ASMA BRONKIAL
ILMU PENYAKIT DALAM
DISUSUN OLEH :
NECEL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2009
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma. (Medlinux, 2008) Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri. (Medlinux, 2008) Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan asma. (Medlinux, 2008)
I.2. Prevalensi Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit
ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid dkk,2007) Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik. (Muchid dkk,2007)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi Penyakit asma bronkial di masyarakat sering disebut sebagai bengek, asma, mengi, ampek, sasak angok, dan berbagai istilah lokal lainnya. Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. (Medicafarma,2008)
Dari definisi di atas, maka dapat diambil poin penting mengenai asma, yaitu : -
Asma merupakan penyakit gangguan jalan nafas
-
Ditandai dengan hipersensitifitas bronkus dan bronkokostriksi
-
Diakibatkan oleh proses inflamasi kronik
-
Bersifat reversibel
Status asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan pengamatan 1-2 jam. (Medlinux,2008) Gambaran klinis Status Asmatikus : Penderita tampak sakit berat dan sianosis. Sesak nafas, bicara terputus-putus. Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat. Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam koma. (Medlinux,2008)
II.2. Patofisiologi Secara ringkas patofisiologi dari asma bronkhiale seperti gambar berikut:
(i)
(ii)
Gambar 1 : saluran nafas normal (i) dan saluran nafas penderita asma (ii) (Muchid dkk, 2007) Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003) Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-
faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. (Tanjung, 2003) Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Tanjung, 2003)
II.3. Gejala Klinis Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. (Medicafarma,2008) Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hamper selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat. (Medicafarma,2008) Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia. (Medicafarma,2008)
II.3. Pemeriksaan Penunjang II.3.1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug. (Medicafarma,2008)
Pemeriksaan darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan. (Medicafarma,2008)
II.3.2. Pemeriksaan Radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: -
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
-
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
-
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
-
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
-
Bila
terjadi
pneumonia
mediastinum,
pneumotoraks,
dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru. (Medicafarma,2008)
II.3.3. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel. (Medicafarma,2008)
III.3.4. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : -
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clockwise rotation.
-
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
-
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative. (Medicafarma,2008)
II.3.5. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan
tetapi
(Medicafarma,2008)
pemeriksaan
spirometrinya
menunjukkan
obstruksi.
II.4. Klasifikasi Asma : A. Berdasarkan Etiologi a. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. (Medicafarma,2008) Asma Ekstrinsik dibagi menjadi : (i) Asma ekstrinsik atopik Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut: - Penyebabnya adalah rangsangan allergen eksternal spesifik dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1 - Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehdupan, 85% kasus timbul sebelum usia 30 tahun - Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada masa puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda - Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai dengan gejala yang lebih berat, maka prognosis menjadi jelek. - Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari kekebalan tubuh pada IgE yang timbul terutama pada awal kehidupan dan cenderung berkurang di kemudian hari - Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif - Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik - Ada riwayat keluarga yang menderita asma - Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat (Medicafarma,2008)
(ii) Asma ekstrinsik non atopik Memiliki sifat-sifat antara lain - Serangan asma timbul berhubungan dengan bermacam-macam alergen yang spesifik - Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat dan ganda terhadap alergi yang tersensitasi dapat menjadi positif - Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik - Timbulnya gejala cenderung pada saat akhir kehidupan atau di kemudian hari (Medicafarma,2008)
b. Intrinsik/idiopatik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. (Medicafarma,2008) Sifat dari asma intrinsik : - Alergen pencetus sukar ditentukan - Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi hasil negatif - Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbedabeda - Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun dan disebut juga late onset asma - Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid.
- Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak dapat dibuktikan dengan keterlibatan IgE - Kadar IgE serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan asma ekstrinsik - Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya faktor rematoid, misalnya sel LE - Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48% - Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai (Medicafarma,2008)
c. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik. (Medicafarma,2008)
B. Berdasarkan Keparahan Penyakit 1. Asma intermiten Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced Expiratory Value in 1 second (PEV1) > 80% 2. Asma ringan Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan PEV1 > 80% 3. Asma sedang (moderate) Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80% 4. Asma parah (severe)
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60% (Muchid dkk, 2007)
C. Berdasarkan terkontrol atau tidaknya asma Dibagi menjadi 3 yaitu asma terkontrol, asma terkontrol sebagian (partial), dan asma tak terkontrol Karakteristik
Terkontrol
Terkontrol
Tak terkontrol
partial Gejala harian
Keterbatasan
Tidak ada (<2 >2
kali
per 3 atau lebih dari
kali per minggu)
minggu
karakteristik
Tidak
Beberapa
asma terkontrol partial
aktifitas Gejala
asma Tidak
terjadi
dalam seminggu
Beberapa
malam hari Kebutuhan akan Tidak (<2 kali >2 obat-obatan
per minggu)
kali
per
minggu
pelega Fungsi
paru Normal
< 80%
(PEF atau PEV1) Eksaserbasi
Tidak
Satu atau lebih Satu kali dalam dalam setahun
beberapa minggu
(Muchid dkk, 2007)
II.5. Penatalaksanaan II.5.1 PENDIDIKAN / EDUKASI KEPADA PENDERITA DAN KELUARGA Pengobatan yang efektif hanya mungkin berhasil dengan penatalaksanaan yang komprehensif, dimana melibatkan kemampuan diagnostik dan terapi dari seorang dokter Puskesmas di satu pihak dan adanya pengertian serta kerjasama penderita dan keluarganya di pihak lain. Pendidikan kepada penderita dan keluarganya adalah menjadi tanggung jawab dokter Puskesmas, sehingga dicapai hasil pengobatan yang memuaskan bagi semua pihak. (Medlinux,2008)
Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan keluarganya adalah : 1. Memahami sifat-sifat dari penyakit asma : Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna. Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena faktor tertentu bisa kambuh lagi. Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan pengobatan jangka panjang secara teratur. (Medlinux,2008)
2. Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan, seperti : Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing, kuda dan spora jamur. Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu. Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan. Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab. Infeksi saluran pernafasan. Pemakaian narkoba atau napza serta merokok. Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan.
Stres fisik atau kelelahan. (Medlinux,2008) Penderita dan keluarga sebaiknya mampu mengidentifikasi hal-hal apa saja yang memicu dan memperberat serangan asma penderita. Perlu diingat bahwa pada beberapa pasien, faktor di atas bersifat individual dimana antara pasien satu dan yang lainnya tidaklah sama tetapi karena hal itu sulit untuk ditentukan secara pasti maka lebih baik untuk menghindari faktor-faktor si atas. (Medlinux,2008)
3. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu perbaikan dan mengurangi serangan : Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan (bersifat individual). Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es. Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza. Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan. Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan lembab. Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis. Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk dan pilek. Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat simptomatis maupun obat profilaksis. Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak minum air hangat guna membantu pengenceran dahak. Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat di lingkungan dengan temperatur hangat. (Medlinux,2008) 4. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat – obatan yang diberikan oleh dokter :
Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus. Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan. Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak. Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya infeksi saluran nafas. (Medlinux,2008)
5. Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil pengobatan. 6. Mengetahui kapan “self treatment” atau pengobatan mandiri harus diakhiri dan segera mencari pertolongan dokter. (Medlinux,2008)
Penderita dan keluarganya juga harus mengetahui beberapa pandangan yang salah tentang asma, seperti : 1. Bahwa asma semata-mata timbul karena alergi, kecemasan atau stres, padahal keadaan bronkus yang hiperaktif merupakan faktor utama. 2. Tidak ada sesak bukan berarti tidak ada serangan. 3. Baru berobat atau minum obat bila sesak nafas saja dan segera berhenti minum obat bila sesak nafas berkurang atau hilang. (Medlinux,2008)
B. PENGOBATAN 1. PENGOBATAN SIMPTOMATIK Tujuan Pengobatan Simpatomimetik adalah : a. Mengatasi serangan asma dengan segera. b. Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin. c. Mencegah serangan berikutnya. (Medlinux,2008)
Obat pilihan untuk pengobatan simpatomimetik di Puskesmas adalah :
a. Bronkodilator golongan simpatomimetik (beta adrenergik / agonis beta) – Adrenalin (Epinefrin) injeksi. Obat ini tersedia di Puskesmas dalam kemasan ampul 2 cc. Dosis dewasa : 0,2-0,5 cc dalam larutan 1 : 1.000 injeksi subcutan. Dosis bayi dan anak : 0,01 cc/kg BB, dosis maksimal 0,25 cc. Bila belum ada perbaikan, bisa diulangi sampai 3 X tiap15-30 menit. – Efedrin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 25 mg. Aktif dan efektif diberikan peroral. – Salbutamol. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet kemasan 2 mg dan 4 mg. Salbutamol merupakan bronkodilator yang sangat poten bekerja cepat dengan efek samping minimal. Dosis : 3-4 X 0,05-0,1 mg/kg BB (Medlinux,2008)
b. Bronkodilator golongan teofilin – Teofilin. Obat ini tidak tersedia di Puskesmas. Dosis : 16-20 mg/kg BB/hari oral atau IV. – Aminofilin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 200 mg dan injeksi 240 mg/ampul. Dosis intravena : 5-6 mg/kg BB diberikan pelan-pelan. Dapat diulang 6-8 jam kemudian , bila tidak ada perbaikan. Dosis : 3-4 X 3-5 mg/kg BB (Medlinux,2008)
c. Kortikosteroid. Obat ini tersedia di Puskesmas tetapi sebaiknya hanya dipakai dalam keadaan pengobatan dengan bronkodilator baik pada asma akut maupun kronis tidak memberikan hasil yang memuaskan dan keadaan asma yang membahayakan jiwa penderita (contoh : status asmatikus). Dalam pemakaian jangka pendek (2-5 hari) kortikosteroid dapat diberikan dalam dosis besar baik oral maupun parenteral, tanpa perlu tapering off. Obat pilihan hidrocortison dan dexamethason (Medlinux,2008)
d. Ekspektoran. Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan
dikeluarkan. Sebaiknya jangan memberikan ekspektoran yang mengandung antihistamin, sedian yang ada di Puskesmas adalah Obat Batuk Hitam (OBH), Obat Batuk Putih (OBP), Glicseril guaiakolat (GG) (Medlinux,2008)
e. Antibiotik Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi. (Medlinux,2008)
2. PENGOBATAN PROFILAKSIS Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut : a. Menghambat pelepasan mediator. b. Menekan hiperaktivitas bronkus.
Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah : a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik. b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid. c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai. d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi serangan dan meringankan beratnya serangan.
Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah : a. Steroid dalam bentuk aerosol. b. Disodium Cromolyn. c. Ketotifen. d. Tranilast. (Medlinux,2008)
3. TATALAKSANA KASUS DI PUSKESMAS : Dengan segala keterbatasan yang ada dokter Puskesmas harus bisa memberikan pertolongan kepada penderita serangan asma. Penegakkan diagnosa yang tepat dengan tindakan yang benar, cepat dan akurat akan sangat menolong penderita. (Medlinux,2008)
a. TATALAKSANA ASMA AKUT INTERMITEN 1. Aminofilin : 3 X 3-5 mg/kg BB atau 2. Salbutamol : 3 X 0,05-0,1 mg/kg BB 3. Bila ada batuk berikan ekspectoran 4. Bila ada tanda infeksi (demam) berikan antibiotika (Medlinux,2008)
b. TATALAKSANA ASMA BERAT DAN STATUS ASMATIKUS 1. Adrenalin 0,3 mg-0,5 mg SK, dapat diulang 15-30 menit kemudian, atau Aminofilin bolus 5-6 mg/kg BB IV pelan-pelan. Catatan : pemberian Adrenalin pada orang tua harus hati-hati, dan tidak boleh diberikan pada penderita hipertensi dan penyakit jantung. 2. Dexametason 5 mg IV. 3. Bila ada berikan Oksigen : 2-4 lt/menit. 4. Bila tidak ada respon dianggap sebagai Status Asmatikus : – Pasang infus Glukosa 5% atau NaCl 0,9% : 2-3 lt/24 jam. – Rujuk segera ke Rumah Sakit. (Medlinux,2008)
DAFTAR PUSTAKA
Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diakses 24 September 2008 dari Medicafarma: http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asmabronkiale.html Medlinux. (2008, Juli 18). Penatalaksanaan Asma Bronkial. Diakses 24 September 2008 dari Medicine and Linux: http://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asmabronkial.html Muchid, dkk. (2007, September). Pharmaceutical care untuk penyakit asma. Diakses 24 September 2008 dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Depkes RI: http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.p df Tanjung, D. (2003). Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 24 September 2008 dari USU digital library: http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf
Trims 4 downloading. See the next chapter of necel publication
Made under authority of Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman`s student
For further information please visit: necel.wordpress.com
Copyright © necel 2009 Free to distributed and copied as if nothing of part of this document isn`t deleted or changed.