Bab Iv.docx

  • Uploaded by: Orang Kaya
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Iv.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,606
  • Pages: 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Instalasi pengolahan limbah cair di PT ITS telah beroperasi sejak bulan Mei 1976. Instalasi ini digunakan untuk mengolah limbah yang berasal dari beberapa departemen di PT ITS seperti Nylon Filament Yarn (NFY), Polyester Staple Fiber (PSF), Polyester Filament Yarn (PFY) dan Polinesia Resindo (PNR). Limbah cair dihasilkan dari beberapa proses seperti esterifikasi dan spinning pada produksi ataupun limbah hasil pencucian alat yang berasal dari laboratorium. Waste Water Treatment (WWT) di PT ITS ini menggunakan metode lumpur aktif atau Activated Sludge Methode (ASM). Terdapat beberapa bagian pada proses pengolahan ini, yaitu: 1. Cooling Tower Effluent awal dari pabrik umumnya suhunya berkisar antara 35-60°C. Sehingga digunakan cooling tower sebagai pendingin dan suhunya akan turun menjadi 28-34°C. Temperatur air buangan harus dijaga pada suhu 28-34°C, karena akan mempengaruhi proses pada tangki aerasi dimana tempat bakteri berada. 2. Raw Water Basin Raw water basin ini berkapasitas 1450 m³ dan berfungsi sebagai tempat penampungan dari semua limbah yang akan diolah. 3. Neutralization Tank

Pada tangki netralisasi ini, limbah dari raw water tank akan ditambahkan beberapa bahan kimia seperti HCl, NaOH, H₃PO₄ dan urea. Penambahan bahanbahan kimia tersebut dilakukan secara otomatis oleh pH controller yang terhubung langsung dengan pompa penampung chemical tersebut. Pada tangki ini, pH dari raw water akan dijaga pada pH 6-8. Pada pH < 6, pH controller akan mengirim sinyal ke pompa NaOH sehingga akan terjadi penambahan NaOH secara otomatis. Apabila pH nya >8 maka akan terjadi penambahan HCl secara otomatis. H₃PO₄ dan urea ditambahkan sebagai nutrien untuk proses pencernaan oleh bakteri. H₃PO₄ ditambahkan sebagai sumber posfat, sedangkan urea ditambahkan sebagai sumber nitrogen. 4. Aeration Tank Tangki aerasi pada proses pengolahan limbah ini berkapasitas 3.920 m³. Pada tangki aerasi terjadi proses penguraian zat organik oleh bakteri. Bakteri atau mikroba akan melakukan hidrolisis zat organik yang terdapat pada air buangan dengan menggunakan enzim hydrolytic. Proses penguraian yang terjadi marupakan proses aerobik, karena bakteri-bakteri menggunakan oksigen pada proses penguraiannya. Sehingga untuk suplai oksigennya, digunakan blower pada tangki aerasi ini. Dengan adanya suplai oksigen, bakteri-bakteri akan mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat pada air buangan sehingga semuanya terurai menjadi CO₂ dan H₂O. Pada waktu yang bersamaan, mikroba tersebut akan berkembang biak karena mendapatkan energi dari proses penguraian. Selanjutnya mikroba tersebut akan membuat zat kental dan akhirnya terbentuk sludge flock.

Setelah melalui tangki aerasi, air limbah akan ditambah dengan koagulan Kuriflock Pa. 322. Kuriflock merupakan polimer dengan berat molekul tinggi dan dapat mengikat flock-flock yang telah terbentuk sehingga menjadi flock yang lebih besar dan akan lebih mudah untuk dipisahkan. 5. Sedimentation Pit Sedimentation pit ini berkapasitas 1.660 m³. Pada bagian ini, flock yang terbentuk akan diendapkan sehingga bagian permukaan dari tangki sedimentasi ini adalah Treated Water (TW) yang sudah bersih dan aman untuk dibuang ke sungai. Flock atau lumpur yang terendapkan pada pit ini, sebagian dikembalikan ke tangki aerasi sebagai Sludge Return (SR) dan kelebihan lumpurnya (excess sludge) akan ditransfer ke natural drying bed untuk diproses lebih lanjut. 6. Natural Drying Bed Lumpur dari waste water treatment akan diproses pada bagian ini. Sebelum dibakar atau dikeringkan di incinerator, lumpur ditambahkan flokulan new rita (NR-8060) yang merupakan polimer kationik dan polialumunium klorida (PAC). PAC atau polialuminium klorida telah digunakan secara luas sebagai flokulan utuk air, limbah industri, dan beberapa aplikasi koagulasi-flokulasi lainnya. Hal ini karena PAC memiliki karakterisitik muatan positif yang tinggi dan dapat mengikat agregat dengan kuat (Pi et al., 2008). Kedua flokulan tersebut ditambahkan untuk memisahkan lumpur dari air. Produk dari proses penambahan flokulan ini adalah Wet Cake (WC). Wet cake kemudian akan dikeringkan di incinerator menjadi produk Dry Cake. Produk dry cake (DC) ini kemudian akan di transfer ke BTG (Boiler Turbin Generator). BTG

merupakan pembangkit listrik tenaga uap yang digunakan PT ITS untuk suplai listrik keseluruh bagian PT ITS. Di BTG, Dry Cake (DC) akan dibakar bersama dengan batu bara untuk menghasilkan listrik. Analisis karakteristik sifat limbah pada proses ASM (Activated Sludge Method) yang diujikan berupa analisis MC, analisis MLSS, TSS, pH dan COD. 4.1 Hasil analisis MC Moisture Content atau ukuran kelembapan adalah indikasi yang menyatakan kadar air dalam suatu sampel. Pada pengukuran %MC ini, sampel yang diukur kadar airnya adalah wet cake dan dry cake. Wet cake perlu diketahui kadar airnya untuk mengetahui seberapa banyak energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan di incinerator, sedangkan dry cake diukur kadar airnya untuk mengetahui apakah dry cake layak untuk ikut dibakar bersama batu bara di BTG. Kandungan kadar air yang terlalu tinggi pada dry cake dikhawatirkan akan mengganggu proses pembakaran di BTG. Instrumen yang digunakan untuk mengukur %MC nya adalah Halogen Moisture Meter. Alat ini mengukur kelembapan suatu sampel dengan prinsip termogravimetri dimana sampel dikeringkan dan berat sampel yang hilang dianggap sebagai persentase dari air yang terkandung dalam sampel. Pemanasannya memanfaatkan lampu halogen, disebut lampu halogen karena gas yang diisikan kedalam lampunya merupakan gas halogen. Sampel akan dipanaskan hingga beratnya stabil, kemudian instrumen ini akan mengeluarkan

output berupa print out %MC nya. Dari hasil analisa tanggal 6 hingga 20 Februari didapatkan data %MC dari kedua sampel. Tabel 4.1 Hasil analisis MC Sampel No Dry Cake Wet Cake 1 6,67 % 82,40 % 2 3,40 % 86,47 % 3 2,94 % 88,24 % 4 2,44 % 88,73 % 5 3,92 % 89,11 % 6 4,13 % 87,98 % 7 4,88 % 86,21 % 8 3,50 % 86,36 % 9 4,35 % 84,08 % 10 5,85 % 85,64 % Data diatas menunjukan perubahan %MC dari sampel dry cake dan wet cake. Pada sampel dry cake kandungan air tertingginya adalah 6,67%, sedangkan kandungan air terendahnya adalah 2,44%. Berdasarkan data analisis dry cake dapat diketahui bahwa pembakaran di incinerator paling bagus terjadi pada tanggal 9 Februari karena kandungan airnya paling sedikit. Keseluruhan data yang didapat adalah normal karena standar kadar air pada dry cake adalah ≤ 30%. Sedangkan untuk sampel wet cake, kandungan airnya yang paling tinggi adalah 89,11% dan kandungan air terendahnya adalah pada 82,40%. Dari data wet cake dapat diketahui bahwa pada tanggal 6 Februari, koagulan bekerja paling maksimal karena kandungan air wet cake nya minimum sehingga energi yang dibutuhkan untuk mengeringkannya lebih sedikit. Kadar air hasil analisis ke 2 sampai 8 dinyatakan abnormal karena standar kadar air untuk wet cake adalah ≤ 86%.

4.2 Hasil analisis MLSS MLSS merupakan indeks yang digunakan untuk menyatakan level lumpur atau padatan yang tersuspensi. MLSS juga bisa digunakan sebagai indikator untuk mengestimasi jumlah mikroba atau bakteri karena flok yang terbentuk merupakan hasil dari aktivitas bakteri. MLSS secara rutin dicek karena harganya menentukan proses sedimentasi pada proses pengolahan. Harga MLSS yang tinggi pada aeration water akan menyulitkan proses sedimentasi karna level sludgenya terlalu banyak. Sedangkan harga MLSS yang terlalu rendah pada sludge return akan mempengaruhi proses pencernaan zat organik pada aeration tank karena jumlah mikroba yang sedikit. Sehingga dengan mengukur MLSS secara rutin, dapat diatur flowrate dari sludge return. MLSS dinyatakan dalam satuan ppm (part per million) atau mg/L. Data yang didapat dari tanggal 6 hingga 20 Februari 2017 sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil analisis MLSS Sampel No AW (ppm) SR (ppm) 1 6440 7418 2 6000 7628 3 5698 7386 4 5740 7550 5 5720 8172 6 5240 8360 7 5838 6376 8 6622 8246 9 5514 7738 10 5674 7666

Dari data yang didapat, MLSS untuk sampel Aeration Water (AW) paling tinggi adalah 6622 ppm dan yang terendah adalah 5240 ppm. Keseluruhan data yang didapat dinyatakan normal karena standar MLSS untuk sampel AW adalah 4000 ppm – 8000 ppm. Sedangkan untuk sampel Sludge Return (SR), kadar MLSS paling tingginya adalah 8360 ppm dan MLSS terendahnya adalah 6376 ppm. Keseluruhan data dinyatakan normal dikarenakan standar MLSS untuk sampel SR berkisar antara 5000-10000 ppm. 4.3 Hasil analisis TSS Pada pengukuran Total Suspended Solid (TSS), sampel yang diukur TSS nya adalah sampel dehydrator. Sampel dehydrator merupakan kelebihan lumpur di sediment tank yang ditransfer ke natural drying bed untuk diubah menjadi dry cake. Harga TSS perlu diketahui untuk mengestimasi jumlah dry cake yang akan dihasilkan. Sama seperti MLSS, TSS juga dinyatakan dalam satuan ppm. Namun terdapat perbedaan pada metode yang digunakan untuk pengukuran MLSS dan TSS dimana pada penentuan tss digunakan cara filtrasi biasa yaitu dengan memanfaatkan gravitasi (gravimetri). Sedangkan pada penentuan TSS, digunakan alat filtrasi yang menerapkan prinsip buchner dimana digunakan vakum udara penghisap agar proses filtrasinya dapat berlangsung lebih cepat. Apabila tidak digunakan vakum udara, proses penyaringan akan berlangsung lama karena partikel-partikel sampel dehydrator dapat menutupi pori-pori kertas saring. Standar TSS sampel dehydrator adalah maksimum 7000 ppm. Data yang didapat dari tanggal 6 hingga 20 Februari:

Tabel 4.3 Hasil analisis TSS No TSS (ppm) 1 1636 2 2826 3 1900 4 3986 5 2552 6 2392 7 2258 8 1968 9 2136 10 3368 Dari data yang diatas, didapat harga TSS paling tinggi adalah 3986 ppm sedangkan harga TSS paling rendah adalah 1636 ppm. Sehingga dapat diketahui bahwa produk dry cake paling tinggi dihasilkan adalah pada 9 Februari karena harga TSS nya paling tinggi. 4.4 Hasil analisis pH Pada pengukuran pH dilakukan pengecekan rutin untuk sampel AW, sedangkan untuk sampel RW, TW dan ITS dilakukan pengecekan seminggu sekali setiap hari selasa. Sampel AW berasal dari tangki aerasi yang merupakan bagian utama dari proses pengolahan limbah dengan metode lumpur aktif. Dikarenakan pada tangki inilah proses penguraian limbah terjadi, sehingga agar hasil yang diperoleh baik maka kondisinya harus selalu dikontrol. Kondisi yang tepat untuk bakteri beraktivitas adalah pada pH 6,5 – 7,5. Apabila pH pada tangki aerasi sangat rendah atau sangat tinggi (kondisi ekstrim) maka akan memberikan dampak yang fatal seperti kematian bakteri atau mikroba agen pengurai zat organik, sehingga efisiensi penjernihan limbah akan turun. Sebelum digunakan

untuk mengukur sampel, pH meter perlu dikalibrasi agar hasil pengukurannya tepat. Larutan standar yang digunakan untuk kalibrasinya adalah larutan pH 4 dan pH 7. Data yang didapat dari tanggal 6 hingga 20 Februari yaitu sebagai berikut:

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RW 4,8 4,5 -

Tabel 4.4 Hasil analisis pH Sampel TW AW 7,2 7,4 7,0 7,2 7,4 7,4 7,4 7,4 7,6 7,4 7,4 7,2

ITS 7,0 7,0 -

Tabel diatas merupakan perubahan pH sampel RW, AW, TW dan ITS. Sampel AW berasal dari tangki aerasi. pH pada tangki aerasi berkisar antara 6 – 8. Dari data sampel AW dapat dilihat bahwa pH maksimumnya adalah 7,4 sedangkan pH minimumnya adalah 7,0 sehingga dapat dikatakan normal. Hasil yang didapat untuk sampel RW, TW dan ITS pada hari Selasa tanggal 7 Februari 2017, nilai pH untuk sampel ITS adalah 7, untuk sampel TW adalah 7,4 dan untuk sampel RW adalah 4,8. Sedangkan pada hari Selasa tanggal 14 Februari 2017, nilai pH untuk sampel ITS adalah 7, untuk sampel TW adalah 7,6 dan untuk sampel RW adalah 4,5. Nilai pH yang asam pada sampel RW disebabkan karena sampel RW belum melewati proses treatment sehingga nilai pH nya masih rendah (asam). Nilai pH yang didapat untuk sampel TW dan ITS normal karena berkisar

antara 6-8 yang merupakan range yang aman bagi air olahan untuk dibuang ke badan air selanjutnya. 4.5 Hasil analisis COD Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium dikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat, sehingga semua bahan organik, baik yang mudah terurai maupun yang kompleks dan sulit terurai, akan teroksidasi. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada (Boyd, 1990). Sampel yang diukur nilai COD nya adalah sampel ITS, TW dan RW. Pada pengukurannya, digunakan COD vial dan fotometer. COD vial berisi beberapa bahan kimia yang biasa digunakan untuk analisa COD secara manual. Bahanbahan kimia yang terkandung adalah seperti raksa sulfat (HgSO₄), asam sulfat( H₂SO₄) dan kalium dikromat (K₂Cr₂O₇). Prinsip analisa COD menurut Mahida (1984) yaitu sebagian zat organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih. Bahan buangan organik akan dioksidasi oleh kalium dikromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom (III). Kalium dikromat atau K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi berikut ini:

CHON + Cr2O72- + H+

CO2 + H2O + 2Cr3+ + NH₄⁺

Zat organik pada air limbah dituliskan sebagai CHON yang kemudian di oksidasi oleh kalium dikromat menghasilkan CO₂, H₂O serta ion amonium. Pemanasan dilakukan selama 2 jam pada suhu 105°C agar reaksi berlangsung dengan sempurna. Selama pemanasan, vial harus ditutup agar zat organik volatil tidak keluar akibat evaporasi. HgSO₄ yang terkandung dalam COD vial berfungsi untuk menghilangkan interferensi dari klorida yang terkandung pada sampel air limbah. Klorida dapat ikut teroksidasi oleh kalium dikromat dan dapat mengganggu proses penentuan nilai cod. Reaksi yang terjadi : Hg2+ (aq) + 2Cl- (aq)

HgCl2 (s)

Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh kalium dikromat untuk mengoksidasi zat organik pada sampel air limbah merupakan nilai COD dari sampel limbah tersebut. Untuk penentuan nilai COD nya, pengukuran dilakukan secara fotometri dengan digunakan fotometer. Prinsip dasar fotometri adalah pengukuran penyerapan sinar akibat interaksi sinar yang mempunyai panjang gelombang tertentu dengan larutan atau zat warna yang dilewatinya. Fotometer yang digunakan adalah merek Lovibond, fotometer ini dikhususkan untuk mengukur nilai COD dengan menggunakan COD vial dari merek yang sama. Fotometer adalah alat yang biasa digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Metode ini sangat akurat dan sensitif, selain itu juga hanya dibutuhkan usaha yang minimum karena

pengerjaannya yang cukup sederhana. Hasil output dari alat ini berupa konsentrasi COD dalam satuan mg/L atau ppm. Output ini merupakan hasil deteksi fotometri menggunakan hubungan linear antara absorbansi dan konsentrasi. Data yang dihasilkan pada tanggal 7 dan 14 Februari adalah sebagai berikut:

No 1 2

Tabel 4.5 Hasil analisis COD Sampel RW (ppm) TW (ppm) 3380 38 2659 55

ITS (ppm) 28 10

Hasil analisis COD yang didapat pada hari Selasa tanggal 7 dan 14 Februari 2017 untuk sampel ITS berturut-turut adalah 28 ppm dan 10 ppm, untuk sampel TW adalah 38 ppm dan 55 ppm, sedangkan untuk sampel RW berturut-turut adalah 3380 ppm dan 2659 ppm. Nilai COD yang tinggi pada sampel RW disebabkan karena sampel RW belum melewati proses treatment sehingga nilai COD nya masih tinggi. Standar nilai COD untuk sampel ITS dan TW adalah ≤150 ppm, sehingga hasil yang didapat adalah normal dan menandakan proses pengolahan air limbah berlangsung dengan baik. Nilai COD untuk sampel TW dan WW outlet telah sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu COD nya ≤ 250 ppm (mg/L). Dengan demikian, instalasi pengolahan limbah di PT ITS sudah mematuhi peratutan pemerintah tentang baku mutu air limbah industri tekstil.

4.6 Hasil analisis bakteri Analisa bakteri dilakukan terhadap sampel Aeration Water (AW) dan Sludge Return (SR), analisa ini bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri sehingga dapat diestimasi jumlahnya

pada tangki aerasi. Jumlah bakteri sangat

berpengaruh pada hasil pengolahan limbahnya karena perannya sangat penting pada waste water treatment ini. Pada awal WWT PT ITS dioperasikan, terdapat beberapa jenis bakteri pada tangki aerasinya seperti Opecularia, Peranema sp., Vorticella, Suctoria, Aspidica sp., Chaetonotus, Philodina dan Nematodes. Namun beberapa tahun terakhir ini, bakteri yang tersisa hanya jenis Philodina sedangkan jenis bakteri yang lainnya tidak dapat bertahan hidup. Bakteri sepert Philodina memproduksi polisakarida ekstraseluler seperti polipeptida dan asam nukleat yang membantu proses flokulasi. Analisis bakteri pada sampel AW dan SR dilakukan setiap hari senin dan jumat. Berikut adalah data hasil analisis bakteri:

No 1 2 3 4 5

Tabel 4.6 Hasil analisis bakteri Sampel AW (pcs) SR (pcs) 1 3 1 1 1 2 3 1 1 1

Pada analisanya, sampel AW dan SR diteteskan diatas preparat kemudian dihitung jumlah bakterinya dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran

tertentu. Standar jumlah bakteri pada WWT PT ITS adalah ≥1 dalam 1 cc sampel baik AW maupun SR. Hasil analisa bakteri dari tanggal 6 hingga 20 Februari dinyatakan normal karena jumlah bakterinya berjumlah ≥1 di tiap sampel.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"