Bab Ii.docx

  • Uploaded by: Tirai Rumah Sakit Murah
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,110
  • Pages: 22
3

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Dan Karakteristik Usaha Perbankan dan Lembaga Pembiayaan Usaha Perbankan 2.1.1 Pengertian Usaha Perbankan Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai Banknote. Sedangkan menurut UU Perbankan, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berikut beberapa definisi menurut para ahli : 1.

Undang-undang Repuplik Indonesia no 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 : a.

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

b.

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

c.

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak membeikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2.

Drs. H. Malayu S.P Hasibuan Bank adalah lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk asset keuangan (financial assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja. Bank selaku stabilitator moneter diartikan bahwa bank mempunyai kewajiban ikut serta menstabilkan nilai tukar uang, nilai kurs, atau harga barang-barang relatif

stabil atau tetap, baik secara langsung maupun mekanisme Giro Wajib Minimum (GWM), Operasi Pasar Terbuka, atau pun Kebijakan Diskonto. Sedangkan bank sebagai dinamisator perekonomian maksudnya bahwa bank merupakan pusat perekonomian, sumber dana, pelaksanaan lalu lintas pembayaran, memproduktifkan tabungan, dan mendorong kemajuan perdagangan nasional dan internasional. Tanpa peranan perbankan, tidak mungkin dilakukan globalisasi perekonomian. Bank memiliki asas dalam melaksanakan kegiatan usahanya yakni demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat (finacial intermediary). 2.1.2 Karakteristik Usaha Perbankan Dalam system pembayaan moneter bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Menurut Guitan dan George (1997)Bank juga memiliki 3 (tiga) karakteristik khusus yang memberdakan dari lembaga keuangan lainnya yaitu : a. Bank berperan khusus dalam penciptaan uang dan mekanisme sistem pembayaran dalam perekonomian. Perbankan memungkinkan berbagai transaksi keuangan dan ekonomi dapat berlangsung lebih cepat, aman, dan efisien. b. Lembaga intermediasi keuangan, peran khusus dalam memobilisasikan simpanan masyarakat untuk disalurkan dalam bentuk kredit dan pembiayaan lain kepada dunia usaha. Proses mobilisasi dan alokasi sumber-sumber dana dalam perekonomian menjadi lebih besar dan lebih mudah. c. Lembaga penanaman aset finansial, Bank berperan dalam mentransformasikan aset finansial, seperti simpanan masyarakat kedalam bentuk aset finansial lain, yaitu kredit dan surat-surat berharga yang dikeluarkan pemerintah dan bank sentral. Ketiga fungsi penting tersebut menempatkan bank pada peran khusus dalam sistem ekonomi, baik dari sisi mikro maupun makro. Dari sisi mikro, bank dibutuhkan sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan menyimpan dana, memperoleh kredit dan pembiayaan lain, maupun 4

dalam melakukan berbagai transaksi ekonomi dan keuangan. Dari sisi makro, bank dibutuhkan karena peran pentingnya dalam proses penciptaan uang dan sistem pembayaran, serta dalam mendorong efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter dan efisiensi alokasi sumber dana dalam ekonomi (Warjiyo, 2006: 431–433).

2.1.3 Pengertian Lembaga Pembiayaan Istilah lembaga pembiayaan (finance) merupakan istilah yang relatif lebih baru dibandingkan dengan lembaga perbankan. Lembaga pembiayaan berkembang setelah adanya Paket Deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto 88) dan Paket Deregulasi 20 Desember 1988 (Pakdes 88). Kegiatan usaha lembaga pembiayaan menekankan pada fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk penyediaan dana dan barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Lembaga pembiayaan diatur dalam Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Pengertian lembaga pembiayaan menurut Pasal 1 angka (2) Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Menurut kepres No.61 TAHUN 1988 dijelaskan bahwa lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang dilakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.

2.2

Jenis Dan Bentuk Usaha Perbankan dan Lembaga Pembiayaan 2.2.1 Jenis dan Bentuk Usaha Perbankan Jenis dan Bentuk Usaha Perbankan di bedakan menjadi berikut : 2.2.1.1 Bank Umum Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam

5

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bank umum berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank umum memiliki bentuk hukum yaitu: a.

Perseroan Terbatas ( PT )

b.

Koperasi, atau

c.

Perusahaan Daerah.

Kegiatan usaha Bank Umum adalah enghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. a.

Memberikan kredit.

b.

Menerbitkan surat pengakuan utang.

c.

Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya: 1) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud. 2) Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud. 3) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah. 4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI). 5) Obligasi. 6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun. 7) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun

d.

Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan 6

menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya. e.

Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

f.

Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

2.2.1.2 Bank Syariah Di beberapa kota di Indonesia banyak berdiri bank syariah. Bank Syariah tersebut dapat berasal dan bank umum maupun bank perkreditan rakyat (BPR). Bank umum tersebut antara lain Bank BNI Syariah, Bank Mandiri Syariah, dan Bank Danamon Syariah. Menurut Undang-undang No.10 tahun 1998 bank syariah adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Prinsip syariah menurut Pasal 1 ayat 13 Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

2.2.1.3 Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan

7

BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum karena BPR dilarang menerima simpanan giro, kegiatan valas, dan perasuransian. Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat antara lain: a.

Memberikan kredit,

b.

Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,

c.

Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

2.2.2 Jenis dan Bentuk Lembaga Pembiayaan Menurut Perpres No. 84/PMK.012/2006, perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan. Kegiatan usaha perusahaan pembiayaan meliputi : 1. Sewa Guna Usaha (Leasing) Istilah leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing). Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, 27 Nopember 1991 dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 19 Januari 1991. Dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 48/KMK.013/1991 tentang Kegiatan Sewa-guna-usaha, dinyatakan tidak berlaku. 2. Anjak Piutang (Factoring) Factoring atau Anjak Piutang adalah perusahaan yang kegiatannya melakukan penagihan atau pembelian atau pengambilalihan atau pengelolaan hutang piutang suatu perusahaan dengan imbalan atau pembayaran tertentu dari perusahaan (klien). Dalam kegiatan factoring ada tiga pihak yang terkait, yaitu: a. Perusahaan Factoring (factoring company). b. Perusahaan penjual piutang atau disebut klien (client). c. Nasabah (customer). 8

3. Usaha Kartu Kredit Kartu Kredit adalah Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran. Dasar Hukum Penggunaan kartu kredit di Indonesia a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Nasional. Penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu kredit didasarkan pada ketentuan Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh bank. Dengan demikian, Undnag-Undang Perbankan dapat dijadikan dasar penyelenggaraan usaha kartu kredit sebagai alat pembayaran oleh bank. Namun, Undang-Undang Perbankan tidak mengatur secara lebih rinci mengenai penerbitan dan penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran. b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan (KMK Lembaga Pembiayaan) mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 1988. KMK Lembaga Pembiayaan ini merupakan peraturan pelaksana dari Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. Di dalam KMK Lembaga Pembiayaan ini dinyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilaksanakan oleh Lembaga Pembiayaan.

9

4. Perusahaan Modal Ventura Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/ penyertaan modal ke dalam suatu Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (Investee Company) / Sebagai pasangan usahanya untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.

Dasar Hukum Modal Ventura a.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.017/1995 tanggal 3 Oktober 1995 Tentang Pendirian dan Pembinaan Perusahaan Modal Ventura.

b.

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1995 tentang Pajak Penghasilan bagi Perusahaan Modal Ventura.

c.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 227/KMK.01/1994 tanggal 9 Juni 1994 Tentang Sektor-sektor Usaha Perusahaan Pasangan Usaha dari Perusahaan Modal Ventura.

d.

Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 1992 tentang sektor-sektor usaha Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) Perusahaan Modal Ventura.

e.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 Tentang ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

2.3

Proses Bisnis Usaha Perbankan, Lembaga Pembiayaan Seiring berjalannya waktu keberadaan lembaga perbankan tidak mencukupi kebutuhan akan dana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya alternatif pembiayaan lainnya selain bank. Adanya alternatif pembiayaan lainnya dimaksud dibutuhkan mengingat akses untuk mendapatkan dana dari bank sangat terbatas. Mengantisipasi hal tersebut, maka pemerintah pada tahun 1988 melalui Kepres Nomor 61 Tahun 1988 membuka peluang bagi berbagai badan usaha untuk melakukan kegiatankegiatan pembiayaan sebagai alternatif lain untuk menyediakan dana guna menunjang pertumbuhan perekonomian Indonesia. Kegiatan-kegiatan pembiayaan tersebut dilakukan oleh suatu lembaga

yang

namanya lembaga pembiayaan. Melalui lembaga pembiayaan dimaksud para pelaku bisnis 10

bisa mendapatkan dana atau modal yang dibutuhkan. Keberadaan lembaga pembiayaan ini sangat penting, karena fungsinya hampir mirip dengan bank. Dalam prakteknya sekarang ini lembaga pembiayaan banyak dimanfaatkan oleh pelaku bisnis ketika membutuhkan dana atau barang modal untuk kepentingan perusahaan. Sejalan dengan itu pemerintah sejak tahun 1988 pemerintah telah menempuh berbagai kebijakan untuk lebih memperkuat sistem lembaga keuangan nasional melalui pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan, diantaranya lembaga pembiayaan, dengan tujuan

memperluas penyediaan

pembiayaan alternatif bagi dunia bisnis/usaha sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan dana untuk menunjang kegiatan usaha.Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Edisi Kedua, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001, hlm. 281 Dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988, diaturlah ketentuan tentang lembaga pembiayaan, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 468/KMK. 017/1995. Dalam pasal 1 angka 2 Keppres No. 61 Tahun

1988

tersebut

disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Berdasarkan pengertian lembaga pembiayaan sebagaimana dimaksud diatas, maka dalam lembaga pembiayaan terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 1. Badan usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. 2. Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan pekerjaan atau aktivitas dengan cara membiayai pihak-pihak atau sektor usaha yang dibutuhkan. 3. Penyediaan dana, yaitu perbuatan penyediaan uang untuk suatu keperluan. 4. Barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu atau barang lain, seperti mesin-mesin, peralatan pabrik, dan sebagainya. 5. Tidak menarik dana secara langsung (non deposit taking) artinya tidak mengambil uang secara langsung baik dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan surat sanggup bayar

11

kecuali hanya untuk dipakai sebagai jaminan hutang kepada bank yang menjadi krediturnya. 6. masyarakat, yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat, yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 2 2.4

Ketentuan PPh Untuk Usaha Perbankan, Lembaga Pembiayaan Ketentuan perpajakan secara umum juga berlaku untuk usaha perbankan. Namun karena ada karakteristik khusus atas usaha perbankan maka terdapat aturan pajak yang khusus mengatur hal tersebut. Aturan pajak tersebut adalah : a. PPh Pasal 21 untuk Gaji, upah , honorarium, insentif, imbalan lainnya dalam bentuk dan nama apapun b. PPh Pasal 22 untuk Pengadaan (Pembelian) Barang oleh Bank BUMN/D

Kewajiban Pemungutan PPh Pasal 22 Pemungutan PPh Pasal 22 diatur dalam KMK-254/KMK.03/2001 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PMK-210/PMK.03/2008). Menyebutkan bahwa, atas pembelian barang yang dilakukan oleh : a. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD) b. Bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN Wajib dipungut PPh Pasal 22 dari wajib pajak penjual dengan tarif efektif : 1,5% x Harga Jual (belum termasuk PPN). PPh Pasal 22 dipungut pada saat pembayaran. Kewajiban Pemungutan PPh Pasal 23 PPh Pasal 23 untuk Bunga, Dividen, Royalti, Sewa, dan Imbalan Jasa a.

Pemotong PPh Pasal 23 menurut Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) adalah : 1) Badan Pemerintah 12

2) Subjek Pajak Badan Dalam Negeri 3) Penyelenggara Kegiatan\ 4) Bentuk Usaha Tetap 5) Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya 6) Orang Pribadi Sebagai Wp Dalam Negeri Tertentu Yang Ditunjuk Oleh Dirjen Pajak b.

Penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri atau BUT yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 menurut Pasal 23 ayat (1) adalah sebagai berikut : 1) Dividen (selain deviden ke OP / ke PT dgn penyertaan saham diatas 25%) 2) Bunga (kecuali bank) 3) Royalti 4) Hadiah dan Penghargaan sehubungan dengan kegiatan selain yg telah dipotong PPh Ps. 21

Kewajiban Pemungutan PPh Pasal 22 PPh Pasal 4 ayat (2) untuk PPh yang bersifat final, misal : bunga tabungan/ deposito, hadiah undian, dan lain lain 1.

PPh Final atas Bunga Deposito/Tabungan PPh Final atas Bunga Deposito/Tabungan diatur dalam PP Nomor 131 Tahun 2000 dan KMK-51/KMK.04/2001. Pokok-pokok ketentuan adalah sebagai berikut: a. PPh Final dikenakan atas bunga yang berasal dari deposito/tabungan baik yang ditempatkan pada bank yang didirikan di dalam negeri maupun bank di luar negeri melalui cabangnya di di Indonesia, termasuk jasa giro serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, kecuali WP Orang Pribadi yang seluruh penghasilannya dalam 1 tahun pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi PTKP. b. PPh yang terutang adalah sebesar 20% dari jumlah bruto (terhadap wajib pajak dalam negeri atau BUT) dan 20% dari jumlah bruto atau sesuai tarif P3B yang berlaku (terhadap wajib pajak luar negeri). c. Dikecualikan dari pemotongan PPh : 13

a. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah. b. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. c. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan, sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun. d. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kapling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sepanjang untuk dihuni sendiri.

Pembebasan pemotongan PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan, sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun dapat diberikan berdasarkan SKB Pemotongan PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterbitkan oleh KPP tempat dana pensiun terdaftar. 2.

PPh Final atas Hadiah Undian PPh Final atas Penghasilan dari Hadiah atas Undian diatur dalam PP Nomor 132 Tahun 2000, KEP-395/PJ/2001, dan SE-19/PJ.43/2001. Pokok-pokok ketentuannya adalah sebagai berikut : a.

Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun melalui cara undian yang diterima atau diperoleh orang orang pribadi/badan dalam negeri dan orang pribadi atau badan luar negeri dikenakan PPh Final sebesar 25% dari jumlah bruto nilai undian.

b.

Penyetoran PPh tersebut oleh penyelenggara undian dengan SSP secara kolektif selambat-lambatnya tanggal10 bulan berikutnya. 14

c.

Pelaporan ke KPP setempat dengan SPT Masa PPh atas hadiah undian selambatlambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah dibayarkannya atau diserahkannya hadiah undian tersebut.

d.

2.5

PPh Pasal 25 Wajib Pajak Bank

Ketentuan Pot-Put untuk Usaha Perbankan, Lembaga Pembiayaan Yang menjadi Pengurang Penghasil Bruto adalah besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya yang menurut ketentuan undang-undang perpajakan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Biaya yang dapat dikurangkan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara. Sesuai Pasal 6 UU PPh, biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk: 1.

Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha.

2.

biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.

3.

bunga, sewa, dan royalty

4.

biaya perjalanan

5.

biaya pengolahan limbah

6.

premi asuransi

7.

biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan PMK (PMK02/PMK.03/2010)

8.

biaya administrasi; dan pajak kecuali Pajak Penghasilan

9.

Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, sepanjang harta yang disusutkan atau diamortisasi tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (pajak)

10. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan

15

11. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan 12. Kerugian selisih kurs mata uang asing 13. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia 14. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan

Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU PPh, pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu : 1.

Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi

2.

Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota

3.

Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :

a.

cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang

b.

cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

c.

cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan

d.

cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan

e.

cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan

f.

cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan (PMK-81/PMK.03/2009)

16

1. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan (wajib dipotong PPh Pasal 21) 2. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK- 83/PMK.03/2009) 3. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan 4. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, dan huruf m UU PPh serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah 5. Pajak Penghasilan 6. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya 7. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan. Biaya Promosi

17

Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam PMK02/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Januri 2009). PMK ini disampaikan melalui SE-9/PJ/2010 tanggal 1 Februari 2010. Dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut : 1. Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Untuk mempertahankan dan atau meningkatkan penjualan; b. Dikeluarkan secara wajar; dan c. Menurut adat kebiasaan pedagang yang baik. Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan akumulasi dari jumlah 1. Biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya; 2. Biaya pameran produk; 3. Biaya pengenalan produk baru; dan/atau 4. Biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk. Tidak termasuk Biaya Promosi adalah : 1. Pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi. 2. Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final. a. Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel produk yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan. b. Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek pemotongan PPh wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mekanisme pemotongan PPh kepada pihak-pihak yang menerima penghasilan atas pengeluaran biaya promosi mengacu pada ketentuan perpajakan yang berlaku.

18

c. Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif yang paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong dengan format sebagaimana dalam lampiran PMK-2/PMK.03/2010. Pada saat pengisian Lampiran Peraturan Menteri mengenai Daftar Nominatif perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Dalam hal pemberian sampel, kolom Keterangan harus diisi dengan mencantumkan Nama Kegiatan dan Lokasinya; 2) Dalam hal Biaya Promosi dikeluarkan dalam bentuk sponsorship, kolom Keterangan harus diisi dengan informasi kontrak dan/atau perjanjian sponsorship secara lengkap, termasuk nomor dan tanggal kontrak; 3) Dalam hal Biaya Promosi dilakukan dalam bentuk selain sponsorship dan kegiatan promosi tersebut dilakukan berdasarkan suatu kontrak dan/atau perjanjian, maka Wajib Pajak harus mencantumkan informasi kontrak dan/atau perjanjian secara lengkap dalam kolom Keterangan, termasuk nomor dan tanggal kontrak. Pembentukan/Pemupukan Dana Cadangan Pembentukan/pemupukan dana cadangan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tanggal 22 April 2009 (berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009). Pokokpokok ketentuan adalah sebagai berikut : 1. Bank umum konvensional dan bank umum syariah serta BPR konvensional dan BPR Syariah dapat membentuk dana cadangan piutang tak tertagih. 2. Besarnya cadangan piutang tak tertagih sebagai berikut : Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud di atas paling tinggi adalah: 1. 100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan 2. 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai

19

a. Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan tersebut di atas adalah jumlah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank. b. Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. c. Dalam hal cadangan piutang tak tertagih tidak atau tidak seluruhnya dipakai untuk menutup penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak tertagih, maka jumlah kelebihan cadangan tersebut harus diakui sebagai penghasilan. Dan sebaliknya, apabila jumlah cadangan yang ada tidak mencukupi, maka kekurangannya diperhitungkan sebagai kerugian (biaya).

Penghasilan Usaha Bank Berbasis Syariah Perlakuan Pajak Penghasilan atas kegiatan usaha berbasis syariah diatur dalam PP Nomor 25 Tahun 2009, yaitu sebagai berikut: 1. Usaha Berbasis Syariah adalah setiap jenis usaha yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang meliputi perbankan syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, jasa keuangan syariah dan kegiatan usaha berbasis syariah lainnya 2. Perlakuan Pajak Penghasilan dari kegiatan Usaha Berbasis Syariah meliputi: a. penghasilan; b. biaya; dan c. pemotongan pajak atau pemungutan pajak. 3. Biaya dari Kegiatan Usaha Berbasis Syariah termasuk : a. hak pihak ketiga atas bagi hasil; b. margin; dan c. kerugian dari transaksi bagi hasil. 4. Pemotongan pajak atau pemungutan pajak dari kegiatan Usaha Berbasis Syariah dilakukan juga terhadap: a. hak pihak ketiga atas bagi hasil;

20

b. bonus; c. margin; dan d. hasil berbasis syariah lainnya yang sejenis. Ketentuan mengenai penghasilan, biaya, dan pemotongan pajak atau pemungutan pajak dari kegiatan Usaha Berbasis Syariah sebagaimana dimaksud di atas berlaku mutatis mutandis ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pemberlakuan secara mutatis mutandis dimaksudkan bahwa ketentuan perpajakan yang berlaku umum berlaku pula untuk kegiatan Usaha Berbasis Syariah.

2.6

Ketentuan PPN untuk Usaha Perbankan, Lembaga Pembiayaan 2.6.1 PPN untuk Penyerahan Barang/Jasa (BKP/JKP) yang terutang PPN. 1.

PPN Terkait Usaha Perbankan, pada prinsipnya semua barang dan jasa dikenakan PPN, hanya saja ada pengecualian. Jasa keuangan termasuk yang jenis jasa yang tidak dikenakan PPN. Dalam UU PPN yang baru (UU No.42 Tahun 2009) terdapat perubahan terminologi dari “jasa perbankan” menjadi “jasa keuangan”. Jasa perbankan yang dimaksud dalam UU PPN lama (PP 144/2000) adalah jasa perbankan sesuai dengan UU perbankan, sedangkan menurut UU PPN baru, tidak disebut lagi jasa perbankan namun jasa keuangan (jasa menghimpun dana, menempatkan dana, dan jasa pembiayaan). Jasa keuangan ini tidak dikaitkan lagi pengertian jasa perbankan sebagaimana dimaksud dalam UU perbankan. Menurut UU PPN yang baru, jasa keuangan yang dilakukan oleh siapapun tidak dikenakan PPN

2.

Perubahan ini memberikan perluasan arti sehingga mengakhiri perdebatan yang timbul selama ini mengenai apakah jasa keuangan yang dilakukan oleh perbankan syariah dan non perbankan termasuk pengertian jasa perbankan yang tidak dikenakan PPN ?. Salah satu yang menjadi polemik adalah pengenaan PPN terhadap transaksi murabahah (produk perbankan syariah dengan prinsipjual beli). Dengan adanya UU PPN yang baru maka atas transaksi tersebut tidak dikenakan PPN lagi.

21

3.

Persandingan UU PPN yang lama dengan UU PPN yang baru yang mengatur PPN terkait usaha perbankan.

4.

UU PPN lama (PP 144/2000) Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi, meliputi: a.

Jasa perbankan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (perjanjian), serta anjak piutang;

b.

Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi;

c.

Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi

2.6.2 UU PPN baru (UU No.42 Tahun 2009) Jasa keuangan, meliputi: 1.

jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;

2.

jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;

3.

jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa: a. sewa guna usaha dengan hak opsi; b.

anjak piutang;

c. usaha kartu kredit; dan/atau d. pembiayaan konsumen;

22

e.

jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan

f. fidusia; dan g. jasa penjaminan. 4. Jenis jasa keuangan yang tidak dikenakan PPN telah disebutkan secara limitatif dalam Memori Penjelasan Pasal 4A ayat (3) huruf d UU PPN, Jenis jasa lainnya yang tidak disebutkan dalam Memori Penjelasan Pasal 4A ayat (3) huruf d UU PPN dikenakan PPN 5. Contoh jenis jasa yang Dilakukan Perusahaan Perbankan yang Dikenakan PPN (ketentuan dalam SE dan Surat Dirjen hanya bersifat penegasan) : a. Jasa persewaan Safety Box (SE-02/PJ.321/1994) memberikan penegasan bahwa: 1) kegiatan usaha penyewaan safety box yang dilakukan oleh bank umum terutang PPN 2) dalam hal dapat dibuktikan oleh bank yang bersangkutan bahwa penggunaan safety box oleh pihak lain dikaitkan dengan usaha perbankan lainnya sehingga atas pemakaian safety box tersebut tidak dipungut biaya maka Dasar Pengenaan Pajaknya adalah nihil dan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang juga nihil. b. Jasa penukaran uang kecil yang dilakukan oleh bank dikenakan PPN (Surat Dirjen Pajak No.S-56/PJ.53/2004). Dasar Pengenaan Pajaknya adalah jumlah kompensasi jasa/fee (imbalan) yang diterima oleh bank tersebut. c. Penyerahan barang dalam rangka pembagian hadiah berupa barang (melalui penukaran poin yang terkumpul) oleh perusahaan perbankan penerbit kartu kredit kepada para nasabahnya melalui “Membership Reward Program” yang dikaitkan dengan penggunaan kartu kredit/kartu tagih, terutang PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar harga pasar wajar barang tersebut (Surat Dirjen Pajak No. S-777/PJ.322/2003). d. Jasa Penagihan Listrik dan Telepon yang Dilakukan oleh Bank (Surat Dirjen Pajak Nomor S-947/PJ.53/2005)

23

e. Persewaan ruangan (gedung perkantoran atau rumah tinggal), termasuk persewaan safety box, jasa persewaan barang-barang bergerak lainnya, jasa konsultasi, jasa riset, jasa makelar/pialang, jasa keagenan, jasa penaksiran (appraisal), jasa manajemen, dan sejenisnya terutang PPN meskipun jasajasa ini dilakukan oleh bank dan LKBB sebagai bagian dari usaha dengan perizinan yang diperolehnya (SE-15/PJ.5/1990). f. Penyerahan jasa perdagangan, seperti (SE-15/PJ.5/1990): 1) mempersiapkan penerbitan dan penjualan surat-surat berharga, 2) bertindak sebagai dealer surat-surat berharga, 3) bertindak

sebagai

perantara

untuk

mendapatkan

kompanyon/partnerjoint venture, mendapatkan tenaga ahli, atau mendapatkan pinjaman bagi pihak lain, dan konsultasi dalam bidang pembiayaan, investasi, dan manajemen.

24

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Bab Ii.docx
April 2020 19
Bab I.docx
April 2020 9
Bab Iii.docx
April 2020 15
Daftar Pustaka.docx
April 2020 13
Sop Suction Igd.docx
April 2020 13