Asbab_al_wurud.pdf

  • Uploaded by: Maher
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asbab_al_wurud.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 2,986
  • Pages: 12
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hadis atau sunnah merupakan salah satu sumber ajaran Islam yang menduduki posisi sangat signifikan, baik secara struktural maupun fungsional. Secara struktural ia berada pada posisi kedua setelah al-Qur’an dan secara fungsional, ia merupakan bayan (penjelas) terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat ‘am (umum), mujmal (global) atau mutlaq. Disamping sebagai bayan terhadap al-Qur’an, hadis secara mandiri sesungguhnya dapat menetapkan suatu ketetapan yang belum diatur dalam al-Qur’an. Namun persoalannya adalah bahwa untuk memahami suatu hadis dengan “baik”, tidaklah mudah. Untuk itu, diperlukan seperangkat metodologi dalam memahami hadis. Ketika kita mencoba memahami suatu hadis, tidak cukup hanya melihat teks hadisnya saja, khususnya ketika hadis itu mempunyai asbabul wurud, melainkan kita harus melihat konteksnya. Dengan kata lain, ketika kita ingin menggali pesan moral dari suatu hadis, perlu memperhatikan konteks historitasnya, kepada siapa hadis itu disampaikan Nabi SAW., dalam kondisi sosio-kultural yang bagaimana Nabi SAW. waktu itu menyampaikannya. Tanpa memperhatikan konteks historisitasnya (baca: asbabul wurud) seseorang akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu hadis, bahkan ia dapat terperosok ke dalam pemahaman yang keliru. Itulah mengapa asbabul wurud menjadi sangat penting dalam diskursus ilmu hadis, seperti pentingnya asbabun nuzul dalam kajian tafsir al-Qur’an. Dari latar belakang diataslah, makalah ini di susun dengan judul “Konsep Asbabul Wurud”.

B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian asbabul wurud?. 2. Bagaimana urgensi asbabul wurud?. 3. Apa saja macam-macam asbabul wurud?. 4. Bagaimana cara mengetahui asbabul wurud? 5. Apa saja kitab yang membahas asbabul wurud?.

2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Asbabul wurud Secara Etimologis asbabul wurud merupakan susunan idhafat yang berasal dari gabungan kata asbab dan al-wurud. Kata asbab merupakan bentuk jamak dari kata sabab yang berarti tali atau penghubung, yakni segala sesuatu yang lain, atau penyebab terjadinya sesuatu. Sedangkan kata wurud merupakan bentuk masdar dari kata waradayaridu-wurudan, yang berarti datang atau sampai kepada sesuatu. Sehingga asbab alwurud disini dapat diartikan sebagai sebab-sebab datangnya atau keluarnya hadits nabi.1 Sedangkan secara Istilah ada beberapa pengertian asbabul wurud dari beberapa ahli hadits: 1. Menurut Hasby Ash-Shiddieqy Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW. menurunkan sabdanya dan masamasanya Nabi SAW. menurunkan itu. 2. Menurut Imam Jalaluddin Abdurrahman al-Sayuti Sesuatu yang menjadi jalan untuk menentukan maksud suatu hadits yang bersifat umum atau khusus, mutlaq atau muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits, atau yang semisal dengan hal itu. 3. Abdul Mustakim Ilmu yang menerangkan sebab-sebab dari masa Nabi SAW. menuturkan sabdanya, atau ilmu yang mengkaji tentang hal-hal yang terjadi di saat hadits di sampaikan, berupa peristiwa atau pertanyaan, yang hal itu dapat membantu atau menentukan maksud suatu hadits yang bersifat umum atau khusus, mutlaq atau muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits, atau yang semisal dengan hal itu.2 Dari definisi –definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu asbabul wurud adalah ilmu yang menjelaskan sebab-sebab keluarnya hadits, baik berupa peristiwa atau keadaan yang terjadi, waktu maupun karena ada pertanyaan. Sehingga dapat memahami kejelasan hadits baik dari segi umum dan khusus, mutlaq atau muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits.3 Misalnya ketika Nab SAW. bersabda tentang kesucian air laut dan apa yang ada didalamnya. Beliau bersabda, 1

Muhammad Ma’shum Zaen, Ulumul Hadis dan Musthala’ah Hadis, (Jakarta: Sinar Abadi, 2007), hlm.

109 2 3

Ibid Ibid,... 110

3

”Laut itu suci airnya dan halal bangkainya”. Hadis ini dituturkan oleh Nabi SAW. saat berada ditengah lautan dan ada salah seorang sahabat yang merasa kesulitan berwudhu karna tidak mendapatkan air (tawar). Contoh lain adalah hadis tentang niat, hadis ini dituturkan berkena’an dengan peristiwa hijrah, Yang mana ada salah seorang yang ikut hijrah karena didorong keingin mengawini wanita yang bernama Ummu Qais.4

B. Urgensi Asbabul Wurud Asbabul wurud mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka memahami suatu hadis. Sebab biasanya hadis yang disampaikan oleh Nabi SAW. bersifat kasuistik, cultural, bahkan temporal. Oleh karenanya, memperhatikan konteks historisitas munculnya hadis sangatlah penting, sehingga paling tidak akan menghindarkan kesalahpahaman dalam menangkap maksud suatu hadis sedemikian rupa sehingga kita tidak terjebak pada teksnya saja, sementara konteksnya kita abaikan atau kita ketepikan sama sekali.5 Pemahaman hadis yang mengabaikan peranan asbabul wurud akan cenderung bersfat kaku, literalis, bahkan kadang kurang akomodatif terhadap perkembangan zaman.6 Adapun urgensi asbabul wurud menurut imam as-Suyuthi antara lain untuk: 1. Menentukan adanya takhsish (mengkhususkan) hadis yang bersifat umum. 2. Membatasi pengertian hadis yang masih mutlak. 3. Mentafshil (memerinci) hadis yang mujmal. 4. Menentukan ada atau tidak adanya nash-mansukh dalam suatu hadis. 5. Menjelaskan ‘illat (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum. 6. Menjelaskan maksud suatu hadis yang masih musykil (sulit dapahami).7 Contoh fungsi asbabul wurud hadis untuk menentukan adanya takhsish terhadap suatu hadis yang ‘am, misalnya hadis yang berbunyi:

‫ﺻﻼة اﻟﻘﺎﻋﺪ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺻﻼة اﻟﻘﺎﺋﻢ‬ “Shalat orang yang sambil duduk pahalanya separoh dari orang yang sholat sambil berdiri.” (H.R. Ahmad)

4 5

http://ibnufaridwahyu.blogspot.co.id/ diaskes pada 04 Maret 2016 pukul 15:35 Yusuf Sumarna dan Cecep Saefullah, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004),

hlm. 131 6 7

M. Syuhudi Ismail, Hadits Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), hlm. 27 http://ibnufaridwahyu.blogspot.co.id/ diaskes pada 04 Maret 2016 pukul 15:35

4

Pengertian “shalat” dalam hadits tersebut masih bersifat umum. Artinya, dapat berarti shalat fardhu dan sunnat. Jika ditelusuri melalui asbabul wurudnya, maka akan dapat dipahami bahwa yang dimaksud “shalat” dalam hadis itu adalah shalat sunnat, bukan shalat fardhu. Inilah yang dimaksud dengan takhshish, yaitu menentukan kekhususan suatu hadits yang bersifat umum, dengan memperhatikan konteks asbabul wurud.8 Asbabul wurud hadits tersebut adalah bahwa ketika itu di Madinah dan penduduknya sedang terjangkit suatu wabah penyakit. Maka kebanyakan para sahabat lalu melakukan shalat sunnah sambil duduk. Pada waktu itu, Nabi SAW. kebetulan datang dan tahu bahwa mereka suka melakukan shalat sunnat tersebut sambil duduk. Maka Nabi SAW. kemudian bersabda, ”Shalat orang yang sambil duduk pahalanya separuh dari orang yang shalat dengan berdiri”. Mendengar pernyataan Nabi SAW. tersebut, akhirnya para sahabat yang tidak sakit memilih shalat sunnat sambil berdiri.9 Dari penjelasan asbabul wurud tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan “shalat” dalam hadis itu adalah shalat sunnat. Pengertiannya adalah bahwa bagi orang yang sesungguhnya mampu melakukan shalat sunnah sambil duduk, maka ia akan mendapat pahala separoh dari orang shalat sunnat dengan beridiri. Dengan demikian, apabila seseorang memang tidak mampu melakukan shalat sambil berdiri mungkin karena sakit-, baik shalat fardhu atau shalat sunnat, lalu ia memilih shalat dengan duduk, maka ia tidak termasuk orang yang disebut-sebut dalam hadis tersebut. Maka pahala orang itu tetap penuh bukan separoh, sebab ia termasuk golongan orang yang memang boleh melakukan rukhshah atau keringanan syari’at.10 Adapun contoh mengenai asbabul wurud yang berfungsi untuk membatasi pengertian yang mutlak adalah hadis yang berbunyi:

‫ﻣﻦ ﺳﻦ ﺳﻨﺔ ﺣﺴﻨﺔ ﻋﻤﻞ ﺑﮭﺎ ﺑﻌﺪه ﻛﺎن ﻟﮫ أﺟﺮه ﻣﺜﻞ أﺟﻮرھﻢ ﻣﻦ ﻏﯿﺮ أن ﯾﻨﻘﺺ ﻣﻦ ﺟﻮرھﻢ‬ ‫ﺷﯿﺌﺎ و ﻣﻦ ﺳﻦ ﺳﻨﺔ ﺳﯿﺌﺔ ﻓﻌﻤﻞ ﺑﮭﺎ ﻣﻦ ﺑﻌﺪه ﻛﺎن ﻋﻠﯿﮫ وزره وﻣﺜﻞ أوزارھﻢ ﻣﻦ ﻏﯿﺮ أن‬ ‫ﯾﻨﻘﺺ ﻣﻦ أوزارھﻢ ﺷﯿﺌﺎ‬ “Barang siapa melakukan suatu sunnah hasanah (tradisi atau perilaku yang baik), lalu sunnah itu diamalkan orang-orang sesudahnya, maka ia akan mendapatkan pahalanya

8

Ibid Ibid 10 Ibid 9

5

seperti pahala yang mereka lakukan, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Demikian pula sebaliknya, barang siapayang melakukan suatu sunnah sayyi’ah (tradisi atau perilaku yang buruk) lalu diikuti orang-orang sesudahnya, maka ia akan ikut mendapatkan dosa mereka, tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa yang mereka peroleh.” (H.R. Muslim) Kata “sunnah” masih bersifat mutlak, artinya belum dijelaskan oleh pengertian tertentu. Ia dapat berarti sunnah hasanah (perilaku yang baik) dan sunnah sayyi’ah (perilaku yang jelek). Sunnah merupakankata yang mutlaq baik yang mempunyai dasar pijakan agama atau tidak. Asbabul wurud dari hadis tersebut adalah ketika itu Nabi SAW. sedang bersama-sama sahabat, tiba tiba datanglah sekelompok orang yang kelihatan sangat susah dan kumuh. Ternyata mereka adalah orang-orang miskin. Melihat fenomena itu, wajah Nabi SAW. menjadi merah karena empati, iba dan kasihan. Beliau lalu memerintahkan kepada sahabat yang bernama bilal agar mengumandangkan adzan dan iqamah untuk melakukan shalat jama’ah. Setelah selesai jama’ah shalat, Nabi SAW. kenudian berpidato, yang inti pidatonya adalah menganjurkan agar bertaqwa kepada Allah SWT dan mau menginfaqkan sebagian hartanya untuk sekelompok orang-orang miskin tersebut. Mendengar anjuran itu, maka salah seorang dari sahabat Anshar lalu keluar membawa satu kantong bahan makanan dan diberikan kepada mereka. Ternyata yang dilakukan oleh Anshar itu kemudian diikuti oleh para sahabat yang lain. Maka kemudian Nabi bersabda :

‫ﻣﻦ ﺳﻦ ﺳﻨﺔ ﺣﺴﻨﺔ … اﻟﺤﺪﯾﺚ‬ Dari asbabul wurud tersebut, as-Suyuthi menyimpulkan bahwa yang dimaksud sunnah dalam hadits tersebut adalah sunnah yang baik.11 Maka dengan memahami asbab wurud, dapat dengan mudah memahami apa yang dimaksud atau yang dikandung oleh suatu hadis. Namun demikian, tidak semua hadis mempunyai asbab wurud, seperti halnya tidak semua ayat al-Quran memiliki asbabul nuzul. C. Macam-Macam Asbabul Wurud12 Menurut as-Suyuthi asbabul wurud dapat dikatagorikan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Sebab yang berupa ayat al-Qur’an Artinya, ayat al-Qur’an menjadi penyebab Nabi SAW. Mengeluarkan sabdanya. Contoh: 11 12

Ibid http://ibnufaridwahyu.blogspot.co.id/ diaskes pada 04 Maret 2016 pukul 15:35

6

‫اﻟﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا وﻟﻢ ﯾﻠﺒﺴﻮا إﯾﻤﺎﻧﮭﻢ ﺑﻈﻠﻢ أوﻟﺌﻚ ﻟﮭﻢ اﻷﻣﻦ وھﻢ ﻣﮭﺘﺪون‬ “Orang-orang yang beriman, dan mereka tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (Qs. al-An’am: 82) Ketika itu sebagian sahabat memahami kata “azh-zhulmu” dengan pengertian al jaur yang berarti berbuat aniaya atau melanggar aturan. Nabi SAW. kemudian memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud “azh-zhulmu” dalam firman tersebut adalah asy-syirku yakni perbuatan syirik, sebagaimana yang disebutkan dalam Qs. alLuqman:

‫إن اﻟﺸﺮك ﻟﻈﻠﻢ ﻋﻈﯿﻢ‬ “Sesungguhnya syirik itu merupakan kezhaliman yang besar.” (Q.S al-Luqman: 13)

2. Sebab yang berupa Hadis Artinya pada waktu itu terdapat suatu hadis namun sebagian sahabat merasa kesulitan memahaminya, maka kemudian muncul hadis lain yang memberikan penjelasan terhadap hadis tersebut. Contoh adalah hadis yang berbunyi:

‫ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻣﻼﺋﻜﺔ ﻓﻲ اﻷرض ﯾﻨﻄﻖ ﻋﻠﻰ أﻟﺴﻨﺔ ﺑﻨﻲ أدم ﺑﻤﺎ ﻓﻲ اﻟﻤﺮء ﻣﻦ ﺧﯿﺮ‬

‫إن‬

‫أو ﺷﺮ‬ “Sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat berbicara melalui mulut manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR. Hakim) Dalam memahami hadis tersebut, ternyata para sahabat merasa kesulitan, maka mereka bertanya: Ya rasul!, bagaimana hal itu dapat terjadi?. Maka Nabi SAW. menjelaskan lewat sabdanya yang lain sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika Nabi SAW. bertemu dengan rombongan yang membawa jenazah. Para sahabat kemudian memberikan pujian terhadap jenazah tersebut, seraya berkata: “Jenazah itu baik”. Mendengar pujian tersebut, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk surga) tiga kali. Kemudian Nabi SAW. bertemu lagi 7

dengan rombongan yang membawa jenazah lain. Ternyata para sahabat mencelanya, seraya berkata: “Dia itu orang jahat”. Mendengar pernyataan itu, maka Nabi berkata: “wajabat” (pasti masuk neraka). Ketika mendengar komentar Nabi SAW yang demikian, maka para sahabat bertanya: “Ya rasul!, mengapa terhadap jenazah pertama engkau ikut memuji, sedangkan terhadap jenazah kedua engkau ikut mencelanya. Engkau katakan kepada kedua jenazah tersebut: “wajabat” sampai tiga kali. Nabi SAW. menjawab, “ia benar”. Lalu Nabi SAW. berkata kepada Abu Bakar, “wahai Abu Bakar sesungguhnya Allah memiliki para malaikat di bumi. Melalui mulut merekalah, malaikat akan menyatakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang”. (HR. alHakim dan al-Baihaqi) Dengan demikian, yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang menceritakan tentang kebaikan keburukan seseorang adalah para sahabat atau orangorang yang mengatakan bahwa jenazah ini baik dan jenzah itu jahat.

3. Sebab yang berupa sesuatu yang berkaitan dengan para pendengar dikalangan sahabat. Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat Syuraid Bin Suwaid ats-Tsaqafi. Pada waktu Fath makkah (pembukaan kota makkah) beliau pernah datang kepada Nabi SAW. seraya berkata, “Saya bernazar akan shalat di Baitul Maqdis”. Mendengar pernyataan sahabat tersebut, lalu Nabi SAW. berssabda, “Shalat di Sini, yakni Masjidil Haram itu lebih utama”. Nabi SAW. lalu bersabda: “Demi dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya kamu shalat disini (Masjid Al-Haram Makkah), maka sudah mencukupi bagimu untuk memenuhi nazarmu”. Kemudian Nabi SAW. bersabda lagi: “Shalat di masjidiIni, yaitu Masjid Al-Haram itu lebih utama dari Pada 100.000 kali shalat di selain Masjid al-Haram”. (H.R. Abdurrazzaq Dalam Kitab Al-Mushannafnya) D. Cara Mengetahui Asbabul Wurud13 Cara-cara untuk mengetahui sebab-sebab lahirnya hadits itu adalah dengan melihat aspek riwayat atau sejarah yang berkaitan dengan peristiwa wurudnya hadits. Karena tidak ada jalan bagi logika. Menurut penelitian al-Bulqiny sebagai dikutip Fatchur Rahman, bahwa sebab-sebab lahirnya hadits itu ada yang sudah tercantum dalam 13

https://alkautsarkalebbi.wordpress.com/2013/12/03/asbab-al-wurud-al-hadits/ diaskes pada 04 Maret 2016 pukul 15:20

8

hadits itu sendiri dan ada pula yang tidak tercantum di dalam hadits sendiri, tetapi tercantum di hadits lain. Dalam hal tidak tercantum, maka ditelusuri melalui riwayat atau sejarah atas dasar pemberitaan dari para sahabat. Sebagai contoh asbabul wurudi yang tercantum di dalam hadits itu sendiri, seperti hadits Abu Dawud yang tercantum dalam kitab Sunannya, yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudry, sebagai dikutip Fatchur Rahman. Kata Abu Sa’id:

‫ وھﻲ ﺑﺌﺮ ﯾﻄﺮح ﻓﯿﮫ‬,‫اﻧﮫ ﻗﯿﻞ ﻟﺮﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ اﺗﻮﺿﺄ ﻣﻦ ﺑﺌﺮ ﺑﻀﺎ ﻋﺔ‬ .‫ اﻟﻤﺎء طﮭﻮر ﻻﯾﻨﺠﺴﮫ ﺷﯿﺊ‬:‫اﻟﺤﯿﻀﻮ وﻟﺤﻢ اﻟﻜﻠﺐ واﻟﻨﺘﻦ ﻓﻘﺎل‬ “Bahwa beliau pernah ditanya oleh seseorang tentang perbuatan yang dilakukan Rasulullah: ‘Apakah Tuan mengambil air wudlu dari sumur Budla’ah, yakni sumur yang dituangi darah, daging anjing dan barang-barang busuk?’ Jawab Rasulullah: ‘Air itu suci, tak ada sesuatu yang menjadikannya najis’.” Sebab Nabi SAW. bersabda bahwa setiap air itu suci, lantaran ada pertanyaan dari sahabat, tentang hukum air yang bercampur dengan darah, bangkai dan barang yang busuk, yang persoalan itu dilukiskan dalam rangkaian hadits itu sendiri. Contoh asbabul wurud yang tidak tercantum dalam rangkaian hadits itu sendiri, tetapi diketahuinya dari hadits yang terdapat di lain tempat yang sanadnya juga berlainan, seperti hadits yang diketengahkan oleh Imam al-Sittah (Imam Bukhari dalam Kitab Bad’ul Wahyi 1/1, Imam Muslim dalam Kitab al-Imarah 2/1907, An-Nasa’i dalam Kitab al-Thaharah 1/51, Ibnu Majah dalam Kitab Suhud 2/1413) tentang niat dan hijrah, yang diriwayatkan melalui Umar ibnu al-Khatthab yang telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi SAW. bersabda:

‫ ﻓﮭﺠﺮﺗﮫ‬,‫اﻧﻤﺎ اﻻﻋﻤﺎل ﺑﺎﻟﻨﯿﺎت واﻧﻤﺎ ﻻﻣﺮئ ﻣﺎ ﻧﻮا ﻓﻤﻦ ﻛﺎﻧﺖ ھﺠﺮﺗﮫ اﻟﻰ ﷲ ورﺳﻮﻟﮫ‬ ‫ وﻣﻦ ﻛﺎﻧﺖ ھﺠﺮﺗﮫ ﻟﺪﻧﯿﺎ ﯾﺼﯿﺒﮭﺎ أواﻣﺮأة ﯾﺘﺰوﺟﮭﺎ ﻓﮭﺠﺮﺗﮫ اﻟﻰ ﻣﺎ‬,‫اﻟﻰ ﷲ ورﺳﻮﻟﮫ‬ .‫ھﺎﺟﺮ اﻟﯿﮫ‬ “Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu hanyalah menurut niatnya masing-masing. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, berarti hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya; barang siapa yang hijrahnya karena duniawi, maka dia

9

akan memperolehnya; atau karena wanita, maka dia akan mengawininya. Maka hijrah seseorang itu hanya kepada apa yang diniatkan dalam hijrahnya.” Asbabul wurud dari hadits tersebut, ditemukan pada hadits yang dikatakan alZubair ibnu Bakkar di dalam kitab Akhbarul Madinah –sebagai dikutip al-Suyuthibahwa telah menceritaan kepadaku (al-Zubair) Muhammad ibnul Hasan, dari Muhammad ibnu Thalhah ibnu Abdul Rahman, dari Musa ibnu Muhammad ibnu Ibrahim ibnu alHarits, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah tiba di Madinah, sahabatsahabatnya terserang penyakit demam di Madinah. Lalu datanglah seorang lelaki, lalu ia mengawini seorang wanita Muhajirah. Kemudian Rasulullah duduk di atas mimbarnya dan bersabda:

‫ ﻓﮭﺠﺮﺗﮫ اﻟﻰ‬,‫ ﻓﻤﻦ ﻛﺎﻧﺖ ھﺠﺮﺗﮫ اﻟﻰ ﷲ ورﺳﻮﻟﮫ‬.‫ ﺛﻼﺛﺎ‬.‫ﯾﺎ أﯾﮭﺎ اﻟﻨﺎس اﻧﻤﺎ اﻻﻋﻤﺎل ﺑﺎﻟﻨﯿﺔ‬ ‫ أواﻣﺮأة ﯾﺨﻄﺒﮭﺎ ﻓﺎﻧﻤﺎ ھﺠﺮﺗﮫ اﻟﻰ ﻣﺎ‬,‫ وﻣﻦ ﻛﺎﻧﺖ ھﺠﺮﺗﮫ ﻓﻰ دﻧﯿﺎ ﯾﻄﻠﺒﮭﺎ‬,‫ﷲ ورﺳﻮﻟﮫ‬ .‫ھﺎﺟﺮ اﻟﯿﮫ‬ “Hai, manusia, sesungguhnya amal-amal perbuatan itu hanyalah menurut niatnya – sebanyak tiga kali- Maka barangsiapa yang niat hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, berarti dia berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang niat hijrahnya karena duniawi, maka dia dapat mencarinya; atau karena wanita, dia dapat melamarnya. Maka sesungguhnya hijrah seseorang itu hanyalah kepada apa yang ia niatkan dalam hijrahnya.”

E. Kitab-Kitab yang Membahas Asbabul Wurud Ilmu mengenai asbabul wurud al-hadis ini sebenarnya telah ada sejak zaman sahabat. Hanya saja ilmu ini belum tersusun secara sistematis dalam suatu bentuk kitabkitab, demikian kesimpulan as-Suyuthi dalam al-Luma’ fi Asbabi wurud al-hadis. Namun kemudian, seiring dengan perkembangan dunia keilmuan, ilmu asbab al-wurud menjadi berkembang. Para ulama hadis akhirnya merasakan perlunya disusun suatu kitab secara tersendiri mengenai asbabul wurud.14 Adapun perintis ilmu asbabul wurud ini ialah Abu Hamid bin Kaznah Al-jubary. Kemudian disusul oleh Abu Hafs ‘Umar bin Muhammad bin Raja’i Al-Ukbury (380-458 H).15 Kitab-kitab yang banyak berbicara mengenai asbabul wurud antara lain adalah: 14 15

Muhammad Ma’shum Zaen, Ulumul Hadis dan Musthala’ah Hadis... 112 Yusuf Sumarna dan Cecep Saefullah, Pengantar Ilmu Hadits... 132

10

1. Asbab al-Wurud al-Hadits, karya Abi Hafsah al-Akbari (wafat 399 H). 2.

Al-Bayan wa al-Ta’rief, karya Ibrahim ibn Muhammad yang terkenal dengan nama Ibnu Hamzah al-Husainy (1120 H). Dicetak tahun 1329 H.

3. Asbab al-Wurud al-Hadits, karya Abu Hamid Abdul Jalil al-Jubari. 4. Al-Luma’ Fi Asbab al-Wurud al-Hadits, karya as-Suyuthi. Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya Ismail Ahmad. 5. Al-Bayan Wa al-Ta’rif Fi Asbab al-Wurud al-Hadits al-Syarif, karya Abi Hamzah alDimasyqi.16

16

M. Hasbi al-Shiddiqie, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), cet. ke-11.

hlm. 163

11

BAB III KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Asbabul warud al-hadis merupakan konteks historisitas yang melatar belakangi munculnya suatu hadis. Ia dapat berupa peristiwa atau pertanyaan yang terjadi pada saat hadis itu di sampaikan nabi SAW. Dengan lain ungkapan, asbabul wurud adalah faktorfaktor yang melatar belakangi munculnya suatu hadis. 2. Sebagai salah satu disiplin ilmu dalam studi hadis, asbabul wurud mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam rangka memahami maksud suatu hadis secara lebih baik. Pemahaman yang mengabaikan asbabul wurud, cenderung dapat terjebak kepada arti tekstual saja dan bahkan dapat membawa pemahaman yang keliru. 3. Dari beberapa definisi asbabul wurud yang telah dikemukakan oleh para ulama dapat disimpulkan bahwa pengertian asbabul wurud tersebut lebih mengacu pada asbabul wurud khas (asbabul wurud mikro). Di antara fungsi dari mengetahui asbabul wurud adalah untuk menentukan ada tidaknya takhsish dalam suatu hadis yang umum, membatasi kemutlakan suatu hadis, merinci yang masih global, menentukan ada tidaknya nasikh mansukh dalam hadis, mejelaskan ‘illat ditetapkannya suatu hukum, dan menjelaskan hadis yang sulit dipahami (musykil). 4. Tampaknya perlu dikembangkan asbabul wurud ‘am (asbabul wurud makro), yaitu situasi sosio-historis yang lebih bersifat umum di mana dan kapan Nabi SAW menyampaikan sabdanya dan hal ini memerlukan kajin sejarah yang sangat detail.

12

DAFTAR PUSTAKA

http://ibnufaridwahyu.blogspot.co.id/ diaskes pada 04 Maret 2016 pukul 15:35 https://alkautsarkalebbi.wordpress.com/2013/12/03/asbab-al-wurud-al-hadits/ diaskes pada 04 Maret 2016 pukul 15:20 M. Hasbi al-Shiddiqie, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, Cet. 11, 1993) M. Syuhudi Ismail, Hadits Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994) Muhammad Ma’shum Zaen, Ulumul Hadis dan Musthala’ah Hadis, (Jakarta: Sinar Abadi, 2007) Yusuf Sumarna dan Cecep Saefullah, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004)

13

More Documents from "Maher"

Ekapoq.docx
June 2020 14
August 2019 28
Asbab_al_wurud.pdf
May 2020 12
May 2020 5