BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
A. KOMPAS 1. SEJARAH SINGKAT DAN PROFIL PEMBACA KOMPAS KOMPAS terbit pertama kali pada tanggal 28 Juni 1965 di Jakarta. Para pendiri KOMPAS adalah PK.Ojong, Jacoeb Oetama dan beberapa jurnalis lain mantan pekerja majalah Intisari. Sebelum menempati kantor di percetakan PT.Kinta, awak redaksi dan wartawan KOMPAS melakukan aktivitas jurnalistiknya di rumah Jacoeb Oetama. Kemunculan KOMPAS tidak lepas dari konstelasi politik waktu
itu,
dimana
Soekarno
sedang
gencar-gencarnya
melaksanakan Politik Demokrasi Terpimpin. Salah satu kebijakan Soekarno saat itu adalah monopoli partai dalam kehidupan sosial politik
masyarakat
termasuk
dalam
dunia
pers.
Dengan
Peraturan Presiden no 6 tahun 1964, pers diharuskan menginduk pada salah satu partai politik. Perang dingin antara Komunis dengan Angkatan Darat juga mendorong kelahiran KOMPAS. Menyadari bahaya Komunis, Letnan Jendral Ahmad Yani selaku Menteri Panglima Angkatan Darat mengungkapkan gagasan kepada Frans Seda selaku Menteri Perkebunan untuk menerbitkan Koran yang berani melawan Komunis. Frans Seda kemudian menghubungi I.J Kasimo dari (Parkindo) dan dua orang pengelola Intisari yakni P.K Ojong dan Jacoeb Oetama. Pada awalnya koran yang akan terbit diberi nama Bentara Rakyat.
Namun
atas
pertimbangan
politis
bahwa
kata
“rakyat”sudah dimanipulasi oleh gerakan Komunis dan seakan-
35
akan menjadi istilah milik Komunis, maka atas usulan dari Soekarno diberi nama Kompas. Menurut Soekarno, nama Bentara Rakyat meski berarti pengawal rakyat, namun hal itu dirasa kurang jelas untuk menjelaskan visi dan misi para perintisnya. Sementara kata “Kompas” lebih jelas tujuannya yakni sebagai penunjuk arah. Bentara Rakyat kemudian diabadikan sebagai nama yayasan yang menaungi KOMPAS. Pengurus yayasan Bentara Rakyat adalah : I.J. Kasimo (Ketua), Frans Seda (Wakil Ketua), F.C. Palaunsuka (Penulis I), Jakob Oetama (Penulis II), dan Auwjong Peng Koen (bendahara). Di tengah media massa kala itu yang cenderung prokomunis, Kompas lahir dan melawan arus dari kebanyakan. Selain diplesetkan sebagai Kompt Pas Morgen atau Kompas yang datang keesokan hari, karena sering terlambat terbit. Kompas juga dituduh sebagai corong umat katolik (yang memunculkan ejekan Kompas adalah singkatan dari Komando Pastur). Pada tanggal 28 Juni 1965 terbit Kompas nomor percobaan yang
pertama.
percobaan,
Setelah
barulah
tiga
Kompas
hari
berturut-turut
berlabel
yang
sesungguhnya
beredar.
Kompas pada edisi perdana terbit dengan menurunkan berita utama tentang KAA (Konferensi Asia Afrika) yang ditunda selama 4 bulan. Secara keseluruhan terbitan perdana Kompas terdiri dari 11 berita luar negeri dan 7 berita dalam negeri.Edisi perkenalan di kanan bawah juga menyertakan tagline: “Mari ikat hati mulai hari ini dengan Mang Usil”. Tajuk rencana yang merupakan sikap dari surat kabar belum dimunculkan oleh Kompas, tetapi di halaman dua terdapat tulisan tentang kelahiran Kompas, yang kemudian dikenal sebagai tajuknya Kompas. Pada halaman dua pula terdapat beberapa berita baik dalam maupun luar negeri, beberapa artikel
36
lepas. Sedang berita olahraga baru mendapat porsi yang sangat kecil yakni dua berita pada halaman empat. Iklan hanya berjumlah enam buah dan menempati kurang dari setengah halaman. Pada akhir periode demokrasi terpimpin dan munculnya orde baru, Kompas diarahkan untuk menjadi independen dan umum. Keputusan ini berdasarkan pertimbangan bahwa visi kemasyarakatan koran harus terbuka. Visi dan sikap sedemikian dipandang
sesuai
dengan
fungsi
pers
Indonesia,
yakni
mengembangkan sikap saling pengertian di masyarakat yang menjemuk. Dengan keterbukaan ini diharapkan Kompas mampu berkembang dengan pesat. Ketika
terjadi
peristiwa
30
September
1965,
para
pengelola Kompas dipaksa untuk mengambil keputusan di saat paling krusial. Pelaku kudeta baru mengeluarkan ketentuan, setiap koran yang terbit harus menyatakan kesetiaan terhadap usaha kudeta. PK Ojong berkata kepada Jacoeb Oetama bahwa jika Kompas menyatakan kesetiaan adalah tindakan bodoh. Jika Kompas hendak ditutup kapan saja, akan sama dampaknya bagi penerbitan mereka. Pilihan ini terbukti benar karena upaya PKI gagal total. Pada tanggal 1 Oktober 1965, Penguasa Pelaksana Perang Daerah (Peperada) mengeluarkan instruksi untuk menutup semua surat kabar guna menenangkan situasi social politik. Hanya dua media yang dipekenankan terbit yakni Berita Yudha milik Angakatan Bersenjata dan LKBN Antara. Instruksi ini juga dimaksudkan untuk memberi waktu bagi Pepelrada untuk menverifikasi koran mana saja yang pro dan kontra terhadap PKI dan gerakan 30 September.
37
Akhirnya pada tanggal 6 Oktober 1965 semua koran yang tak pernah menyatakan setia pada upaya kup boleh terbit kembali. Hal ini merupakan blessing in distinguish bagi KOMPAS. Di tengah kevakuman informasi, masyarakat tidak memiliki banyak pilihan untuk membeli koran, sehingga menyebabkan Kompas mengalami kenaikan yang signifikan di sisi sirkulasi hingga mencapai 23.268 eksemplar. Periode
tahun
70-an
merupakan
upaya
peningkatan
profesionalitas Kompas di sisi manajemen dan promosi. Termasuk diantaranya adalah data-data survey dan hasil audit oleh akuntan public guna menarik pengiklan. Periode tahun 1980-an merupakan periode yang memberi perubahan
besar
bagi
Kompas.
Dengan
dikeluarkannya
perangkat Undang-Undang Pokok Pers Tahun 1982 dan ketentuan Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), maka setiap usaha penerbitan harus mempunyai badan hokum. Sehingga Kompas tidak bisa bernaung di bawah yayasan Bentara Rakyat dan mendirikan PT.Kompas Media Nusantara. Hal ini menandai proses industrialisasi pers di Indonesia. Harian Kompas dengan group Gramediaya telah masuk pada konglomerasi usaha bukan saja pers namun masuk pada perbankan, perhotelan, toko buku dan juga perikanan. Di bidang industri pers, media berkembang semakin besar dan variatif mulai dari majalah hobi, rumah tangga, tabloid dan majalah hiburan. Dibeberapa daerah Kompas juga menerbitkan koran lokal seperti Sriwijaya Post, Serambi Indonesia di Aceh, Harian Surya di Surabaya dan Bernas di Jogjakarta. Loncatan pengingkataan
cukup besar terjadi pada 1984-
1986 dimana kenaikan oplah mencapai 100.000 eksemplar.
38
Sampai dengan tahun 1993 Kompas mempunyai oplah sekitar 523.497 Dari segi peredaran, distribusi Kompas merambah ke seluruh kabupaten di Indonesia. Namun konsentrasi terbanyak masih di DKI Jakarta dan sekitarnya (Cikampek, Jakarta, Bogor, Tangerang).
Sedang
diluar
negeri,
Kompas
mempunyai
perwakilan serta agen di Singapura, Hongkong. Untuk gambaran distribusi Kompas sampai dengan tahun 1999 sebagai berikut : Tabel 3 Distribusi KOMPAS tahun 1999 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Wilayah Jakarta dan sekitarnya Sumatera Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Indonesia Timur Eceran di luar Jakarta
Jumlah Sirkulasi 294.004 64.852 61.272 48.584 16.518 17.910 36.880 31.591 Sumber: Pusdok dan
Redaksi Kompas1
Dari
tabel
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
Kompas
menguasai pangsa pasar di DKI Jakarta dan sekitarnya lebih dari pada yang terdapat di beberapa daerah. Hal ini merupakan konsekuensi dari Kompas yang memilih profil pembacanya Tabel 4 Profil Pembaca KOMPAS tahun 1999 Berdasarkan Tingkat Pendidikan2 No 1
Tingkat Pendidikan Lulus SD
1
Prosentase 0,7
Dalam Jhony Adhi Irawan, “Jurnalisme dalam Pemberitaan Konflik Antara Afghanistan dan Amerika Serikat”, Skripsi S1 Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS.2003 hal.74. 2 Ibid.
39
2 3 4 5 6 7
Lulus SLTP Lulus SLTA Akademi/D1/D2 Sarjana Muda Sarjana S1 Sarjana S2/S3
2,49 24.95 10,52 8,20 45,64 7.50
Sumber: Litbng Kompas, 1998
Profil pembaca Kompas yang banyak dididominasi oleh lulusan Sarjana S1, menyebabkan pola penyebaran distribusi Kompas banyak terdapat di kota-kota besar, karena di daerah urban tersebut, lulusan dengan pendidikan tinggi tinggal dan bekerja. Sebagai gambaran atas pekerjaan yang dimiliki oleh pembaca kompas dapat dibaca dalam tabel berikut. Tabel 5 Profil Pembaca Kompas Menurut Pekerjaan No 1 2 3 4 5
Pekerjaan White Collar Blue Collar Ibu Rumah Tangga Mahasiswa/Pelajar Lain-lain Jumlah
Prosentase 34 12 12 23 19 100
Sumber : Pusdok dan Redaksi Kompas. Dari
gambaran
pembaca
Kompas,
secara
potensial
menunjukan bahwa Kompas masih dibaca oleh khalayak dari kalangan”
kerah
mendapatkan
putih”,
kedudukan
para yang
profesioanal mapan
di
yang usia
telah
dewasa.
Permasalahan yang harus dihadapi oleh Kompas adalah lahirnya generasi baru dari masyarakat baca di Indonesia, yang tidak tektual literate, namun juga logical literate. Mereka yang tidak
40
saja sadar secara tektual, namun juga mengingkan adanya media yang menyajikan kesadaran logis bagi mereka.
2. VISI, MISI DAN KEBIJAKAN REDAKSIONAL KOMPAS Visi merupakan cara pandang utama. Visi surat kabar berarti cara pandang utama koran menyangkut segala sesuatu yang dijadikan kerangka acuan. Visi dijabarkan dalam Misi yang memuat keinginan, tujuan dan maksud beserta cara guna mencapai tujuan tersebut. Secara praktis visi dan misi ini saling bertautan dalam membentuk kerangka kerja dan budaya dalam sebuah lingkup organisasi sosial tertentu, termasuk surat kabar terutama dalam merumuskan kebijakan redaksional. Visi KOMPAS adalah berpartisipasi dalam membangun masyarakat
Indonesia
Baru,
yaitu
masyarakat
dengan
kemanusiaan yang transendental, persatuan dalam perbedaan, menghormati individu dan masyarakat yang adil dan makmur. Misi KOMPAS adalah menjadi nomor satu dalam aspek usaha, diantara usaha-usaha lain yang sejenis dan dalam kelas yang sama. Namun pencapaian nomor satu ini harus dicapai dengan cara-cara yang mengindahkan etis, usaha bersih dan melaksanakaan kerjasama yang saling menguntungkan. Kebijakan redaksional Kompas adalah : a. Kompas tidak berpihak pada salah satu golongan agama b. Kompas tidak memberitakan
hal-hal yang bersifat
menyerang, mendiskreditkan pribadi seseorang. c. Menggunakan system check and balance dalam proses pembuatan berita d. Menghargai hak off the record dari nara sumber
41
e. Menghargai hak jawab baik dalam bentuk berita maupun dalam bentuk surat baca f. Kompas tidak akan memuat berita yang memicu konflik SARA g. Kompas
melarang
wartawannya
untuk
mencari
keutungan pribadi sehubungan dengan statusnya sebagai jurnalis h. Tidak ada kebijakan
prosentase tertentu dalam hal
volume atau isi berita pada berita yang hendak dimuat.
Sepanjang
peristiwa
tersebut
aktual,
bermanfaat bagi pembaca maka akan dimuat secara porposional. i. Redaksi Kompas menggunakan prinsip menghindari oligharki pemikiran, bahwa selain guna mengasah daya
intelektual
pembacanya,
Kompas
juga
mendorong kepekaan nurani. Selain itu wartawan Kompas juga harus memenuhi standar rekruitment Harian Kompas yang dijabarkan oleh Lembaga Psikologi Terapan UI sebagai berikut : a. Aspek Intelektual (Intelegensi Umum, logika, analisis sintesa, kreativitas dan perhatian) b. Aspek sikap atau perilaku kerja (sistematika kerja, fleksibilitias, kecermatan, perlibatan diri, inisiatif, ulet dan ketelitian) c. Aspek Kepribadian (kematangan, hasrat berprestasi, stabilitas emosim motivasi, keberanian mengambil resiko dan lain-lain. B. JAWA POS
42
1. SEJARAH SINGKAT DAN PROFIL PEMBACA JAWA POS JAWA POS merupakan salah satu kabar tertua di Jawa Timur. Didirikan oleh The Cung Shen atau Soeseno Tedjo pada tanggal 1 Juli 1949 PT Perusahaan dan Penerbitan Java Post menjadi
penerbitan
tertua
di
Jawa
Timur.
Nama JAWA POS sempat mengalami perubahan ejaan dan tulisan yakni pada JAVA POST (1949-1954), DJAWA POST (1954-1957), berganti lagi menjadi DJAWA POS (1957-1960) dan sejak 1960 menjadi JAWA POS. Salah satu ciri khas tulisan dalam JAWA POS dari terbitan pertamanya adalah cenderung kritis dan tanpa basa-basi. Hal ini dipengaruhi
oleh
kepemimpinan
Goh
Tjing
Hok,
seorang
republiken yang kerap beroposisi dengan pemerintah.Goh Tjing Hok sendiri menyadari bahwa kondisi kemerdekaan yang relatif masih bayi harus dipertahankan sekuat-kuatnya dari pengaruh ancaman pendudukan kembali kolonial Belanda. Keluar dari ancaman pendudukan, Goh Tjing Hok masih sering medapatkan teguran karena tulisan-tulisannya di JAWA POS.Salah satunya pada tahun 1951 Goh Tjing Hok masuk penjara selama enam bulan karena tuduhan membocorkan rahasia negara lewat berita tentang rancangan kebijakan kabinet Soekiman-Soewirjo untuk mematikan Partai Komunis Indonesia. Pola pemberitaan yang kritis dari JAWA POS, menyebabkan Partai Komunis Indonesia saat itu merasa gerah karena sering dipojokan posisinya ditengah masyarakat. Merasa perlu untuk menandingi JAWA POS, PKI kemudian secara resmi menerbitkan surat kabar Djawa Timoer yang dipimpin oleh Djoeki A.Azis.3
3
Ibid.hal.88
43
Lewat
pemberitaannya,
Djawa
Timoer
balas
memuat
tulisan yang menyerang JAWA POS. Tidak hanya itu, Pimpinan Redaksi JAWA POS saat itu Thio Oen Sik (Setyono) merasa perlu meminta perlindungan dari PWI Soerabaya akibat ancaman terhadap dirinya. Selanjutnya oleh PWI, Setyono dianjurkan untuk mengundurkan diri sementara dari kedudukan sebagai Pimred yang
selanjutnya
dipegang
oleh
Moestopo,
salah
seorang
Wapimred JAWA POS yang juga terkenal lantang dan keras terhadap PKI. Sirkulasi JAWA POS pada awal terbitnya sangat sedikit. JAWA POS hanya pernah dicetak sebanyak 1000 eksemplar pada tahun 1949 dan 4000 eksemplar pada tahun 1954. Tahun 1957 hanya berjumlah 400 eksemplar. Pada kurun waktu 1960 sampai dengan 1965, tiras JAWA POS naik menjadi 10.000 eksemplar dan puncaknya dicapai pada tahun 1970 dengan jumlah 20.000 eksemplar. Prestasi ini ternyata merupakan puncak prestasi pengelola JAWA POS generasi pertama. Terbukti pada tahun 1981, tiras JAWA POS merosot sampai dengan 7000 eksemplar. Di Surabaya sendiri, JAWA POS saat itu tidak bisa menjual lebih dari 2000 eksemplar, di Malang, hanya 250 eksemplar. Tahun 1982, JAWA POS dibeli oleh Grafiti Pers-Tempo Group. Pilihan Chung-Shen terhadap Grafiti Pers disebabkan faktor psikologis, bahwa sebagai pendiri JAWA POS, ia lebih rela menyerahkan perusahaannya kepada perusahaan yang belum pernah
bergerak
dibidang
yang
sama
(penerbitan
koran)
daripada yang sudah masuk dalam jaring bisnis media koran harian. Alasannya bahwa JAWA POS akan lebih diperhatikan dan dianak tirikan oleh pemilik barunya.
44
Eric
Samola,
sebagai
pimpinan
dari
Grafiti
Pers
mempercayakan kepada Dahlan Iskan, yang semula adalah kontributor Tempo untuk wilayah Surabaya, guna mengelola JAWA POS. Berkat kegigihan Dahlan Iskan, JAWA POS berhasil meraup kemajuan
yang
pesat
dari
sisi
sirkulasi
dan
pengiklan.
Peningkatan oplah yang paling tajam adalah pada tahun 1996 dimana JAWA POS bertiras 20,351 eksemplar tiap hari. Dengan tiras ini, JAWA POS hampir mutlak mendominasi peredaran koran di Indonesia Bagian Timur
Tabel 6 Distribusi JAWA POS tahun 1995 No 1 2 3. 4
Daerah Surabaya dan sekitarnya Jawa Timur non Surabaya Jateng /DIY/Jawa Barat Indonesia Timur
Jumlah yang beredar 163.940 150.766 64.735 420.361 Sumber: Bagian Sirkulasi JAWA
POS
Penguasaan sirkulasi daerah Jawa Timur dan Indoensia Timur, menjadi tulang punggung bagi perkembangan group JAWA POS, termasuk diatantaranya dengan menggandeng berpuluh koran local untuk bergabung dengan JAWA POS denga konsep bapak angkat.
45
Saat ini JAWA POS berhasil memecah dirinya menjadi setidaknya 18 radar yang tersebar dari wilayah Madura sampai dengan Cirebon.
Tabel 7 Profil Pembaca JAWA POS Menurut Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Prosentase 1 SLTP 23 2 SLTA 49 3 Akademi/D1/D2 7 4 University 10 6 Pasca Sarjana 11 Sumber :Pusdok dan Redaksi JAWA POS berdasarkan SRI Media Indeks 1994
Dari
profil
pembaca
JAWA
POS
diatas,
lulusan
SLTA
menempati urutan pertama dibanding dengan lulusan tingkat pendidikan lain. Hal ini merupakan segementasi yang jelas bagi JAWA
POS
untuk
membedakannya
dengan
KOMPAS
yang
cenderung mempunyai profil pembaca dari kalangan sarjana. Perbedaan dari profil pembaca ini mempengaruhi gaya penulisan dan pemilihan bahasa dari JAWA POS yang cenderung lugas, dengan bahasa sederhana dan populer. Sementara dari profil pembaca JAWA POS berdasarkan Jenis Pekerjaan dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 8 Profil pembaca JAWA POS Menurut Pekerjaan No
Pekerjaan
46
Prosentase
1 2 3 4 5 5
White Collar 29 Blue Collar 19 Ibu Rumah Tangga 9 Mahasiswa/Pelajar 23 Wiraswasta 8 Lain-lain 12 Jumlah 100 Sumber :Pusdok dan Redaksi JAWA POS berdasarkan SRI Media Indeks 1994
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari sisi pekerjaan, JAWA POS mempunyai pembaca dari kalangan “white collar” lebih besar dibanding dengan kelompok pembaca lain. Namun prosentase yang ditunjukan dalam tabel diatas, tidak tampak mendominasi (29 %) dari keseluruhan pembaca JAWA POS. Berbeda dengan Kompas yang mempunyai pembaca di kelas ini yang jauh lebih besar (34%). Dari tabel diatas juga tampak bahwa pembaca terbesar JAWA POS kedua adalah dari kalangan mahasiswa dan pelajar (23%). Besarnya pembaca dari kalangan pelajar dan mahasiswa memberikan indikasi telah lahir generasi baca yang baru, generasi
muda
dengan
pembaca
dari
kalangan
budaya ini
populer.
juga
Besarnya
menyebabkan
potensi
kebijakan
redaksional yang mungkin berbeda dengan koran lain, yang dapat dianalisis dalam muatan isi JAWA POS yang cenderung memberi porsi terbesar beritanya untuk kalangan pelajar dan mahasiswa. Bahkan untuk rubrik opini, JAWA POS merasa perlu untuk membuat space tersendiri bagi mahasiwa yang bertajuk “Prokon” Aktivis, singkatan dari Pro Kontra Aktivis (mahasiswa), sebagai
upaya
tetap
memperhatikan
kalangan mahasiwa.
47
pasar
potensial
dari
2. VISI MISI DAN KEBIJAKAN REDAKSIONAL
JAWA
POS Visi dan misi JAWA POS tercermin pada moto “Berdasarkan Pancasila Mencerdaskan Bangsa”. Pada visi JAWA POS terdapat pandangan masyarakat dan bangsa Indonesia yang cerdas dan bersikap bijaksana. Misi Dalam konteks ini peran yang ingin diambil
JAWA
POS
adalah
peran
untuk
mendidik
dan
mencerdaskan khalayak pembaca sebagai komponen bangsa melalui sajian berita-berita dan ulasannya. Sedangkan misi JAWA POS adalah berkehendak untuk menyajikan informasi kepada segenap masyarakat tanpa terkecuali, Tidak ada misi khusus dari suatu golongan atau kepentingan tertentu. Sementara itu kebijakan redaksional Kompas adalah bahwa kelayakan sebuah berita tidak dapat dinilai dari idealisme dan etika semata. Artinya berita bersifat lebih pragmatis, beorientasi jangka pendek dan cenderung mengedepankan trend news, atau berita-berita yang saat itu sedang diminati oleh pembaca. Pola pemberitaan ini lebih mengutamakan relevansi, bahwa apapun peristiwanya, asal menarik bagi pembaca, JAWA POS akan memuatnya secara besar-besaran. Satu-satunya standar acuan yang dipakai oleh wartawan JAWA POS adalah meliput secara total, menulis dengan lengkap dan menyajikan peristiwa dari awal sampai akhir. JAWA POS mengklaim bahwa tulisan wartawannya cenderung bergaya investigative
news,
meskipun
tidak
selengkap
di majalah.
Sementara dalam menyajikan suatu peristiwa yang kental dengan masalah kemanusiaan, JAWA POS tidak saja bertindak sebagai
peliput
yang
harus
memperhatikan
azas-azas
kemanusiaan, namun lebih pada empati. Sehingga pada kadar
48
tertentu tulisan di JAWA POS diperbolehkan untuk memihak pada korban tragedi kemanusiaan.
49