Azan Nabi sedang memikirkan cara untuk memanggil orang Islam untuk salat. Beliau telah mempertimbangkan kemungkinan meniru cara orang Yahudi dan Kristen, yaitu dengan bel atau tanduk hewan. Namun, suatu hari Abdullah ibn Zayd, seorang Anshar yang ambil bagian dalam perjanjian Aqabah kedua, datang kepadanya dan menceritakan mimpinya. Dalam mimpinya, seorang laki-laki mengajarinya cara memanggil orang untuk salat. Nabi mendengarkannya dan segera mengetahui bahwa mimpinya benar. Beliau menyuruh Bilal, seorang bekas budak bersuara amat merdu, untuk berdiri di puncak rumah tertinggi dekat masjid dan memanggil orang untuk salat. Panggilan yang sama dan tidak pernah berubah ini menegaskan keagungan Tuhan (“Allahu Akbar”), syahadat (“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah”)’ dan ajakan untuk salat dan untuk memperoleh kesuksesan di dunia dan di akhirat kelak, selama hampir lima belas abad telah menggema di seluruh penjuru kota Islam. Dengan intonasi, ritme, dan suaranya, panggilan ini, dalam keseluruhan iramanya, mengungkap perpaduan antara iman dan keindahan, antara spiritualitas dan estetika—seperti yang diharapkan Nabi ketika beliau memilih Bilal untuk menjadi muazin. Azan merupakan pengingat akan Tuhan Yang Maha Esa yang mencintai keindahan, dan yang lima kali sehari menyambut mereka yang menjawab panggilan indah untuk bertemu Yang Mahaindah (al-jamil) Muhammad Rasul Zaman Kita – Tariq Ramadan
Akankah kita masih akan melama-lamakan atau bahkan melewatkan panggilan indah ini??