BAB II DESKRIPSI PROSES 2.1 Perancangan Proses 2.1.1. Uraian proses 1. Fat Splitting Merupakan reaksi hidrolisa antara air dan minyak yang menghasilkan gliserol dan asam lemak, membentuk reaksi seperti berikut: R – CO – OCH2
CH2OH
│
│
R – CO + OCH + 3H2O → 3R-COOH + │
CHOH │
R – CO – OCH2
CH2OH
Gliserida
Gliserol
Dimana 3 molekul fatty acid dan 1 melokul gliserol dihasilkan dari 1 molekul trigliserida. Jika dibuat ke dalam timbangan berat molekul dianggap R dalah stearic acid, dan itu dapat dilihat pada hasil proses hidrolisis dipertambahan berat (fatty acid dengan gliserol) seharusnya penjumlahan 3 molekul air. Tetapi nyatanya: Berat molekul stearic trigliserida
852
Berat 3 molekul air
54
Total
906
Berat 3 molekul stearic acid
852
Berat 1 molekul gliserin
98
Total
950
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pertambahan pada berat terjadi hanya karena menghasilkan gliserol, dan secara teoritis penambahan menunjukkan kira – kira 5% berat bahan fatty acid dipisahkan. Pemurnian gliserol pada fat splitting biasanya memerluakan beberapa tahap proses seperti:
-
Pemurnian dengan sentrifuse
-
Evaporasi
-
Filtrasi
Adapun kelebihan dan kekurangan dari fat splitting dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Kelebihan dan kekurangan dari fat splitting kelebihan
kekurangan
1. reaksi dapat dilakukan pada suhu 1. Proses tersebut memerlukan energi 240oC – 260oC dan tekanan 45 – 50 bar, yang tinggi, 2. pada proses ini derajat pemisahan 2. memerlukan investasi peralatan yang mampu mencapai 99%.
mahal, 3. mutu prosuk yang dihasilkan tidak terlalu baik ditinjau dari warna dan baunya sebagai akibat proses panas tersebut ( Brady et al, 1988) 4. memerlukan katalis.
(Rahayu, 2006)
2. Proses Saponifikasi Proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Pembuat kondisi basa yang biasanya digunakan adalah NaOH (natrium/sodium hidroksida). Komponen trigliserida: -
Trimristat : 0,1 %
-
Tripalmitat : 10%
-
Tristearat : 2,5%
-
Trioleat
-
Trilinoleat : 56%
: 30%
Reaksi saponifikasi trigliserida dengan larutan alkali: CH2 – O – COOR1
CH2 – OH
│
R1COO – O – Na
│
│
70 – 80oC CH - O – COOR2 + 3NaOH
→
CH – OH +
│
│
CH2 – O – COOR3 Trigliserida
R2COO – O – Na
Larutan alkali
│
CH2 – OH
R3COO – O – Na
Gliserol
Sabun
Reaksi ini adalah dasar untuk industri penghasil sodium soaps. Jika soda abu digantikan dengan alkali hidroksida yang lain seperti potas (KOH), Potassium soaps. Namun sebaliknya jika fatty acid menghasilkan reaksi senyawa – senyawa metal seperti alumunium hidroksida, dan bentuk sabun metal. Secara komersial sabun dapat larut dalam air seperti sodium dan potassium soaps saat ini banyak digunakan untuk membuat detergen dan sabun. Oils soaps yang dapat larut seperti metal dapat digunakan sebagai pelumas, Fatty acid penting sekali untuk mengetahui nilai netralisasi, karena itu usuran berat molekul lemak saat itu penting sekali pada reaksi saponifikasi. Reaksi saponifikasi bisa juga akibat adanya trigliserida dan alkali, serta tempat terbentuk sabun dan gliserol dilepaskan. Demikian untuk mengetahui nilai saponifikasi pada trigliserida akan diperoleh berat molekul. Adapun kelebihan dan kekurangan dari proses saponifikasi dapat dilihat dari tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kelebihan dan kekurangan dari proses saponifikasi Kelebihan
kekurangan
1. Reaksinya berlangsung satu arah dan tidak 1. memerlukan katalis, reversible,
2. reaksinya lambat.
2. sabun yang dihasilkan dapat larut dalam air 3. saponifikasi lemak terjadi pada campuran yang beroperasi pada 100OC dan 3,5 kg/cm2. (Rahayu, 2006)
3. Transesterifikasi Adalah lemak dengan methanol ditransesterifikasi menggunakan katalis NaOCH3 (sodium methoxide), menghasilkan gliserol dan metal ester. Reaksi esterifikasi adalah kebalikan dari hidrolisis. Ester dapat mengganti ion hydrogen menjadi asam (fatty acid). Dengan golongan alcohol, seperti metal alcohol, dan sebagainya akan diperlihatkan reaksi dibawah: R – COOH + OHCH3
R – COOCH3 + H2O
Jika metal alkohol digunakan, maka gliserol akan membentuk trigliserida. Reaksinya sebagai berikut: Gliserol + fatty acid
Trigliserida
Proses esterifikasi tidak akan berhasil jika tidak semua golongan 3-OH digabungkan dengan radikal asam, tetapi akan membentuk monogliserida dan digliserida. Untuk menghidari bentuk hasil seperti itu dan untuk mendapatkan trigliserida sebanyak mungkin harus dilakukan analisis kimia. Dalam esterifikasi dapat juga terjadi dengan alkohol dan gliserol, dapat dilihat pada reaksi antara fatty acid dan etil alkohol dibawah: R – COOH + C2H5OH → R – COOC2H5 + H2O
Ester alkohol selalu mempunyai 5 – 6 atom karbon, satu diantaranya dengan 6 atom karbon (saccharose, sorbitol, fructose) bisa mendapat perhatian, karena ester mempunyai aplikasi yang penting dalam industri. Adapun kelebihan dan kekurangan dari proses transesterifikasi dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 kelebihan dan kekurangan dari proses transesterifikasi kelebihan
kekurangan
1. Trigliserida dapat dengan mudah 1. memrlukan katalis, ditransesterifikasi secara batchwise 2. proses tersebut memerlukan energi pada tekanan atmosfer dan suhu 60oC yang tinggi, – 70oC dengan methanol berlebih dan 3. memerlukan investasi peralatan yang menggunakan alkalis alkalin.
mahal, 4. memerlukan perlakuan awal untuk memindahkan asam lemak bebas dari minyak yaitu dengan cara pemurnian atau
preesterifikasi
sebelum
proses
transesterifikasi. (Rahayu, 2006)
Berdasarkan uraian diatas,maka dipilihlah proses saponifikasi dalam Pra rancangan Pabrik Pembuatan Gliserol dari Minyak CPO. 2.2.1. Deskripsi proses Proses pembuatan sabun terdiri dari beberapa jenis proses. Berbagai macam proses pembuatan sabun ini disesuaikan dengan bahan baku yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Dilihat dari bahan baku yang digunakan, ada dua proses dasar yang umum digunakan dalam pembuatan sbaun, yaitu saponifikasi dan netralisasi. Pada proses saponifikasi, lemak direaksikan dengan alkali akan menghasilkan sabun dan gliserin. Pada netralisasi, lemak akan melalui proses
splitting (hidrolisis) menggunakan air, dan hasilnya dinetralkan dengan menggunakan alkali, sehingga menghasilkan sabun. 2.2.1. Tahap Pemansan Umpan Umpan terdiri dari CPO (Crude Palm Oil) dan KOH. CPO yang terdapat dalam tangki penampungan, kemudian disaring dengan menggunakan vibrating filter. Proses ini berfungsi untuk menghilang partikel pengotor dan ampas. Kemudian CPO hasil penyaringan ditampung dalam bak penampung. Selanjutnya CPO yang berkualitas baik dengan kadar trigliserida tinggi dan satu tangki untuk CPO yang berkualitas biasa dengan kadar trigliserida yang standar. Tujuan pemisahan ini adalah untuk menjaga konsistensi jumlah sabun yang dihasilkan per jam nya. Selain dipisahkan, CPO juga dipansakan menggunakan koil di masing – masing tangki hingga suhu 80oC dan di pompa ke reaktor. 2.2.2. Tahap Reaksi Saponifikasi Trigliserida Pada tahap ini, CPO yang bersuhu 80oC akan direaksikan dengan senyawa basa, jenis senyawa yang digunakan dalam pembuatan sabun ini adalah KOH. Sebelumnya KOH telah dilarutkan dalam air yang bersuhu 25oC pada tangki pelarutan dengan konsentrasi 35% massa. Larutan KOH dari tangki pelarutan dipompakan kedalam reaktor dan kemudian akan bereaksi dengan CPO dan membentuk sabun murni dan gliserol. Kondisi operasi dijaga pada suhu 120oC dengan panas yang bersumber dari koil yang berada dalam reaktor dan tekanan operasi 200 kPa. Sekitar 99% lemak berhasil dikonversi dalam reaksi penyabunan ini. (Bailey, 2004) 2.2.3. Tahap Pemisahan Setelah proses saponifikasi selesai, aliran keluar dari reaktor saponifikasi akan dialirkan ke cooler untuk menurunkan suhu aliran sabun menjadi 80oC. Aliran sabun
yang keluar dari cooler dialirkan ke separator, dimana gliserol dan air akan terpisah dari sabun sekitar 25-30% dari berat awal akibat adanya gaya gravitasi. Aliran sabun yang terpisah akan dipompa menuju tangki pencampuran untuk menetralkan pH sabun, karena sabun yang dihasilkan bersifat asam dengan cara menambahkan air. Setelah melewati tangki pencampuran, aliran sabun masuk ke dalam tahap pemisahan akhir yaitu menggunakan centrifuge. Setelah di-centrifuge, sabun dialirkan ke mixer dan dicampurkan dengan bahan- bahan aditif. (Bailey, 2004) 2.2.4. Tahap Pencampuran Proses pencampuran dilakukan di mixer, pada proses ini sabun akan dicampur dengan bahan-bahan lain. bahan-bahan yang ditambahkan disini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan mutu sabun dan juga memaksimalkan fungsi sabun yang akan diproduksi. Bahan-bahan yang ditambahkan pada proses pencampuran ini yait,CAPB, EDTA, asam sitrat, air, gliserin, pewangi, propylene glycol dan zat antioksidan. Pada proses pencampuran dibagi menjadi dua tahap pencampuran, tahap pencampuran awal dilakukan pada mixer I dan tahap pencampuran kedua dilakukan pada mixer II. Pada tahap pencampuran awal di mixer I, zat yang ditambahkan berupa EDTA, asam sitrat, air dan gliserol. SebelumnyaCAPB, EDTA, asam sitrat dan air sudah dicampurkan terlebih dahulu di tangki pelarutan aditif. Hal ini dilakukan karena zat – zat aditif tersebut berbentuk padatan sehingga perlu dilarutkan terlebih dahulu dengan air. CAPB berfungsi sebagai surfaktan, yang mampu meningkatkan volume busa, melindungi kulit dari iritasi, dan memberikan efek kelembutan pada kulit. EDTA berfungsi untuk mencegah sabun bau tengik dan membuat sabun agar tahan lama untuk disimpan atau dikatakan sebagai pengawet pada sabun. Asam sitrat merupakan asam lemah sebagai pengikat ion pemicu oksidasi agar tidak teroksidasi meskipun dilakukan pemanasan. Asam sitrat juga berfungsi sebagai pengatur pH dan
menstabilkan busa sabun. Air yang dicampur dalam proses pencampuran ini berfungsi sebagai pelarut asam sitrat, selain berfungsi sebagai pelarut air juga berfungsi untuk mengatur viskositas dari sabun cair agar nantinya akan memudahkan sirkulasi hasil reaksi. Gliserol berfungsi sebagai pelembab agar kulit sehat dan bebas kering jika menggunakan sabun ini. Sedangkan pada tahap pencampuran kedua di mixer II ditambahkan pewangi , propylene glycol dan zat antioksidan. 2.2.5. Tahap Finishing Pada tahap finishing, sabun yang sudah dicampurkan bahan-bahan aditif akan dikemas. Pengemasan bertujuan untuk memudahkan pengguna dalam menggunakan sabun cair dan menjaga sabun cair tetap bersih dan juga aman. Kemasan yang digunakan berupa botol plastik. Kemasan sabun yang dibuat tentunya dapat menjaga isitetap aman sampai ke tangan konsumen. Kemasan juga berfungsi untuk menarik para konsumen dan memudahkan dalam proses distribusi. Pada kemasan juga akan diberikan label,label yang diberikan pada kemasan bertujuan untuk memberikan informasi kepada para konsumen. Informasi tersebut berupa nama, komposisi, cara penggunaan, identitas produsen, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa, izin Depkes, dan berat bersih sabun tersebut. Sabun cair yang sudah dikemas, dapat langsung didistribusikan ke tempat tujuan atau dapat disimpan di dalam gudang. Penyimpanan di dalam gudang harus dijaga agar lantainya tetap kering, tidak lembab, aman dari gangguan luar, ukuran yang cukup luas dan bersih. Penyimpanan yang baik akan mempertahankan kualitas sabun itu sendiri.
2.2. Diagram alir proses
2.3. Basis Perancangan 2.3.1. Kapasitas Penentuan basis perancangan ditentukan dari kebutuhan sabun di Indonesia, dimana setiap tahunnya kebutuhan sabun meningkat. Basis perancangan yang digunakan diambil dari kapasitas produksi per hari dimana dapat dengan cara sebagai berikut : kapasitas produk dalam 1 jam operasi =
=
30.000 𝑡𝑜𝑛 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
x
1000 𝑘𝑔 1 𝑡𝑜𝑛
= 4.116,667 kg/jam
x
1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 300 ℎ𝑎𝑟𝑖
x
1 ℎ𝑎𝑟𝑖 24 𝑗𝑎𝑚
2.3.1. Spesifikasi umpan dan produk 1. KOH Sifat Kimia
Berwarna putih atau praktis putih
Berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain
Sangat basa dan mudah terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida
Keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur
Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbondioksida dan lembab
Mudah larut dalam air dan dalam etanol tetapi tidak larut dalam eter
KOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air
Sifat Fisika
Massa molar 56,11 g/mol
Densitas 2,004 g/cm³
Titik lebur 360 °C (633 K)
Titik didih 1327 °C (1600 K)
Kelarutan dalam air 85 g/100 ml (20 °C)
Kebasaan (pKb) -0,7 (Perry, 1997)
2. Air (H2O) Sifat fisika
Berat molekul : 18,016 g/mol
Indeks bias
: 1,33
Titik didih
: 100oC
Titik beku
: 0oC
Densitas
: 1 g/ cm3
Viskositas
: 0,01002 poise
Sifat Kimia
Bentuk molekulnya padatan hexagonal
Bersifat polar
Tidak beracun dan berwarna
Tidak berbau dan berasa
Pelarut yang baik bagi senyawa organic
Merupakan elektrolit lemah
Memiliki ikatan hidrogen (Perry, 1997)
3. CPO (Crude Palm Oil) Sifat fisika : o Kenampakan
: kuning kecoklatan
o Rumus molekul
: CH2(COOR1)CH(COOR2)CH2(COOR3)
o Berat molekul
: 845 gram/mol
o Titik didih
: 298oC
o Titik beku
: 5oC
o Berat jenis
: 0,895 gram/cm3
o Panas jenis
: 0,497 kal/g oC
o Kelarutan
: tidak larut dalam air, sedikit larut dalam
methanol Sifat kimia :
Tersusun dari trigliserida dan non trigliserida
Trigliserida dapat terhidrolisa menjadi gliserol dan asam lemak
Trigliserida bereaksi dengan alkohol membentuk ester dan gliserol (Keteran, 1986)
4. Gliserol Sifat fisika : o Kenampakan
: cairan kuning transparan
o Rumus molekul
: C3H5(OH)3
o Berat molekul
: 92,095 gram/mol
o Titik didih
: 290oC
o Titik beku
: 18oC
o Berat jenis
: 1,261 g/mL
o Viskositas
: 1,5 pa.s
o Panas jenis
: 0,497 kal/g oC
o Kelarutan
: larut sempurna dalam air dan alkohol
Sifat kimia :
Higroskopik
Sangat reaktif terhadap senyawa oksidator (Perry, 1997)
5. Asam lemak Sifat fisika : o Penampakan
: cairan kuning muda
o Rumus molekul
: RCOOH
o Berat molekul
: 269 gram/mol
o Titik didih
: 215oC
o Titik beku
: 63 – 64oC
o Berat jenis
: 0,853 g/mL
o Kelarutan
: tidak larut dalam air
Sifat kimia :
Reaksi hidrolisis antara minyak dan air menghasilkan asam lemak dan gliserol
Jika direaksikan dengan alkali akan menghasilkan gliserol dan garam atau sabun atau logam alkali. (Ketaren, 1986)
2.3.1. Model Operasi kami memilih model operasi kontinyu.