Katak Hendak Jadi Lembu
Sinopsis Zakaria adalah seorang haji kaya raya. Ia mempunyai anak tunggal bernama Suria. Sejak kecil Suria hidup berkecukupan dan selalu dimanjakan ayahnya. Dengan didikan yang sepeti itu, ia justu menjadi seorang anak yang pongah dan sombon. Bahkan sifat dan tabiatnya yang buruk itu tebawa sampai masa akhir hayatnya. Haji Hasbullah, teman kaib Haji Zakaiya, termasuk seorang haji yang kaya raya pula. Ia pun mempunyai seorang anak gadis satu satunya bernama Zubaedah (edah).Zubaedadh beparas cantik dan berbudi baik. Ayah Zubaedah telah memilihkan calon suaminya, Raden Prawira, yan bepangkat manteri polisi.Akan tetapi,suatu ketika haji Zakaria datang kepada Haji Hasbullah, memohon agar Zubaeadh dinikahkan dengan Suria.Haji Hasbullah tak dapat menolak pemintaan teman kaibnya itu.Maka, penikahan Suri dan Zubaedah dilaksanakan. Perkawinan yang tanpa didasari rasa cinta sama cinta itu justru membawa petaka bagi Zubaedah.Kesempatan bagi Suria adalah setelah ayahnya meninggal dunia. Ia befoya foya dengan harta peninggalan ayahnya itu. Selama tiga tahun, ia pun meninggalkan zubaedah yang baru melahirkan anaknya yang pertama Abdulhalim. Ketika hata ayahnya telah ludes, Suia kembali paa Zubaedah.Ia mengaku bahwa pebuatannya selama ini telah salah. Pada waktu itu Suria telah bekeja sebagai juu tulis di kantor asisten di kabupaten.Penghasilannya yang kecil selalu tak mencukupi kebutuhan keluarganya. Maka Abulhali tepaksa dibawa kakeknya dan disekolahkan di sekolah Belanda, lalu dilanjutkan ke sekolah bergengsi di Bandung.Sementara itu, anak Suria terus bertambah.Kedua adik Abdulhalim benama Saleh dan Aminah. Oleh Suria, keduanya disekolahkan di HIS. Itu semua dilakukan Suria hanya kaena ia ingin dipandang dan dihormati masyarakat. Layaknya orang mengatakan ”besar pasak daripada tiang.” Utang Suria semakin betumpuk.Untuk menutupi utang utang suami dan biaya sekolah anak anaknya, Zubaedah seing bekirim surat pada ayahnya, meminta agar dikirimi uang. Seringkali terjadi petengkaran mulut antara zubaedah dan Suria. Zubaedah tak kuat lagi menahan malu kepada para penagih yang selalu datang ke rumahnya. Namun Suria sendiri bersikap acuh tak acuh menghadapi kenyataan itu.Bahkan, ia kini ingin naik pangkat ketika didengarnya ada lowongan klerek. Hal itu ia ceritakan kepada istrinya bahwa beberapa hari yang lalu ia mengirim pemohonan untuk mengisi lowongan itu. Ia begitu yakin atasannya akan beusaha menolongnya.”Tak usah mengeluh juga,Edah,”ujarnya, ”Kalau sudah keluar surat angkatan akang jadi klerk, tentu klerk kelas 1, tak pelu kita disokong ayah ari Rasik lagi. Dengan sekejap saja kita sudah lebih daripada manteri polisi yang tertua dinasnya” Utang Suria terus menggunung. Apalagi karena Suria berani mengambil barang barang lelangan atasannya. Maka, untuk melunasi utang utang itu, Suria menjadi gelap mata. Ia ”telan” uang kas di kantornya. Perbuatannya itu diketahui atasannya. Kemudian, ketika Suria dipanggil atasannya, ia bahkan mengajukan permohonan behenti bekerja. Rupanya, Suria telah merencanakan sebelumnya. Dalam pikirannya, setelah behasil menggelapkan uang kas, ia akan membawa istri dan anak anaknya pindah ke rumah Abulhalim yang kini telah bekerja dan telah pula berkeluarga. Suria mengirim surat kepada anaknya dan mengutarakan maksudnya itu. Sebagai seorang anak yang ingin membalas budi orang tua, Abdulhalim sama sekali tak merasa berkeberatan denan keinginan ayahnya. Mulai saat itu, Suria tinggal di umah anaknya.
Orang tua itu rupanya benar benar tak tahu diri. Ia tetap bersikap sepeti tuan rumah layaknya. Adapun Abulhalim dan menantunya ianggap sebagai anak yang harus patuh pada orangtua, sekalipun Abdulhalim sebagai kepala rumahtangga.”..Patutkah seorang menantu menghinakan mertuanya, patutkah seorang perempuan bekata sekasar itu terhadapku, bekas manteri kabupaten? Sudah salah ayahmu mengawinkan Abdulhalim dengan anak jaksa kepala itu. Mengharapkan gelar dan paras saja. Coba diturutkan nasihatku dahulu:dikawinkan Abdulhalim dengan anak wedana, yang telah jadi guru di Tasik itu, tentu takkan begini jadinya” Tak kuasa Zubaedah melihat tingkah laku suaminya yang sering mencampuri urusan rumahtangga anaknya. Hal itu pula yang membuat kehidupan rumah tangga anaknya mulai sering diwarnai percekcokan. Bagi Zubaedah, keadaan demikian sungguh membuatnya tidak enak hati. Bagaimanapun sebagai seorang ibu, ia ingin melihat anaknya hidup bahagia. Kebahagiaan anaknya, justru terganggu oleh sikap Suria yang merasa bebas bebuat sekehendak hati tehadap anaknya. Ia menyesalkan sikap suaminya. ”Sesal Zubaedah terhadap Suria semata mata, dan sesal tak putus itulah yang mendatangkan penyakit kepadanya” Tekanan batin yang mendatangkan itu pula yang mengantarkan Zubaedah menghembuskan napasnya yang penghabisan. Ia meninggal di hadapan semua kaum keluarganya. Kematian istrinya telah membuat Suria merasa sangat malu terhadap kelakuannya sendiri. Ia telah mengganggu ketentraman kehidupan rumah tangga anaknya. Ia pula yang menyebabkan istrinya menderita hingga maut menjemputnya. Perasaan malu yang tak tertanggungkan itu, memaksa Suria mengambil keputusan; ia pergi entah ke mana. Pergi bersama kesombongan dan keangkuhannya. Menggelandang membawa sifatnya yang tak juga berubah.
Pengarang
: Noor Sutan Iskandar
Penerbit
: Dinas Penerbitan Balai Pustaka Jakarta–1958
Tebal
: 178 halaman
Pelaku utama
: Suria
Nama : Atika Suri NPM : A1G017034