perusahaan dan suplier. Tabel 3. Rancangan formula dari program Design Expert 7.0® Bobot (gram) Formula

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Seasoning tanpa Bahan Pengisi 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538

Dekstrosa

Maltodekstrin

Dekstrin

Corn Starch

0 0.3962 0 0 0.0473 0.1004 0.1981 0 0 0 0 0.2492 0 0.0493 0.1981 0.0507 0.1981 0.1981 0 0.3962

0.1981 0 0 0.3962 0.2493 0.0976 0.1981 0 0 0.1981 0 0.0470 0.3962 0.0492 0 0.0496 0.1981 0 0 0

0 0 0 0 0.0501 0.0997 0 0 0.3962 0.1981 0.1981 0.0498 0 0.0507 0.1981 0.2487 0 0 0.3962 0

0.1981 0 0.3962 0 0.0495 0.0985 0 0.3962 0 0 0.1981 0.0502 0 0.2470 0 0.0472 0 0.1981 0 0

C. HASIL PENGUKURAN RESPON FORMULA BAHAN PENGISI 1.

Kelekatan (%) Formula 1 hingga formula 20 diukur kelekatannya masing-masing dari hasil tiga kali ulangan. Dari hasil rata-rata data kelekatan tersebut diperoleh hasil seperti yang tampak pada grafik dalam Gambar 10. Selain pengukuran kelekatan terhadap 20 formula juga dilakukan pengukuran kelekatan seasoning exist yaitu formula 21 yang berupa diagram batang berwarna hitam. Kelekatan seasoning exist ini hanya digunakan sebagai pembanding secara umum. Kelekatan seasoning exist memiliki nilai yang tidak terlalu tinggi hanya 92.94%. Dari 20 formula yang ada rata-rata memiliki kelekatan di atas kelekatan seasoning exist. Hanya formula 8 dan 9 yang memiliki kelekatan (%) di bawah seasoning exist. Dari seluruh

29

formula yang ada ternyata yang memiliki hasil kelekatan (%) tertinggi adalah formula 4 (96.97%) dan formula yang memiliki kelekatan (%) terendah adalah formula 9 (91.84%) dengan rata-rata kelekatan 95.14% dan standar deviasi 1.31%. Formula 4 adalah formula yang menggunakan maltodekstrin sebagai bahan pengisi tunggal. Menurut Kramer (2009) penambahan maltodekstrin pada seasoning dapat meningkatkan kelekatan secara nyata. Pengamatan yang terhadap formula bahan pengisi yang digunakan secara tunggal pada Gambar 10 menunjukkan bahwa bahan pengisi dektrosa (formula 2 dan 20) memiliki nilai kelekatan (%) yang lebih konsisten dibanding maltodekstrin (formula 4 dan 13), dekstrin (formula 9 dan 19) dan corn starch (formula 3 dan 8). Terdapat beberapa formula dengan nilai kelekatan (%) yang mencolok karena nilainya yang sangat tinggi atau sangat rendah. Penilaian secara langsung terhadap formula secara individu tidak dapat dijadikan acuan untuk mengamati hubungan kelekatan (%) dengan bahan pengisi yangdigunakan sebab hasil respon dari desain ini harus dianalisis secara keseluruhan.

96,97

96,92

97 Kelekatan (%)

96 95 94 93 92

95,87 95,86 95,41

95,30 94,57 94,34

94,61

96,24 96,00 95,95 95,65 95,92 95,58 94,82 94,72

93,49 92,70

92,94

91,84

91 90 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Formula Gambar 10. Grafik kelekatan (%) aplikasi 20 formula dan formula exist Gambaran umum grafik kelekatan (%) pada Gambar 10 berfungsi untuk memudahkan melihat nilai kelekatan (%) bahan pengisi. Tetapi untuk analisis keseluruhan digunakan program Design Expert 7.0®. Dari hasil analisis Design Expert 7.0®, model polinomial dari respon kelekatan (%) adalah linear, namun model ini memiliki nilai predicted R-squared yang negatif sehingga dilakukan reduksi model. Berbagai reduksi model telah dilakukan namun predicted R-squared tetap memberikan nilai yang negatif dan pada ANOVA tampak bahwa model tidak signifikan karena nilai p “prob>F” adalah 0.2580 . Model yang tidak signifikan adalah model dengan nilai p “prob>F” lebih besar dari 0.05 (<0.0001). Model dengan nilai p “prob>F” lebih kecil dari 0.05 (<0.0001) adalah model yang diinginkan atau signifikan. Dengan demikian dipilih model yang lebih sederhana yaitu mean. Pada model mean, hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 5% lack of fit dari model yang dihasilkan tidak signifikan karena lebih besar dari 0.05 (<0.0001) dan F-value sebesar 0.56. Nilai dari lack of fit yang dihasilkan model adalah 0.8193 (Lampiran 2). Nilai lack of fit yang tidak signifikan berarti adanya kesesuaian antara data respon kelekatan (%) dengan model. Artinya, lack of fit tidak signifikan merepresentasikan model yang baik bagi respon.

30

Nilai predicted R-squared yang dihasilkan bernilai negatif, yaitu -0.1080. Nilai predicted R-squared yang negatif menunjukkan bahwa overall mean memberikan prediksi lebih baik bagi respon kelekatan (%). Model mean pada respon menyebabkan kelekatan (%) hanya berupa nilai yaitu 95.14%. Pada Gambar 11 terdapat grafik kenormalan internally studentized residuals respon kelekatan (%). Pada gambar tersebut tampak bahwa titik-titik yang tersebar dekat dengan garis. Sebaran titik-titik tersebut menggambarkan bahwa adanya pemenuhan model terhadap asumsi ANOVA pada respon kelekatan (%).

Gambar 11. Grafik kenormalan internally studentized residuals respon kelekatan (%) Gambar 12 merupakan grafik contour plot hasil uji respon kelekatan (%). Berdasarkan hasil input dari respon kelekatan (%) dihasilkan model polinomial berupa mean sehingga seluruh area grafik contour plot memiliki warna yang sama dimana nilai respon dianggap sama pada setiap kombinasi. Hal ini berarti ketiga komponen yaitu dekstrosa, dekstrin dan maltodekstrin tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap respon kelekatan (%). Grafik contour plot memiliki bentuk segitiga sehingga ketiga komponen yang dijadikan komponen utama yang berpengaruh adalah dekstrosa, maltodekstrin dan dekstrin. Bukan berarti corn starch tidak dilibatkan melainkan corn starch dibuat menjadi komponen yang tidak berubah agar interaksi ketiga komponen yang lain menjadi lebih jelas.

Gambar 12. Grafik contour plot hasil uji respon kelekatan(%)

31

Gambar 13 adalah grafik tiga dimensi hasil uji respon kelekatan (%). Adanya bentuk tiga dimensi dari grafik membantu untuk mengamati interaksi antara ketiga komponen terhadap respon. Pada grafik contour plot hasil uji respon kelekatan (%) memiliki warna yang sama maka sehingga menghasilkan grafik tiga dimensi yang datar. Bentuk grafik tiga dimensi yang datar disebakan karena model polinomial mean sehingga kombinasi dari ketiga komponen (corn starch yang ditetapkan pada nilai 0.0990 gram dalam formula) dan tidak berbeda nyata dalam mempengaruhi respon kelekatan (%).

Gambar 13. Grafik tiga dimensi hasil uji respon kelekatan (%) Hasil rekapitulasi respon kelekatan (%) menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara bahan pengisi dan kelekatan sehingga perlu diamati faktor lainnya seperti minyak sayur yang digunakan sebagai perekat. Penggunaan minyak sayur yang tepat dapat meningkatkan performa kelekatan. Minyak sayur yang digunakan dalam proporsi yang berlebihan dapat menyebabkan kacang oven menjadi cepat tengik dan tidak nyaman dikonsumsi. Kriteria minyak yang digunakan tentunya harus yang berbentuk cair di suhu ruang agar minyak mudah menyerap ke dalam kacang. Faktor lainnya seperti ukuran partikel bahan pengisi tentunya akan mempengaruhi kelekatan (%) seasoning karena semakin kecil ukuran partikel maka seasoning akan lebih mudah melekat. Pada penelitian ini, parameter ukuran partikel tidak dimasukkan karena pada prakteknya di industri setiap seasoning yang akan diaplikasikan pasti melalui pengecilan ukuran sehingga ukuran partikel tidak akan menjadi masalah. Berdasarkan hasil kelekatan (%) yang diperoleh, tampak bahwa berbagai formula bahan pengisi memiliki batas kelekatan (%) maksimal karena bila seluruh pemukaan kacang yang dilapisi minyak telah tertutup dengan seasoning maka seasoning lainnya akan sulit menempel. Oleh karena itu, pengurangan dosis seasoning yang digunakan dapat dilakukan untuk meminimalisir adanya seasoning yang tidak dapat melekat. Adanya seasoning yang tidak melekat dalam alat aplikasi dapat mengganggu kinerja produksi karena alat harus sering dibersihkan. Bila hal tersebut tidak dilakukan dapat menyebabkan penumpukan seasoning sehingga pada batch berikutnya kelekatan menjadi tidak optimal. Adanya seasoning yang tidak menempel walaupun nilainya sangat kecil namun bila terjadi pada skala pabrik maka kerugian yang terjadi tidak sedikit nilainya. Pembuatan record data kelekatan (%) selama proses produksi dapat dilakukan untuk mengontrol hal

32

tersebut. Hasil record data dapat digunakan sebagai benchmark agar penggunaan seasoning kelak dapat lebih efisien dan optimal.

Penampakan Produk yang sudah diaplikasi dan sudah melalui proses aging kemudian disajikan kepada 24 panelis internal untuk dinilai tingkat kesukaannya. Nilai 1 untuk tingkat kesukaan „sangat tidak suka‟ hingga nilai 5 untuk tingkat kesukaan „sangat suka‟. Bila nilai akhir dari uji rating hedonik menunjukkan nilai di atas atau sama dengan 3.5 berarti karakterisik organoleptik telah memenuhi batas Level of Acceptance (LoA) yang diinginkan. Tujuan dari uji rating hedonik ini adalah melihat tingkat kesukaan dari produk yang dihasilkan bedasarkan nilai LoA serta membandingkannya dengan seasoning garlic yang sudah ada. Seperti pada respon kelekatan (%), formula 1 hingga formula 20 diukur respon penampakannya dengan menggunakan uji rating hedonik. Dari hasil rata-rata data respon penampakan tersebut diperoleh hasil seperti yang tampak pada grafik dalam Gambar 14. Diagram batang (formula 21) yang berwarna hitam menunjukkan nilai LoA dari penampakan seasoning exist. Secara umum LoA penampakan seasoning exist memiliki nilai yang cukup tinggi bila dibandingkan berbagai formula yang lain. Hanya ada tujuh formula yang memiliki nilai LoA diatas seasoning exist seperti formula 3, 5, 11, 15, 17, 19 dan 20.

3,70

3,67 3,65

3,65

3,65

3,65

3,62 3,60

3,60 LoA Penampakan

2.

3,55

3,58

3,60

3,58

3,58

3,56 3,54 3,52 3,52

3,52 3,48

3,50 3,45

3,58

3,56 3,50 3,50

3,42

3,40 3,35 3,30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Formula

Gambar 14. Grafik LoA penampakan dari aplikasi 20 formula dan formula exist

Dari semua formula yang ada ternyata formula yang memiliki LoA penampakan yang paling tinggi adalah formula 20 (3.67) dan formula yang memiliki LoA penampakan yang paling rendah berturut-turut adalah formula 7 (3.42). Rata-rata nilai LoA penampakan yang dihasilkan adalah 3.57 dengan standar deviasi 0.066. Seperti yang tampak pada Gambar 14, empat bahan pengisi yang digunakan secara tunggal memiliki tingkat konsistensi LoA penampakan yang berbeda satu sama lain. Bahan pengisi maltodekstrin

33

(formula 4 dan 13) memiliki nilai LoA penampakan yang lebih konsisten dibanding dektrosa (formula 2 dan 20), dekstrin (formula 9 dan 19) dan corn starch (formula 3 dan 8). Gambar 14 menunjukkan gambaran umum grafik LoA penampakan agar lebih mudah melihat seluruh respon yang dihasilkan. Pengolahan data lebih lanjut dengan Design Expert 7.0® diharapkan dapat memberi gambaran yang lebih jelas korelasi antara bahan pengisi dan respon LoA penampakan yang dihasilkan. Berdasarkan analisis menggunakan Design Expert 7.0®, model polinomial dari respon LoA penampakan adalah mean. Model mean tersebut disarankan pada bagian fit summary. Bagian fit summary memang berfungsi untuk membantu memilih model polinomial yang paling sesuai. Pada model ini, hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 5% lack of fit dari model yang dihasilkan tidak signifikan karena lebih besar dari 0.05 (<0.0001) dan F-value sebesar 0.44. Nilai dari lack of fit yang dihasilkan model adalah 0.8965 (Lampiran 2). Nilai lack of fit yang tidak signifikan berarti adanya kesesuaian antara data respon LoA penampakan dengan model. Lack of fit tidak signifikan merepresentasikan model yang baik bagi respon. Nilai predicted R-squared yang dihasilkan bernilai negatif, yaitu -0.1080. Nilai predicted R-squared yang negatif menunjukkan bahwa overall mean memberikan prediksi lebih baik bagi respon LoA penampakan. Model mean pada respon menyebabkan LoA penampakan hanya berupa nilai yaitu 3.57. Pada Gambar 15 terdapat grafik kenormalan internally studentized residuals respon LoA penampakan. Dari grafik yang dihasilkan tampak titik-titik tersebar secara merata sepanjang garis grafik kenormalan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pemenuhan model terhadap asumsi ANOVA pada respon LoA penampakan.

Gambar 15. Grafik kenormalan internally studentized residuals respon LoA penampakan Gambar 16 merupakan grafik contour plot hasil uji respon LoA penampakan. Berdasarkan hasil input dari respon LoA penampakan dihasilkan model polinomial berupa mean sehingga seluruh area grafik contour plot memiliki warna yang sama dimana nilai respon dianggap sama pada setiap kombinasi. Hal ini berarti ketiga komponen yaitu dekstrosa, dekstrin dan maltodekstrin tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap respon LoA penampakan. Grafik contour plot memiliki bentuk segitiga sehingga ketiga komponen yang dijadikan komponen utama yang berpengaruh adalah dekstrosa, maltodekstrin dan dekstrin. Sedangkan corn starch dibuat menjadi komponen yang tidak berubah (0.0990 gram) agar interaksi ketiga komponen yang lain menjadi lebih jelas.

34

Gambar 16. Grafik contour plot hasil uji respon LoA penampakan Gambar 17 menunjukkan bentuk tiga dimensi dari grafik contour plot hasil uji respon LoA penampakan. Pada grafik contour plot tampak bahwa grafik memiliki warna yang sama pada seluruh area sehingga ketika dibuat bentuk tiga dimensinya tampak bahwa grafik berbentuk datar. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa interaksi dari tiga bahan pengisi yaitu dekstrosa, maltodekstrin dan dekstrin tidak berpengaruh nyata pada respon LoA penampakan dimana nilai corn starch disini tetap yaitu 0.0990 gram.

Gambar 17. Grafik tiga dimensi hasil uji respon LoA penampakan

3.

Rasa Keseluruhan Gambar 18 menunjukkan hasil respon LoA rasa keseluruhan dari 20 formula yang dibuat oleh Design Expert 7.0®. Secara umum pada grafik tampak bahwa LoA rasa keseluruhan yang dihasilkan rata-rata memiliki nilai 3.50 atau dengan kata lain memenuhi syarat LoA minimum untuk atribut rasa keseluruhan. Hasil LoA rasa keseluruhan dari aplikasi formula seasoning exist ditunjukkan oleh diagram batang berwarna hitam (formula 21) dimana LoA rasa keseluruhan yang diperoleh cukup tinggi yaitu 3.56. Ada tujuh formula yang memiliki LoA rasa keseluruhan di atas seasoning exist.

35

3,75

3,75 3,70 LoA Rasa Keseluruhan

3,65

3,65 3,60 3,52

3,55 3,50 3,45 3,40

3,48

3,52

3,52

3,54

3,60 3,56

3,54 3,52 3,50

3,48

3,46

3,60

3,60

3,58

3,60

3,44

3,44 3,38

3,35 3,30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Formula Gambar 18. Grafik LoA rasa keseluruhan dari aplikasi 20 formula dan formula exist Dari hasil pengukuran respon LoA rasa keseluruhan seluruh formula, yang memiliki LoA rasa keseluruhan paling tinggi adalah formula 5 (3.75) dan formula yang memiliki LoA rasa keseluruhan terendah adalah formula 8 (3.38). Rata-rata dari respon LoA rasa keseluruhan adalah 3.54 dengan standar deviasi 0.084. Secara umum pada Gambar 18, dari empat bahan pengisi yang digunakan secara tunggal tampak bahwa maltodekstrin (formula 4 dan 13) memiliki nilai LoA penampakan yang lebih konsisten dibanding dektrosa (formula 2 dan 20), dekstrin (formula 9 dan 19) dan corn starch (formula 3 dan 8). Gambar 18 berguna untuk melihat gambaran umum dari seluruh respon LoA rasa keseluruhan yang dihasilkan. Namun, tampak bahwa dari berbagai formula yang disusun tidak memberikan hasil yang signifikan pada respon LoA rasa keseluruhan. Pengolahan data dengan Design Expert 7.0® akan membantu untuk melihat korelasi antara bahan pengisi dan LoA rasa keseluruhan lebih memadai dibandingkan analisis dengan hanya menggunakan grafik pada Gambar 18. Penentuan model polinomial dilakukan pada langkah awal dan hasilnya menunjukkan bahwa model yang harus digunakan adalah mean. Model mean adalah model yang dipilih oleh bagian fit summary. Pemilihan model oleh fit summary akan sangat membantu dalam menentukan model yang dipilih karena fit summary akan memilih model yang paling sesuai. Hasil uji ANOVA pada model ini menunjukkan pada taraf signifikansi 5% lack of fit tidak signifikan karena nilainya lebih besar dari 0.05 (<0.0001) yaitu 0.4184 (Lampiran 2) dan F-value sebesar 1.29. Lack of fit yang diinginkan adalah yang tidak signifikan karena menunjukkan kesesuaian dengan model. Nilai predicted R-squared yang dihasilkan bernilai negatif, yaitu -0.1080. Nilai predicted R-squared yang negatif menunjukkan bahwa overall mean memberikan prediksi lebih baik bagi respon LoA rasa keseluruhan. Model mean pada respon menyebabkan LoA rasa keseluruhan hanya berupa nilai yaitu 3.54. Pada Gambar 19 terdapat grafik kenormalan internally studentized residuals respon LoA rasa keseluruhan. Dari grafik yang dihasilkan tampak titik-titik tersebar secara merata sepanjang garis grafik kenormalan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pemenuhan model terhadap asumsi ANOVA pada respon LoA rasa keseluruhan.

36

Gambar 19. Grafik kenormalan internally studentized residuals respon LoA rasa keseluruhan Gambar 20 menunjukkan grafik contour plot hasil uji respon LoA rasa keseluruhan. Berdasarkan hasil input dari respon LoA rasa keseluruhan dihasilkan model polinomial berupa mean. Model polinomial mean menyebabkan grafik contour plot LoA rasa keseluruhan memiliki warna yang sama pada seluruh area. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi apapun dari ketiga komponen yaitu dekstrosa, maltodekstrin dan dekstrin memiliki hasil yang tidak berbeda nyata. Corn starch sebagai salah satu bahan pengisi akan ditetapkan nilainya agar hubungan ketiga komponen yang lain dapat tampak lebih jelas.

Gambar 20. Grafik contour plot hasil uji respon LoA rasa keseluruhan Gambar 21 adalah bentuk tiga dimensi dari grafik pada gambar 20. Bentuk tiga dimensi menunjukkan permukaan yang datar karena seluruh area memiliki warna yang sama. Artinya, kombinasi ketiga bahan pengisi dan interaksi diantaranya tidak mempengaruhi respon LoA rasa keseluruhan dengan corn starch yang nilainya ditetapkan yaitu 0.0990 gram.

37

Gambar 21. Grafik tiga dimensi hasil uji respon LoA rasa keseluruhan Baik respon aktual LoA penampakan maupun rasa keseluruhan keduanya menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara bahan pengisi dengan LoA penampakan dan rasa keseluruhan dengan uji rating hedonik. Penggunaan uji rating hedonik dipilih karena mengetahui tingkat kesukaan terhadap atribut penampakan dan rasa keseluruhan 20 formula yang disarankan Design Expert 7.0®. Namun ternyata tingkat kesukaan panelis tidak berbeda nyata terhadap 20 formula tersebut. Relasi antara ketiga respon mungkin akan lebih tampak bila digunakan uji deskriptif dengan metode QDA. Metode ini akan menghasilkan spider web yang berfungsi untuk mengamati pengaruh kelekatan pada atribut penampakan dan rasa keseluruhan. Setiap formula bahan pengisi akan memberikan spider web yang berbeda dan khas. Namun karena keterbatasan sarana, uji ini sulit dilakukan pada penelitian kali ini sebab diperlukan pelatihan panelis terlebih dahulu dan menggunakan standar selama pelatihan untuk menstimulasi terminologi yang baku dan seragam (Meilgaard et. al. 1999). Sebab lainnya karena mungkin ada formula yang memiliki tingkat kesukaan di atas standar sehingga sebaiknya tidak dibatasi dengan persepsi awal terhadap standar.

D. SARAN FORMULA DESIGN EXPERT 7.0® Setelah dilakukan analisis, langkah berikutnya adalah menentukan kriteria pada bagian Optimization. Pada bagian Criteria atur kriteria tiap komponen. Komponen yang termasuk variabel berubah diatur agar menjadi kategori in range dengan batas lower dan upper dari 0.0000 hingga 0.3962 gram sedang komponen yang merupakan respon diatur sesuai kebutuhan. Karena semua respon yang ada adalah respon yang ingin dimaksimalkan sehingga kategorinya diatur menjadi maksimal. Ada beberapa respon yang tingkat importancenya lebih besar daripada yang lain yaitu kelekatan (%) yang diberi nilai empat dimana respon lainnya seperti LoA penampakan dan rasa keseluruhan hanya diberi nilai tiga. Semua respon yang dihasilkan dari 20 formula memiliki model polinomial yang sama yaitu mean sehingga semua saran yang diberikan memiliki nilai prediksi yang sama pada setiap respon dengan tingkat desirability yang sama. Nilai prediksi yang diberikan bagi ketiga respon adalah 95.14% bagi respon kelekatan (%), 3.57 bagi LoA penampakan dan 3.54 bagi LoA rasa keseluruhan. Program Design Expert 7.0® memberikan 30 saran dengan berbagai kombinasi dari keempat jenis bahan pengisi. Formula saran tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari semua saran yang diberikan bila ditinjau secara umum tampak bahwa semua saran yang diberikan memilih formula yang terdiri

38

atas empat bahan pengisi. Secara umum dianggap kombinasi empat bahan pengisi lebih dipilih karena menghasilkan respon kelekatan (%), LoA penampakan dan rasa keseluruhan yang lebih baik. Komposisi keempat bahan pengisi tersebut sangat beragam dan menurut Design Expert 7.0® keragaman kombinasi tersebut diasumsikan tidak akan mempengaruhi respon secara nyata. Semua saran yang diberikan dianggap akan memberikan respon dengan nilai yang sama. Walaupun hasil respon agak berbeda namun diprediksi masih dalam kisaran tertentu. Banyaknya saran yang dihasilkan dengan prediksi hasil respon yang sama menyebabkan perlu dilakukan seleksi dengan kriteria lain.

E. VERIFIKASI Sebelum memilih saran yang digunakan terlebih dahulu harus dilakukan verifikasi agar dapat dipastikan bahwa model yang ada dapat digunakan untuk menentukan formula atau tidak. Karena ada 30 saran yang diberikan oleh progran Design Expert 7.0® dengan nilai respon yang sama sehingga dipilih dua formula secara acak untuk diaplikasikan dan diuji responnya. Kedua formula tersebut adalah formula 6 (SA) dan 16 (SB) dalam Lampiran 3. Formula 6 memiliki komposisi bahan pengisi 0.0414 gram dekstrosa, 0.1518 gram maltodekstrin, 0.0962 gram dekstrin dan 0.1067 gram corn starch. Sedangkan formula 16 memiliki komposisi bahan pengisi yang terdiri atas 0.2128 gram dekstrosa, 0.0405 gram maltodekstrin, 0.0707 gram dekstrin dan 0.0721 gram corn starch. Hasil aplikasi dari formula 6 menghasilkan respon kelekatan 95.52%, LoA penampakan 3.71 dan LoA rasa keseluruhan 3.67. Sedangkan formula 16 menghasilkan respon kelekatan 94.69%, LoA penampakan 3.62 dan LoA rasa keseluruhan 3.56. Hasil verifikasi lebih lengkapnya ada pada Tabel 4. Program Design Expert 7.0® tidak hanya memberikan saran tetapi juga nilai Confident Interval (CI) dan Prediction Interval (PI) sebesar 95%. CI 95% adalah kisaran yang menunjukkan ekspektasi rata-rata dengan taraf signifikansi 95%. Sedangkan PI 95% adalah kisaran yang menunjukkan ekspektasi respon secara individual pada taraf signifikansi 95%. PI akan memiliki sebaran yang lebih luas dari pada CI sebab ekspektasi pada respon individu lebih luas dibanding respon rata-rata. Tabel 4. Hasil verifikasi respon formula saran hasil optimasi program Design Expert 7.0®

Respon Kelekatan (%) LoA penampakan LoA rasa keseluruhan

Formula Saran 95% 95% Verifikasi CI CI Saran 16 low high

Prediksi

Verifikasi Saran 6

95% PI low

95% PI high

95.14

95.52

94.69

94.53

95.75

92.34

97.94

3.57

3.71

3.62

3.53

3.60

3.42

3.71

3.54

3.67

3.56

3.50

3.58

3.36

3.72

Dari Tabel 4 tampak bahwa formula saran 6 memiliki kesesuaian respon kelekatan (%) karena hasil responnya masih memenuhi CI 95%, respon LoA penampakan dan rasa keseluruhan juga masih memenuhi PI 95%. Sedang formula saran 16 memiliki respon kelekatan (%) yang nilainya memenuhi CI 95%, dengan respon LoA penampakan memenuhi PI 95% dan LoA rasa keseluruhan memenuhi CI 95%. Hasil verifikasi dua formula saran tersebut menyatakan bahwa

39

model yang ada dapat digunakan untuk menentukan formula optimal. Perbedaan dengan nilai yang diprediksi memang terjadi namun hal tersebut dapat ditoleransi selama masih memenuhi 95% Confident Interval dan 95% Prediction Interval yang telah diprediksikan.

F. SELEKSI FORMULA Karena saran yang diperoleh berjumlah 30 dan menghasilkan respon yang kurang lebih sama sehingga diperlukan pengerucutan saran dengan menambahkan kriteria berupa harga bahan baku. Keempat bahan pengisi memiliki harga yang bervariasi. Berdasarkan harga keempat bahan baku tersebut di pasaran, dipilihlah formula saran yang memiliki komposisi corn starch terbesar dimana corn starch memiliki harga paling murah dibanding bahan pengisi lainnya. Harga keempat bahan pengisi tersebut berturut-turut dari yang paling mahal hingga paling murah adalah dekstrin, dekstrosa dan maltodekstrin, lalu corn starch. Kelima formula saran yang terpilih bukanlah formula yang benar-benar baku. Dalam arti, bila formula saran ingin diubah komposisinya agar diperoleh formula yang lebih sederhana maka hal tersebut dapat dilakukan selama perbandingan yang dibuat tidak berbeda terlalu signifikan. Hal ini memungkinkan sebab berdasarkan saran yang diberikan program Design Expert 7.0® bahwa kombinasi keempat formula akan menghasilkan respon yang tidak berbeda nyata. Tabel 5. Formula terpilih berdasarkan kriteria harga bahan baku Kombinasi 22 11 24 28 8

Dekstrosa 0.0554 0.1023 0.0590 0.0671 0.1873

Bobot (gram) Maltodekstrin 0.0481 0.0131 0.0553 0.1209 0.0040

Dekstrin 0.0140 0.0481 0.0849 0.0309 0.0374

Corn Starch 0.2786 0.2327 0.1970 0.1773 0.1675

40

VI. PENUTUP A. SIMPULAN Optimasi formula bahan pengisi menggunakan program Design Expert 7.0® menghasilkan 30 formula saran yang telah dipersempit menjadi lima formula berdasarkan kategori harga bahan baku. Formula tersebut adalah formula saran 22 (0.0554 gram dekstrosa, 0.0481 gram maltodekstrin, 0.0140 gram dekstrin dan 0.2786 gram corn starch), 11 (0.1023 gram dekstrosa, 0.0131 gram maltodekstrin, 0.0481 gram dekstrin dan 0.2327 gram corn starch), 24 (0.0590 gram dekstrosa, 0.0553 gram maltodekstrin, 0.0849 gram dekstrin dan 0.1970 gram corn starch), 28 (0.0671 gram dekstrosa, 0.1209 gram maltodekstrin, 0.0309 gram dekstrin dan 0.1773 gram corn starch) dan 8 (0.1873 gram dekstrosa, 0.0040 gram maltodekstrin, 0.0374 gram dekstrin dan 0.1675 gram corn starch). Pada dasarnya 30 formula saran tersebut memiliki respon prediksi dengan nilai yang sama yaitu kelekatan (%) 95.14 %, LoA penampakan 3.57 dan LoA rasa keseluruhan 3.54. Tingkat desirability dari lima formula tersebut adalah 0.5491 yang artinya formula akan menghasilkan produk dengan karakterisistik yang sesuai target sebesar 54.91%. Seusai memprediksi kemudian dilakukan verifikasi untuk memastikan bahwa hasil aktual memiliki kesesuaian dengan prediksi. Hasil verifikasi formula 6 menghasilkan respon kelekatan 95.52%, LoA penampakan 3.71 dan LoA rasa keseluruhan 3.67. Hasil verifikasi formula 16 menghasilkan respon kelekatan 94.69%, LoA penampakan 3.62 dan LoA rasa keseluruhan 3.56. Walaupun hasil verifikasi menunjukkan kesesuaian namun desirability yang dihasilkan tidak dapat dikatakan tinggi hal tersebut menunjukkan bahwa bahan pengisi (dekstrosa, maltodekstrin, dekstrin dan corn starch) tidak berpengaruh nyata pada respon kelekatan, LoA penampakan dan rasa keseluruhan dari seasoning garlic A.

B. REKOMENDASI Permasalahan kelekatan seasoning garlic A yang diakibatkan penggunaan bahan pengisi pada dosis 5.70% sulit dideteksi sebab dari respon yang dihasilkan memiliki perbedaan kisaran nilainya sangat kecil. Perlu dilakukan peningkatan yang signifikan dari dosis bahan pengisi pada seasoning garlic A agar dapat memberikan respon dengan hasil yang lebih baik. Selain itu, pengujian kelekatan seasoning garlic A dengan komposisi bahan pengisi yang lebih tinggi sebaiknya dilakukan dengan menguji kelekatannya terlebih dahulu tanpa melibatkan respon lainnya seperti atribut sensori dari produk. Hal ini dikarenakan interaksi yang sangat kompleks dari keempat jenis bahan pengisi dengan berbagai komponen dalam seasoning garlic tanpa bahan pengisi yang terjadi dapat mempengaruhi respon yang dihasilkan sehingga sebaiknya dilakukan penelitian secara terpisah. Visual analyzer adalah metode lain yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengamati kelekatan selain metode pengukuran kesetimbangan massa. Uji sensori dengan uji deskripsi disarankan untuk melihat hubungan antara respon kelekatan terhadap LoA penampakan dan LoA rasa keseluruhan. Penambahan uji kerontokan dapat dilakukan bila ingin diketahui kelekatan produk (%) hingga proses distribusi.

41

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah DR, Waysima. 2009. Buku Ajar Evaluasi Sensori Produk Pangan. ed ke-1. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. [Anonim]. 2006. Design-expert 7 user‟s guide. [e-book] http://stat-ease.com/. [3 September 2011]. Anonymous. 1985. Webster‟s Ninth New Collegiate Dictionary. In: Lusas EW and Rooney LW (ed). Snack Food Processings. CRC Press, Boca Raton. Badan Pusat Statistik. 2007. Large and Medium Industrial Statistic – Production (2007). In: USDA Foreign Agricultural Service. Global Agricultural International Network Report : Snack Food Ingredient. http://gain.fas.usda.gov/Recent%20GAIN%20Publications/Snack%20Food%20Ingredient_Jak arta_Indonesia_11-26-2010.pdf [20 Agustus 2011] Barringer S. 2006. Coating Snack Food. In: Hui YH (ed). Handbook of Food Science, Technology, and Engineering, Volume Four. Taylor and Fracis Group, LLC, New York. Carson JF. 1987. Chemistry and biological properties of onions and garlic. Food-Rev. International 3(1/2):71-103. In:Reineccius G (ed). 1994. Source Book of Flavors:Second Edition. Chapman &Hall, NewYork. Chung M S, Ruan R R, Chen P, Chung S H, Ahn T H, and Lee K H. 2000. Study caking in powdered foods using nuclear magnetic resonance spectroscopy. J. Journal of Food Science 65 (1): 134– 138 Church DCF. 1999. Savory Flavors for Snacks and Crisps. In: Ashurst et. al (ed). Food Flavorings Third Edition. An Aspen Publishers, Inc, Gaithersburg-Maryland. Collins PM(ed). 1998. Dictionary of Carbohydrates. Chapman & Hall, London. Cornell JA. 1990. Experiments with Mixtures: Designs, Models, and The Analysis of Mixture Data. 2nd ed. New York: John Wiley&Sons. De Rovira DA. 1999. FLAVORS: And General Guide for Those Training in the Art and Science of Flavor Chemistry. Food & Nutrition Press Inc, Connecticut. USA. Fullbrook PD. 1984. The Enzimic Production of Glucose Syrups. In: Dziedzic SZ dan Kearsley MW(eds). Glucose Syrup:Science and Technology. Elvesier Applied Science Publisher, New York.

42

Hanify DE. 2000. Operations After Shaping and Drying: Snack Seasoning Application. In: Lusas E W and Raymond LW (ed). Snack Foods Processing. CRC Press, Boca Raton. Howling D. 1979. The General Science and Technology of Glucose Syrup. In: Birch GG dan Parker KJ (ed). Sugar Science and Technology. Applied Science Publisher, New York. Igoe RS and Hui YH. 2001. Dictionary of Food Ingredients Fourth Edition. Aspen Publishers, Inc, Gaithersburg, Maryland. Kearsley MW dan Dziedzic SZ. 1995. Physichal and chemical properties of glucose syrup. In: Kearsley MWJ dan Dziedzic SZ(eds). Handbook of Starch Hidrolysis Product and Their Derivatives. Blackie Academic&Professional, London. Kennedy JF, Knill CJ, Taylor DW. 1995. Maltodekstrin. In: Kearsley MW and Dziedzic SZ(eds). Handbook of Starch Hidrolysis Product and Their Derivatives. Blackie Academic&Professional, London. Kramer ME. 2009. Structure and Function of Starch-Based Edible Films and Coatings. In: Embuscado ME and Huber KC(eds). Edible Films and Coatings for Food Applications. Springer Science+Bussiness Media, New York. Lusas EW. 2000. The Snack Foods Setting: OVERVIEW. In: Lusas E W and Raymond LW (ed). Snack Foods Processing. CRC Press, Boca Raton. Mac Allister RV, Wadnip EK, dan Schnyder. 1975. In: Reed H(ed.) Enzyme in Food Processing. Academic Press, New York. McDonald M .1984. Uses of Glucose Syrup in The Food Industry. In: Dziedzic SZ dan Kearsley MW(eds). Glucose Syrup:Science and Technology. Elvesier Applied Science Publisher, NewYork. Meilgaard M, Civille G, dan Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques Third Edition. CRC Press, Florida. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Balai Pustaka, Jakarta. Rahman AM. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka dan MOCAL (Modified Cassava Flour) sebagai Penyalut pada Kacang Salut[skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Raymond E K dan Othner DF. 1954. Encyclopedia of Chemical Technology Volume 4. The Interscience Encyclopedia, Inc, New York. Reineccius G (ed). 1994. Source Book of Flavors:Second Edition. Chapman &Hall, NewYork.

43

Roper H. 1996. Starch: Present Use and Future Utilization. In: Van Bekkum, Ropper HH, dan Voragen AGJ(eds). Carbohydrates as Organic Raw Materials III. VCH Publisher, Weinheim. Satterhwaite RW dan Iwinski DJ. 1973. Starch Dextrins. In: Whistler RL(ed). Industrial Gums Polysaccharides and Their Derivatives. Academic Press, New York. Seighman J. 2001. Snack Food Seasonings. In: Lusas EW and Rooney LW (ed). Snack Food Processings. CRC Press, Boca Raton. Underriner, E W.1994. Handbook of Industrial Seasoning. Blackie Academic & Proffesional. Maryland. USA. USDA Foreign Agricultural Service. 2010. Global Agricultural International Network Report : Snack Food Ingredient. http://gain.fas.usda.gov/Recent%20GAIN%20Publications/Snack%20Food%20Ingredient_Jak arta_Indonesia_11-26-2010.pdf [20 Agustus 2011]. Westing LL dan Rennecius F.1998.Shelf life of Storage Oil: Effect of Encapsulation by: Spray Drying, Extrusion and Molecular Inclusion. In: Ricsh SJ, Rennecius GA (eds). Flavor Encapsulation; ACS Symposium Series 370; Aamerican Chemical Society, Washington DC.

44

LAMPIRAN

45

Lampiran 1. Rekapitulasi data hasil pengukuran respon 20 formula dan formula exist

Bobot (gram) Formula

46

1 2 3 4 5 6 7

Seasoning tanpa Bahan Pengisi 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538

Dekstrosa

Maltodekstrin

Dekstrin

Corn Starch

Kelekatan (%)

Penampakan

0 0.3962 0 0 0.0473 0.1004 0.1981

0.1981 0 0 0.3962 0.2493 0.0976 0.1981

0 0 0 0 0.0501 0.0997 0

0.1981 0 0.3962 0 0.0495 0.0985 0

95.86 95.41 95.87 96.97 93.49 94.34 94.57

3.56 3.58 3.65 3.58 3.60 3.54 3.42

Rasa Keseluruhan 3.60 3.48 3.52 3.52 3.75 3.46 3.44

8

6.5538

0

0

0

0.3962

92.70

3.52

3.38

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 exist

6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 6.5538 -

0 0 0 0.2492 0 0.0493 0.1981 0.0507 0.1981 0.1981 0 0.3962 -

0 0.1981 0 0.0470 0.3962 0.0492 0 0.0496 0.1981 0 0 0 -

0.3962 0.1981 0.1981 0.0498 0 0.0507 0.1981 0.2487 0 0 0.3962 0 -

0 0 0.1981 0.0502 0 0.2470 0 0.0472 0 0.1981 0 0 -

91.84 94.61 95.30 96.92 94.82 96.24 95.65 95.58 96.00 95.92 94.72 95.95 92.94

3.52 3.48 3.65 3.50 3.50 3.52 3.65 3.56 3.60 3.58 3.62 3.67 3.58

3.48 3.44 3.65 3.52 3.58 3.54 3.60 3.54 3.52 3.50 3.60 3.60 3.56

46

Lampiran 2. Hasil analisis ANOVA seluruh respon dari program Design Expert 7.0®

Respon

Model

Source

model Residual: Kelekatan mean  Lack of Fit (%)  Pure Error Cor total model Residual: LoA mean  Lack of Fit penampakan  Pure Error Cor total model Residual: LoA rasa mean  Lack of Fit keseluruhan  Pure Error Cor total * significant (√) / not significant (×)

Sum of Squares 0.000 32.410 19.790 12.610 32.410 0.000 0.082 0.045 0.037 0.082 0.000 0.130 0.110 0.029 0.130

df 0 19 14 5 19 0 19 14 5 19 0 19 14 5 19

Mean Square 1.71 1.41 2.52

4.332 x10-3 3.243 x10-3 7.380 x10-3

7.067 x10-3 7.506 x10-3 5.840 x10-3

F-value

p-value Prob>F

Sig*

0.56

0.8193

×

0.44

0.8965

×

1.29

0.4184

×

Equation

95.14

3.57

3.54

47

47

Lampiran 3. Formula yang disarankan program Design Expert 7.0®

Saran

Dekstrosa (g)

Maltodekstrin (g)

Dekstrin (g)

Corn Starch (g)

Kelekatan (%)

Penampakan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

0.1529 0.0962 0.1411 0.0709 0.1721 0.0414 0.0859 0.1873 0.0582 0.1014 0.1023 0.0924 0.0313 0.1479 0.0988 0.2128 0.1057 0.1178 0.1000 0.0426 0.1048

0.0703 0.1321 0.0840 0.1274 0.0203 0.1518 0.0441 0.0040 0.1311 0.1362 0.0131 0.1181 0.1786 0.1103 0.1179 0.0405 0.0139 0.0702 0.0839 0.1176 0.1008

0.0290 0.1168 0.1187 0.1695 0.1442 0.0962 0.1289 0.0374 0.1059 0.1032 0.0481 0.0773 0.0291 0.0106 0.1755 0.0707 0.1242 0.1672 0.0751 0.0913 0.1376

0.1440 0.0511 0.0523 0.0284 0.0596 0.1067 0.1373 0.1675 0.1010 0.0553 0.2327 0.1084 0.1571 0.1274 0.0040 0.0721 0.1524 0.0410 0.1371 0.1447 0.0530

95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14

3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57

Rasa Keseluruhan 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54

Desirability 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491

48

48

22 23 24 25 26 27 28 29 30

0.0554 0.0494 0.0590 0.2384 0.1402 0.1137 0.0671 0.0975 0.1083

0.0481 0.1251 0.0553 0.0102 0.1479 0.0418 0.1209 0.0029 0.0965

0.0140 0.1225 0.0849 0,1102 0,0199 0.2030 0.0309 0.1491 0.0805

0.2786 0.0992 0.1970 0,0373 0.0882 0.0376 0.1773 0.1467 0.1109

95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14 95.14

3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57 3.57

3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54 3.54

0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491 0.5491

49

49

Lampiran 4. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 1

50

Lampiran 5. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 2

51

Lampiran 6. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 3

52

Lampiran 7. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 4

53

Lampiran 8. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 5

54

Lampiran 9. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 6

55

Lampiran 10. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 7

56

Lampiran 11. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 8

57

Lampiran 12. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 9

58

Lampiran 13. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 10

59

Lampiran 14. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 11

60

Lampiran 15. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 12

61

Lampiran 16. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 13

62

Lampiran 17. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 14

63

Lampiran 18. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 15

64

Lampiran 19. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 16

65

Lampiran 20. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 17

66

Lampiran 21. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 18

67

Lampiran 22. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 19

68

Lampiran 23. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 20

69

Lampiran 24. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 21 (exist)

70

Lampiran 25. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 22 (SA)

71

Lampiran 26. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 23 (SB)

72

Related Documents

Pengisi Materi.docx
June 2020 2
Bahan
October 2019 64
Bahan
July 2020 55
Bahan
August 2019 62