Bab Ii Tinjauan Teori.docx

  • Uploaded by: Agung Pratama
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Tinjauan Teori.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,310
  • Pages: 40
BAB II TINJAUAN TEORI A. TINJAUAN TEORI 1. Definisi Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat langsung atau ekspose dengan sumber panas (thermal), kimia, elektrik dan radiasi (Joyce, MB, 1997 dalam Wijaya, 2013). Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan gejala, tergantung luas dalam dan lokasi lukanya. Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah (Masjoer, 2003 dalam Wijaya, 2013). 2. Klasifikasi/ Jenis Luka bakar dapat dibagi menjadi, berdasarkan: a. Kedalaman luka bakar 1) Derajat I (Superficial partial thickness) Luka bakar hanya terbatas pada lapisan epidermis. Luka bakar derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5-7 hari. 2) Derajat II (Partial thickness) Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa sel epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10-21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung saraf di dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superficial, karena adanya iritasi ujung saraf sensorik. Juga timbul bula

berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permiabilitas dindingnya meninggi. Luka bakar derajat dua dibedakan menjadi : a) Derajat 2 dangkal, dimana kerusakan mengenai bagian suferficial dari dermis dan penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10-14 hari. b) Derajat 2 dalam, dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Bila kerusakan lebih dalam mengenai dermis, subyektif dirasakan nyeri. Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung bagian dari dermis yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel kulit ( biji epitel, stratum germinativum, kelenjar keringat, kelenjar sebasea) yang tersisa. Biasanya penyembuhan tterjadi dalam waktu lebih dari 1 bulan. 3) Derajat III ( full thickness) Mengenai lapisan epidermis, seluruh dermis dan mengenai lapisan lemak. Secara klinis luka tampak lebih rendah dari permukaan kulit, tampak kaku, berwarna putih, merah, coklat, atau hitam tidak terasa nyeri jika ditusuk dan tidak ada bula. Bila luka cukup luas dapat dilakukan skin graf. b. Berat ringannya luka bakar American college of surgeon membagi dalam: 1)

Berat / kritis : a)

Derajat II

b) Derajat III

: 25% atau lebih. : 10% atau lebih terdapat di muka, kaki dan tangan

c)

Luka bakar disertai trauma jalan napas atau jaringan lunak luas atau fraktur

d) Luka bakar akibat listrik 2)

Sedang – moderate: a) Derajat II

: 15 – 35%

b) Derajat III 3)

: <10 % kecuali muka, kaki, dan tangan

Ringan – minor: a) Derajat II

: kurang 15%

b) Derajat III

: kurang 2%

c. Luas luka bakar ( persentase cidera pada kulit ) ditentukan dengan dua metode: 1) Rule of nine Kepala dan leher : 9% Ekstremitas atas : 2 x 9% (kiri dan kanan) Paha dan betis-kaki : 4 x 9% (kiri dan kanan) Dada, Perut, punggung, bokong : 4 x 9% Perineum dan genital :1% 2) Diagram bagan lund and browder Untuk menghitung LPT luka bakar sesuai dengan golongan usia : Area A : 1/2 bagian kepala B : 1/2 bgn tungkai atas C : 1/2 bgn tungkai bawah

Luas Luka Bakar Pada Dewasa

Luas Luka Bakar Pada anak

3. Fase Luka Bakar a. Fase akut.

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. b. Fase sub akut. Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan: 1) Proses inflamasi dan infeksi. 2) Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional. 3) Keadaan hipermetabolisme. c. Fase lanjut. Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

4. Etiologi Penyebab luka dari luka bakar adalah :

a. Panas (api, air panas, uap panas) secara langsung maupun tidak langsung. b. Aliran listrik c. Bahan kimia (liosil, kriolin) d. Radiasi e. Pancaran suhu tinggi dari matahari 5. Patofisiologi Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, klorida, dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan

edema

yang

berlanjut

pada

keadaan

hipovolemia

danhemokonsentrasi. Burn shock ( shock hipovolemik) merupakan komplikasi yang sering terjadi, manifestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini sebagai berikut: a. Respon kardiovaskuler Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan shock luka bakar. Sebagai respon, system saraf simpatik akian melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer( ( vasokonstriksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokonstriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. b. Respon renalis Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunyan volume intaravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urine menurun dan bisa berakibat gagl ginjal. c. Respon gastrointestinal Ada dua komplikasi ngastrointestinal yang potensial yaitu ileus paralitik (tidak ada peristaltic usus) dan ulkus kurling. Berkurangnya peristaltic usus

dan bising usus merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan vongitus kecuali jika segera dilakukan dekomfresi lambung ( dengan pemasangan sonde lambung). Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stres fisiologi yang massif dapat ditandai oleh darah dalam fases atau fomitus yang berdarah. Semua tanda ini menunjukkan erosi lambung atau duodenum ( ulkus kurling) d. Respon imonologi Pertahanan imonologi tubuh sangat berubah akibata luka bakar. Sebagian basis mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organism yang masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikriorganisme masuk kedalam luka. e. Respon pulmoner Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal ( white, 1993). Cedera pulmoner dapat diklafikasikan menjadi beberapa kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung, cedera inhalasi dibawah glottis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida , nitrogen oksidan, senyawa aldehid, sianida, ammonia, klorin, fosgen, benzene, dan halogen. Komplikasi pulmoner yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS (adult repiratory distress syndrome) ( brunner& suddarth, 2002, edisi 8: vol 3).

6. Manifestasi Klinis a. Pada kulit

Perubahan patofiologi yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar tergantung pada luas dan ukurn luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil (smaller burns), respon tubuh bersifat local yaitu terbatas pada yang mengalami injury. Sedangkan pada luka bakar yang lebih luas misalkan 25% dari total permukaan tubuh (TBSA: Total Bagi Surface Area) atau lebih besar, maka respon tubuh terhadap injury dapat bersifat sistemik dan sesuai dengan luasnya injury. Injury luka bakar yang luas dapat mempengaruhi semua system utama dari tubuh. Luka bakar derajat I ditandai oleh kemerahan dan nyeri. Dapat timbul lepuh setelah 24 jam dan kemudian kulit mungkin terkelupas.Luka bakar derajat II ditandai oleh terjadinya lepuh (dalam beberapa menit) dan nyeri hebat. Luka bakar derajat III tampak datar, tipis, dan kering. Dapat ditemukan koagulasi pembuluh darah. Kulit mungkin tampak putih, merah atau hitam dan kasar. b. Sitem Kardiovaskuler Segera setelah injury luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine, vistamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalami injury. Substansi-substansi ini menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes (to seep) ke dalam sekitar jaringan. Injury panas yang secara langsung mengenai pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injury mengenai membrane sel menyebabkan sodium masuk dan potassium keluar dari sel. Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan osmotic yang menyebabkan meningkatnya cairan intraseluler dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan kekurangan volme cairan intravaskuler. luka bakar yang luas menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah intravaskuler. Denyut

jantung

meningkat

sebagai

respon

terhadap

pelepasan

catecholamine relative, mengawali kardiac output. Kadar hematocrit

meningkat yang menunjukkan hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka terjadi empat sampai dua puluh kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal adalah 350ml. Keadaan ini dapat mengakibatkan penuruan pada perfusi organ. Jika ruang intravakuler tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka syok hipovolemik dan ancaman kematian bagi penederita luka bakar yang luas dapat terjadi. Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permebilitas kapiler menurun, tetapi tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injury. Kardiac output kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar. Perubahan pada cardiac output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematocrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu injury. Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya. c. Sistem Renal dan Gastrointestinal Respon tubuh pada mulanya adalah berkurang darah ke ginjal dan menurunnya GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguria. Aliran darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi gastrointestinal pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25%.

d. Sistem Imun

Fungsi sistem imun mengalami depresi. Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi aktivitas komplemen dan perubahan atau gangguan pada fungsi neutrophil dan macrophage dapat terjadi pada klien dengan yang mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadi infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup. e. Sistem Respiratori Dapat mengalami hipertensi arteri pulmonal, mengakibatkan kadar oksigen arteri dan “lung compliance” 1). Smoke inhalation Menghisap asap dapat mengakibatkan injury pulmonal yang sering kali berhubungan dengan injury akibat jilatan api. Kejadian injury inhalasi ini diperkirakan lebih dari 30% untuk injury yang diakibat oleh api. Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injury inhalasi meliputi adanya LB yang mengenai wajah, pendarahan dan pembengkaan pada oropharink atau nasopharink, rambut hidung yang gosong , kecemasan, takipnea, kemerahan pada selaput hidung, stridor, wheezing, dipsnea, suara serak, terdapat karbon dalam sputum, batuk. Bronchoscopy dan scaning paru dapat mengkonfirmasi diagnosis. Patofiologi pulmonal yang dapat terjadi injury inhalasi dan tipe asap atau gas yang dihirup. 2). Keracunan karbon monoksida CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu subtansi organic terbakar. Yang merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besardari oksigen. Dengan terhirupnya CO, maka molekul oksigen digantikan dan secara reversible berikan dengan hemoglobin sehingga membentuk carboxy hemoglobin (COHb). Hipoksia jaringn dapat terjadi akibat penurunan menyeluruh pada kemampuan pengantaran oksigen dalam

darah. Kadar COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar serum darah. 7. Komplikasi a. Luka bakar dapat terinfeksi yang menyebabkan cacat lebih lanjut atau kematian. Stapilococus aureus resisten metisilin adalah penyebab tersering infeksi nosokomial pada pasien luka bakar di rumah sakit. Infeksi adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien

yang awalnya

bertahan terhadap luka bakar luas. b. Lambatnya aliran darah dapat menyebabkan bekuan darah sehingga timbul (cerebrovaskular accident), infark miokardium atau emboli paru . c. Kerusakan paru akibat inhalasi asap atau pembentukan embolus. Dapat terjadi kongesti paru akibat gagal jantung kiri atau infark miokardium, serta sindrom distres pernapasan pada orang dewasa. d. abungan inhalasi asap dan luka bakar luas dapat meningkatkan mortalitas. e. Gangguan elektrolit dapat menyebabkan disritmia jantung dan henti jantung. f. Syok luka bakar dapat secara irreversible merusak ginjal sehingga timbul gagal ginjal dalam satu atau dua minggu pertama setelah luka bakar. Dapat terjadi gagal ginjal akibat hipoksia ginjal atau rabdomiolisis (obstruksi mioglobin pada tubulus ginjal akibat nekrosis otot yang luas). g. Penurunan aliran ke saluran cerna dapat menyebabkan hipoksia sel-sel penghasil mucus dan terjadi ulkus peptikum. h. Dapat terjadi koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) karena destruksi jaringan yang luas i. Pada luka bakar yang luas atau menimbulkan kecacatan, trauma psikologis dapat menyebabkan depresi, perpecahan keluarga dan keinginan untuk bunuh diri.

8. Penatalaksanaan Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar menuntut perlunya pendekatan antar disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk mengembangkan recana perawatan yang didasarkn pada pengkajian data yang refleksikan kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang dianggap penting. Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu : 1.Fase Emergent (Resusitasi)Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknyapermeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara fungsi dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah(a)perawatan sebelum di rumah sakit, (b) penanganan di bagian emergensidan(c)periode resusitasiHal tersebut akan dibahas berikut ini : a. Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care) Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakitmulai pada tempat kejadian luka bakar dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care dimulai dengan memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan atau menghilangkan sumber panas. Perawatan klien luka bakar sebelum di rumah sakit yaitu sebagai berikut : 1)Jauhkan penderita dari sumber LB a)Padamkan pakaian yang terbakar b)Hilangkan zat kimia penyebab LB c)Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia d)Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek yang kering dan tidakmenghantarkan arus (nonconductive)

2)Kaji ABC (airway, breathing, circulation): a)Perhatikan jalan nafas (airway) b)Pastikan pernafasan (breathibg) adekwat c)Kaji sirkulasi 3)Kaji trauma yang lain 4)Pertahankan panas tubuh 5)Perhatikankebutuhan untuk pemberian cairan intravena 6)Transportasi (segera kirim klien ka rumah sakit ) b. Penanganan dibagian emergensi Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang dilakukan tidak adekuat, maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi.Penanganan luka (debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bilaada masalah-masalah lain yang mengancam kehidupan klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan 1) Penanganan Luka Bakar Ringan Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan pasien rawat jalan. Dalam membuat keputusan apakah klien dapat dipulangkan atau tidak adalah dengan memperhatikan antara lain a) kemampuan klien untuk dapat menjalankan atau mengikuti intruksi-instruksi dan kemampuandalam melakukan perawatan secara mandiri (self care), b) lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti instruksi dan perawatan diri serta lingkungan di rumah mendukung terjadinya pemulihan maka klien dapat dipulangkan.Perawatan di bagianemergensi terhadap luka bakar minor meliputi : menagemen nyeri, profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan.

a)

Managemen nyeri Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan morphine atau meperidine dibagian emergensi. Sedangkan analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat jalan. b)Profilaksis tetanus Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada penderita LB baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang tidak diimunisasi dengan tetanus human immune globulin dan karenanya harus diberikan tetanus toxoid yang pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus toxoid. c) Perawatan luka awal Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan luka (cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang za-zat yang merusak (zat kimia, tar, dll); dan pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal dan balutan secara steril. Selain itu juga perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan tentang perawatan luka di -rumah dan manifestasi klinis dari infeksi agar klien dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan lain yang diperlukan adalah tentang pentingnya melakukan latihan ROM (range of motion) secara aktifuntuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal dan untuk menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan terbentuknya scar.Dan perlunya evaluasi atau penanganan follow up juga harus dibicarakan dengan klien pada waktu itu. d) Pendidikan / penyuluhan kesehatan Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan,komplikasi,pencegahan komplikasi, diet,berbagai fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat

yang dapat di kunjungi jika memmerlukan bantuan dan informasi lain yang relevan perlu dilakukan agar klien dapat menolong dirinya sendiri 9. Pemeriksaan Diagnostik a. Hitung darah lengkap. Peningkatan hematokrit awal menunjukan hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan / kehilangan cairan. b. Pemeriksaan urine. Pada pemeriksaan jika terdapat albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukan kerusakan jaringan dalam dan kehilangan potein. c. Foto rontgen dada untuk memastikan cedera inhalasi. d. Fotografi luka baka. Fotografi luka bakar memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya (Marilynn E. Doengoes, 2000, Edisi 8). B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1.

Pengkajian a. Anamnese 1) Data Demografi

Nama, umur, alamat, pekerjaan. Umur : Meskipun luka bakar terjadi pada semua kelompok umur, insidennya lebih tinggi pada kedua kemompok ujung kontinum usia. Orang yang usianya lebih lebih muda dari 2 tahun dan lebih tua dari 60 tahun mempunyai angka mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia lainnya dengan keparahan luka bakar yang sama. Seseorang yang berusia kurang dari 2 tahun akan lebih muda terkena infeksi karena respon imun yang imatur, dan orang yang tua mengalami proses degenaratif yang memperumit proses penyembuhan (Hudak dan Gallo, 2016)

2) Keluhan utama : Luas cedera akibat dari intensitas panas (suhu) dan durasi pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan stridor, takipnea, dispnea, dan pernafasan seperti bunyi burung gagak (Kidd, 2010). 3) Riwayat penyakit sekarang: Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup, sehingga kecurigaan terhadap trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas. Kapan kejadiannya terjadi (Sjaifuddin, 2016). 4) Riwayat penyakit masa lalu: Penting dikaji untuk menetukan apakah pasien mempunyai penyakit yang tidak melemahkan kemampuan untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan infeksi (misalnya diabetes mellitus, gagal jantung kongestif, dan sirosis) atau bila terdapat masalah-masalah ginjal, pernapasan atau gastro intestinal. Beberapa masalah seperti diabetes, gagal ginjal dapat menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cedera inhalasi pada keadaan penyakit kardiopulmonal (misalnya gagal jantung kongestif, emfisema) maka status pernapasan akan sangat terganggu (Hudak dan Gallo, 2016). 5) Status kesehatan umum Kaji tentang kesadaran pasien, tnda-tanda vital (TTV), berat badan (BB), dan pemeriksaan luka bakar (apakah termasuk luka bakar berat, sedang atau ringan) (1) Ditentukan luas luka bakar. Dipergunakan Rule of Nine untuk menentukan luas luka bakarnya. (2) Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat kedalaman). (Sjaifuddin, 2015)

b. Pengkajian 6B 1) Breathing Kaji adanya tanda disteres pernapasan, seperti rasa tercekik, tersedak, malas bernafas, atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atu tenggorokan, hal ini menandakan adanya iritasi pada mukosa.Adanya sesak napas atau kehilangan suara, takipnea atau kelainan pada uaskultasi seperi krepitasi atau ronchi. (Sjaifuddin, 2015) 2) Blood Pada luka bakar yang berat, perubahan permiabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyababkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravascular mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen kejaringan (syok). Sjaifuddin (2015) 3) Brain Manifestasi sistem saraf pusat karena keracunan karbon monoksida dapat berkisar dari sakit kepala, sampai koma, hingga kematian (Huddak dan Gallok, 2016) 4) Bledder Haluaran urin menurun disebabkan karena hipotensi dan penurunan aliran darah ke ginjal dan sekresi hormone antideuretik serta aldosteron (Hudak dan Gallok, 2016) 5) Bowel Adanya resiko paralitik usus dan distensi lambung bisa terjadi distensi dan mual. Selain itu pembentukan ulkus gastrduodenal juga dikenal dengan Curling’s biasanya merupakan komplikasi utama dari luka bakar (Hudak dan Gallok, 1996). 6) Bone

Penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma lain misalnya mengalami patah tulang punggung atau spine. c. Pemeriksaan fisik (head to toe) d. Pemeriksaan penunjang Menurut Schwartz & Engram, Kidd (2010) pemeriksaan diaknostik pada penderita luka bakar meliputi : 1) Pemeriksaan Laboratorium (1) Hitung darah lengkap, elektrolit dan profil biokimia standar perlu diperoleh segera setelah pasien tiba di fasilitas perawatan. (2) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar massif. (3) Konsetrasi gas darah dan PO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada konsentrasi oksigen 50 %, FiO2= 0,5) mencurigakan adanya trauma inhalasi. PaO2 biasanya normal pada fase awal, tetapi dapat meningkat pada fase lanjut. (4) Karboksihemoglobin perlu segera diukur oleh karena pemberian oksigen dapat menutupi keparahan keracunan kerbon monoksida yang dialami penderita. Pada trauma inhalasi, kadar COHb akan menurun setelah penderita menghirup udara normal. Pada kadar COHb 35-45% (berat), bahkan setelah tiga jam dari kejadian kadar COHb masih pada batas 20-25%. Bila kadar COHb lebih dari 15% setelah 3 jam kejadian ini merupakan bukti kuat adanya trauma inhalasi (5) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terhadap

peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung. (6) Albumin serum, kadarnya mungkin rendah karena protein plasma terutama albumin hilang ke dalam jaringan yang cedera sekunder akibat peningkatan permeabilitas kapiler. (7) Urinalis menunjukkan mioglobin dan hemokromagen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas. (8) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal (9) Pemeriksaan penyaring terhadap obat-obatan, antara lain etanol, memungkinkan penilaian status mental pasien dan antisipasi terjadinya gejala-gejala putus obat. 2) Rontgen dada :Semua pasien sebaiknya dilakukan rontgen dada, tekanan yang terlalu kuat pada dada, usaha kanulasi pada vena sentralis, serta fraktur iga dapat menimbulkan pneumothoraks atau hematorak. Pasien yang juga mengalami trauma tumpul yang menyertai luka bakar harus menjalani pemeriksanaann radiografi dari seluruh vertebrata, tulang panjang, dan pelvis 3) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap 4) Elektrocardiogram : EKG terutama diindikasikan pada luka bakar listrik karena disritmia jantung adalah komplikasi yang umum 5) CT scan : menyingkirkan hemorargia intrakarnial pada pasien dengan penyimpangan neurologik yang menderita cedera listrik. 2.

Diagnosa Keperawatan

a. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal. c. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher. d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. e. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. f. Resiko

tinggi

kerusakan

perfusi

jaringan,

perubahan/disfungsi

neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema. g. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein. h. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan. i. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam). j. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri. k. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi tidak mengenal sumber informasi. l. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi. 3.

Rencana Keperawatan

a. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeabronkial, edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Tujuan : Bersihan jalan nafas tetap efektif Kriteria Hasil: bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal (1224x/menit), bebas dispnea/cyanosis. Intervensi: 1) Kaji refleks gangguan menelan, perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi. Rasional: Dugaan cedera inhalasi 2) Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan, perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda Rasional: Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik. 3) Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan. Rasional: Obstruksi jalan nafas/distress pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh 48 jam setelah terbakar. 4) Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah padakulit yang cidera. Rasional: Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida. 5) Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala sesuai indikasi. Rasional: Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bila kepala/leher

terbakar,

bantal

dapat

menghambat

pernafasan,

menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan meningkatkan konstriktur leher. 6) Berikan HE tentang tehnik nafas dalam dan perubahan posisi sering.

Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase secret. 7) Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril. Rasional: Membantu mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karean edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril menurunkan risiko infeksi. 8) Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan secret oral secara periodik. Rasional: Peningkatan secret/ penurunan kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat mengndikasikan kebutuhan untuk intubasi. 9) Selidiki perubahan perilaku/ mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental. Rasional: Meskipun sering berhubungan dengan nyeri, perubahan kesadaran dapat menunjukkan terjadinya / memburuknya hipoksia. 10) Awasi 24 jam keseimbangan cairan, perhatikan variasi/perubahan. Rasional: Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan : Cedera inhalasi meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema. Kolaborasi: 1) Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah Rasional: O2 dapat memperbaiki hipoksemia/asidosis.Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan viskositas sputum. 2) Awasi/gambaran seri GDA Rasional: Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk pengobatan. PaO2 kurang dari 50, PaCO2 lebih

besar dari 50 dan penurunan pH menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya pneumonia/SDPD. 3) Kaji ulang seri rontgen Rasional: Perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tak dapat terjadi selama 2 – 3 hari setelah terbakar 4) Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif. Rasional: Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, sementara spirometri intensif dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru, sehingga meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan atelektasis. 5) Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi. Rasional: Intubasi/dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas edema atau luka bakar mempengaruhi fungsi paru/oksegenasi. b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Tujuan: pasien menunjukan perbaikan keseimbangan cairan Kriteria hasil: Tidak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam. Intervensi: 1) Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer. Rasional: Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler. 2) Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi. Rasional: Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin. 3) Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak

Rasional: Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses

inflamasi

dan

kehilangan

cairan

melalui

evaporasi

mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine. 4) Timbang berat badan setiap hari. Rasional: Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya. 5) Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi Rasional: Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine. 6) Selidiki perubahan mental Rasional:

Penyimpangan

pada

tingkat

kesadaran

dapat

mengindikasikan ketidak adequatnya volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral 7) Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam. Rasional: Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat(dapat terjadi pada awal minggu pertama). 8) Hemates drainase NG dan feces secara periodik. Rasional: Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine. Kolaborasi: 9) Pasang / pertahankan kateter urine Rasional: Memungkinkan infus cairan cepat. 10) Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin. Rasional: Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi. 11) Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ). Rasional:

Mengidentifikasi

kehilangan

penggantian cairan dan elektrolit.

darah

dan

kebutuhan

12) Berikan obat sesuai indikasi : diuretika contohnya manitol (osmitrol), kalium, antasida Rasional: Diindikasikan untuk meningkatkan haluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris/mencegah nekrosis.Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster.Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang ditandai oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan jarinagn tak adekuat. c. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher. Tujuan: diharapkan oksigenasi pasien adekuat Kriteria hasil: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas. Intervensi: 1) Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum. Rasional: Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli. 2) Kaji bunyi nafas, frekuensi pernapasan, irama, dalam dan simetrisnya pernapasan. Rasional: Hasil pengkajian ini memberikan data dasar untuk pengkajian selanjutnya dan bukti peningkatan penurunan pernapasan 3) Pantau pasien untuk mendeteksi tanda-tanda hipoksia. Rasional: Tanda ini menunjukan kemungkinan cedera inhalasi dan

resiko disfungsi pernapasan. 4) Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah baring. Rasional: Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis 5) Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada. Rasional: Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma. Kolaborasi 1) Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium). Rasional: Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri. 2) Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan. Rasional: Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Tujuan: diharapkan pasien bebas dari infeksi Kriteria hasil: Tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik, luka bakar pasien terawat/bersih. Intervensi: 1) Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik

(debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site. Rasional: Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi. 2) Cukur/ikat rambut di sekitar area yang terbakar meliputi 1 inci batas (termasuk bulu alis). Cukur rambut wajah dan beri sampo pada kepala tiap hari. Rasional: Rambut media baik untuk pertumbuhan bakteri, namun alis mata bertindak sebagai pelindung untuk mata. Pencucian secara teratur menurunkan keluarnya bakteri ke luka bakar. 3) Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan berikan krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka. Rasional: Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan baketri 4) Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan. Rasional: Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal kebosanan.

dan

kebebasan

bergerak

mencetuskan

pasien

pada

5) Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai pesanan. Rasional: Melindungi terhadap tetanus. Kolaborasi 1) Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan. Rasional: Temuan-temuan ini menandakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri. 2) Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral. 3) Rasional: Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat memabntu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi. e. Nyeri akut berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka. Tujuan: diharapkan nyeri pasien berkurang atau terkontrol Kriteria hasil: Pasien tidak meringis, nyeri pasien terkontrol, skala nyeri 23 dari 0-10 skala yang diberikan, tanda-tanda vital dalam rentang normal terutama nadi (N=60-100x/menit), dan respirasi (RR= 12-24x/menit), melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks. Intervensi:

1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10), frekuensin dan waktu. Menandai gejala nonverbal mis: gelisah, takikardia, meringis. Rasional: Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi atau tindakan untuk mengurangi nyeri dan juga tanda-tanda perkembangan/resolusi komplikasi. 2) Dorong pengungkapan perasaan. Rasional: Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa sakit. 3) Ajarkan tehnik relaksasi, termasuk latihan pernapasan dalam, visualisasi dan pedoman imajinasi. Rasional: Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping. 4) Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri. Rasional: Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan. 5) Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan. Rasional: Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan

hipoetrmia.

Tindakan

eksternal

ini

membantu

menghemat kehilangan panas. Kolaborasi: 1) Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan program rnedik dan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas. Rasional: Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri

dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. f. Resiko

tinggi

kerusakan

perfusi

jaringan,

perubahan/disfungsi

neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema. Tujuan: Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat Kriteria hasil: Warna kulit normal, nadi perifer dapat diraba.pengisian kapiler baik (CRT <3detik), kulit pasien teraba hangat, pasien tidak sianosis. Intervensi: 1) Kaji warna, sensasi, gerakan, nadi perifer (melalui dopler), dan pengisian kapiler pada ekstremitas luka bakar melingkar. Bandingkan dengan hasil pada tungkai yang tidak sakit. Rasional: Pembentukan edema dapat secara cepat menekan pembuluh darah, sehingga mempengaruhi sirkulasi dan statis vena/edema. Perbedaan dengan tungkai yang tak sakit membantu membedakan masalah sistemik dengan lokal. 2) Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat. Hindari memplester sekitar ekstremitas atau tubuh yang terbakar. Rasional: Meningkatkan sirkulasi sistemik/aliran balik vena dan dapat menurunkan edema atau pengaruh gangguan lain yang mempeng;aruhi konstriksi jaringan edema. Peninggian yang lama dapat mengganggu perfusi arterial bila TD turun atau tekanan jaringan meningkat secara berlebihan. 3) Dorong latihan gerak aktif pada bagian tubuh yang sakit. Rasional: Meningkatkan sirkulasi lokal dan sistemik. 4) Untuk luka bakar yang mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik,

pantau status neurovaskular dari ekstermitas setaip 2 jam. Rasional:

Mengidentifikasi

indikasi-indikasi

kemajuan

atau

penyimpangan dari hasil yang diharapkan. 5) Selidiki nadi secara teratur. Rasional: Disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat perpindahan elektrolit, cedera listrik, atau menghilangkan faktor depresan miokard, pengaruh pada curah jantung/perfusi jaringan. Kolaborasi : 1) Beritahu dokter dengan segera bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, atau penurunan sensasi. Siapkan untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan. Rasional: Temuan-temuan ini menandakan kerusakan sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan jaringan untuk emnentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi adekuat. 2) Awasi elektrolit, khususnya natrium, kalium, dan kalsium. Berikan terapi penggantian sesuai indikasi. 3) Rasional: Kehilangan atau perpindahan elektrolit ini mempengaruhi potensial/eksitabilitas membran mukosa, sehingga mengubah konduksi miokard,

potensial

resiko

disritmia,

dan

menurunkan

curah

jantung/perfusi jaringan. 4) Hindari pengguanaan injeksi IM atau SC. Rasional: Perubahan perfusi jaringan dan pembentuukan edema mengganggu absorpsi obat. Injeksi pada sisi donor kurang menyerap g. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein. Tujuan: Nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria hasil: Pemasukan nutrisi adekuat, berat badan stabil/ massa otot terukur, keseimbangan nitrogen positif, nafsu makan pasien meningkat, pasien tidak lemas, pasien mampu menghabiskan makanannya, albumin serum normal (3,5-5,0 gr/dL) Intervensi : 1) Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif/tak ada bunyi Rasional : Ileus sering berhubungan dengan periode pasca luka bakar tetapi biasanya dalam 36-48 jam dimana makanan oral dapat dimulai. 2) Pertqahankan jumlah kalori ketat. Timbang tiap hari. Kaji ulang persen area permukaan tubuh terbuka/luka tiap minggu. Rasional : Pedoman tepat untuk pemasukan kalori tepat. Sesuai penyembuhan luka, presentase area luka bakar dievaluasi untuk menghitung bentuk diet yang diberikan dan penilaian yang tepat dibuat. 3) Awasi massa otot/ lemak subkutan sesuai indikasi. Rasinal : Berguna dalam memperkirakan perbaikan tubuh/ kehilangan dan keefektifan terapi. 4) Berikan makan dan makanan kecil sedikit dan sering. Rasonal : Membantu mencegah distensi gaster/ ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan. 5) Berikan HE tentang diet sebagai pengobatan dan untuk memilih makanan /minuman tinggi protein/kalori. Rasional : Kalori dan protein diperlukan untuk mempertahankan berat badan,

kebutuhan

memenuhi

metabolik,

dan

meningkatkan

penyembuhan. 6) Pastikan makanan yang disukai dan tidak disukai, dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah, yang tepat. Rasional

:

Memberikan

pasien/orang

terdekat

rasa

kontrol;

meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki

pemasukan. Kolaborasi 1) Rujuk ke tim ahli diet dukungan nutrisi. Rasional : Berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual (berdasarkan berat badan dan cedera area permukaan tubuh) dan mengidentifikasikan rete yang tepat. 2) Berikan diet tinggi protein/kalori dengan tambahan vitamin. Raqsional : Kalori (3000-5000/hari), protein, dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan dan mendorong regenerasi jaringan. 3) Pasang/pertahankan makanan sedikit melalui selang enterik/tambahan bila dibutuhkan. Rasional : Pasang/pertahankan makanan sedikit melalui selang enterik/tambahan bila dibutuhkan. 4) Awasi pemeriksaan laboratorium: albumin serum, kreatinin, transferin, nitrogen urea urine. Rasional: Memberikan makanan kontinu/tambahan bila pasien tidak mampu untuk mengkonsumsi kebutuhan kalori total harioan secara oral. h. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan. Tujuan: pasien dapat memenuhi ADLnya secara bertahap. Kriteria hasil: Pasien dapat memenuhi ADL-nya dengan bantuan secara bertahap, pasien dapat memenuhi ADL-nya mandiri secara bertahap, pasien tidak tergantung dengan orang lain. Intervensi:

1) Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan atau belat, khususnya untuk luka bakar diatas sendi. Rasional: Meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas dan mencegah kontraktur yang lebih mungkin di atas sendi. 2) Perhatikan sirkulasi, gerakan dan sensasi jari secara sering. Rasional: Edema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas mempotensialkan nekrosis jaringan/ terjadinya kontraktur. 3) Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif. Rasional: Mencegah secar progresif mengencangkan jaringan parut dan

kontraktur;

meningkatkan

pemeliharaan

otot/sendi

dan

menurunkan kehilangan kalsium dari tulang.Jadwalkan pengobatan dan aktivitas perawatan untuk memberikan periode istirahat. Rasional: Meningkatkan kekuatan dan toleransi pasien terhadap aktivitas. 4) Dorong dukungan dan bantuan orang terdekat/ keluarga pasien pada latihan rentang gerak. Rasional: Memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien dan memberikan terapi lebih konstan/konsisten. 5) Instruksikan dan bantu dalam mobilitas, contoh tongkat, walker secara tepat. Rasional: Meningkatkan keamanan ambulasi. 6) Dorong partisipasi pasien dalam semua aktivitas sesuai kemampuan individual. Rasional: Meningkatkan kemandirian pasien, meningkatkan harga diri, dan membantu proses perbaikan. Kolaborasi 1) Berikan tempat tidur busa, udara atau tempat tidur terapi kinetik sesuai indikasi.

Rasional: Mencegah tekanan lama pada jaringan, menurunkan potensial iskemia jaringan/nekrosis dan pembentukan dekubitus. 2) Konsul dengan rehabilitasi, fisikal dan terapis kejuruan. Rasional: Memberikan aktivitas/program latihan terintegrasi dan alat bantu khusus berdasarkan kebutuhan individu dan membantu manajemen intensif jangka panjang terhadap potensial defisit. i. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam). Tujuan: dapat memunjukkan regenerasi jaringan Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar, integritas kulit terjaga Intervensi: 1) Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka. Rasional: Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft. 2) Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi. Rasional: Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit. 3) Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi. Rasional: Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi. 4) Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan. Rasional: Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.

5) Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi. Rasional: Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif. 6) Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa

waktu

dalam

sehari,

setelah

balutan

dilepas

dan

penyembuhan selesai. Rasional: Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan. Kolaborasi 1) Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis. Rasional: Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam. j. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri Tujuan: pasien dapat menerima situasi diri. Kriteria hasil: Menyatakan penerimaan situasi diri, bicara denga keluarga/orang dekat tentang situasi, perubahan yang terjadi, memasukan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif Intervensi: 1) Kaji makna kehilangan pada pasien/orang terdekat. 2) Rasional: Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba, tak diantisipasi,

membuat

perasaan

kehilangan

pada

aktual/yang

dirasakan. Ini memerlukan dukungan dalam perbaikan optimal. 3) Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan, marah, kedukaan, dan kemarahan. Perhatikan perilaku menarik diri dan pengguanaan penyangkalan.

4) Rasional: Penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan. Ini tidak membantu

atau

kemuingkinan mendorong pasien sebelum siap untuk menerima situasi. Penyangkalan mungkin lama dan mungkin mekanisme adaptif, karena pasien tidak siap mengatasi masalah pribadi. 5) Dorong interaksi keluarga dan dengan tim rehabilitasi. Rasional:

Mempertahankan/

membuka

garis

komunikasi

dan

memberikan dukungan terus menerus pada pasien dan keluarga. 6) Berikan realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan dan menyusun tujuan dalam keterbataan 7) Rasional: Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat. Kolaborasi 1) Rujuk ke terapi fisik/kejuruan, konsul kejuruan, dan konsul psikiatrik, contoh klinik spesialis perawatan psikiatrik, pelayanan sosial, psikologis sesuai kebutuhan. Rasional: Membantu dalam identifikasi cara/alat untuk meningkatkan/ mempertahankan kemandirian. Pasien dapat memerlukan bantuan lanjut untuk mengatasi masalah emosi mereka menetap (contoh respon pascatrauma). k. Kurang

pengetahuan

tentang

kondisi,

prognosis

dan

kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi. Tujuan: pasien paham terhadap kondisinya Kriteria hasil: Pasien paham terhadap kondisi, prognosis, dan pengobatan, melakukan dengan benar tindakan tertentu dan menjelaskan alasan tindakan, melakukan perubahan pola hidup tertentu dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi: 1) Kaji ulang prognosis dan harapan yang akan datang. Rasional: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi. 2) Diskusikan harapan pasien untuk kembali ke rumah, bekerja, dan aktivitas normal. Rasional: Pasien sering kali sulit memutuskan pulang. Masalah sering terjadi (contoh: gangguan tidur, mimpi buruk, mengingat kecelakaan, emosi labil) yang mempengaruhi keberhasilan menilai tindakan hidup normal. 3) Kaji ulang perawatan luka bakar, graft kulit dan luka. Identifikasi sumber yang tepat untuk perawatan pasien rawat jalan dan bahannya. Rasional: Meningkatkan kemampuan perawatan diri setelah pulang dan meningkatkan kemandirian. 4) Diskusikan perawatan kulit contoh penggunaan pelembab dan pelindung sinar matahari. Rasional: Gatal, lepuh, dan sensitivitas luka yang sembuh/sisi graft dapat diharapkan selama waktu lama 5) Berikan HE tentang proses jaringan parut dan perlunya untuk pengguanaan pakaian penekan yang tepat bila menggunakan. Rasional: Meningkatkan pertumbuhan kulit kembali yang optimal. Miminimalkan terjadinya jaringan parut hipertrofik dan kontraktur dan membantu proses penyembuhan. l. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi Tujuan: pasien paham terhadap kondisinya Kriteria hasil: Pasien tidak takut dan tidak cemas, pasien tidak tampak gelisah. Intervensi:

1) Catat palpitasi, peningkatan denyut atau frekuensi. Rasional: Perubahan pada tanda-tanda vital mungkin menunjukan tingkat ansietas yang dialamipasien atauu merefleksikan gangguangangguan faktor psikologis. 2) Observasi respon verbal dan nonverbal kecemasan. Rasional: Kecemasan dapat ditutupi dengan komentar atau ledakan. 3) Dengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian. Rasional:

Menjamin

bahwa

pasien

tidak

akan

sendiri

atau

ditelantarkan menunjukan rasa menghargai, dan menerima orang tersebut dan membantu mmeningkatkan rasa percaya diri. 4) Berikan informasi yang mengenai diagnose, pengobatan dan prognosis. Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ansietas dan ketakutan,

memperjelas

kesalahan

konsep

dan

meningkatkan

kerjasama. 5) Instruksikan pasien menggunakan teknik palpasi. Rasional: Meningkatkan pelepasan endorphin dan membantu dalam perkembangan control lokus internal, mengurangi ansietas. 4.

Implementasi Implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang telah dibuat, dimana tindakan yang dilakukan mencangkup tindakan mandiri dan kolaborasi.

5.

Evaluasi 1. Bersihan jalan nafas tetap efektif. 2. Pasien menunjukan perbaikan keseimbangan cairan. 3. Kebutuhan oksigenasi pasien adekuat.

4. Pasien bebas dari infeksi/ infeksi tidak terjadi. 5. Nyeri pasien berkurang atau terkontrol. 6. Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat. 7. Nutrisi pasien terpenuhi. 8. Pasien dapat memenuhi adlnya secara bertahap. 9. Terjadi regenerasi jaringan. 10. Pasien dapat menerima situasi diri. 11. Pasien paham terhadap kondisinya. 12. Ansietas teratasi.

Related Documents


More Documents from "LatifahAlfiani"