Tokoh Arsitek Indonesia 1. Ahmad Djuhara Ahmad Djuhara lahir di ibukota Jakarta, Indonesia pada tahun 1966 dan ia belajar
ilmu
arsitektur
di
Universitas
Katolik Parahyangan di Bandung, pada tahun 1985 dan lulus pada tahun 1991. Dia juga aktif dalam Forum Arsitek Muda Indonesia ( AMI ) sejak tahun 1992, pembicara
di
bidang
arsitektur,
pameran dan publikasi atau penerbit buku. Dia juga terlibat dalam modern Asian Architecture Network ( mAAN ) dan diangkat menjadi Wakil Koordinator mAAN ini Indonesia pada tahun 2005. Bapak Djuhara ini juga menjabat sebagai Ketua pasal di Ikatan Arsitek Indonesia ( IAI ) daerah Jakarta pada periode 2006-2009 . Sang Arsitek ini telah memenangkan beberapa penghargaan , di antaranya IAI Award untuk Sugiharto Steel House pada tahun 2002 dan untuk Wisnu Rumah di 2008, yang keduanya dibangun di Jakarta. Pengalaman berkarir atau bekerja dari Ahmad Djuhara ini ialah menjadi salah satu Arsitek di PAI ( Pacific Adhika Internusa) pada tahun 1992 sampai 1998. Kemudian membuat perusahaan konsultan arsitektur di Djuhara + Djuhara bersama dengan istri, yaitu arsitek Wendy Djuhara , yang juga menerima beberapa IAI Awards untuk karyanya Shining Stars TK dan Tanah Teduh House, yang keduanya berada di Jakarta. (Sumber : http://www.dwell.com/articles/jakarta-indonesia-dwelling.html)
Salah satu karya dari Ahmad djuhara yang terkenal ialah Steel House yang di miliki oleh Bapak Sugiharto yang berlokasi di Pondok Gedek, Jakarta. Dengan menggunakan ukuran modul 6 x 6 meter pada struktur konstruksinya, rumah tinggal ini sekilas terlihat sangat kecil dan mungil. Padahal, ruang yang diwadahi cukup lengkap bangunan ini memiliki 3 lantai. Lantai dasar merupakan zona public, yang terdiri dari ruang tamu, dapur ruang makan dan pada bagian depan terdapat kamar mandi serta kamar asisten rumah tangga. Desain area lantai satu sengaja dibuat bebas tanpa skat agar menciptakan kesan ruang yang menyatu dengan lingkungan sekitar site seperti taman dan open space yang ada serta menyatu
dengan
tampilan
eksterior
bangunan.
Seluruh
dinding
mengunakan material kaca dengan bingkai kusen baja dan mengunakan engsel pivot sehingga dapat di buka 90 derajat untuk mengalirkan sirkulasi
udara kedalam ruangan ketika di butuhkan. Konsep rumah ini ialah perpaduan natural dan juga modern yang terlihat dengan penggunaan material alam (bekas namun layak pakai) serta pabrikasi seperti baja dan aluminium. 2. Achmad D. Tardiyana Achmad D. Tardiyana (1960). Menyelesaikan pendidikan sarjana di Program Studi Arsitektur ITB,
dan
University
mendapatkan of
New
South
gelar
MUDD
Wales,
di
Sydney
Australia. Saat ini sedang mengikuti Program Studi Doktor Arsitektur di ITB. Pada Program Studi Sarjana dan Magister Arsitektur ITB, membimbing mahasiswa pada studio-studio perancangan, studio tugas akhir dan studio tesis. Aktif menulis dan meneliti tentang perancangan
arsitektur,
ekonomi
politik
pada
desain
dan
arsitektur/arsitektur kota, serta morfologi kota. Selain sebagai staf pengajar, juga aktif praktek. Sering memenangkan sayembara, menjadi juri sayembara, dan menjadi narasumber sayembara arsitekur tingkat nasional. Sebagai arsitek, Achmad D. Tardiyana memiliki banyak penggemar, karena desain yang indah dengan komposisi dan proporsi yang menarik, serta detail-detail yang dipikirkan dengan matang. Sumber.
http://www.ar.itb.ac.id/pa/index.php/staff/achmad-d-
tardiyana/ (diakses pada tanggal 10 Mei 2015 pukul 08.47 Wita)
Penerapan
desain
berwawasan
yang
lingkungan
telah berkembang pesat di berbagai
kawasan
perumahan Desain
di
Indonesia.
inilah
yang
diterapkan arsitek Achmad D Tardiyana atau yang akrab disapa Apep pada rumah tinggalnya yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat. Ada dua aspek yang menjadi dasar pertimbangan Apep dalam merancang rumah seluas 330m tersebut. Pertama, ia ingin agar rumah ini kontekstual baik terhadap sosial masyarakat
maupun
keadaan
lingkungan
sekitar
yang
berupa
perkampungan padat penduduk dengan pemandangan ke arah lembah. Kedua, biaya yang dimilikinya terbatas untuk membangun rumah ini. Oleh karena itu dalam pendekatan desainnya, Apep memilih wujud rumah yang pada tipologi bangunan disekitarnya, yakni bangunan dua lantai dengan atap pelana dan massa bangunan yang “ramping”. Halaman muka rumah dipagari oleh tanaman dan turap batu kali sehingga fasad terasa lebih bersahabat. Dalam penataan ruang, Apep memakai lantai dasar rumahnya untuk ruang multifungsi, yakni area perpustakaan sekaligus ruang diskusi jika ada tamu yang berkunjung. Tempat duduk di area ini didesain menyerupai teater semi outdoor dengan penyekat berupa deretan lemari rak buku yang mudah digeser untuk memberikan akses masuk saat diperlukan. Christian Kemal(41416110)
3. Yu Sing Yu Sing mulai menjalani mimpi. Mengorbankan diri membantu desain rumah murah dengan jasa desain murah. Sejak awal Yu Sing sadar, jalan ini penuh dengan resiko. Jasa desain rumah murah jelas-jelas kecil. Tidak rugi saja sudah luar biasa bagus. Rumah yang inspiratif akan mempengaruhi kualitas hidup sehari-hari menjadi lebih positif. Kondisi masyarakat akan menjadi lebih positif nantinya, demikian Yu Sing. Rumah merupakan unsur utama dalam memberikan kenyamanan hidup, terutama ketenangan bagi suatu keluarga untuk menempuh hidup yang produktif lepas dari tekanan mental. Tapi rumah adalah pos biaya yang paling besar bagi budget kebanyakan orang. Mulai dari lahan, bahan dan design. Dari ketiga ini, design sebetulnya bisa ditekan biayanya atas dasar kesanggupan seorang arsitek. Tidak semua arsitek sanggup dan mau memberian subsidi sosial atas dasar kemampuan merancang. Yu Sing sanggup dan mau. Melalui buku mmimpi rumah murah, ia sediakan karya hidupnya untuk dinikmati sesuai selera dan kebutuhan setiap orang yang perlu rumah tanpa biaya besar. Bagi orang awam buku ini akan memberikan pemahaman tentang arsitektur rumah tinggal yang baik dan tentang peranan arsitek dalam menghasilkan rancangan yang baik dan benar dengan bahasa yang cukup mudah dipahami. Para mahasiswa calon arsitek akan diuntungkan karena dapat mempelajari metoda merancang dan produk rancangan yang beragam untuk banyak kasus yang berbeda-beda yang sulit mereka temui di buku-buku teks. Saat ini masih banyak anggapan bahwa jasa desain arsitek itu mahal, sehingga banyak sekali rumah atau bangunan skala kecil sampai menengah yang dibangun tanpa keterlibatan arsitek. Akibatnya, justru jauh lebih mahal daripada penghematan biaya perencanaan jasa desain arsitek. Wajah fisik kota kita menjadi semakin menurun kualitasnya karena kehadiran bangunan-bangunan yang kurang sedap dipandang mata. Karena itu, batasan ‘murah’ dalam konteks rumah murah ini masih agak longgar. Tujuannya agar dapat melayani lebih banyak orang, sehingga mereka bisa mengalami karya arsitektur yang didesain dengan serius.
Harapannya kelak peran arsitek sebagai perencana desain bangunan akan semakin dihargai, dibutuhkan, bahkan diinginkan oleh masyarakat banyak. Selain itu, rumah juga merupakan ruang utama yang menjadi pusat pertumbuhan dan pembentukan kualitas manusia. Konsep yang paling digunakan oleh Yu Sing sendiri adalah pembangunan rumah yang low budget namun berkualitas dan enak dipandang. Bahanbahanya pun dari bahan-bahan yang sederhana sehingga tidak berkesan mewah namun tertata rapi dan indah. Dengan harapan
desain dalam buku ini betul-betul dapat memberikan inspirasi kepada para pembaca, terutama yang masih bermimpi untuk punya rumah sendiri meskipun memiliki keterbatasan dana. Bagi Yu Sing, indah itu seumpama dua wanita. Wanita yang satu memiliki penampilan fisik yang cantik. Namun setelah kenal lebih dekat, ternyata wanita cantik tersebut memiliki sifat dan tabiat yang sangat buruk. Ada juga wanita kedua, yang dari
penampilan luarnya terlihat sederhana, namun ternyata memiliki pemaknaan yang sangat luas tentang kehidupan, keseimbangan alam, hubungan positif antar manusia, serta nilai-nilai luhur yang berhubungan dengan kekekalan. Maka, wanita kedua ini dapat kita pandang sebagai keindahan, yang lebih dalam nilainya daripada sekedar kulit atau kosmetik. Dalam konteks rumah, maka nilai indah dapat berupa pemanfaatan material daur ulang, kemudahan perawatan, kemudahan pembuatan, penghematan material, sikap ramah lingkungan, tata ruang yang baik dan lain-lain. Begitu juga dengan kemewahan, sebaiknya dilihat dari kualitas ruang-ruang yang terbentuk, bukan dari mahalnya material yang digunakan. Kehadiran ruang yang sesuai kebutuhan dengan kekayaan sensasi ruang, merupakan kemewahan bagi sebuah rumah murah. Mahal memang belum tentu indah dan indah tidak selalu harus mahal. Selly Hamdi (41416107)
4. Popo Danes "Arsitektur yang baik adalah hasil dari meramu apa yang ada di sekitar kita dan mengembangkannya berdasarkan kekayaan Indonesia", jawab Popo Danes, seorang arsitek ternama dari Bali yang kini sudah merambah ke dunia arsitektur
internasional, ketika ditanya tentang arsitektur yang baik. Nyoman Popo Priyatna Danes yang lebih akrab disapa Popo Danes ini termasuk salah satu arsitek terkemuka di Bali. Pria yang akrab disapa Popo Danes ini terkenal akan gaya arsitektur bernafaskan alam dan budaya. Atmosfer tropis menjadi komponen magis yang melengkapi keindahan arsitekturnya. Karyakaryanya tak hanya tersebar di daerah Jimbaran, Ubud, Karangasem, tapi hingga menjangkau Dubai, India, Thailand, Hawaii dan lainlain. Tak hanya sibuk menciptakan desain-desain arsitektur mutakhir, pria beristrikan Ni Wayan Melati Blanca ini juga dipercaya untuk mengemban tugas sebagai Ketua Komite Bali Tourism Development Centre (BTDC) Nusa Dua. Namun, menjadi arsitek bagi peraih beasiswa Rotary Group Study Exchange ke Belanda pada tahun 1991 ini juga sebuah pekerjaan yang membuatnya sering merasa sesak karena melihat bagaimana masifnya perubahan di Bali terutama di kawasan selatan. Maka, suami dari Ni Wayan Melati Blanca ini juga aktif di kegiatan-kegiatan budaya maupun kelompok kritis Bali. Selain menjadi Ketua Komite Bali Tourism Development Centre (BTDC) Nusa Dua, Popo juga menjadi Konsul Kehormatan Tunisia. ”Sebuah karya arsitektur dinilai berhasil bila kuasa menyelaraskan antara capaian estetik dan fungsinya secara keseluruhan. Rancangan yang dibuat tidak hanya tepat guna, namun juga tepat makna karena merangkum keunikan dan acuan filosofis dari bangunan dimaksud. Sehingga sebuah karya arsitektur tidak melulu merangkum keelokan dan kemolekan, sekaligus pula keunikan.“ ungkap Popo Danes. Regionalism adalah istilah yang tepat menggambarkan pola perancangan arsitek Popo Danes. Karya-karya arsitekturnya juga mencerminkan begitu luwesnya masyarakat Bali dalam bersentuhan dan menerima modernisasi, namun tetap terlihat upaya mempertahankan identitas ke-Bali-annya. Kekuatan desain Popo Danes juga terlihat dari keberhasilannya menyatukan desain arsitektur dengan alam tempat bangunan itu berada. Banyak dari karyanya yang dibangun pada lahan berkontur yang curam namun tidak kehilangan unsur
apapun yang membuat bangunan tersebut, indah, terorganisir dan tentunya nyaman. (sumber:http://balebengong.net/kabar-anyar/2012/07/02/popo-danes-sayatak-mau-menggusur-dewi-sri.html) Hasil karya dari Popo Danes: Ubud Hanging Gardens, Bali
Hanging Garden Ubud merupakan sebuah hotel mewah yang dibangun di atas lahan seluas 3,2 hektar yang terletak di daerah Payangan, sebuah desa di utara Ubud. Daerah ini sangat asri, karena dikelilingi oleh pohon-pohon tua, taman bereteas curam dan hutan-hutan. Hotel ini bertengger berdekatan dengan sawah terasering yang menghadap pamandangan sungai Ayung Ngarai, berdekatan dengan kuil kuno Pura Penataran Dalem Segara. Hanging Garden Ubud ini memiliki 38 villa yang semuanya dibangun dengan gaya kontemporer Bali dengan menggunakan atap-atap ilalang jerami. Hanging Garden Ubud ini menggunakan konsep yang sangat khas Bali, dan berusaha menciptakan sesuatu yang magis dan otentik yang berada di jantung hutan Bali.
Tempat ini merupakan tempat yang pas bagi Anda yang merasa bosan dengan hotel-hotel di Bali yang terlalu banyak menawarkan pemandangan alam pantai. Hotel ini akan benar-benar mengajak Anda untuk menikmati setiap keindahan sawah tropis yang alami. Hanging Garden Ubud merupakan surga tersembunyi bagi mereka masyarakat desa Buahan, dan hanya berjarak sekitar 20 menit utara kota Ubud, sebagai tempat spiritual jantung Bali. Desa kecil ini memiliki sekitar 1300 populasi, banyak desainer yang bekerja sama dalam proyek hotel ini untuk merancang sesuatu yang khas nan unik untuk hotel ini. Sang pemilik ingin menciptakan sebuah estate yang mengambil inspirasi dari pedesaan sekitar. Tujuannya adalah untuk melindungi dan mencerminkan lingkungan, serta menyebarkan dan melestarikan tradisi lokal dan gaya adat tradisi desatersebut. Banyak penghargaan yang telah diraih oleh hotel ini, diantaranya ialah: 2014 Worlds Best Swimming Pool Trip Advisor 2014 Worlds Best Swimming Pool Condé Nast Traveller 2014 #1 honeymoon destination in Bali, Condé Nast Traveller 2014 # 10 in list of hotels to visit before you die The Science Acadamy 2008 ASEAN Energy Award for an energy efficient building in the tropical category 2009 Indonesian Construction Award (sumber: http://www.bisnishack.com/2014/10/3-keunggulan-hotel-hanginggarden-ubud.html) Kristin Diany Ang (41416113)
5. Daliana Suryawinata
Dunia arsitektur tak bisa lepas dari Daliana Suryawinata, Direktur Suryawinata Heinzelmann Architecture and Urbanism (SHAU). Ketika kuliah di luar negeri, tepatnya di Berlage Institute, Rotterdam, Belanda, ia sadar kalau arsitektur tak hanya sekadar merancang villa, resort, dan hotel, tapi harus bisa terintegrasi dengan kehidupan masyarakat setempat. Semua orang, tua-muda, kaya-miskin, punya kesempatan yang sama untuk menikmati karya seni arsitektur yang indah. Pikirannya kian terbuka setelah
dia bertemu dengan Florian Heinzelmann. Keduanya berkolaborasi menghasilkan karya-karya arsitektur hebat. “Setelah menyelesaikan S-2, saya bekerja di beberapa kantor ternama di Belanda, seperti Office for Metropolitan Authorities (OMA), MVRDV, dan USH. Saya memilih bekerja di kantor ternama untuk mempelajari hal-hal penting yang tak bisa saya temukan di kantor biasa,” ujarnya. Di Negeri Kincir Angin, Daliana melihat arsitekturnya terintegrasi antara landscape dengan perkembangan kotanya. Sehingga segala sesuatu yang dibuat harus lebih dulu berkomunikasi dengan masyarakat sekitar. Lain halnya dengan di Indonesia, dimana arsitektur itu baru sebatas dimiliki secara eksklusif oleh sebagian kecil pengembang perumahan. Inilah yang menarik perhatiannya untuk mengembangkan potensi arsitektur di wilayah urban di Eropa dan juga Indonesia. Di sela-sela aktivitasnya yang padat seperti mengajar dan riset, duo Daliana dan Heinzelmann mendirikan SHAU pada tahun 2009 silam. Mereka beruntung mendapat pengalaman dan kesempatan belajar saat masih menjadi karyawan di tiga perusahaan Belanda tersebut. “Proyek yang kami kerjakan beragam dan multiskala. Itulah pilar yang kami miliki
saat mendirikan SHAU. Kami tidak spesialis membangun rumah atau kantor saja. Tapi, lebih ke visi dan misi yang kami bawa,” ujarnya. Punya usaha sendiri, Daliana lebih bebas menggali potensi dan ide-ide kreatif membangun Kampung-kampung di seluruh penjuru dunia. Misalnya, ada klien yang meminta kami mendesain rumah dengan pemakaian energi yang tak berlebihan. Kemampuan keduanya yang relatif berbeda, satu dari sisi ekologis dan arsitektektur yang organik dan lainnya lebih fokus ke sosial dan desain urban, mampu menghasilkan karya arsitektur yang menawan. “SHAU itu perpaduan antara peduli masalah ekologis dan masalah sosial. Itu yang ingin bawakan dalam setiap kami mendesain,” katanya. Salah satu konsep arsitektur urban yang kelak menjadi hasil karya mereka adalah Kampung Vertikal di Muara Angke, yang juga diinisiasi Joko Widodo semasa menjabat Gubernur DKI Jakarta. Selanjutnya, ada Perpustakaan Mikro (Micro Library) yang akan mulai dibangun di Bandung. Konsep arsitektur menarik lainnya adalah Social Mall, dimana mal nantinya juga memuat fasilitas umum yang minim di Jakarta seperti tempat bermain, mushola, klinik, yang nantinya juga bisa menghubungkan antara mal yang satu dengan lainnya. “Kami sudah membuat konsep urban untuk Jakarta. Saya melihat Ibukota Negara ini punya banyak potensi. Seperti kampung-kampung yang sudah lama terbina dengan baik oleh masyarakat, cara hidup penduduknya juga menarik. Sektor informal seperti PKL yang sekarang diusir-usir dari jalanan, sebenarnya aset untuk perkembangan kota. Jika ditata dengan rapi, sesungguhnya bisa menjadi daya tarik tersendiri,” ujarnya. (Reportase: Destiwati Sitanggang). Sumber : http://swa.co.id/swa/profile/daliana-suryawinata-gali-potensiarsitektur-urban 6. Budi Pradono
Budi Pradono adalah seorang arsitek muda yang memenangkan banyak penghargaan lewat konsep ‘arsitektur hijau’. Pada tahun 2005 karyanya pernah diliput a+u, majalah arsitektur dan urbanisme Jepang yang menjadi benchmark bagi para arsitek. Bukan saja karena publikasi tersebut selalu mengangkat isu terkini dan menampilkan karya spektakuler arsitek dunia, tapi juga karena penyebarannya yang mendunia. Menurut Budi profesi arsitek saat ini sedang mengalami tekanan yang kuat untuk melakukan perubahan besar dalam metode merancang dan juga melakukan absorbsi teknologi yang cepat agar dapat menghasilkan rancangan yang kontemporer yang berorientasi pada Arsitektur Hijau (green architecture), yang lebih tanggap pada isu-isu lingkungan. Saat ini Best Practice selalu dikaitkan dengan etika arsitek dalam mengantisipasi pemanasan global, penghematan energi, dan pengelolaan lingkungan yang lebih bertanggungjawab. Saat menjelaskan tentang green design, Budi Pradono menggunakan contoh-contoh dari desain yang ia hasilkan, baik yang menurutnya ‘green’ atau ‘tidak green’. Profesi arsitek dewasa ini menuntut kita untuk melihat ‘green’ sebagai kesatuan dalam desain bangunan, dimana sekarang ini banyak award khusus diberikan pada bangunan yang ‘green’ dengan berbagai kriteria. ‘Green’ dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik). Ukuran ‘green‘ ditentukan oleh berbagai faktor, dimana terdapat peringkat yang merujuk pada kesadaran untuk menjadi lebih hijau. Budi Pradono menjelaskan tentang konsep ‘green‘ dalam rancangannya melalui contoh, misalnya pada rancangan Bloomberg Office, dimana diterapkan desain yang mendukung pencahayaan alami dapat bermanfaat untuk keseluruhan lantai kantor, penggunaan alat yang dapat mendeteksi cahaya alami untuk mengurangi penggunaan pencahayaan buatan, yang merupakan salah satu contoh efisiensi pencahayaan. Biodata Nama : Budi Pradono Lahir : Salatiga, Jawa Tengah 1970
Pendidikan dan karir • 1995 lulusan Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta • 1995 – 1996 Bekerja di Biro Arsitek Beverley Garlick Architects, Sydney • 1996 – 1999 Bekerja di Konsultan Desain Internasional • 1999 Mendirikan Biro Arsitek Budi Pradono • 1999 – 2000 Mengajar di Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia, Jakarta • 2000 – 2002 Bekerja di Kengo Kuma & Associates, Tokyo • 2002 – 2003 Menyelesaikan program Pasca Sarjana di Berlage Institute, laboratory of architecture, Rotterdam Award • 1993 Meraih Juara kedua untuk Dani Tropy in the National Student Architecture Competition. “Conservation Of The Dani tribe settlement”, Irian Jaya, Indonesia • 1993 Pemenang hadiah utama dari National Architectural Design Competition for the Loji Kecil Area of Yogyakarta • 2000 Penghargaan sebagai Arsitek Muda Berbakat dalam The Bunka Cho fellowship (Japan Architecture Institute) • 2000 Finalis The “City for All “Desain Kota Dirgantara – Halim, Jakarta • 2004 Pemenang Proyek Leisure Future Project, City Scape Architectural Review Award Dubai for Restaurant at Jimbaran, Bali • 2004 Pemenang Proyek komersial, City Scape Architectural Review Award Dubai for Tetaring Kayumanis Restaurant Nusa Dua, Bali • 2005 Meraih Juara ketiga One Stop Shopping Gallery Jakarta Kota, Architectonia Indonesia Design Magazine • 200 Honourable mention, Penghargaan AR untuk Emerging Architecture, London (Sumber : http://fakhamilahidayati.blogspot.co.id/2014/03/konseparsitektur-beberapa-tokoh_7727.html) Adi Kelvianto Tjhoe (41416128)
Tokoh Desainer Interior Indonesia 1. Yuni Jie Nama Yuni Jie tentu sudah akrab didengar oleh kalangan pecinta desain interior dan desain produk di Indonesia. Wanita kelahiran tahun 1977 ini adalah lulusan Bachelor of Fine Arts dan Master of Industrial Design di Pratt Institute New York. Setelah menyelesaikan pendidikan, Yuni kembali ke Jakarta dan mendirikan firma interior bernama Jie Designpada tahun 2002. Karyanya semakin dikenal masyarakat setelah bekerjasama dengan beberapa manufaktur ternama seperti Vivere, Venus Tile dan TOTO. Untuk membagi ilmunya dengan para akademisi dan peminat desain interior, Ia telah menerbitkan lima buku. Buku-buku terbitannya disajikan dalam dwibahasa untuk mencakup pembaca yang tak hanya terbatas di kalangan Indonesia tapi juga untuk pembaca di mancanegara. Karya-karya desainnya pernah dipamerkan di berbagai ajang bergengsi. Seperti International Contemporary Furniture Fair di New York, New Talent Design Annual 1999 terbitan Graphis Inc. dan Eva Zeisel on Design terbitan Overlook Press serta Space Publication Hong Kong. Ketika ditanya mengenai selera fashion dan interiornya, Yuni mengaku lebih suka gaya modern, chic, urban, warm and understated elegantsegala sesuatu yang tidak berlebihan. Untuk pameran interior The Colors of Indonesia beberapa waktu lalu, designer interior muda kenamaan Yuni Jie mengembangkan detail desain ruangan perpustakaan (juga ruang kerja) dari warna kunyit yang sederhana. Ini adalah hal yang cukup baru bagi Yuni Jie, yang biasanya berkiblat pada desain yang lebih modern. “Di ruang baca ini saya menerapkan banyak sekali elemen-elemen khas Indonesia. Tapi dengan cita rasa
internasional,” jelas Yuni Jie (seperti yang bisa disimak dalam video). Memulai dari warna kunyit itu, lulusan Cornish College of The Arts Seattle dan Pratt Institute New York ini kemudian menyelaraskan kehangatan pola warna itu dengan earth tone yang lain, seperti coklat, taupe, abuabu, black, dan beberapa gradasi coklat yang lain. Elemen khas Indonesia lain di ruangan itu antara lain partisi dengan motif kawung, meja tulis yang mirip meja lurah yang berkesan antik tapi juga mewah, dan penyimpanan buku yang terinspirasi dari rumah joglo. Penambahan art work yang berupa foto menjadi pelengkap keindahan ruangan. Yuni Jie adalah sedikit dari designer interior Tanah Air yang selain aktif berkarya lewat desain-desainnya, namun juga lumayan rajin merilis buku-buku interior. So, she’s an interior designer, a writer, a mother, and a wife dalam waktu yang sama. Kedengarannya sibuk sekali, ya. Dan fakta bahwa ia selalu mengeksekusi semuanya dengan memasukan elemen style barangkali menjadi keistimewaan perempuan yang gemar travelling itu. 2. Anita Boentarman Kegemaran akan traveling membawanya melihat berbagai tempat dan ragam budaya di dunia. Dari seringnya berkunjung ke Eropa dan Amerika, wanita yang gemar berolahraga ini tertarik dengan aktivitas yoga yang berkembang di sana. Pengalaman itu menjadi awal kecintaannya terhadap yoga. Anita Boentarman mungkin lebih banyak dikenal sebagai seorang desainer interior dan pemilik showroom Millenia di Jalan Bangka, Kemang. Ia banyak merancang penataan interior ruang hunian seperti apartemen dan rumah hingga ruang hunian komersil seperti hotel. Namun kali ini wanita kelahiran 32 Rajab ini lebih antusias bercerita tentang cinta keduanya selain dunia interior, yaitu yoga. Di negara-negara maju, yoga sudah sangat berkembang dan mengalami evolusi. Olahraga dan jiwa asal India ini tidak lagi selalu lekat dengan unsur dan imej-imej tradisional.
Hal itu pula yang membuat yoga tumbuh pesat di kalangan pesohor dan orang-orang penting di negara-negara Barat. Madonna, salah satu artis yang menjadi praktisi yoga (yogist) di awal perkembangannya di dunia Barat “Sebagai orang yang gemar berolahraga, saya juga awalnya meragukan kehandalan yoga sebagai olahraga. Saya termasuk orang yang sulit berkeringat walau sudah treadmill cukup lama. Lalu saya mencoba Asthana Yoga dan ternyata ini bisa membuat saya berkeringat,” buka Anita. Sepulangnya ke tanah air, ia sangat bersemangat untuk mengenalkan olahraga ini ke masyarakat, khususnya Jakarta. “Saat itu yoga belum banyak dikenal. Ia lebih dikenal sebagai olahraga tradisional India dan bagi yang ingin belajar biasanya mengunjungi pusat kebudayaan India atau dari kegiatankegiatan di kedutaannya. Tidak ada tempat apalagi studio yoga. Bahkan tidak sedikit yang menganggapnya sebagai bagian dari kegiatan keagamaan,” jelas Anita. Dengan penuh semangat, ia bersama beberapa orang sahabat memulai “misi yoga” ini dengan mencari seorang trainer yoga yang sudah bersertifikat. Lalu ia bertemu dengan seorang ekspatriat, jurnalis asal Inggris, yang memenuhi kualifikasi tersebut. Akhir dari misi awal ini adalah dibukanya sebuah studio yoga pertama di Jakarta yang bernama Rumah Yoga di 2003. - Yoga Philosophy in Design: “Saya mencintai yoga, tapi sepertinya saya terlalu sibuk untuk mengejar tingkat sebagai seorang trainer bersertifikat. Untuk mendapatkan
sertifikat tersebut diperlukan waktu yang cukup panjang untuk melakukan yoga secara intensif,” aku Anita. Banyak filosofi yoga yang bisa ia terapkan ke dalam pekerjaannya sebagai seorang desainer interior. Sejak mengenal yoga, desain-desain Anita semakin menitikberatkan pada esensi dan fungsi dari suatu benda, dibanding harus terlihatextravaganza. Namun ia tidak menemukan kesulitan untuk mencapai kedua hal tersebut. Desain yang “wow” tidak selalu dangkal bila dirancang dengan baik. “Sejak melakukan yoga, saya jadi lebih mudah mendapatkan ide-ide. Seringkali saat latihan, terlintas sebuah ide, lalu saya harus buruburu mencatatnya saat selesai latihan agar tidak lupa,”kenangnya tertawa. International Yoga Festival: Walau sangat mencintai yoga, Anita tetap mengutamakan desain sebagai aktivitas utamanya. “Desain adalah bagian dari diri saya, sementara Yoga adalah hobi saya” ujarnya mantap. Tidak setengah-setengah dalam menjalankan hobinya, bersama dengan teman-teman pecinta yoga menggagas sebuah event berjudul Jakarta International Yoga, Healing & Wellbeing Festival. Kerja kerasnya tidak sia-sia. Event yoga berskala internasional pertama di Indonesia ini mendulang sukses di tahun pertamanya di 2010. Kesuksesan itu berlanjut pada event-event tahun selanjutnya. Melihat bagaimana keuletan Anita dalam mengembangkan hobinya, tentu membuat kita antusias melihat bagaimana hasil desain-desainnya.
Hanna Florensia K (41416078)
3. Shirley Gouw Shirley Gouw, desain ruang keluarga, dengan inspirasi terung susu warna jingga. Shirley Gouw menampilkan ruang keluarga yang terinspirasi dari tanaman khas Indonesia, yaitu terong susu, yang menyublimasi dalam linen, wallpaper rumput laut, serta leather flooring yang saling bersenyawa satu sama lain hingga menghasilkan perpaduan nan elegan. Dalam pameran tersebut, desainer lulusan Inchbald School of Design di London dan Parsons School of Design di New York harus mendandani living room berbentuk ‘L’. Penataan yang ia lakukan bisa menjadi contekan buat kita, calon pemilik rumah baru ataupun yang akan me-redesign rumah, jika menghadapi lanskap rumah seperti ini. “Untuk menyiasati ruangan dengan bentuk seperti ini, saya membuat foyer di bagian depan sebagai ruang peralihan sebelum tamu memasuki living room,” Shirley berbagi tips. Untuk setiap ruangan yang ia desain, Shirley tak pernah luput memberikan satu sentuhan yang menjadi ciri khasnya, stylish, elegan, dan fungsional.
Chandelier yang bergantung pada foyer depan dan living room menegaskan kesan modern pada ruangan yang didesainnya. Namun, helaian kain bermotif (mirip) batik yang ia letakkan begitu saja pada sofa membuat konsep modern minimalis mendapat sedikit sentuhan tradisional khas Indonesia. Selain itu, penambahan warna abu-abu yang digunakan pada wallpaper dan juga warna sofa, membuat ruangan dengan nuansa cheerfull ini menjadi sedikit lebih hangat dan mempertegas kesan elegan. Sangat bisa diaplikasikan untuk kamu yang berencana mendesain hunianmu akhir tahun ini. Selly Hamdi (41416113)
4. Ivon Xue Ivon Xue, kelahiran Semarang 1984 ini, memulai kariernya sebagai desain interior di 2006. Dia meraih gelar Sarjana dari Universitas Kristen Petra Surabaya. Teori desain Xue tujuan utamanya, mendesain meliputi fungsi dan estetika. Dia menarik inspirasi dari gaya modern dan menggabungkan ide-ide klien dengan visi pakar sendiri, menciptakan ruang yang mencerminkan kehidupan mereka dan gaya hidup sendiri. Semenjak kecil, Xue mempunyai bakat suka menata lemari, sofa dan bendabenda lainnya di rumahnya. Hal ini dirasakan kedua orangtua Xue, mereka merasa anaknya mempunyai jiwa seni tinggi.
Dulu orangtuanya berpikir, anaknya akan menjadi arsitek, karena jurusan desain interior masih belum banyak seperti sekarang. Setelah saatnya kuliah, ternyata jurusan desain interior sudah ada, maka Xue masuk jurusan itu. Saat kuliah, Xue banyak terinspirasi Tadao Ando, arsitek Jepang yang menurutnya, mempunyai konsep sangat simpel, tapi sangat melekat di karyakaryanya. Semuanya mempunyai fungsi yang baik. Bila seseorang memperhatikan karyanya, langsung tahu kalau itu karya Tadao Ando. Hal inilah yang sedikit banyak menjadi inspirasi Xue untuk membuat karyanya di beberapa proyek desain interior. Lulus 2006 sebagai desainer interior, Xue bekerja di PT Bias Tekno Art Kreasindo (Sardjono Sani). Di sini Xue banyak mendapatkan pengalaman berharga tentang desain, idealisme seorang desainer dan memahami keinginan klien agar tercapai apa yang direncanakan. Dua tahun di kantor ini, Xue pindah ke kantor biro arsitek lain di kawasan Kelapa Gading. Xue mendapat tantangan lebih besar, mengerjakan proyek food court dan private residential. Akhirnya Xue mendirikan kantor sendiri yang diberi nama Xue Design di 2010. Kini Xue banyak menangani berbagai proyek interior kantor, rumah dan apartemen. Semua karyanya sudah banyak dipublikasikan di media terkemuka di Indonesia (Laras – Home living – Skala + - Rumahku – Idea – Elle – Dewi – Kartini – Femina – Home Diary). ”Sebagai profesional di bidang desain interior, desain yang baik, yang dapat memenuhi semua keinginan klien. Tidak lupa juga untuk menerjemahkan karyanya kedalam desain yang sesuai dengan idealisme owner dan desainer interior,” jelas Xue. Hasil karya dari Ivon Xue: a. Alam Sutera Residence 1 (Copyright © 2012 PT Dempsey Nusantara. All Rights Reserved.)
b. Mutiara Kedoya, Jakarta (http://architizer.com/projects/house-in-mutiarakedoya/media/422383/)
c. Pantai Indah Kapuk Residence (http://www.dempseynusantara.com/index.php/portfolio_detail/index/51 )
Desain yang digunakan Ivon Xue menyatu dengan lingkungan alami dan mengadaptasi dari suasana tropis yang dimiliki oleh Indonesia. Konsepnya adalah modern-tropis dengan banyak bukaan yang mampu memaksimalkan keterpaduan antara indoor dan outdoor. Karakteristik yang mencirikan desain dari Ivon Xue ini adalah kesan ramah dan menyatu dengan lingkungan sekitar. Penggunaan lantai parket dan marble, memberikan kesan harmonis yang mengalir didalam ruangan yang ditata, dan menegaskan perbedaan antara area public dan area privasi. Penggunaan warna-warna beige pada dinding, begitu juga dengan penataan asesoris dan perabotan aksen yang dimainkan mampu memperkuat kesan tropical. Pengaplikasian aturan Feng Shui dari awal perancangan dalam memilih material, ornament, dan furniture membuat ruangan yang didesainnya memiliki energy positif untuk kebaikan (keberuntungan) penghuni. Tidak hanya ada pengaruh dalam psikologi, ruangan yang didesainnya memiliki spirit dan karisma. Kristin Diany Ang (41416113)