Asd.docx

  • Uploaded by: willie hardyson
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asd.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,788
  • Pages: 22
BAB I LAPORAN KASUS

1.1 Indetitas pasien

Nama

: Ny. V

Umur

: 32 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Tempat/ tgl lahir

: Semarang, 15-01-1985

Status pernikahan

: Belum menikah

1.2 Anamnesis Keluhan utama: Bintik merah pada bagian sekitar bibir dan wajah sejak 2 hari yang lalu

1.2.1 Riwayat penyakit sekarang Pasien datang dengan keluhan bintik merah berisi nanah pada sekitar bibir dan wajah sejak 2 sebelum datang ke rumah sakit. Pasien mengaku bintik merah tersebut timbul setelah menggunakan produk obat jerawat dengan merek A sejak 4 hari yang lalu. Pasien mengaku produk tersebut terdiri dari 3 produk yaitu solution, powder lotion, dan gel. Saat menggunakan solution dan gel, wajah pasien dalam batas normal dan tidak terjadi bintik tersebut. Pasien mengatakan bahwa keluhan bintik-bintik tersebut timbul ketika pasien menggunakan powder lotion , setelah menggunakan powder lotion, pasien mengeluhkan rasa panas, perih dan gatal pada bagian muka keesokan harinya dan kemudian bintik-bintik tersebut muncul. Pada mulanya bintik tersebut hanya terdapat 1 pada bagian dagu, tetapi kemudian bintik merah berisi nanah tersebut bertambah banyak dan menyebar hingga ke dahi pasien. Pasien mengaku bintik tersebut terasa gatal dan saat digaruk, bintik tersebut mudah pecah dan mengaluarakan cairan berwarna

putih kekuningan, tidak berbau. Pasien mengaku tidak ada demam, tidak ada mual muntah, tidak ada sesak napas, tidak ada perasaan berdebar, tidak ada asma, tidak ada bengkak pada bagian bibir dan mata atau pada bagian lainnya. BAK dan BAB pasien dalam batas normal. Pasien mengaku pasien memiliki riwayat penggunaan obat jerawat selama bertahun-tahun tetapi tidak ada masalah, pasien mengaku baru kali ini mencoba obat produk A tersebut. Hipertensi (-), diabetes melitus (-).

1.2.2 Riwayat penyakit dahulu 

Pasien mengaku tidak pernah mengalami kejadian serupa,



Pasien juga mengaku bahwa wajah pasien selalu timbul jerawat setiap bulannya saat menstruasi, tetapi pasien menggunakan obat jerawat rutin selama bertahun-tahun dan jerawat tersebut membaik.



Riwayat alergi (-)



Riwayat asma (-)

1.2.3 Riwayat pengobatan 

Tidak ada riwayat pengobatan yang dilakukan

1.2.4 Riwayat kebiasaan 

Pasien biasa menggunakan obat jerawat rutin pasien yang terdiri dari sabun, toner dan cream (pagi dan malam).



Merokok: (-)



Alkohol : (-)

1.2.5 Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan 

Pasien memiliki tingkat ekonomi menengah

1.2.6 Riwayat diet (pola makan) 

Normal 3x 1 setiap harinya

1.2.7 Riwayat penyakit keluarga 

Tidak ada yang memiliki keluhan serupa



Alergi (-),



Asma (-)

1.3 Pemeriksaan fisik

Status generalis 

Keadaan umum

: Tampak sakit ringan



Kesadaran

: Compos mentis



GCS

: E4V5M6



Tanda vital

:

o Tekanan darah

: 110/80 mmHg

o Nadi

: 88 x/ menit

o Nafas

: 20x/ menit

o Suhu

: 36 oC

Pemeriksaan fisik per sistem

Sistem

Kulit

Deskripsi



Warna sawo matang, lesi (-), bercak (-)



Normosefali, rambut hitam, tersebar merata dan tidak mudah dicabut



Normofascies, simetris, deformitas (-), pucat (-), ikterus (-)



Tampak pustul polimorfik yang tersebar merata pada seluruh wajah



Palpebra dalam batas normal, edema (-), hiperemis (-)



Konjungtiva pucat (-)



Sklera ikterik (-)



Pupil bulat, isokor, 3mm/3mm, RCL/RCTL (+/+)

Kepala

Wajah

Mata

Hidung

Telinga

Mulut

Tenggorokan

Leher

Dada



Sekret (-), epistaksis (-)



Simetris, deviasi septum (-)



Simetris, bentuk normal, Sekret (-/-), serumen (-/-), hiperemis (-/-), nyeri tekan (-/-)



Bibir merah, kering (-), cyanosis (-), pucat (-), edema (-)



T1/T1 tenang, detritus (-), kripta (-)



Arkus faring simetris (-), deviasi uvula (-)



Faring hiperemis (-), sekret (-)



Stomatitis (-)



Pembesaran KGB (-)



Kaku kuduk (-), kuduk kaku (-)



bentuk normal, simetris



retraksi (-)



skar (-)



Inspeksi: perkembangan rongga dada saat statis dan dinamis simetris (+/+)

Paru



Palpasi: Pengembangan dada simetris kanan dan kiri, taktil vokal fremitus (+/+ simetris)



Perkusi: Sonor pada seluruh lapang paru

Jantung



Auskultasi: vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-, stridor -/-



Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat



Palpasi : iktus kordis tidak teraba



Perkusi: batas jantung dalam batas normal



Auskultasi: S1, S2 reguler, murmur (-), gallop (-)



Inspeksi : Abdomen datar, Bekasi luka (-), massa (-), caput medusae (-), spider navy (-), deformitas (-)

Abdomen

Extremitas



Auskultasi : Bising usus normal, metallic sound (-)



Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen



Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-) diseluruh regio abdomen, massa (-)



Akral hangat



CRT <2 detik



Edema (-) pada keempat tungkai

1.4 Pemeriksaan status dermatologis

Kesan: 

Bintik berisi nanah <1cm (pustule) menyebar merata pada peri oral dan menyebar ke seluruh wajah



Bintik kemerahan <1 cm (papul eritematous) menyebar merata pada seluruh wajah

1.5 Diagnosis 1.5.1 Diagnosis kerja 

Dermatisis perioral

1.5.2 Diagnosis banding 

Dermatitis kontak iritan



Akne vulgaris



Dermatitis seboroik



Rosasea

1.6 Tatalaksana 

Mediklin gel 2x1



Niacef gel 2x1



Metronidazole 2x500 mg



Doksisiklin 2x500 mg



Glikoderm cleanser PHA 4% 2x1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Dermatitis perioral adalah penyakit inflamasi dan papulopustular kronik dan vesikel dermatitis wajah. Biasanya terjadi pada anak-anak dan wanita pertengahan umur. Gejala klinis dan gambaran histologi dari lesinya itu mirip dengan penyakit rosasea. Pasien dengan penyakit seperti ini memerlukan pengobatan sistemik atau topikal, atau keduanya, kemudian evaluasi faktor yang mendasari penyakitnya. Dermatitis perioral adalah erupsi eritematosa yang persisten yang terdiri dari papul kecil dan pustul dengan distribusi pertama kali di sekitar mulut. 1,2

Epidemiologi Penyakit ini pertama kali ditemukan pada tahun 1950-1960, dan dapat didiagnosis pada tahun 1970. Dari tahun ke tahun terjadi penurunan penemuan kasus baru, penurunan ini dikarenakan penggunan obat steroid topikal pada wajah. Perioral dermatitis biasanya paling sering terjadi pada wanita tetapi tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pula pada laki-laki, perioral dermatitis ditemukan biasanya pada anak-anak dengan umur pubertas yaitu 16 tahun. Dermatitis perioral dapat terjadi sedini mungkin yaitu 6 bulan. Prevalensi yang tinggi itu terdapat pada anak-anak afrika, namun belum terdapat penelitian yang mendukung temuan ini. Umur yang paling sering terkena penyakit ini adalah umur 16-45 tahun, bisa terjadi pada anak-anak dan wanita dewasa. 2,3,4

Etiologi Penyebab pasti dari dermatitis perioral belum diketahui. Namun penyebab paling umum yang telah diidentifikasi adalah penggunaan kortikosteroid topikal pada daerah wajah. Dermatitis perioral dapat terjadi oleh karena penggunaaan kortikosteroid inhaler terutama disekitar hidung. Pasien yang memiliki riwayat atopik sangat rentan terhadap dermatitis perioral dan dengan cahaya ultraviolet, panas, dan angin yang dapat memperburuk dermatitis perioral. Di sisi lain, tabir surya fisik dengan SPF (sun protection factor) yang tinggi juga dapat menyebabkan perioral dermatitis. Faktor atau

agen yang mungkin menjadi penyebab lainnya adalah kulit kering, tungau Demodex folliculorum wajah, fusobacteria, kosmetik, krim pelembab (terutama yang dengan petrolatum atau paraffin base), propil gallate (aditif makanan antioksidan), fluorinated dan pasta gigi tartar, kontrasepsi oral, propolis (produk lebah madu), dan merkuri yang terkandung dalam fillings amalgam. Kondisi ini lebih sering terjadi pada anak-anak dengan immunodeficiency, terutama pada mereka dengan leukemia. 5 Pengunaan flourinated steroid topikal merupakan penyebab paling sering, baik itu dari penggunaan krim, salep, atau inhaler. Selain itu, meskipun agen infeksi seperti Candida spp, Demodex, dan bakteri fusiform telah dicurigai namun tidak ada satupun yang dapat medukung teori tersebut. Berbagai iritasi primer dan faktor kontak alergi dapat di curigai namun belum dapat dibuktikan, seperti pasta gigi dan adanya kontak intim dengan

jenggot dari pasangan. Produk kosmetik terutama pengalas bedak

memungkinkan timbulnya efek. 2,6 Meskipun terdapat laporan didapatkan dari saudara kandung yang terkena, belum ada catatan yang spesifik mengenai kecenderungan genetik dari penyakit ini, juga tidak adanya catatan yang jelas mengenai pemaparan lingkungan yang spesifik secara konsisten. Dari catatan penyakit ini lebih dominan pada wanita muda, namun tidak ada bukti yang membuktikan bahwa penyakit ini dapat disebabkan oleh hormonal. 3 Penyebab perioral dermatitis secara ringkas dapat dilihat dari tabel berikut1:

Obat-obatan

Kosmetik

Faktor fisik

Faktor mikrobiiologi Faktor lain



Steroid topikal



Steroid inhaler



Fluorinated pada pasta gigi



Salep dan krim perawatan kulit



Sinar UV



Panas



Angin



Bakteri fusiform spirilla



Spesies candida



Faktor hormonal (kontrasepsi oral)



Gangguan gastrointestinal (malabsorpsi)



Stres emosional

Tabel 1. Etiologi dermatitis perioral 1

Patogenesis Hubungan dermatitis perioral dengan penyalahgunaan obat kortikosteroid telah ditetapkan. Mungkin ada lebih dari satu penyebab dermatitis perioral. Etiologi dermatitis perioral tidak diketahui. Namun, penggunaan steroid topikal tidak sesuai akan memberikan perubahan kulit yang kecil dari wajah sering mendahului manifestasi dari penyakit ini. Hal ini tidak dapat ditemukan pada semua pasien. Setelah dermatitis perioral berkembang, krim kortikosteroid dapat membantu, tetapi gangguan tersebut muncul kembali ketika pengobatan dihentikan. Bahkan, dermatitis perioral biasanya datang kembali bahkan lebih buruk dari itu sebelum penggunaan krim steroid. Penggunaan inhalasi semprotan resep steroid yang digunakan dalam hidung dan mulut juga dapat menyebabkan dermatitis perioral. 1 Penyebab umum lainnya adalah fluorinated pada pasta gigi, pengunaan krim wajah yang berlebihan dan pelembab berat, terutama dengan berbahan dasar petrolatum atau dasar parafin, dan isopropil miristat. Faktor fisik seperti sinar ultraviolet, panas, dan angin memperburuk dermatitis perioral. 1 Banyak peneliti menganggap bahwa infeksi mungkin menyebabkan dermatitis perioral. Faktor mikrobiologis adalah fusiform bakteri Spirilla, Candida spp, Demodex folliculorum, dan jamur lain didapatkan setelah dikultur dari lesi. Kehadiran mereka tidak memiliki relevansi klinis yang jelas. Faktor hormonal yang diduga karena adanya kerusakan pramenstruasi diamati. Kontrasepsi oral dapat menjadi faktor. Gangguan gastrointestinal, seperti malabsorpsi, juga dipertimbangkan. Dermatitis perioral juga terjadi pada anak-anak yang immunocompromised, terutama pada penderita leukimia.1

Gejala Klinis Penyakit ini terbatas hanya pada kulit. Lesinya berupa kelompok papulovesikel, papulopustul dengan dasar eritem, dan kumpulan folikuler disertai papul yang

kemerahan. Papul dan pustul biasanya didapatkan di daerah perioral. Daerah yang dominan terdapat lesi perioral adalah area perioral, lipatan nasolabial, bagian lateral dibawah kelopak mata. Pada varian yang ekstrim, Dermatitis perioral bisa menyerupai penyakit lupus, infiltrat granulomatous kekuningan. Tanda yang sering terlihat pada dermatitis perioral adalah adanya perbatasan kulit normal yang berbatasan dengan lesi kulit di bibir. Tipe perioral, diskrit sampai sedang berupa papul eritematous dan pustula ditemukan sirkuler, dengan zona normal dari 3 sampai 5 mm di bawah bibir bawah. 1 Karakteristik dari dermatitis perioral yaitu erupsi dimulai secara tiba-tiba didaerah nasolabial kemudian menyebar secara cepat ke perioral tetapi hanya di sepanjang garis bibir, kondisi ini akan berlangsung secara terus menerus secara berselang atau langsung. Biasanya bisa menyebar ke bagian kepala, kelopak mata, dahi, dan dibagian bawah alis mata, kadang sering muncul lesi periokular. Pruritus, nyeri serta rasa terbakar merupakan salah satu gejala yang menonjol. Lesi terdiri dari monoformik papul dan jerawat kecil kemerahan dan skala variabel. Sabun yang keras, sinar matahari serta kontak dengan air menyebabkan ketidaknyamanan.2 Lesi kulitnya berupa papulopustul eritematous dengan dasar eritematous dengan ukuran 1-2 mm, berkelompok tidak teratur. Lesi meningkat dan membentuk satelit, lesi yang muncul juga bisa berubah plak eksematous dengan skala yang kecil, tidak didapatkan komedo. 4

Gambar 1. Makula eritema, papul dan dan skuama disekitar areaa perioral. 2

Gambar 2. Papul-papul kecil disekitar mata. (Predileksi dermatitis perioral biasanya pada dagu namun dapat pula berada dibagian bawah mata) 4

Diagnosis a. Diagnosis klinis Diagnosis bisa ditegakkan dari melihat gejala klinisnya. Dari anamnesis yang baik, dapat didapatkan riwayat penggunaan kortikosteroid lokal jangka panjang. Gambaran klinisnya juga khas. Gambaran klinis yang lebih dominan adalah papul eritematous dan papulopustul didaerah perioral. Lebih dari 98% mengalami fenomena rebound. Semua gejala dapat menghilang secara bertahap dan kekambuhan akan terjadi dengan penggunaan kortikosteroid yang berulang. 1 b. Diagnosis Laboratorium Tidak ada kelainan yang dapat diharapkan dari pemeriksaan laboratorium. Tes Prick dan tes imunoglobulin E disangka gabungan dari acrolergen telah digunakan sebagai tes untuk disfungsi sawar kulit. Dari hasil penelitian di Jerman, pasien-pasien dengan dermatitis perioral akan mengalami kehilangan cairan pada lapisan transdermal

yang signifikan dibandingkan dengan pasien yang mengalami rosasea dan kelompok kontrol yang terindikasi mengalami gangguan sawar darah kulit. Jenis tes seperti ini tidak rutin digunakan.1 Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan yaitu kultur untuk mengetahui apakah ada infeksi dari Staphylococcus aureus. 4 c. Histologi Dari pemeriksaan histologi dari lesi papul terlihat perubahan eksematous menjadi akantosis, edema epidermal, dan parakeratosis. Terdapat pembuluh darah yang melebar dan limfosit, sedikit edema, dan jarang terjadi infiltrasi limfatik perivaskuler. Daerah pinggiran folikel rambut biasanya edema dan banyak terdapat sel inflamasi. Kadangkadang abses folikel dapat dilihat. Pada abses mengandung banyak leukosit polimorfonuklear. Adanya serat elastis menandakan adanya degenerasi elastis. Tungau Demodex kadang-kadang dapat ditunjukkan namun yang tak terduga. 1 Pemeriksaan lesi papular kemudian memperlihatkan adanya difus hipertrofi dari jaringan ikat disertai dengan hiperplasia folikel sebaceous. Kadang-kadang di dermis, ada diskrit granuloma sel epiteloid dari jenis non-kaseosa dengan dominasi perifollicular dan sel giant Langerhans. Kaseosa granulomatosa adalah karakteristik dari perioral granulomatosa dermatitis. 1

Gambar 3. Diskrit granuloma sel epiteloid dari jenis nonkaseosa dengan dominasi perifollicular dan sel giant Langerhans.

Gambar 4. Kaseosa granulomatosa adalah karakteristik dari perioral granulomatosa dermatitis.

Diagnosis Banding a) Rosasea Rosasea atau sering disebut akne rosacea adalah penyakit kulit kronis pada daerah sentral wajah (yang menonjol/cembung) yang ditandai dengan kemerahan pada kulit dan telangiektasis disertai episode peradangan yang memunculkan erupsi papul, pustul dan edema. Tempat predileksinya di sentral wajah, yaitu hidung, pipi, dagu, kening, dan alis. Kadang-kadang meluas ke leher bahkan sampai pergelangan tangan dan kaki. Lesi pada umumnya simetris. Gejala umumnya berupa eritema, telangiektasis, papul, edema, dan pustul. Pada umumnya rosasea terasa nyeri, perih dan seperti rasa terbakar. Terdapat beberapa stadium rosasea yang dapat dijumpai. Stadium pertama yaitu eritema tanpa sebab atau akibat sengatan matahari. Eritema menetap diikuti timbulnya telangiektasis. Stadium kedua adalah

eritema menjadi persisten, terdapat

papul, pustul, edema dan banyak telangiektasis. Stadium ketiga adalah eritema persisten yang dalam, banyak telangiektasis, papul, pustul, nodus, edema. 7

Gambar 5. Rosasea.

b) Akne Vulgaris Akne vulgaris merupakan penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea oleh kolonisasi dari Propionilbacterium acnes yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Penyebab akne vulgaris disebabkan karena produksi sebum yang meningkat Gambaran klinis akne vulgaris sering polimorf, terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodul, kista dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik. Gejala patognomonik yaitu adanya komedo (papul miliar yang pada bagian tengahnya terdapat sumbatan sebum), dapat berwarna hitam akibat mengandung unsur melanin disebut komedo terbuka, dapat berwarna putih, karena letaknya lebih dalams ehingga tidak mengandung unsur melanin dan disebut komedo tertutup. Akne vulgaris pada umumnya disertai dengan rasa gatal dan nyeri dan kulit pada umumnya cenderung berminyak. Predileksi dari akne vulgaris itu sendiri adalah muka, bahu, dada bagian atas, dan punggug bagian atas, lokasi lain juga bisa misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang-kadang terkena. 7

Gambar 6. Akne vulgaris c) Dermatitis seboroik Dermatitiis seboroik adalah istilah yang dipakai untuk penggolongan keainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi ditempat-tempat seboroik. Predileksinya bisa terjadi di sekitar supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis, dengan kulit dibawahnya eritematosa, gatal bengkak, ditutupi oleh sisik berwarna kuning kecoklatan dan krusta yang mudah dilepas. Selain itu, dermatitis seborik juga bisa mengenai liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sternal, areola mammae, lipatan dibawah mammae, interskapular, umbilikus, lipatan paha dan daerah anogenital. Pada daerah pipi dan hidung serta dahi dapat berupa papul-papul. 7

Gambar 7. Dermatitis seboroik

Penatalaksanaan a. Non-Medikamentosa Hal terpenting untuk mengobati penyakit ini adalah menghentikan penggunaan obat kortikosteroid topikal. Selain itu penggunaan kosmetik juga harus di hentikan. Pasien harus berhati-hati dengan dampak pemberhentian pengunaan kortikosteroid topikal. 2 b. Medikamentosa Untuk terapi medikamentosa, ada beberapa terapi yang dapat diberikan yaitu antibiotik oral, antibiotik topikal, metronidazol topikal, asam azelaik topikal, sulfacetamide-sulfur topikal, dan calsineurin inhibitor topikal (seperti tacrolimus, pimecrolimus) dapat mengobati dermatitis perioral. 8 Di beberapa kasus, terapi yang efektif itu adalah dengan pemberian tetrasiklin oral, doksisiklin, atau minosiklin, yang diminum selama 8-10 minggu, dengan ulangi lagi selama 2 sampai 4 minggu. Pada anak-anak umur dibawah 8 tahun, pasien alergi tetrasiklin, eritromisin sangat dianjurkan digunakan. Tidak jarang pasien meneruskan penggunaan terapi antibiotik sistemik dengan dosis rendah selama berbulan-bulan atau kadang-kadang bertahun-tahun dan dikontrol. Pada kasus yang berat, penggunaan isotretinoin dapat dipertimbangkan. 3 Terapi antibiotik topikal, yang paling sering digunakan adalah metronidazol, pengunaannya bisa dikombinasi dengan antibiotik sistemik. Pada kasus yang ringansedang, pengunaan metronidazole topikal saja sudah cukup. Hasil umumnya bisa dilihat 2-3 bulan. Selain itu bisa juga digunakan klindamisin topikal atau eritromisin, sulfur prepisitatum topikal, dan asam azelaik topikal. 3 Terapi pada penyakit ini ada dua lini.

1. Terapi lini pertama yang diberikan yaitu : 

Topikal: Metronidazole dengan dosis disesuaikan



Sistemik: Tertasiklin 250-500mg, dosisiklin 50-100 mg, minosiklin 50-100 mg.

2. Terapi lini kedua : 

Topikal : Eritromisin atau klindamisin, sulfur presipitatum, asam azelaik dengan dosis disesuaikan.



Sistemik : Eritromisin 400 mg atau 30-50 mg/kgBB/hari. 3

Pengobatan dermatitis perioral dapat menjadi pengalaman yang sulit bagi pasien dan dokter. Pilihan rejimen pengobatan didasarkan lebih kepada pendapat ahli dari pada uji klinis. Penghentian semua agen topikal (atau nol terapi) merupakan suatu pendekatan yang ditetapkan, namun memburuknya awal dermatitis perioral terhambat oleh kepatuhan pasien. Antibiotik topikal seperti metronidazole dan eritromisin atau pimecrolimus topikal ditetapkan pilihan pengobatan walaupun memiliki efek rebound mungkin. Agen sistemik seperti tetrasiklin atau eritromisin derivatif adalah direkomendasikan dalam kasus yang parah atau berulang.9 Penelitian terbaru yang dilakukan oleh British Association of Dermatologists pada Juni 2014 menghasilkan bahwasanya praziquantel salep 3% sebagai monoterapi efektif memperbaiki gejala POD (perioral dermatitis) dan memperbaiki QOL (quality of life). Hal ini didasarkan pada penelitian case control menggunakan pasien dewasa sebanyak 46 orang yang diterapi praziquantel selama 4 minggu dan follow up selama 4 minggu dan dinilai berdasarkan IGA Investigator Global Assessment (IGA) dan Perioral Dermatitis Severity Index (PODSI) serta kualitas hidup (QOL) ditentukan oleh Dermatologi Indeks Kualitas Hidup ( DLQI ) menunjukkan PODSI secara signifikan lebih rendah pada kelompok praziquantel dibandingkan kelompok yang lain, baik selama pengobatan dan periode follow up. Berarti rata-rata IGA menunjukkan signifikan secara statistik pada praziquantel sebagai monoterapi. Keuntungan terapi praziquantel atas plasebo pada minggu ke 4 (P < 0,001) . Kelompok praziquantel mengalami peningkatan yang lebih besar dalam mean DLQI . Akan tetapi tidak ada yang merugikan pada kedua cara tersebut.10

Prognosis Kebanyakan pasien mengalami remisi permanen setelah penggunaan antibiotik spektrum luas yang singkat. Namun jika tidak diobati terutama jika steroid topikal memprovokasi dapat memperparah dermatitis perioral dan dapat bertahan selama bertahun-tahun. Pengobatan dengan antibiotik topikal maupun oral yang tepat dapat memberikan hasil dalam 6 sampai 10 minggu. Perioral dermatitis dapat sembuh tanpa

pengobatan dengan menghindari penggunaan kortikosteroid, pelembab, make up dan pasta gigi berfluoride.

BAB III ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan timbulnya bintik-bintik kemerahan yang berisi nanah pada daerah sekitar bibir dan wajah sejak 2 hari sebelum datang ke rumah sakit. Pasien mengaku bintik merah tersebut timbul setelah menggunakan produk obat jerawat dengan merek A sejak 4 hari sebelum datang ke rumah sakit. Saat menggunakan solution dan gel, wajah pasien dalam batas normal dan tidak terjadi bintik tersebut. Keluhan bintik-bintik tersebut timbul ketika pasien menggunakan powder lotion , setelah menggunakan powder lotion, pasien mengeluhkan rasa panas, perih dan gatal pada bagian muka keesokan harinya dan kemudian bintik-bintik tersebut muncul. Pada mulanya bintik tersebut hanya terdapat 1 buah pada bagian dagu, tetapi kemudian bintik merah berisi nanah tersebut bertambah banyak dan menyebar hingga ke dahi pasien. Bintik disertai dengan rasa gatal dan saat digaruk, bintik tersebut mudah pecah dan mengaluarakan cairan berwarna putih kekuningan, tidak berbau. Pasien mengaku tidak ada demam, tidak ada mual muntah, tidak ada sesak napas, tidak ada perasaan berdebar, tidak ada asma, tidak ada bengkak pada bagian bibir dan mata atau pada bagian lainnya. Pasien mengatakan bahwa pasien sering mengalami episode munculnya jerawat setiap bulannya pada saat menstruasi, tidak ada riwayat asma dan alergi sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan :bintik berisi nanah <1cm (pustule) menyebar merata pada seluruh wajah terutama pada daerah peri oral, bintik kemerahan <1 cm (papul eritematous) menyebar merata pada seluruh wajah. Sehingga dari anamnesis dan pemeriksaan fisik saya memikirkan dermatitis perioral karena lokasi timbulnya bintikbintik tersebut pertama kali pada dagu dan menyebar keseluruh wajah, walaupun menyebar ke seluruh wajah, tetapi didominasi pada daerah perioral. Pasien juga mengaku baru mencoba obat jerawat merk A, yang kemudian menimbulkan bintik pada dagu dan menyebar ke daerah sekitar bibir dan wajah sehingga yang dipikirkan adalah dermatitis perioral dengan diagnosis banding dermatitis kontak iritan, akne vulgaris, dermatitis seboroik dan rosasea. Akne vulgaris dapat dipikirkan karena pasien mengeluhkan sering mengalami episode timbul jerawat setiap bulannya. Pasien juga mengeluhkan rasa gatal pada bagian

wajah dan gambaran bintik-bintik tersebut berupa papul eritematous dan pustul, sehingga cocok dengan gambaran akne vulgaris, tetapi diagnosa banding akne vulgaris dapat disingkirkan karena pada umumnya akne vulgaris memiliki predileksi pada seluruh wajah dan lebih tersebar merata tidak dominan berada pada daerah sekitar bibir dan pada umumnya akan tampak bagian hipertrofi dan hipotrofi pada daerah lesi yang tidak ada pada pasien tersebut. Rosasea dipikirkan karena pasien memiliki papul eritematosa dan pustul pada bagian perioral yang dimana gejala umum rosasea adalah kemerahan yang berada pada bagian sentral wajah, seperti hidung, pipi, dagu, kening, dan alis yang berupa eritema, telangiektasis, papul, edema, dan pustul yang terasa nyeri, perih dan seperti rasa terbakar sehingga rosasea dapat dijadikan diagnosis banding, tetapi rosasea dapat disingkirkan karena pada umumnya rosasea memiliki kemerahan yang lebih merata karena adanya telangiektasis dan pada rosasea terdapat edema pada daerah sekitar lesi yang tidak dimiliki pasien. Dermatitis seboroik dapat dipikirkan karena pasien mengeluhkan rasa gatal dan nyeri, selain itu juga tampak papul-papul eritematosa yang terdapat pada derah perioral, tetapi dermatitis seboroik dapat disingkirkan karena tidak adanya krusta atau sisik-sisik (skuama) kulit yang mudah mengelupas, selain itu pasien juga memiliki pustul pada perioral yang dimana tidak dijumpai pada pasien dengan dermatitis seboroik.

DAFTAR PUSTAKA 1.

Lipozencic, J., Ljubojevic, S., Perioral Dermatitis, Journal Of Clinics in Dermatology. 2011, Elsevier. p. 157-161

2.

Burns, T., et al., Rosacea, Perioral Dermatitis and Similar Dermatoses, in Rook’s Textbook of Dermatology. 2010, Blackwell Publishing London. p. 43.11 - 12.

3.

Goldsmith, L.A., et al., Perioral Dermatitis, in Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 2012, McGraw-Hill: New York. p. 925 - 928.

4.

Wolff, K., Johnsun, RA., Perioral Dermatitis, in Fitzpatrick’s Color Atlas & Synoppsis of Clliinical Dermatology. 2009, McGraw-Hill: New York. p.14-15.

5.

Leung, AKC, and Barankin, Benjamin., Multiple Erythematous Papules on a 6-yearOld’s

Face.

Consultant

For

Pediatricians,

October

2013.

Available

on

www.PediatricsConsultant360.com 6.

James, W.D., P.R. Gross, and T.G. Berger, ACNE : Perioral Dermatitis, in Andrew's Disease of The Skin : Clinical Dermatology. 2006, Elsevier: Philadephia. p. 249.

7.

Djuanda A., Warsitaatmadja, SM., Dermatitis Eritroskuamosa, Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima.. In: Juanda PDdA, Hamzah dM, Aisah PDdS, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesi; 2010. p.200-201, 254-255, 261.

8.

Rosso, J.Q.D., Management of Papulopustular Rosacea and Perioral Dermatitis with Emphasis on Iatrogenic Causation or Exacerbation of Inflammatory Facial Dermatoses. Journal of Clinical Aesthetic Dermatology, 2011. 4(8): p. 20–30.

9.

Ehmann, L., Reinholz, M., Maier, T., Lang, M., and Wollenberg, A. Efficacy and Safety Results of a Drug-Free Cosmetic Fluid for Perioral Dermatitis : The Toleriane Fluide Efficcy in Perioral Dermatitis (TOLPOD) Study. Journal of Annals of Dermatology. 2014. Available on http://www.ncbi.nlm.nih.gov

10. MR, Briechbe., VP, Fedotov., A, Jillella., VV Gladichev., and DM, Pukhaskaya. Topical Praziquantel as New Treatment for Perioral Dermatitis : Results of a Randomized

Vehicle-Controlled

Pilot

Study.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24825135

2014.

Available

on

:

More Documents from "willie hardyson"

Asd.docx
June 2020 11
T7
October 2019 26
Contract - Us Pizza
July 2020 9
Experiment 4.docx
October 2019 33
October 2019 21
Imbentuers Mode.docx
October 2019 19