Artikel.docx

  • Uploaded by: Endang Ayu Sunarti
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Artikel.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,155
  • Pages: 9
ANALISIS RESPON SISWA DAN KONTRIBUSI MEDIA SOSIAL TERHADAP LGBT DI MAN SELAT TENGAH KUALA KAPUAS KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2018 Endang Ayu Sunarti Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) Muhammad Arsyad Al-Banjari Banjarmasin [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini mengenai respon siswa dan kontribusi media sosial terhadap LGBT, terkait masalah perilaku LGBT, kiranya masyarakat harus mengetahui respon individu remaja mengenai kelainan seksual tersebut. Media sosial adalah salah satu hal yang membantu setiap individu untuk berkomunikasi dengan berbagai pihak dibelahan dunia, salah satu informasi yang saat ini fenomena peredarannya pada media sosial adalah adanya informasi mengenai beredarnya komunitas LGBT. Metode penelitian ini adalah deskriftif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI MAN Selat Tengah Kuala Kapuas Kalimantan Tengah sebanyak 244 siswa. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunankan rumus slovin dengan kepercayaan 90% sehingga didapat sampel sebanyak 71 siswa. Teknik pengambilan sampel yaitu simple random sampling. Hasil analisis menujukkan pengetahuan siswa sebagian besar berkategori baik 60,6%, sikap positif sebanyak 84,5%, tidakan baik dengan 98,6% dan pengaruh kontribusi media sosial terhadap LGBT pada siswa sebagian besar tidak terpengaruh sebesar 90,1%. Kata kunci

: Respon, Media Sosial, LGBT, Siswa, Kapuas

ABSTRACT This research about response student analysis and contribution of social media on LGBT, LGBTrelated behavior problems, it seems that people should know the individual response of the teens about sexual disorders. Social media is one of the things that helps individuals to communicate with various parties in the world, one of the information that is currently circulating in social media is information about the circulation of the LGBT community. This research method is quantitative descriptive. The population in this study were all students of class XI MAN Selat Tengah Kuala Kapuas Central Kalimantan as many as 244 students. Determination of the sample in this study uses the Slovin formula with 90% confidence so obtained the sample of 71 students. The sampling technique is simple random sampling. The results of the analysis showed that most of the students' knowledge was in good category 60.6%, positive attitude as much as 84.5%, good behavior with 98.6% and the influence of social media contributions to LGBT on students was largely unaffected as much 90.1%.

Keywords

: Response, Social Media, LGBT, Student, Kapuas

PENDAHULUAN Menurut WHO tahun 2006 yang disebut remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa, batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Menteri Kesehatan RI tahun 2010, batas usia remaja adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa (Widyastuti, dkk, 2009). Jumlah hubungan sesama jenis di Indonesia, sesuai data Kemenkes tahun 2012, ada 1,095,970 pria yang hidup dengan perilaku seks sesama pria (LSL atau Lelaki Seks dengan Lelaki). Ini angka lima tahun yang lalu. Hampir pasti sudah bertambah ratusan ribu lagi. Perkiraan lain menyebutkan jumlah kaum gay setidaknya tiga persen dari total populasi Indonesia atau sekitar 7,000,000 orang (Usman, 2017). Respon masyarakat terkait perilaku penyimpangan seksual seperti transgender dianggap perilaku tersebut sebagai suatu perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai sosial yang dianut oleh masyarakat.Terkait masalah perilaku LGBT, kiranya masyarakat harus mengetahui respon tiap individu remaja mengenai kelainan seksual tersebut. (Warsinawati, 2017). Pada dasarnya respon terdiri dari 3 komponen yaitu komponen kognitif (pengetahuan), komponen afektif (sikap) dan komponen psikomotorik (tindakan). Pengetahuan menimbulkan respon dalam bentuk sikap dan akhirnya respon berupa tindakan (Rhomadona, 2012). Begitu derasnya arus informasi pada saat ini, membuat setiap orang dapat mengakses informasi dengan mudah, seiring dengan majunya teknologi sebagai fasilitator arus informasi. Kemudahan dalam meperoleh informasi tidak terlepas dari pengaruh internet sebagai media utama yang sangat berperan. Dewasa ini internet tumbuh menjadi sedemikian besar dan berdaya sebagai alat informasi dan komunikasi yang tak dapat diabaikan (Havifi, 2017). Salah satu informasi yang saat ini yang menjadi fenomena peredarannya pada media sosial adalah adanya informasi mengenai beredarnya komunitas Lesby, Gay, Biseksual, dan Transgender atau yang lebih dikenal dengan akronim LGBT. Banyaknya peredaran informasi komunitas atau aktivitas berbau LGBT ini yang hampir setiap hari konten-nya selalu hadir di Media Sosial disebabkan banyaknya dukungan dari berbagai kalangan dunia international untuk melegalitaskan LGBT yang sedang diperjuangkan sebagai hak asazi manusia (Havifi, 2017). Kota Kuala Kapuas sendiri merupakan ibu kota Kabupaten Kapuas, yang di juluki sebagai “Kota Air(Aman Inda Ramah)”, karena letaknya berada di tepi salah satu sungai besar di Pulau Kalimantan, yaitu Sungai Kapuas, yang panjangnya sekitar 610 km dan bermuara di Laut Jawa. Semboyan kota Kuala Kapuas sendiri Kapuas Tingang Menteng Panunjung Tarung (Berjuang untuk mengangkat Harkat dan Martabat) karena orang Dayak dalam hidupnya mempunyai Falsapah Huma Betang dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, Kota Kuala Kapuas sendiri sangat menjunjung tinggi yang namanya Hukum maupun Adat Dayak di Kalimantan Tengah. Dari permasalahan diatas penulis tertarik untuk mencoba meneliti Respon Siswa Serta Pengaruh Kontribusi Media Sosial Terhadap LGBT di MAN Selat Tengah Kuala Kapuas Kalimantan Tengah Tahun 2018. METODE Jenis penelitian yang digunakan yaitu menggunakan design penelitian Deskriftif Kuantitatif dimana Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan menjelaskan fenomena yang ada dengan menggunakan angka-angka untuk mencandarkan karakteristik individu atau kelompok (Syamsudin, dkk, 2011; Sastra, 2014). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Lokasi Penelitian MAN Selat Tengah Kabupaten Kapuas berdiri pada tahun 1993 hal ini berdasarkanSK. Meneg No. 244, Tanggal 25 November 1993, sejak itu sekolah ini langsung beroperasi.dan secara resmi diresmikan pada Januari 1994. MAN Selat Tengah Kabupaten Kapuas memiliki NSS/NSM 31.1.62.03.01.003. MAN Selat Tengah Kabupaten Kapuas terakreditasi dengan nilai B berdasarkan Nomor : Kw.15/4-d/006/2004 pada tanggal 28 September 2004. Pada tahun 2016 MAN Selat Tengah telah terakreditasi A sampai dengan sekarang 2. Karakteristik Responden Subyek penelitian adalah siswa kelas XI MAN Selat Tengah Kuala Kapuas yang berumur 15-18 tahun dengan sampel sebanyak 71 orang dari 3 jurusan IPA, IPS dan PAI. a. Karakteristik Responden berdasarkan usia Tabel : 4.1 Karaktersitik Responden Berdasarkan Usia di MAN Selat Tengah Kuala Kapuas No Umur Frekuensi Persentase % 1

15 tahun

1

1,4%

2

16 tahun

42

59,2%

3

17 tahun

26

36,6%

4

18 tahun

2

2,8%

71

100%

Jumlah

b.

Tabel 4.1 memperlihatkan karakteristik responden yang diteliti yaitu mayoritas Berusia 16 tahun yaitu 59,2% atau sebanyak 42 responden. Karakteristik Responden berdasarkan jenis kelamin Tabel : 4.2 Karaktersitik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di MAN Selat Tengah Kuala Kapuas Jenis Persentase No Frekuensi Kelamin % 1

Laki-Laki

29

40,8%

2

Perempuan

42

59,2%

71

100%

Jumlah

3.

Tabel 4.2 memperliatkan karakteristik responden yang diteliti yaitu mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu 59,2% atau sebanyak 42 responden. Analisis Univariat a. Tingkat Pengetahuan Responden Tabel : 4.3 Pengetahuan Responden Mengenai Kelainan Seksual di MAN Selat Tengah Kuala Kapuas No

Pengetahuan

Frekuensi

Persentase %

1

Baik

43

60,6%

2

Cukup

25

35,2%

3

Kurang

3

4,2%

71

100%

Jumlah

b.

Berdasarkan tabel 4.3 memperlihatkan sebagian besar pengetahuan siswa tentang kelainan seksual berada pada kategori baik, yaitu sebesar 60,6% , 35,2% cukup dan 4,2% berada pada kategori kurang. Sikap Responden Terhadap LGBT Tabel : 4.4 Sikap Siswa Terhadap LGBT di MAN Selat Tengah Kuala Kapuas No Sikap Frekuensi Persentase % 1

Positif

60

84,5%

2

Negatif

11

15,5%

71

100%

Total

c.

Berdasarkan tabel 4.4 memperlihatkan sikap responden terhadap LGBT berada pada kategori positif, yaitu sebesar 84,5% dan negatif sebesar 15.5%. Tindakan Terhadap LGBT Tabel : 4.5 Tindakan Yang Dilakukan Siswa kepada LGBT di MAN Selat Tengah Kuala Kapuas

No

Tindakan

Frekuensi

Persentase %

1

Baik

70

98,6%

2

Kurang

1

1,4%

71

100%

Total

d.

Berdasarkan tabel 4.6 memperlihatkan tindakan responden terhadap LGBT sebagian besar berada pada kategori baik, yaitu sebesar 98,6% dan 1,4% berada pada kategori kurang. Kontribusi Media Sosial Tabel : 4.6 Kontribusi Media Sosial Terhadap LGBT berpengaruh atau tidak pada Siswa di MAN Selat Tengah Kuala Kapuas No Media Sosial Frekuensi Persentase% 1

Tidak Terpengaruh

64

90,1%

2

Terpengaruh

7

9,9%

Jumlah

71

100%

Berdasarkan tabel 4.8 memperlihatkan pengaruh kontribusi media sosial terhadap LGBT pada responden sebagian besar berada pada kategori tidak terpengaruh, yaitu sebesar 90,1% dan 9,9% terpengaruh. 4.

Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana respon siswa serta kontibusi media sosial terhadap LGBT berpengaruh atau tidak pada siswa MAN Selat Tengah Kuala Kapuas. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2018 dengan sampel sebanyak 71 responden siswa kelas XI. Pengumpulan data menggunakan 4 jenis kuesioner (Angket) terdiri dari Angket Pengetahuan, sikap, tindakan dan kontribusi media sosial. Berikut ini dijelaskan mengenai hasil univariat. a. Pengetahuan Siswa Tentang Kelainan Seksual Berdasarkan tabel 4.3 memperlihatkan tingkat pengetahuan kelainan seksual pada siswa kelas XI di MAN Selat Tengah Kuala Kapuas berada pada kategori baik, yaitu sebesar 60,6%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rhomadona tahun 2012 didapatkan bahwa pengetahuan wanita lesbian rata-rata baik. Hal ini ditunjang dari tingkat pendidikan wanita lesbian di Kota Bandung yang sudah tinggi yaitu 39 orang atau 52,00% Sarjana dan 32 orang atau 42,67% SMA (Sekolah Menegah Atas). Namun berbeda dengan hasil penelitian kuantitatif oleh Hidayati tahun 2012 tentang Gambaran Pengetahuan dan Upaya Pencegahan terhadap Penyimpangan Perilaku Seksual Pada Remaja di SMK Negeri 2 Sragen menggambarkan bahwa 59% dari responden berpengetahuan rendah tentang perilaku seksual. Hal tersebut sangat berdampak tidak baik jika tidak segeradiatasi karena pengetahuan merupakan komponen yang paling mendasar dalam terbentuknya sebuah perilaku (Hidayati, 2012; Megasari, dkk, 2017). Cukup banyak para remaja Indonesia yang terjerumus pada kasus penyimpangan perilaku. Banyak faktor penyebabnya, namun faktor utama sesungguhnya adalah pengetahuan mereka yang masih minim tentang dampak penyimpangan perilaku seksual tersebut. Dengan keadaaan demikian, hasutan atau ajakan siapapun yang menjerumuskannya ke dalam lembah hitam ini niscaya akan terpengaruhi (Hikmat, 2007; Megasari, dkk, 2017). Rendahnya tingkat pengetahuan seseorang dapat menyebabkan kekeliruan dalam memahami suatu objek. Rendah atau minimnya pengetahuan seseorang dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah sikap orang tua yang kurang peduli terhadap pengetahuan anaknya tentang sesuatu hal, pengaruh pendidikan orang tua yang rendah, lingkungan tempat tinggal atau lingkunganberteman seseorang memiliki pengetahuan yang rendah (Hartanto, 2010; Megasari, dkk, 2017). Paling tidak anak sudah dibekali aturan dan norma sosial yang berlaku seingga pemahaman akan seksualitas dapat diperoleh melalui pendidikan seks melalui proses yang berkesinambungan. Berawal dari masa kanak-kanak hingga masa dewasa. Tujuannya bukan menggali informasi sebanyak-banyaknya, melainkan agar dapat menggunakan informasi secara lebih fungsional dan

bertanggung jawab sehingga mengetahui sejak dini apa yang boleh dan yang tidak boleh oleh agama (Ibid; Fauzi’ah, 2016). Seseorang yang memiliki religiusitas yang tinggi akan membatasi dirinya dari perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran agamanya, termasuk membatasi dari dari perilaku seks pranikah (Ariyandini, 2012) Perkembangan agama pada usiaremaja awal adalah satu-satunya hal yang tidak dapat diabaikan. Internalisasi agama yang diberikan orangtua sebelum masa remaja akan memudahkan pembinaan akhlak remaja (Derajat, 1992; Prihartini, dkk, 2002) Penelitian Utamadi (1998) menyatakan bahwa pendidikan seksual dini pada anak sebenarnya telah mendapat sambutan positif dari para orangtua yang peduli akan perkembangan anak remajanya. Adanya hambatan-hambatan timbul dari pihak orangtua yang tidak pernah mendapatkan pendidikan seksualitas dan informasi mengenai seksualitas oleh orangtua mereka dimasa lampau. Hal ini menimbulkan berbagai kesulitan dalam memberikan informasi tersebut pada anak-anak mereka. Komunikasi yang terjalin dalam menginformasikan masalah seksualitas dari orangtua kepada remaja pun menjadi terhambat dan tidak efektif. Orangtua menjadi tertutup, tidak mau memberikan pengertian dan berdiskusi tentang seksualitas dengan anak-anaknya (Handayani, 2000; Prihartini, dkk, 2002) Pada penelitian ini sebagian besarsiswa mengetahui kelainan-kelainan seksual seperti perubahan alat kelamin, apa itu homoseksual, apa itu onani dan kelainan seksual Zoophilia atau senang dan terangsang ketika melihat hewan melakukan hubungan seksual. Namun ada sebagian kecil siswa tidak mengetahui seksualitas dan perilaku seksual. b.

Sikap Siswa Terhadap LGBT Berdasarkan tabel 4.4 memperlihatkan sikap responden terhadap LGBT berada pada kategori positif, yaitu sebesar 84,5% dan kategori negatif sebesar 15,5%. Hal ini sejalan dengan penelitian Pambudi, 2017 tentang respon terhadap LGBT yang menyatakan sikap responden terhadap LGBT cenderung bersikap baik/positif yaitu sebanyak 71,2%. Juga diperkuat dengan penelitian dari Kumoro, dkk, 2017 yaitu sebanyak 72,1% bersikap positif serta hasil penelitian yang dilakukan Baliah tahun 2016 menunjukkan sikap teman sebaya tentang LGBT pada mahasiswa Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta didapatkan hasil sikap teman sebaya tentang LGBT mayoritas cukup sebanyak 60 responden (50,0%). Dalambuku karya Notoatmodjo bahwa pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peran penting (Alport 1954; Rhomadona 2012). Sikap tumbuh diawali dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai sesuatu hal yang baik (positif) maupun tidak baik (negatif), kemudian diinternalisasikan ke dalam dirinya. Dari apa yang diketahui tersebut akan berpengaruh pada perilakunya. Kalau apa yang dipersepsikan tersebut bersifat positif, maka seseorang cenderung berperilaku sesuai dengan persepsinya. Sebab ia merasa setuju dengan apa yang diketahuinya. Namun sebaliknya, kalau ia mempersepsikan secara negatif, maka ia cenderung menghindari atau tidak melakukan hal itu dalam perilakunya. Tetapi seringkali dalam kehidupan realitasnya, ada banyak faktor lain yang memperngaruhi seseorang, bukan hanya sikap dan pengetahuan seseorang, melainkan bisa juga lingkungan sosial, situasi, atau kesempatan. Akibatnya perilakunya tidak konsisten dengan pengetahuan dan sikapnya (Dariyo, 2004; Amaliyasari, 2008). Sikap positif dapat berupa kerjasama, tanggang rasa, dan melihat keadaan orang lain. Sedangkan sikap negatif dapat berupa egoisme, prasangka sosial, rasisme, dan stereotip (Arifin, 2015; Fitri, dkk, 2017). Sikap yang ditemukan pada penelitian ini sebagian besar responden setuju bahwa pelaku LGBT membutuhkan dukungan dan bimbingan terkait gaya hidup mereka serta berpendapat bahwa pelaku LGBT sebaiknya mengikuti terapi atau pengobatan yang tersedia guna membantu mengubah orientasi seksual mereka. Hasil penelitian lainnya adalah sebagian besar siswa sangat tidak setuju dalam hal bangga menjadi bagian dari sebuah organisasi LGBT dan secara terbuka mendukung dimasukkannya kesetaraan pelaku LGBT diseluruh tingkat dalam masyarakat. Meskipun tidak medukung kesetraan terhadap pelaku LGBT sikap siswa masih dalam kategori bersikap positif hal ini dikarenakan adanya toleransi yang tinggi untuk menentang atau melawan mereka yang menunjukkan sikap homofobia/anti-LGBT, karena merasa bahwa LGBT tidak untuk mereka bully, jauhi, dibenci, mendiskriminasi pelaku LGBT ataupun terkait hal-hal negatif lainnya melainkan harus dirangkul dan meyakinkan bahwa pelaku LGBT bisa mengembalikan orientasi seksual mereka. Terkait dengan penelitian hanya ada sebagian kecil siswa yang sangat setuju dengan secara aktif mendukung perjuangan untuk kesetaraan pelaku LGBT serta semua siswa tidak menjawab perihal tidak setuju terhadap pernyatan pelaku LGBT yang seharusnya melakukan terapi guna mengubah orientasi seksual dikarenakan sebagian besar siswa setuju dengan pernyataan tersebut.

c.

Tindakan Siswa Terhadap LGBT Berdasarkan tabel 4.5 memperlihatkan tindakan responden terhadap LGBT sebagian besar berada pada kategori baik, yaitu sebesar 98,6%. Sebagai makhluk hidup senantiasa melakukan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan tertentu. Tindakan merupakan suatu perbuatan, perilaku, atau aksi yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya guna mencapai tujuan tertentu.Bagi Weber, dunia terwujud karena tindakan sosial. Tindakan sosial adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan berorientasi pada atau dipengaruhi oleh orang lain. Manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukannya dan ditujukan untuk mencapai apa yang mereka inginkan atau kehendaki. Setelah memilih sasaran, mereka memperhitungkan keadaan, kemudian memilih tindakan (Anggraeni, 2012). Penelitian yang dilakukan Setiawan tahun 2015 mengemukakan semakin tinggi pengetahuan terhadap LGBT maka tindakan kepada LGBT cenderung positif. Tindakan yang baik cenderung diawali dengan pengetahuan yang baik atapun cukup serta dapat mengimplementasikannya dengan sikap yang positif. Mencuat organisasi LGBT, terorisme, pergaulan bebas, pergaulan bebas, dan masih banyak lagi tindakan-tindakan amoral terjadi setiap harinya mewarnai pemberitaan ditelevisi maupun media elektronik dan media cetak (Kumalasari, 2016). Gay dan lesbian bukanlah kodrat manusia melainkan penyakit sehingga tidak relevan mempertahankan kemauan mereka yakni legalisasi pernikahan sesama jenis atas dasar persamaan. Persamaan diberlakukan dalam hal pelayanan terhadap orang yang berbeda suku, warna kulit, dan hal lain yang diterima di masyarakat. Gay dan lesbian perlu diobati agar normal kembali sehingga tidak merusak masyarakat dan oleh karenanya kewajiban negara untuk mengobati mereka bukan melestarikannya (Asyari, 2017). Terdapat hasil penelitian yang dilakukan Anggraeni pada tahun 2012, yang berjudul Tindakan Sosial Pemuka Agama Islam Terhadap Keberadaan Transgender adalah Dari kelima informan mengatakan bahwa mereka semua memiliki kepedulian terhadap keberadaan transgender di masyarakat. Kepedulian yang dimiliki oleh kelima informan dikarenakan adanya perasaan kasih sayang antar sesama manusia.Walapun kepedulian para tokoh Agama Islam tersebut belum banyak ditunjukkan hingga mereka benar-benar ‘sembuh’. Tetapi paling tidak informan telah mencoba memberikan bimbingan berdasarkan pengetahuan Agama Islam kepada transgender. Terkait dengan penelitian dimana responden mencoba untuk menjaga pergaulan agar terhindar dari kenakalan remaja dan kemenyimpangan seksual, serta mencoba memberikan pemahamanpemahaman agama jika teman mereka memiki gejala LGBT dan menolak untuk mendukung adanya LGBT hanya sebagian kecil siswa yang memiliki tindakan kurang dimana mereka menganggap bahwa terdapat nilai besar dalam keragaman manusia, pelaku LGBT adalah bagian penting dari keanekaragaman tersebut sehingga mereka mendukung adanya LGBT serta menganggap bahwa pelaku LGBT telah banyak berkontribusi untuk dunia dan menganggap banyak pengalaman yang dapat dipelajari dari pelaku LGBT.

d.

Kontribusi Media Sosial Terhadap LGBT Berdasarkan tabel 4.6 memperlihatkan pengaruh kontribusi media sosial terhadap LGBT pada responden sebagian besar berada pada kategori tidak terpengaruh, yaitu sebesar 90,1%. Dari hasil penelitian yang dilakukan Kumoro, dkk tahun 2017 yang berjudul pengaruh pendidikan kesehatan dengan sikap remaja dalam mencegah Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) menyatakan sebanyak 6 responden (13,6%) memperoleh informasi LGBT melalui media massa/internet. Dengan perkembangan komunikasi yang maju dan media informasi seperti audio visual, surat kabar, televisi, komputer, handpone atau gadget, dan akses internet sebagai sarana utama globalisasi, secara tidak langsung membuat anak-anak masa kini mengalami perubahan dalam hidupnya (Syafril, 2011; Havifi 2017). Bukan hanya gadget yang pada saat ini digemari anak-anak, internet tidak luput memberikan peran yang cukup besar pada anak. Internet memberikan segudang informasi secara gratis dan bebas, baik dari segi ilmu pengetahuan, hiburan, hingga game. Bahkan, dapat dikatakan bahwa konten internet pada saat ini dapat diakses secara bebas. Internet memang memiliki dampak positif bagi anak dimana dapat membuat anak mendapatkan kemudahan terhadap informasi serta kemudahan untuk menjalin komunikasi dengan jarak yang jauh. Hal ini secara tidak langsung sangat menguntungkan untuk anak-anak karena mampu memberikan pengaruh besar terhadap tingkat kreativitas anak. Namun, kemudahan akses konten internet ini pula yang akan menyebabkan anak memperoleh apa yang belum saatnya diperoleh, baik berupa gambar, tulisan, suara, dan lain sebagainya. Di berbagai

media pembemberitaan seperti koran dan televisi, telah ditemukan berbagai berita mengenai anak dibawah umur yang mengakses situs porno (Ameliola, dkk, 2013) Hasil penelitian Putriani N (2010), tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penyimpangan seksual Pada Remaja di SMA Negeri 1 Mojogedang menunjukkan bahwa tempat hiburan dan akses internet berpeluang 11 kali lipat dapat sebagai tempat dan akses melakukan perilaku penyimpangan seksual dibandingkan dengan tempat yang bukan merupakan tempat hiburan (Megasari, dkk,2017). Hal ini tidak menutup kemungkinan dengan mudahnya akses internet dapat menimbulkan kepenyimpangan seksual pada anak. Tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan seseorang. Seseorang yang awalnya kecil bisa menjadi besar dimedia sosial, atau sebaliknya. Bagi masyarakat khususnya kalangan remaja, media sosial sudah menjadi candu yang membuat penggunannya tiada hari tanpa membuka media sosial. Saat ini teknologi internet dan mobile phone makin maju maka media sosial pun ikut tumbuh dengan pesat. Kaum remaja saat ini sangat ketergantungan terhadap media sosial (Putri,dkk, 2016). Remaja dan dewasa muda adalah pengguna media sosial terbesar yang sering mengungkapkan kekecewaan, kesedihan dan kesulitan hidupnya dimedia sosial (Rideout, 2010). Di California, Amerika Serikat, sekitar 23% remaja melaporkan tindakan bullying oleh sesamanya, dan prevalensi cyber-bullying maupun bullying dikehidupan nyata sama besarnya (Lenhart, 2007). cyber-bullying diketahui penyebabkan angka depresi dan anxietas yang lebih besar dibanding bullying tradisional. Hal ini akan mendorong tindakan bunuh diri pada remaja. Korban biasanya berasal dari kalangan LGBT. Sebanyak 54% remaja LGBT mengalami kasus cyber-bullying (Blumenfield, 2010). Sedangkan kegiatan cyber-bullying di Indonesia banyak terjadi pada public figure seperti politisi, selebriti maupun tokoh publik lainnya (Anwar F, 2017). Remaja korban cyber-bullying juga beresiko mendapatkan perlakuan buruk didunia nyata, seperti pelecehan seksual maupun kekerasan fisik (Berkman, 2008; Anwar, 2017) Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Havifi tahun 2017 yang berjudul Konten LGBT di Media Sosial dan Persepsi Kelompok Usia Muda Dalam Berprilaku (Survei terhadap pengguna Instagram pada Kelompok Usia Muda) dimana ditemukan bahwa adanya pengaruh konten LGBT di media sosial memberkan pengaruh sebesar 46,5% yang tergolong berpengaruh sedang, hal ini membuktikan media sosial dapat merubah persepsi remaja, dimana media sosial dapat memberikan perspesi kelompok usia muda dalam berperilaku. Terkait dengan penelitian yang saya lakukan, siswa menggunakan media sosial mereka dengan baik, mereka tidak tertarik dengan adanya photo ataupu vidio mengenai LGBT yang mereka lihat secara tidak sengaja dimedia sosial, serta tidak melakukan Like, Comment maupun ret-tweetdan tidak melakukan share melalui beranda, explorer dan aktifitas following-followers terkait informasi LGBT mereka tidak penasaran teradap hal-hal yang bertemakan LGBT. Kebanyakan responden tidak terpengaruh, hal ini dikarenakan sekolah sangat ketat dalam larangan membawa handphoneserta jam belajar yang panjang yaitu 7 jam, disiplin sekolah terhadap anak didiknya sangat tinggi, sehingga apabila ada siswa-siswi yang melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan norma sekolah, maka hukumannya adalah dikeluarkan dari sekolah dan sekolah sangat menganjurkan siswanya mengikuti Extra Kulikuler sehingga tidak ada waktu bagi siswa untuk mencari hal-hal yang tidak mereka butuhkan hal ini juga didasari pada rata-rata siswa memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, sehingga lebih mementingkan kompetisi berprestasi, baik dilinkungan sekolah maupun antar sekolah. Adapun siswa yang terpengaruh dengan adanya konten LGBT di media sosial sebesar 9,9% atau sebanyak 7 responden mereka tanpa sengaja melakukan Like, Comment maupun rettweetterhadap hal yang menyangkut LGBT, mereka mengganggap konten LGBTberupa berita, informasi atapun vidio-vidio, hanya untuk hiburan semata serta tidak meblok akun media sosial yang membahas LGBT. PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan dari respon yang ditunjukkan siswa kelas XI MAN Selat Tengah Kuala Kapuas yaitu berupa pengetahuan, sikap, dan tindakan serta pengaruh kontribusi media sosial terkait LGBT yaitu: 1. Pengetahuan siswa tentang kelainan seksual berada pada kategori baik yaitu sebesar 60,6%. 2. Sikap siswa yang ditunjukkan terhadap LGBT sebagian besar berada pada kategori bersikap positif yaitu 84,5%. 3. Tindakan siswa teradap LGBT berada pada kategori bertindak dengan baik yaitu 98,6%. 4. Pengaruh kontribusi media sosial siswa berada pada kategori tidak terpengaruh yaitu sebesar 90,1%

B. Saran 1. Bagi Guru/Tenaga Pengajar Perlunya pemberian pemahaman-pemahaman atau konseling kepada siswa bagaimana dalam bergaul terhadap lingkungan, bertoleransi serta menjaga pergaulan agar terhindar dari dampak negatif pergaulan serta bagaiman menggunakan media sosial dengan baik agar tidak terpengaruh pada sesuatu yang negatif. 2. Bagi Siswa/Remaja Menjunjung tinggi rasa menghormati, simpati serta toleransi terhadap perbedaan-perbedaan yang mungkin ditemui, jangan pernah membully ataupun mengucilkan seseorang hanya karena berbeda karena disitu tugas siswa ataupun orang yang memiliki pendidikan untuk membantu mereka yang membutuhkan bantuan serta menggunakan media sosial kepada sesuatu yang positif. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan adanya pendalaman dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait respon remaja/siswa mengenai LGBT karena seperti yang diketahui pelaku LGBT sangat terbuka terhadap orientasi seksual mereka hal itu menimbulkan adanya kekhawatiran terkait pergaulan remaja karena remaja memiliki emosianal yang turun naik sehingga mudah terpengaruh dengan hal-hal yang membuat mereka penasaran. DAFTAR PUSTAKA Romadhona, 2012, Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi Terhadap Perilaku Kesehatan Wanita Lesbian Di Kota Bandung http://ejournal.stikeswilliambooth.ac.id/index.php/Keb/article/viewFile/158/146 Usman, 2017, LGBT: Angka-angka, Gerakan, dan Proyeksi ke Depan, https://www.arrahmah.com/2017/12/23/wartawan-senior-ungkap-pertumbuhan-spektakuler-jumlahlgbt-di-indonesia/ Diakses 23 Juli 2018. Warsinawati, dkk, 2017, “Gambara Persepsi Siswa Terhadap Perilaku Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) di SMAN 1 Taman Sari Kabupaten Bogot” , Jurnal Riset Kesehatan, vol. 9, no. 2 diakses tanggal, 22 April 2018 (juriskes.com/ojs/index.php/jrk/article/download/237/44/) Widyastuti, dkk, 2009, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Kunjungan Remaja Ke Posbindu di Wilayah Tlogosari Kulon RW 16 Kota Semarang, Havifi, 2017, Konten LGBT Di Media Sosial Dan Persepsi Kelompok Usia Muda Dalam Berprilaku (Survei Terhadap Pengguna Instagram Pada Kelompok Usia Muda) https://ilhamhavifi12.wordpress.com/2017/08/07/jurnal-konten-lgbt-di-media-sosial-dan-persepsikelompok-usia-muda-dalam-berprilaku-survei-terhadap-pengguna-instagram-pada-kelompok-usiamuda/ diakses 13 juli 2018 Sastra, P. 2014, Penelitian Deskriptif Kuantitatif, Penelitian Korelasi, Dan Penelitian Ekspos-Fakto. Https://Pangeransastra.Wordpress.com/2014/10/13/penelitian-deskriptif-kuantitatif-penelitian-korelasidan-penelitian-ekspos-fakto/. Diakses 2 Mei 2018. Fauzi’ah, 2017, Faktor Penyebab Pelecehan Sesksual Terhadap Anak Megasari, dkk, 2017, Fenomena Perilaku Penyimpangan Seksual Oleh Lesbian, Gay, Biseksual Dan Transgender (LGBT) Di Kotapeknabaru, Vol. XI Jilid 1 No.78. Ariyandini, 2012, Perbedaan Tingkat Religiusitas dan Sikap Terhadap Seks Pranikah Antara Pelajar yang Bersekolah di SMA Umum dan SMA Berbasis Agama, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.1 No.1. Ameliola, dkk, 2013 Prosiding The 5thInternational Conference on Indonesian Studies: “Ethnicity and Globalization”362 Perkembangan Media Informasi Dan Teknologi Terhadap Anak Dalam Era Globalisasi, diakses 23 Juli 2018 Anwar 2017, Perubahan Dan Permasalahan Media Sosial, Vol.1 No.1, Diakses 23 Juli 2018 Putri, dkk, 2016, Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku Remaja, Vol.3 No 1 Diakses 23 Juli 2018 Prihartini, dkk, 2002, Hubungan Antara Komunikasi Efektif Tentang Seksualitas Dalam Keluarga Dengan Sikap Remaja Awal Terhadap Pergaulan Bebas Antara Lawan Jenis, Jurnal Psikologi, NO.2, 124-139.

Pambudi, R. D, 2016, Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Dengan Respon Mahasiswa Terhadap LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kumoro, P.A, 2017. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Sikap Remaja Dalam Mencegah Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT), http://digilib.stikesicme-jbg.ac.id/ojs/index.php/jip/article/view/323. Diakses 23 Juli 2018. Baliah, 2016, Hubungan Sikap Teman Sebaya Tentang LgbtDengan Stigma Lgbt Pada MahasiswaSemester 4 Prodi Div KebidananDi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta Naskah Pulbikasi. Anggraeni, 2012, Tindakan Sosial Pemuka Agama Islam Terhadap Keberadaan Transgender (Studi Deskriptif Mengenai Tindakan Sosial Pemuka Agama Islam Terhadap Keberadaan Transgender Di Kawasan Kota Surabaya, Jawa Timur), diakses 23 Juli 2018. Kumalasari, 2016, Strategi Pengembangan Pendidikan Karakter Melalui Ektrakulikuler Tari Di Sd Brajan Kasihan Bantul, 23 Juli 2018. Hafivi, 2017, LGBT, Media Sosial, dan Remaja Minangkabau, https://ilhamhavifi12.wordpress.com/2017/08/22/lgbt-media-sosial-dan-remaja-minangkabau diakses 23 Juni 2018. Amaliyasari. Y, dkk, 2008, Perilaku Seksual Anak Usia Pra Remaja Di Sekitar Lokalisasi Dan Faktor Yang Mempengaruhi, http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-06%20A4%20%20April%202008%20_54-60_.pdf. Diakses 18 Juli 2018 Fitri, dkk, , 2017, Sikap Guru Bimbingan Konseling Sma Negeri Dki Jakarta Terhadap LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual Dan Transjender) Di Sekolah. Asyari, 2017, LGBT Dan Hukum Positif Indonesia, Vol.2, No. 2, diakses 23 Juli 2018

More Documents from "Endang Ayu Sunarti"