Bab I.docx

  • Uploaded by: Lisnasari Putri
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,487
  • Pages: 34
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dinegara maju, kebanyakan perempuan hamil dalam keadaan sehat dan bergizi baik. Mereka melahirkan bayinya dirumah sakit atau rumah sakit bersalin dan sedikit yang menjadi subjek dari berbagai prosedur diagnostic yang infasif seperti dialami oleh kebanyakan pasien rumah sakit. Bahkan untuk mereka yang memerlukan secsio sesarea, pembedahannya berlangsung singkat (kurang dari satu jam), biasanya tidak ada komplikasi, kateterisasi urin, kalau perlu sebentar (1-2 hari), dan jarang sekali memerlukan bantuan ventilasi pasca bedah. Disamping itu, kebanyakan perempuan hamil tidak menggunakan antibiotic sistemik dan tidak memerlukan perawatan lama sebelum persalinan (Tietjen, L, Bossemeyer, D & McIntosh, N, 2004). Dinegara-negara yang sedang berkembang infeksi pasca persalinan tetap menjadi nomor dua dari perdarahan pasca persalinan yang menjadi penyebab kematian maternal, dan menjadi penyebab utama komplikasi maternal dari persalinan. Hal ini masih tetap terjadi sekalipun lebih dari 150 tahun yang lalu. Semmelweis dan holmes secara terpisah mengatakan bahwa tidak hanya demam anak, sepsis puerperalis, juga disebarkan dari perempuan lain keperempuan dari tangan dokter (Tietjen, L, Bossemeyer, D & McIntosh, N, 2004). Morbiditas postpartum dikatakan ada bila seorang ibu bersalin mengalami demam yang bersuhu sekurangnya 38 derajat C (100, 4F) pada dua kesempatan atau lebih dalam masa 10 hari setelah melahirkan, tidak termasuk 24 jam pertama (Rayburn,WF & Carey, JC, 2001). Infeksi pascapartum terjadi pada sekitar 6 % kelahiran di Amerika serikat dan kemungkinan besar merupakan penyabab utama morbiditas dan mortalitas maternal diseluruh dunia. Organisme yang paling sering menginfeksi ialah organisme streptococcus dan bakteri anaerobic. Infeksi staphylococcus aureus, gonococcus, koliformis, dan klosrtidia lebih jarang terjadi, tetapi merupakan organisme pathogen serius yang menyebabkan infeksi pascapartum.

1

Seratus tahun yang lalu sekitar satu dalam 50 wanita yang melahirkan dirumah sakit, meninggal karena infeksi yang biasanya terjadi pada masa puerperium. Hal ini sekarang sudah jauh berkurang, pertama akibat pengertian asepsis dan antisepsis yang lebih baik dan kedua karena diperkenalkannya kemoterapi dan antibiotika (Chamberlain,G & Dewhurst, SJ, 1994).

1.2 Rumusan Masalah 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi Infeksi Post Partum? 2. Apa penyebab Infeksi Post Partum? 3. Apa faktor predisposisi terjadi Infeksi Post Partum? 4. Apa saja manifestasi klinis Infeksi Post Partum? 5. Bagaimana patofisiologi Infeksi Post Partum? 6. Apa saja jenis-jenis Infeksi Post Partum? 7. Apa saja komplikasi yang terjadi pada Infeksi Post Partum? 8. Bagaimana pencegahan dan pengobatan pada Infeksi Post Partum? 9. Bagaimana kemoterapi yang dilakukan pada Infeksi Post Partum? 10. Bagaimana penatalaksanaan Infeksi Post Partum? 11. Bagaimana asuhan keperawatan pada ibu yang mengalami Infeksi Post Partum?

1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami konsep Infeksi Post Partum sehingga mempermudah dalam mempelajari konsep penyakit dan asuhan keperawatan pada ibu yang mengalami Infeksi Post Partum.

1.4 Manfaat Penulisan Manfaat penulisan makalah ini adalah : 1. Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi Infeksi Post Partum. 2. Mahasiswa mengetahui dan memahami penyebab Infeksi Post Partum.

2

3. Mahasiswa mengetahui dan memahami faktor predisposisi terjadi Infeksi Post Partum. 4. Mahasiswa mengetahui dan memahami manifestasi klinis Infeksi Post Partum. 5. Mahasiswa mengetahui dan memahami patofisiologi Infeksi Post Partum. 6. Mahasiswa mengetahui dan memahami jenis-jenis Infeksi Post Partum 7. Mahasiswa mengetahui dan memahami komplikasi yang terjadi pada Infeksi Post Partum 8. Mahasiswa mengetahui dan memahami pencegahan dan pengobatan pada Infeksi Post Partum 9. Mahasiswa mengetahui dan memahami kemoterapi yang dilakukan pada Infeksi Post Partum 10. Mahasiswa mengetahui dan memahami penatalaksanaan Infeksi Post Partum. 11. Mahasiswa mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada ibu yang mengalami Infeksi Post Partum

3

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1

Konsep Infeksi Post partum

2.1.1. Pengertian Infeksi Post partum Infeksi Post partum merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin. (Saifuddin, 2006). Infeksi post partum atau puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kumankuman ke dalam alat-alat genitalia pada waktu persalinan dan perawatan masa post partum. Infeksi puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genitalia dalam masa post partum (Prawirohardjo, 2007). Jadi yang dimaksud dengan infeksi puerperalis adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu 38oC. Infeksi post partum/puerperalis ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah persalinan (Bobak, 2004). Infeksi postpartum, atau infeksi puerperium, merupakan infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah keguguran, aborsi yang diinduksi, atau kelahiran anak. Definisi yang digunakan di Amerika Serikat ditambahkan dengan adanya demam 380 C atau lebih selama 2 hari pada 10 hari

4

pertama postpartum (24 jam pertama setelah melahirkan tidak dihitung) Cunningham dkk., 2005). Infeksi puerperium mungkin merupakan penyebab utama morbiditas dan moralitas ibu di seluruh dunia; endometritis merupakan penyebab tersering. Di Amerika Serikat, infeksi ini terjadi pada sekitar 2% pada kelahiran pervagina dan 10% hingga 15% pada kelahiran cesar (Katz,2007b). Infeksi postpartum lainnya yang umum terjadi meliputi infeksi luka, mastitis, infeksi saluran kemih (ISK), dan infeksi saluran napas. Organisme yang paling sering meninfeksi adalah sejumlah streptokokus dan organisme anaerob. Stafilokokus aureus, genokokus, bakteria coliform, dan klostridium jarang menginfeksi, namun merupakan organisme patogenik serius yang juga menyebabkan infeksi puerperium. Infeksi postpartum umumnya terjadi pada ibu yang memiliki kondisi medis atau imunosupresi yang menyertai atau mereka yang melahirkan secara cesaratau secara operatif melalui vagina. Faktor intrapartum seperti pecahannya selaput ketuban memanjang, persalinan memanjang, serta pemeriksaan dalam juga meningkatkan risiko infeksi (Duff,2007).

2.1.2. Etiologi Penyebab infeksi puerperalis ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan aerob patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah Streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi puerperalis antara lain :

5

1. Streptococcus haematilicus aerobic Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak steril, tangan penolong dan sebagainya

2. Staphylococcus aurelis

Masuk secara eksogen, infeksinya

sedang,

banyak

ditemukan

sebagai

penyebab

infeksi di rumah sakit.

3. Escherichia coli

Sering berasal dari kandung kemih dan rektum menyebabkan infeksi terbatas.

6

4. Clostridium welchii Kuman

anaerobik

yang

sangat

berbahaya,

sering

ditemukan

pada

abortus dan

kriminalis

partus

yang

ditolong dukun dari luar rumah sakit.

2.1.3. Faktor Predisposisi Terjadi Infeksi Post Partum Faktor-Faktor Prekonsepsi Atau Antepartum 

Riwayat trombosis vena sebelumnya, infeksi saluran kemih mastitis pneumonia



Diabetes melitus



Alkololisme



Penyalahgunaan obat



Imunosupresi



Anemia



Malnutrisi

Faktor – Faktor Intrapartum 

Kelahiran cesar



Kelahiran vagina secara opratif



Pecahnya selaput ketuban memanjang



Korioamionitis



Persalinan memanjang



Kateterisasi kandung kemih



Pengawasan tekanan uterus atau janin secara internet



Pemeriksaan vagina berulang setelah pecahnya selaput ketuban



Anestesi epidural

7



Tertahannya tragmen plasenta



Perdarahan postpartum



Efisiotomi atau laserasi



Hematoma

2.1.4. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang timbul pada infeksi post partum antara lain demam, nyeri di daerah infeksi, terdapat tanda kemerahan pada daerah yang terinfeksi, fungsi organ terganggu. Gambaran klinis infeksi post partum adalah sebagai berikut: 1.

Infeksi lokal Warna kulit berubah, timbul nanah, bengkak pada luka, lokea bercampur nanah, mobilitas terbatas, suhu tubuh meningkat.

2.

Infeksi umum Sakit dan lemah, suhu badan meningkat, tekanan darah menurun, nadi meningkat, pernafasan meningkat dan sesak, penurunan kesadaran hingga koma, gangguan involusi uteri, lokea berbau, bernanah dan kotor.

2.1.5. Patofisiologi Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, terdapat benjolan-benjolan karena banyak vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kumankuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina dan perineum yang semuanya merupakan tempat masuknya kumankuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada lukaluka tersebut atau menyebar di luar luka asalnya. Adapun infeksi dapat terjadi sebagai berikut : a. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada 8

dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman. b. Droplet infeksi. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya yang berada di ruang tersebut. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernapasan dilarang memasuki kamar bersalin. c. Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kumankuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana, antara lain ke handuk, kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu post partum. d. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, apabila mengakibatkan pecahnya ketuban. e. Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intra partum biasanya berlangsung pada waktu partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejala-gejalanya antara lain, kenaikan suhu tubuh biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardi, denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum kuman-kuman memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan dengan melewati menimbulkan infeksi pula pada janin.

9

amnion dapat

2.1.6. Jenis-Jenis Infeksi Post partum 2.1.6.1 Infeksi uterus 1. Endometritis Endometritis

adalah

infeksi

pada

endometrium

(lapisan dalam dari rahim). Infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim. Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan melalui vagina yang tidak berkomplikasi.

Infeksi pasca persalinan yang paling sering terjadi adalah endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu dini. Infeksi ini juga sering terjadi bila ada plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher rahim, vagina atau vulva (Anonym, 2008).

10

Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, yaitu sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang kadang keluar nanah dari vagina dengan berbau khas yang tidak enak, menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Infeksi karena luka biasanya terdapat nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut, susah buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang jelas kecuali peningkatan suhu tubuh. Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh paska persalinan harus segera dilakukan pemeriksaan (Anonym, 2008). Infeksi endometrium dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang terdapat perdarahan, dapat terjadi penyebaran

seperti

meometritis

(infeksi

otot

rahim),

parametritis (infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur (Anonym, 2008). Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan terjadinya keguguran, saat pemasangan alat rahim yang kurang legeartis. Kadang-kadang lokea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokeametra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu tubuh. Uterus pada endometritis akan terlihat membesar, serta nyeri pada perabaan dan teraba lembek (Anonym, 2008). Pada endometritis yang tidak

meluas,

penderita

merasa kurang sehat dan nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu tubuh meningkat, nadi menjadi cepat,

11

akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan kurang lebih dalam satu minggu keadaan sudah

kembali

normal. Lokea pada endometritis biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokea yang sedikit dan tidak berbau. Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik dengan sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula dilakukan biakkan untuk menentukan jenis bakteri, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat (Anonym, 2008).

2. Miometritis (infeksi otot rahim) Miometritis adalah radang miometrium. Miometrium adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, nyeri tekan pada uterus, perdarahan pada vagina dan nyeri perut bagian bawah, lokea berbau.

3. Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim). Parametritis atau disebut juga sellulitis pelvika adalah radang yang terjadi pada parametrium yang disebabkan oleh invasi kuman. Penjalaran kuman sampai ke parametrium terjadi pada infeksi yang lebih berat. Infeksi menyebar ke parametrium lewat pembuluh limfe atau melalui jaringan di antara kedua lembar ligamentum latum. Parametrium dapat juga terjadi melalui salfingo-ooforitis. Parametritis umumnya merupakan komplikasi yang berbahaya dan merupakan sepertiga dari sebab kematian karena kasus infeksi (Sarwono, 2007).

12

Penyebab parametritis yaitu kuman-kuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insersio plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran (Anonym, 2008).

2.1.6.2 Syok bakteremia

13

Infeksi kritis, terutama yang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan endotoksin, bisa mempresipitasi syok bakteremia (septik). Ibu hamil, terutama mereka yang menderita diabetes mellitus atau ibu yang memakai obat imunosupresan, berada pada tingkat resiko tinggi, demikian juga mereka yang menderita endometritis selama periode post partum. Temuan laboratorium menunjukkan bukti-bukti infeksi. Biakan darah menunjukkan bakteremia, biasanya konsisten dengan hasil enterik gram negatif. Pemeriksaan

tambahan

dapat

menunjukkan

hemokonsentrasi, asidosis, dan koagulopati. Perubahan EKG menunjukkan

adanya

perubahan

yang

mengindikasikan

insufisiensi miokard, bukti-bukti hipoksia jantung, paru-paru, ginjal dan neurologis bisa ditemukan. Demam

yang tinggi

dan menggigil

adalah bukti

patofisiologi sepsis yang serius. Ibu yang cemas dapat bersikap apatis. Suhu tubuh sering kali sedikit menurun menjadi subnormal, kulit teraba dingin dan lembab, warna kulit menjadi pucat dan denyut nadi menjadi cepat, hipotensi berat dan sianosis peripheral bisa terjadi, begitu juga oliguria. Penatalaksanaan terpusat pada antimikrobial, demikian juga dukungan oksigen untuk menghilangkan hipoksia jaringan dan dukungan sirkulasi untuk mencegah kolaps vaskular. Fungsi jantung, usaha pernafasan, dan fungsi ginjal dipantau dengan ketat. Pengobatan yang cepat terhadap syok bakteremia membuat prognosis menjadi baik. Morbiditas dan mortalitas maternal diturunkan dengan mengendalikan

distrees

pernafasan,

Lowdermilk & Jensen, 2004).

14

hipotensi

(Bobak,

2.1.6.3 Peritonitis

Peritonitis post partum bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelviks. Kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelviks mengeluarkan nanah ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis. Peritonitis yang bukan peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejalagejalanya antara lain penderita mengalami demam, nyeri pada perut bagian bawah, tetapi keadaan umum tetap baik, namun gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat. Tanda dan gejalanya antara lain, suhu tubuh meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan terlihat kecil, perut kembung dan nyeri. Muka penderita yang mula-mula kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit di daerah wajah teraba dingin. Mortalitas peritonitis umum tinggi.

15

2.1.6.4 Infeksi saluran kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil, kebanyakan terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami ISK memiliki kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis, vaginitis, obstruksi ureter yang

flaksid,

refluks

vesikoureteral,

dan

trauma

lahir

mempredisposisi wanita hamil untuk menderita ISK, biasanya dari escherichia coli. Wanita dengan PMS kronis, trutama gonore dan klamidia juga memiliki resiko ISK. Bakteriuria asimptomatik terjadi pada sekitas 5% sampai 15% wanita hamil. Jika tidak diobati akan terjadi pielonefritis

kira-kira 30% pada wanita

hamil. Kelahiran dan persalinan prematur juga dapat lebih sering terjadi. Biakan dan tes sensitivitas urine harus dilakukan di awal kehamilan, lebih bagus pada kunjungan pertama, spesimen diambil dari urin yang diperoleh dengan cara bersih. Jika didiagnosis adanya infeksi, pengobatan akan dilakukan dengan memberikan antibiotik yang sesuai selama dua sampai tiga

16

minggu, disertai peningkatan asupan air dan obat antispasmodik traktus urinarius. ISK terjadi pada 2% sampai 4% ibu postpartum. Faktor risiko terjadinya ISK meliputi kateterissasi urine, seringnya dilakukan pemriksaan panggul, anestesi urine, seringnya dilakukan pemeriksaan panggu, anastesi pidural, perlakuaan saluran genital, riwayat ISK, dan kelahiran cesar. Tanda dan gejala ISK meliputi disuria, frekuensi, dan urgensi, demam ringan, retennsi urine, hematuria, dan pyuria. Nyeri ketok bastovertebra atau nyeri pinggang dapat menunjukkan ISK bagian atas. Hasil urinalis dapat menunjukkan Eschericbia walaupun basil aerobik gram negatif lainnya juga dapat menyebabkan ISK.

2.1.6.5 Septikemia dan piemia

Infeksi nifas yang penyebarannya melalui pembuluh darah adalah septikemia, piemia dan tromboflebitis. Infeksi ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman patogen Streptococcus Hemolitikus Golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas Pada septikemia kuman-kuman yang ada di uterus, langsung masuk ke peredaran darah dan menyebabkan infeksi.

17

Adanya septikemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena di uterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uteri, vena hipogastrika, dan vena ovary (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat trombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk ke peredaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya mengakibatkan terjadinya abses-abses di tempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia. Kedua-duanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septikemia lebih mendadak dari piemia. Pada septikemia, dari permulaan penderita sudah sakit dan lemah. Sampai tiga hari post partum suhu tubuh meningkat dengan cepat, biasanya disertai rasa menggigil. Suhu tubuh berkisar antara 39-40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140-160X/menit atau lebih). Penderita meninggal dalam enam sampai tujuh hari post partum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia. Pada piemia, penderita post partum sudah merasa sakit, nyeri perut, dan suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah. Suatu ciri khusus pada piemia ialah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat dilepaskannya embolus dari tromboflebitis pelvika. Lambat laun timbul gejala abses pada paru-paru, pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat pula menyebabkan abses-abses di beberapa tempat lain (Saifuddin, Abdul Bari, 2006).

18

2.1.7. Komplikasi 1.

Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)

2.

Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko terjadinya emboli pulmoner.

3.

Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan menyebabkan kematian. .

2.1.8. Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Post partum 1. Pencegahan infeksi selama post partum antara lain:

1) Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik. 2) Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus steril. 3) Penderita dengan infeksi post partum sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu post-partum yang sehat. 4) Membatasi tamu yang berkunjung. 5) Mobilisasi dini.

2. Pengobatan infeksi pada masa post partum antara lain :

1) Segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan servik, luka operasi dan darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat. 2) Memberikan dosis yang cukup dan adekuat. 3) Memberikan antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil laboratorium. 4) Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh serta perawatan lainnya sesuai komplikasi yang ada.

19

2.1.9. Pengobatan Kemoterapi dan Antibiotika Infeksi Post partum Infeksi post partum dapat diobati dengan cara sebagai berikut : 1) Pemberian Sulfonamide – Trisulfa merupakan kombinasi dari Sulfadizin 185 gr, Sulfamerazin 130 gr, dan Sulfatiozol 185 gr. Dosis 2 gr diikuti 1 gr 4-6 jam kemudian peroral. 2) Pemberian Penisilin – Penisilin-prokain 1,2 sampai 2,4 juta satuan IM, penisilin G 500.000 satuan setiap 6 jam atau metsilin 1 gr setiap 6 jam IM ditambah ampisilin kapsul 4X250 gr peroral. 3) Tetrasiklin, eritrimisin dan kloramfenikol 4) Hindari pemberian politerapi antibiotika berlebihan 5) Lakukan evaluasi penyakit dan pemeriksaan laboratorium.

2.1.10. Penatalaksanaan Infeksi Post Partum 2.1.10.1 Pengertian kompres panas (tatobi) Kompres panas (tatobi) merupakan tradisi dari suku timor bagi ibu post partum. Awal munculnya tatobi dikarenakan kuranngnya akses terhadap layanan kesehatan dan sumber daya ekonomi sehingga masyarakat lebih cenderung memilih menggunakan kompres panas (tatobi) sebagai pengobatan ibu post partum yang merupakan pengobatan

tradisional

yang

sudah

menjadi

system

kepercayaan masyarakat Suku Timor sejak turun temurun. 2.1.10.2 Kegunaan Kompres panas (tatobi) Kegunaan kompres panas (tatobi) pada ibu post partum antara lain untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit pada daerah vagina, mengeluarkan sisa darah kotor dari dalam tubuh, menutup kembali jalan lahir dan menjaga agar tubuh tetap kuat dan kembali sehat. 2.1.10.2 Prosedur Pelaksanaan Alat dan bahan yang digunakan ibu saat tatobi adalah kain tenun Timor (kain selimut, sarung, selendang), handuk, kain 20

biasa berbahan kaos, dan air panas. Kompres panas (tatobi) dilakukan selama 40 hari 40 malam yaitu pada pagi dan sore hari setelah ibu melahirkan. Kompres panas (tatobi) dilakukaan di salah satu rumah tradisional di Suku Timor yang disebut sebagai rumah bulat/ume kbubu. Untuk ibu post partum di desa Binaus di lakukan dengan cara memandikan ibu menggunakan air mendidih dengan suhu ±1000C yang kemudian dikompreskan ke tubuh ibu yang sudah dilumuri minyak kelapa murni terlebih dahulu.

2.2. Asuhan Keperawatan Pada Ibu yang Mengalami Infeksi Post Partum A. Pengkajian Keperawatan 1. Pengkajian fokus Pengkajian fokus pada perdarahan post portum meurut Dongoes dan Marylin E, (2001) sebagai berikut : a. Alasan dan keluhan pertama masuk Rumah Sakit Apa yang dirasakan saat itu ditujukan untuk mengenali tanda atau gajala yng berkaitan dengan perdarahan post portum misalnya antonio uteri, retensio plasenta robekan jalan lahir, vagina, perineum, adanya sisa selaput plsenta dan biasanya ibu nampak perdarahan banyak > 500 CC b. Riwayat kesehatan sekarang Dikaji untuk mengetahui apakah seorang ibu menderita penyakit yang bisa menyebabkan perdarahan post portum seperti aspek fisiologis dan psikososialnya. c. Riwayat kesehatan dahulu Dikaji untuk mengrtahui apakah seorang ibu perah menderita penyakit yang lain yang menyertai dan bisa memperburuk keadaan atau mempersulit penyambuhan. Seperti penyakit diabetus melitus dan jantung d. Riwayat kesehatan keluarga

21

Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada yang mempunyai riwayat yang sama.

Pola pengkajian kesehatan menurut (Dongoes dan Marilyn E,2001) Sebagai berikut : 1) Aktivitas istirahat Insomia mungkin teramat. 2) Sirkulasi kehilangan darah selama proses post portum 3) Integritas ego Peka rangsang, takut atau menangis sering terlihat kira-kira 3hari setelah melahirkan “post portum blues” 4) Eliminasi 5) Makan dan cairan Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira sampai hari ke5 6) Persepsi sensori Tidak ada gerakan dan sensori 7) Nyeri dan ketidaknyamanan Nyeri tekan payudara dan pembesaran dapat terjadi diantara hari ke 3 sampai hari ke 5 post partum 8) Seksualitas a. Uterus diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran menurun satu jari setiap harinya b. Lochea rubra berlanjut sampai hari ke 2 c. Payudara produksi kolostrum 24 jam pertama 9) Pengkajian Psikologis a. Apakah pasien dalam keadaan stabil b. Apakah pasien biasanya cemas sebelum persalinan dan masa penyembuhan 10)

Data pemeriksaan Penunjang, meliputi : pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit darah, leukosit.

22

2. Pengkajian Dasar Data Klien a. Sirkulasi : Rembesan kontinu atau perdarahan tiba-tiba. Dapat tampak pucat, anemik. b. Ketidaknyamanan : Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan) Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma) c. Keamanan : Pecah ketuban dini d. Seksuaitas : Tinggi fundus atau badan uterus gagal kembali pada ukuran dan fungsi kehamilan (Subinvorusi) Leukorea mungkin ada. 3. Pemeriksaan Diagnostik a. Golongan darah : Menentukan Rh, golongan ABO, dan pencocokan silang b. Jumlah darah lengkap c. Kultur uterus dan vaginal : Mengesampingkan infeksi pasca partum d. Urinalisis : Memastikan kerusakan kandung kemih e. Profil koagulasi : Peningkatan degeradasi kadar produk fibrin/ produk spilit fibrin (SDP/FSP) f. Sonografi : Menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

Test Laboratorium Infeksi bakteri dapat diketahui dengan mudah dari pemeriksaan traktus genitalia, urine, dan darah. Virus bisa juga dibiakkan, tetapi tingkat keberhasilannya lebih rendah. Hitung darah putih yang tinggi bisa membantu

diagnosis,

pemeriksaan

laboratorium

lain

bermanfaat

tergantung pada agens infeksi yang dicurigai. Data laboratorium lain yang perlu dikaji meliputi hematokrit, hemoglobin, proteinuria, dan BUN. (kotak 21-25) menjelaskan pengkajian wanita yang dicurigai mengidap PMS.

23

Kotak 21-25 Pengkajian pada ibu berisiko menderita penyakit menular seksual RIWAYAT Keluhan utama Penjelasan tentang penyakit saat ini, termasuk gejala, pengobatan yang dilakukan sendiri, penggunaan obat yang dijual bebas. Riwayat seksual, termasuk riwayat PMS sebelumnya, jumlah pasangan seksual pada saat ini, frekuensi aktivitas seksual secara umum. Gaya hidup, penggunakan obat intravena atau pasangan yang menggunakan obat intravena, merokok, alcohol, gizi buruk, tingkat stress yang tinggi. Kesehatan umum: tanggal menstruasi terakhir, tanggal pap smear, riwayat kontrasepsi. PEMERIKSAAN FISIK Inspeksi Palpasi TEST LABORATORIUM Kesediaan basah dengan saline (Trichomonas) Sediaan basah dengan KOH (Kandidiasis, Gardnerella) Urinalisis Biakkan gonore Biakkan serviks Biakkan herpes serviks Pap smear Hitung darah lengkap Test VBR Antbodi herpes simpleks Virus tipe 1 dan 2

24

Westem blot-HIV Kalamidia-Biakkan atau test deteksi antigen

B. Diagnosa Keperawatan 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler berlebihan. Intervensi : a. Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran. b. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. c. Perhatikan hipotensi/takikardia perlambatan pengisian kapiler, sinopsis dasar kuku membran mukosa dan bibir. d. Lakukan tirah baring dengan kaki di tinggikan 200-300 dan tubuh horisontal. Kolaborasi : a. Pemberian infus, pemberian darah lengkap/produk darah b. Pemberian obat sesuai indikasi 2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia Intervensi : a. Perhatikan Hb/Ht sebelum dan setelah kehilangan darah b. Pantau tanda vital; catat derajat dan durasi episode hipovolemik c. Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahn perilaku d. Kaji payudara setiap hari, perhtikan ada atau tidaknya laktasi dan perubahan pada ukuran payudara Kolaborasi : a. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan b. Pantau GDA dan Kadar pH 3. Ansietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian . Intervensi :

25

a. Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragi pasca partum. b. Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung. c. Berikan informasi tentang modalitas tindakan dan keefektifan intervensi d. Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ansietas; berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. e. Rujuk klien/pasang untuk konseling atau ke kelompok pendukung komunitas. (Doenges, 2001 : 488 – 484)

Diagnosa keperawatan Rumusan diagnosa keperawatan menurut North American Nursing Dianosa Association (2005) adalah sebagai berikut : a. Defisit volume cairan b. d kehilangan aktif volume cairan b. Nyeri akut b. d agen injuri fisik c. Resiko onfeksi b. d prosedur invasif d. Defisit perawatan diri b. d kelemahan fisik e. Cemas atau ketakutan b. d krisis siuasional

C. Fokus intervensi dan rasional Rencana keperawatan McCloskey, J.C, Buluechek, G.M (2000) Nursing intervention Classification (NIC). a. Defisit volume cairan b/d kehilangan aktif voluma cairan Tujuan : Tidak terjadi perdarahan Kriteria hasil : 1) Perdarahan berhenti 2) Hb diatas normal 3) Tanda vital diatas normal Rencana tindakan keperawatan 1) Monitor jumlah pendarahan pasien Rasional : kehilangan darah akibat perdarahan bisa berakibat syok.

26

2) Monitor hasil laboratorium pasien Rasional : Anemi akibat kehilangan darah dapat terjadi. Terapi pengantian darah mungkin diperlukan. 3) Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedang badanya tetap terlentang. Rasional : dengan kaki lebih tinggi akan meningkatan aliran darah ke otak dan organ lain. 4) Monitor tanda vital Rasional : perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin berat. 5) Monitor intake dan output setiap 1 jam Rasional : Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan sirkulasi darah. 6) Lakukan message uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakkan diatas simpisis. Rasional : Message uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan plasenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri. 7) Batasi pemeriksaan vagina dan rektum Rasional : Trauma yang terjadi di daerah vagina dan rektum meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum. 8) Berikan infus atau cairan intravana Rasional

:

cairan

intravana

dapat

meningkatkan

volume

intravasculer. 9) Kolaborasi dengan tim medis dengan pemberian anti perdarahan Rasional : Anti perdarahan mencegah perdarahan yang lebih hebat dan mengetahui intervensi selanjutnya. 10) Berikan tranfusi whole blood (bila perlu) Rasional : whole blood membentu menormalkan volume cairan tubuh akibat perdarahan.

27

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka jahitan perineum) Tujuan : Nyeri hilanh atau berkurang Kriteria hasil : 1) Skala nyeri berkurang atau hilang 2) Pasien tampak tenang Rencana tindakan keperawatan 1) Kaji nyeri setiap 6 jam, baik skala, intensitas, lokasi, frekuensi Rasional : Untuk mengetahui derajat dan tingkat nyeri yang dialami dan untuk dapat melakukan intervensi selanjutnya. 2) Ajarkan teknik relaksasi Rasional : untuk mengalihkan perhatian pasien dari nyerinya. 3) Kaji tanda vital Rasional : Mengetaui perubahan tanda vital dan untuk dapat melakukan intervensi selanjutya 4) Pemberian dengan tim medis dengan pemberian analgetik Rasional : mengurangi rasa nyeri c. Resiko infeksi sehubungan dengan prosedur invasif Tujuan : tidak terjadi infeksi Kriteria hasil : 1) Lochea tidak berbau dan 2) Tanda vital dalam batas vital Rencana tindakan keperawatan 1) Catat perubahan tanda vital Rasional : Perubahan tanda vital (suhu) merupakan indikasi terjadinya infeksi. 2) Obsevasi luka dan jahitan perineum tiap ganti balut. Rasional : mengetahui seberapa besar resiko untuk infeksi dan menentuakan intervensi selanjutnya. 3) Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea Rasional : infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lochea yang berkepanjangan

28

4) Perhatikan kemungkinan infeksi ditempat lain, misalnya infeksi di saluran nafas, mastitis dan saluran kencing Rasional : Infeksi ditempat lain memperburuk keadaan 5) Berikan perawatan perineal, dan pertahankan agar pembalut jangan sampai terlalu basah. Rasional : pembalut yang terlalu basah bisa menyebabkan iritasi dan dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi. 6) Kolaborasi dengan tim medis dengan pemberian zat besi dan antibiotika. Rasional : Anemi memperberat keadaan dan antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksi. d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan : Kebutuhan akan aktifitas fisik pasie terpenuhi Kriteria hasil : 1) Pasien dapat melakukan aktivitas dengan bantuan 2) Pasien menyatakan kenyamanan terhadap kemempuan melakukan aktivitas 3) Klien terbebasdari bau badan Rencana tindakan keperawatan 1) Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri. Rasional : Kemampuan pasien dalam perawatan diri dan meningkatakan rasa percaya diri 2) Mitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian berhias, toileting dan makan. Rasional : Membantu meningkakan kemampuan aktivitas pasien 3) Sediakan bantuan sampai klien mampu scara utuh untuk melakukan selfcare Rasional : Meningkatakan kemampuan melakukan perawatan diri mandiri yang optimal sesuai kemampuan.

29

4) Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. Rasional : Kemampuan individu untuk meningkatkan rasa percaya diri. 5) Ajarkan klien atau keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. Rasional : Memberikan dukungan kepada keluarga dan pasien dalam perawatan diri yang mandiri

e. Cemas berhubungan dengan krisis situasional Tujuan : Cemas hilang atau brkurang Kriteria hasil : 1) Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya 2) Pasien mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang Rencana tindakan keperawatan 1) Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan Rasional : Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya 2) Kaji respon fisiologis klien (takikardia, takipnea, gemetar) Rasional : Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis 3) Perlakukan pasien secara empati serta sikap mendukung Rasional : Memberikan dukungan emosi 4) Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan Rasional : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui. 5) Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya Rasional : Ungkapan perasaan dapat mengurangi rasa cemas 6) Kaji mekanisme koping yang digunakan klien Rasional : cemas yang berkepanjangan dapat dicagah dengan mekanisme koping yang tepat.

30

D. Evaluasi Keperawatan Evaluasi pasien merupakan proses yang berkesinambungan. Supaya efektif, evaluasi didasarkan pada tujuan yang berpusat pada pasien, yang diidentifikasi saat merencanakan tahapan asuhan keperawatan. Perawat dapat cukup yakin bahwa perawatan yang diberikan efektif, dalam arti bahwa hasil akhir yang diharapkan telah dipenuhi. Pengontrolan infeksi Pengontrolan infeksi yang diperlukan untuk melindungi petugas kesehatan dan mencegah infeksi nosokomial.

31

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Infeksi

adalah

berhubungan

dengan

berkembang-biaknya

mikroorganisme dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998). Infeksi pacapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan. Infeksi bisa timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina (endogenus) atau akibat pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina (eksogenus), (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004). Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah Streptococcus haemoliticus anaerobic, Staphylococcus aureus, Escherichia Coli, Clostridium Welchii. Selain itu ada juga beberapa faktor dalam kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan infeksi pascapersalinan antara lain : anemia, KPD, trauma, kontaminasi bakteri dan kehilangan darah. Adapun jenis-jenis infeksi pasca partum adalah : infeksi uterus (endometritis, miometritis, dan parametritis), syok bakteremia, peritonitis, infeksi saluran kemih dan septicemia. Penanganan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pasca partum dapat berupa : Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu, Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu, Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama/menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas, Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah

32

yang hilang harus segera diganti dengan tranfusi darah, Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker; yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar bersalin, Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama, Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.

3.2 Saran Dengan makalah ini penulis berharap, mahasiswa dapat memahami konsep teori beserta asuhan keperawatan pada infeksi post partum, karena infeksi post partum rentan ditemui terutama pada wanita yang mengalami gangguan pada sistem imun, sebagai tim medis harus berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah terjadinya infeksi pada post partum, sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.

33

DAFTAR PUSTAKA

34

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Doc1.docx
June 2020 4
Fix.docx
June 2020 3
Analisis.docx
June 2020 5
Bab I.docx
June 2020 4
Skoring.docx
June 2020 1