Bab Ii Tinjauan Pustakaa.docx

  • Uploaded by: LatifahAlfiani
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Tinjauan Pustakaa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,754
  • Pages: 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efek Rumah Kaca Menurut Aldrian dkk. (2011), efek rumah kaca memiliki peran secara alamiah dengan melindungi makhluk hidup di bumi agar bisa hidup dengan nyaman. Manfaat tersebut ialah menjaga agar bumi tidak memiliki suhu rata-rata yang berkisar -19 ℃ atau 19 ℃ di bawah suhu air yang membeku. Sekumpulan gas atmosfer yang memiliki peran dalam menghasilkan efek rumah kaca. Gas-gas ini disebut gas rumah kaca karena fungsinya ialah menahan panas dengan mekanisme yang mirip dengan dinding-dinding kaca dari sebuah rumah kaca. Terdapat banyak sumber GRK, uap air merupakan GRK yang paling banyak jumlahnya di bumi. Jenis GRK lainnya menurut Protokol Kyotom ialah yang disebabkan oleh aktivitas manusia, antara lain adalah CO2, CH4, N2O, HFCs, PFCs, dan SF6. Komponen utama atmosfer ialah N2 dan O2 yang tidak mampu menyerap panas sehingga tidak berkontribusi dalam efek rumah kaca. Usia GRK di atmosfer bervariasi, bergantung pada jenis molekul gasnya. Usia dan potensi daya rusak terhadap pemanasan global tersaji dalam tabel 2.1. Perhitungan daya rusak total diambil sebagai satuan unit tersebut dikalikan perbedaan berat jenis spesies yang dihitung dengan berat jenis CO2. Tabel 2.1 Usia beberapa jenis GRK di atmosfer dan potensi daya rusak terhadap pemanasan global (Sumber: IPCC AR 4, 2007).

Gas rumah kaca menyerah panas yang berasal dari radiasi inframerah yang merupakan pantulan radiasi matahari dari permukaan bumi. Jumlah gas rumah kaca hanya sekitar 1% dari atmosfer bumi, akan tetapi perannya sangat penting dalam pengaturan iklim. Gas rumah kaca (GRK) mampu memerangkap panas dan menahannya sepert selimut udara hangat yang menyelimuti Bumi (Larry West, About.com Guide). GRK di atmosfer berperan menyerap dan melepaskan energi radiasi matahari di atmosfer. Ilustrasi dari efek rumah kaca tersaji pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Efek rumah kaca (Sumber: IPCC, 2007). Jumlah molekul GRK yang semakin banyak di atmosfer memicu semakin kuatnya daya serap atmosfer karena jumlah energi radiasi yang masuk atmosfer bumi relatif konstan dan hanya bervariasi pada jangka waktu lama. Jangka waktu GSK bertahan di atmosfer dapat mencapai ratusan bahkan puluhan ribu tahun. Molekul-molekul GRK yang terakumulasi tersebut semakin lama akan mengakibatkan efek pemanasan global. 2.2 Pemanasan Global Pemanasan global merupakan fenomena kenaikan suhu rata-rata udara di dekat permukaan bumi dan lautan, terjadi sejak pertengahan abad ke-19 dan diprediksi akan terus berlangsung. Umumnya kenaikan suhu sejak pertengan abad ke-20 disebabkan oleh konsentrasi GRK yang meningkat tajam yang berasal dari aktivitas manusia. Selain oleh aktivitas manusia, faktor lain yang berkontribusi dalam meningkatnya konsentrasi GRK di atmosfer adalah faktor-faktor alami. Faktor tersebut antara lain adalah letusan gunung berapi, dinamika iklim atmosfer dan lautan, pengaruh dari luar bumi seperti gejala kosmis dan ledakan di matahari (Aldrian dkk., 2011). Suhu permukaan bumi cenderung meningkat dari waktu ke waktu sebagai akibat dari konsentrasi GRK di atmosfer yang bertambah. Fenomena ini disebut sebagai pemanasan global. Selain meningkatnya konsentrasi GRK, tanda lainnya dari terjadinya pemanasan global adalah kenaikan suhu muka bumi, peningkatan muka air laut, dan melelehnya lapisan es di kedua kutub bumi. Laju pemanasan global jika tidak dikurangi dengan upaya-upaya, maka akan terjadi peningkatan pemanasan sebesar 0,2 ℃ di setiap 10 tahun mulai dua dekade ke depan. Berdasarkan data yang diperoleh dari MenLHK (2017), perubahan suhu pada periode 1981 hinga 2010 tersaji dalam gambar 2.2.

Gambar 2.2 Grafik data suhu rata-rata tahunan selama 30-tahun (periode 1981-2010) (Sumber: MenLHK, 2017). Variasi naik turun suhu setiap tahun menunjukkan adanya variabilitas tahunan suhu. Variabilitas iklim adalah variasi iklim dalam keadaan rata-rata atau statistik lain di semua skala temporan dan spasial pada satu periode waktu tertentu (seperti: satu bulan, musim atau tahun), dibandingkan dengan statistik jangka panjang untuk periode kalender yang sama. Variabilitas Iklim diukur oleh deviasi ini, yang biasanya disebut anomali. Variabilitas iklim terlihat pada perubahan yang terjadi didalam kerangka waktu yang pendek, seperti satu bulan, satu musim atau satu tahun (MenLHK, 2017). Pemanasan permukaan di daerah tropis jauh lebih kecil daripada di subtropis, sedangkan pemanasan di daerah sub tropis jauh lebih kecil dari daerah kutub. Hal tersebut terjadi karena suhu udara di daerah tropis sudah mendekati suhu permukaan maksimum yang artinya sudah sulit untuk meningkat lagi. Sebab lainnya adalah, daerah tropis ialah daerah dengan kelembaban tinggi akibat kuatnya penguapan, uap air di atmosfer akan meredam dampak pemanasan global. Peningkatan suhu di tropis menyebabkan kelembaban menjadi jenuh sehingga terjadi pembentukan daerah tropis baru. Selain itu, pemanasan di daerah pesisir jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan daerah pegunungan. Alasan dari fenomena tersebut adalah daerah pesisir suhunya sudah mendekati suhu kritis, sementara di daerah pegunungan masih jauh lebih dingin (Aldrian dkk., 2011). a. Perubahan Luasan Kutub Penurunan secara drastis terjadi pada tutupan es di laut sejak 2005 ditemukan pada wilayah yang lebih luas (Laut Beaufort, Laut Chukchi, Laut Siberia Timur, Laut Laptev, dan Laut Kara) dibandingkan dengan tepi es untuk kondisi minimum rata-rata selam 1979 hingga 2006. Tingkat tutupan es dalam keadaan minimum pada tahun 2007 dan menurun lebih jauh di Laut Siberia Timur jika dibandingkan dengan tahun 2005, namun demikian hal tersebut memulihkan laut di sekitar Semenanjung Taymr (Cosmiso dkk., 2008). Ketika jumlah es laut yang sangat reflektif berkurang, input panas matahari ke laut meningkat, menyebabkan peningkatan penyimpanan panas di laut bagian atas. Sebagai hasilnya,

lautan hangat bagian atas memperlambat pemulihan cakupan es laut di musim gugur dan awal musim dingin. Selain itu, selama periode ini, air lautan bebas es yang hangat secara anomali, meningkatkan fluks panas dan kelembaban antara permukaan dan atmosfer, yang diperluas ke Kutub Utara terestrial dengan implikasi untuk sirkulasi atmosfer (Screen and Simmonds, 2010). Fakta menunjukkan bahwa lapisan es di Benua Artrik saat ini telah berkurang sekitar 2,7 % per dekade (Aldrian, dkk., 2011). Perubahan luasan kutub disajikan pada gambar x, yaitu perbedaan luasan es benua artik pada tahun 1984 dan 2012 (Xu dkk., 2017).

Gambar x. Benua artik pada 1984 dan 2012 (Sumber: Xu dkk., 2017). b. Peningkatan Muka Air Laut Peningkatan muka air laut terjadi karena volume air bertambah yang bersumber dari pemuaian air laut pada suhu yang lebih tinggi dan penambahan volume air dari lelehan es di daratan. Pelelehan es di laut tidak menambah volume air laut. Menurut Nunez (2019), kenaikan muka air laut adalah salah satu dari efek perubahan iklim. Permukaan laut ratarata telah meningkat lebih dari 8 inci (sekitar 23 cm) sejak 1880, dengan sekitar tiga inci

itu meningkat dalam 25 tahun terakhir. Setiap tahun, laut naik 3,13 inci (3,2 mm). Gambaran kenaikan muka air laut disajikan pada gambar x yaitu diambil dari tahun 1860 sampai 2009 (Mimura, 2013).

Gambar x. Kenaikan muka air laut. (Sumber: Mimura, 2013). Perubahan permukaan laut dikaitkan dengan tiga faktor utama, semuanya disebabkan oleh perubahan iklim global yang sedang berlangsung (Nunez, 2019):  Ekspansi termal: Ketika air memanas, ia mengembang. Sekitar setengah dari kenaikan permukaan laut selama 25 tahun terakhir disebabkan oleh lautan yang lebih hangat dan hanya menempati lebih banyak ruang.  Gletser yang mencair: Formasi es besar seperti gletser gunung mencair sedikit setiap musim panas. Di musim dingin, salju, terutama dari air laut yang menguap, umumnya cukup untuk menyeimbangkan pencairan. Namun, baru-baru ini, suhu yang terus-menerus lebih tinggi yang disebabkan oleh pemanasan global telah menyebabkan pencairan musim panas yang lebih besar dari rata-rata serta berkurangnya salju yang turun karena musim dingin dan mata air sebelumnya. Itu menciptakan ketidakseimbangan antara limpasan dan penguapan laut, menyebabkan permukaan laut naik.  Hilangnya lapisan es Greenland dan Antartika: Seperti halnya gletser gunung, peningkatan panas menyebabkan lapisan es besar yang menutupi Greenland dan Antartika mencair lebih cepat. Para ilmuwan juga percaya bahwa air lelehan dari

atas dan air laut dari bawah merembes di bawah lapisan es Greenland, secara efektif melumasi aliran es dan menyebabkan mereka bergerak lebih cepat ke laut. Sementara pencairan di Antartika Barat telah menarik banyak perhatian dari para ilmuwan, terutama dengan jeda es di Larsen C tahun 2017, gletser di Antartika Timur juga menunjukkan tanda-tanda destabilisasi. Ketika muka air laut meningkat dengan cepat, bahkan peningkatan kecil pun dapat memiliki efek buruk pada habitat pesisir hingga daratan, yaitu erosi, banjir di lahan basah, akuifer dan kontaminasi tanah pertanian dengan garam, serta hilangnya habitat ikan, burung, serta tumbuhan. Permukaan laut yang lebih tinggi bertepatan dengan badai dan topan lebih berbahaya yang bergerak lebih lambat dan menurunkan lebih banyak hujan, sehingga bisa mengakibatkan gelombang badai yang lebih kuat yang dapat melenyapkan segala sesuatu yang dilewatinya. Sebuah studi menemukan bahwa antara tahun 1963 dan 2012, hampir setengah dari semua kematian ialah akibat badai atlantik disebabkan oleh gelombang badai (Nunez, 2019). 2.3 Perubahan Iklim Perubahan iklim adalah berubahnya pola dan intensitas unsur iklim pada periode waktu yang dapat dibandingkan (biasanya terhadap ratarata 30 tahun). Perubahan iklim dapat merupakan suatu perubahan dalam kondisi cuaca rata-rata atau perubahan dalam distribusi kejadian cuaca terhadap kondisi rata-ratanya. Contohnya adalah kejadian cuaca ekstrem yang lebih sering terjadi atau malah berkurang frekuensinya, pola musim yang berubah, dan meluasnya daerah rawan kekeringan (Aldrian dkk., 2011). Faktor-faktor seperti suhu, angin, dan hujan kian berubah. Parameter iklim lainnya yang ikut berubah adalah penguapan, kelembaban, dan tutupan awan. Perubahan energi akibat pemanasan global telah mengakibatkan perubahan siklus air yang mengarah pada perubahan iklim. Perubahan iklim secara umum terjadi dalam waktu lama dan secara lambat. Perubahan parameter iklim yang berubah secara perlahan terjadi karena peristiwa-peristiwa ekstrem yang terjadi secara terus menerus. Peristiwa ekstrem mengakibatkan besaran statistik rata-rata iklim menjadi berubah yang akhirnya mengubah iklim pada umumnya. Oleh karena itu, pemantauan perubahan iklim dapat dilakukan dengan memantau kondisi iklim ekstrem. Contohnya pola peningkatan suhu bumi ditandai dengan berbagai rekor baru suhu maksimum secara terus-menerus, sedangkan pola musim berubah dengan adanya pergeseran awal musim. Perubahan iklim merupakan perubahan pada komponen iklim, yaitu suhu, curah hujan, kelembaban, evaporasi, arah dan kecepatan angin, serta awan. Dengan kata lain, perubahan iklim merupakan dampak dari peristiwa pemanasan global (Aldrian dkk., 2011). DAFTAR PUSTAKA Aldrian dkk. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Jakarta Pusat: Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, Kedeputian Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Hal: 27-41. Comiso, J., Parkinson, C., Gersten, R., Stock, L., 2008. Accelerated decline in the Arctic sea ice cover. Geophys. Res. Lett. 35, L01703. Larry West: What is the Greenhouse Effect?, About.com Guide, (http:// environment.about.com/od/globalwarming/a/greenhouse.htm)

Mimura, Nobuo. 2013. Sea Level rise caused by climate change and its implications for society. Proceeding of the Japan Academy Series B Physical and Biological Sciences. 89(7) : 281-301. Nunez. 2019. Sea Level Rise, Explained. National Geographic. [diakses dari https://www.nationalgeographic.com/environment/global-warming/sea-level-rise/ pada 10 Maret 2019]. Screen, J. dan Simmonds, I. 2010. The central role of diminishing sea ice in recent Arctic temperature amplification. Nature 464 (29). Xu, J; G Wang; B Zhang (2007). "Climate Change Comparison between Arctic and Other Areas in the Northern Hemisphere Since the Last Interstade". Journal of Geographical Sciences. 17 (1): 43–50. doi:10.1007/s11442-007-0043-8. OCLC 91622949.

Related Documents


More Documents from "LatifahAlfiani"