ANALISIS MASALAH KESEHATAN
Disusun Oleh : ADI SUHENDRA 170101012 Kelas D Dosen : DR. LUKMAN HAKIM
PROGRAM PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA 2018
ANALISA MASALAH KESEHATAN WABAH CAMPAK DAN GIZI BURUK DI ASMAT, PAPUA INDONESIA
Berdasarkan teori Hendrik L Blum Genetik
Pelayanan Kesehatan (kualitas dan kuantitas)
Faktor layanan kesehatan hanya menyumbang 20 persen dari permasalahan gizi buruk dan campak di Asmat. Selebihnya adalah faktor lingkungan 40 persen, faktor sosial budaya 30 persen dan faktor genetika 10 persen. Pada masalah kesehatan ini bisa disebebkan juga karena daya tahan tubuh yang lemah/sistem imun yang kurang baik hal ini bisa didapat dari bawaan lahir ditambah lagi tidak mendapatkan imunisasi yang cukup. Dan bisa juga kuranganya asupan gizi yang cukup atau kurangnya edukasi pada saat ibu hamil dan menyusui juga sebagai faktor yang penting dalam kesehatan dimasa depan. Di Papua, pembangunan sektor kesehatan cenderung mengalami kemunduran. Hal ini bisa dikarenakan wilayahnya yang terpencil dan terpencar antara satu dengan yang lainnya, jadi akan memberikan masalah tersendiri dalam melakukan pelayanan kesehatan yang diinginkan, sehingga dampaknya pelayanan kesehatan di wilayah tersebut tidak merata didapat oleh masyarakat. Efeknya pemberian imunisasi tak optimal dan kekurangan tenaga medis dalam mencegah penyakit menular seperti campak.
Perilaku Kesehatan
Sebab utama wabah campak dan gizi buruk di Asmat, Papua karena kebiasaan masyarakat kurang peduli kesehatan. kebersihan jadi faktor utama penyebab gizi buruk dan campak muncul di Asmat. Banyak anak-anak di Asmat menderita cacingan. Ini bisa terjadi karena kurang peduli mereka terhadap masalah kesehatan. Kondisi alam sangat berpengaruh pada cara hidup dan kehidupan mereka yang rentan terkena penyakit. Masyarakat Asmat yang terkena campak dan gizi buruk tinggal di wilayah yang terisolasi dengan kondisi alam sebagian besar berupa rawa-rawa. Pola kehidupan mereka juga menyebar, tidak berkumpul. Sebagian besar dari mereka hidup berpindah-pindah. Mereka bekerja untuk mendapatkan makanan. Setelah ada makanan, mereka berhenti bekerja. Setelah makanan habis, baru bekerja lagi. Kondisi itu membuat cara hidup dan kehidupan mereka menjadi rentan terkena penyakit. Misalnya, rumah dibangun di atas rawa dan meminum air hujan tanpa dimasak. Karena tanahnya rawa-rawa, mereka bergantung pada tadah hujan dalam mencukup kebutuhan air. Dan bisa juga kegiatan BAK dan BAB yang tidak layak pada tempatnya bisa sebagai pemicu terjadinya masalah kesehatan ini.
Lingkungan (social, ekonomi, budaya, pendidikan, pekerjaan, dst)
Berbagai kalangan menilai, hutan Papua, yang terbabat hingga warga yang bergantung hutan kehilangan sumber hidup, jadi pemicu masalah kesehatan di Asmat, Papua. Perusahaan kayu yang pengubah hutan Asmat, menghilangkan sumber pangan masyarakat. Seharusnya, perusahaanperusahaan yang beroperasi di Papua berperan dalam penghormatan HAM termasuk hak pangan, hak kesehatan, dan hak pembangunan serta keadilan dan kesetaraan gender. seharusnya tak hanya membangun infrastruktur di Papua, persoalan perusakan hutan yang jadi ruang hidup dan sumber pangan masyarakat harus diperhatikan. Masyarakat di pedalaman Papua, katanya, kesulitan mendapatkan makanan pokok lokal, seperti sagu. Jutaan hektar hutan sagu terbabat untuk tanaman lain seperti sawit. luas hutan sagu makin menipis karena pembabatan pohon untuk penjualan kayu, Pohon-pohon ditebang, tentu banyak pohon sagu ikut mati. Jangan heran jika seluruh Papua mengalami krisis pangan dan gizi buruk Faktor budaya di Papua menyebabkan banyak perempuan tidak mendapatkan pendidikan yang ujungnya adalah pemenuhan kesehatan dan tumbuh kembang anak