BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Saat ini bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat di banyak negara, baik negara maju maupun negara berpendapatan menengah dan rendah. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana yang spesipik untuk bunuh diri (Yosep, 2010). Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015, di banyak negara, bunuh diri merupakan penyebab kematian nomor dua pada penduduk berusia 15-29 tahun. Setiap tahun terdapat 800.000 orang mati karena bunuh diri. WHO juga mencatat, setiap 40 detik satu orang di dunia meninggal karena bunuh diri dengan rasio 11,4 per 100.000 populasi (Kompas, 2015). Di Indonesia tahun 2012, angka bunuh diri mencapai 4,3 per 100.000 populasi. Pada tahun 2012, Kepolisian Negara Republik Indonesia mencatat ada 981 kasus meninggal karena bunuh diri. Jumlah ini sedikit menurun jadi 921 kasus di tahun 2013 dengan rasio 0,4-0,5 kasus per 100.000 populasi (Kompas, 2015). Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia remaja dan dewasa muda (15–24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan melakukan percobaan bunuh diri (attemp suicide) empat kali lebih banyak dari laki laki. Cara yang populer untuk mencoba bunuh diri pada kalangan perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur, sedangkan kaum lelaki lebih letal atau mematikan seperti menggantung diri (Dalami, 2009).
Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alkohol, orang-orang yang berpisah atau bercerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumuh dan miskin, kelompok professional tertentu, seperti dokter, pengacara, dan psikolog (Sujono dan Teguh, 2010). Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan diantaranya adalah:pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam setting rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, faktor–faktor yang berhubungan dengan staf antara lain:kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga, pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya. Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah hal yang penting dalam menurunkan angka suicide di rumah sakit (Jenny, dkk, 2010). Perawat atau tenaga kesehatan lain hendaknya memberi saran, motivasi bahkan mencegah terjadinya bunuh diri pada klien sehingga klien dapat menyalurkan kemarahannya pada tempat dan situasi yang benar dan positif sehingga tidak membahayakan pasien sendiri. Perawat juga bisa memberikan aktifitas ataupun kegiatan yang dapat mengurangi dari tingkat depresi dan resiko bunuh diri klien sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Oleh sebab itulah peran dari setiap aspek dan orang terdekat klien sangat berpengaruh pada timbulnya resiko bunuh diri yang dilakukan oleh klien (Yosep, 2009).
Berdasarkan latar belakang diatas, kelompok kami akan membahas tentang “asuhan keperawatan jiwa tentang resiko bunuh diri”.
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu mengetahui konsep atau teoritis dari resiko bunuh diri. 2. Tujuan Khusus a.
Mengetahui defenisi bunuh diri.
b. Mengetahui etiologi bunuh diri . c.
Mengetahui manifestasi klinis klien resiko bunuh diri.
d. Mengetahui jenis-jenis prilaku bunuh diri. e.
Mengetahui proses terjadinya masalah resiko bunuh diri.
f.
Mengetahui asuhan keperawatan klien resiko bunuh diri.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Defenisi Bunuh Diri Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri hidupnya. Bunuh diri ini dapat berupa keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat, 2009). Menurut Beck (2008) bunuh diri adalah tindakan untuk membunuh diri sendiri. Beck (2008) mengemukakan rentang harapan–putus harapan merupakan rentang adaptif–maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat.
Tabel 1. Rentang Harapan-Putus Harapan (Beck, 2008) Respon Adaptif Harapan -
Yakin Percaya Inspirasi Tetap Hati Respon
1. Rentang adaptif
-
: Harapan, Yakin, Percaya, Inspirasi, Tetap hati, Respon.
2. Rentang Maladaptif a.
Respon Maladaptif Putus Harapan Tidak berdaya Putus harapan Apatis Gagal dan Kehilangan Ragu-ragu Sedih Depresi Bunuh Diri
:
Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
b. Kehilangan, ragu-ragu Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya:kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri. c.
Depresi Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
d.
Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
B. Etiologi Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab terjadinya bunuh diri adalah sebagai berikut : 1. Genetic dan teori biologi Faktor genetik mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko bunuh diri. 2. Teori sosiologi Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok sosial), atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic (suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor). 3. Teori psikologi Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri (Sujono dan Teguh, 2009).
Sebagai tambahan dari penyebab terjadinya bunuh diri, Cook dan Fontaine (1987 dalam Yosep, 2010) menerangkan penyebab bunuh diri dari masing-masing golongan usia. 1. Pada anak a.
Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan.
b. Situasi keluarga yang kacau.
c.
Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik.
d. Gagal sekolah. e.
Takut atau dihina di sekolah.
f.
Kehilangan orang yang dicintai.
g. Di hukum orang lain. 2. Pada remaja a.
Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.
b. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal. c.
Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.
d. Perasaan tidak dimengerti orang lain. e.
Kehilangan orang yang dicintai.
f.
Keadaan fisik.
g. Masalah dengan orang tua. h. Masalah seksual. i.
Depresi.
3. Pada dewasa a.
Self-ideal terlalu tinggi.
b. Cemas akan tugas akademik yang banyak. c.
Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua.
d. Kompetisi untuk sukses.
4. Pada usia lanjut a.
Perubahan status dari mandiri ke ketergantungan.
b. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi. c.
Perasaan tidak berarti di masyarakat.
d. Kesepian dan isolasi social. e.
Kehilangan ganda (seperti pekerjaan , kesehatan, pasangan).
f.
Sumber hidup berkurang.
C. Manifestasi Klinis 1. Keputusasaan. 2. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna. 3. Alam perasaan depresi. 4. Agitasi dan gelisah. 5. Insomnia yang menetap. 6. Penurunan BB. 7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial. 8. Petunjuk psikiatrik : a.
Upaya bunuh diri sebelumnya.
b. Kelainan afektif. c.
Alkoholisme dan penyalahgunaan obat.
d. Kelainan tindakan dan depresi mental pada remaja. e.
Dimensia dini/status kekacauan mental pada lansia.
f.
Riwayat psikososial:
1) Baru berpisah, bercerai/kehilangan. 2) Hidup sendiri. 3) Tidak bekerja, perbahan/kehilangan pekerjaan baru dialami.
9. Faktor-faktor kepribadian. 1) Implisit, agresif, rasa bermusuhan. 2) Kegiatan kognitif dan negative. 3) Keputusasaan. 4) Harga diri rendah. 5) Batasan/gangguan kepribadian antisocial (Keliat, 2009).
D. Jenis-Jenis Bunuh Diri Menurut Keliat (2009) tahapan bunuh diri adalah sebagai berikut: 1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang) Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah. 2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang) Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok,
ia merasa kelompok
tersebut
sangat
mengharapkan nya. 3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan) Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
E. Proses Terjadinya Masalah Menurut Stuart (2006) penyebab bunuh diri antara lain : 1. Faktor Prediposisi: a.
Diagnostik Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c.
Lingkungan psikososial Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif. e.
Faktor biokimia Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
2. Faktor Presipitasi: a.
Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres. c.
Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
F. Pohon Masalah
Resikomencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Resikobunuh diri G. Sumber Dan Mekanisme Koping Menurut Stuart (2006) terdapat sumber dan mekanisme koping pada perilaku bunuh diri yaitu: 1. Sumber Koping Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini secara sadar memilih untuk bunuh diri. Kualitas hidup menjadi isu yang mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi perawat yang menyadari pilihan pasien untuk berperilaku merusak diri. Tidak ada jawaban
yang mudah mengenai bagaimana mengatasi konflik ini. Perawat harus melakukannya sesuai dengan sistem keyakinannya sendiri.
2. Mekanisme Koping Mekanisme pertahanan
ego
yang
berhubungan
dengan perilaku destruktif-diri tak
langsung adalah : a.
Denial, mekanisme koping yang paling menonjol.
b. Rasionalisme. c.
Intelektualisasi.
d. Regresi. Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa memberikan cara koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada diantara individu dan bunuh diri. Perilaku bunuh diri menunjukkan mendesaknya kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif.
H. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Medis Pada semua kasus, keinginan bunuh diri harus diperiksa. Apakah orang mengisolasi dirinya sendiri waktu kejadian sehingga ia tidak ditemukan atau melakukan tindakan agar tidak ditemukan. Pada kasus bunuh diri membutuhkan obat penenang saat mereka bertindak kekerasan pada diri mereka atau orang lain, dan pasien juga lebih membutuhkan terapi kejiwaan melalui komunikasi terapeutik.
2. Penatalaksanaan Keperawatan a. Tindakan keperawatan untuk pasien. 1) Tujuan : a) Klien dapat membina hubungan saling percaya. b) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri. c) Klien dapat mengekspresikan perasaannya. d) Klien dapat meningkatkan harga diri. e) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif. 2) Tindakan keperawatan a) Membina Hubungan Saling percaya kepada pasien. 1. Perkenalkan diri dengan klien. 2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal. 3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur. 4. Bersifat hangat dan bersahabat. 5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat. b) Melindungi pasien dari perilaku bunuh diri. 1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dll). 2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat. 3. Awasi klien secara ketat setiap saat. c) Membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya. 1. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan. 3. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya. 4. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain lain. d) Membantu pasien untuk meningkatkan harga dirinya. 1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya. 2. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu. 3. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan
antar sesama,
keyakinan,
hal-hal untuk diselesaikan). e) Membantu pasien untuk menggunakan koping individu yang adaptif. 1.
Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan setiap hari (misal:berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis sura, dll).
2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan. 3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif. b. Tindakan keperawatan untuk keluarga 1) Tujuan: Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah rasa ingin bunuh diri. 2) Tindakan keperawatan: Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang ingin bunuh diri adalah :
a) Membina hubungan saling percaya. 1. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai. 2. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang. b) Membantu pasien untuk mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. 1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. 2. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien. 3. Utamakan pemberian pujian yang realitas. c)
Membantu pasien dalam menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga.
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. 2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah. d) Melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan. 1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan. 2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan. 3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien e) Memanfaatkan sistem pendukung yang ada. 1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien. 2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat. 3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah. 4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengkajian a.
Kaji Keluhan utama klien.
b. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan. 1) Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri. 2) Riwayat keluarga terhadap bunuh diri. 3) Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia. 4) Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik. 5) Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial. 6) Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka. c.
Konsep diri (Umumnya pasien mengatakan hal yang negatif tentang dirinya, yang menunjukkan harga diri yang rendah).
d. Alam perasaan. ( ) sedih
( ) putus asa
( ) ketakutan ( ) gembira berlebihan (pasien pada umumnya merasakan kesedihan dan keputusasaan yang sangat mendalam). e.
Interaksi selama wawancara ( ) bermusuhan ( ) Defensi ( ) mudah tersinggung
( ) Tidak kooperatif ( ) Kontak mata kurang ( ) curiga
(pasien biasanya menunjukkan kontak mata yang kurang). f.
Afek ( ) Datar ( ) Tumpul
( ) Labil ( ) Tidak sesuai
(pasien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul). g. Mekanisme koping maladaptive. ( ) minum alkohol
( ) bekerja berlebihan
( ) reaksi lambat ( ) menghindar
( ) mencederai diri ( ) lainnya
(pasien biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara menghindar dan mencederai diri). h. Masalah psikososial dan lingkungan. ( ) masalah dengan dukungan keluarga. ( ) masalah dengan perumahan.
B. Diagnosa Keperawatan Resiko Bunuh Diri.
C. Rencana Tindakan Keperawatan Rencana tindakan keperawatan pada pasien bunuh diri dan keluarga terdiri dari 3 macam yaitu:
1. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
2. Isyarat bunuh diri Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah. Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya. 3. Percobaan bunuh diri Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
Rencana tindakan keperawatan: a. Ancaman bunuh diri 1. Tindakan keperawatan pada pasien ancaman percobaan bunuh diri. a) Tujuan keperawatan Pasien tetap aman dan selamat.
b) Tindakan keperawatan Melindungi pasien dengan cara : 1) Temani pasien terus menerus sampai pasien dapat dipindahkan ketempat yang aman. 2) Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya; pisau, silet, gelas, tali pinggang). 3) Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat. 4)
Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
SP 1 pasien : melindungi pasien dari ancaman percobaan bunuh diri. Orientasi: “Selamat pagi A, kenalkan saya adalah perawat B yang bertugas di ruang Mawar ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai 2 siang.” “Bagaimana perasaan A hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang A rasakan selama ini. Dimana dan berapa lama kita bicara?” Kerja “Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A merasa paling menderita di dunia ini? Apakah A kehilangan kepercayaan diri? Apakah A merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? apakah A sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah A berniat untuk menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap bahwa A mati? Apakah A pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?” (Jika klien telah menyampaikan ide bunuh dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi klien, misalnya dengan mengatakan, “Baiklah, tampaknya A
membutuhkan pertolongan karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar A ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan A.”) “Karena A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup A, saya tidak akan membiarkan A sendiri.” “Apa yang A lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya A harus langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakana kepada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan.”
Saya pecaya A dapat mengatasi masalah.” Terminasi “Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?” “Coba A sebutkan lagi cara tersebut!” “Saya akan menemani A terus sampai keinginan bunuh diri hilang.” (Jangan meninggalkan pasien). 2. Tindakan keperawatan pada keluarga pasien percobaan bunuh diri a.
Tujuan Keperawatan Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
b. Tindakan Keperawatan 1) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan pasien sendirian. 2) Menganjurkan keluarga membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya di sekitar pasien. 3) Menganjurkan keluarga untuk tidak membiarkan pasien sering melamun sendiri. 4) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.
SP 1 Keluarga : Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba bunuh diri. Orientasi “Selamat pagi Bapak/Ibu, kenalkan saya Suster B, yang merawat putra Bapak dan Ibu di rumah sakit ini.” “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar A tetap selamat dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana kalau disini saja kita berbincang-bincangnya Pak/Bu?” (Sambil kita awasi terus A). Kerja “Bapak/Ibu, A sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan sahabat karibnya akibat bencana yang lalu sehingga sekarang A selalu ingin mengakhiri hidupnya.” Karena kondisi A yang dapat mengakhiri hidupnya sewaktu-waktu, kita semua perlu mengawasi A terus menerus. Bapak / Ibu harus ikut mengawasinya. Dalam kondisi serius seperti ini, A tidak boleh ditinggal sendirian sedikit pun.” “Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat di gunakan A untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, dan ikat pinggang. Semua barang-barang tersebut tidak boleh ada disekitar A. Selain itu, jika berbicara dengan A fokus pada hal-hal positif, hindarkan pernyataan negatif. A sebaiknya punya kegiatan positif, seperti melakukan hobinya bermain sepak bola, supaya tidak sempat melamun sendiri.” Terminasi “Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?”
“Coba Bapak dan Ibu sebutkan kembali cara menjaga A tetap selamat dan tidak melukai dirnya. Baiklah, mari kita temani A, sampai keinginan bunuh dirinya hilang.” b. Isyarat bunuh diri dengan diagnosis harga diri rendah 1) Tindakan keperawatan a.
Tujuan keperawatan
1) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya. 2) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya. 3) Pasien mampu meningkatkan harga dirinya. 4) Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masaalah yang baik. 2) Tindakan keperawatan a) Mendiskusikan cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman. b) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara : 1. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya. 2. Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan positif. 3. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting. 4. Mendiskusikan keadaan yang seharusnya disyukuri oleh pasien. 5. Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan. c) Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara : 1. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masaalahnya. 2. penyelesaian masalah.
Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara
SP 1 pasien : melindungi pasien dari isyarat bunuh diri. Orientasi “Selamat pagi B! Masih ingat dengan saya? Bagaimana perasaan B hari ini? Jadi, B merasa tidak perlu lagi hidup didunia ini. Apakah B merasa ingin bunuh diri?” “Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi keinginain ingin bunuh diri. Mau berapa lama? Di mana? Di sini saja yah?” Kerja “Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan ingin mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan B.” “Nah B, karena B tampaknya memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.” “Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul, untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi, usahakan B jangan pernah sendirian.” Terminasi “bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana Masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih ada perasaan atau dorongan untuk bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang lain. Kalau sudah tidak ada keinginan bunuh diri saya akan bertamu B lagi, untuk membicarakan cara meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan di sini saja.”
SP 2 Pasien : meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri
Orientasi “selamat pagi B! bagaimana perasaan B saat ini? Masih adakah dorongan mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu, sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau berapa lama? Di mana?”
Kerja “Apa saja dalam kehidupan B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan b. keadaan yang bagaimana yang membuat b merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada yang baik dan patut B syukuri. Coba B sebutkan kagiatan apa yang masih dapat B lakukan selama ini. Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih.” Terminasi “Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa saja yang patut syukuri dalam kehidupan B? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan B jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus B! Coba B ingat lagi hal-hal lain yang masih B miliki dan perlu disyukuri! Nanti, jan 12 kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik, Dimana tempatnya? Baiklah.” “kalau ada perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi suster ya!”
SP 3 pasien: Meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri. Orientasi
“selamat siang B. bagaimana perasaannya? Masih ada keinginan bunuh diri? Apalagi hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus! Sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi masalah yang selama ini timbul. Mau berapa lama? Di sini saja, ya?” Kerja “coba ceritakan situasi yang membuat B ingin bunuh diri. Selain bunuh diri, apalagi kira-kira jalan keluarnya? Ternyata banyak juga jalan keluarnya. Nah, coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian masing-masing cara tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang paling menguntungkan! Menurut B cara yang mana? Ya, saya setuju. B bias coba! Mari kita buat rencana kegiatan untuk masa depan.” Terminasi “Bagaimana perasaan B, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatasi masalah yang B akan gunakan? Coba dalam satu hari ini, B menyelesaikan masalah dengan cara yang dipilih B tadi. Besok dijam yang sama kita akan bertemu lagi di sini untuk membahas pengalaman B menggunakan cara yang dipilih.” 2. Tindakan keperawatan pada keluarga pasien isyarat bunuh diri. a.
Tujuan Keperawatan Keluarga mampu merawat pasien yang beresiko bunuh diri.
b. Tindakan keperawatan 1) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri. (a) Menanyakan keluarga tentang anda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada pasien. (b) Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien yang beresiko bunuh diri. 2) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri. (a) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga jika pasien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
(b) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, yaitu dengan: (1) Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien ditempat yang mudah diawasi, jangan
biarkan pasien mengunci diri dikamrnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian dirumah (2) Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri. jauhkan pasien dari barangbarang yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti : tali, bahan bakar minyak/bensin, api, pisau, atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti oba nyamuk atau racun serangga. (3) Selalu melakukan pengawasan dan meningkatkan pengawasan jika tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasiean tidak menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri. 3) Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan jika pasien melakukan percobaan bunuh diri dengan cara: (a) Mencari bantuan tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri tersebut. (b) Segera membawa pasien kerumah sakit atau puskesmas terdekat untuk mendapatkan bantuan medis. 4) Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien. (a) Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan. (b) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh diri. (c) Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat seuai prinsip lima benar cara penggunaannya dan benar waktu penggunaannya.
SP 1 keluarga : mengajarkan keluarga tentang cara melindungi anggota keluarga beresiko bunuh diri (isyarat bunuh diri).
Orientasi “selamat siang pak, bu ! bagaiman keadaan anak bapak/ibu ?” “hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara melindungi dari bunuh diri. “dimana kita akan diskusi ?” “bagaimana kalau diruangan wawancara ? berapa lama bapak/ibu punya waktu untuk diskusi ?”
Kerja “apa yang bapak/ibu lihat dari perilaku atau ucapan B ?” “bapak/ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunuh diri. pada umumnya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukan tanda melalui percakapan misalnya :” saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya. Apakah B pernah mengatakannya ?” “kalau bapak/ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, sebaiknya bapak/ibu mendengarkan ungkapan perasaan dari B secara serius.” “pengawasan terhadap B ditingkatkan, jangan biarkan B sendirian dirumah atau jangan dibiarkan mengunci diri dikamar. Kalau menemukan tanda dan gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri, sebaiknyadicegah dnegan meningkatkan pemngawasan dan beri dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan bahwa bapak/ibu sayang pada B. Katakan juga kebaikan-kebaikan B !” “ usahakan sedikitnya 5 kali sehari bapak ibu memuji B dengan tulus. Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya bapak/ibu mencari bantuan orang lain. Jika tidak dapat diatasi segeralah rujuk kepuskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih serius.” “setelah kembali kerumah, bapak/ibu perlu membantui agar Bterus berobat untuk mengatasi keinginan bunuh diri “
Terminasi “Bagaimana Pak/bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?” “Ya, bagus. Jangan lupa pengawasanya ya!jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang tentang cara-cara meningkatkan harga diri B dan penyelesaian masalah.” “Bagaimana Bapak/Ibu setuju? Kalau demikian , sampai bertemu lagi minggu depan disini dan diwaktu yang sama.”
SP 2 keluarga : melatih keluarga cara merawat pasien resiko bunuh diri/isyarat bunuh diri. Orientasi “Selamat siang Pak, Bu, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang ketemu lagi.” “Bagaimana Pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu lalu ?” “Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak,bu?” kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya ?” “Berapa Lama Bapak dan ibu mau kita latihan ?” Kerja “Sekarang anggap saya B, coba bapak dan ibu praktikan cara bicara yang benar jika B sedang mengalami perasaan ingin mati.” “Bagus, betul begitu caranya.” “sekarang coba praktikan cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan positifnya sesuai jadwal?” “Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B.” “Bagaimana kalau sekarang kita mencoba nya langsung kepada B ?” ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien) Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu setelah kita berlatih cara merawat B dirumah?” “Setelah ini coba Bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan ibu membesuk B.” “Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi Bapak dan Ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba lagi cara merawat B sampai Bapak dan Ibu lancar melakukannya.” “jam berapa Bapak dan Ibu bisa kemari?” “Baik saya tunggu, kita ketemu lagi ditempat ini ya, Bu.”
SP 3 Keluarga: membuat perencanaan pulang bersama keluarga pasien resiko bumuh diri. Orientasi “Selamat siang Pak, Bu, hari ini B sudah boleh pulang , sebaiknya kita membicarakan jadwal B selama dirumah . Berapa lama kita bisa diskusi? Kita bicara disini saja ya ?” Kerja “Pak, Bu, ini jadwal B selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan dirumah?” “tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal aktifitas maupun jadwal minum obatnya.” “Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh B selama dirumah. Misalnya , B terus-menerus mengatakan ingin bunuh diri, tampak gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong bapak dan ibu segera hubungi suster H dipuskesmas inderapuri, puskesmas terdekat dari rumah Ibu dan Bapak, ini nomor telepon puskesmasnya (0561) 853xxx”. “selanjutnya suster H yang akan membantu perkembangan B”. Terminasi “Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum kelas? Ini jadwal kegiatan harian B untuk dibawa pulang. Jangan lupa kontrol ke puskesmas sebelum obat habis atau ada gejalan yang tampak. Silahkan selesaikan administrasinya!”
D. Evaluasi Keperawatan
Selanjutnya, setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi dilakukan terhadap kemampuan pasien risiko bunuh diri dan keluarganya serta kemampuan perawat dalam merawat pasien risiko bunuh diri.
http://cika-profile-assalamualaikum2015.blogspot.com/2016/09/asuhan-keperawatan-resikobunuh-diri.html
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN BUNUH DIRI
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI STIKES dr. SOEBANDI JEMBER TAHUN 2014 PRAKATA Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena karunianya kami bias menyelesaikan tugas laporan hasil presentasi. Dalam laporan ini kami menjelaskan mengenai evaluasi bepikir kritis dalam keperawatan. Dalam menyelesaikan makalah ini kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dari Ibu Khofi , akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena sebab itu sudah sepantasnya kami mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ns. Mahmud Ady Yuwanto, S.kep 2. Ns. Ahmad Efrizal selaku PJMK Kami menyadari masih banyak celah dan kecacatan pada makalah ini. Maka kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Dan juga semoga makalah ini bermanfaat bagi kami juga pembacanya.
Jember, 13 November 2014
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...........................................................................i PRAKATA ...........................................................................................ii DAFTAR ISI ........................................................................................iii BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..............................................................2 1.3 Tujuan ................................................................................2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian ..........................................................................3 2.2 Rentanf Respon ..................................................................3 2.3 Faktor Predisposisi dan Faktor prespitasi ..........................4 2.4 Tanda dan Gejala ..............................................................5 2.5 Psiopatologi ……………………………………………...6 2.6 Diagnosa Keperawatan dan Diagnosa Medis ....................7 2.6.1 Diagnosa Keperawatan
………………………..7
2.6.2 Diagnosa Medis …………………………………….7
2.7 Penatalaksanaan 2.7.1 Penatalaksanaan Medis ............................................8 2.7.2 Penatalaksanaan Keperawatan ..................................10 2.7 Askep ...............................................................................10 BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan .......................................................................16 3.2 Saran .................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................17
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi Indonesia hampir mendekati negara-negara bunuh diri, seperti Jepang, dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun dan China yang mencapai 250.000 per tahun. Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005, sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh diri per harinya. Namun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2 per 100.000 penduduk dan kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah Gunung Kidul, Yogyakarta mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk. Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia remaja dan dewasa muda (15 – 24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan melakukan percobaan bunuh diri (attemp suicide) empat kali lebih banyak dari laki laki. Cara yang populer untuk mencoba bunuh diri pada kalangan perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur, sedangkan kaum lelaki lebih letal atau mematikan seperti menggantung diri. Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang-orang yang berpisah atau becerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumu dan miskin, kelompok professional tetentu, seperti dokter, pengacara, dan psikolog. Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, faktor – faktor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga, pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya. Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah hal yang penting dalam menurunkan angka suicide di rumah sakit.
Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai faktor resiko terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses keperawatanya.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1
Apakah pengertian bunuh diri?
1.2.2
Bagaimana rentang respon bunuh diri?
1.2.3
Apa faktor presdisposisi dan faktor presipitasi?
1.2.4
Apa tanda dan gejala dari bunuh diri?
1.2.5
Bagaimana psikopatologi bunuh diri?
1.2.6
Apa diagnosa keperawatan dan diagnosa medis bunuh diri?
1.2.7
Bagaimana penatalaksanaan bunuh diri?
1.2.8
Bagaimana asuhan keperawatan bunuh diri?
1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1
Mampu memahami pengertian bunuh diri
1.3.2
Mampu memahami rentang respon bunuh diri
1.3.3
Mampu memahami faktor presdiposisi dan faktor presipitasi bunuh diri
1.3.4
Mampu memahami tanda dan gejala bunuh diri
1.3.5
Mampu memahami psikopatologi bunuh diri
1.3.6
Mampu memahami diagnosa keperawatan dan diagnosa medis bunuh diri
1.3.7
Mampu memahami penatalaksanaan bunuh diri
1.3.8
Mampu memahami asuhan keperawatan pada kasus bunuh diri
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Prilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan mengakibatkan kematian, atau luka yang menyakiti diri sendiri Menurut Keliat (1991) bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri ini dapat berupa keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Bunuh diri adalah tindakan untuk membunuh diri sendiri (Vide Beck, 2008). Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat
1991
:
4).
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan putus harapan merupakan rentang adaptif maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. (2-3 dan kesimpulan)
2.2 Rentang Respon Pada
umumnya
tindakan
bunuh
diri
merupakan
cara
ekspresi
orang
yang
penuh stress perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang diantaranya: a.
Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
b. Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri. c.
Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
d. Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk
melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan. e.
Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
f.
Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
2.3 Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi 2.3.1 Faktor Predisposisi Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain : a.
Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b.
Sifat kepribadian, tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c.
Lingkungan psikososial, Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d.
Riwayat keluarga/factor genetik, Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya serta merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
e.
Faktor biokimia, Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri. 2.3.2 Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah: a.
Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b.
Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c.
Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
d.
Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
2.4 Tanda dan Gejala Menurut Stuart (2007) a.
Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b.
Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c.
Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d.
Impulsif.
e.
Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f.
Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g.
Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).
h.
Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan diri).
i.
Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
j.
Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k.
Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam karier).
l.
Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m.
Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n.
Pekerjaan.
o.
Konflik interpersonal.
p.
Latar belakang keluarga.
q.
Orientasi seksual.
r.
Sumber-sumber personal.
s.
Sumber-sumber social.
t.
Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil. 2.5 Psikopatologi Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori: 1. Ancaman bunuh diri Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri. 2. Upaya bunuh diri Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. 3. Bunuh diri Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya ( Stuart & Sundeen, 2006). Peningkatan verbal/ non verba
Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri
Ancaman bunuh diri
Ambivelensi tentang kematian
Kurangnya respon positif
Upaya bunuh diri
Bunuh diri 2.6 Diagnosa keperawatan dan Diagnosa medis 2.6.1 Diagnosa keperawatan Risiko bunuh diri 2.6.2 Diagnosa medis Frustasi
2.7 Penatalaksanaan medis dan keperawatan 2.7.1 penatalaksanaan medis
Sasaran tindakan adalah untuk meningkatkan transmisi dopamine. Tetapi obat-obatan mencakup antihistamin, antikolinergik, amantidin, levodopa, anhibitormmonoamin oksodasi (MAO), dan antidepresi. Beberapa obat-obat ini menyebabkan efek samping psikiatrik pada lansia meliputi: a.
Antihistamin Antihistamin mempunyai efek sedative dan antikolinergik pusat ringan, dapat membantu dalam menghilangkan tremor.
b. Terapi antikolinergik Agen antikolinergik (triheksifenidil, prosiklidin, dan benzotropin mesilat) efeksif untuk mengontrol tremor dan kekakuan Parkinson. Obat-obatan ini dapat digunakan dalam kombinasi dengan levodopa. Agen ini menghilangkan aksi asetilkolin pada sistem saraf pusat. Efek samping mencakup penglihatan kabur, wajah memerah, ruam pada wajah, konstipasi, retensi urine, dan kondisi akut. Tekanan intraocular dipantau ketat karena obat-obat ini kontraindikasi pada klien dengan glaucoma meskipun glaucoma yang dialami klien hanya sedikit. Klien dengan hyperplasia prostatic dipantau terhadap adanya tanda-tanda retensi urine. c.
Amantadin hidrokhlorida Amantadin hidrokhlorida (symmetrel), agen antivirus yang digunakan pada awal pengobatan penyakit Parkinson untuk menurunkan kekakuan, tremor, dan bradikinesia. Agen ini diperkirakan bekerja melalui pelepasan dopamine dari daerah penyimpanan didalam saraf. Reksi efek samping terdiri atas gangguan psikiatrik (perubahan perasaan hati, konfusi, halusinasi), muntah, adanya tekanan pada epigastrium, pusing, dan gangguan penglihatan.
d. Terapi levodopa Walaupun levodopa bukan untuk pengobatan, saat ini merupakan agen tang paling efektif untuk pengobatan penyakit Parkinson. Levodopa diubah dari (MD4)-dopa menjadi dopamine pada basal ganglia. Seperti disebutkan diatas dopamine dengan konsentrasi normal yang terdapat didalam sel-sel subtansia nigra menjadi hilang pada klien dengan penyakit Parkinson. Gejala yang hilang juga dapat terjadi akibat kadar dopamine yang lebih tinggi akibat pemberian levodopa. e.
Derivate Ergoet-Agonis Dopamin
Agen-agen ini (bromoktriptin dan pergolid) dianggap sebagai agonis reseptor dopamine. Agen ini bermanfaat bila ditambahkan pada levodopa dan pada klien yang mengalami reaksi on-off terhadap fruktuasi klinis yang ringan. f.
Inhibitor MAO Eldepril adalah salah satu perkembangan dalam farmakoterapi penyakit Parkinson. Obat iniu menghambat pemecahan dopamine. Sehingga peningkatan jumlah dopamine tercapai, tidak seperti bentuk terapi lain, agen ini secara nyata memperlambat kemajuan penyakit.
g. Antidepresen Antidepresen trisiklik dapat diberikan untuk mengurangi depresi yang juga terbiasa terjadi pada penyakit Parkinson. h. Intervensi pembedahan Meskipin banyak pendekatan yang berbeda saat ini, penatalaksanaan pembedahan terhadap penyakit Parkinson masih menjadi bahan penelitian dan controversial. Pada beberapa klien yang cacat tremor atau diskinesia akibat levodopa berat, pembedahan dapat dilakukan. Walaupun pembedahan dapat mengurangi gejala pada klien tertentu, namun hal ini menunjukkan adanya perubahan perjalanan penyakit atau perkembangan kearah permanen. Prosedur pembedahan stereotaktik dapat dilakukan berupa subtalamotomi dan palidotomi. Pendekatan lain mencakup transplantasi jaringan saraf kedalam basal ganglia dalam upanya membuat pelepasan kembali dopamine normal. Transplantasi saraf pada medulla adrenal klien kedalam basal ganglia efektif mengurangi gejala pada sebagian kecil klien. Transplantasi sel-sel saraf mengunakan jaringan fetus telah dicoba, bagaimanapun prosedur ini masih diperdebatkan. Penelitian tentang hal ini dan pembedahan lain pendekatan yang tidak melaui pembedahan lain serta pendekatan yang tidak melalui pembedahan masih terus dilakukan. 2.6.2 penatalaksanaan keperawatan Terapi Lingkungan pada Kondisi Bunuh Diri a. Ruangan aman dan nyaman, terhindar dari alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri sendiri atau orang lain. b. Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di lemari dalam keadaan terkunci. c. Ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keselur4uhan ruanagn mudah dipantau oleh petugas kesehatan. d. Ruangan yang menarik, misalnya dengan warna cerah, ada poster dll.
e. Hadirkan musik yang ceria, televisi, film komedi, bacaan ringan dan lucu. f. Adanya lemari khusus untuk menyimpan barang pribadi klien. g. Lingkungan sosial: komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas menyapa pasiien sesering mungkin, memberikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan keperawatan atau kegiatan medis lainnya, menerima pasien apa adanya tidak engejek atau merendahkan, meningkatkan harga diri pasien, membantu menilai dan meningkatkan hubungan social secara bertahap, membantu pasien dalam berinteraksi dengan keluarganya, sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan biarkan pasien sendiri dalam waktu yang lama. (Yosep, 2010). 2.7 Askep A. Pengkajian 1. Identitas Klien Nama Lengkap
: Tn. B
Usia
: 45 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Kawin
Alamat
: Kediri, Lobar
2. Alasan Masuk Klien dibawa kerumah sakit jiwa karena mencoba gantung diri di kamar mandi rumah pasien 3. Faktor Predisposisi Klien frustasi karena baru mengalami kehilangan pekerjaan/di PHK oleh perusahaan tempat ia bekerja dan di tinggal oleh istrinya. Ada anggota keluarga yang juga mengalami gangguan jiwa. 4. Faktor Presipitasi Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja Masalah Keperawatan: 1. Resiko bunuh diri 2. Risiko perilaku kekerasan 3. Harga diri rendah 5. Fisik Ada bekas percobaan bunuh diri pada leher dan pergelangan tanggan, BB pasien menurun dan klien tampak lemas tak bergairah, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit. N: 80x/mnt, TD 120/90 mmHg, S: 37 C, RR: 20x/mnt, BB: 56 Kg dan TB 170cm.
6. Konsep diri a.
Gambaran diri Klien merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.
b. Identitas Klien sudah menikah mempunyai seorang istri. c.
Peran Diri Klien adalah kepala rumah tangga dengan 3 orang anak yang masih kecil-
kecil
d. Ideal Diri Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien bingung mendapat pekerjaan dimana untuk menghidupi keluarga dan bagaimana membangun keluarganya seperti dulu. e.
Harga diri Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain. 7. Hubungan Sosial Menurut klien orang yang paling dekat dengannya adalah Tn. M teman sekamar yg satu agama. Klien adalah orang yang kurang perduli dengan lingkungannya, klien sering diam, menyendiri, murung dan tak bergairah, jarang berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan teman yang lain, sangat sensitive. 8. Spiritual a. Nilai dan keyakinan: pasien percaya akan adanya Tuhan tetapi dia sering mempersalahkan Tuhan atas hal yang menimpanya. b. Kegiatan ibadah: Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan. 9. Status Mental a. Penampilan: pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh, rambut tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan. b. Pembicaraan: Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang terjadi blocking. c. Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan aktivitas d. Interaksi selama wawancara: Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan bicara saat berkomunikasi. e. Memori Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif. 10. Mekanisme Koping Mal adaptif : Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya, klien tidak mau melakukan aktifitas. 13. Pohon14. Analisa data Diagnosa
Data mayor
Data minor
Resiko
Subyektif:
Subyektif:
bunuh diri -
Mengatakan
-
hidupnya
tak -
berguna lagi
yang menyuruh
Inggin mati
diri
Menyatakan pernah mencoba bunuh diri
-
Mengatakan ada
Mengancam bunuh diri
Mengatakan lebih baek mati saja
-
Mengatakan sudah
Obyektif:
bosan hidup
-
Ekspresi murung
Obyektif:
-
Tak bergairah
-
Ada bekas percobaan bunuh diri hidup
Su
bunuh
-
-
Perubahan
kebiasaan
Perubahan perangai
Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji Perilaku bunuh diri DS: menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup. DO: ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.
Rencana Tindakan Keperawatan untuk pasien resiko bunuh diri No
Dx Kep
TUM
TUK
Intervemsi
1
RBD
Klien tidak
Klien dapat membinaM -
mencederai diri
hubungan saling
membina hubun membina
percaya
gan saling perca
kepercayaan
ya dengan klien
klien
2.
Rasional -untuk
-
Mengamankan
-agar tidak
benda-benda
membahaya
yang
kan
klien
dapat membaha
atau
orang
yakan pasien.
disekitarnya
Mengajarkan -untuk tidak
-
cara
melakukan
mengendalikan
percobaan
dorongan bunuh bunuh diri diri
BAB 3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Prilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan mengakibatkan kematian, atau luka yang menyakiti diri sendiri. 3.2 Saran Bagi tenaga kesehatan dan keluarga korban supaya lebih memahami tanda dan gejala bunuh diri sehingga dapat dicegah terjadinya kasus bunuh diri. http://asuhankeperawaatanklienbunuhdiri.blogspot.com/2014/12/asuhan-keperawatanklien-bunuh-diri.html
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri hidupnya. Bunuh diri ini dapat berupa keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat, 2009).
B. Saran Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan rekan-rekan dapat mengerti dan dapat memahami mengenai resiko bunuh diri beserta dengan asuhan keperawatannya. Dengan tujuan agar dapat bermanfaat untuk menjalankan tugas sebagai perawat kejiwaan kedepannya.