Bab Iib Pina.docx

  • Uploaded by: Data Statistik
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Iib Pina.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,644
  • Pages: 43
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Kehamilan 1.

Definisi Kehamilan Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari haid pertama haid terakhir. (Saifuddin, 2010 : 89).

2.

Tanda Kehamilan Tanda dan gejala kehamilan menurut Sulistyawati (2009 : 83 – 85) yaitu sebagai berikut : a.

Tanda – tanda dugaan hamil 1) Amenorhoe (terlambat haid) 2) Nausea, emesis, anoreksia (tidak nafsu makan) 3) Sinkope atau pingsan 4) Payudara membesar, tegang dan sedikit nyeri 5) Miksing (sering kencing) 6) Konstipasi atau obstipasi 7) Hiperpigmentasi kulit ; striae, chloasma, linea nigra 8) Varises

9) Perubahan perasaan 10) Berat badan bertamabah b.

Tanda – tanda kemungkinan hamil : 1) Perut membesar 2) Uterus membesar 3) Tanda hegar, Chadwick, piscaseck 4) Braxton hick 5) Teraba ballotemen, reaksi kehamilan positif

c.

Tanda – tanda pasti : 1) Gerakan janin yang dapat dilihat, diraba atau dirasa, juga bagian – bagian janin 2) Denyut jantung janin, didengar dengan stetoskop monoral laenec, alat doppler dicatat dengan fetoelektro kardiogram dan di lihat pada ultrasonografi.

3.

Perubahan Fisiologis Kehamilan Perubahan Fisiologis Kehamilan menurut Wiknjosastro (2008 : 89 - 93) yaitu : a.

Uterus Beratnya uterus akan mengalami perubahan dari yang semula 30 gram menjadi seberat 1000 gram pada akhir kehamilan. Otot uterus akan mengalami hyperplasia dan hypertropi atau menjadi lebih lunak sehingga senantiasa dapat mengikuti pembesaran seiring dengan pertumbuhan janin.

b.

Vagina Vagina dan vulva mengalami peningkatan pembuluh darah karena terpengaruhi oleh estrogen dan progesteron sehingga tampak makin merah dan kebiru – biruan atau disebut tanda chadwicks.

c.

Ovarium Dengan adanya kehamilan, ovarium yang mengandung corpus luteum gravidarum akan meneruskan fungsinya sampai terbentuknya plasenta yang sempurna pada umur kehamilan 16 minggu, hal ini dipengaruhi oleh kemampuan villi corealis mengeluarkan hormon corionic gonadotropin.

d.

Payudara Payudara akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan pemberian air susu ibu (ASI) pada saat laktasi.

e.

Sirkulasi darah 1) Volume darah Volume darah pada kehamilan akan semakin meningkat dan terjadinya haemodilusi atau pengenceran darah dimana jumlah serum darah lebih besar dari pertumbuhan sel darah dengan puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu dimana serum darah (volume darah) akan bertambah 25% – 30% sedangkan sel darah bertambah sekitar 20%.

2) Sel darah Sel darah putih akan meningkat dengan jumlah sebesar 10.000/ml. f.

Sistem respirasi Pada kehamilan akan terjadi perubahan sistem pernafasan karena terjadinya desakan diafragma yang disebabkan dorongan uterus yang membesar pada kehamilan 32 minggu. Akibatnya, kebutuhan O2 meningkat. Dengan demikian ibu hamil akan bernafas lebih dalam sekitar 20% - 25% dari biasanya.

g.

Sistem pencernaan Akibat pengaruh estrogen, pengeluaran asam lambung pun akan meningkat dan menyebabkan : 1) Hipersalivasi atau pengeluaran air liur yang berebih 2) Daerah lambung terasa panas 3) Terasa mual dan sakit / pusing kepala terutama pagi hari 4) Emesis atau muntah dan Hiperemesis (muntah berlebih) 5) Gerak usus semakin berkurang yang dapat menyebabkan Obstipasi / susah buang air besar.

h. Sistem perkemihan Pengaruh desakan hamil muda dan turunnya kepala bayi pada saat hamil tua akan mengakibatkan terjadinya gangguan miksi atau buang air yang sering.

i.

Perubahan pada kulit Pada kulit akan terjadi deposit pigmen dan hiperpigmentasi karena pengaruh Melanophore Stimulating Hormon (MSH), lobus hipofisis anterior dan pengaruh kelenjar suprarenalis. Hiperpigmentasi ini terjadi pada stiae gravidarum livide atau alba, aerola mamae, papilla mamae, linea nigra, chloasma gravidarum pada pipi yang akan menghilang setelah persalinan.

j.

Metabolisme Seiring dengan terjadinya kehamilan maka metabolisme tubuh pun akan mengalami perubahan yang mendasar dimana kebutuhan akan nutrisi akan semakin tinggi untuk pertumbuhan janin dan untuk persiapan laktasi

4.

Proses Kehamilan Menurut Manuaba (2012 : 75) proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan dan terdiri dari :

5.

a.

Populasi

b.

Migrasi spermatozoa dan ovum

c.

Konsepsi dan pertumbuhan zigot

d.

Nidasi (Implantasi) pada uterus

e.

Pembentukan plasenta

f.

Tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm

Tanda Bahaya pada Ibu Hamil a.

Perdarahan pervaginam

b.

Sakit kepala yang lebih dari biasa

c.

Gangguan penglihatan

d.

Pembengkakan pada wajah/ tangan

e.

Nyeri abdomen (epigastrik)

f.

Janin tidak bergerak sebanyak biasanya

(Prawirohardjo, 2010 : 281). 7.

Antenatal Care a.

Definisi Antenatal Care Antenatal Care adalah upaya preventif program pelayanan kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan. (Prawirohardjo, 2010 : 278).

b. Tujuan Asuhan Antenatal 1) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin. 2) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan janin. 3) Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.

4) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin. 5) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan dengan normal dan pemberian ASI Ekslusif. 6) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal. (Prawirohardjo, 2010 : 90). c.

Kebijakan program Menurut Saifuddin (2010 : 90), kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan sedikitnya 4 kali selama kehamilan. 1) Satu kali pada triwulan pertama 2) Satu kali pada triwulan kedua 3) Dua kali pada triwulan ketiga

d. Sesuai kebijakan program asuhan antenatal harus sesuai standar, yaitu “14 T“, meliputi : 1) Timbang berat badan Timbang berat badan dalam kilo gram tiap kali kunjungan. Kenaikan berat badan normal yaitu waktu hamil 0,5 kg per minggu mulai trisemester kedua. (T1)

2) Ukur tekanan darah Tekanan darah yang normal 110/ 80- 140/ 90 mmHg, bila melebihi dari 140/ 90 mmHg perlu diwaspadai adanya preeklampsi. (T2) 3) Ukur tinggi fundus uteri. (T3) 4) Pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan. (T4) 5) Pemberian imunisasi TT. (T5) 6) Pemeriksaan Hb. (T6) 7) Pemeriksaan VDRL. (T7) 8) Perawatan payudara, senam payudara dan pijat tekan payudara. (T8) 9) Pemeliharaan tingkat kebugaran / senam ibu hamil. (T9) 10) Temu wicara dalam persiapan rujukan. (T10) 11) Pemeriksaan protein urine atas indikasi. (T11) 12) Pemerikasaan reduksin urine atas indikasi. (T12) 13) Pemberian terapi kapsul yodium untuk daerah endemis gondok. (T13) 14) Pemberian terapi anti malaria untuk daerah endemis malaria. (T14). (http//francichandra.Wordpress.com/2010/4/07/Antenatal care). e.

Pemberian Vitamin Zat Besi Menurut Saifuddin (2010 : 91), dimulai dengan memberikan satu tablet sehari segera mungkin setelah rasa mual hilang. Tiap

tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) asam folat 500 mg, minimal masing- masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau

kopi, karena akan mengganggu

penyerapan. f.

Jadwal Imunisasi TT Tabel 2.1 : Jadwal imunisasi TT

Imunisasi

Selang waktu

Lama

TT

pemberian imunisasi

perlindungan

% Perlindungan

TT TT 1

Kunjungan antenatal

-

pertama TT 2

1 bulan setelah TT1

3 tahun

80

TT 3

6 bulan setelah TT2

5 tahun

95

TT 4

12 bulan setelah TT3

10 tahun

99

TT 5

12 bulan setelah TT4

25 tahun

99

(Sulistyawati, 2009: 121)

B. Persalinan 1.

Definisi Persalinan Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada servik (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. (Wiknjosastro, 2008 : 37).

2.

Tanda- tanda Persalinan a.

Distensi abomen berkurang (lightening)

b.

Perubahan serviks

c.

Persalinan palsu

d.

Ketuban pecah dini

e.

Bloody show

f.

Lonjakan energi

g.

Gangguan pada saluran cerna. (Varney, 2008 : 672).

3.

Pembagian Tahap Persalinan a.

Persalinan Kala I Adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap, pada permulaan his pada kala

pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga ibu masih dapat berjalan- jalan. Kala satu dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Kala satu dibagi menjadi dua fase, yaitu: 1) Fase laten persalinan a) Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap. b) Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm. c) Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam. d) Kontraksi mulai teratur tetap lamanya diantara 20-30 detik. 2) Fase aktif persalinan a) Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara berahap (kontraksi dianggap adekuat/ memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu sepuluh menit, dan berangsung selama 40 detik atau lebih). b) Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata- rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara). c) Terjadi penurunan bagian terendah janin Fase aktif dibagi menjadi tiga fase, yaitu : (1) Fase akselerasi

Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm.

(2) Fase dilatasi maksimal Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 sampai 9 cm. (3) Fase deselerasi Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap. Pada kala I pada primigravida berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam. (Wiknjosastro, 2008: 182). b. Persalinan Kala II (Kala Pengeluaran) Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, cepat, dan lebih lama. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggung yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap cm sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada multi. Kala II dikenal juga dengan kala pengeluaran. 1) Tanda dan Gejala Kala II Persalinan a) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan kontraksi

b) Ibu makin merasakan meningkatnya tekanan pada rectum dan atau vaginanya c) Perineum terlihat menonjol d) Vulva- vagina dan sfingter ani terlihat membuka e) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah f)

Diagnosis kala II persalinan dapat ditegaskan atas dasar hasil pemeriksaan dala yang menunjukan: Pembukaan serviks telah lengkap, atau terlihatnya bagian kepala bayi pada introitus vagina. (Fitramaya, 2009 : 6).

C. Persalinan Kala III (Pelepasan Uri) Dimulai segera setelah bayi lahir sampai bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. (Prawirohardjo, 2009 : 101). Lepasnya plasenta sudah dapat dilihat dengan meperhatikan tanda- tanda dibawah ini : 1) Uterus menjadi globuler 2) Tali pusat memanjang 3) Adanya semburan darah D. Persalinan Kala IV Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena pendarahan postpartum paling sering terjadi pada jam pertama.

Observasi yang dilakukan : 1) Tingkat kesadaran penderita 2) Pemeriksaan tanda- tanda vital : tekanan darah, nadi, dan pernafasan 3) Kontraksi uterus 4) Terjadinya perdarahan 5) Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi 400 cc sampai 500 cc. (Fitramaya, 2009 : 8). 4.

Patograf a.

Definisi Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala I

persalinan

dan

informasi

untuk

membuat

keputusan

klinik.

(Wiknjosastro, 2008 : 57). b. Penggunaan Patograf 1) Tujuan utama penggunaan partograf a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melaui periksa dalam. b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga dapat mendeteksi secara dini terjadinya partus lama. c) Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu,

bayi,

grafik

kemajuan

persalinan,

bahan

dan

medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik, dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir. 2) Partograf harus digunakan : a)

Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan

b) Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat c) Secara rutin oleh semua penolong yang memberikan asuhan persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya c.

Mencatat Temuan pada Partograf 1) Informasi tentang ibu Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat mulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan dan perhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase laten, catat waktu pecahnya selaput ketuban. 2) Kondisi janin a.

Denyut jantung janin Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika ada tanda-tanda gawat janin). setiap kotak bagian atas partograf menunjukan waktu 30 menit.

b.

Warna dan adanya air ketuban Gunakan lambang-lambang berikut ini U

: selaput ketuban utuh (belum pecah)

J

: selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih

M : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium D

: selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah

K : selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban

tidak

mengalir lagi (kering) c.

Penyusupan (moulage) tulang kepala janin Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang panggul ibu). Gunakan lambang-lambang berikut ini : 0

: tulang- tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi

1

: tulang-tulang kepala janin hanya bersentuhan

2

: tulang-tulang kepala janin hanya tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan

3

: tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan

d. Kemajuan Persalinan Diantaranya pembukaan serviks, penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin, garis waspada dan garis bertindak. e.

Jam dan Waktu

Diantaranya waktu mulainya fase aktif persalinan, waktu aktual saat pemeriksaan dan penilaian.

f.

Kontraksi Uterus Diantaranya frekuensi dan lamanya.

g.

Obat-Obatan dan Caieran Yang Diberikan Diantaranya oksitosin, obat- obatan lainya dan cairan IV yang diberikan.

h. Kesehatan dan kenyamanan ibu Diantaranya nadi, tekanan darah dan temperature, urine (volume, aseton dan protein). i.

Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya Dicatat dalam kolom yang tersedia disisi fartograf atau dicatatan persalinan.

j.

Dekontaminasi Dekontaminasi adalah langkah penting pertama untuk menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan dan benda- benda lainnya yang terkontaminasi. (Nurasiah, 2012 : 233)

C. Ketuban Pecah Dini 1.

Definisi

Menurut Nugroho (2010 : 185) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban

sebelum

waktunya

melahirkan/

sebelum

inpartu,

pada

pembukaan < 4 cm (fase laten). Menurut Manuaba (2012 : 281) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai persalinan dan tunggu satu jam sebelum terjadinya inpartu. Ketuban pecah dini dapat secara teknis didefinisikan sebagai ketuban pecah sebelum awitan persalinan, tanpa memperhatikan usia gestasi. Namun dalam praktek dan dalam penelitian, ketuban pecah dini didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban sampai awitan persalinan. Interval ini disebut periode laten dan dapat terjadi kapan saja dari 1 jam sampai 12 jam atau lebih. (Varney, 2008). 2.

Mekanisme Terjadinya Ketuban Pecah Dini Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini disebabkan karena selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi, bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. (Manuaba, 2012 : 283).

3.

Prinsip Dasar a.

Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan belangsung.

b.

Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetric berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi khorioamnionitis perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.

c.

Ketuban pecah dini disebabkan oleh kasus berkurangnya kekuatan membran atau meningkatkan tekanan intra uteri atau oleh kedua faktor tersebut, berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.

d.

Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasis, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda – tanda persalinan. (Saifuddin, 2010 : 218).

4.

Faktor Predisposisi a.

Infeksi, infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.

b.

Servik yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).

c.

Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli.

d.

Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena biasanya disertai infeksi.

e.

Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.

f.

Keadaan sosial ekonomi.

g.

Faktor lain 1) Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban 2) Faktor disproporsi antara kepala janin dan panggul ibu 3) Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum 4) Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C). (Sujiyatini, 2009 : 14)

5.

Penyebab a.

Serviks inkompeten

b.

Ketegangan rahim berlebihan : Kehamilan ganda, hidramnion

c.

Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang

d.

Kemungkinan kesempitin panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP, sefalopelvik disproporsi

e.

Kelainan bawaan dari selaput ketuban

f.

Infeksi vagina atau serviks (misalnya, trikomonas, gonore, steptococus grup B)

g.

Keletihan akibat kerja pada wanita nulipara. (Kriebs, 2010 : 398)

6.

Tanda dan Gejala a.

Keluarnya cairan ketuban yang merembes melalui vagina

b.

Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna merah

c.

Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara

d.

Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda- tanda infeksi yang terjadi. (Nugroho, 2010 : 187).

7.

Kemungkinan Komplikasi Ketuban Pecah Dini a.

Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernafasan (RDS = respiratory distres syndrom) yang terjadi pada 10 - 40% bayi baru lahir.

b.

Resiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini.

c.

Prolaps tali pusat.

d.

Semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion).

e.

Resiko kecatatan dan kematian janin meningkat pada ketuban pecah dini preterm.

f.

Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila ketuban pecah dini preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu. (Nugroho, 2010 : 189)

8.

Penilaian Klinik a.

Tentukan pecahnya selaput ketuban, ditentukan dengan adanya cairan ketuban di vagina, jika tidak ada dapat dicoba dengan gerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Menentukan cairan ketuban dengan test lakmus.

b.

Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG

c.

Tentukan ada tidaknya infeksi, tanda – tanda infeksi, bila suhu ibu ≥ 38 derajat celcius, air ketuban yang keruh dan berbau, pemeriksaan air ketuban dengan tes LEA (lekosit Esterase) lokisit darah > 15.000 /mm3, janin yang mengalami takhikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin.

d.

Tentukan tanda – tanda inpartu

Tentukan adanya kontraksi yang teratur, periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan) antara lain untuk menilai skor pelvik. (Saifuddin, 2010 : 218).

9.

Pemeriksaan Penunjang a.

Pemeriksaan laboratorium 1) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pHnya 2) Cairan yang keluar dari vagina ada kemungkinan air ketuban, urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5 3) Test lakmus (tes nitrazin). Jika kertas lakmus merah berubah menjai biru menunjukan adanya cairan ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu 4) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan biarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan kristal cairan amnion dan gambaran daun pakis.

b.

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) 1) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri

2) Pada kasus ketuban pecah dini terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion. (Nugroho, 2010 : 188). 10. Diagnosa Ketuban Pecah Dini a.

Jumlah cairan yang hilang : ketuban pecah dapat menyebabkan pengeluaran cairan dalam jumlah yang besar atau rembes dalam jumlah kecil yang terus menerus

b.

Tidak mampu mengontrol kobocoran cairan dengan senam kegel yang membedakan ketuban pecah dini dengan inkontinensia urine waktu terjadinya pecah ketuban

c.

Warna cairan : jernih atau keruh, jika bercampur mekonium : kuning atau hijau

d.

Bau cairan : bau apek, berbeda dari bau urine

e.

Sanggama terakhir : semen yang keluar dari vagina dapat disangka cairan amnion. (Kriebs, 2010 : 398 – 399).

11. Penatalaksanaan a.

Konservatif 1) Rawat di rumah sakit 2) Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg / eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari)

3) Jika umur kehamilan <32 – 37 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai tidak lagi keluar 4) Jika usia kehamilan 32- 37 minggu belum inpartu tidak ada infeksi, tes bisa negatif beri deksamentason, observasi tanda – tanda infeksi dan kesejahteraan janin, terminasi kehamilan 37 minggu 5) Jika usia kehamilan 32- 37 sudah inpartu tidak ada infeksi beri antibiotik dan lakukan induksi 6) Nilai tanda – tanda infeksi : suhu, lekosit, tanda – tanda infeksi intrauterin 7) Pada usia kehamilan 32 – 34 minggu berikan steroid, untuk memacu

pematangan

paru



paru

janin

dan

kalau

memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu, dosis deksamentason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari. b.

Aktif 1) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin bila gagal sectio caesaria, dapat pula diberikan misoprostol 50 Mg intravagina tiap 6 jam maksimal 4 kali 2) Bila ada tanda – tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan di akhiri

a.

Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria

b.

Bila skorpelvik > 5 induksi pesalinan partus pervaginam. (Prawirohardjo, 2010 : 680)

Bagan 2.1. Skema Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini

KETUBAN PECAH DINI Bidan merujuk ke RS/ Puskesmas Masuk Rumah Sakit    

Antibiotika Batasi pemeriksaan dalam Pemeriksaan air ketuban, kultur, dan bakteri Observasi tanda infeksi dan distress janin

Kehamilan Aterm

Hamil Prematur  Observasi (suhu rectal, distress janin)  Kostikosteroid

Kelainan Obstetri  Distress janin  Letak sungsang  Letak lintang  Disproporsi  Sefalopelvik  Riwayat obsetri yang buruk  Grandemultipara  Primigravida usia lanjut  Infertilitas  Persalinan obstruktif

Letak kepala

Indikasi induksi

(Infeksi, waktu)

Sectio

Gagal

Sesaria

Berhasil (persalinan vagina)

    

Reaksi uterus tidak ada Kelainan letak kepala Fase laten dan aktif memanjang Distress janin Ruptura uteri imminens  Ternyata disproporsi sefalopelvik Manuaba, 2012 : 285 Tabel 2.2. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini

KETUBAN PECAH DINI < 37 MINGGU Infeksi

Tidak ada infeksi

≥ 37 MINGGU Infeksi

Berikan

Amoksilin +

Berikan penisilin,

penisilin,

eritromisin untuk 7

gentamisin dan

gentamisin dan

hari

metronidazol

Steroid untuk

Lahirkan bayi

Tidak ada infeksi Lahirkan bayi

metronidazol

Lahirkan bayi

pematangan paru

Berikan penisilin atau ampisilin

ANTIBIOTIKA SETELAH PERSALINAN Profilaksis

Infeksi

Tidak ada infeksi

Stop antibiotik

Lanjutkan untuk 24

Tidak perlu antibiotik

– 48 jam setelah bebas panas

(Prawirohardjo, 2010 : 220) 12. Pencegahan Beberapa pencegahan dapat dialakukan namun belum ada yang terbukti cukup efektif. Mengurangi aktivitas atau istirahat yang cukup pada akhir triwulan kedua atau triwulan ketiga dianjurkan. (Sujiyatini, 2009 : 21). D. Nifas 1.

Pengertian Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat- alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kurang lebih 6 minggu. (Prawirohardjo, 2010 : 122).

2. Tanda Bahaya pada Masa Nifas a.

Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba- tiba

b.

Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk

c.

Rasa nyeri di perut bagian bawah ata punggung

d.

Sakit kepala yang terus menerus, nyeri epigastrik atau masalah penglihatan

e.

Pembengkakan pada wajah dan tangan

f.

Demam, muntah, rasa sakit sewaktu BAK atau merasa tidak enak badan

g.

Payudara yang memerah, panas atau sakit

h.

Kehilangan selera makan

i.

Rasa sakit, warna merah, kelembutan dan atau pembengkakan pada kaki.

3. Program dan kebijakan teknis Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, meneteksi dan menangani masalah- masalah yang terjadi. (Saifuddin, 2008 : 123). Tabel 2.3. Kebijakan teknis kunjungan nifas dan tujuannya Kunjungan

Waktu

1.

6-8 jam post

Tujuan a.

partum

Mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri

b.

Mendeteksi dan merawat penyebab lain pendarahan : rujuk bila pendarahan berlanjut

c.

Memberikan konseling pada ibu atau

salah

satu

anggota

keluarga

lain

bagaimana cara mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri. d.

Pemberian ASI awal

e.

Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir

f.

Menjaga bayi tetap hangat dengan cara mencegah hypothermia

2.

6

hari

a.

Memastikan involusi uterus berjalan

setelah

normal,

persalinan

dibawah

uterus

pendarahan

berkontraksi,

umbilikus, abnormal

fundus

tidak

ada

pengeluaran

pervaginam tidak berbau b.

Menilai adanya tanda- tanda demam, infeksi, atau pendarahan abnormal

c.

Memastikan ibu cukup mendapatkan makanan dan istirahat

d.

Memastikan ibu dapat menyusui dengan baik dan benar tanpa adanya penyuit

e.

Memberikan

konseling

pada

ibu

mengenai perawatan bayi sehari-hari 3.

2

minggu

setelah

a.

Sama seperti pada kunjungan 6 hari setelah melahirkan

kelahiran 4.

6

minggu

b.

setelah kelahiran

Menanyakan pada ibu tentang penyulitpenyulit yang ia atau bayi alami

c.

Memberikan konseling untuk KB secara dini

Tabel 2.4. Asuhan yang biasa diberikan selama masa nifas adalah : Indakan

Keterangan

Kebersihan

a.

Anjurkan kebersihan seluruh tubuh

diri

b.

Menganjurkan

bagaimana

membersihkan

daerah

kelamin dengan sabun dan air pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan saerah disekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan ibu untuk membersihkan diri setiap kali selesai buang air kecil dan besar. c.

Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut stidaknya dua kali dalam sehari

d.

Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari, menyentuh luka

Istirahat

a.

Anjurkan ibu untuk beristirahat yang cukup untuk

mencegah kelelahan yang berlebihan b.

Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan- kegiatan rumah tangga biasa perlahan- lahan serta untuk tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur

Latihan

a.

Diskusikan pentingnya pengembalian otot- otot perut dan panggul kembali normal. Ibu akan merasa lebih kuat sehingga mengurangi rasa sakit pada punggung

b.

Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari sangat membantu, seperti : 1) Dengan tidur terlentang dengan lengan disamping, menarik otot perut selagi menarik nafas, tahan nafas kedalam dan angkat dagu ke dada, tahan satu hitungan sampai 5, rileks dan ulangi 10 kali. 2) Untuk memperkuat tonus otot vagina (latihan kegel)

c.

Berdiri dengan tungkai diharapkan kekencangan otototot pantat dan pinggul, tahan sampai 5 hitungan

d.

Mulai dengan mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan, setiap minggu naikan jumlah latihan 5 kali lebih banyak. Pada minggu ke-6 setelah persalinan ibu harus mengerjakan gerakan sebanyak 30 kali

Gizi

a.

Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari

b.

Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan

protein, mineral, dan vitamin yang cukup c.

Minum sedikitnya 3 liter air setiap harinya atau minum setiap kali menyusui

d.

Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi selama 40 hari

e.

Minum kapsul vitamin A agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI

Perawatan

a.

Menjaga payudara untuk tetap bersih dan kering

payudara

b.

Menggunakan BH yang menyokong payudara

c.

Bila puting lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan dari susu yang tidak lecet

d.

Apabila lecet berat, dapat diistirahatkan selama 24 jam, ASI dikeluarkan dan dan diminumkan dengan sendok

e.

Untuk menghilangkan nyeri dapat diminum parasetamol 1 tablet setiap 4-6 jam

f.

Apabila payudara bengkok akibat pembendungan ASI dapat dilakukan : 1) Kompres

payudara

selama

5

menit

engan

menggunkan kain basah dan hangat selama 5 menit 2) Urut payudara dari daerah pangkal menuju puting 3) Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan

payudara sehingga puting menjadi lunak 4) Letakan kain

dingin

pada payudara setelah

menyusu 5) Payudara dikeringkan Hubungan

a.

Secara fisik aman untuk memenuhi hubungan suami

perkawinan/

istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat

rumah

memasukan satu dua jari kedalam vagina tanpa rasa

tangga

nyeri. Begitu dara merah berhenti dan ibu tidak merasakan ketidaknyamanan, aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri kapanpun ibu siap

Keluarga

a. Ideal pasangan harus menunggu sekurang- kurangnya 2

berencana

tahun sebelum hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan tentang keluarganya. Namun, petugas kesehatan dapat membantu dengan merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka tentang cara mencegah kehamilan yang tidak diinginkan (Prawirohardjo, 2009 : 127-129)

E. Bayi Baru Lahir 1.

Definisi

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram. (Arif, 2009). 2.

Asuhan bayi baru lahir Menurut Saifuddin (2009 : 367) asuhan segera bayi baru lahir adalah asuhan segera yang diberikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah kelahiran.

3.

Penatalaksanaan awal bayi baru lahir a.

Pencegahan infeksi dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan bayi

b.

Segera melakukan penilaian awal secara tepat dan cepat (0-30 detik) 1) Apakah bayi menangis kuat/ bernafas tanpa kesulitan 2) Apakan bayi bergerak dengan aktif atau apakah ia lemas 3) Apakah warna kulit bayi merah muda, pucat atau biru

c.

Pencegahan kehilangan panas 1) Mencegah kehilangan panas dengan cara mengeringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks 2) Letakan bayi agar terjadi kontak kulit ibu ke bayi 3) Selimuti ibu dan bayi dan pakaikan topi di kepala bayi 4) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir (memansikan bayi minimal 6 jam setelah lahir) 5) Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat 6) Bayi jangan dibedong terlalu ketat

Mekanisme kehilangan panas : 1) Evaporasi adalah kehilangan panas terjadi karena menguapnya cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi setelah lahir 2) Konduksi adalah kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin 3) Konveksi adalah kehilangan panas yang terjadi saat bayi terpapar dengan udara sekitar yang lebih dingin 4) Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi saat bayi di tempatkan dekat benda – benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu bayi. d.

Perawatan tali pusat 1) Tali pusat tidak dibungkus atau dioleskan cairan / bahan apapun 2) Lipat popok dibawah tali pusat, bersihkan dengan air DTT dan sabun

dan

segera

keringkan

secara

seksama

dengan

menggunakan kain bersih 3) Jika pusat menjadi merah, bernanah dan / atau berbau, segera rujuk bayi ke fasilitas yang dilengkapi perawatan untuk bayi baru lahir. e.

Inisiasi Menyusui Dini Prinsip menyusu / pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin dan secara ekslusif.

f.

Pencegahan infeksi mata

Salep mata untuk pencegahan infeksi mata diberikan setelah 1 jam kontak kulit ke kulit dan bayi selesai menyusu. Pencegahan infeksi menggunakan antibiotika tetrasiklin 1%. g.

Pemberian vitamin K1 Semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K1 injeksi 1 mg intramuskulaer setelah 1 jam kontak kulit ke kulit dan bayi selesai menyusu untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian BBL.

h.

Pemberian imunisasi bayi baru lahir Imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu – bayi. Imunisasi Hepatitis B pertama diberikan 1 jam setelah pemberian vitamin K1, pada saat bayi baru berumur 2 jam. (Wiknjosastro, 2008 : 123-142).

4. Imunisasi Pengertian imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga apabila kelak ia terpajan antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. (Ranuh, 2008). Macam- macam imunisasi rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), tahun 2011- 2012, yaitu sebagai berikut : a. Vaksin Hepatitis B : Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapatkan kekebaan aktif terhadap penyakit hepatitis B. Diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir. Reaksi yang muncul pada tempat suntikan

mungkin disertai dengan pembengkakan/ rasa panas yang disertai dengan demam. b. Vaksin

Polio

(Oral Polio Vaccine = OPV),

bertujuan untuk

mendapatkan kekebaan terhadap penyakit poliomyelitis, penyakit akut yang disebabkan oleh virus polio diberikan sejak baru lahir/ beberapa hari setelah lahir. Diberikan pada kunjungan pertama. Bayi yang lahir di RB/ RS diberikan vaksin OPV saat bayi dipulangkan untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dapat diberikan vaksin OPV atau IPV. c. Vaksin

BCG

(Bacillus

Calmette

Guerin),

bertujuan

untuk

menumbuhkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC), optimal diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Bila vaksin BCG akan diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Bila uji tuberkulin pra-BCG tidak dimungkinkan, BCG dapat diberikan, namun harus diobservasi dalam 7 hari. Bila ada reaksi lokal cepat di tempat suntikan (accelerated local reaction), perlu dievaluasi lebih lanjut (diagnostik TB). d. Vaksin DTP (Difteri, tetanus, pertusis), Pemberian imunisasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif secara bersama terhadap penyakit difteri, pertusis. diberikan pada umur 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau DtaP atau kombinasi dengan Hepatitis B atau Hib. Ulangan DTP umur 18 bulan dan 5 tahun. Program BIAS : disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementerian Kesehatan. Untuk

anak umur di atas 7 tahun dianjurkan vaksin Td. Reaksi imunisasi dari DPT, demam ringan, pembengkakan dan nyeri pada bekas suntikan selama 1-2 hari. e. Vaksin Campak, bertujuan pemberian vaksin campak untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak. Diberikan pada umur 9 bulan, vaksin penguat diberikan pada umur 5-7 tahun. Program BIAS : disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementerian Kesehatan. Tabel 2.5. Jadwal Imunisasi

(http:// www.idai.or.id)

5. Tanda – Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir a.

Pernafasan

: Sulit atau lebih dari 60 kali per menit.

b.

Kehangatan

: Terlalu panas (>38˚C) atau terlalu dingin (<36˚C).

c.

Warna

: Kuning (terutama dalam 24 jam pertama), biru pucat atau memar.

d.

Pemberian makan : Hisapan

lemah,

mengantuk

berlebihan,

banyak muntah. e.

Tali pusat

: Merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk berdarah.

f.

Infeksi

: Suhu meningkat, merah, bengkak, keluar cairan (nanah), bau busuk, napas cepat.

g.

Tinja / kemih

: Tidak berkemih dalam 24 jam, tinja lembek, sering, hijau tua, ada lendir atau darah pada tinja.

h.

Aktifitas

: Menggigil atau menangis tidak biasa, sangat mudah tersingung, lemas, terlalu mengantuk, lunglai, kejang, kejang halus, tidak bisa tenang, menangis terus – terusan. (Nanning, 2010 : 29 )

F. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan

Metoda pendokumentasian yang digunakan dalam asuhan kebidanan adalah SOAP, yang merupakan singkatan dari: S

: Subjektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data

klien

melalui anamnesa.

O

: Objektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil lab dan test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assesment.

A

: Analisa Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interprestasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi.

P

: Penatalaksanaan Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi berdasarkan assesment. SOAP dipakai pendokumentasian karena:

1.

Pembuatan grafik metode SOAP merupakan perkembangan informasi yang sistematis yang mengorganisir penemuan dan konklusi yang menjadi suatu rencana asuhan.

2.

Metode ini merupakan sari dari proses penatalaksanaan kebidanan untuk tujuan mengadakan pendokumentasian asuhan.

3.

SOAP merupakan pendokumentasian yang dapat membantu dalam mengorganisir pikiran dan memberikan asuhan yang menyeluruh. (Nurasiah, 2012 : 233).

Bagan 2.2. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan

Alur Pikir Bidan

Proses manajemen kebidanan

Pencatatan dari Asuhan Kebidanan

Pendokumentasian Asuhan Kebidanan

(competensi 7 Langkah (varney)

bidan)

Data

Data Assesment / Diagnosis

Masalah / diagnosa

Antisipasi masalah potemsial / diagnosa lain Menetapkan kebutuhan segera untuk konsultasi, kolaborasi Perencanaan

Perencanaan

Implementasi

Implementasi

Evaluasi

Evaluasi

SOAP NOTES

Subjektif Objektif

Assesment / Diagnosis

Plan: - Konsul - Tes diagnostik / lab - Rujukan - Pendidikan / konseling - Follow up

Related Documents


More Documents from ""

Makalah Suver Visi.docx
December 2019 29
Bab I.docx
December 2019 33
Bab Iib Pina.docx
December 2019 37
Makalah Mutu Pelayanan.docx
December 2019 29
Askep Tetanus Ok.docx
December 2019 32
Kebiajakan Lansia.rtf
December 2019 10