Antasida.docx

  • Uploaded by: reikoichihara
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Antasida.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,633
  • Pages: 6
ANTASIDA

Antasida adalah golongan obat yang digunakan dalam terapi terhadap akibat yang ditimbulkan oleh asam yang diproduksi oleh lambung. Secara alami lambung memproduksi suatu asam yang disebut asam klorida yang berfungsi untuk membantu proses pencernaan protein. Asam ini secara alami mengakibatkan kondisi isi perut menjadi asam, yakni antara kisaran pH 2-3. Lambung, usus dan esophagus sendiri (yang juga terdiri dari protein) dilindungi dari kerja asam melalui beberapa mekanisme. Apabila kadar asam yang dihasilkan oleh lambung terlalu banyak maka mekanisme perlindungan ini tidak terlalu kuat / kurang kuat dalam melindungi lambung, usus dan esophagus terhadap kerja asam lambung mengakibatkan kerusakan pada organ-organ tersebut dan menghasilkan gejala seperti rasa sakit pada perut dan ulu hati terasa terbakar. Umumnya antasida merupakan basa lemah, biasanya bisa terdiri dari zat aktif yang mengandung alumunium hidroksida / karbonat, magnesium hidroksida / karbonat, dan kalsium. Terkadang antasida dikombinasikan juga dengan simetikon yang dapat mengurangi kelebihan gas. Antasida bekerja dengan cara menetralkan kondisi “terlalu” asam. Selain itu, antasida juga bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim pepsin yang aktif bekerja pada kondisi asam. Enzim ini diketahui juga berperan dalam menimbulkan kerusakan pada organ saluran pencernaan manusia. Beberapa jenis antasida tersebut memiliki perbedaan terutama dalam efek menetralkan asam lambung. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan hal ini adalah ANC (antacid neutralizing capacity). ANC disajikan dalam bentuk perbandingan mEq, dan FDA mengklasifikasikan per dosis antasida harus punya efek menetralkan asam sebesar ≥ 5 mEq per dosisnya. Antasida yang baik harus punya kemampuan penetralan yang baik dan juga cepat. Natrium bikarbonat dan kalsium karbonat memiliki kemampuan menetralkan yang terbesar tapi penggunaan jangka panjang sebaiknya dihindari karena efek samping yang mungkin dapat terjadi. Kemampuan melarut antasida dalam asam lambung berbeda-beda. Natrium bikarbonat dan magnesium oksida mempunyai kemampuan melarut yang cepat dan menghasilkan efek buffer yang relative cepat, sedangkan aluminium hidroksida dan kalsium karbonat memiliki kemampuan melarut yang agak lambat. Perbedaan lain di antara antasida adalah lama kerjanya (berapa lama antasida menghasilkan efek menetralkan asam lambung). Natrium bikarbonat dan magnesium oksida memiliki lama kerja yang pendek, sedangkan aluminium hidroksida dan kalsium karbonat memiliki lama kerja

yang lebih panjang. Kombinasi antara aluminium dan magnesium memiliki kemampuan penetralan dalam skala menengah. Antasida yang mengandung kalsium dapat mengontrol keasaman di lambung sekaligus sebagai suplementasi kalsium. Menurut klasifikasi daya absorpsi Antasida pada saluran cerna, terdiri dari dua kategori, yaitu: a. Dapat diabsorpsi, atau Absorbable: Antasida kategori ini sangat jarang digunakan secara klinis. Hal ini dikarenakan banyak efek samping obat secara sistemik. Contohnya adalah natrium karbonat atau baking soda, magnesium oksida, magnesium karbonat, kalsium karbonat, bourget mixture (campuran natrium bikarbonat, sulfat, dan fosfat), rennie mixture (campuran

kalsium

karbonat,

dan

magnesium

karbonat),

dan tums

mixture (campuran kalsium karbonat dan magnesium oksida) b. Tidak dapat diabsorpsi, atau Non-absorbable: Mayoritas obat antasida yang digunakan secara medis, adalah yang bersifat non-absorpsi ini. Contohnya adalah aluminium fosfat, aluminium hidroksida, magnesium silikat, magnesium hidroksida, kombinasi aluminium dan magnesium, serta kombinasi aluminium dan magnesium dengan kandungan zat aktif lainnya, seperti anestetik, antiflatulen, dan alginates. Antasida ini terdiri dari dua tipe yaitu yang memiliki efek sistemik dan non sistemik. a. Antasida Sistemik Antasida sistemik adalah antasida yang ion-ionnya dapat diserap oleh usus halus sehingga mengubah keseimbangan asam basa dan elektrolit dalam tubuh dan dapat terjadi alkalosis. Jenis antasida yang termasuk golongan ini adalah Na-Bikarbonat. Obat ini merupakan salah satu obat anti tukak. Unsur aktif dalam soda pengembang kue, sangat larut dan bereaksi hampir seketika dengan asam hidroklorida: NaHCO3 + HCl ↔ NaCl + H2O + CO2 Tetapi, senyawa ini sangat larut dan diabsorpsi cepat dari usus. Jadi, ia bisa meningkatkan alkalosis sistemik dan retensi cairan serta direkomendasikan untuk penggunaan jangka lama. Efek samping yang dapat terjadi yaitu kelebihan natrium menyebabkan hipernatremia dan retensi air, alkalosis metabolik karena kelebihan bikarbonat dan kelebihan sekresi asam ( asam rebound ), sehingga obat ini jarang dipakai untuk mengobati anti tukak peptik. b. Antasida Nonsistemik Antasida nonsistemik adalah antasida yang kationnya membentuk senyawa yang tidak larut dalam usus, dan tidak diabsorpsi sehingga tidak mempengaruhi keseimbangan asam basa dalam tubuh. Yang termasuk golongan ini yaitu: -

Aluminium hidroksida, bereaksi dengan asam hidroklorida dalam bentuk yang serupa:

Al(OH)3 + 3HCl ↔ AlCl3 + 3H2O Umumnya aluminium klorida yang terbentuk tak larut dan sering menyebabkan konstipasi. Ia juga mengikat obat tertentu (misalnya tetrasiklin) dan fosfat, yang mencegah absorpsinya. Efek atas absorpsi fosfat ini dimanfaatkan untuk terapi pada pasien gagal ginjal kronik dan penyakit tulang. -

Kalsium karbonat bereaksi lebih lambat daripada natrium bikarbonat, tetapi sangat efektif dalam menetralisasi asam lambung: CaCO3 + 2HCl CaCl + H2O + CO2 Tetapi, sekitar 10% kalsium klorida yang dihasilkan akan diabsorpsi dengan kemungkinan efek samping hiperkalsemia, sindroma susu-alkali dan „rebound‟ asam. Sehingga, antasida ini tidak direkomendasikan untuk pemakaian jangka lama.

-

Magnesium hidroksida bereaksi dengan asam hampir secepat natrium hidroksida: Mg(OH)2 + 2HCl MgCl2 + 3H2O Berbeda dari natrium hidroksida, magnesium hidroksida memperlambat pengosongan dari lambung, sehingga memperpanjang efek netralisasinya. Garam magnesium yang dihasilkan sukar diabsorpsi dan bersifat laksatif sehingga menimbulkan diare. Sejumlah kecil magnesium diabsorpsi, tetapi bila terdapat insufisiensi ginjal akan mengganggu ekskresinya ke urin sehingga menyebabkan hipermagnesemia.

Indikasi Penggunaan Antasida Indikasi enggunaan antasida pada keadaan : a. Ulkus lambung atau ulkus duodenum b. Gastroesophageal refluks disease, GERD c. Gastritis akut, gastroduodenitis, atau gastritis kronis d. Gastropati, disebabkan oleh obat-obat NSAIDs e. Sindrom dispepsia dan nyeri epigastric f. Diskinesia empedu g. Kolesistitis h. Pankreatitis kronis, fase eksaserbasi i. Pencegahan stress ulcer

Dosis Pemberian Antasida a. Dosis Dewasa

Cairan suspensi dikonsumsi berkisar 10─15 mL, atau satu sendok makan, atau satu sachet per kali minum. Dapat diminum tiga hingga empat kali sehari, 1-1,5 jam setelah makan. Sediaan tablet dikonsumsi sebanyak 1─2 tablet, tiga hingga empat kali per hari. Tablet hendaknya dikunyah terlebih dahulu sebelum ditelan agar terlarut baik. b. Dosis Pediatrik Pada pasien pediatrik, antasida dengan kandungan magnesium dapat digunakan untuk mengatasi dispepsia. Dosis diberikan pada usia 12─18 tahun sebanyak 2─4 tablet kunyah, tiap 6 jam per 24 jam. Antasida dengan kandungan aluminium pada pediatrik dapat digunakan untuk mengatasi ulkus peptikum, dengan dosis usia 1 bulan-1 tahun sebanyak 1─2 mL/kgBB/dosis diberikan 1─3 jam setelah makan dan malam sebelum tidur. Pada usia 1─12 tahun diberikan sebanyak 5─15 mL oral, tiap 3─6 jam, atau 1─3 jam setelah makan dan malam sebelum tidur.

Farmakodinamik Farmakodinamik antasida yang absorbable sedikit berbeda dengan yang non-absorbable. Antasida absorbable dinetralkan secara langsung oleh asam lambung. Ciri khasnya adalah onset kerja obat yang cepat guna memberikan efek terapeutik yang diharapkan. Namun, masa kerja obat ini pendek. Tingkat keasaman lambung, atau pH akan meningkat hingga 7 atau lebih dalam waktu sekitar 15─20 menit. Keadaan tersebut dapat menstimulasi hipersekresi asam lambung secara sekunder, yang disebut sebagai sindrom rebound. Hal ini biasanya terjadi pada jenis obat Antasida yang mengandung natrium hidrogen karbonat. Namun, jarang sekali terjadi pada jenis obat Antasida yang mengandung Kalsium karbonat. Jenis antasida non-absorbable memiliki keunggulan dibandingkan dengan antasida yang dapat diabsorpsi, yaitu lebih sedikit efek samping sistemik. Kapasitas buffer untuk menetralkan asam lambung juga lebih tinggi. Jenis ini mampu mengabsorpsi pepsin, sehingga aktivitas enzim proteolitik asam lambung akan berkurang. Selain daripada itu, jenis ini juga menggabungkan lisolesitin dan asam empedu, yang mana memiliki efek merusak pada mukosa gaster. Jenis antasida non-absorbable memiliki fungsi sitoprotektif melalui aktivasi sintesis prostaglandin, dimana obat ini menstimulasi sekresi musin dan bikarbonat, dan memperbaiki mikrosirkulasi. Jenis antasida ini memiliki fungsi ambient yang membentuk suatu lapisan protektif pada permukaan mukosa gaster, memiliki kemampuan untuk mengikat faktor pertumbuhan epitelial dan menempatkannya pada daerah defek ulseratif, serta secara efektif menstimulasi proliferasi sel dan angiogenesis.

Mekanisme utama obat antasida non-absorbable adalah berhubungan dengan absorpsi asam hidroklorida yang dihasilkan oleh lambung. Onset kerja obat dimulai sekitar 10─30 menit setelah menelan pil. Selanjutnya, obat ini tidak lagi memberikan efek terapeutik. Aktivitas obat dalam menetralkan asam lambung berakhir ketika pH normal tercapai, yaitu sekitar 3,0─4,0. Efisiensi obat antasida dievaluasi oleh kapasitas menetralkan asam lambung, atau yang disebut sebagai acid neutralizing capacity (ANC). ANC diukur dalam mEq kadar asam hidroklorida yang dapat dinetralkan oleh dosis standar Antasida. Untuk menaikkan pH sekitar 3,5 biasanya dibutuhkan waktu sekitar 15 menit. ANC sangat bervariasi, dan tidak sama pada berbagai jenis obat-obat Antasida. Pada dosis harian Antasida secara rata-rata, biasanya akan memberikan efek menetralkan asam lambung sekitar 200 hingga 400 mEq. ANC dianggap rendah apabila kadarnya <200 mEq/hari, dan dianggap tinggi apabila kadarnya lebih daripada 400 mEq/hari. Farmakodinamik obat-obat Antasida juga tergantung dari komposisi kationnya, seperti: a. Kation Aluminium adalah kandungan jenis Antasida yang terbaik menetralkan asam hidroklorida, karena jenis Antasida ini memiliki fungsi sitoproteksi yang tinggi dan mampu mengikat asam empedu secara efektif. Namun, obat ini menjadikan motilitas usus menurun, sehingga menyebabkan konstipasi b. Kation garam Magnesium, memiliki kerja yang berlawanan dengan kation Aluminium dalam soal motilitas usus. Obat jenis ini memiliki efek laksatif yang ringan. c. Kombinasi Aluminium dan Magnesium hidroksida memberikan onset kerja obat yang lebih cepat dalam memberikan efek terapeutik terhadap gangguan lambung. Hal ini terjadi karena terdapatnya komponen Magnesium hidroksida.

Farmakokinetik Farmakokinetik antasida bergantung pada kandungan obatnya. a. Absorpsi Tiap kandungan obat Antasida berbeda daya absorpsi. Untuk kandungan Magnesium hitungannya adalah secara inversi proporsional terhadap dosis, yaitu 50% dengan diet yang terkontrol, dibandingkan dengan 15─30% pada pemberian dosis tinggi. Untuk kandungan Kalsium bioavailabilitas adalah 25─35%. Makanan akan meningkatkan absorpsi obat 10─30%. Onset kerja obat tergantung pada lamanya pengosongan lambung. Waktu puncak obat dalam plasma adalah 20─60 menit dalam keadaan puasa. Apabila obat dikonsumsi satu jam setelah makan, maka kadar puncak dicapai hingga 3 jam kemudian. b. Distribusi

Tiap kandungan obat Antasida berbeda distribusi obat. Untuk kandungan Magnesium dapat ditemukan sekitar 50─60% pada tulang. Sekitar 1─2% didistribusikan kedalam cairan ekstraseluler. Obat berikatan dengan protein, 30% dengan albumin. Untuk kandungan Kalsium, obat berikatan dengan protein sebanyak 45%. c. Eliminasi Renal clearance pada obat Antasida yang mengandung kalsium adalah 50─300 mg per hari. Obat Antasida yang dapat diabsorpsi, akan diekskresikan ke urine. Sedangkan obat Antasida yang tidak dapat diabsorpsi, akan diekskresikan ke feses.

Resistensi Pernah dilaporkan, beberapa kasus pasien dengan ulkus duodenum, yang resisten terhadap pengobatan Antasida.

More Documents from "reikoichihara"

Askariasis.docx
July 2020 4
Ulkus Gaster.docx
July 2020 18
Antasida.docx
July 2020 2