LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM SECTIO CAESAREA ATAS INDIKASI PREEKLAMSI BERAT
PRE EKLAMSI 1. Pengertian Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012) Pre eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008). Pre eklamsi adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer dkk, 2006). Pre eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuri, dan edema. Umumnya terjadi pada trimester ke III (Prawirohardjo, 2006). Kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Tekanan sistolik meningkat lebih 15 mmHg atau lebih atau mencapai 90 mmHg. Pre eklamsi dibagi dalam golongan ringan dan berat. Dinyatakan berat bila ditemukan satu atau lebih dari gejala di bawah ini: a. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih. b. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif. c. Oliguria, urine 400 cc atau kurang dalam 24 jam. d. Keluhan serebral gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium. e. Edema paru-paru atau sianosis
Preeklamsi Ringan apabila : 1. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada posisi berbaring terlentang, atau kenaikan diastolic 15 mmHg atau lebih, kenaikan sistolik 30 mmHg/lebih. Cara pengukuran sekurangkurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, dan sebaiknya 6 jam. 2. Edema umum (kaki, jari tangan dan muka atau BB meningkat) 3. Proteinuri kuwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, sedangkan kuwalitatif 1+ & 2+ pada urine kateter atau midstream.
2. Etiologi Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak
teori-teori
dikemukakan
oleh
para
ahli
yang
mencoba
menerangkan penyebabnya. Teori yang dapat diterima: a) primigravida, kehamilan ganda, hidramnion dan mola hidatidosa; b) makin tuanya kehamilan; c) kematian janin dalam rahim; d) edema, proteinuria, kejang dan koma (Prawirohardjo, 2006).
3. Insiden Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi pre eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini pre eklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.
4. Patofisiologi Pada pre eklampsia terjadi akibat spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi
jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Mokhtar, 1998).
5. Manifestasi klinik Biasanya
tanda-tanda
pre
eklampsia
timbul
dalam
urutan:
pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada preeklampsia ringan tidak ditemukan gejalagejala subyektif. Pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.
6. Pemeriksaan Diagnostik a. Tes diagnostik dasar Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan edema, pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan funduskopik. b. Tes laboratorium dasar Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi). Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya). Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin). Uji untuk meramalkan hipertensi Roll Over test. Pemberian infus angiotensin II.
7. Penatalaksanaan medik a. Pencegahan Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti mengenai tanda-tanda sedini mungkin (preeklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklampsia.
Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan. b. Penanganan Tujuan utama penanganan adalah: 1. Untuk mencegah terjadinya pre eklampsi dan eklampsi. 2. Hendaknya janin lahir hidup. 3. Trauma pada janin seminimal mungkin. Menurut Mansjoer (2001), penanganan preeklampsia ringan adalah : 1) Pada pasien rawat jalan, anjurkan untuk istirahat baring 2 jam siang hari dan tidur >8 jam malam hari. Bila susah tidur, berikan fenobarbital 1-2 x 30 mg kunjungan ulang diakukan 1 minggu kemudian. 2) Rawat pasien jika tidak ada perbaikan dalam 2 minggu pengobatan rawat jalan, BB meningkat >1kg/minggu, selama 2 kali berturut-turut atau tampak adanya tanda preeklampsia berat. Berikan obat antihipertensi Metildopa 3 x 125 mg, nifedipin 3-8 x 5-10 mg atau pindolol 1-3 x 5 mg. Jangan berikan antidiuretik dan tidak perlu diet rendah garam. 3) Jika keadaaan ibu membaik dan tekanan darah dapat dipertahankan 140-150/90-100mmHg, pertahanakan sampai aterm sehingga ibu dapat berobat jalan dan anjurkan periksa tiap minggu. Kurangi dosisi hngga mencapai dosis optimal, tekanan darah tidak boleh < 120mmHg.
Penanganan preeklampsia berat: Ibu yang didiagnosa preeklamsia berat/sindrom HELLP (preeklamsia berat disertai keluhan-keluhan lainnya) menderita penyakit kritis dan memerlukan penanganan yang tepat. Protokol pelaksanannya masih kontroversi antar rumah sakit saat ini. Pengenalan temuan klinis dan laboratorium sindrom HELLP sangatlah penting jika terapi yang agresif dan dini perlu dilakukan untuk mencegah mortalitas maternal dan perinatal. Serviks yang belum siap (belum berdilatasi atau melunak) karena usia kehamilan dan sifat agresif penyakit ini mendukung dilakukannya operasi
cesaria. Induksi persalinan yang lama dapat meningkatkan morbiditas maternal. 1. Segera rawat pasien di rumah sakit. Berikan MgSO4 dalam infuse Dekstrose 5% dengan kecepatan 15-20 tetes permenit. Dosisi awal MgSO4 2 g IV dalam 10 menit selanjutnya 2 g perjam ddalam drip infuse sampai tekanan darah antara 140-150/90-100 mmHg. Syarat pemberian MgSO4 adalah reflek patella kuat, RR>16 kali permenit, dan dieresis dalam 4 jam sebelumnya (0.5ml/kg BB/jam) adalah > 100cc. Selama pemberian MgSO4, perhatikan tekanan darah, suhu, perasaan panas, serta wajah merah. 2. Berikan nifedipin 9-3-4 x 10 mg per oral. Jika pada jam ke 4 diastolik belum turun sampai 20%, tambahkan 10 mg oral. Jika tekanan diastolic meningkat ≥110mmHG, berikan tambahan suglingual. Tujuannya adalah penurunan tekanan darah 20% dalam 6 jam, kemudian diharapkan stabil antara 140-150/90-100mmHg. 3. Periksa tekanan darah, nadi, dan pernapasan tiap jam. Pasang kateter urin dan kantong urin. Ukur urin tiap 6 jam. Jika < 100ml/4 jam, kurangi dosis MgSO4 menjadi 1g/jam.
8. Evaluasi Untuk preeklamsia berat dan/atau PEB, kondisi berikut harus dipenuhi: a. Ibu dan janin tidak menderita gejala sisa akibat pre eklamsia atau penatalaksanaannya. b. Ibu tidak akan mengalami eklamsia atau komplikasi yang berat. c. Janin tidak akan mengalami distress. d. Bayi baru lahir akan dilahirkan dalam kondisi optimal tanpa suatu efek akibat penyakit maternal dan penatalaksanaannya. e. Ibu akan melahirkan dalam kondisi optimal tanpa suatu akibat pada kondisi dan penatalaksanaannya. f. Keluarga akan mampu berkoping secara efektif terhadap keadaan ibu yang berisiko tinggi, penatalaksanaan, dan hasil akhirnya.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
a) Diagnosa 1 : Perubahan perfusi jaringan cerebral, renal, plasenta berhubungan dengan vasospasme (arteri spiral), edema, dan penurunan volume intravascular. NOC: 1. Serebral
Status sirkulasi: TD dalam rentang normal.
Kemampuan kognitif : menunjukkan perhatian, konsentrasi, dan orientasi.
Terbebas dari kejang.
Tidak mengalami sakit kepala.
2. Renal
Keseimbangan Cairan/Elektrolit: Uji laboratorium dalam batas normal, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada bunyi nafas tambahan, asupan dan haluaran dalam 24 jam seimbang.
Hidrasi : tidak ada edema, haluaran urin dalam batas normal.
3. Plasenta
Tidak ada penurunan denyut jantung janin
NIC: a. Cerebral, renal 1. Kaji tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi, nistagmus, penglihatan kabur. 2. Kaji reflek tendon profunda (RTP), reflek patella dan dan biseps serta klonus pada pergelangan kaki. 3. Observasi adanya sakit kepala. 4. Kaji tingkat kesadaran dan orientasi, perhatikan perubahan pasien sebagai respon terhadap rangsang. 5. Pantau hasil laboratorium seperti peningkatan BUN, protein serum, dan penurunan hematokrit.
6. Observasi adanya distensi vena leher dan ronkhi basah kasar. 7. Kaji tingkat oedema. 8. Pertahankan keakuratan pencatatan asupan dan haluaran. 9. Kolaborasi pemberian obat antihipertensi: MgSo4 IM/IV sesuai dengan indikasi. b. Placenta 1. Berikan informasi tentang pencatatan gerakan janin 2. Identifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
aktivitas
janin
(merokok, kadar glukosa serum, tingkat kebisingan). 3. Tinjau ulang tanda-tanda abrupsi plasenta (perdarahan vagina, nyeri tekan uterus, nyeri abdomen dan penurunan aktifitas janin). 4. Pantau DJJ secara manual atau elektronik sesuai indikasi 5. Perhatikan respon janin pada obat-obatan seperti MgSO4, fenobarbitol dan diazepam.
b) Diagnosa 2 : Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan tahanan vaskuler sistemik, hipovolemia. NOC: a. Keefektifan Pompa Jantung. b. Status tanda vital NIC: 1. Kaji dan pantau tekanan darah, status pernapasan dan status mental. 2. Evauasi repon pasien terhadap terapi oksigen. 3. Pantau dan dokumentasikan denyut dan irama jantung. 4. Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memperhatikan awal napas pendek, nyeri epigastrik dan kepala, pusing.
c) Diagnosa 3 :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
;
hipoalbuminemia berhubungan dengan proteinuri. NOC: a. Status nutrisi: serum albumin dalam batas normal, hematokrit dalam batas normal NIC: 1.
Kaji dan pantau nilai laboratorium terutama kadar albumin serum.
2.
Berikan informasi tentang nutrisi adekuat untuk ibu hamil dengan preeklampsia
3.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan yang mengandung protein, besi dan vitamin C, seperti: juice buah atau buah segar.
4.
Kurangi gara, gunakan rempah-rembah dan lada sebagai alternatif lain
5.
Pertahankan berat badan sesuai dengan berat badan normal.
d) Diagnosa 4 : Risiko cedera ibu dan janin berhubungan dengan edema/hipoksia jaringan, vasospasme. Kriteria Hasil : 1. Bebas dari tanda-tanda eklampsia 2. Tidak ada tanda-tanda fetal distress Tindakan / Intervensi 1. Kaji dan pantau adanya masalah sakit kepala, gangguan penglihatan, atau perubahan pada pemeriksaan funduscopi. 2. Perhatikan perubahan pada tingkat kesadaran paisen dan DJJ. 3. Pantau tanda-tanda distress janin (misal DJJ yang tiba-tiba turun). 4. Kaji tanda-tanda ekslamsia yang akan datang: hiperaktivitas (3+ sampai 4+ dari reflek tendon dalam, klonus pergelangan kaki, Penurunan nadi dan pernafasan, Nyeri epigastrik dan oliguri. 5. Lakukan tindakan untuk menurunkan kemungkinan kejang, misalkan pertahankan lingkungan tenang, batasi pengunjung dan tingkatkan istirahat. 6. Pantau tanda-tanda dan gejala persalinan saat terjadinya kontraksi uterus.
7. Pantau adannya tanda-tanda toksisitas MgSO4.
e) Diagnosa 5 : Defisit pengetahuan (tentang proses penyakit) berhubungan dengan keterbatasasn paparan, kurangnya informasi. NOC: Pengajaran proses penyakit : Mengetahui tanda dan gejala penyakit dan mengetahui tindakan pencegahan NIC: 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang preeklampsia. 2. Tentukan kemampuan pasien untuk mempelajari informasi. 3. Tentukan motivasi pasien untuk mempelajari informasi-informasi yang khusus. 4. Memberikan
informasi
tentang
preeklampsia
(tanda
dan
gejala,
pencegahan, dan tindakan yang perlu dilakukan segera jika tanda dan gejala muncul) sesuai dengan tingkat pemahaman pasien.
f) Nyeri yang berhubungan dengan injuri fisik (tindakan operasi). NOC: Kontrol nyeri. NIC: Manajemen nyeri. 1. Kaji nyeri secara konfrehensip: lokasi, karakteristik, durasi dan frekuensi. 2. Observasi respon nonverbal. 3. Kontrol faktor lingkungan yang menyebabkan ketidaknyamanan. 4. Gunakan teknik nonpharmakologi (hypnosis, guide imagery). 5. Turunkan nyeri dengan analgetic.
DAFTAR PUSTAKA Doris, C. B., 1984. Introductory Maternity Nursing. 4th edition. JB. Lippincott Company, Philladelphia. Johnson, M., Maas, M., 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. Mosby, Inc. St. Louis, Missouri.
Mansjor A, 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aeusculapius, Jakarta.
McCloskey, J., Bulechek, G., 2000. Nursing Interventions Classification (NIC), 4th ed. Mosby, Inc. St. Louis, Missouri.
Muchtar, R, 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1, EGC. Jakarta.
NANDA. 2005. Nursing Diagnosis : Definition and Classification 2005-2006. NANDA International. Philadelphia.
Prawiroharjo, 2006. Ilmu Kebidanan, Edisi 2 Cetakan II Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Tucker, SM, (1998), Standar Perawatan Pasien, Edisi 5, Volume 4, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.