BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit, dua pertiga berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita, lebih dari setengah semua pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainya. (Smeltzer and Bare, 2012 ). Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Asuhan keperawatan cedera kepala atau askep cedera kepala baik cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat harus ditangani secara serius. Cedera pada otak dapat mengakibatkan gangguan pada sistem syaraf pusat sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari cedera kepala. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit. (Sjahrir, 2014). Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hampir 1.500.000 kasus cedera kepala. Dari jumlah tersebut 80.000 di antaranya mengalami kecacatan dan 50.000 orang meninggal dunia. Saat ini di Amerika terdapat sekitar 5.300.000 orang dengan kecacatan akibat cedera kepala (Moore
1
&Argur, 2016). Penyebab cedera kepala yang terbanyak adalah kecelakaan bermotor (50%), jatuh (21%), dan cedera olahraga (10%). Angka kejadian cedera kepala yang dirawat di rumah sakit di Indonesia merupakan penyebab kematian urutan kedua (4,37%) setelah stroke, dan merupakan urutan kelima (2,18%) pada 10 penyakit terbanyak yang dirawat di rumah sakit di Indonesia (Depkes RI, 2016). Cedera kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih kompleks bila dibandingkan dengan trauma pada organ tubuhlainnya. Hal ini disebabkan karenas truktur anatomic dan fisiologik dari isi ruang tengkorak yang majemuk, dengan konsistensi cair, lunak dan padat yaitu cairan otak, selaput otak, jaringan syaraf, pembuluh darah dan tulang. Pasien dengan trauma kepala memerlukan penegakkan diagnosa sedini mungkin agar tindakan terapi dapat segera dilakukan untuk menghasilkan prognosa yang tepat, akurat dan sistematis. Oleh karena tingginya angka insidensi cedera kepala maka makalah ini ditulis untuk menerapkan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan gangguan sistem neurologi : Cedera Kepala Berat di ruang UGD RS. Mitra Husada Pringsewu Lampung tahun 2018.
B. Tujuan 1. Tujuan umum Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada Ny.S dengan gangguan sistem neurologi: Cedera Kepala Berat di ruang UGD RS. Mitra Husada Pringsewu Lampung tahun 2018.
2. Tujuan Khusus a. Melakukan pengkajian pada Ny.S dengan gangguan sistem neurologi : Cedera Kepala Berat di ruang UGD RS. Mitra Husada Pringsewu Lampung tahun 2018. b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.S dengan gangguan sistem neurologi : Cedera Kepala Berat di ruang UGD RS. Mitra Husada Pringsewu Lampung tahun 2018.
2
c. Merencanakan tindakan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada Ny.S dengan gangguan sistem neurologi: Cedera Kepala Berat di ruang UGD RS. Mitra Husada Pringsewu Lampung tahun 2018. d. Melaksanakan
implementasi
keperawatan
pada
Ny.S
dengan
Gangguan sistem Neurologi: Cedera Kepala Berat di ruang UGD RS. Mitra Husada Pringsewu Lampung tahun 2018. e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny.S dengan gangguan sistem neurologi : Cedera Kepala Berat di ruang UGD RS. Mitra Husada Pringsewu Lampung tahun 2018..
3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent. (Irwana,2009). Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.(Budi,hendri,2008). Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Adapun klasifikasi cidera kepala sebagai berikut Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut: 1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak, kontusio atau temotom (sekitar 55% ). 2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ). 3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema.
4
Glasgow Coma Seale (GCS) Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka mata. Skala GCS : Reaksi
Nilai
Membuka mata :
Motorik
Verbal
:
:
Spontan
4
Dengan perintah
3
Dengan Nyeri
2
Tidak berespon
1
Dengan Perintah
6
Melokalisasi nyeri
5
Menarik area yang nyeri
4
Fleksi abnormal
3
Ekstensi
2
Tidak berespon
1
Berorientasi
5
Bicara membingungkan
4
Kata-kata tidak tepat
3
Suara tidak dapat dimengerti
2
Tidak ada respons
1
B. Etiologi Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh benda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan/energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak, selain itu dapat disebabkan oleh Kecelakaan, Jatuh, Trauma akibat persalinan.
5
C. Patofisiologi Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak. (Tarwoto, 2007). Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Cedera Primer Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya duramater, laserasi, kontusio). 2. Cedera Sekunder Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui batas kompensasi ruang tengkorak. Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah, liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
6
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak. Iskemia otak mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang makin parah (irreversibel). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dll.
3. Edema Sitotoksik Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l. glutamat, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks berlebihan yang menimbulkan edema dan mengaktivasi enzym degradatif serta menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).
4. Kerusakan Membran Sel Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan menyebabkan kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown) melalui rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak diperlukan pada sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan repair membran tersebut). Melalui rusaknya fosfolipid akan meyebabkan terbentuknya asam arakhidonat yang menghasilkan radikal bebas yang berlebih.
5. Apoptosis Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage).
7
Pathway Kecelakaan lalu lintas
Cidera kepala
Cidera otak sekunder
Cidera otak primer
Kontusio cerebri
Gangguan autoregulasi
Aliran darah keotak
O2
gangguan metabolisme
Asam laktat
Kerusakan Sel otak
rangsangan simpatis
tahanan vaskulerSistemik & TD tek. Pemb.darahPulmo nal
Terjadi benturan benda asing
Teradapat luka di kepala Rusaknya bagian kulit dan jaringannya Kerusakan integritas jaringan kulit
tek. Hidrostatik
Oedem otak
Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
Ketidakefektif pola napas
kebocoran cairan kapiler oedema paru Penumpukan cairan/secret Difusi O2 terhambat Ketidakefektifbersihan jalan napas 8
cardiac output
Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
D. Manifestasi Klinis a. Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, cara berjalan tidak tegap, kehilangan tonus otot. b. Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia). c. Muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur, disfagia) d. Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya simetris) deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris, refleks tendon tidak ada atau lemah, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh. e. Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih. f. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi, stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi). g. Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna, adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung (CSS), gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi tubuh. h. Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, berbicara berulang – ulang. i. Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan. j. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,kehilangan pendengaran. Perubahan dalam penglihatan,seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia, gangguan pengecapan dan penciuman.
9
k. Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama, Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernapasan) Perdarahan yang sering ditemukan a. Epidural Hematoma Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang – cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis. Gejala-gejala yang terjadi: penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesis, dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu. b. Subdural Hematoma Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan. Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan udem pupil. Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri; kapiler; vena. Tanda dan gejalanya: nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegia kontra lateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital. c. Perdarahan Subarachnoid Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat. Tanda dan gejala : Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk
10
E. Komplikasi
F. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah. 2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. 3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif. 4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma. 5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak. 6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid. 7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial. 8. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial. (Musliha, 2010).
G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak. (Tunner, 2000)Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000) Penatalaksanaan umum adalah: 1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi 2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma 3. Berikan oksigenasi
11
4. Awasi tekanan darah 5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik 6. Atasi shock 7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya: 1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma. 2. Therapi
hiperventilasi
(trauma kepala berat). Untuk mengurangi
vasodilatasi. 3. Pemberian analgetika 4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %. 5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin). 6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%, aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak, Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (25003000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea. Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu: 1. Pemantauan TIK dengan ketat 2. Oksigenisasi adekuat 3. Pemberian manitol 4. Penggunaan steroid 5. Peningkatan kepala tempat tidur 6. Bedah neuro. Tindakan pendukung lain yaitu: 1. Dukungan ventilasi 2. Pencegahan kejang
12
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi 4. Terapi anti konvulsan 5. Klorpromazin untuk menenangkan klien 6. Pemasangan selang nasogastrik. (Mansjoer, dkk, 2000).
H. Asuhan Keperawatan 1.
Pengkajian a. Pengkajian primer 1. Airway dan cervical control Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher. 2. Breathing dan ventilation Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak, gerakan dinding dada simetris atau tidak, irama napas cepat, dangkal atau normal, pola napas teratur atau tidak, suara napas vesikuler, wheezing, ronchi, ada sesak napas atau tidak (RR), adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan. Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi: fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. 3. Circulation dan hemorrhage control Kaji nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi), tekanan darah, sianosis, CRT, akral hangat atau dingin, suhu, terdapat perdarahan, lokasi, jumlah (cc), turgor kulit, riwayat kehilangan cairan berlebihan. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan
13
oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi 4. Disability Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran (composmentis, delirium, somnolen,spoor, koma), nilai GCS , ukuran dan reaksi pupil (isokor, unisokor, pinpoint, medriasis), Refleks fisiologis dan patologis, kekuatan otot. 5. Exposure dan Environment control Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
b. Pengkajian sekunder 1. Identitas : nama, usia, jenis kelamin, kebangsaan/suku, berat badan, tinggi badan, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, anggota keluarga, agama. 2. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian. 3. Aktivitas/istirahat Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan. Tanda :Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia, cara berjalan tidak tegang. 4. Sirkulasi Gejala :
Perubahan
tekanan
darah
(hipertensi)
bradikardi,
takikardi. 5. Integritas Ego Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian. Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif. 6. Makanan/cairan Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera. Tanda : muntah, gangguan menelan.
14
7. Eliminasi Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi. 8. Neurosensori Gejala : Kehilangan
kesadaran
sementara,
amnesia,
vertigo,
sinkope, kehilanganpendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan penglihatan seperti ketajaman. Tanda :Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris. 9. Nyeri/kenyamanan Gejala : Sakit kepala. Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih. 10. Pernafasan Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi nafas berbunyi) 11. Keamanan Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan. Tanda :
Fraktur/dislokasi,
gangguan
penglihatan,
gangguan
rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
2. Masalah Keperawatan 1. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral 2. Ketidak efektifanbersihan jalan nafas 3. Ketidakefektifan pola nafas 4. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer 5. Kerusakan integritas jaringan kulit
15
3. Rencana Keperawatan
No 1
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Ketidakefektifan perfusi
NOC: perfusi jaringan:
NIC: Monitor
jaringan otak
cerebral
tekanan intra kranial
Faktor resiko:
Setelah dilakukan tindakan
1.
1. Perubahan status mental
berikan informasi
selama 1 x 24 jam masalah
kepada keluarga/
teratasi dengan kriteria hasil:
orang penting
2. Perubahan perilaku
No
3. Perubahan
1
TD sistolik dan diastolik 2. monitor status
2
Bruit pembuluh darah besar
4. Perubahan reaksi pupil
3
Hipotensi ortostatik
5. Kesulitan menelan
4
Berkomunikasi dengan
terkait
jelas dan sesuai dengan usia
tidaknya
serta kemampuan
kuduk
respon
motorik
6. Kelemahan
atau
paralisis ekstremitas 7. Paralisis
5
8. Ketidaknormalan
lainnya Awal Akhir
Skala
Menunjukkan perhatian,
3.
4.
neurologis periksa
pasien ada kaku
berikan antibiotik
konsentrasi dan orientasi 5. sesuaikan kepala tempat tidur untuk kognitif
dalam berbicara 6
Menunjukkan memori
mengoptimalkan
jangkan panjang dan saat
perfusi serebral.
ini
6.
Beritahu
dokter
7
Mengolah informasi
untuk peningkatan
8
Membuat keputusan yang
TIK
tepat
bereaksi
Indikator: 1. gangguan eksterm 2. berat 3. sedang 4. ringan 5. tidak ada gangguan
16
yang
peraturan perawatan.
tidak sesuai
2
Ketidakefektifan bersihan NOC: status pernapasan:
NIC: manajemen
jalan nafas nafas
ventilasi
jalan napas
Faktor berhubungan:
Setelah dilakukan tindakan
1. Lingkungan;
1.
memaksimalkan
menghisap asap rokok, teratasi dengan kriteria
2. Obstruksi terdapat dijalan
napas;
benda
asing
napas,
ventilasi
hasil:
jalan
spasme
jalan napas
2.
No
Kemudahan bernapas
2
Frekuensi dan irama
penyakit
pernapasan 3
Batasan karakteristik:
4
Subjektif
3.
4.
Objektif
1. gangguan eksterm
1. Suara napas tambahan
2. berat
2. Perubahan pada irama
3. sedang
frekuensi
pernapasan
4. ringan 5. tidak ada gangguan
3. Batuk tidak ada atau tidak efektif 4. Sianosis 5. Kesulitan
untuk
berbicara 6. Penurunan suara napas 7. Ortopnea 8. Gelisah 9. Sputum berlebihan 10. Mata terbelalak
17
nebulizer
posisikan
untuk
meringankan sesak
Pergerakan sumbatan
Indikator:
kelola ultrasonik
napas
keluar dari jalan napas
1.Dispnea
dan
dan nasotrakea
Pergerakan sputum keluar dari jalan napas
lakukan penyedotan Awal Akhir melalui endotrakea
Skala
1
3. Fisiologis; kelainan dan
klien
untuk
merokok, selama 1x 24 jam masalah
perokok pasif
posisiskan
5.
monitor pernapasan oksigenasi
status dan
3
Ketidakefektifan
pola NOC: status pernapasan:
nafas
ventilasi
Faktor berhubungan:
Setelah dilakukan tindakan
1. Lingkungan;
NIC: manajemen jalan napas 1.
klien
merokok, selama 1x 24 jam masalah
n ventilasi
hasil: 2.
2. Obstruksi jalan napas; terdapat
benda
asing
No
Skala
dijalan napas, spasme
1
Kemudahan bernapas
jalan napas
2
Frekuensi dan irama
3. Fisiologis; kelainan dan penyakit
Pergerakan sputum keluar
endotrakea dan nasotrakea 3.
4
Subjektif 1.Dispnea
4.
1. gangguan eksterm
1. Suara napas tambahan
2. berat
2. Perubahan pada irama
3. sedang
frekuensi
pernapasan
4. ringan 5. tidak ada gangguan
3. Batuk tidak ada atau tidak efektif 4. Sianosis 5. Kesulitan
untuk
berbicara 6. Penurunan suara napas 7. Ortopnea 8. Gelisah 9. Sputum berlebihan 10. Mata terbelalak
18
posisikan untuk
Indikator:
Objektif
dan
ultrasonik
Pergerakan sumbatan keluar dari jalan napas
kelola nebulizer
dari jalan napas Batasan karakteristik:
lakukan
penyedotan Awal Akhir melalui
pernapasan 3
untuk
memaksimalka
menghisap asap rokok, teratasi dengan kriteria perokok pasif
posisiskan
meringankan sesak napas 5.
monitor status pernapasan dan oksigenasi
4
Kerusakan integritas
NOC: intergritas jaringan:
NIC: perawatan luka
jaringan kulit
kulit dan membran mukosa
tekan
Faktor berhubungan:
Setelah dilakukan tindakan
1.Cedera jaringan
selama 1x24 jam masalah
2.Jaringan rusak
teratasi dengan kriteria hasil:
1.
monitor warna, suhu,
kelembaban dan
Batasan karakteristik: 1. Kerusakan pada lapisan
No
Skala
1
Suhu, elastisitas, hidrasi
kulit 2. Kerusakan
dan sensasi pada
2
Perfusi jaringan
permukaan kulit
3
Keutuhan kulit
3. Invasi struktur tubuh
4
Eritema kulit sekitar
5
Luka berbau busuk
6
Granulasi
7
Pembentukan jaringan
Awal 2.
kondisi
area sekitar Akhir luka lakukan pembalutan dengan tepat
3.
berikan
obat-
obat oral 4.
monitor adanya gejala
infeksi
di area luka
parut 5.
8
udem,
Penyusutan luka
ubah
posisi
setiap 1-2 jam
Indikator:
sekali
untuk
1. gangguan eksterm
mencegah
2. berat
penekanan
3. sedang
6.
gunakan
4. ringan
tempat
tidur
5. tidak ada gangguan
khusus
anti
dekubitus 7.
monitor status nutrisi
8.
pastikan bahwa pasien mendapat diet tinggi
19
kalori
tinggi protein.
20
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA NY.S DENGAN CIDERA KEPALA BERAT (CKB) DI RUANG UGD RUMAH SAKIT MITRA HUSADA PRINGSEWU LAMPUNG
Nama Pasien (Initial) : Ny. S No Rekam Medik
: 190812
Umur
: 77 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Ambarawa
Tanggal Masuk UGD : 19 Desember 2018
Pukul : 09.30 Wib
Tanggal Pengkajian
Pukul : 13.15 wib
: 19 Desember 2018
1. Riwayat Kesehatan Keluhan kesehatan sekarang : klien datang ke UGD RS Mitra Husada dibawa oleh keluarganya pada tanggal 19 desember 2018 pukul 19.30 wib. Kurang lebih 2 jam klien mengalami kecelakaan kendaraan bermotor. Klien mengalami penurunan kesadaran, klien muntah dan pinsan serta terdapat hematoma pada kepala dan terdapat luka terbuka di kaki kanan dengan fraktur tibia fibula dextra, klien lemah.
2. Pengkajian Primer A. Airway (Jalan Nafas) Klien menagalami kesulitan bernafas karena adanya sumbatan jalan nafas pada klien berupa sekret dan terdengar suara gargling pada jalan nafas 21
B. Breathing (Pernafasan) Adanya pengembangan dinding dada pada klien dan klien mengalami kesulitan bernafas serta terdengar suara nafas gargling dengan frenkuensi 32x/menit Irama tidak teratur.
C. Circulation ( Sirkulasi) 1. Sirkulasi perifer : Nadi perifer : nadi teraba cepat dan kuat dengan frekuesi nadi 109x/m, irama nadi tidak teratur ,dengan CRT >3detik, akral teraba dingin dan warna kulit pucat. 2. Tanda Vital : -
Tekanan darah : 95/65 mmHg
-
Nadi : 109x/m
-
Respirasi : 32x/m
-
Suhu : 36,5 c C
D. Disability (Ketidakmampuan) : - Tingkat kesadaran : Sopor - Nilai GCS
:4
E :1
M:2 V:1
- Ukuran pupil : Dilatasi pupil
E. Exposure (Paparan) Luka : Terdapat luka terbuka di kaki kanan dengan fraktur tibia fibula dextra
3. Pemeriksaan Penunjang : a. Laboratorium : 1. EKG 2. CT Scan 22
3. Rontgen
4. Diagnostik Medik : a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah, hematome cerebral , penurunan perfusi cerebral b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan akumulasi secret pada jalan nafas c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
5. Penatalaksanaan : 1. Terapi pengobatan -
IVFD RL 20tpm
-
Ceftriatoxone Sodium 2x1g
-
Tranexamix Acid 2x1 ampul
-
PCT 3x kolf
-
Citicolin
-
Ranitidine
-
Asam transamin
-
Pembeirian O2 3 liter
2. Tindakan -
NGT ukuran 16
-
Suction
-
Kateter folay ukuran 16
-
Heating
-
Pemasangan bidai
23
6. Analisa Data No
1
Data
Masalah
Penyebab
DS: -
Ketidakefektifan
Obstruksi jalan
DO:
bersihan jalan nafas
nafas
-
Klien
mengalami
kesulitan
bernafas -
Terdapat sumbatan jalan nafas berupa secret
2
3
-
Terdengan suara nafas gargling
-
Freukensi nafas 32x/m
DS: -
Gangguan
perfusi Penghentian aliran
DO:
jaringan serebral
darah,
hematome
-
Tingkat kesadaran sopor
cerebral ,penurunan
-
GCS 4 (E:1 V:1 M:2)
perfusi cerebral
-
CRT > 3detik
-
TD : 95/65 mmHg
-
terdapat hematoma pada kepala
-
klien tampak lemah
DS: -
Ketidakefektifan
DO:
pola nafas
-
Adanya pengembangan dinding dada
-
klien
mengalami
kesulitan
bernafas -
frenkuensi 32x/menit
-
Irama tidak teratur.
-
Kesadaran menurun
-
GCS 4 (E:1 V:1 M:2) 24
Hiperventilasi
7. Diagnosa Keperawatan Gawat Darurat 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas 2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi 3. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah, hematome cerebral , penurunan perfusi cerebral
8. Rencana Keperawatan No Dx
Rencana Keperawatan
kep. 1
Tujuan Setelah dilakukan
Tindakan 1. Observasi fungsi
Rasional 1. Distress pernafasan
tindakan keperawatan
pernafasan, catat
dan perubahan tanda
dalam 1x24 jam
frekuensi pernafasan
vital dapat terjadi
diharapkan jalan nafas
, dan perubahan
sebagai stres fisiologis
efektif dengan kriteria
tanda-tanda vital
dan nyeri atau dapat
hasil
2. Observasi
menunjukan
1. Sekret berkurang
pergerakan dinding
terjadinya syok
2. Suara nafas
dada dan auskultasi
sehubung dengan
bunyi nafas
hipoksia
vesikular 3. Pernafasan <24 menit
3. Berikan terapi O2 4. Kolaborasi dilakukan penghisapan lendir dengan suction
2. Sebagai pedoman kelancaran pola pernafasan 3. Memberikan adekuat O2 dalam darah dan aliran ke otak 4. Sebagai alat bantu agar jalan nafas tidak tertutup
2
Setelah dilakukan
1. Buka jalan nafas,
1. Jalan nafas yang paten
tindakan keperawatan
gunakan teknik chin
dapat memberikan
dalam 1x24 jam
lift atau jaw thrust
kebutuhan oksigen
diharapkan pola nafas
bila perlu
disemua jaringan
25
efektif dengan kriteria
2. Posisikan pasien
tubuh secara adekuat
hasil
untuk
1. Suara nafas vesikular
memaksimalkan
membantu klien
2. Pernafasan <24
ventilasi
memaksimalkan
menit 3. Vital sign dalam batas normal
2. Posisi semifowler
3. Monitor respirasi
ventilasi sehingga
dan status O2
kebutuhan oksigen
4. Monitor tanda-tanda vital 5. Kolaborasi
terpenuhi melalui proses pernafasan 3. Penurunan saturasi
pemasangan alat
oksigen dapat
bantu pernafasan
menunjukan perubahan status kesehatan 4. Menunjukkan keadaan / respon klien dan untuk menentukan tindakan selanjutnya 5. Alat bantu pernafasan membantu organ pernafasan memenuhi kebutuhan oksigen sehingga oksigen yang diperlukan tubuh tercukupi
3
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
1. Evaluasi nilai GCS klien
1x24 diharapkan
2. Pantau tanda vital
gangguan perfusi
3. Pertahankan kepala
1. Menentukan status neurologis 2. Perubahan ttv mendadak dapat
jarangan teratasi dengan
dan leher tetap
menentukan
criteria hasil:
posisi datar
peningkatan TIK dan
26
1. GCS meningkat
4. Evaluasi keadaan
trauma batang otak
2. CRT < 3 detik
pupil ,dan reaksi
3. Kesadaran membaik
terhadap rangsangan
posisi netral dapat
cahaya
meningkatnya tekanan
yaitu composmentis 4. Vital Sign dalam
3. Kepala yang tidak
5. Kolaborasi dalam
batas normal
vena jugularis yang
pemberian obat
akan menghambat
sesuai indikasi
aliran darah ke otak 4. Untuk menentukan apakah batang otak masih baik dan masih ada respon terhadap cahaya atau tidak . 5. Untuk membantu proses penyembuhan.
9. Catatan Perkembangan No. Dx
Pelaksanaan Tindakan
Evaluasi
Kep 1
Paraf /Nama jelas
1. Mengobservasi fungsi
S:
pernafasan, catat
O:
frekuensi pernafasan ,
-
dan perubahan tandatanda vital 2. Mengobservasi
Klien tampak masih kesulitan bernafas
-
Frekuensi nafas klien masih cepat
pergerakan dinding
A: intervensi dilanjutkan
dada dan auskultasi
P : melakukan penghisapan
bunyi nafas
kembali dengan suction dan
3. Memberikan terapi O2
posisikan paisen dengan
4. Mengkolaborasi
dimiringkan (log roll)
27
dilakukan tindakan penghisapan lendir dengan suction 2
1. Membuka jalan nafas,
S:
gunakan teknik chin lift O: atau jaw thrust bila
-
Klien masih terlihat sesak
perlu
-
Pernafasan 30x/menit
2. Memposisikan pasien
A: Intervensi dilanjutkan
untuk memaksimalkan
P:
ventilasi
-
beri tambahan O2 dan
3. Memonitor respirasi
berikan alat bantu
dan status O2
pernafasan dengan teknik
4. Memonitor tanda-tanda
beging ventilasi
vital
menggunakan Bagging
5. Mengkolaborasi pemasangan alat bantu
Valve Mask (BVM) -
kaji dengan pemeriksaan
pernafasan 3
1. Mengevaluasi nilai GCS klien
IAPP S: O:
2. Memantau tanda vital
-
klien tampak belum
3. Mempertahankan
sadarkan diri
kepala dan leher tetap
-
GCS : 4
posisi datar
-
CRT > 3
-
TD 100/60
4. Mengevaluasi keadaan pupil ,dan reaksi
A: Intervensi dilanjutkan
terhadap rangsangan
P:
cahaya
-
Evaluasi status neurologis
-
Kaji tanda – tanda syok
pemberian obat sesuai
-
Kaji adanya hipoksia
indikasi
-
Kolaborasi dengan
5. Mengkolaborasi dalam
pemeriksaan kembali ct scan 28
DAFTARPUSTAKA
American College of Surgeon Committee on Trauma. 2004. Cedera Kepala. Dalam : Advanced Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi trauma IKABI. Turner DA. 1996 Neurological evaluation of a patient with head trauma. Dalam : Neurosurgery2nd edition. New York: McGraw Hill, 1996 Irwana O. (2009) Cedera Kepala .Faculty of Medicine Universitas of Riau Pekan Baru. Online.http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/05/cedera_kepala_files_of_drsmed_fkur .pdf (diakses pada tanggal 14 desember 2013) Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. Http://www.biausa.org [diakses 14 desember 2013] Bickley, Lynn S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. Edisi 5. EGC, Jakarta. Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. EGC, Jakarta. Doenges M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta. Hudak & Gallo, 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume 2, EGC, Jakarta. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta. Smeltzer, S.C dan Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jilid Satu. Edisi Kedelapan. Jakarta : EGC
29