PROPOSAL RISET AGROINDUSTRI PENGARUH PENAMBAHAN PEPAYA (Carica papaya L) TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORI SELAI BUAH CIPLUKAN (Physalis angulata L)
Oleh : ARISYA APILIA 1506355
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2019
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN PROPOSAL RISET AGROINDUSTRI
Judul Riset Agroindustri
: Pengaruh Penambahan Pepaya (Carica papaya L) Terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Sensori Selai Buah Ciplukan (Physalis angulata L)
Nama Mahasiswa
: Arisya Apilia
NIM
: 1506355
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Shinta Maharani, S.T.P, M.Sc. NIP. 198903302015042002
Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri
Dr. Yatti Sugiarti, M.P NIP. 19631207199303200
PENDAHULUAN Ciplukan (Physalis angulata L.) adalah tanaman yang umumnya tumbuh liar dan subur di dataran rendah. Dalam penelitian Murali (2013) menyatakan bahwa, pada bagian buah ciplukan kaya akan zat aktif flavonoid dengan persentase ekstrak buah dalam 100 μg/ml ekstrak adalah 26%. Ciplukan memiliki kelebihan dan manfaat diataranya untuk mengobati epilepsi, masalah saluran seni dan liver. Ciplukan mengandung banyak vitamin C, asam stearat dan senyawa flavonoid, oleh sebab itu ciplukan sering dijadikan obat herbal (Effendi & Widiastuti, 2014). Menurut Mundari (2016) buah ciplukan sebenarnya sudah dimanfaatkan oleh sebagian kecil masyarakat, baik dengan cara dikonsumsi segar ataupun dibuat jus serta dibuat menjadi manisan. Namun produk olahan dari buah ciplukan masih dirasa kurang dikembangkan, sehingga perlu dilakukan inovasi pengembangan produk. Salah satu pengembangan produk yang berasal dari buah ciplukan adalah selai buah ciplukan. Selai merupakan produk makanan yang berbentuk setengah padat dan dibuat dari campuran gula dan buah. Jenis selai yang umum beredar di pasaran adalah selai oles (Agustina dan Handayani, 2016). Komponen utama pembuatan selai yaitu pektin, gula dan asam. Karakteristik selai buah adalah rasa yang khas dan tekstur gel yang sempurna. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan produk buah ciplukan dengan kajian formulasi pembuatan selai buah ciplukan dimana akan divariasikan pada konsentrasi penambahan pepaya sebagai pengganti pektin. Menurut Astuti (2008) seluruh bagian tanaman pepaya mengandung pektin, kandungan pektin terbesar pada bagian buah. Pektin merupakan bahan pembentukan gel untuk memodifikasi tekstur selai. Jumlah pektin yang ideal untuk pembuatan selai berkisar 0,75%1,5%. Berdasarkan hasil penelitian Anggareni (2012) kandungan pektin buah pepaya antara 0,73%-0,99%, sehingga dapat dijadikan sebagai pengganti pektin komersial dalam pembuatan selai. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat melihat pengaruh dari konsentrasi pepaya yang ditambahkan terhadap karakteristik fisikokimia dan sensori selai buah ciplukan serta dapat dimanfaatkan oleh para petani ciplukan
khususnya oleh SMK PP Negeri Tanjungsari dalam mengolah selai buah ciplukan. Penelitian kali ini dilakukan kajian mengenai pengaruh penambahan pepaya (Carica papaya L) terhadap karakteristik fisikokimia dan sensori selai buah ciplukan (Physalis angulata. L). Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan pepaya terhadap karakteristik fisikokimia dan sensori serta mengetahui konsentrasi penambahan pepaya terbaik dalam pembuatan selai buah ciplukan.
TINJAUAN PUSTAKA Ciplukan Ciplukan atau sering juga disebut ceplukan (Physalis angulata L.) adalah tumbuhan asli Amerika yang kini telah tersebar secara luas di daerah tropis dan subtropis dunia. Tumbuhan ciplukan (Physalis angulata L.) merupakan tumbuhan liar yang tumbuh dengan subur di dataran rendah sampai ketinggian 1.550 meter di atas permukaan laut (Monikwati, 2011). Buah ciplukan berbentuk bulat oval, dengan diameter berkisar 14 mm, berwarna kehijauan muda hingga kekuningan, terbungkus dalam kelopak mengelumbung. Selain itu, buah ini memiliki biji-biji halus didalamnya berwarna keputihan yang diselimuti serat halus dan juga buah ini memiliki rasa asam manis. Tumbuhan ini dapat ditemukan di kebun, tegalan, tepi jalan, semak, dan tepi hutan (Khotib, 2018).
Gambar 1. Buah Ciplukan Sumber : resepkoki.id Adapun menurut Tjitrosoepomo (1991), klasifikasi Ciplukan (Physalis angulata Linn.) dalam sistematika tumbuhan adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Solanales
Famili
: Solanaceae
Marga
: Physalis
Spesies
: Physalis angulata Linn.
Ciplukan belum begitu dikenal sebagai tanaman obat di Indonesia, akan tetapi di Amerika Latin, Selandia Baru dan Australia, Ciplukan sudah amat dikenal sebagai tanaman obat, bahkan di keringkan, diolah dan dijadikan sebagai makanan kecil yang kemudian diekspor ke berbagai negara (Januario, 2000). Ciplukan (Physalis angulata L.) mengandung saponin, flavonoid (luteolin), polifenol, alkaloid, steroid, vitamin C, asam palmitat, dan asam stearat (Edeoga et al. 2005). Tanaman ciplukan bersifat analgetik (penghilang nyeri), detoksikan (penetral racun) serta pengaktif fungsi kelenjar-kelenjar tubuh. Saponin dan alkaloid yang terkandung dalam ciplukan memberikan rasa pahit dan berkasiat sebagai anti tumor dan menghambat pertumbuhan kanker, terutama kanker usus besar (Lin et al. 1992; Bastos et al. 2006). Ekstrak etanol ciplukan memiliki aktivitas antibakteri (Nayeemulla et al. 2006). Kandungan gizi yang terdapat pada buah ciplukan dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Kandungan gizi buah ciplukan/100 g No. Komponen 1. Kadar air 2. Protein 3. Lemak 4. Karbohidrat 5. Serat 6. Kadar abu 7. Kalsium 8. Fosfor 9. Zat besi 10. Karoten 11. Tiamin 12. Riboflavin 13. Niasin 14. Vitamin C Sumber : Ramadhan, MF (2011) Efek
antioksidan
dari
Kandungan (g) 78,9 0,05 0,15 19,6 4,9 1,0 8,0 55,3 1,2 1,6 0,1 0,03 1,7 43 flavonoid
yang
ditemukan
di
Physalis angulata Linn. dapat meningkatkan proses regenerasi yang disebabkan oleh radikal bebas dengan cara mensintesis substrat kompetitif untuk lipid tak jenuh dalam membran dan mempercepat mekanisme perbaikan membran sel yang
rusak. Physalis angulata Linn. juga mengandung komponen aktif physalins, withanolides, phytosterols dan polyunsaturated fatty acids misalnya asam linoleat dan asam oleat yang memberi sifat antioksidan dan hipokolesterolemik (Tammu dan Ramana 2012). Pemanfaatan
buah
ciplukan
masih
belum
terlalu
banyak
dan
dikembangkan, dikarenakan masyarakat secara umum masih dianggap hanya sebagai tanaman herbal yang tumbuh liar. Menurut Mundari (2016) buah ciplukan sebenarnya sudah dimanfaatkan oleh sebagian kecil masyarakat, baik dengan cara dikonsumsi segar ataupun dibuat jus serta dibuat menjadi manisan. Menurut penelitian dari (Sulistyowati, Arinanti, & Ngaisyah), ciplukan dapat diolah menjadi selai dan sirup, pada pengujian sifat sensori dan berdasarkan tingkat kesukaanya, olahan ini memiliki tingkat kesukaan 55,85% pada selai dan 44 % pada sirup. Selai Buah Selai adalah suatu bahan pangan semi padat yang dibuat tidak kurang dari 45 bagian berat buah yang dihancurkan dengan 55 bagian berat gula. Selai terbuat dari bubur buah, serat dan sari buahnya diikutkan dalam proses pembuatan selai. Campuran antara bubur buah dan gula dikentalkan sampai mencapai kadar zat padat terlarut tidak kurang dari 65% (Latifah, 2012). Syarat utama yang harus dipenuhi dalam proses pengolahan makanan semi padat seperti selai adalah ketersediaan kandungan pektin. Pektin berfungsi sebagai pembentuk gel pada pembuatan selai. Jumlah pektin yang ideal untuk pembuatan selai berkisar antara 0,75%-1,5% (Fachruddin, 2002). Menurut Winarno (2001), pektin merupakan bahan alami yang terkandung di dalam buahbuahan, kandungan pektin di dalam buah umumnya lebih tinggi pada saat buah mature, dan akan menurun pada saat buah matang penuh (ripe). Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan selai antara lain pengaruh panas dan gula pada pemasakan, serta keseimbangan proporsi gula, pektin, dan asam (Latifah, 2012). Menurut Yuliani (2011), tujuan penambahan gula dalam pembuatan selai adalah untuk memperoleh tekstur, penampakan dan flavor yang ideal. Selain itu dalam pembuatan selai, gula berperan penting sebab berkaitan dengan pembentukan gel pektin di dalamnya. Pembentukan selai
terjadi hanya dalam satu rentang pH yang sempit, dimana pH optimum yang dikehendaki dalam pembuatan selai berkisar 3,10 – 3,46 (Fachruddin, 2002). Kriteria mutu selai yang ditetapkan oleh pemerintah dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini: Tabel 2.2 Syarat mutu selai menurut SNI 3746-2008 No. Kriteria Uji Satuan 1. Keadaan 1.1 Aroma 1.2 Warna 1.3 Rasa 2. Serat Buah 3. Padatan terlarut % Fraksi Massa 4. Cemaran Logam 4.1 Timah (Sn) 5. Cemaran Arsen (As) mg/kg 6. Cemaran Mikroba 6.1 Angka Lempeng Total Koloni/g 6.2 Bakteri Coliform APM/g 6.3 Staphylococcus aureus Koloni/g 6.4 Clostridium sp. Koloni/g 6.5 Kapang/Khamir Koloni/g Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2008)
Persyaratan Normal Normal Normal Positif Minimal 65 mg/kg Maksimal 250,0 Maksimal 1,0 Maksimal 1x10 <3 Maksimal 2x10 < 10 Maksimal 5x10
Pembentukan selai terjadi hanya dalam satu rentang pH yang sempit (Susanto, 1993). pH optimum yang dikehendaki dalam pembuatan selai berkisar 3,10 – 3,46. Apabila terlalu asam akan terjadi sineresis yakni keluarnya air dari gel sehingga kekentalan selai akan berkurang bahkan sama sekali tidak terbentuk gel (Fachruddin, 2002). Proses pembuatan selai memerlukan kontrol yang baik. Pemasakan yang berlebihan akan menyebabkan selai menjadi keras dan kental, sedangkan jika pemanasan kurang akan menghasilkan selai yang encer. Pembuatan selai biasanya dilakukan pada titik didih 103o-105oC. Akan tetapi, titik didih ini dapat bervariasi menurut buah atau perbandingan gula (Wiraatmadja, 1988). Menurut Buckle et al (1987) struktur khusus dari produk selai buahbuahan disebabkan karena terbentuknya kompleks gel pektin-gula-asam. Mekanisme pembentukan gel dari pektin-gula-asam air adalah bahwa dalam satu substrat buah-buahan asam, pektin, adalah koloid yang bermuatan negatif. Gula
yang ditambahkan pada proses ini akan berpengaruh terhadap keseimbangan pektin-air yang ada, juga menghilangkan kemantapan pektin. Pektin akan mengalami penggumpalan dan membentuk serabut halus, struktur ini mampu menahan cairan. Kadar pektin dalam jumlah yang banyak dapat menentukan tingkat kontinuitas dan kepadatan serabut-serabut yang terbentuk. Pepaya (Carica papaya L.) Buah pepaya (Carica papaya L.) merupakan buah yang memiliki kandungan serat, sehingga baik dikonsumsi oleh kalangan muda hingga lanjut usia. Buah pepaya mudah didapat dan dinikmati dengan harga yang terjangkau (Kumalaningsih, 2006). Buah pepaya yang berbuah tiap tahun dan musiman ini keberadaanya sangat mudah kita temukan baik di pasar, supermarket atau penjual buah-buahan segar yang ada di lingkungan tempat tinggal kita. Buah pepaya yang rasanya enak, manis dan menyegarkan ini memiliki banyak kandungan yang sangat berguna untuk kesehatan. Kandungan yang dimiliki buah pepaya yaitu protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C dan air (Kurniawan, 2012). Menurut Astuti (2008) Klasifikasi tanaman pepaya dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dycotyledoneae
Ordo
: Caricales
Famili
: Caricaceae
Genus
: Carica
Spesies
: Carica papaya L
Karakteristik fisik buah pepaya berhubungan dengan kekerasan atau tekstur. Menurut Winarno (2001), kandungan pektin di dalam buah umumnya lebih tinggi pada saat buah mature dan akan menurun pada saat buah ripe. Kandungan zat pektin didalam buah akan mempengaruhi kekerasan atau tekstur buah tersebut. Selama proses pematangan buah, zat pektin akan terhidrolisa menjadi komponen-komponen larut air sehingga total zat pektin akan menurun
dan komponen larut air akan meningkat jumlahnya yang mengakibatkan buah menjadi lunak (Muchtadi dan Sugiono, 2002). Pektin merupakan bahan pembentukan gel untuk memodifikasi tekstur selai. Jumlah pektin yang ideal untuk pembuatan selai berkisar 0,75%-1,5%. Pektin yang digunakan pada penelitian ini dari buah pepaya. Menurut Astuti (2008) seluruh bagian tanaman pepaya mengandung pektin, kandungan pektin terbesar pada bagian buah. Berdasarkan hasil penelitian Anggareni (2012) kandungan pektin yang terdapat pada buah pepaya adalah 1,32 gram per 70,6 gram berat tepung ekstrak buah pepaya. Kandungan pektin buah pepaya antara 0,73%-0,99%, yang dapat dijadikan sebagai pengganti pektin komersial dalam pembuatan selai. Sedangkan menurut Sudibyo (1979) pektin pada daging buah pepaya adalah 0,88 – 2,03% tergantung varietas nya, kandungan pektin pada pepaya tersebut cukup untuk menghasilkan gel yang baik.
METODOLOGI Bahan dan Alat Penelitian Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah ciplukan jenis peruviana yang tergolong kepada jenis ciplukan berasal dari benua amerika yang diperoleh dari SMK PP Negeri Tanjungsari selaku instansi pendidikan yang membudidayakan tanaman ciplukan. Bahan tambahan dalam pembuatan selai ciplukan adalah buah pepaya mengkal, dan menggunakan gula pasir yang diperoleh dari toko. Bahan yang digunakan dalam analisis kimiawi adalah larutan amilum 1%, aquadest, indikator pati, Larutan iodium, larutan luff schrool, larutan KI 20%, H2SO4 25% , Na2S2O3., indikator pati 1%, dan K2Cr2O7 0,1 N Alat-alat yang digunakan dalam membuat selai buah ciplukan adalah pisau, neraca digital, baskom, pengaduk, panci, kompor, botol jar dan termometer kaca. Sedangkan alat yang digunakan dalam analisis kimiawi selai buah adalah pH meter, viskometer, hand refraktometer, labu ukur, kertas saring, erlenmeyer 100 dan 250 ml, pipet tetes, buret, statif, gelas arloji, neraca analitik, labu takar 250 ml, hotplate, cincin refluks, dan kondensor. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan di laksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Laboratorium Instrumen dan Laboratorium Pengawasan Mutu Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 2 bulan yaitu di bulan Januari 2019 dan Februari 2019. Metode Penelitian Penelitian yang akan dilaksanakan mengggunakan Metode Penelitian Eksperimen dan teknik pengolahan data jenis Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini menggunakan satu jenis faktor yaitu variasi konsentrasi pepaya yang terdiri atas 3 taraf konsentrasi pepaya yakni 20%, 30%, dan 40%. Percobaan ini akan dilakukan dengan ulangan perlakuan sebanyak 2 kali dan ulangan analisis sebanyak 3 kali (triplo), sehingga terdiri atas 18x percobaan setiap satu pengujian. Dalam pengambilan kesimpulan, percobaan ini akan mengacu pada perhitungan tabel sidik ragam yang dapat dilihat pada Tabel 3.2
Tabel 3.1 Desain Eksperimen Konsentrasi Pepaya (20 %) (30 %) (40 %)
Ulangan 1
Ulangan Analisis Ulangan 2
Ulangan 3
Tabel 3.2. Tabel Sidik Ragam FK DB Perlakuan Galat Total
nperlakuan − 1 (dbtotal ) − (dbperlakuan ) (n perlakuan × n ulangan) −1
(𝚺𝐭𝐨𝐭𝐚𝐥)𝟐 𝐏𝐞𝐫𝐥𝐚𝐤𝐮𝐚𝐧 × 𝐮𝐥𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 JK KT JK perlakuan ΣY 2 perlakuan – FK db perlakuan n ulangan JK Galat JKtotal − Jkpanelis db Galat Jumlah kuadrat total – FK = ΣY 2 − FK
Fhitung
Ftabel
KTperlakuan KT Galat
Tingkat error : 1% dan 5%
Keterangan : bila f hitung > f tabel, maka dilakukan uji lanjut (uji duncan). Tahapan Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan selai buah ciplukan, tahap kedua adalah analisis karakteristik organoleptik menggunakan uji hedonik serta mutu hedonik dan analisis karakteristik fisikokimia selai buah ciplukan.
1.
Pembuatan Selai Buah Ciplukan (Pandiagan dkk, 2017) Buah Ciplukan
Pengupasan dan Pencucian Pepaya Air 10%
Penghancuran dengan Blender selama 3 menit
Puree Buah Ciplukan
Gula 40 %
Pengupasan dan Pencucian
Penghancuran dengan Blender selama 3 menit
Pencampuran dengan Blender selama 1 menit
Puree Pepaya (20%, 30%, 40%)
Pemanasan (Suhu 103o – 105oC, selama 20 menit)
Selai Buah Ciplukan
Uji Hedonik dan mutu hedonik Viskositas Derajat pH TPT Vitamin C Kadar Gula pereduksi
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Selai buah ciplukan (Modifikasi: Pandiagan dkk, 2017)
Air 40%
2.
Analisis karakteristik sensori dan fisikokimia selai buah ciplukan
Pengujian Sensori a.
Uji Organoleptik Analisis yang digunakan yaitu uji hedonik. Uji hedonik merupakan
pengujian yang dilakukan apabila uji didesain untuk mengetahui tingkat kesukaan maupun ketidaksukaan panelis terhadap produk yang diujikan. Pengujian dilakukan pada warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pada pengujian hedonik kali ini, dicantumkan skala hedonik dengan skala 1-5 yaitu (1 = sangat tidak suka), (2 = tidak suka), (3 = suka), (4 = sangat suka) dan (5 = sangat suka sekali). (Setiyaningsih & Apriyanto, 2010). Uji mutu hedonik merupakan merupakan pegujian yang menyatakan kesan tentang baik atau buruk panelis terhadap produk yang di ujikan. Pada pengujian mutu hedonik kali ini, dincantumkan kritera diantaranya warna, aroma, rasa, dan daya oles (tekstur). Untuk warna yaitu (1 = coklat pekat), (2 = coklat), (3 = kuning kecoklatan), (4 = kuning), untuk aroma (1 = beraroma ciplukan dan pepaya), (2 = agak beraroma ciplukan), (3 = beraroma ciplukan,) (4 = sangat beraroma ciplukan), untuk rasa yaitu (1 = berasa pepaya), (2 = agak berasa pepaya), (3 = berasa ciplukan), (4 = sangat berasa ciplukan), untuk tekstur (1 = tidak kental), (2 = agak kental), (3 = kental), (4 = sangat kental), untuk daya oles (1 = sulit dioles), (2 = agak sulit dioles), (3 = mudah dioles), (4 = sangat mudah dioles). Pengujian ini dilakukan dengan cara meminta 15 panelis untuk mengamati karakteristik sensori produk satu persatu dari setiap sampel. Terdapat 3 sampel dengan variasi konsentrasi pepaya yang berbeda-beda dan diberi kode yaitu untuk konsentrasi pepaya 20% (P1), 30% (P2) dan 40% (P3), utamanya produk dengan pengujian secara independen, tanpa ada campur tangan pihak lain yang dapat mempengaruhi penilainnya. Pengujian Fisikokimia a. Analisis Viskositas dengan menggunakan Viskometer (Ramadhan, 2016) 1. Memasukan 100 ml sampel kedalam gelas kimia sampai tanda batas dan diaduk terlebih dahulu
2. Memasukkan bandul (spindel) dengan ukuran yang sesuai kedalam sampel yang akan diukur kekentalannya 3. Mengatur batang pengaduk spindel berdasarkan nomor spindel 1,2,3,4 4. Menyalakan alat viskometer 5. Mencatat nilai yang ditunjukkan oleh alat tersebut berdasarkan spindel yang digunakan 6. Nilai viskositas dicatat dalam satuan mPas b. Analisis pH dengan pH meter (Sudarmaji, Suhardi, & Haryono, 1997) Prosedur : 1. 10 ml sampel dimasukan dalam beaker glass. 2. pH meter dikalibrasi menggunankan larutan buffer pH 4 dan pH 7 dan pH 10 (asam-netral-basa). 3. Bilas elektroda menggunakan aquades dan dikeringkan menggunakan tissue 4. Celupkan elektroda pada sampel dan set pengukuran pH 5. Biarkan elektroda tercelup beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil. 6. Lakukan kalibrasi setiap pergantian sampel. c. Analisis Total Padatan Terlarut (Pertiwi, 2014) 1. Siapkan sampel dan alat Hand Refraktometer. 2. Teteskan sampel pada prisma refraktometer. 3. Lihat hasil pengukuran dengan membaca skala yang tertera pada refraktometer. d. Analisis Vitamin C dengan Uji Iodium (Pertiwi, 2014) Uji Vitamin C Awal 1. Sampel di timbang sebanyak 200-300 gram dan dihancurkan sampai menjadi bubur. 2. Timbang sampel sebanyak 10-30 gram, kemudian masukan ke dalam labu ukur 100 ml. 3. Tambahkan aquades sampai tanda batas pada labu ukur. 4. Homogenkan sampel dan di saring menggunakan kertas saring.
5. Ambil filtrat sebanyak 25 ml dan di masukan ke dalam erlenmeyer 100 ml. 6. Tambahkan indikator 1% sebanyak 1 ml ke dalam filtrat atau bisa juga menggunakan indikator pati sebanyak 3 tetes. 7. Lakukan titrasi denan larutan iodium standar 0.01 N sampai terjadi perubahan warna ungu yang stabil. 8. Lihat ml iod yang tertara pada buret untuk dilakukan perhitungan sebagai beriku : Vit. C mg/100g =
𝑚𝑙 𝐼𝑜𝑑 𝑥 0.88 𝑥 𝑓𝑝 𝑥 100 % 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
Uji Vitamin C Akhir 1. Ambil 25 g sampel (g) 2. Masukan ke dalam labu ukur 100 ml 3. Tambahkan indikator pati 1% sebanyak 3 tetes 4. Lakukan titrasi dengan iodium 0.01 N saai terjadi perubahan warna ungu yang stabil 5. Lihat ml iod yang tertara pada buret untuk dilakukan perhitungan sebagai berikut : Vit. C mg/100g =
𝑚𝑙 𝐼𝑜𝑑 𝑥 0.88 𝑥 100 % 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
e. Penentuan kadar gula pereduksi metode Luff Schrool (Amir, 2017) 1. Ambil sampel sebanyak 2 gram ditimbang menggunakan neraca analitik. 2. Masukan ke dalam labu takar 250 ml dan ditambahkan air aquades hingga batas tanda (tera). 3. Masukan larutan luff schrool sebanyak 25 ml ke dalam labu takar 250 ml 4. Masukan filtrat ke dalam labu takar 250 ml menggunakan pipet 10 ml. 5. tambahkan 15 ml aquadest. 6. Refluks sampai mendidih selama 10 menit. 7. Angkat dan dinginkan menggunakan air es.
8. Tambahkan 10 ml KI 20% lalu tutup erlenmeyer menggunakan alumunium foil. 9. Tambahkan 25 ml H2SO4 25% melalui dinding erlenmeyer. 10. Aluminium foil dilubangi untuk memasukan ujung buret kemudian titrasi dengan Na2S2O3 0.1 N sampai berwarna kuning muda dan warna biru hilang. 11. Lakukan penetapan blanko dengan perlakuan yang sama seperti sampel (25 ml larutan luff schrool dan 25 ml aquadest). Kadar gula reduksi =
𝑚𝑔 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 𝑥 𝑓𝑃 𝑥 𝑓𝑁 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
x 100%
-
mg keseteraan
Volume blanko – Volume sampel
-
fP
Faktor pengenceran
-
fN
Faktor normalitas Na2S2O3 0.1 N
-
ml sampel total
Volume sampel sebelum dianalisis
JADWAL PENELITIAN
No
Jenis Kegiatan
1
Pembuatan proposal Riset Agroindustri
2
Bimbingan proposal Riset Agroindustri
3
Percobaan pendahuluan di laboratorium
4
Penelitian I di laboratorium (pembuatan produk)
5
Penelitian II di laboratorium (uji fisikokimia)
6
Penelitian III di laboratorium (uji sensori)
7
Penyusunan laporan akhir penelitian
Januari 1
2
3
Februari 4
1
2
3
Maret 4
1
2
3
4
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Winda Widia dan Mustika N Handayani. (2018). Pengaruh Penambahan Wortel (Daucus carota) Terhadap Karakteristik Sensori dan Fisikokimia Selai Buah Naga Merah (Hyloreceus polyrhizus). Fortech Vol 1. (1) 2018. Universitas Pendidikan Indonesia. Amir, F. (2017). Pembuatan Permen Susu Kambing Etawa dengan Menggunakan Buah Kurma Sebagai Pengganti Gula. Jurnal Teknik, 43-50. Anggareni, Andi. (2012). Uji Kualitatif Kandungan Pektin Pada Buah. http://http://andianggarenianggi.blogspot.com/2012/09/ujikualitatifkandu gan-pektin-pada-buah (diakses Januari 2019). Astuti. (2008). Karakterisasi Sifat Fisika Kimia dan Deskripsi Flavor Buah Pepaya (Carica papaya L) Genotip IPB-3 dan IPB-6C. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Badan Standarisasi Nasional. (2008). Selai Buah SNI 01-3746-2008. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Bastos GNT. (2006). Antinociceptive effect of the aqueous extract obtained fromroots of Physalis angulata L. on mice.Journal of Ethnopharmacology. Buckle, et al. (1987). Ilmu Pangan (Terjemahan). Jakarta : UI press. Dalimartha S. (2006). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta : Puspa Swara. Edeoga, et al. (2005). Phytochemical constituents of some Nigerian
medicinal
plants. African Journal of Biotechnology. Effendi, M., & Widiastuti. (2014). Identifikasi Aktivitas Imunoglobulin M (IG.M) Ekstrak Etanol Daun Ciplukan terhadap Mencit. Jurnal Kesehatan, 31. Fachrudin, Lisdiana. (2002). Membuat Aneka Selai. Yogyakarta: Kanisius. Januario. (2000). Antimycobacterial Physalins from Physalis angulata L. (Solanaceae), Phytotherapy Res. Khotib, Iqbalulloh Miftahul. (2008). Pengaruh Lama Fermentasi dan Variasi Konsentrasi Sari Buah Ciplukan (Physalis angulata Linn.) Terhadap Aktivitas Antioksidan, Total Bakteri Asam Laktat dan Mutu Kimia Kefir
Air Sari Buah Ciplukan (Physalis angulata Linn.). Malang : Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Kumalaningsih, S. (2006). Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas Sumber Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolahan. Surabaya : Trubus Agrisarana. Kurniawan, Agustiawan. (2012). Proses Produksi Selai Pepaya Sebagai Diversifikasi Produk Olahan Pangan. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Surakarta. Latifah, R. Nurismanto, dan C. Agniya. (2012). Pembuatan Selai Lembaran Terong Belanda. Fakultas Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Jawa Timur. Muchtadi, T. R., Sugino, dan F. Ayustaningwarno. (2010). Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung : Alfabeta. Mundari, Riyasih dkk. (2016). Proposal PKM Si Budi Cipinkom Produksi Budidaya Ciplukan Secara Intensif dan Komersial. Universitas Sebelas Maret. Murali Krishna T (2013). In Vitro Determination Of Antioxidant Activity Of Physalis Angulata Lnn. International Journal Of Pharma And Bio Sciences.No. 3 Vol. 4.Juli 2013. hal. 541 – 549. Nayeemulla Shariff1, M. S. Sudarshana1, S. Umesha, P. Hariprasad. (2006). Antimicrobial activity of Rauvolfia tetraphylla and Physalis minima leaf and callus extracts. African Journal of Biotechnology 5:946-950 Pandiagan dkk. (2017).
Pembuatan Selai Campuran Buah Pepaya dan Buah
Terung Belanda. Jom Fakultas Pertanian, Volume 4 Nomor 2, Oktober 2017. Riau : Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pertiwi, M. F., & Susanto, W. H. (2014). Pengaruh Proporsi (Buah:Sukrosa) dan Lama Osmosis Terhadap Kualitas Sari buah Stroberi. Pangan dan Agroindustri, 82-90. Ramadhan, Fajar. (2016). Pengaruh Konsentrasi Susu Skim dan Suhu Fermentasi Terhadap Karakteristik Yoghurt Kacang Koro. Bandung : Fakultas Teknik Universitas Pasundan.
Sudarmadji, S., Suhardi, dan B. Haryono. (1984). Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty. Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. (1997). Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Sudarsono. (2002). Tumbuhan Obat II Pusat Studi Obat Tradisional. Yogyakarta : UGM. Sudarmaji, S., Suhardi, & Haryono, B. (1997). Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Sudibyo, R. (1979). Pektin dari sisa hasil-hasil Hortikultura. Jakarta : Warta Pertanian. Sulistyowati, Y., Arinanti, M., & Ngaisyah, D. (n.d.). Uji Organoleptik dan Kandungan Zat Gizi Selai dan Sirup Buah Ciplukan. Pangan. Susanto. (1993). Pengantar Bahan Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Malang : Universitas Brawijaya. Tammu J, Ramana KV, Thalla S, Thalla SR. (2012). Anti-asthmatic activity of alcoholic extract of Physalis angulata induced by ovalbumin. Am J PharmTech Res. 2:892-897. Tjitrosoepomo G. (1991). Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Yogyakarta : Gadjah Mada. Wiraatmadja. (1988). Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian. Jakarta : Mediatama Sarana Perkasa. Winarno, FG. (2001). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Yuliani, HR. (2011). Karakterisasi Selai Tempurung Kelapa Muda. Yogyakarta : Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”.