Analisis_pengendalian_mutu_pada_proses_p.pdf

  • Uploaded by: Dennis Kusuma
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analisis_pengendalian_mutu_pada_proses_p.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 24,443
  • Pages: 122
ANALISIS PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) SBQUA (STUDI KASUS di PT SINAR BOGOR QUA, PAJAJARAN - BOGOR)

Oleh MUTIA UMAR AHMAD BATARFIE H 24102074

DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

ABSTRAK Mutia Umar Ahmad Batarfie. H 24102074 Analisis Pengendalian Mutu pada Proses Produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) SBQUA (Studi Kasus di PT. Sinar Bogor QUA, Pajajaran-Bogor). Dibawah bimbingan Abdul Basith dan Erlin Trisyulianti. Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan fungsinya bagi kehidupan tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Terpenuhinya kebutuhan air minum dengan kualitas yang baik, memungkinkan masyarakat hidup secara sehat. Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) harus memenuhi persyaratan air minum dalam kemasan yang diatur sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor SNI-01-3553-1996. Untuk hal tersebut diperlukan pengendalian mutu dari awal sampai dengan akhir meliputi, bahan baku, proses produksinya, serta produk jadi yang meliputi pengujian fisika, kimia, dan mikrobiologi. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui proses produksi AMDK di PT.Sinar Bogor Qua (PT.SBQUA), dalam usaha menghasilkan air minum yang aman untuk dikonsumsi. (2) Menganalisis pengendalian mutu pada proses produksi AMDK. (3) Mengidentifikasikan sebab – sebab potensial yang mempengaruhi mutu air minum dalam kemasan di PT.SBQUA. (4) Mengetahui apakah pengendalian mutu pada proses produksi tersebut terkendali ataupun tidak terkendali. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan, dan hasil wawancara dengan pihak perusahaan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang dimiliki perusahaan, bahan pustaka yang berkaitan dengan kebutuhan penelitian. Analisis data menggunakan diagram sebab akibat dan grafik kendali. Data kuantitatif yang diperoleh diolah dengan bantuan alat pengolah data Minitab versi 14. Pada proses produksi, air baku akan diproses melalui beberapa tahap filtrasi yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan kekeruhan serta melalui proses sterilisasi (ozonisasi dan ultra violet). Pengendalian mutu pada PT SBQUA terbagi menjadi empat tahap yaitu pengendalian mutu bahan baku, pengendalian mutu dalam proses, pengendalian mutu produk jadi, dan pengendalian mutu kemasan. Agar kualitas air tetap terjamin, PT. SBQUA dilengkapi dengan laboratorium QC yang cukup memenuhi syarat untuk melakukan pengujian mutu air, dan secara berkala dilakukan perbandingan dengan pengujian kembali di laboratorium yang sudah terakreditasi. Pada diagram sebab akibat diperoleh faktor – faktor yang mempengaruhi mutu dari AMDK, yaitu bahan baku, mesin / alat, kemasan, lingkungan, metode serta karyawan. Analisis grafik kendali untuk pH, Total Dissolved Solid (TDS), dan kekeruhan, menggunakan grafik kendali X-bar dan Range (R), dengan pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali sehari dalam 20 kali observasi, yakni pagi, siang, dan sore hari, pada enam kran tahapan produksi, antara lain tank penampungan bahan baku, carbon active filter I, ressin filter, carbon active filter II, setelah melewati filter cartridge mesin filler. Kriteria proses tidak terkendali sesuai dengan kriteria dalam minitab versi 14.

Pada grafik kendali x-bar dan R disimpulkan rata-rata pH sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 6,5 – 8,5 , meskipun terlihat bahwa proses produksi masih tidak terkendali. Grafik kendali x-bar dan R untuk kekeruhan juga terlihat bahwa proses produksi masih tidak terkendali, meskipun demikian rata – rata kekeruhan masih berada dalam standar perusahaan yaitu maks. 2,5 NTU. Pada grafik kendali x-bar dan R untuk TDS dapat disimpulkan rata-rata TDS sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 50–90 mg/l, meskipun terlihat bahwa proses produksi masih tidak terkendali. Kondisi tersebut menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi, oleh karena itu pihak perusahaan harus menghilangkan variasi penyebab khusus, agar membawa proses ke dalam pengendalian statistikal. Variasi penyebab khusus dapat berupa: 1) Kondisi Bahan Baku. 2) Mesin,seperti carbon active filter , atau ressin filter tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator harus melakukan backwash. 3) Filter Cartridge tidak berfungsi dengan baik atau tersumbat, sehingga operator harus melakukan penggantian filter tersebut. 4) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan oleh daya fungsi alat uji yang sudah tidak maksimal, atau kesalahan metode dari pertugas QC. 5) Lingkungan yang tidak steril dan bersih.

ANALISIS PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) SBQUA (STUDI KASUS di PT SINAR BOGOR QUA, PAJAJARAN - BOGOR) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Oleh MUTIA UMAR AHMAD BATARFIE H 24102074

DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN ANALISIS PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) SBQUA (STUDI KASUS di PT SINAR BOGOR QUA, PAJAJARAN - BOGOR) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Oleh MUTIA UMAR AHMAD BATARFIE H 24102074 Menyetujui, Juni 2006

Ir. Abdul Basith, M.Sc

Erlin Trisyulianti, STP, MSi

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II Mengetahui,

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua Departemen

Tanggal Ujian : 19 Mei 2006

Tanggal Lulus : 9 Juni 2006

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 14 September 1984. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan H. Umar A. Batarfie, dan Hj. Ratna Murniyati R. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak (TK) Akbar Bogor pada tahun 1990, setelah itu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Papandayan I Bogor dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan tingkat menengah dilalui di SLTP Bina Insani Bogor, dan lulus pada tahun 1999. Pendidikan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMU Plus Yayasan Persaudaraan Haji Bogor. Tahun 2002, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), pada program sarjana strata I, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi panitia dalam beberapa acara kegiatan kemahasiswaan, seperti E3P, dan Dies Natalis FEM ke-3, yang diadakan oleh BEM FEM.

iii

KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Saat ini masyarakat mulai sadar akan kebutuhan air minum yang mempunyai kualitas baik. (Air Minum Dalam Kemasan) AMDK memiliki definisi yang jelas, yaitu air yang telah diolah dan dikemas serta aman untuk diminum. Air minum dalam kemasan yang aman, harus memenuhi

persyaratan air minum dalam

kemasan yang diatur sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor SNI-01-3553-1996. Untuk hal tersebut diperlukan pengendalian mutu dari awal sampai dengan akhir produksinya. Skripsi ini berjudul “Analisis Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) SBQUA (studi kasus di PT. Sinar Bogor QUA, Pajajaran Bogor)”. Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Oleh kerena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.

Ir. Abdul Basith, M.Sc dan Erlin Trisyulianti, STP, MSi sebagai dosen pembimbing I dan II, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis.

2.

Heti Mulyati, STP, MT, atas kesediaannya untuk meluangkan waktu menjadi dosen penguji.

3.

Pimpinan dan karyawan/wati PT. Sinar Bogor QUA, Teh Nur, Teh Rima, Pa Toto, Pa Awal, dan Pa Udin, atas bantuan informasi dalam penyusunan skripsi ini.

4.

Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen, FEM IPB.

5.

Keluarga tercinta, abah dan mama (alm), bunda yang datang melengkapi hidup ini, kakak-kakakku, Ahmad dan Ibrahim, Pakde, Bude, Om, Tante,

iv

Ua, Opung, serta sepupu-sepupuku khususnya untuk Amalia, atas doa, pengertian, dukungan dan kasih sayang yang tiada tara. 6.

Sahabat – sahabatku tersayang, yang telah memberikan arti sebuah persahabatan, Via, Imel, Meis, Manal, Desi.S, Ida, Ikoh, Iwed, Uthie, Inne, Aya, Yulis, Maria.U, Ika.C, dan Dian.K atas perhatian, dukungan, dan bantuannya.

7.

Rusli CRY atas warna-warni hidup, pengertian, bantuan, dukungan, dan semangatnya.

8.

Arya, Eko, Dinie, dan Mala atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

9.

Teman-teman satu bimbingan, Sri Nurainida dan Bima Aryo. W atas bantuan dan kerjasamanya.

10.

Rekan-rekan di Departemen Manajemen Angkatan’39 yang selalu bersamasama membuat kenangan indah selama kuliah.

11.

Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya. Penulis menyadari sepenuhnya skripsi ini jauh dari sempurna, yang

disebabkan terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang ada pada diri penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Juni 2006

Penulis

v

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP...................................................................................... iii KATA PENGANTAR.................................................................................. iv DAFTAR ISI.................................................................................................vi DAFTAR TABEL.........................................................................................viii DAFTAR GAMBAR.................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................x I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang................................................................................... 1 1.2.Rumusan Masalah.............................................................................. 3 1.3.Tujuan Penelitian............................................................................... 3 1.4.Manfaat Penelitian............................................................................. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi Mutu..................................................................................... 5 2.2.Dimensi Mutu.................................................................................... 6 2.3.Pengendalian Mutu............................................................................ 7 2.4.Proses Produksi.................................................................................. 8 2.5.Alat dan Teknik Pengendalian Kualitas............................................. 10 2.6.Air Minum Dalam Kemasan.............................................................. 19 2.7.Penelitian Terdahulu.......................................................................... 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Kerangka Pemikiran...........................................................................24 3.2.Metode Penelitian 3.2.1.Pengumpulan Data.....................................................................25 3.2.2.Pengolahan dan Analisis Data a. Diagram Sebab Akibat........................................................... 25 b.Grafik Kendali........................................................................27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1.Sejarah dan perkembangannya................................................. 29 4.1.2.Kebijakan Mutu........................................................................ 29 4.1.3.Struktur Organisasi Perusahaan................................................ 30 4.1.4.Fasilitas perusahaan.................................................................. 32 4.2.Proses Produksi................................................................................. 33 4.3.Penerapan Pengendalian Mutu PT. Sinar Bogor Qua 4.3.1.Pengendalian Mutu Bahan Baku............................................... 35 4.3.2.Pengendalian Mutu Produk Dalam Proses................................ 35 4.3.3.Pengendalian Mutu Produk Jadi................................................37 4.3.4.Pengendalian Mutu Kemasan....................................................37

vi

4.4.Hasil Analisis 4.4.1.Analisis Diagram Sebab Akibat.................................................38 4.4.2.Analisis Grafik Kendali (Control Chart) a. Grafik Pengendali Derajat Keasaman (pH)Air.......................44 b.Grafik Pengendali Kekeruhan Air(Turbidity)........................ 54 c. Grafik Pengendali Total Disolved Solid Dalam Air (TDS)....66 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan.....................................................................................................77 Saran...............................................................................................................78 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................79 LAMPIRAN...................................................................................................80

vii

DAFTAR TABEL No.

Halaman

1. Perkembangan Perusahaan Air Minum (PAM) 2002-2004..................... 1 2. Interpretasi BKM untuk pola data yang sistematik..................................18 3. Persyaratan Mutu Air Minum Dalam Kemasan.......................................20 4. Pengendalian Mutu Bahan Baku.............................................................. 35 5. Pengendalian Mutu dalam Proses............................................................ 36 6. Pengendalian Mutu Produk Jadi.............................................................. 37 7. Pengertian Grafik Kendali X-bar dan R...................................................42 8. Kriteria Proses Tidak Terkendali............................................................. 43

viii

DAFTAR GAMBAR No.

Halaman

1. Sistem Pengendali Kualitas......................................................................8 2. Skema Proses Produksi............................................................................ 9 3. Diagram Sebab Akibat............................................................................. 11 4. Bentuk Dasar Grafik Kendali...................................................................14 5. Pengendalian Kualitas Statistik................................................................16 6. Kerangka Pemikiran Penelitian................................................................24 7. Struktur Organisasi PT. SBQUA............................................................. 30 8. Diagram Sebab Akibat Kualitas AMDK SBQUA................................... 39 9. Grafik Kendali X-bar dan R pH Air pada BB..........................................44 10. Grafik Kendali X-bar dan R pH Air pada CF1………............................ 46 11. Grafik Kendali X-bar dan R pH Air pada RF.......................................... 47 12. Grafik Kendali X-bar dan R pH Air pada CF2........................................ 49 13. Grafik Kendali X-bar dan R pH Air pada SC.......................................... 50 14. Grafik Kendali X-bar dan R pH Air pada Filler...................................... 52 15. Grafik Kendali X-bar dan R Kekeruhan Air pada BB............................. 54 16. Grafik Kendali X-bar dan R Kekeruhan Air pada CF1........................... 56 17. Grafik Kendali X-bar dan R Kekeruhan Air pada RF............................. 58 18. Grafik Kendali X-bar dan R Kekeruhan Air pada CF2........................... 60 19. Grafik Kendali X-bar dan R Kekeruhan Air pada SC............................. 62 20. Grafik Kendali X-bar dan R Kekeruhan Air pada Filler......................... 64 21. Grafik Kendali X-bar dan R TDS Air pada BB....................................... 67 22. Grafik Kendali X-bar dan R TDS Air pada CF1..................................... 68 23. Grafik Kendali X-bar dan R TDS Air pada RF....................................... 70 24. Grafik Kendali X-bar dan R TDS Air pada CF2..................................... 72 25. Grafik Kendali X-bar dan R TDS Air pada SC....................................... 73 26. Grafik Kendali X-bar dan R TDS Air pada Filler................................... 74

ix

DAFTAR LAMPIRAN No.

Halaman

1. Daftar nilai koefisien dalam perhitungan batas-batas Grafik kendali X dan R....................................................80 2. Total pemakaian air dan total produksi AMDK PT. SBQUA pada bulan Januari hingga April 2006................... 81 3. Proses Produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) SBQUA........... 84 4. Prosedur Pengujian Mutu Air.................................................................. 85 5. Cara –Cara Pengujian Mikrobiologi........................................................ 87 6. Standar Mutu Gallon dan Tutup Gallon SBQUA.................................... 88 7. Instruksi Kerja Pencucian Gallon dan Gallon Berlumut..........................90 8. pH Air Pada Tank Penampungan Bahan Baku........................................ 91 9. pH Air pada Carbon Active Filter I………............................................. 92 10. pH Air pada Ressin Filter........................................................................ 93 11. pH Air pada Carbon Active Filter II........................................................ 94 12. pH Air Setelah Melewati Filter Cartridge...............................................95 13. pH Air pada Mesin Filler......................................................................... 96 14. Kekeruhan Air pada Tank Penampungan Bahan Baku............................97 15. Kekeruhan Air pada Carbon Active Filter I…........................................ 98 16. Kekeruhan Air pada Ressin Filter............................................................99 17. Kekeruhan Air pada Carbon Active Filter II.…...................................... 100 18. Kekeruhan Air Setelah Melewati Filter Cartridge.................................. 101 19. Kekeruhan Air pada Mesin Filler............................................................ 102 20. TDS Air Pada Tank Penampungan Bahan Baku..................................... 103 21. TDS Air pada Carbon Active Filter I...................................................... 104 22. TDS Air pada Ressin Filter......................................................................105 23. TDS Air pada Carbon Active Filter II..................................................... 106 24. TDS Air Setelah Melewati Filter Cartridge............................................ 107 25. TDS Air pada Mesin Filler...................................................................... 108

x

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan fungsinya bagi kehidupan tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Menurut Suprihatin (2004), air bersih adalah air yang jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau. Meskipun demikian, air yang jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau belum tentu aman dikonsumsi. Saat ini masyarakat mulai sadar akan kebutuhan air minum yang mempunyai kualitas baik. Terpenuhinya kebutuhan air minum dengan kualitas yang baik, memungkinkan masyarakat hidup secara sehat. Sebagian besar kebutuhan air minum tersebut selama ini dipenuhi dari sumber air sumur atau dari air permukaan yang telah diolah oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Tabel 1 menjelaskan bahwa pada tahun 2004, jumlah perusahaan air bersih di Indonesia mencapai sekitar 485 perusahaan, dengan jumlah air bersih yang disalurkan kepada konsumen pada tahun 2004 sebanyak 2.586.000 meter kubik. Jumlah tersebut meningkat sebanyak 11,08 % dari tahun sebelumnya yaitu 2.328.000 meter kubik. Saat ini air PDAM belum memenuhi standar air minum yang sehat dan bisa langsung diminum, melainkan harus dimasak dahulu untuk membunuh bakteri yang kemungkinan tidak mati oleh zat kimia (kaporit), oleh karena itu, pemakaian Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dewasa ini meningkat tajam. Hal ini mendorong pertumbuhan industri AMDK di kota-kota besar di Indonesia. Tabel 1. Perkembangan Perusahaan Air Minum (PAM) di Bogor Tahun 2002-2004 Perincian

Banyak perusahaan

Satuan

Perusahaan

2002

469

2003

477r

Air bersih yang 000m3 2.095 2.328 disalurkan keterangan : r = angka diperbaiki Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2003-2004

2004

485 2.586

Bisnis AMDK yang dibuat produsen minuman, selain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, merupakan suatu bisnis yang dianggap menguntungkan. Hal ini disebabkan karena kebutuhan air minum semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Menurut Sidharta dalam Kompas 2005, volume produksi AMDK tahun 2004 itu sekitar 9 miliar liter dengan omzet penjualan mencapai Rp. 4 triliun. Tahun 2005 ini diperkirakan omzet penjualan AMDK akan naik sebesar 15 persen. Dengan asumsi peningkatan sebesar 15 persen itu, berarti omzet penjualan produk AMDK tahun 2005 mencapai Rp. 4,6 triliun. Sementara itu, volume produksi bisa mencapai lebih dari 10 miliar liter. Faktor yang menyebabkan omzet penjualan dan volume produksi dan volume produksi tumbuh, yaitu perubahan kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi air yang bersih. Berdasarkan Keputusan Menperindag no. 167/1997, AMDK memiliki definisi yang jelas, yaitu air yang telah diolah dan dikemas serta aman untuk diminum. Air minum dalam kemasan yang aman, harus memenuhi persyaratan air minum dalam kemasan yang diatur sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor SNI-01-3553-1996. Untuk hal tersebut diperlukan pengendalian mutu dari awal sampai dengan akhir meliputi, bahan baku, proses produksinya, serta produk jadi, dalam hal ini yaitu produk AMDK. Mutu yang baik dari produk air minum akan meningkatkan kepuasan dari pelanggan. Pada dasarnya kepuasan pelanggan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi (Nasution, 2004). Beberapa faktor yang mempengaruhi pembelian air mineral menurut Tedjakusuma (2003), yaitu faktor pendidikan, penghasilan, harga, kualitas, distribusi dan promosi. Faktor harga mempunyai pengaruh yang dominan terhadap perilaku konsumen dalam pembelian air mineral. PT. Sinar Bogor QUA (SBQUA) merupakan salah satu produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dan Air Minum Isi Ulang (AMIU), dimana produknya adalah air dalam kemasan galon, serta memiliki sumber bahan baku air yang berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

PT. SBQUA, saat ini memiliki 21 pelanggan AMDK, dengan jumlah produksi 4093 galon/bulan. Untuk mempertahankan kepuasan pelanggan, PT. SBQUA harus mengadakan pengendalian mutu didalam produksinya, sesuai dengan pedoman Badan Standarisasi Nasional (BSN), bahwa pemasok harus mengidentifikasikan dan merencanakan produksi yang dapat langsung mempengaruhi mutu serta harus menjamin bahwa proses-proses tersebut dilakukan dibawah kondisi terkendali. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian terhadap pengendalian mutu yang hasilnya akan dibahas dalam skripsi berjudul “Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) SBQUA”. 1.2. Rumusan Masalah 1) Bagaimana proses produksi air minum dalam kemasan (AMDK) di PT.Sinar Bogor Qua, dalam usaha menghasilkan air minum yang aman untuk dikonsumsi? 2) Bagaimana pengendalian mutu pada proses produksi AMDK? 3) Apakah sebab – sebab potensial yang mempengaruhi mutu air minum dalam kemasan di PT.Sinar Bogor Qua? 4) Apakah pengendalian mutu pada proses produksi tersebut terkendali ataupun tidak terkendali? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1)

Mengetahui proses produksi air minum dalam kemasan (AMDK) di PT.Sinar Bogor Qua, dalam usaha menghasilkan air minum yang aman untuk dikonsumsi.

2)

Menganalisis pengendalian mutu pada proses produksi air minum dalam kemasan.

3)

Mengidentifikasikan

sebab – sebab potensial yang mempengaruhi

mutu AMDK di PT.Sinar Bogor Qua. 4)

Mengetahui apakah pengendalian mutu pada proses produksi tersebut terkendali ataupun tidak terkendali.

1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1) Bagi perusahaan, untuk : a. Memberikan masukan tentang pengendalian mutu yang akan dijalankan untuk menciptakan kualitas air minum yang aman untuk dikonsumsi. b. Memperbaiki penyimpangan – penyimpangan yang terjadi dalam proses produksi. 2) Bagi pihak umum, untuk memberikan informasi, ilmu, dan bahan penelitian selanjutnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Mutu (Kualitas) Para pakar memiliki definisi yang berbeda – beda tentang kata mutu, namun pada intinya mengandung maksud yang sama.Menurut Juran dalam Nasution (2004), kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu didasarkan atas lima ciri utama berikut : a. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan b. Psikologis, yaitu citra rasa atau status c. Waktu, yaitu kehandalan d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan e. Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur Kecocokan penggunaan suatu produk adalah apabila produk mempunyai daya

tahan

penggunaannya

lama,

produk

yang

digunakan

akan

meningkatkan citra atau status konsumen yang memakainya, produknya tidak mudah rusak, adanya jaminan kualitas (quality assurance) dan sesuai etika bila digunakan. Kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Standar kualitas meliputi bahan baku, proses produksi dan produk jadi (Crosby dalam Nasution, 2004). Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Perusahaan harus benar–benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk yang akan dihasilkan (Deming dalam Nasution, 2004) Figenbaum (1996) menyatakan, mutu produk dan jasa dapat didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembikinan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan untuk memenuhi harapan–harapan pelanggan. Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang

memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen (Garvin dan Davis dalam Nasution, 2004). Nasution (2004) menyimpulkan ada beberapa persamaan dalam definisi kualitas, yaitu dalam elemen – elemen sebagai berikut : a. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan b. Kualitas mencakup produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang). Menurut perbendaharaan istilah ISO 8402 dalam Gaspersz (2003), kualitas didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang

kemampuannya

untuk

memuaskan

kebutuhan

yang

dispesifikasikan atau ditetapkan. Menurut Prawirosentono (2004), jika ditinjau dari produsen, mutu produk adalah keadaan fisik, fungsi dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan. 2.2. Dimensi Mutu Sifat khas suatu mutu yang “handal” harus mempunyai multi dimensi, karena harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen dengan melalui berbagai cara (Prawirosentono, 2004). Menurut Garvin dalam Ariani (1999), dimensi kualitas untuk industri manufaktur, yaitu : a. Performance, yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau karakteristik operasi dari suatu produk. b. Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi pelanggan. c. Reliability, yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kehandalannya atau karena kemungkinan rusaknya rendah.

d. Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan. e. Durability, yaitu tingkat keawetan produk atau lama umur produk. f. Serviceability, yaitu kemudahan produk itu bila akan diperbaiki atau kemudahan memperoleh komponen produk tersebut. Kualitas pada industri manufaktur selain menekankan pada produk yang dihasilkan, juga perlu diperhatikan kualitas pada proses produksi. Hal terbaik adalah apabila perhatian pada kualitas bukan pada produk akhir, melainkan proses produksinya atau produk yang masih ada dalam proses (work in process), sehingga bila diketahui ada cacat atau kesalahan masih dapat diperbaiki, sehingga tidak ada lagi pemborosan yang harus dibayar mahal karena produk tersebut harus dibuang atau dilakukan pengerjaan ulang (Ariani, 1999). Dimensi kualitas dapat dijadikan dasar bagi pelaku bisnis utuk mengetahui apakah ada kesenjangan (gap) atau perbedaan antara harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Jika kesenjangan antara harapan dan kenyataan cukup besar, menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh pelanggannya (Yamit, 2004). 2.3. Pengendalian Mutu Menurut Prawirosentono (2004), pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan, standar proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi, sampai standar pengiriman produk akhir ke konsumen, agar barang (jasa) yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan. Tujuan pokok dari pengendalian mutu adalah untuk mengetahui sampai sejauhmana proses dan hasil produk (jasa) yang dibuat sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan. Dalam pengendalian mutu ini semua kondisi barang diperiksa berdasarkan standar yang ditetapkan, bila terdapat penyimpangan dari standar dicatat untuk dianalisis, dan hasil analisis tersebut digunakan untuk perbaikan sistem kerja, sehingga produk yang bersangkutan sesuai dengan standar yang ditentukan. Pelaksanaan pengawasan mutu dan kegiatan produksi haru

dilaksanakan secara terus – menerus untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan dari rencana standar agar dapat dengan segera diperbaiki. Kegiatan pengendalian mutu merupakan bidang pekerjaan yang sangat luas dan kompleks karena semua variabel yang mempengaruhi mutu harus diperhatikan. Menurut Prawirosentono (2004), secara garis besarnya, pengendalian mutu dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (1) Pengendalian mutu bahan baku. (2) Pengendalian dalam proses pengolahan (work in process). (3) Pengendalian mutu produk akhir.

Pemasok

Buang Tolak

Tolak Pengerjaan Ulang

Penerima QC Dept

Input

Proses Produksi

Produk Akhir

Output

Proses QC Dept

Terima

Laporan Pelanggan Teknologi Biaya

Terima

Manajemen Mutu

Kontrak Standar Penggambaran

Gambar 1. Sistem Pengendali Kualitas (Tersine dalam Ariani, 2003) 2.4. Proses Produksi Suatu proses didefinisikan sebagai integrasi sekuensial (berurutan) dari orang, material, metode, dan mesin atau peralatan, dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output untuk pelanggan. Suatu proses mengkonversi input terukur ke dalam output terukur melalui sejumlah

langkah sekuensial yang terorganisasi (Nasution,2004). Menurut Assauri (1998), produksi adalah segala kegiatan untuk menciptakan dan menambah kegunaan atau utility suatu barang atau jasa. Manajemen produksi dan operasi adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memungkinkan terselenggaranya proses produksi melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia, sumberdaya teknologi dan sumberdaya manusia serta jejaring bisnis untuk mencapai tujuan atau sasaran tertentu (Supari, 2001). Proses produksi dapat diartikan suatu proses yang berniat mentransformasikan berbagai masukan yang diperlukan dengan harapan bisa menjadi produk yang memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas yang telah direncanakan dan dapat memuaskan pelanggan yang telah ditargetkan. Proses produksi akan tercapai dengan lebih efisien bila hubungan antara kegiatan dan prosesnya dikelola sebagai suatu sistem terpadu. Proses tersebut mengubah nilai-nilai yang masuk pada organisasi perusahaan (Ariani, 1999). Menurut Baroto (2002), produksi adalah suatu proses pengubahan bahan baku menjadi produk jadi. Proses produksi adalah aktivitas bagaimana membuat produk jadi dari bahan baku yang melibatkan mesin, energi, pengetahuan teknis, dll. Proses produksi ini terdiri atas beberapa subproses produksi, misalkan pengolahan bahan baku menjadi komponen, perakitan komponen menjadi sub-assembly dan proses perakitan sub-assembly menjadi produk jadi.

Manajemen Produksi Operasi Kembali Masukan

Keluaran

Informasi

Informasi

Gambar 2. Skema Proses Produksi (Supari, 2001)

2.5. Alat dan Teknik Pengendalian Kualitas Dalam kegiatan pengendalian harian mutu secara rutin, ada beberapa alat yang sering digunakan dalam memperbaiki kondisi perusahaan untuk dapat meningkatkan kualitas produk atau jasa yang dihasilkannya. Alat dan teknik tersebut sebenarnya lebih merupakan alat dan teknik penyelesaian masalah yang berkaitan dengan peningkatan kualitas perusahaan atau organisasi. Alat dan teknik tersebut biasanya digunakan untuk menemukan kesalahan, mencari penyebab kesalahan – kesalahan tersebut. Apabila hal tersebut berhasil dilakukan, maka perbaikan kualitas atau continuous quality improvment dapat tercapai (Ariani, 1999) Ariani (1999) menyatakan bahwa teknik dan alat tersebut dapat berwujud dua jenis, yaitu yang menggunakan data verbal atau kualitatif dan yang

menggunakan

data

numerik

atau

kuantitatif.

Teknik

yang

menggunakan data kualitatif antara lain : Flow chart, Brainstorming, Diagram sebab akibat, Affinity diagram, Diagram pohon, sedangkan yang menggunakan data kuantitatif antara lain : Lembar periksa, Diagram pareto, Histogram, Scatter diagram, Grafik kendali, Run chart. 2.5.1. Flow Chart Flow chart adalah gambaran skematik atau diagram yang menunjukkan seluruh langkah dalam suatu proses dan menunjukkan bagaiman langkah itu saling berinteraksi satu sama lain. Flow chart digambarkan dengan simbol-simbol, dan setiap orang yang bertanggung

jawab

untuk

memperbaiki

suatu

proses

harus

mengetahui seluruh langkah dalam proses tersebut (Ariani, 1999). Flow chart digunakan untuk berbagai tujuan antara lain : 1) Memberikan pengertian dan petunjuk tentang jalannya proses produksi 2) Membandingkan proses sesungguhnya dengan proses ideal 3) Mengetahui langkah-langkah yang duplikatif dan langkahlangkah yang tidak perlu 4) Mengetahui dimana atau dalam bagian proses yang mana pengukuran dapat dilakukan

5) Menggambarkan sistem total 2.5.2. Brainstorming Brainstorming adalah cara untuk memacu pemikiran kreatif guna mengumpulkan ide-ide dari suatu kelompok dalam waktu yang relatif singkat. Ide dalam brainstorming dapat digunakan dalam analisis selanjutnya (Ariani, 1999). Brainstorming dapat digunakan berkaitan dengan hal – hal berikut (Gasperz,2003 ) : 1). Menentukan penyebab yang mungkin dari masalah – masalah dalam proses dan/atau solusi terhadap masalah – masalah itu. 2). Memutuskan masalah apa (kesempatan peningkatan apa) yang perlu diselesaikan. 3). Anggota tim merasa bebas untuk berbicara dan menyumbangkan ide-ide kreatif mereka. 4). Menginginkan

untuk

menjaring

sejumlah

besar

persepsi

alternatif. 5). Kreatifitas merupakan karakteristik outcome yang diiinginkan. 6). Fasilitator dapat secara efektif mengelola tim kerja sama itu. 2.5.3.

Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram) Cause and effect diagram (diagram sebab akibat), seperti yang digambarkan dalam Gambar 3, sering disebut juga sebagai “diagram tulang ikan” (fishbone diagram) atau diagram ishikawa (ishikawa diagram). Bahan

Metode Penyebab Penyebab

Peralatan

Persoalan dan Akibat

Manusia

Gambar 3. Diagram sebab akibat (Crocker et al, 2004)

Diagram sebab akibat, adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang terjadi (Nasution,2004). 2.5.4. Affinity Diagram Affinity diagram dikembangkan oleh Jiro Kawakita pada tahun 1950-an dan sering menggunakan hasil brainstorming untuk mengorganisasikan informasi sehingga mudah dipahami untuk mengadakan perbaikan proses. Affinity diagram ini sangat berguna untuk menyaring data yang berjumlah besar dan menciptakan pola pikir baru (Ariani, 1999) 2.5.5. Diagram Pohon (Tree Diagram) Tree diagram atau diagram pohon, menurut Ariani (1999) merupakan alat yang digunakan untuk menghubungkan tujuan yang harus ditempuh dengan tugas yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut. 2.5.6. Lembat Periksa (Checksheet) Checksheet

adalah

alat

yang

sering

digunakan

untuk

menghitung seberapa sering sesuatu itu terjadi dan sering digunakan dalam pengumpulan dan pencatatan data. Data yang sudah terkumpul tersebut kemudian dimasukkan kedalam grafik seperti diagram pareto ataupun histogram untuk kemudian dilakukan analisis terhadapnya. Selain Checksheet, penggumpulan data dapat juga menggunakan datasheet. Pada datasheet, data khusus dicatat dalam ruangan pada lembar kerja (Ariani, 1999). 2.5.7. Diagram Pareto (Pareto Diagram) Pereto diagram yang merupakan diagram yang dikembangkan oleh seorang ahli bernama Vilfredo Pareto adalah alat yang digunakan untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya atau sebab-sebab yang

akan dianalisis, sehingga kita dapat memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak terbesar terhadap kejadian tersebut (Ariani, 1999). 2.5.8. Histogram Histogram adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan variasi data pengukuran dan variasi setiap proses. Berbeda dengan pareto chart yang penyusunannya menurut urutan yang memiliki proporsi terbesar kekiri hingga proporsi terkecil, histogram ini penyusunannya tidak menggunakan urutan apapun (Ariani, 1999). 2.5.9. Scatter Diagram Scatter Diagram adalah gambaran yang menunjukkan kemungkinan hubungan (korelasi) antara pasangan dua macam variabel dan menunjukkan keeratan hubungan antara dua variabel tersebut yang sering diwujudkan sebagai koefisien korelasi. Diagram ini berupa titik yang menghubungkan paling tidak dua variabel, X dan Y yang menunjukkan keeratannya, sehingga dapat dilihat apakah suatu kesalahan dapat disebut berhubungan atau terkait dengan masalah atau kesalahan yang lain. 2.5.10. Run Chart Run chart adalah grafik yang menunjukkan variasi ukuran sepanjang waktu, kecenderungan, daur, dan pola – pola lain dalam suatu

proses

dan

memperbandingkan

performansi

beberapa

kelompok, tetapi tanpa menyebutkan sebab-sebab terjadinya kecenderungan, daur, atau pola-pola tersebut (Ariani, 1999). 2.5.11. Grafik Kendali Menurut Ariani (1999), Grafik kendali adalah grafik yang digunakan untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam keadaan in control atau out control. Batas pengendalian yang meliputi batas atas (upper control limit) dan batas bawah (lower control limit) dapat membantu untuk menggambarkan performansi

yang diharapkan dari suatu proses, yang menunjukkan bahwa proses tersebut konsisten. Bentuk dasar grafik kendali ditunjukkan pada Gambar 4.

Batas pengendali atas

Karakteristik kualitas

Garis tengah

Batas pengendali bawah

Nomor Contoh atau Waktu

Gambar 4. Bentuk dasar Grafik Kendali (Montgomery, 1990) Dengan

mengetahui

kondisi

proses,

maka

kita

dapat

mengetahui sumber variasi proses, pada dasarnya variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada produk yang sama. Terdapat dua sumber atau penyebab timbulnya variasi ( Deming dalam Gasperz, 2001), yaitu : 1) Penyebab umum (common cause) adalah faktor-faktor didalam sistem atau yang melekat pada proses operasi yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum menimbulkan variasi acak (random variation) dalam batas-batas yang dapat diperkirakan, dan sering disebut penyebab acak (random cause) atau penyebab sistem (system cause). 2) Penyebab khusus (special cause) adalah kejadian-kejadian diluar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor seperti : manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini

dapat diidentifikasikan/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Secara umum menurut Prawirosentono (2004), Grafik kendali (control chart) dapat digunakan untuk memperoleh informasi berikut: 1). Kemampuan proses produksi, artinya apakah mesin-mesin masih berjalan baik sesuai rencana atau tidak. 2). Pengendalian produk akhir, agar produk akhir tetap baik mutunya. Jadi, kegunaan control chart adalah untuk membatasi toleransi penyimpangan (variasi) yang masih dapat diterima, baik karena akibat tenaga kerja, mesin, dan sebagainya. Menurut Trisyulianti, dkk (2003), keuntungan dari grafik kendali atau BKM (Bagan Kendali Mutu) adalah : (1) mengendalikan produksi secara on process, (2) memantau proses secara terus menerus agar tetap stabil, (3) meningkatkan produksi, (4) pengendali efektif dalam pencegahan cacat, (5) mencegah penyesuaian yang tidak perlu, dan (6) memberikan informasi yang diagnotis. BKM dapat disebut juga pengendalian kualitas statistikal, atau Statistical Quality Control (SQC), yang merupakan teori probabilitas dalam pengujian atau pemeriksaan sampel. SQC merupakan metode statistik untuk mengumpulkan dan menganalisis data hasil pemeriksaan terhadap sampel dalam kegiatan pengawasan kualitas produk. SQC dilakukan dengan pengambilan sampel (sampling) dari “populasi” dan menarik kesimpulan berdasar karakteristik sampel tersebut secara statistik (statistical inference). SQC tidak menciptakan resiko, ataupun menghilangkan resiko. Tujuan SQC adalah untuk menunjukkan tingkat reliabilitas sampel dan bagaimana cara mengawasi resiko (Handoko, 1989). Pengendalian kualitas statistik (statistical quality control) secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu pengendalian pengendalian proses statistik (statistical process control) atau yang

sering disebut control chart dan rencana penerimaan sampel produk atau yang sering dikenal dengan acceptance sampling (Ariani, 2003). Hal ini dapat digambarkan dalam gambar 5. Prosedur – prosedur SQC yang memeriksa produk jadi disebut acceptance sampling, dan dapat digunakan untuk mengawasi proses selama barang – barang sedang dibuat sekaligus kualitas produk yang sedang dikerjakan. Acceptance sampling berarti penerimaan atau penolakan keseluruhan kumpulan produk jadi atas dasar jumlah cacat dalam sampel (Handoko, 1984).

Pengendalian Kualitas Statistik Pengendalian Kualitas Proses (Control Chart)

Data Variabel

Data Atribut

Rencana Penerimaan Sampel Produk (acceptance sampling)

Data Variabel

Data Atribut

Gambar 5. Pengendalian Kualitas Statistik (Mitra dalam Ariani, 2003) SQC mempunyai tiga penggunaan umum yaitu

(1) untuk

mengawasi pelaksanaan kerja sebagai operasi – operasi individual selama pekerjaan sedang dilakukan; (2) untuk memutuskan apakah menerima atau menolak sejumlah produk yang telah diproduksi (baik dibeli atau dibuat dalam perusahaan); dan (3) untuk melengkapi manajemen dengan audit kualitas produk – produk perusahaan (Handoko, 1984). Pada suatu perusahaan, SQC sangat bermanfaat sebagai alat pengendali mutu. Pengendalian mutu juga meliputi pengawasan pemakaian bahan – bahan, berarti secara tidak langsung statistical quality control bermanfaat pula mengawasi tingkat

efisiensi. Jadi SQC dapat digunakan sebagai alat untuk mencegah kerusakan dengan dengan cara menolak (reject) dan menerima (accept) berbagai produk yang dihasilkan mesin, sekaligus upaya efisiensi (Prawirosentono, 2004). SQC dapat juga berguna dalam membuat produk sesuai dengan spesifikasi sejak dari awal proses hingga akhir proses. Dalam banyak proses produksi, akan selalu ada gangguan yang dapat timbul secara tidak terduga. Apabila gangguan tidak terduga dari proses ini relatif kecil biasanya dipandang sebagai gangguan yang masih dapat diterima atau masih dalam batas toleransi. Apabila gangguan proses ini relatif besar atau secara kumulatif cukup besar, dikatakan tingkat gangguan yang tidak dapat diterima. Gangguan proses kadangkadang timbul dari tiga sumber, yaitu mesin yang dipasang tidak wajar, kesalahan operator (human error), dan bahan baku yang rusak atau

tidak

sesuai

standar.

Akibat

dari

gangguan

tersebut

menyebabkan proses produksi tidak dalam keadaan terkendali dan produk yang dihasilkan tidak dapat diterima. Menurut Montgomery dalam Liana dan Arkeman (2002) menyatakan suatu proses dinyatakan tidak terkendali apabila dipenuhi salah satu atau beberapa kriteria sebagai berikut : 1). Satu atau beberapa titik di luar batas kendali. 2). Suatu kecenderungan titik naik atau turun dengan paling sedikit tujuh atau delapan titik yang terletak diatas atau dibawah nilai tengahnya. 3). Dua tau tiga titik yang berurutan di luar batas peringatan 2sigma, tetapi masih didalam batas kendali. 4). Empat atau lima titik yang berurutan di luar batas 1-sigma. 5). Pola tidak biasa atau tidak random dalam data. 6). satu atau beberapa titik dekat satu batas peringatan atau kendali. Sebaran data yang bersifat random dan dalam batas kendali atau tidak membentuk pola yang sistematik menunjukkan bahwa proses terkendali. Sedangkan sebaran data yang membentuk pola yang

sistematik, atau random tetapi berada di luar batas kendali menunjukkan proses tidak terkendali. Pola data yang sistematik seperti dijelaskan pada dalam Tabel 2, dikategorikan menjadi tujuh yaitu, perubahan mendadak, siklis, campuran, stratifikasi, pergeseran proses, trend, dan pelarian. (Trisyulianti dkk, 2003) Tabel 2. Interpretasi BKM untuk pola data yang sistematik

No 1

Pola Perubahan mendadak

Satu titik berada di luar kontrol secara mendadak

2

3

4

Siklis atau Periodisitas

Bila titik-titik menunjukkan pola perubahan yang sama sepanjang interval yang sama. Campuran atau merangkul batas kendali

Bila titik-titik mendekati garis batas kendali atau Stratifikasi merangkul garis pusat

Bila titik-titik mendekati garis pusat

Interpretasi Operator : Seorang yang baru atau tidak berpengalaman atau salah menghitung batas kontrol Bahan baku : Sifat fisik dan kimia bahan baku yang bervariasi, perbedaan bahan baku Mesin : Mesin memiliki peralatan baru yang merubah setting dasar Lingkungan : Perubahan lingkungan fisik seperti kelembaban dan kontaminasi yang mengganggu kualitas bahan baku Operator : Perbedaan operator dalam suatu proses yang berbeda (rotasi operator) Mesin : Proses dan pemeriksaan peralatan pada perbedaan shifts adalah berbeda. Lingkungan : perubahan lingkungan karena suhu dan kelembaban

Metode : Perbedaan operator menggunakan perbedaan metode untuk memproduksi produk Mesin : Satu grafik memperlihatkan produksi dari dua mesin, terutama dengan merk berbeda. Operator : Perhitungan batas kendali yang salah, proses pengambilan sampel mengumpulkan satu atau beberapa unit dari beberapa distribusi pokok yang berbeda. Jika unit terbesar dan terkecil dalam setiap sampel relatif serupa, maka variabilitas yang diamati akan kecil tidak wajar.

Sumber : Trisyulianti, dkk (2003)

Tabel 2. Interpretasi BKM untuk pola data yang sistematik (lanjutan)

No 5

Pola Pergeseran proses

dalam

tingkat

Bila titik-titik cenderung bergeser dari garis pusat 6

Trend

Bila terdapat kenaikan atau penurunan kontinu, tepatnya 6 titik menurun atau meningkat 7

Pelarian

Bila titik cenderung terletak pada satu sisi saja dari garis median, bila pergeseran atau pelarian mempunyai 7 titik atau 8 titik atau bila 10 keluar dari 11 titik.

Interpretasi Operator : Pengenalan operator baru, perubahan dalam perhatian, keterampilan dan motivasi Bahan baku : Penggunaan bahan baku baru. Metode : Pengenalan metode baru, atau standar pemeriksaan baru Mesin : Penggunaan mesin baru, ukuran, atau setting baru dari suatu peralatan . Operator : Pengawas pengukur produk yang baru dan kelelahan operator Metode : Metode dirubah lebih dari waktu untuk memproduksi lebih baik atau lebih buruk. Trend akan meningkat atau menurun Mesin : Fixture atau die dalam mesin mengalami kelonggaran secara gradual, atau pengukuran peralatan dirubah. Atau penurunan mesin secara perlahanlahan dan semakin memburuk . Operator : Pengawas pengukur produk yang baru Mesin : Fixture atau die dalam mesin mengalami kelonggaran secara gradual, atau pengukuran peralatan dirubah Lingkungan : Debu atau kontaminan di dalam ruangan bertambah banyak dan membentuk sesuatu yang memburuk

Sumber : Trisyulianti, dkk (2003)

2.6. Air Minum Dalam Kemasan Air minum adalah semua air baik yang masih bersifat alami maupun yang telah mengalami proses tertentu, misalnya desalinasi pada air laut dan memenuhi standar air minum yang telah ditetapkan. Standar air minum dibedakan menjadi air biasa, air mineral, air mineral alami, dan air minum dalam kemasan (SII dalam Amelia, 2004). Menurut Dewan Standardisasi

Nasional (DSN), air minum dalam kemasan adalah air yang telah diolah/diproses, dikemas dan aman diminum. Beberapa persyaratan mutu yang harus dipenuhi dalam proses produksi air minum dalam kemasan, yaitu: Tabel 3. Persyaratan mutu air minum dalam kemasan

No 1.

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

18. 19.

Kriteria Uji Keadaan • Bau • Rasa • Warna pH Kekeruhan Kesadahan, sebagai CaCO3 Zat yang terlarut Zat organik (angka KmnO4 ) Nitrat dihitung sebagai (NO3 ) Nitrit dihitung sebagai (NO2 ) Amonium (NH4 ) Sulfat (SO4 ) Klorida (Cl) Fluorida (F) Sianida (CN) Besi (Fe) Mangan (Mn) Klor bebas Cemaran logam • Timbal (Pb) • Tembaga (Cu) • Kadmium (Cd) • Raksa (Hg) Cemaran arsen (As) Cemaran mikroba : • Angka lempeng total awal *) • Angka lempeng total akhir **) • Bakteri bentuk coli • C.perfringens • Salmonella

Satuan

Unit PtCo -

Persyaratan

NTU Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l

Tidak berbau Normal Maks. 5 6,5 – 8,5 Maks. 5 Maks. 150 Maks. 500 Maks. 1,0 Maks. 45 Maks. 0,005 Maks. 0,15 Maks. 200 Maks. 250 Maks. 1 Maks. 0,05 Maks. 0,3 Maks. 0,05 Maks. 0,1

Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l

Maks. 0,005 Maks. 0,5 Maks. 0,005 Maks. 0,001 Maks.0,05

Koloni/ml Koloni/ml APM/100ml Koloni/ml -

Maks. 1,0 x 102 Maks. 1,0 x 105 <2 nol negatif/100ml negatif/100ml

Sumber: Dewan Standarisasi Nasional (DSN), 1996 Dua standar nasional yang mengatur kualitas air minum, yaitu SNI 01 3553 - 1996 (Standar Nasional Indonesia) dari Departemen Perindustrian dan

Perdagangan,

serta

Peraturan

Menteri

Kesehatan

No

907/Menkes/SK/VII/2002, air minum harus memenuhi persyaratan tingkat kontaminasi nol untuk keberadaan bakteri coliform. Menurut PERMENKES

No 907/Menkes/SK/VII/2002 dalam laporan pelaksanaan penyuluhan makanan dan minuman (2003), kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan adalah : a. Syarat Fisik : Jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan temperature tidak melebihi suhu udara. b. Syarat Kimia : Tidak mengandung bahan kimia yang beracun dan zat yang menimbulkan gangguan kesehatan. c. Syarat Bakteriologi : Tidak mengandung kuman parasit, kuman patogen, bakteri E coli Bakteri coliform merupakan parameter mikrobiologis terpenting kualitas air minum. Meskipun jenis bakteri ini tidak menimbulkan penyakit tertentu secara langsung, tetapi keberadaannya di dalam air minum menunjukkan tingkat sanitasi yang rendah. Oleh karena itu, dipersyaratkan bahwa air minum harus bebas dari bakteri semua jenis coliform. Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform maka akan semakin tinggi pula resiko kehadiran bakteri-bakteri patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan (Suara Karya Online, 2005). 2.7. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pengendalian mutu, pernah dilakukan oleh beberapa mahasiswa, antara lain : 1. Muhammad Taufan, dari Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, yang mengangkat judul “Analisis Pengendalian Mutu Dan Kemampuan Proses Pada Produksi Teh Celup Sariwangi”. Dari hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa mutu merupakan faktor utama

untuk

mempertahankan

konsumen,

sehingga

pengawasan/pengendalian mutu merupakan upaya untuk memperoleh penerimaan produk oleh konsumen sesuai dengan tingkat yang diingini. Proses pengendalian mutu yang dilakukan PT Sariwangi dimulai dari pengendalian bahan baku, proses produksi, hingga produk jadi. Dalam penelitian ini melalui diagram sebab akibat, didapatkan faktor-faktor

yang mempengaruhi mutu pada proses produksi teh celup sariwangi. Diagram pareto digunakan untuk untuk menganalisis proporsi jenis kesalahan yang sering terjadi selama proses produksi. Parameter yang di uji melalui grafik kendali x-bar dan R yaitu kadar air, partikel size, dan keseragaman berat produk, untuk mengetahui apakah proses tersebut berada dalam batas pengendalian. 2. Reni Puspa Fazriah dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, mengangkat judul “Analisis Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Permen Chocfuls Di PT. Cadbury Indonesia – Jakarta”. Fazriah melakukan pengamatan lapang untuk mempelajari proses produksi permen chocfuls dan sistem pengendalian mutu, serta dihubungkan dengan pengendalian proses secara statistik untuk menentukan ruang lingkup permasalahan yang dikaji. Karakterisik contoh yang diukur adalah berat permen chocfuls per pieces. Contoh yang diambil adalah hasil keluaran dari cooling conveyor. Frekuensi pengambilan contoh dilakukan setiap setengah jam sebanyak 20 pieces selama tiga periode (bulan). Teknik analisa yang digunakan adalah grafik kendali dan histogram. 3. Jalu Ambar Sucitra, dari Fakultas Teknologi Pertanian, mengangkat judul “Manajemen Pengendalian Mutu Sosis Di CV. Fiva Food and Meat Supply – Bekasi”. Menurut Sucitra, Pengendalian mutu yang dilaksanakan oleh CV. Fiva Food and Meat Supply terdiri dari pengendalian mutu bahan baku, pengendalian proses produksi dan pengendalian mutu produk akhir. Berdasarkan analisis diagram Pareto kerusakan produk sosis terdiri atas tiga jenis kerusakan, kerusakan yang pertama dan paling dominan adalah kerusakan pecah, kerusakan kedua adalah sobek atau selongsong terkelupas dan kerusakan ketiga adalah kerusakan ukuran. Penyebab kerusakan ini adalah faktor mesin, metode dan manusia. Berdasarkan analisis diagram sebab akibat faktor-faktor yang mempengaruhi mutu produk sosis meliputi empat faktor yaitu metode, mesin dan peralatan, bahan baku serta tenaga kerja. faktor metode merupakan faktor yang paling banyak mempengaruhi mutu

produk sosis, faktor yang mempengaruhi metode antara lain proses pengolahan sosis, penyimpanan dan pengendalian mutu. Berdasarkan bagan kendali X-R dapat diketahui bahwa rata-rata berat sosis terkendali dengan baik. Terkendalinya berat bersih sosis disebabkan oleh proses pengikatan yang dilakukan dengan teliti sehingga panjang sosis sesuai dengan spesifikasi perusahaan. 4. Siti Aulyatunnisa Fauza, dari Fakultas Teknologi Pertanian, mengangkat judul

“Pengendalian

Proses

Produksi

Chicken

Stick

Dengan

Menggunakan Statistical Process Control (SPC) Studi Kasus di PT Charoen

Pokphand

Indonesia”.

Dari

Hasil

penelitian

tersebut,

didapatkan diagram sebab akibat untuk produk pendek/kecil, dan bengkok, dimana hasil tersebut berdasarkan brainstorming dan pengamatan terhadap produk. Penyebab utama produk pendek/kecil, dan bengkok, yaitu kurangnya pengaturan suhu adonan sebelum dan selama berada di mesin forming. Suhu adonan sebelum dan selama berada di mesin forming kemudian diplot pada bagan kendali X-R dan process capability-nya dihitung. Sampel suhu yang diambil adalah suhu adonan chicken stick Champ sebanyak 25 batch, dengan enam kali pengambilan suhu untuk masing-masing batch (sesuai jumlah troli). Penelitian yang dilakukan mengacu pada penelitian terdahulu seperti tersebut diatas, perbedaannya hanya pada perusahaan, produk, tujuan dan metode penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Penelitian

memiliki

menganalisis

tujuan

pengendalian

mengetahui mutu

pada

proses

produksi

AMDK,

proses

produksi

AMDK,

mengidentifikasikan sebab – sebab potensial yang mempengaruhi mutu AMDK, mengetahui apakah pengendalian mutu pada proses produksi tersebut terkendali ataupun tidak terkendali, oleh karena itu metode yang saya gunakan adalah diagram sebab akibat dan grafik kendali, tetapi dalam penelitian terdahulu, ada yang menggunakan histogram, dan analisis kemampuan proses produksi.

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian, dijelaskan dalam Gambar 6 :

Kompetisi dalam Industri Kualitas atau Mutu

Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Proses Produksi

Proses Pengendalian Mutu

Grafik Kendali

Diagram Sebab Akibat Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu AMDK

Terkendali / Tidak

Hasil Analisis Pengendalian Mutu

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian

Dalam era industrialisasi yang semakin kompetitif sekarang ini, setiap pelaku bisnis yang ingin memenangkan kompetisi dalam dunia industri akan memberikan perhatian penuh kepada kualitas atau mutu. AMDK merupakan salah satu industri yang menaruh perhatian pada kualitas airnya, untuk menciptakan air bersih yang aman untuk dikonsumsi. Proses produksi yang memperhatikan kualitas akan menghasilkan produk berkualitas yang bebas dari kerusakan, serta memiliki sejumlah keistimewaan yang mampu meningkatkan kepuasan konsumen atas penggunaan produk itu. Produk memiliki kualitas, jika terdapat kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu serta memenuhi standar yang telah ditetapkan. Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan pengendalian mutu, yang bertujuan untuk menganalisis penyimpangan dari standar, oleh karena itu dilakukan analisis diagram sebab akibat untuk mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu AMDK, dan grafik kendali untuk melihat apakah proses produksi tersebut terkendali atau tidak. Hasil analisis tersebut digunakan untuk perbaikan sistem kerja, sehingga produk yang bersangkutan sesuai dengan standar yang ditentukan. 3.2. Metode Penelitian 3.2.1. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan, dan hasil wawancara dengan pihak perusahaan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang dimiliki perusahaan,

bahan pustaka yang berkaitan dengan

kebutuhan penelitian. Sebagai data penunjang juga diperoleh informasi dari internet dan perpustakaan LSI IPB. 3.2.2. Pengolahan dan Analisis Data. a. Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis persoalan dan faktor-faktor yang menimbulkan persoalan

tersebut. Dalam penelitian ini diagram sebab akibat digunakan untuk menganlisis faktor-faktor yang mempengaruhi mutu dari air minum dalam kemasan (AMDK), yang dianalisis dari hasil brainstorming dengan pihak perusahaan yaitu pemilik, quality control (QC), dan karyawan/operator produksi . Menurut Gasperz (2003), penggunaan diagram sebab akibat dapat mengikuti langkah-langkah berikut : 1) Dapatkan kesepakatan tentang masalah yang terjadi dan ungkapkan masalah itu sebagai suatu pertanyaan masalah (problem question) 2) Bangkitkan sekumpulan penyebab yang mungkin, dengan menggunakan teknik brainstorming atau membentuk anggota tim yang memiliki ide-ide berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi. 3) Gambarkan diagram dengan pertanyaan masalah ditempatkan pada sisi kanan (membentuk kepala ikan) dan kategori utama seperti: material, metode, manusia, mesin, pengukuran dan lingkungan ditempatkan pada cabang utama (membentuk tulang-tulang besar dari ikan). Kategori utama ini dapat diubah sesuai kebutuhan. 4) Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama yang sesuai dengan menempatkan pada cabang yang sesuai . 5) Untuk setiap penyebab yang mungkin, tanyakan “mengapa?” untuk menemukan akar penyebab, kemudian daftarkan akarakar penyebab itu pada cabang-cabang yang sesuai dengan kategori utama (membentuk tulang-tulang kecil dari ikan). Untuk menemukan akar penyebab, kita dapat menggunakan teknik bertanya lima kali (five whys). 6) Interpretasi diagram sebab akibat itu dengan melihat penyebab-penyebab yang muncul secara berulang, kemudian dapatkan kesepakatan melalui konsensus tentang penyebab

itu. Selanjutnya fokuskan perhatian pada penyebab yang dipilih melalui konsensus itu. 7) Terapkan hasil analisis dengan menggunakan diagram sebab akibat

itu,

dengan

cara

mengembangkan

dan

mengimplementasikan tindakan korektif, serta memonitor hasil-hasil untuk menjamin bahwa tindakan korektif yang dilakukan itu efektif karena telah menghilangkan akar penyebab dari masalah yang dihadapi. b. Grafik Kendali Grafik kendali X dan R (range) digunakan untuk menganalisis data pada grafik kendali. Rata-rata ( X ) adalah ukuran

yang paling berguna bagi kecenderungan terpusat.

Variabilitas atau pemencaran proses dapat dikendalikan dengan grafik pengendali untuk deviasi standar, yang dinamakan grafik S, atau grafik pengendali untuk rentang yang dinamakan grafik R. Rentang adalah perbedaan antara hasil pengukuran terendah dan tertinggi dalam satu deretan. Grafik X dan R termasuk teknik pengendalian proses statistik pada jalur yang paling penting dan berguna untuk memelihara mean proses dan variabilitas proses (Montgomery, 1990). Langkah-langkah membuat grafik kendali X dan R (Gasperz, 2003) adalah : 1) Tentukan ukuran contoh (n = 4,5,6,....). Untuk keperluan praktek biasanya ditentukan lima unit pengukuran dari setiap contoh

(n = 5)

2) Kumpulkan 20 – 25 sampel 3) Hitung nilai X dan Range (R) dari tiap sampel. X= X1+ X2+...+ Xn..................................................................(1) n R = x maks - xmin .....................................................................(2) Hitung nilai rata-rata dari semua X, yaitu X yang akan digunakan sebagai garis tengah grafik X tersebut, serta nilai

rata-rata dari semua R, yaitu R yang merupakan garis tengah dari grafik R. Misalkan tersedia m sampel, masing-masing memuat n observasi pada karakteristik kualitas itu. Misalkan X1, X2,..., Xm adalah rata-rata tiap sampel. Maka penaksir terbaik untuk rata-rata proses adalah mean keseluruhan yakni : X=X1+ X2+...+ Xm ..................................................................(3) m R = R1 + R2 +...+ Rm ...............................................................(4) m 4) Hitung batas-batas kendali 3-sigma dari grafik kendali x dan R. Grafik kendali x-bar (batas-batas kendali 3-sigma): UCL (Batas Pengendali Atas) = X+ A2R ........................(5) CL (Garis Pusat)

= X ....................................(6)

LCL (Batas Pengendali Bawah) = X- A2R .........................(7) Grafik kendali R (batas-batas kendali 3-sigma): UCL

= D4R ........................................................(8)

CL

= R ............................................................(9)

LCL

= D3R ......................................................(10)

Daftar nilai koefisien dalam perhitungan batas-batas grafik kendali X dan R serta Indeks Kapabilitas Proses terdapat pada lampiran 1. 5) Buatkan grafik kendali X dan R 6) Gunakan grafik kendali dari X dan R untuk memantau proses yang sedang berlangsung dari waktu ke waktu, untuk seterusnya, dan segera ambil tindakan perbaikan apabila ada perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada proses itu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah dan Perkembangannya PT. Sinar Bogor QUA (PT. SBQUA) merupakan perusahaan khusus yang memproduksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan jenis produksi kemasan galon. PT SBQUA didirikan pada bulan September 2001 di Jl. Pajajaran no 21 Warung Jambu Bogor dengan bentuk perusahaan perseorangan dan memiliki total investasi (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) sebesar Rp. 23.500.000. Pada tahun 2002, PT. SBQUA mengadakan kerjasama dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bogor tentang pengadaan air bersih untuk bahan baku produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan nomor perjanjian kerjasama No. 695.2/SPK.05-PDAM-SBQUA/2002.

Tahun

2003

bentuk

perusahaan SBQUA berubah menjadi Perseroan Terbatas (PT). PT. SBQUA memiliki izin usaha industri dengan nomor tanda daftar industri 535/45.TDI-Diperindagkop, dan telah memiliki SNI 01-3553-1996 dengan sertifikat produk penggunaan tanda SNI nomor : 0283/PUSTAN/SNI-BW/X/2001, serta merek dalam negeri dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) MD. 249110001624. Bahan baku dalam produksi juga telah memenuhi syarat kualitas air minum Menkes R.I No. 907/Menkes/VII/2002 tanggal 26 Juli 2002. 4.1.2. Kebijakan Mutu PT. SBQUA percaya bahwa mutu merupakan kepentingan setiap orang, serta menetapkan kebijakan mutu yang dituangkan dalam pernyataan berikut :” Memproduksi Air Minum Dalam Kemasan Sesuai dengan Keinginan Pelanggan dengan Penyerahan Barang Tepat Waktu”. Sasaran mutu yang ditetapkan adalah

memproduksi AMDK minimal sesuai dengan SNI 01-3553-1996. Untuk mencapai sasaran tersebut, perusahaan menerapkan dan mengelola sistem mutu dengan mengacu kepada pedoman BSN-10 dan kebijakan serta sasaran mutu disebarluaskan kepada setiap personil yang ada dalam perusahaan untuk diterapkan dalam pelaksanaan tugasnya masing – masing. 4.1.3. Struktur Organisasi Perusahaan PT. SBQUA dipimpin oleh seorang presiden direktur yang juga merupakan pemilik dari perusahaan. Saat ini PT. SBQUA memiliki tujuh orang karyawan. Pada perusahaan terdapat tiga bagian yaitu bagian

produksi,

bagian

umum/personalia,

dan

bagian

pembelian/pemasaran. Struktur organisasi PT. SBQUA ditunjukkan pada Gambar 7.

DIREKTUR

KA. BAG PRODUKSI

KA. BAG UMUM/PERSONALIA

KA. BAG PEMBELIAN/ PEMASARAN

KA. SIE LAB/QC

KA. SIE GUDANG

OPERATOR PRODUKSI

Gambar 7. Struktur Organisasi PT. SBQUA

Sesuai dengan struktur organisasi dari perusahaan tersebut, maka tanggung jawab dan wewenang dari personil manajemen adalah sebagai berikut : a. Direktur Memimpin manajemen perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan baik tujuan internal maupun eksternal. Tujuan internal berupa dapat diterapkannya sistem mutu secara mantap dan berkesinambungan yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Tujuan eksternal berupa tercapainya persyaratan pelanggan secara efektif dan efisien juga bertanggung jawab dalam

hal

pembelian

dan

pengadaan

sarana

produksi,

bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia melalui program – program pelatihan untuk peningkatan kemampuan. b. Kepala Bagian Produksi Menjalankan

fungsi

bertanggungjawab

manajemen

dalam

bidang

pelaksanaan

dan

produksi, pengendalian

produksi. c. Kepala Bagian Umum/Personalia Membantu direktur dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian bidang umum dan personalian, melaksanakan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), serta kegiatan hubungan

masyarakat

(humas)

guna

menunjang

usaha

perusahaan. d. Kepala Bagian Pembelian/Pemasaran Merencanakan, menetukan harga, promosi, distribusi barang dan merencanakan/mengatur persediaan barang/bahan yang berkaitan dengan operasional perusahaan. e. Kepala Seksi Laboratorium/Quality Control (QC) Menjalankan pengawasan

fungsi mutu

manajemen

terhadap

bahan

bidang

pengendalian/

baku/pembantu

yang

digunakan dalam proses produksi, selama proses berlangsung, dan produk jadi untuk mencapai spesifikasi yang ditetapkan. f. Kepala Seksi Gudang Menjalankan

fungsi

manajemen

bidang

pergudangan,

bertanggung

jawab

dalam

pelaksanaan

penyimpanan,

penanganan dan penyerahan bahan baku, penolong, dan produksi jadi. g. Operator Produksi Menjalankan pelaksanaan produksi sesuai dengan peraturan yang ditetapkan perusahaan. 4.1.4. Fasilitas Perusahaan Fasilitas perusahaan merupakan bangunan dan peralatan yang terdapat diperusahaan yang menunjang proses produksi dan kesejahteraan karyawan. Fasilitas perusahaan pada PT. SBQUA adalah : a. Fasilitas utama : PT. SBQUA memiliki mesin – mesin produksi yang berfungsi dalam proses filtrasi dan sterilisasi pada air, antara lain : 1) Tank penampungan bahan baku 2) Mesin carbon active filter I 3) Mesin ressin filter 4) Mesin carbon active filter 2 5) Filter cartridge 6) Mesin ozon generator 7) Mesin ozon reactor 8) Tank penampungan produk jadi 9) Mesin sinar ultra violet (UV) 10) Mesin Filler b. Fasilitas penunjang Untuk memperoleh AMDK dengan kualitas terjamin, maka PT SBQUA dilengkapi dengan laboratorium QC (Quality Control)

yang cukup memenuhi syarat untuk melakukan pengujian fisika dan kimia mulai dari air baku hingga AMDK, serta pengujian mikrobiologi untuk uji bakteri e-coli. Alat – alat pada laboratorium QC antara lain : 1) pH meter

8)

Mikroskop

2) Turbiditimeter

9)

Oven

3) TDS meter

10) Pinset

4) Cawan

petri

dari

11) Tabung Durham

gelas

12) Gelas kimia

5) Pipet ukur

13) Gelas ukur

6) Pemanas air/kompor

14) Pengaduk gelas 15) Erlenmeyer

listrik 7) Lemari

pengeram

(Inkubator)

16) Otoklaf 17) Timbangan Digital

Bahan kemasan (galon) juga harus melewati tahap – tahap pencucian, dimana peralatan penunjang pada pencucian galon ini meliputi : 1) Mesin rinser 2) Mesin pembilas dengan air yang telah melalui proses ozonisasi 3) Mesin pembilas air panas 4) Penyikat 5) Sabun khusus pencucian galon (teepol) c. Fasilitas umum Kesejahteraan karyawan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Perusahaan menyediakan musholla, dan kamar mandi yang berbeda untuk karyawan pria dan wanita, kantin khusus karyawan, serta tempat parkir. 4.2. Proses Produksi Produksi AMDK di PT. SBQUA dilakukan setiap hari, kecuali hari minggu/libur, dengan jumlah produksi sesuai dengan pesanan saat itu. Total

pemakaian air dan produksi AMDK PT. SBQUA pada bulan Januari hingga April 2006 terdapat pada Lampiran 2. Produk yang telah jadi akan dikirimkan langsung kepada pemesan. Pada proses produksi, air baku akan diproses melalui beberapa tahap filtrasi yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan kekeruhan serta melalui proses sterilisasi (ozonisasi dan ultra violet). Secara umum diagram alir proses produksi dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada diagram alir tersebut dapat dilihat air baku dari PDAM ditampung di tank penampungan bahan baku, lalu dipompa untuk dialirkan ke carbon active filter I. Carbon active filter I ini berfungsi untuk menangkap ion-ion negatif serta menyaring kotoran dan bau dalam air. Tahapan berikutnya adalah ressin filter yang berfungsi untuk menstabilkan pH pada air. Air kemudian dialirkan kembali ke carbon active filter II untuk disaring kembali kotoran dan bau yang masih tersisa. Tahap filtrasi berikutnya adalah penyaringan melalui filter cartridge dengan kekuatan penyaring 5 sampai 1 mikron, dimana kotoran – kotoran, endapan, serta mineral yang ada didalam air akan disaring. Air yang telah melalui tahapan filtrasi tersebut, dialirkan ke ozon generator, dimana air akan diberi ozon untuk melemahkan bakteri – bakteri yang terkandung dalam air. Ozon dan air tersebut akan dicampur secara merata didalam ozon reactor. Setelah melalui tahap ozonisasi, air ditampung di tank penampungan bahan jadi, dan dialirkan melalui sinar ultra violet (UV) dengan kekuatan 10 gpm (galon/menit) untuk mematikan bakteri –bakteri dalam air. Tahap terakhir adalah pengisian air melalui mesin filler. 4.3. Penerapan Pengendalian Mutu PT. Sinar Bogor QUA Pengendalian mutu pada PT SBQUA terbagi menjadi empat tahap yaitu pengendalian mutu bahan baku, pengendalian mutu dalam proses, pengendalian mutu produk jadi, dan pengendalian mutu kemasan. Agar kualitas air tetap terjamin, perusahaan dilengkapi dengan laboratorium QC yang cukup memenuhi syarat dimana setiap hari dilakukan pengujian fisika dan kimia mulai dari air baku hingga AMDK serta secara mikrobiologi dilakukan uji bakteri e-coli. AMDK yang diuji di laboratorium PT.SBQUA

secara berkala akan dilakukan perbandingan dengan pengujian kembali di laboratorium yang sudah terakreditasi seperti BBIA (Balai Besar Industri Agro) Bogor. 4.3.1. Pengendalian Mutu Bahan Baku Bahan baku air pada produksi PT. SBQUA berasal dari PDAM, dimana bahan baku tersebut sebelumnya telah melalui proses pengolahan di PDAM dan memenuhi syarat kualitas air minum, Menkes RI No. 907/Menkes/VII/2002 tanggal 26 Juli 2002. Pengendalian mutu bahan baku pada PT. SBQUA dilakukan dengan pengambilan sampel pada tank penampungan bahan baku untuk diuji, prosedur pengujian air baku ditampilkan pada Lampiran 4. Indikator mutu yang diuji pada air baku ini meliputi pH (derajat keasaman), TDS (total dissolved solid), turbidity (kekeruhan), suhu, total chlorine dan free chlorine, untuk memastikan air tidak memiliki bau, rasa dan warna dengan standar pengujian meliputi analisa masing – masing indikator mutu (Tabel 4). Tabel 4. Pengendalian Mutu Bahan Baku Indikator Mutu Standar Pengujian

Nilai Terapan

pH

Analisa pH

6,5 – 8,5

TDS

Analisa TDS

50 – 90 mg/l

Turbidity

Analisa Turbidity

maks.2.5 NTU

Suhu

Analisa Suhu

maks.30ºC

Total Chlorine

Analisa Total Chlorine

maks.250 mg/l

Free Chlorine

Analisa Free Chlorine

maks.0,1 mg/l

Keterangan :

TDS = Total Dissolved Solid Turbidity = Kekeruhan NTU = Nephelometric Turbidity Units

4.3.2. Pengendalian Mutu Produk dalam Proses Pengendalian mutu produk AMDK dalam proses produksi dapat dilihat pada Tabel 5. Pengujian dilakukan setiap hari, dengan pengambilan sampel air pada empat kran pada mesin produksi, yaitu

pada mesin Carbon Active Filter I (CF1), Ressin Filter (RF), Carbon Active Filter II (CF2), setelah melewati Filter Cartridge (SC), dan mesin Filler. Indikator mutu yang diuji dalam proses ini meliputi pH (derajat

keasaman),

TDS

(total

dissolved

solid),

turbidity

(kekeruhan), dan suhu, dengan standar pengujian meliputi analisa masing – masing indikator mutu Tabel 5. Pengendalian Mutu Produk dalam Proses Proses Lokasi Indikator Standar Pengujian Filtrasi

Mutu

Nilai Terapan

Pengujian

CF1

pH

Analisa pH

6,5 – 8,5

RF

TDS

Analisa TDS

50 – 90 mg/l

CF2

Turbidity

Analisa Turbidity maks.2.5

SC

Suhu

Analisa Suhu

Mesin

NTU maks.30ºC

Filler Keterangan :

CF1 = Carbon Active Filter I RF = Ressin Filter CF2 = Carbon Active Filter II SC = Setelah melewati filter cartridge Filler = Mesin pengisi air kedalam galon TDS = Total Dissolved Solid Turbidity = Kekeruhan NTU = Nephelometric Turbidity Units

Pengendalian mutu ini bertujuan untuk mencegah penyimpangan – penyimpangan produk dari standar yang ditetapkan. Apabila terjadi penyimpangan yang melebihi standar yang ditetapkan oleh perusahaan, maka proses produksi dihentikan dan dilakukan pemutar balikkan jalur air (backwash) , setelah itu dilakukan pengujian ulang, jika air telah kembali sesuai dengan standar, maka proses produksi kembali dilakukan. Cara – cara pengujian karakteristik mutu sama dengan pengujian air baku pada tank penampungan bahan baku.

4.3.3. Pengendalian Mutu Produk Jadi Air yang telah dikemas dalam galon akan diambil sampelnya untuk dilakukan pengujian antara lain uji fisika, dan kimia yang meliputi pH, TDS, turbidity, dan suhu serta uji mikrobiologi yaitu uji bakteri e-coli, seperti yang ditampilkan pada Tabel 6. Cara – cara pengujian fisika dan kimia sama dengan pengujian air baku pada tank penampungan bahan baku. Cara – cara pengujian mikrobiologi ditampilkan pada Lampiran 5. Tabel 6. Pengendalian Mutu Produk Jadi Pengujian Indikator Standar Pengujian

Nilai Terapan

Mutu Kimia

pH

Analisa pH

6,5 – 8,5

Fisika

TDS

Analisa TDS

50 – 90 mg/l

Turbidity

Analisa Turbidity

maks.2.5 NTU

Suhu

Analisa Suhu

maks.30ºC

Bakteri e coli

Pengujian

Negatif

Mikrobiologi

Mikrobiologi Keterangan :

TDS = Total Dissolved Solid Turbidity = Kekeruhan NTU = Nephelometric Turbidity Units

4.2.3. Pengendalian Mutu Kemasan Galon dan tutup galon yang digunakan didapatkan dari pemasok, adapun standar dari galon dan tutup galon terdapat pada Lampiran 6. Sanitasi galon yang digunakan sebagai kemasan air ini melalui 4 tahap pencucian dimana tahap akhir menggunakan air yang telah melalui proses ozonisasi dan air panas, dengan demikian diprediksikan kemasan galon bebas dari mikroorganisme yang merugikan, untuk lebih jelasnya instruksi kerja pencucian galon dapat dilihat pada Lampiran 7.

4.4. Hasil Analisis 4.4.1. Analisis Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis persoalan dan faktor-faktor yang menimbulkan persoalan tersebut. Berdasarkan hasil brainstorming dan pengamatan yang dilakukan ditemukan faktor – faktor yang mempengaruhi mutu dari AMDK, yaitu bahan baku, mesin / alat, kemasan, lingkungan, metode serta karyawan. Diagram sebab akibat ditunjukkan pada Gambar 8. 1) Bahan Baku Bahan baku utama dalam produksi AMDK SBQUA adalah air yang berasal dari PDAM. Kualitas/mutu air dipengaruhi oleh parameter mutu air, penyimpanan bahan baku air dan cuaca. Parameter mutu air terdiri dari pH, suhu, kekeruhan, TDS, chlorida, dan mikrobiologi. Nilai pH dalam perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air. Penyimpangan dalam pH pada air minum akan mempengaruhi pertumbuhan mikroba didalam air dan perubahan rasa pada air. Menurut SNI01-3553-1996, persyaratan pH pada AMDK adalah 6,5 – 8,5. Perusahaan menetapkan persyaratan pH AMDK sesuai dengan SNI. Suhu dalam air tidak boleh tinggi karena akan mempermudah munculnya bakteri – bakteri pada air. Suhu maksimum yang diperbolehkan adalah 30°C. Paremeter mutu AMDK selanjutnya adalah kekeruhan. Kekeruhan didalam air disebabkan oleh adanya zat – zat tersuspensi seperti lumpur, zat organik, dan zat – zat halus lainnya. Kekeruhan akan mengakibatkan perubahan warna dari air. Menurut SNI-01-3553-1996, persyaratan kekeruhan pada AMDK

adalah maks. 5 NTU. Perusahaan menetapkan

persyaratan kekeruhan AMDK sebesar maks. 2,5 NTU. TDS (Total Dissolved Solid) merupakan zat yang terlarut dalam air. Menurut SNI-01-3553-1996, persyaratan TDS pada AMDK adalah maks. 500 mg/l. Perusahaan menetapkan persyaratan TDS

39

Bahan

Metode

Kemasan

Kalibrasi Filter

Cuaca Air

Tanki

pH

Mikrobiologi Chlorine Chlorida

Backwash

Filler

Carbon Active Filter Backwash

Sanitasi Kemasan

Pembilasan

Parameter Mutu Air

Pelatihan

Pengetahuan

Filter

Sinar UV

Pengalaman

Pump

Mesin /Alat

Analisa Mutu Air

Mutu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Kebersihan

Suhu

Ozon Generator

Alat Pencuci Kemasan

Backwash Alat Uji

Filter Catridge

Ozon

Ozon Reactor

Perawatan Mesin / Alat

Pencucian

Penyimpana n Suhu

Mutu Air

Ressin Filter

Penyabunan

Bahan

TDS Kekeruhan

Suhu

Standar Pencucian

Sterilisasi Ruangan

Kedisiplinan

Kalibrasi

Alat Uji Lab Karyawan

Lingkungan

Gambar 8. Diagram Sebab Akibat Kualitas AMDK SBQUA

AMDK sebesar 50-90 mg/l. Mikrobiologi merupakan suatu pengujian untuk melihat kandungan unsur – unsur mikrobiologi seperti bakteri E-coli, yang dilakukan setiap 2 minggu sekali. Pengujian mutu air selanjutnya yaitu pengujian chlorida (cl) yang terdiri dari total chlorine dan free chlorine, yang dilakukan minimal 1 bulan sekali. Menurut persyaratan SNI-013553-1996 total chlorine adalah maks. 250 mg/l dan free chlorine adalah maks. 0,1 mg/l. Cuaca berpengaruh pada bahan baku air, terutama jika musim hujan, kekeruhan air akan meningkat. Penyimpanan bahan baku tidak boleh terkena sinar matahari langsung oleh karena itu bahan yang digunakan adalah bahan yang kedap cahaya, karena jika suhu dari air meningkat maka akan mempermudah munculnya bakteri – bakteri pada air. Suhu maksimum yang diperbolehkan adalah 30°C. 2) Mesin/Alat Mesin atau peralatan memiliki peranan penting agar dapat dihasilkan produk yang bermutu. Mesin/peralatan yang dimiliki oleh PT SBQUA antara lain adalah carbon active filter I, ressin filter, carbon active filter II, filter cartridge, pump, ozon generator, ozon reactor, Ultra Violet (UV), dan mesin filler (pengisi kemasan). Mesin pendukung produksi AMDK yaitu alat pencuci kemasan. Peralatan lain yang dimiliki oleh PT SBQUA yaitu peralatan laboratorium yang mampu menganalisa parameter uji mikrobiologi dan uji fisika-kimia yang minimal dibutuhkan. Mesin/peralatan memerlukan perawatan agar kinerjanya tetap terkontrol dan berada dalam standar, perawatan yang dilakukan antara lain penggantian filter dan backwash pada mesin produksi serta kalibrasi untuk peralatan pengujian. 3) Kemasan Bahan kemasan, terdiri dari galon, tutup galon, tissue, serta segel SBQUA. Bahan kemasan tersebut diperoleh dari pemasok dan sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Galon dan

tutup galon harus melewati tahapan pencucian kemasan dari pemberian sabun khusus kemasan (teepol), hingga pembilasan sesuai dengan instruksi kerja pencucian galon. 4) Lingkungan Kebersihan lingkungan meliputi ruang produksi dan tempat penyimpanan produk jadi, serta laboratorium harus diperhatikan, karena memiliki pengaruh terhadap mutu air. Jika kebersihan tidak dijaga maka akan berpengaruh terhadap bau dan rasa dari air tersebut. Kebersihan dapat dijaga dengan menjauhkan tempat sampah dari ruang produksi, dan pembersihan ruangan produksi setiap kali akan melakukan produksi. Sterilisasi ruangan harus dilakukan terutama pada ruang filler dan juga laboratorium. Suhu ruangan tidak boleh terlalu tinggi, agar mencegah timbulnya bakteri – bakteri pada air. 5) Metode AMDK yang terjamin harus melewati tahap pengujian parameter mutu air, agar air yang dihasilkan terbebas dari rasa, bau, dan warna, serta baketeri-bakteri yang merugikan. Perawatan untuk mesin/alat yang dimiliki antara lain dilakukan backwash atau penggantian filter, agar kinerja mesin tetap stabil dalam menghasilkan air yang berkualitas. Kalibrasi pada peralatan uji laboratorium, dilakukan sebelum menguji air, hasil pengukuran air tersebut akurat. Kemasan yang digunakan juga harus melewati tahapan pencucian kemasan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. 6) Karyawan Karyawan memiliki pengaruh yang penting terhadap mutu produk yang dihasilkan. Karyawan produksi / operator bertugas menjaga dan mengendalikan mesin agar tetap berjalan sesuai dengan fungsinya, serta melakukan pencucian galon, pengisian galon, sampai pemberian seal segel galon. Karyawan bagian QC bertanggungjawab dalam pengujian mutu air.

Pengetahuan terhadap mesin dapat ditingkatkan dengan pelatihan, serta pengalaman yang mereka dapatkan selama bekerja. Kebersihan dalam produksi sangat penting, terutama pada bagian pengisian air kedalam kemasan (filler), dimana ruangan serta pakaian yang dikenakan oleh operator harus steril. Kedisiplinan karyawan dibutuhkan untuk menjaga kestabilan mutu air, seperti pengecekan mesin setiap akan berproduksi, pengecekan sampel air, serta penggunaan pakaian khusus, penutup kepala, dan penutup mulut pada ruang filler. 4.4.2. Analisis Grafik Kendali Analisis grafik kendali untuk pH, TDS, dan turbidity, menggunakan grafik kendali X-bar dan Range. Grafik kendali X-bar dan R (Range) digunakan untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik berdimensi kontinu, sehingga grafik kendali X-bar dan R sering disebut sebagai grafik kendali untuk data variabel. Penjelasan mengenai grafik kendali X-bar dan R dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengertian grafik kendali X-bar dan R Grafik kendali X

Grafik Kendali R

Ariani (2003)

Gasperz (2003)

Menunjukkan apakah rata – rata produk yang dihasilkan sesuai dengan standar pengendalian yang digunakan perusahaan

Menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran titik pusat (central tendency) atau rata – rata dari suatu proses.

Untuk mengetahui tingkat keakurasian atau ketepatan proses yang diukur dengan mencari range dari sampel yang diambil dalam observasi

Menjelaskan tentang apakah perubahan – perubahan telah terjadi dalam ukuran variasi, dengan demikian berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan melalui suatu proses

Suatu proses dapat dikatakan tidak terkendali apabila dipenuhi salah satu dari beberapa kriteria yang ditampilkan dalam Tabel 8. Tabel 8. Kriteria Proses Tidak Terkendali No (1) (2)

Menurut Minitab Versi 14 Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah Sembilan titik berturut-turut berada pada sisi yang sama dari garis tengah

(3)

Tujuh titik berturut-turut, semuanya merambat naik dan turun

(4)

Empat belas titik berurutan berada di atas atau di bawah Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) Lima belas titik berturut-turut berada pada zona 1 sigma dari garis tengah (pada sisi yang berbeda) Delapan titik berturut-turut berada pada lebih dari 1-sigma dari garis tengah

(5)

(6)

(7)

(8)

Menurut Montgomery (1990) Satu atau beberapa titik diluar batas pengendali Suatu giliran dengan paling sedikit tujuh atau 8 titik, dengan macam giliran dapat berbentuk giliran naik atau turun, giliran di atas atau di bawah garis tengah, atau giliran di atas atau di bawah median. Dua atau tiga titik yang berturutan di luar batas peringatan 2-sigma, tetapi masih dalam batas pengendali

Empat atau lima titik yang berturutan di luar batas 1-sigma. Pola tak biasa atau tak random dalam data. Satu atau beberapa titik dekat satu batas peringatan atau pengendali.

Pengambilan sampel untuk grafik kendali ini adalah sebanyak tiga kali sehari dalam 20 kali observasi, yakni pagi, siang, dan sore hari, pada 6 kran tahapan produksi, antara lain tank penampungan bahan baku, carbon active filter I, ressin filter, carbon active filter II, setelah melewati filter cartridge, mesin filler. Analisis grafik kendali ini menggunakan minitab versi 14.

a. Grafik Pengendali Derajat Keasaman (pH) Air 1) Grafik Kendali pH Air pada Tank Penampungan Bahan Baku (BB) Grafik kendali untuk pH pada tank penampungan bahan baku disajikan pada Gambar 9. Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat : 1. Lima titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 2, 9, 14, 15, 16. 2. Empat titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 6, 10, 11, 15 3. Satu titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 7

Keterangan : (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama)

Gambar 9. Grafik kendali X-bar dan R pH Air pada BB

Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali, meskipun demikian nilai x pH pada tank penampungan

bahan

baku,

seperti

ditunjukkan

pada

Lampiran 8, yaitu 6,84, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 6,5 – 8,5. Nilai UCL sebesar 7,22, dan LCL sebesar 6,46. Hal ini berarti pH berada pada kisaran 6,46 sampai 7,22, dengan rata – rata pH 6,84. Grafik kendali R untuk pH pada tank penampungan bahan baku menunjukkan proses terkendali, dengan tidak adanya titik yang memenuhi kriteria proses tidak terkendali. Nilai UCL sebesar 0,97, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi pH berada pada kisaran 0 sampai 0,97, dengan rata – rata pH 0,38. Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Kondisi sumber air baku yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca terutama pada musim hujan, sehingga bagian QC harus melakukan pengecekan dengan baik pada bahan baku air tersebut, jika pH tetap tidak sesuai standar maka dilakukan laporan kepada pihak PDAM. 2) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan kalibrasi pada alat belum maksimal, sehingga QC harus melakukan kalibrasi dengan benar agar nilai pH sesuai dengan kenyataan. 2) Grafik Kendali pH pada Carbon Active Filter I (CF1) Grafik kendali untuk pH pada carbon active filter I, disajikan pada Gambar 10. Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat : 1. Dua titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 4 dan 16 2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 17

Kriteria-kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali, meskipun demikian nilai x pH pada carbon active filter I seperti ditunjukkan pada Lampiran 9, yaitu 6,92, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 6,5 – 8,5. Nilai UCL sebesar 7,30, dan LCL sebesar 6,53 . Hal ini berarti pH berada pada kisaran 6,53 sampai 7,30, dengan rata – rata pH 6,92.

Keterangan : (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama)

Gambar 10. Grafik kendali X-bar dan R pH Air pada CF I Grafik kendali R untuk pH pada carbon active filter I menunjukkan proses terkendali. Nilai UCL sebesar 0,98, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi pH berada pada kisaran 0 sampai 0,98, dengan rata – rata pH 0,38. Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,

1) Carbon active filter, tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator harus melakukan backwash atau pemutar balikan arus air. 2) Bahan baku yang memiliki kandungan pH yang bervariasi. 3) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan kalibrasi pada alat belum maksimal, sehingga QC harus melakukan kalibrasi dengan benar agar nilai pH sesuai dengan kenyataan. 3) Grafik Kendali pH pada Ressin Filter (RF) Pada Gambar 11, grafik kendali pH pada ressin filter, menunjukkan bahwa ada satu titik yang memenuhi kriteria nomor (6), yaitu pada sampel 19.

Keterangan : (6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama)

Gambar 11. Grafik kendali X-bar dan R pH Air pada RF Kriteria tersebut, menunjukkan proses tidak terkendali, meskipun demikian nilai x pH pada ressin filter , seperti

ditunjukkan pada Lampiran 10 , yaitu 6,93, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 6,5 – 8,5. Nilai UCL sebesar 7,32, dan LCL sebesar 6,54. Hal ini berarti pH berada pada kisaran 6,54 sampai 7,32, dengan rata – rata pH 6,93. Pada grafik kendali R menunjukkan proses terkendali, nilai UCL sebesar 0,98, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi pH berada pada kisaran 0 sampai 0,98, dengan rata – rata pH 0,38. Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1)

Mesin,

khususnya

ressin

filter

yang

berfungsi

menstandarkan pH tidak bekerja dengan baik, sehingga operator harus melakukan backwash atau penggantian pada ressin filter tersebut, 2) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan kalibrasi pada alat belum maksimal, sehingga QC harus melakukan kalibrasi dengan benar agar nilai pH sesuai dengan kenyataan. 4) Grafik Kendali pH pada Carbon Active Filter II (CF2) Grafik kendali untuk pH pada carbon active filter II, disajikan pada Gambar 12. Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat: 1. Satu titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 7 2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 9 Kriteria-kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali, meskipun demikian nilai x pH pada carbon active filter II, seperti ditunjukkan pada Lampiran 11 , yaitu 6,87, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 6,5 – 8,5. Nilai UCL sebesar 7,30, dan LCL sebesar 6,43. Hal ini berarti pH berada pada kisaran 6,43 sampai 7,30, dengan rata – rata pH 6,87.

Grafik kendali R untuk pH pada carbon active filter II menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya satu titik yang memenuhi kriteria nomor (1), yaitu pada sampel 9. Nilai UCL sebesar 1,09, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi pH berada pada kisaran 0 sampai 1,09, dengan rata – rata pH 0,43.

Keterangan : (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama)

Gambar 12. Grafik kendali X-bar dan R pH Air pada CF2 Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Carbon active filter, tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator harus melakukan backwash. 2) Kondisi mesin sebelum carbon active filter II, tidak bekerja dengan maksimal, sehingga kandungan pH masih tetap bervariasi.

3) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan kalibrasi pada alat belum maksimal, sehingga QC harus melakukan kalibrasi dengan benar agar nilai pH sesuai dengan kenyataan. 5) Grafik Kendali pH Setelah Melewati Filter Cartridge (SC) Grafik kendali untuk pH setelah melewati filter cartridge, disajikan pada Gambar 13. Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat : 1. Empat titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 5, 9, 15, 16 2. Tiga titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 5, 11, 17

Keterangan : (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama)

Gambar 13. Grafik kendali X-bar dan R pH Air Pada SC

Kriteria-kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali, meskipun demikian nilai x pH setelah melewati filter cartridge seperti ditunjukkan pada Lampiran 12 yaitu 6,98, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 6,5 – 8,5. Nilai UCL sebesar 7,22, dan LCL sebesar 6,73. Hal ini berarti pH berada pada kisaran 6,73 sampai 7,22, dengan rata – rata pH 6,98. Grafik kendali R untuk pH setelah melewati filter cartridge menunjukkan proses terkendali. Nilai UCL sebesar 0,62, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi pH berada pada kisaran 0 sampai 0,62, dengan rata – rata pH 0,24. Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Filter cartridge tidak berfungsi dengan baik atau tersumbat, sehingga operator harus melakukan penggantian filter tersebut. 2) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan kalibrasi pada alat belum maksimal, sehingga QC harus melakukan kalibrasi dengan benar agar nilai pH sesuai dengan kenyataan. 6) Grafik Kendali pH pada Mesin Filler Grafik kendali untuk pH pada mesin filler, disajikan pada Gambar 14. Pada grafik kendali rata – rata,

dapat

dilihat proses tidak berada dalam pengendalian, karena terdapat satu titik memenuhi kriteria nomor (5), yaitu pada sampel 11, meskipun demikian, nilai x pH pada mesin filler, seperti ditunjukkan pada Lampiran 13 , yaitu 7,04, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 6,5 – 8,5. Nilai UCL sebesar 7,36, dan LCL sebesar 6,72. Hal ini berarti pH berada pada kisaran 6,72 sampai 7,36, dengan rata – rata pH 7,04.

Grafik kendali R untuk pH pada mesin filler menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya satu titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 2. Nilai UCL sebesar 0,80, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi pH berada pada kisaran 0 sampai 0,80, dengan rata – rata pH 0,31.

Keterangan : (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama)

Gambar 14. Grafik kendali X-bar dan R pH Air pada Filler Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Mesin filler merupakan tahapan terakhir dari proses produksi AMDK, sehingga apabila proses produksi masih tidak terkendali, maka variasi penyebab khususnya dapat berupa, 1) Filter cartridge tidak berfungsi dengan baik atau

tersumbat,

sehingga

operator

harus

melakukan

penggantian filter tersebut. 2) Mesin-mesin sebelumnya tidak

berfungsi dengan maksimal, sehingga kandungan pH masih bervariasi. 3) Bahan baku yang memiliki kandungan pH yang bervariasi. 4) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan kalibrasi pada alat belum maksimal, sehingga QC harus melakukan kalibrasi dengan benar agar nilai pH sesuai dengan kenyataan. Pada Gambar 9, 10, 11, 12, 13, dan 14, dapat disimpulkan rata-rata pH sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan, meskipun terlihat bahwa proses produksi masih tidak terkendali, sekaligus menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Berdasarkan hal tersebut, pihak perusahaan harus menghilangkan variasi penyebab khusus itu agar membawa proses kedalam pengendalian statistikal. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Kondisi sumber air baku yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca, terutama pada musim hujan sehingga memiliki kandungan pH yang bervariasi, oleh karena itu bagian QC, harus melakukan pengecekan dengan baik pada bahan baku air tersebut, jika pH tetap tidak sesuai standar maka dilakukan laporan kepada pihak PDAM. 2) Mesin,seperti carbon active filter I, atau ressin filter tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator harus melakukan backwash. 3) Filter Cartridge tidak berfungsi dengan baik atau tersumbat, sehingga operator harus melakukan penggantian filter tersebut. 4) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan kalibrasi pada alat belum maksimal, sehingga QC harus melakukan kalibrasi dengan benar agar nilai pH sesuai dengan kenyataan.

b. Grafik Pengendali Kekeruhan (Turbidity) 1) Grafik Kendali Kekeruhan Air pada Tank Penampungan Bahan Baku (BB) Grafik

kendali

untuk

kekeruhan

pada

tank

penampungan bahan baku disajikan pada Gambar 15.

Keterangan: (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (2) Sembilan titik berturut-turut berada pada sisi yang sama dari garis tengah (5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama)

Gambar 15. Grafik kendali X-bar dan R kekeruhan air pada BB Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat : 1. Lima titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 9, 10, 11, 17, 18. 2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (2) yaitu pada sampel 20

3. Sembilan titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 9, 10, 11, 14, 15, 16, 17, 18, 20. 4. Enam titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 11, 16, 17, 18, 19, 20. Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali meskipun demikian, nilai x kekeruhan pada tank penampungan bahan baku, seperti ditunjukkan pada Lampiran 14, yaitu 0,38, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu maks. 2,5 NTU. Nilai UCL sebesar 0,63, dan LCL sebesar 0,12. Hal ini berarti kekeruhan berada pada kisaran 0,12 sampai 0,63, dengan rata – rata kekeruhan 0,38. Grafik

kendali

R

untuk

kekeruhan

pada

tank

penampungan bahan baku menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya satu titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 4. Nilai UCL sebesar 0,64, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi kekeruhan berada pada kisaran 0 sampai 0,64, dengan rata – rata kekeruhan 0,25. Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Kondisi sumber air baku yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca terutama pada musim hujan dimana kekeruhan air meningkat,

sehingga

bagian

QC

harus

melakukan

pengecekan dengan baik pada bahan baku air tersebut, jika kekeruhan tetap tidak sesuai standar maka dilakukan laporan kepada pihak PDAM. 2) Tanki penampungan bahan baku yang belum dikuras, sehingga air dalam tanki menjadi keruh, oleh karena itu operator, harus rutin melakukan pengurasan pada tanki. 3) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan daya fungsi alat sudah tidak maksimal atau kesalahan dari petugas QC, sehingga metode dari pengujian harus lebih

dipahami agar tingkat dari kekeruhan air yang diuji sesuai dengan kenyataan. 4) Kebersihan ruang pengujian masih kurang, sehingga air yang diuji tercemar oleh debu-debu ataupun

kotoran

yang

ada

didalam

ruangan,

yang

mengakibatkan tingkat kekeruhan air yang diuji menjadi bervariasi dan tidak sesuai dengan kenyataan. 2) Grafik Kendali Kekeruhan pada Carbon active filter I (CF1) Grafik kendali untuk kekeruhan pada Carbon Active Filter I disajikan pada Gambar 16.

Keterangan: (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (8) Delapan titik berturut-turut berada pada lebih dari 1-sigma dari garis tengah

Gambar 16. Grafik kendali X-bar dan R kekeruhan Air pada CF I Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat :

1. Delapan titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 9, 10, 11, 15, 16, 17, 18, 20. 2. 11 titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 3, 5, 6, 9, 10, 11, 15, 16, 17, 18, 20. 3. 11 titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 4, 5, 6, 7, 11, 12, 16, 17, 18, 19, 20. 4. 13 titik memenuhi kriteria nomor (8) yaitu pada sampel 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20. Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali meskipun demikian, nilai x kekeruhan pada carbon active filter I, seperti ditunjukkan pada Lampiran 15 , yaitu 0,37, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu maks. 2,5 NTU. Nilai UCL sebesar 0,57, dan LCL sebesar 0,16. Hal ini berarti kekeruhan berada pada kisaran 0,16 sampai 0,57, dengan rata – rata kekeruhan 0,37. Grafik kendali R untuk kekeruhan pada carbon active filter I menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya dua titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 10 dan 12. Nilai UCL sebesar 0,52, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi kekeruhan berada pada kisaran 0 sampai 0,52, dengan rata – rata kekeruhan 0,20. Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Carbon Active Filter, tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator harus melakukan backwash atau pemutar balikan arus air. 2) Kondisi bahan baku yang memiliki variasi tingkat kekeruhan. 3) Terjadi kesalahan pengujian, atau kebersihan ruang pengujian masih kurang, sehingga air yang diuji tercemar oleh debu-debu ataupun kotoran yang ada didalam ruangan, yang mengakibatkan tingkat kekeruhan menjadi bervariasi dan tidak sesuai dengan kenyataan.

3) Grafik Kendali Kekeruhan pada Ressin Filter (RF) Grafik kendali untuk kekeruhan pada Ressin Filter disajikan pada Gambar 17.

Keterangan: (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (2) Sembilan titik berturut-turut berada pada sisi yang sama dari garis tengah (5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (8) Delapan titik berturut-turut berada pada lebih dari 1-sigma dari garis tengah

Gambar 17. Grafik kendali X-bar dan R kekeruhan Air pada RF Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat : 1. 12 titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 1, 2, 8, 9, 10, 11, 14, 15, 16, 17, 19, 20. 2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (2) yaitu pada sampel 20. 3. 16 titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 2, 3, 4, 5, 6, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20. 4. 10 titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 4, 5, 6, 11, 15, 16, 17, 18, 19, 20.

5. Enam titik memenuhi kriteria nomor (8) yaitu pada sampel 15, 16, 17, 18, 19, 20. Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali, meskipun demikian nilai x kekeruhan pada ressin filter, seperti ditunjukkan pada Lampiran 16 , yaitu 0,30, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu maks. 2,5 NTU. Nilai UCL sebesar 0,44, dan LCL sebesar 0,15. Hal ini berarti kekeruhan berada pada kisaran 0,15 sampai 0,44, dengan rata – rata kekeruhan 0,30. Grafik kendali R untuk kekeruhan pada ressin filter menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya tiga titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 9, 10, dan 11. Nilai UCL sebesar 0,36, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi kekeruhan berada pada kisaran 0 sampai 0,36, dengan rata – rata kekeruhan 0,14. Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Mesin, tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator harus melakukan backwash atau pemutar balikan arus air. 2) Terjadi kesalahan pengujian, atau kebersihan ruang pengujian masih kurang, sehingga air yang diuji tercemar oleh debu-debu ataupun kotoran yang ada didalam ruangan, yang mengakibatkan tingkat kekeruhan menjadi bervariasi dan tidak sesuai dengan kenyataan. 4) Grafik Kendali Kekeruhan pada Carbon Active Filter II (CF2) Grafik kendali untuk kekeruhan pada carbon active filter II disajikan pada Gambar 18. Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat : 1. 11 titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 2, 8, 9, 10, 11, 15, 16, 17, 18, 19, 20.

2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (2) yaitu pada sampel 20. 3. 14 titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 3, 4, 5, 6, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20. 4. Delapan titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 5, 11, 15, 16, 17, 18, 19, 20. 5. Enam titik memenuhi kriteria nomor (8) yaitu pada sampel 15, 16, 17, 18, 19, 20.

Keterangan: (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (2) Sembilan titik berturut-turut berada pada sisi yang sama dari garis tengah (5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (8) Delapan titik berturut-turut berada pada lebih dari 1-sigma dari garis tengah

Gambar 18. Grafik kendali X-bar dan R kekeruhan Air pada CF2 Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali. Nilai x kekeruhan pada carbon active filter II, seperti ditunjukkan pada Lampiran 17, yaitu 0,28, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu maks. 2,5

NTU. Nilai UCL sebesar 0,42, dan LCL sebesar 0,13. Hal ini berarti kekeruhan berada pada kisaran 0,13 sampai 0,42, dengan rata – rata kekeruhan 0,28. Grafik kendali R untuk kekeruhan pada carbon active filter II menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya dua titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 9 dan 11. Nilai UCL sebesar 0,37, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi kekeruhan berada pada kisaran 0 sampai 0,37, dengan rata – rata kekeruhan 0,14. Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Mesin carbon active filter II, tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator harus melakukan backwash atau pemutar balikan arus air. 2) Terjadi kesalahan pengujian, atau kebersihan ruang pengujian masih kurang, sehingga air yang diuji tercemar oleh debu-debu ataupun kotoran yang ada didalam ruangan, yang mengakibatkan tingkat kekeruhan menjadi bervariasi dan tidak sesuai dengan kenyataan. 5) Grafik Kendali Kekeruhan Setelah Melewati Filter Cartridge (SC) Grafik kendali untuk kekeruhan setelah melewati filter cartridge disajikan pada Gambar 19. Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat : 1. 12 titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 2, 8, 9, 10, 11, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20. 2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (2) yaitu pada sampel 20. 3. 12 titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 3, 5, 9, 10, 11, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20. 4. 10 titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 4, 5, 6, 11, 15, 16, 17, 18, 19, 20.

5. Enam titik memenuhi kriteria nomor (8) yaitu pada sampel 15, 16, 17, 18, 19, 20.

Keterangan: (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (2) Sembilan titik berturut-turut berada pada sisi yang sama dari garis tengah (5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (8) Delapan titik berturut-turut berada pada lebih dari 1-sigma dari garis tengah

Gambar 19. Grafik kendali X-bar dan R kekeruhan Air pada SC Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali, meskipun demikian nilai x kekeruhan setelah melewati filter cartridge, seperti ditunjukkan pada Lampiran 18, yaitu 0,27, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu maks. 2,5 NTU. Nilai UCL sebesar 0,40, dan LCL sebesar 0,14. Hal ini berarti kekeruhan berada pada kisaran 0,14 sampai 0,40, dengan rata – rata kekeruhan 0,27. Grafik kendali R untuk kekeruhan setelah melewati filter cartridge menunjukkan proses tidak terkendali, karena

adanya dua titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 10 dan 11. Nilai UCL sebesar 0,34, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi kekeruhan berada pada kisaran 0 sampai 0,34, dengan rata – rata kekeruhan 0,13. Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1)

Filter cartridge tidak berfungsi dengan baik atau

tersumbat, sehingga operator harus melakukan penggantian filter tersebut. 2) Mesin-mesin sebelumnya tidak berfungsi dengan maksimal dalam melakukan penyaringan terhadap kekeruhan. 3) Terjadi kesalahan pengujian, atau kebersihan ruang pengujian masih kurang, sehingga air yang diuji tercemar oleh debu-debu ataupun kotoran yang ada didalam ruangan, yang mengakibatkan tingkat kekeruhan menjadi bervariasi dan tidak sesuai dengan kenyataan. 6) Grafik Kendali Kekeruhan pada Mesin Filler Grafik kendali untuk kekeruhan pada mesin filler disajikan pada Gambar 20. Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat : 1. 10 titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 2, 8, 9, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 20. 2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (2) yaitu pada sampel 20. 3. 10 titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 2, 9, 10, 11, 15, 16, 17, 18, 19, 20. 4. 10 titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 4, 5, 6, 11, 15, 16, 17, 18, 19, 20. 5. Enam titik memenuhi kriteria nomor (8) yaitu pada sampel 15, 16, 17, 18, 19, 20. Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali, meskipun demikian nilai x kekeruhan pada mesin

filler, seperti ditunjukkan pada Lampiran 19, yaitu 0,23, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu maks. 2,5 NTU. Nilai UCL sebesar 0,40, dan LCL sebesar 0,06. Hal ini berarti kekeruhan berada pada kisaran 0,06 sampai 0,40, dengan rata – rata kekeruhan 0,23.

Keterangan: (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (2) Sembilan titik berturut-turut berada pada sisi yang sama dari garis tengah (5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (8) Delapan titik berturut-turut berada pada lebih dari 1-sigma dari garis tengah

Gambar 20. Grafik kendali X-bar dan R kekeruhan Air pada Filler Grafik kendali R untuk kekeruhan pada mesin filler menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya 2 titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 10 dan 11. Nilai UCL sebesar 0,43, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi kekeruhan berada pada kisaran 0 sampai 0,43, dengan rata – rata kekeruhan 0,17.

Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produk. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Filter cartridge tidak berfungsi dengan baik atau tersumbat, sehingga operator harus melakukan penggantian filter tersebut. 2) Ruang filler, tidak steril, sehingga air yang keluar dari mesin menjadi tercemar oleh debu-debu yang ada diruangan. 3) Terjadi kesalahan pengujian, atau kebersihan ruang pengujian masih kurang, sehingga air yang diuji tercemar oleh debu-debu ataupun kotoran yang ada didalam ruangan, yang mengakibatkan tingkat kekeruhan menjadi bervariasi dan tidak sesuai dengan kenyataan. Pada Gambar 15, 16, 17, 18, 19, dan 20, dapat disimpulkan rata-rata kekeruhan sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan, tetapi terlihat bahwa proses produksi masih tidak terkendali, sekaligus menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Kondisi sumber air baku yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca terutama pada musim hujan dimana kekeruhan akan meningkat, sehingga bagian QC harus melakukan pengecekan dengan baik pada bahan baku air tersebut, jika turbidity tetap tidak sesuai standar maka dilakukan laporan kepada pihak PDAM. 2) Tanki penampungan bahan baku yang belum dikuras, sehingga air dalam tanki menjadi keruh, oleh karena itu operator, harus rutin melakukan pengurasan pada tanki. 3) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan daya fungsi alat sudah tidak maksimal atau kesalahan dari petugas QC, sehingga metode dari pengujian harus lebih dipahami agar tingkat dari kekeruhan

air

yang

diuji

sesuai

dengan

kenyataan.

4) Mesin,seperti carbon active filter I, atau ressin filter tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator harus melakukan

backwash. 5) Filter Catridge tidak berfungsi dengan baik atau

tersumbat,

sehingga

operator

harus

melakukan

penggantian filter tersebut. 6) Kebersihan ruang pengujian masih kurang, sehingga air yang diuji tercemar oleh debudebu ataupun kotoran yang ada didalam ruangan, yang mengakibatkan tingkat kekeruhan air yang diuji menjadi bervariasi. 7) Ruang filler, tidak steril, sehingga air yang keluar dari mesin menjadi tercemar oleh debu-debu yang ada diruangan. c. Grafik Pengendali Total Dissolved Solid (TDS) dalam Air 1) Grafik Kendali TDS Air pada Tank Penampungan Bahan Baku (BB) Grafik kendali untuk TDS pada tank penampungan bahan baku disajikan pada Gambar 21. Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat : 1. Delapan titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 1, 8, 9, 10, 11, 16, 17, 19. 2. Sembilan titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 3, 4, 9, 10, 17, 19. 3. Empat titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 4, 6, 7, 15. Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali, meskipun demikian nilai x TDS pada tank penampungan

bahan

baku,

seperti

ditunjukkan

pada

Lampiran 20 , yaitu 62,16, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 50-90 mg/l. Nilai UCL sebesar 65,28, dan LCL sebesar 59,04. Hal ini berarti TDS berada pada kisaran 59,04 sampai 65,28, dengan rata – rata TDS 62,16. Grafik kendali R untuk TDS pada tank penampungan bahan baku menunjukkan proses tidak terkendali, karena

adanya 3 titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 11, 17, 20. Nilai UCL sebesar 7,85, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi TDS berada pada kisaran 0 sampai 7,85, dengan rata – rata TDS 3,05.

Keterangan: (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (5) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (6) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama)

Gambar 21. Grafik Kendali X-bar dan R TDS Air pada BB Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Kondisi sumber air baku yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca, sehingga bagian QC harus melakukan pengecekan dengan baik pada bahan baku air tersebut, jika TDS tetap tidak sesuai standar maka dilakukan laporan kepada pihak PDAM. 2) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan

oleh daya fungsi alat uji yang sudah tidak maksimal, atau kesalahan dari pertugas QC, sehingga metode dalam pengujian harus lebih dipahami, agar hasil dari pengujian TDS sesuai dengan kenyataan. 2) Grafik Kendali TDS pada Carbon Active Filter I (CF1) Grafik kendali untuk TDS pada carbon active filter I disajikan pada Gambar 22.

Keterangan: (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (5) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (6) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama)

Gambar 22. Grafik kendali X-bar dan R TDS Air pada CF1 Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat : 1. 3 titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 3, 10, 17. 2. 3 titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 3, 18, 20.

3. 1 titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 20. Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali, meskipun demikian nilai x TDS pada carbon active filter I, seperti ditunjukkan pada Lampiran 21 , yaitu 62,68, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 50-90 mg/l. Nilai UCL sebesar 65,68, dan LCL sebesar 59,69. Hal ini berarti TDS berada pada kisaran 59,69 sampai 65,68, dengan rata – rata TDS 62,68. Grafik kendali R untuk TDS pada carbon active filter I menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya satu titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 12. Nilai UCL sebesar 7,53, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi TDS berada pada kisaran 0 sampai 7,53, dengan rata – rata TDS 2,93. Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Mesin carbon active filter, tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator harus melakukan backwash atau pemutar balikan arus air. 2) Kondisi bahan baku yang memiliki variasi zat padat terlarut. 3) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan oleh daya fungsi alat uji yang sudah tidak maksimal, atau kesalahan dari pertugas QC, sehingga metode dalam pengujian harus lebih dipahami, agar hasil dari pengujian TDS sesuai dengan kenyataan. 3) Grafik Kendali TDS pada Ressin Filter (RF) Grafik kendali untuk TDS pada ressin filter disajikan pada Gambar 23. Pada grafik kendali rata – rata,

dapat

dilihat terdapat : 1. Lima titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 1, 4, 9, 10, 16.

2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 10. 3. Tiga titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 4, 5, 15. Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali, meskipun demikian, nilai x TDS pada ressin filter, seperti ditunjukkan pada Lampiran 22 , yaitu 62,51, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 50-90 mg/l. Nilai UCL sebesar 64,79, dan LCL sebesar 60,23. Hal ini berarti TDS berada pada 60,23 sampai 64,79, dengan rata – rata TDS 62,51.

Keterangan: (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (5) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (6) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama)

Gambar 23. Grafik kendali X-bar dan R TDS Air pada RF

Grafik kendali R untuk TDS pada ressin filter menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya dua titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 10, 20. Nilai UCL sebesar 5,73, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi TDS berada pada kisaran 0 sampai 5,73, dengan rata – rata TDS 2,23. Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Mesin, tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator harus melakukan backwash atau pemutar balikan arus air. 2) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan oleh daya fungsi alat uji yang sudah tidak maksimal, atau kesalahan dari pertugas QC, sehingga metode dalam pengujian harus lebih dipahami, agar hasil dari pengujian TDS sesuai dengan kenyataan. 4) Grafik Kendali TDS pada Carbon Active Filter II (CF2) Peta kendali untuk TDS pada carbon active filter II disajikan pada Gambar 24. Pada peta kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat : 1. Satu titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 10. 2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 17. Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali, meskipun demikian nilai x TDS pada carbon active filter II, seperti ditunjukkan pada Lampiran 23 , yaitu 62,19, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 50-90 mg/l. Nilai UCL sebesar 67,53, dan LCL sebesar 56,86. Hal ini berarti TDS berada pada 56,86 sampai 67,53, dengan rata – rata TDS 62,19.

Grafik kendali R untuk TDS pada carbon active filter II menunjukkan proses terkendali. Nilai UCL sebesar 13,42, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi TDS berada pada kisaran 0 sampai 13,42, dengan rata – rata TDS 5,21.

Keterangan: (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (5) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama)

Gambar 24. Grafik kendali X-bar dan R TDS Air pada CF2 Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Mesin, tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator harus melakukan backwash. 2) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan oleh daya fungsi alat uji yang sudah tidak maksimal, atau kesalahan dari pertugas QC, sehingga metode dalam pengujian harus lebih dipahami, agar hasil dari pengujian TDS sesuai dengan kenyataan.

5) Grafik Kendali TDS Setelah Melewati Filter Cartridge (SC) Grafik kendali untuk TDS setelah melewati filter cartridge disajikan pada Gambar 25. Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat satu titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 10. Kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali, meskipun demikian nilai x TDS pada setelah melewati filter cartridge, seperti ditunjukkan pada Lampiran 24 , yaitu 61,68, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 50-90 mg/l. Nilai UCL sebesar 65,90, dan LCL sebesar 57,46. Hal ini berarti TDS berada pada 57,46 sampai 65,90, dengan rata – rata TDS 61,68.

Keterangan: (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah

Gambar 25. Grafik kendali X-bar dan R TDS Air pada SC Grafik kendali R untuk TDS pada setelah melewati filter cartridge menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya satu titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu

pada sampel 10.Nilai UCL sebesar 10,62, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi TDS berada pada kisaran 0 sampai 10,62, dengan rata – rata TDS 4,13. Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Filter cartridge tidak berfungsi dengan baik atau tersumbat, sehingga operator harus melakukan penggantian filter tersebut. 2) Mesin–mesin sebelumnya yang tidak bekerja dengan maksimal sehingga munculnya variasi TDS. 3) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan oleh daya fungsi alat uji yang sudah tidak maksimal, atau kesalahan dari pertugas QC, sehingga metode dalam pengujian harus lebih dipahami, agar hasil dari pengujian TDS sesuai dengan kenyataan. 6) Grafik Kendali TDS pada Mesin Filler Grafik kendali untuk TDS pada mesin Filler disajikan pada Gambar 26. Pada grafik kendali rata – rata,

dapat

dilihat terdapat : 1. Delapan titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 1, 2, 3, 5, 10, 12, 14, 16. 2. 10 titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 2, 3, 4, 5, , 10, 12, 17, 19, 20. 3. Tiga titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 4, 5, 6, 11, 12, 20. Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak terkendali, meskipun demikian nilai x TDS pada mesin Filler, seperti ditunjukkan pada Lampiran 25 , yaitu 62,25, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 50-90 mg/l. Nilai UCL sebesar 63,71, dan LCL sebesar 60,79. Hal ini berarti TDS berada pada 60,79 sampai 63,71, dengan rata – rata TDS 62,25.

Grafik kendali R untuk TDS pada mesin Filler menunjukkan proses terkendali. Nilai UCL sebesar 3,67, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi TDS berada pada kisaran 0 sampai 3,67, dengan rata – rata TDS 1,43.

Keterangan: (1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah (5) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama) (6) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada sisi yang sama)

Gambar 26. Grafik kendali X-bar dan R TDS Air pada Filler Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Filter cartridge tidak berfungsi dengan baik atau tersumbat, sehingga operator harus melakukan penggantian filter tersebut. 2) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan oleh daya fungsi alat uji yang sudah tidak maksimal, atau kesalahan dari pertugas QC, sehingga metode

dalam pengujian harus lebih dipahami, agar hasil dari pengujian TDS sesuai dengan kenyataan. Pada Gambar 21, 22, 23, 24, 25 dan 26,

dapat

disimpulkan rata-rata TDS sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan, tetapi terlihat bahwa proses produksi masih tidak terkendali, sekaligus menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Kondisi sumber air baku yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca, sehingga bagian QC harus melakukan pengecekan dengan baik pada bahan baku air tersebut, jika TDS tetap tidak sesuai standar maka dilakukan laporan kepada pihak PDAM . 2) Mesin,seperti carbon active filter I, atau ressin filter tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator harus melakukan backwash. 3) Filter Cartridge tidak berfungsi dengan baik atau tersumbat, sehingga operator harus melakukan penggantian filter tersebut. 4) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan oleh daya fungsi alat uji yang sudah tidak maksimal, atau kesalahan dari pertugas QC, sehingga metode dalam pengujian harus lebih dipahami, agar hasil dari pengujian TDS sesuai dengan kenyataan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pengendalian mutu pada proses produksi AMDK di PT Sinar Bogor QUA, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pada proses produksi, air baku akan diproses melalui beberapa tahap filtrasi yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan kekeruhan serta melalui proses sterilisasi (ozonisasi dan ultra violet). 2. Pengendalian mutu pada PT SBQUA terbagi menjadi empat tahap yaitu pengendalian

mutu

bahan

baku,

pengendalian

mutu

dalam

proses,

pengendalian mutu produk jadi, dan pengendalian mutu kemasan. Agar kualitas air tetap terjamin, PT. SBQUA dilengkapi dengan laboratorium QC (Quality Control) yang cukup memenuhi syarat untuk melakukan pengujian fisik, kimia dan mikrobiologi. AMDK yang diuji di laboratorium PT.SBQUA secara berkala akan dilakukan perbandingan dengan pengujian kembali di laboratorium yang sudah terakreditasi. 3. Pada diagram sebab akibat diperoleh faktor – faktor yang mempengaruhi mutu dari AMDK, yaitu bahan baku, mesin / alat, kemasan, lingkungan, metode, dan karyawan. 4. Pada grafik kendali pH, turbidity, TDS,

dapat disimpulkan rata-rata pH,

turbidity,TDS tersebut sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan, meskipun terlihat bahwa proses produksi masih tidak terkendali, sekaligus menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Berdasarkan hal tersebut, pihak perusahaan harus menghilangkan variasi penyebab khusus itu agar membawa proses kedalam pengendalian statistikal. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Kondisi Bahan Baku. 2) Mesin,seperti carbon active filter I, atau ressin filter tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator harus melakukan backwash. 3) Filter Cartridge tidak berfungsi dengan baik atau tersumbat, sehingga operator harus melakukan penggantian filter tersebut. 4) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan oleh daya fungsi alat uji yang sudah tidak maksimal, atau kesalahan metode dari pertugas QC. 5) Lingkungan yang tidak steril dan bersih.

Saran Saran yang dapat diberikan adalah : 1. Pengendalian terhadap kekeruhan air harus lebih ditingkatkan, karena batas grafik kendali menunjukkan banyak titik yang berada diluar batas kendali, namun demikian tingkat kekeruhan air masih berada dalam standar perusahaan dan SNI. 2. Kebersihan dan sterilisasi dari lingkungan harus dijaga, untuk menghindari timbulnya kekeruhan pada air. 3. Pengurasan pada tanki penampungna bahan baku, harus rutin dilakukan sehingga air yang berada dalam tanki tersebut tidak menjadi keruh. 4. Pengecekan mesin dan penggantian filter pada cartridge harus rutin dilakukan, agar kinerja dari mesin dan filter tersebut tetap stabil. 5. Pengecekan terhadap alat uji lebih ditingkatkan, serta metode pengujian yang digunakan harus lebih dipahami, sehingga parameter mutu yang diuji memiliki hasil yang sesuai dengan kenyataan. 6. Diharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai pengendalian mutu AMDK SBQUA, dengan menggunakan diagram pareto, dan analisis kemampuan proses.

DAFTAR PUSTAKA Amelia, Meivita, dkk. 2004. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Preferensi Konsumen Produk Air Minum Dalam Kemasan Di Bogor, Jurnal Teknik Industri Pertanian:13(3) : 97-107 Ariani, Dorothea Wahyu. 2002. Manajemen Kualitas, Pendekatan Sisi Kualitatif. Depdiknas, Jakarta --------------------------------. 2003. Pengendalian Kualitas Statistik (pendekatan kuantitatif dalam manajemen kualitas). Penerbit Andi, Yogyakarta. Assauri, Sofyan. 1998. Manajemen Produksi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Ghalia Indonesia. Jakarta. Crocker, Olga L, et al. 2004. Gugus Kendali Mutu Pedoman, partisipasi dan produktivitas. Bumi Aksara. Jakarta. DH. Supari. 2001. Manajemen Produksi dan Operasi Agribisnis Hortikultura. PT Elex Media Komputindo.Jakarta Fauza, Siti Aulyatunnisa. 2005. Pengendalian Proses Produksi Chicken Stick Dengan Menggunakan Statistical Process Control (SPC) Studi Kasus di PT Charoen Pokphand Indonesia. Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fazriyah, Reni Puspa. 2005. Analisis Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Permen Chocfuls Di PT. Cadbury Indonesia-Jakarta . Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Figenbaum,A.V. 1996. Kendali Mutu Terpadu. Erlangga, Jakarta Gasperz, Vincent, 2001. Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta ---------------------, 2003. Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Handoko, T. Hani. 1989. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE, Yogyakarta. Kompas. Omzet Penjualan AMDK Diperkirakan Naik 20 Persen. www.kompas.com/kompas-cetak/ 0505/02/ekonomi/1722807.htm - 41k – [Maret 2006] Liana, Adi dan Yandra Arkeman. 2002. Pengendalian Kualitas Pada Proses Produksi Kertas Medium Di PT Indah Kiat Pulp & Paper Serang Mill, Jurnal Teknik Industri Pertanian:12(1) : 27-36 Minum

Isi Ulang, Dibutuhkan dan Dipersoalkan http://aplcare.com/news/aplnews/detail.asp?num=17q6 [Februari 2006]

Montgomery,Douglas C. 1990. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik.Gajah Mada Univ.Pres, Yogyakarta.

Nasution, M. Nur. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Ghalia Indonesia, Jakarta. Prawirosentono, Suyadi. 2004. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu, Total Quality Management Abad 21 Studi Kasus Dan Analisis Kiat Membangun Bisnis Kompetitif Bernuansa "Market Leader". Bumi Aksara, Jakarta. Sembiring,

JJ Amstrong. Fenomena Air Bersih. http://www.sekitarkita.com/comments.php?id=154_0_7_0_C. [1 Juni 2006]

Standar Nasional Indonesia. 1996. Air Minum Dalam Kemasan. Dewan Standarisasi Nasional. Suara

Karya. Air Minum Isi Ulang Tercemar Bakteri Coliform http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=62313 Air [Februari 2006]

Sucitra, Jalu Ambar. 2005. Manajemen Pengendalian Mutu Sosis Di CV. Fiva Food and Meat Supply – Bekasi. Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suprihatin, Dr Ir. 2004. Keamanan Air Minum Isi Ulang www.kompas.com/kompas-cetak/ 0401/07/inspirasi/785616.htm - 41k – [Februari 2006] Survei Sosial Ekonomi Nasional. 2004. Perkembangan Perusahaan Air Minum (PAM). Badan Pusat Statistik, Bogor. Taufan, Muhammad. 2004. Analisis Pengendalian Mutu dan Kemampuan Proses Pada Produksi Teh Celup Sariwangi (Studi Kasus di PT Sariwangi A.E.A Citeureup-Bogor. Skripsi pada Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tedjakusuma, R. 2003. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Dalam Pembelian Air Minum Mineral Di Kotamadya Surabaya, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial :15(1) : 65-74 Trisyulianti, Erlin, dkk. 2003 .Desain Sistem Pakar Untuk Interpretasi Bagan Kendali Mutu Pakan, Jurnal Teknik Industri Pertanian:15(1) : 17-27 Wibisono, L dan I Gede Agung Yudana. Mencari Mutu Air Kemasan. http://www.indomedia.com/intisari/2001/Jun/air_udara.htm. [Februari 2006] Yamit, Zulian,Drs,M.Si. 2004. Manajemen Kualitas Produk & Jasa. Ekonosia, Yogyakarta.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar nilai koefisien dalam perhitungan batas-batas grafik kendali X dan R

Ukuran Contoh (n)

Koefisien Untuk Batas Kontrol A2

Koefisien Untuk Batas Kontrol R D3

D4

Koefisien Untuk Menduga Simpangan Baku, s X-Bar D2

2

1,880

0

3,267

1,128

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

1,023 0,729 0,577 0,483 0,419 0,373 0,337 0,308 0,285 0,266 0,249 0,235 0,223 0,212 0,203 0,194 0,187 0,180 0,173 0,167 0,162 0,157

0 0 0 0 0,076 0,136 0,184 0,223 0,256 0,283 0,307 0,328 0,347 0,363 0,378 0,391 0,403 0,415 0,425 0,434 0,443 0,451

2,574 2,282 2,114 2,004 1,924 1,864 1,816 1,777 1,744 1,717 1,693 1,672 1,653 1,637 1,622 1,608 1,597 1,585 1,575 1,566 1,557 1,548

1,693 2,059 2,326 2,534 2,704 2,847 2,970 3,078 3,173 3,258 3,336 3,407 3,472 3,532 3,588 3,640 3,689 3,735 3,778 3,819 3,858 3,895

25

0,153

0,459

1,541

3,931

Sumber : Gaspersz (2003)

Lampiran 2. Total pemakaian air dan total produksi AMDK PT. SBQUA pada bulan Januari hingga April 2006 Total Pemakaian Air Bulan Januari-April 2006 PT SBQUA Pemakaian Air (M3) 84,048 88,365 110,26 99,670 382,343

Bulan Januari Februari Maret April Total

Total Pemakaian Air (meter kubik) 110,26

120 Meter Kubik

100

84,048

88,365

99,67

80 60 40 20 0 Bulan Januari

Februari

Maret

April

Lampiran 2. Total pemakaian air dan total produksi AMDK PT. SBQUA pada bulan Januari hingga April 2006 (lanjutan) Total Produksi AMDK Bulan Januari-April 2006 PT SBQUA Bulan Januari Februari Maret April Total

Produksi (unit) 3.010 3.201 4.093 4.011 14.315

Total Produksi AMDK

Total Produksi (unit)

5000 4000 3000

4093 3010

4011

3201

2000 1000 0 Bulan Januari

Februari

Maret

April

84

Lampiran 3. Proses Produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) SBQUA

PUMP

QC

CARBON ACTIVE FILTER

RESSIN FILTER

QC

QC

CARBON ACTIVE

FILTER CARTRIDGE

FILTER

QC QC

Keterangan : QC = Quality Control

UV

OZON REACTOR

OZON

GENERATOR

PUMP

QC FILTER CARTRIDGE PENCUCIAN GALLON

FILLER

Lampiran 4. Prosedur Pengujian Mutu Air a. Petugas QC mengambil sampel air pada lokasi pengujian yang akan diukur. b. Air tersebut diisi ke dalam erlenmeyer c. Air yang telah diambil, diuji apakah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Karakteristik yang diuji adalah pH, TDS, turbidity, suhu, total chlorine dan free chlorine, dengan cara sebagai berikut : 1). Analisa derajat keasaman (pH) Nilai pH dalam perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air. Penyimpangan dalam pH pada air minum akan mempengaruhi pertumbuhan mikroba didalam air dan perubahan rasa pada air. Alat yang digunakan dalam pengujian pH adalah pH meter, dan erlenmeyer, sedangkan bahan yang digunakan dalam pengujian adalah buffer pH 7,0, dan air sampel yang diuji. Pertama – tama dilakukan kalibrasi pH meter, dengan cara menuangkan buffer pH 7,0 kedalam erlenmeyer, lalu masukkan pH meter kedalam erlenmeyer tersebut hingga mencapai angka 7,0. Setelah selesai dikalibrasi,

selanjutnya pH meter dimasukkan kedalam erlenmeyer

yang berisi air

sampel yang diuji. Standar pH yang ditetapkan perusahaan

adalah 6,5 – 8,5. 2). Analisa Total Dissolved Solid (TDS) TDS merupakan zat yang terlarut dalam air seperti mineral – mineral yang terdapat pada air. Alat yang digunakan dalam pengujian TDS adalah TDS meter, dan erlenmeyer, sedangkan bahan yang digunakan dalam pengujian adalah air sampel yang diuji. Cara pengujian TDS sama dengan cara pengujian pH tetapi tidak dilakukan kalibrasi alat terlebih dahulu. Standar TDS yang ditetapkan perusahaan adalah 50-90 mg/l. 3). Analisa Turbidity (kekeruhan) Kekeruhan didalam air disebabkan oleh adanya zat – zat tersuspensi seperti lumpur, zat organik, dan zat – zat halus lainnya. Turbidity akan mengakibatkan perubahan warna dari air. Alat yang digunakan dalam pengujian turbidity adalah turbiditimeter, cuvet, dan tissue, sedangkan

Lampiran 4. Prosedur Pengujian Mutu Air (Lanjutan) bahan yang digunakan dalam pengujian adalah air sampel yang diuji. Air sampel yang diuji dimasukkan kedalam cuvet sampai batas 10 ml, lalu keringkan luarnya dengan menggunakan tissue. Perusahaan menetapkan persyaratan turbidity sebesar maks. 2,5 NTU. 4). Analisa Suhu Suhu diukur dengan menggunakan termometer, dengan batas maksimum yang ditetapkan perusahaan sebesar 30° C. Suhu yang tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan bakteri dalam air. 5). Analisa Total Chlorine Pemeriksaan total chlorine dilakukan minimal sebulan sekali. Alat yang digunakan dalam pengujian total chlorine adalah turbiditimeter, cuvet, dan tissue, sedangkan bahan yang digunakan dalam pengujian adalah air sampel yang diuji dan regent total chlorine. Regent total chlorine dimasukkan ke cuvet, lalu masukkan air yang diuji sampai batasan 10 ml, kemudian warna air akan berubah menjadi merah muda. Gunakan tissue untuk membersihkan luar cuvet. Masukkan cuvet kedalam turbiditimeter. 6). Analisa Free Chlorine Pemeriksaan free chlorine sama dengan total chlorine, hanya regent yang digunakan adalah regent free chlorine.

Lampiran 5. Cara – Cara Pengujian Mikrobiologi a. Pembuatan media Alat

: Gelas piala. Pengaduk, kompor listrik, tabung reaksi sebanyak 15, tabung durham, plastik tahan panas, Otoklaf.

Bahan

: Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB) sebanyak ± 4,5 gr , air steril ± 110 ml

Cara

: BGLBB dimasukkan kedalam gelas piala lalu campur dengan

air steril, dan dipanaskan dikompor listrik (warna akan berubah menjadi hijau), sampai tercampur rata dan mendidih. Setelah itu didinginkan sebntar hingga uapnya menghilang.Tuang ±9 ml cairan tersebut kedalam tabung reaksi sebanyak 11 tabung, untuk tabung reaksi yang diperiksa sebagai media yaitu 9 tabung akan dimasukkan tabung durham kedalamnya. Sisanya yang tidak dipakaikan tabung durham disebut blanco. Dari penjelasan diatas diperoleh 9 tabung reaksi sebagai media, 3 tabung reaksi sebagai blanco, dan 3 tabung reaksi terakhir diisi oleh air steril. Seluruh tabung reaksi tersebut ditutup dan ditaruh pada gelas

piala, agar tutup tidak terlepas maka gelas

piala tersebut dipakaikan plastik tahan panas dan diikat, lalu dimasukkan kedalam autoclaf selama ±15 menit, setelah itu dinginkan. b. Cara melakukan sampling Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan sampling : 1) Sebelum masuk dalam ruang laboratorium, pakaian dan tangan harus bersih (semprot tangan dengan alkohol 70%) 2) Semprot seluruh ruangan dengan alkohol 70% 3) Petugas QC memakai masker, ketika melakukan sampling 4) Mengambil sampel atau menuangkan, agar selalu dekat dengan lampu spirtus Setelah hal – hal tersebut dipenuhi, pemeriksaan bakteri e-coli bisa dilakukan. Setelah pemeriksaan dilakukan, tabung – tabung tersebut disimpan dalam incubator selama 2x24 jam. Hasil dari pemeriksaan baru bisa diketahui setelah 2x24 jam.

Lampiran 6. Standar Mutu Gallon SBQUA

1. Bahan

: Poly carbonat (food grade)

2. Berat

: 750 gr – 780 gr

3. Volume

: 19,500 liter – 20,000 liter

4. Dimensi

:

5. Warna

mulut luar

: 55,00 mm – 55,65 mm

mulut dalam

: 45,50 mm – 45,25 mm

tinggi

: 490 mm – 495 mm

tebal dinding

: 0,5mm – 0,6 mm

: Dasar, body, leher, dan mulut gallon berwarna biru standar (tidak buram dan tidak gelap)

6. Permukaan : - tidak cacat : - memiliki jenis kulit jeruk pada bagian bahu, bawah, dan body lekukan keluar - bagian dasar : - ada logo pabrik - bulan dan tahun - kode material 7. Drop test

: - samping drop test pada ketinggian 0,5 meter - posisi horizontal / vertikal 1x tidak pecah

Beberapa jenis cacat yang tidak boleh ada : a. Tidak Bocor b. Mata ikan c. Berambut panjang dari bottom d. Botol goyang pada waktu diberdirikan e. Kotor oli pet atau minyak f. Parting line kasar g. Botol terdapat garis – garis tajam h. Bintik hitam (black spot) i. Body botol tebal tipis j. Clearity tidak bagus/buram

Lampiran 6. Standar Tutup Gallon SBQUA (Lanjutan) 1. Material

: PP atau DEI

2. Berat

: 11 gr – 13 gr

3. Volume

: 19 liter – 20 liter

4. Warna

: biru cerah, tidak buram

5. Bukaan

: mudah dibuka/disobek

6. Kuping bukaan

: bersekat (tidak polos)

7. P. Kuping bukaan : 12 mm – 15 mm 8. L.Kuping bukaan : 7,5 mm – 9,0 mm 9. Tutupan

: mudah ditutup, tidak sobek/licin

10. Kebocoran

: tidak menetes/bocor

Beberapa cacat yang tidak boleh ada : a. Tidak sobek b. Warna tidak merata c. Berambut (sisa bahan) d. Kotor oli / minyak

Lampiran 7. Instruksi Kerja Pencucian Gallon dan Gallon Berlumut: Instruksi kerja pencucian gallon : 1. Gallon kotor atau gallon yang baru datang dipisahkan dari gallon yang berlumut. Gallon yang berlumut akan diberi perlakuan khusus. 2. Gallon yang tidak berlumut diberi sabun khusus untuk pencucian gallon (teepol) kemudian dicuci dengan mesin rinser sambil disikat bagian luarnya. 3. Setelah dirinser, gallon disemprot dan disiram dengan air produk 4. Pencucian dilanjutkan dengan menggunakan air panas 5. Gallon bersih siap masuk ke ruang filler, kemuadian dibilas dengan air produk. Instruksi kerja pencucian gallon berlumut : 1. Gallon berlumut direndam dalam larutan HCl selama 1 hingga 2 malam 2. Bagian yang berlumut disikat dengan sikat khusus 3. Setelah disikat, HCl dibuang, dibilas kemudian dicuci dengan detergen khusus untuk pencucian gallon (teepol) 4. Langkah selanjutnya sama dengan instruksi kerja pencucian gallon diatas

Lampiran 8. pH Air pada Tank Penampungan Bahan Baku No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 6,50 6,50 7,20 6,60 6,80 7,00 7,10 6,60 6,40 6,30 6,50 7,00 7,10 7,30 7,50 6,40 6,60 6,80 6,90 7,00

X2 6,50 6,40 7,30 7,40 6,60 7,30 7,10 6,80 6,50 6,40 6,70 6,90 7,10 7,20 7,30 6,40 6,80 6,90 6,20 6,80

X3 7,30 6,40 6,60 7,40 7,30 7,30 6,70 6,80 6,40 6,80 6,50 6,60 7,00 7,20 7,40 6,40 6,50 7,10 6,50 7,40

MAX 7,30 6,50 7,30 7,40 7,30 7,30 7,10 6,80 6,50 6,80 6,70 7,00 7,10 7,30 7,50 6,40 6,80 7,10 6,90 7,40

MIN 6,50 6,40 6,60 6,60 6,60 7,00 6,70 6,60 6,40 6,30 6,50 6,60 7,00 7,20 7,30 6,40 6,50 6,80 6,20 6,80

X bar 6,77 6,43 7,03 7,13 6,90 7,20 6,97 6,73 6,43 6,50 6,57 6,83 7,07 7,23 7,40 6,40 6,63 6,93 6,53 7,07 X double bar

R 0,80 0,10 0,70 0,80 0,70 0,30 0,40 0,20 0,10 0,50 0,20 0,40 0,10 0,10 0,20 0,00 0,30 0,30 0,70 0,60 R bar

6,84

0,38

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 6,84

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 0,38

UCL = D4 R bar

= 6,84 + (1,023 ) 0,38

= (2,574 ) 0,38

= 7,22

= 0,97

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 6,84 - (1,023 ) 0,38

= (0 ) 0,38

= 6,46

=0

Lampiran 9. pH Air pada Carbon Active Filter I No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 7,20 7,00 7,20 7,20 7,10 7,10 7,10 7,10 6,90 6,80 6,80 7,10 6,80 6,80 7,20 6,40 6,60 6,90 6,70 7,00

X2 7,00 6,40 7,10 7,30 6,70 7,10 7,00 7,00 6,20 6,50 6,80 7,00 6,90 6,90 7,30 6,40 6,50 6,60 6,90 7,10

X3 6,70 7,30 6,70 7,50 7,40 6,40 6,70 7,10 6,80 7,10 6,70 7,10 7,30 7,10 7,30 6,40 6,70 7,00 7,00 6,90

MAX 7,20 7,30 7,20 7,50 7,40 7,10 7,10 7,10 6,90 7,10 6,80 7,10 7,30 7,10 7,30 6,40 6,70 7,00 7,00 7,10

MIN 6,70 6,40 6,70 7,20 6,70 6,40 6,70 7,00 6,20 6,50 6,70 7,00 6,80 6,80 7,20 6,40 6,50 6,60 6,70 6,90

X bar 6,97 6,90 7,00 7,33 7,07 6,87 6,93 7,07 6,63 6,80 6,77 7,07 7,00 6,93 7,27 6,40 6,60 6,83 6,87 7,00 X double bar

R 0,50 0,90 0,50 0,30 0,70 0,70 0,40 0,10 0,70 0,60 0,10 0,10 0,50 0,30 0,10 0,00 0,20 0,40 0,30 0,20 R bar

6,92

0,38

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 6,92

UCL = X double bar + A2 R bar LCL

= 0,38

UCL = D4 R bar

= 6,92 + (1,023 ) 0,38 = 7,30

= (2,574 ) 0,38

= X double bar - A2 R bar

= 0,98

= 6,92 - (1,023 ) 0,38 = 6,53

LCL

= D3 R bar = (0 ) 0,38 =0

Lampiran 10. pH Air pada Ressin Filter No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 7,0 7,2 7,0 7,0 7,1 7,0 7,0 7,4 6,8 6,9 6,7 7,1 6,9 6,9 7,2 6,8 6,6 7,0 6,7 6,9

X2 6,7 6,9 7,3 6,6 6,7 7,2 7,2 7,2 6,4 7,0 7,0 6,6 7,1 6,9 7,1 6,5 6,7 6,9 6,7 7,1

X3 6,6 6,9 6,5 6,7 7,2 7,2 7,2 7,3 7,0 7,1 6,7 7,4 7,2 7,1 7,1 6,5 7,1 6,5 7,0 6,6

MAX 7,00 7,20 7,30 7,00 7,20 7,20 7,20 7,40 7,00 7,10 7,00 7,40 7,20 7,10 7,20 6,80 7,10 7,00 7,00 7,10

MIN 6,60 6,90 6,50 6,60 6,70 7,00 7,00 7,20 6,40 6,90 6,70 6,60 6,90 6,90 7,10 6,50 6,60 6,50 6,70 6,60

X bar 6,77 7,00 6,93 6,77 7,00 7,13 7,13 7,30 6,73 7,00 6,80 7,03 7,07 6,97 7,13 6,60 6,80 6,80 6,80 6,87 X double bar

R 0,40 0,30 0,80 0,40 0,50 0,20 0,20 0,20 0,60 0,20 0,30 0,80 0,30 0,20 0,10 0,30 0,50 0,50 0,30 0,50 R bar

6,93

0,38

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 6,93

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 0,38

UCL = D4 R bar

= 6,93 + (1,023 ) 0,38

= (2,574 ) 0,38

= 7,32

= 0,98

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 6,93 - (1,023 ) 0,38

= (0 ) 0,38

= 6,54

=0

Lampiran 11. pH Air pada Carbon Active Filter II No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 7,0 7,0 7,0 6,7 6,8 6,9 6,6 6,4 6,4 6,7 6,7 6,7 7,2 6,9 6,9 6,5 6,8 7,1 6,9 6,9

X2 7,0 6,5 6,6 7,0 6,9 6,9 6,6 7,0 6,0 6,6 7,0 6,9 7,1 6,9 7,0 6,6 6,9 7,1 7,1 6,8

X3 6,7 7,2 7,1 6,9 7,2 7,1 6,1 7,0 7,3 7,0 7,2 7,0 7,4 7,2 7,2 6,9 6,1 7,0 7,0 6,9

MAX 7,00 7,20 7,10 7,00 7,20 7,10 6,60 7,00 7,30 7,00 7,20 7,00 7,40 7,20 7,20 6,90 6,90 7,10 7,10 6,90

MIN 6,70 6,50 6,60 6,70 6,80 6,90 6,10 6,40 6,00 6,60 6,70 6,70 7,10 6,90 6,90 6,50 6,10 7,00 6,90 6,80

X bar 6,90 6,90 6,90 6,87 6,97 6,97 6,43 6,80 6,57 6,77 6,97 6,87 7,23 7,00 7,03 6,67 6,60 7,07 7,00 6,87 X double bar

R 0,30 0,70 0,50 0,30 0,40 0,20 0,50 0,60 1,30 0,40 0,50 0,30 0,30 0,30 0,30 0,40 0,80 0,10 0,20 0,10 R bar

6,87

0,43

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 6,87

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 0,43

UCL = D4 R bar

= 6,87 + (1,023 ) 0,43

= (2,574 ) 0,43

= 7,30

= 1,09

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 6,87 - (1,023 ) 0,43

= (0 ) 0,43

= 6,43

=0

Lampiran 12. pH Air Setelah Melewati Filter Catridge No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 7,1 6,9 7,2 7,0 7,3 6,9 6,9 7,1 6,8 6,8 6,6 7,2 6,9 7,0 7,2 6,5 6,7 6,9 6,9 6,9

X2 7,2 6,9 7,2 6,8 7,3 7,1 7,0 7,1 6,8 7,0 7,1 6,7 7,0 6,8 7,4 6,5 6,8 7,0 7,0 7,1

X3 6,9 7,1 7,1 7,1 7,2 7,0 7,1 7,1 6,4 7,0 6,6 7,2 7,2 7,2 7,3 6,7 6,9 7,0 7,0 6,8

MAX 7,20 7,10 7,20 7,10 7,30 7,10 7,10 7,10 6,80 7,00 7,10 7,20 7,20 7,20 7,40 6,70 6,90 7,00 7,00 7,10

MIN 6,90 6,90 7,10 6,80 7,20 6,90 6,90 7,10 6,40 6,80 6,60 6,70 6,90 6,80 7,20 6,50 6,70 6,90 6,90 6,80

X bar 7,07 6,97 7,17 6,97 7,27 7,00 7,00 7,10 6,67 6,93 6,77 7,03 7,03 7,00 7,30 6,57 6,80 6,97 6,97 6,93 X double bar

R 0,30 0,20 0,10 0,30 0,10 0,20 0,20 0,00 0,40 0,20 0,50 0,50 0,30 0,40 0,20 0,20 0,20 0,10 0,10 0,30 R bar

6,98

0,24

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 6,98

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 0,24

UCL = D4 R bar

= 6,98 + (1,023 ) 0,24

= (2,574 ) 0,24

= 7,22

= 0,62

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 6,98 - (1,023 ) 0,24

= (0 ) 0,24

= 6,73

=0

Lampiran 13. pH Air pada Mesin Filler No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 7,1 6,6 6,9 7,2 7,3 7,0 7,0 7,0 6,5 6,4 6,8 7,3 7,1 7,3 7,2 6,9 6,8 7,0 7,1 7,0

X2 7,4 7,2 7,2 7,0 7,1 7,1 7,1 7,3 6,9 7,0 6,7 6,8 7,0 7,2 7,1 7,0 6,9 7,2 7,2 7,0

X3 7,2 6,4 7,1 6,6 7,4 7,1 7,1 7,3 6,8 7,1 6,9 7,2 7,7 7,2 7,2 7,1 6,9 7,0 7,2 6,9

MAX 7,40 7,20 7,20 7,20 7,40 7,10 7,10 7,30 6,90 7,10 6,90 7,30 7,70 7,30 7,20 7,10 6,90 7,20 7,20 7,00

MIN 7,10 6,40 6,90 6,60 7,10 7,00 7,00 7,00 6,50 6,40 6,70 6,80 7,00 7,20 7,10 6,90 6,80 7,00 7,10 6,90

X bar 7,23 6,73 7,07 6,93 7,27 7,07 7,07 7,18 6,73 6,83 6,80 7,10 7,27 7,23 7,17 7,00 6,87 7,07 7,17 6,97 X double bar

R 0,30 0,80 0,30 0,60 0,30 0,10 0,10 0,30 0,40 0,70 0,20 0,50 0,70 0,10 0,10 0,20 0,10 0,20 0,10 0,10 R bar

7,04

0,31

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 7,04

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 0,31

UCL = D4 R bar

= 7,04 + (1,023 ) 0,31

= (2,574) 0,31

= 7,36

= 0,80

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 7,04 - (1,023 ) 0,31

= (0 ) 0,31

= 6,72

=0

Lampiran 14. Kekeruhan Air pada Tank Penampungan Bahan Baku No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 0,18 0,08 0,37 0,32 0,24 0,30 0,46 0,52 0,52 1,38 0,94 0,31 0,21 0,24 0,19 0,10 0,09 0,00 0,14 0,19

X2 0,10 0,33 0,22 0,82 0,21 0,41 0,24 0,66 0,57 1,98 1,21 0,17 0,55 0,09 0,14 0,30 0,10 0,10 0,30 0,10

X3 0,25 0,28 0,32 0,13 0,31 0,39 0,31 0,48 0,99 1,54 0,70 0,06 0,33 0,08 0,15 0,15 0,12 0,05 0,41 0,24

MAX 0,25 0,33 0,37 0,82 0,31 0,41 0,46 0,66 0,99 1,98 1,21 0,31 0,55 0,24 0,19 0,30 0,12 0,10 0,41 0,24

MIN 0,10 0,08 0,22 0,13 0,21 0,30 0,24 0,48 0,52 1,38 0,70 0,06 0,21 0,08 0,14 0,10 0,09 0,00 0,14 0,10

X bar 0,18 0,23 0,30 0,42 0,25 0,37 0,34 0,55 0,69 1,63 0,95 0,18 0,36 0,14 0,16 0,18 0,10 0,05 0,28 0,18 X double bar

R 0,15 0,25 0,15 0,69 0,10 0,11 0,22 0,18 0,47 0,60 0,51 0,25 0,34 0,16 0,05 0,20 0,03 0,10 0,27 0,14 R bar

0,38

0,25

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 0,38

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 0,25

UCL = D4 R bar

= 0,38 + (1,023 ) 0,25

= (2,574 ) 0,25

= 0,63

= 0,64

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 0,38 - (1,023 ) 0,25

= (0 ) 0,25

= 0,12

=0

Lampiran 15. Kekeruhan Air pada Carbon active filter I No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 0,14 0,12 0,19 0,14 0,29 0,23 0,28 0,50 0,86 1,41 0,85 0,36 0,26 0,11 0,11 0,10 0,08 0,00 0,14 0,10

X2 0,23 0,25 0,16 0,30 0,19 0,18 0,27 0,60 0,87 1,67 1,10 0,92 0,28 0,12 0,11 0,11 0,13 0,05 0,23 0,11

X3 0,44 0,12 0,14 0,41 0,13 0,22 0,18 0,52 1,10 2,13 0,98 0,05 0,15 0,32 0,11 0,11 0,14 0,03 0,44 0,11

MAX 0,44 0,25 0,19 0,41 0,29 0,23 0,28 0,60 1,10 2,13 1,10 0,92 0,28 0,32 0,11 0,11 0,14 0,05 0,44 0,11

MIN 0,14 0,12 0,14 0,14 0,13 0,18 0,18 0,50 0,86 1,41 0,85 0,05 0,15 0,11 0,11 0,10 0,08 0,00 0,14 0,10

X bar 0,27 0,16 0,16 0,28 0,20 0,21 0,24 0,54 0,94 1,74 0,98 0,44 0,23 0,18 0,11 0,11 0,12 0,03 0,27 0,11 X double bar

R 0,30 0,13 0,05 0,27 0,16 0,05 0,10 0,10 0,24 0,72 0,25 0,87 0,13 0,21 0,00 0,01 0,06 0,05 0,30 0,01 R bar

0,37

0,20

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 0,37

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 0,20

UCL = D4 R bar

= 0,37 + (1,023 ) 0,20

= (2,574 ) 0,20

= 0,57

= 0,52

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 0,37 - (1,023 ) 0,20

= (0 ) 0,20

= 0,16

=0

Lampiran 16. Kekeruhan Air pada Ressin Filter No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 0,11 0,05 0,10 0,19 0,22 0,19 0,30 0,49 0,53 1,37 0,81 0,32 0,20 0,11 0,10 0,11 0,10 0,20 0,11 0,00

X2 0,14 0,16 0,21 0,22 0,13 0,19 0,33 0,53 0,59 1,79 0,99 0,18 0,16 0,05 0,14 0,14 0,22 0,16 0,14 0,12

X3 0,15 0,04 0,19 0,19 0,22 0,19 0,14 0,49 1,00 1,39 0,56 0,03 0,17 0,13 0,09 0,09 0,13 0,13 0,14 0,09

MAX 0,15 0,16 0,21 0,22 0,22 0,19 0,33 0,53 1,00 1,79 0,99 0,32 0,20 0,13 0,14 0,14 0,22 0,20 0,14 0,12

MIN 0,11 0,04 0,10 0,19 0,13 0,19 0,14 0,49 0,53 1,37 0,56 0,03 0,16 0,05 0,09 0,09 0,10 0,13 0,11 0,00

X bar 0,13 0,08 0,17 0,20 0,19 0,19 0,26 0,50 0,71 1,52 0,79 0,18 0,18 0,10 0,11 0,11 0,15 0,16 0,13 0,07 X double bar

R 0,04 0,12 0,11 0,03 0,09 0,00 0,19 0,04 0,47 0,42 0,43 0,29 0,04 0,08 0,05 0,05 0,12 0,07 0,03 0,12 R bar

0,30

0,14

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 0,30

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 0,14

UCL = D4 R bar

= 0,30 + (1,023 ) 0,14

= (2,574 ) 0,14

= 0,44

= 0,36

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 0,30 - (1,023 ) 0,14

= (0 ) 0,14

= 0,15

=0

Lampiran 17. Kekeruhan Air pada Carbon Active Filter II No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 0,07 0,14 0,20 0,14 0,22 0,19 0,26 0,41 0,55 1,43 0,85 0,31 0,18 0,14 0,02 0,04 0,03 0,05 0,14 0,00

X2 0,28 0,12 0,08 0,16 0,15 0,31 0,28 0,45 0,52 1,66 1,04 0,11 0,15 0,18 0,10 0,08 0,10 0,15 0,10 0,00

X3 0,33 0,07 0,14 0,15 0,06 0,24 0,17 0,44 0,92 1,45 0,55 0,01 0,15 0,16 0,03 0,00 0,05 0,15 0,01 0,00

MAX 0,33 0,14 0,20 0,16 0,22 0,31 0,28 0,45 0,92 1,66 1,04 0,31 0,18 0,18 0,10 0,08 0,10 0,15 0,14 0,00

MIN 0,07 0,07 0,08 0,14 0,06 0,19 0,17 0,41 0,52 1,43 0,55 0,01 0,15 0,14 0,02 0,00 0,03 0,05 0,01 0,00

X bar 0,23 0,11 0,14 0,15 0,14 0,25 0,24 0,43 0,66 1,51 0,81 0,14 0,16 0,16 0,05 0,04 0,06 0,12 0,08 0,00 X double bar

R 0,26 0,07 0,12 0,02 0,16 0,12 0,11 0,04 0,40 0,23 0,49 0,30 0,03 0,04 0,08 0,08 0,07 0,10 0,13 0,00 R bar

0,28

0,14

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 0,28

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 0,14

UCL = D4 R bar

= 0,28 + (1,023 ) 0,14

= (2,574 ) 0,14

= 0,42

= 0,37

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 0,28 - (1,023 ) 0,14

= (0 ) 0,14

= 0,13

=0

Lampiran 18. Kekeruhan Air Setelah Melewati Filter Catridge No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 0,08 0,13 0,13 0,20 0,24 0,23 0,29 0,47 0,50 1,26 0,80 0,36 0,20 0,11 0,09 0,04 0,10 0,06 0,10 0,00

X2 0,22 0,09 0,14 0,22 0,15 0,19 0,34 0,49 0,59 1,68 0,93 0,21 0,16 0,06 0,09 0,05 0,12 0,12 0,05 0,10

X3 0,26 0,00 0,20 0,19 0,13 0,18 0,14 0,49 0,66 1,30 0,54 0,05 0,13 0,13 0,13 0,01 0,05 0,13 0,01 0,00

MAX 0,26 0,13 0,20 0,22 0,24 0,23 0,34 0,49 0,66 1,68 0,93 0,36 0,20 0,13 0,13 0,05 0,12 0,13 0,10 0,10

MIN 0,08 0,00 0,13 0,19 0,13 0,18 0,14 0,47 0,50 1,26 0,54 0,05 0,13 0,06 0,09 0,01 0,05 0,06 0,01 0,00

X bar 0,19 0,07 0,16 0,20 0,17 0,20 0,26 0,48 0,58 1,41 0,76 0,21 0,16 0,10 0,10 0,03 0,09 0,10 0,05 0,03 X double bar

R 0,18 0,13 0,07 0,03 0,11 0,05 0,20 0,02 0,16 0,42 0,39 0,31 0,07 0,07 0,04 0,04 0,07 0,07 0,09 0,10 R bar

0,27

0,13

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 0,27

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 0,13

UCL = D4 R bar

= 0,27 + (1,023 ) 0,13

= (2,574 ) 0,13

= 0,40

= 0,34

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 0,27 - (1,023 ) 0,13

= (0 ) 0,13

= 0,14

=0

Lampiran 19. Kekeruhan Air pada Mesin Filler No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 0,00 0,00 0,09 0,08 0,20 0,15 0,24 0,40 0,44 1,19 0,78 0,27 0,16 0,10 0,08 0,00 0,05 0,05 0,04 0,00

X2 0,05 0,08 0,18 0,11 0,20 0,18 0,22 0,41 0,53 1,90 0,88 0,04 0,15 0,10 0,08 0,05 0,10 0,10 0,05 0,05

X3 0,26 0,05 0,08 0,24 0,01 0,18 0,14 0,39 0,67 1,49 0,21 0,06 0,05 0,00 0,07 0,02 0,00 0,01 0,00 0,01

MAX 0,26 0,08 0,18 0,24 0,20 0,18 0,24 0,41 0,67 1,90 0,88 0,27 0,16 0,10 0,08 0,05 0,10 0,10 0,05 0,05

MIN 0,00 0,00 0,08 0,08 0,01 0,15 0,14 0,39 0,44 1,19 0,21 0,04 0,05 0,00 0,07 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00

X bar 0,10 0,04 0,12 0,14 0,14 0,17 0,20 0,40 0,55 1,53 0,62 0,12 0,12 0,07 0,08 0,02 0,05 0,05 0,03 0,02 X double bar

R 0,26 0,08 0,10 0,16 0,19 0,03 0,10 0,02 0,23 0,71 0,67 0,23 0,11 0,10 0,01 0,05 0,10 0,09 0,05 0,05 R bar

0,23

0,17

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 0,23

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 0,17

UCL = D4 R bar

= 0,23 + (1,023 ) 0,17

= (2,574 ) 0,17

= 0,40

= 0,43

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 0,23 - (1,023 ) 0,17

= (0 ) 0,17

= 0,06

=0

Lampiran 20. TDS Air pada Tank Penampungan Bahan Baku No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 68,5 63,0 65,0 65,0 66,0 65,0 63,0 59,5 58,0 60,0 68,0 62,5 64,0 64,0 64,0 52,0 52,0 62,5 59,0 62,0

X2 66,0 63,0 65,0 65,0 59,0 63,0 64,0 59,5 60,0 59,0 73,0 63,0 64,0 64,0 64,0 56,0 60,0 64,0 53,0 70,0

X3 66,0 64,0 65,0 65,0 60,0 63,0 64,0 58,0 59,0 56,0 62,0 63,0 64,0 64,0 63,0 56,0 59,0 63,0 55,0 63,0

MAX 68,50 64,00 65,00 65,00 66,00 65,00 64,00 59,50 60,00 60,00 73,00 63,00 64,00 64,00 64,00 56,00 60,00 64,00 59,00 70,00

MIN 66,00 63,00 65,00 65,00 59,00 63,00 63,00 58,00 58,00 56,00 62,00 62,50 64,00 64,00 63,00 52,00 52,00 62,50 53,00 62,00

X bar 66,83 63,33 65,00 65,00 61,67 63,67 63,67 59,00 59,00 58,33 67,67 62,83 64,00 64,00 63,67 54,67 57,00 63,17 55,67 65,00 X double bar

R 2,50 1,00 0,00 0,00 7,00 2,00 1,00 1,50 2,00 4,00 11,00 0,50 0,00 0,00 1,00 4,00 8,00 1,50 6,00 8,00 R bar

62,16

3,056

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 62,16

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 3,05

UCL = D4 R bar

= 62,16 + (1,023 ) 3,05

= (2,574 ) 3,05

= 65,28

= 7,85

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 62,16 - (1,023 ) 3,05

= (0 ) 3,05

= 59,04

=0

Lampiran 21. TDS Air pada Carbon Active Filter I No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1

X2

X3

64,0 64,0 65,0 64,0 65,0 62,0 62,5 64,0 63,0 56,5 65,0 62,0 63,0 65,0 64,0 59,0 60,0 60,0 63,0 62,5

67,0 63,0 70,0 65,0 63,0 66,0 65,0 60,0 62,0 56,5 63,0 70,0 64,0 64,0 64,0 60,0 59,0 60,0 64,0 60,0

66,0 64,0 64,0 65,0 63,0 63,0 64,0 60,0 59,0 57,0 62,0 63,0 64,0 64,0 64,0 64,0 56,0 61,0 60,0 59,0

MAX

MIN

67,00 64,00 70,00 65,00 65,00 66,00 65,00 64,00 63,00 57,00 65,00 70,00 64,00 65,00 64,00 64,00 60,00 61,00 64,00 62,50

64,00 63,00 64,00 64,00 63,00 62,00 62,50 60,00 59,00 56,50 62,00 62,00 63,00 64,00 64,00 59,00 56,00 60,00 60,00 59,00

X bar 65,67 63,67 66,33 64,67 63,67 63,67 63,83 61,33 61,33 56,67 63,33 65,00 63,67 64,33 64,00 61,00 58,33 60,33 62,33 60,50 X double bar

3,00 1,00 6,00 1,00 2,00 4,00 2,50 4,00 4,00 0,50 3,00 8,00 1,00 1,00 0,00 5,00 4,00 1,00 4,00 3,50 R bar

62,68

2,93

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 62,68

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 2,93

UCL = D4 R bar

= 62,68 + (1,023 ) 2,93

= (2,574 ) 2,93

= 65,68

= 7,53

= X double bar - A2 R bar

LCL

R

= D3 R bar

= 62,68 - (1,023 ) 2,93

= (0 ) 2,93

= 59,69

=0

Lampiran 22. TDS Air pada Ressin Filter No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 64,0 64,0 64,0 64,0 64,0 62,0 62,0 61,0 59,0 65,0 65,0 61,0 62,0 65,0 62,0 59,0 64,0 64,0 62,0 65,0

X2 65,0 63,0 64,0 66,0 63,0 64,5 62,5 61,0 59,0 56,0 64,0 63,0 64,0 64,0 64,0 56,0 61,0 65,0 61,0 61,0

X3 66,0 63,5 64,0 65,0 63,0 63,0 64,0 62,0 59,0 57,0 63,0 63,0 64,0 64,0 64,0 55,0 62,0 64,0 61,0 59,0

MAX 66,00 64,00 64,00 66,00 64,00 64,50 64,00 62,00 59,00 65,00 65,00 63,00 64,00 65,00 64,00 59,00 64,00 65,00 62,00 65,00

MIN 64,00 63,00 64,00 64,00 63,00 62,00 62,00 61,00 59,00 56,00 63,00 61,00 62,00 64,00 62,00 55,00 61,00 64,00 61,00 59,00

X bar 65,00 63,50 64,00 65,00 63,33 63,17 62,83 61,33 59,00 59,33 64,00 62,33 63,33 64,33 63,33 56,67 62,33 64,33 61,33 61,67 X double bar

R 2,00 1,00 0,00 2,00 1,00 2,50 2,00 1,00 0,00 9,00 2,00 2,00 2,00 1,00 2,00 4,00 3,00 1,00 1,00 6,00 R bar

62,51

2,23

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 62,51

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 2,23

UCL = D4 R bar

= 62,51 + (1,023 ) 2,23

= (2,574 ) 2,23

= 64,79

= 5,73

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 62,51 - (1,023 ) 2,23

= (0 ) 2,23

= 60,23

=0

Lampiran 23. TDS Air pada Carbon Active Filter II No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 62,0 62,0 62,0 61,0 62,0 60,0 59,0 69,0 59,5 57,0 58,0 60,5 60,0 71,0 64,0 59,0 60,0 60,0 65,0 62,0 65,0

X2 71,0 64,0 74,0 70,0 61,0 68,0 62,0 59,0 61,0 55,0 63,0 69,0 62,0 64,0 64,0 59,0 59,0 61,0 65,0 60,0 60,0

X3 65,0 63,0 61,0 63,0 65,0 61,0 62,0 62,0 57,0 58,0 65,0 62,0 62,0 62,0 62,0 56,0 56,0 61,0 64,0 61,0 61,0

MAX 71,00 64,00 74,00 70,00 65,00 68,00 62,00 69,00 61,00 58,00 65,00 69,00 62,00 71,00 64,00 59,00 60,00 61,00 65,00 62,00 65,00

MIN 62,00 62,00 61,00 61,00 61,00 60,00 59,00 59,00 57,00 55,00 58,00 60,50 60,00 62,00 62,00 56,00 56,00 60,00 64,00 60,00 60,00

X bar 66,00 63,00 65,67 64,67 62,67 63,00 61,00 63,33 59,17 56,67 62,00 63,83 61,33 65,67 63,33 58,00 58,33 60,67 64,67 61,00 62,00 X double bar

R 9,00 2,00 13,00 9,00 4,00 8,00 3,00 10,00 4,00 3,00 7,00 8,50 2,00 9,00 2,00 3,00 4,00 1,00 1,00 2,00 5,00 R bar

62,19

5,21

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 62,19

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 5,21

UCL = D4 R bar

= 62,19 + (1,023 ) 5,21

= (2,574 ) 5,21

= 67,53

= 13,42

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 62,19 - (1,023 ) 5,21

= (0 ) 5,21

= 56,86

=0

Lampiran 24. TDS Air Setelah Melewati Filter Catridge No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 61,0 61,0 62,0 61,0 62,0 60,0 59,0 59,0 60,0 56,0 57,0 60,0 60,0 70,0 64,0 60,0 64,0 61,0 64,0 61,0

X2 62,0 64,0 74,0 68,0 61,0 64,0 60,0 59,0 61,0 55,0 63,0 61,0 62,0 63,0 64,0 61,0 64,0 59,0 59,0 59,0

X3 65,0 63,0 61,0 63,0 65,0 61,0 62,0 67,0 57,5 57,0 60,0 62,0 62,0 62,0 62,0 61,0 65,0 60,0 60,0 60,0

MAX 65,00 64,00 74,00 68,00 65,00 64,00 62,00 67,00 61,00 57,00 63,00 62,00 62,00 70,00 64,00 61,00 65,00 61,00 64,00 61,00

MIN 61,00 61,00 61,00 61,00 61,00 60,00 59,00 59,00 57,50 55,00 57,00 60,00 60,00 62,00 62,00 60,00 64,00 59,00 59,00 59,00

X bar 62,67 62,67 65,67 64,00 62,67 61,67 60,33 61,67 59,50 56,00 60,00 61,00 61,33 65,00 63,33 60,67 64,33 60,00 61,00 60,00 X double bar

R 4,00 3,00 13,00 7,00 4,00 4,00 3,00 8,00 3,50 2,00 6,00 2,00 2,00 8,00 2,00 1,00 1,00 2,00 5,00 2,00 R bar

61,68

4,13

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 61,68

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 4,13

UCL = D4 R bar

= 61,68 + (1,023 ) 4,13

= (2,574 ) 4,13

= 65,90

= 10,62

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 61,68 - (1,023 ) 4,13

= (0 ) 4,13

= 57,46

=0

Lampiran 25. TDS Air pada Mesin Filler No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

X1 65,0 65,0 64,0 63,0 64,0 65,0 62,5 63,0 61,0 58,0 60,0 61,0 63,0 64,0 62,0 59,0 61,0 64,0 61,0 63,0

X2 66,0 64,0 65,0 63,0 65,0 63,0 62,0 60,5 61,0 58,0 62,0 60,0 63,0 64,0 63,0 60,0 61,0 65,0 60,0 60,0

X3 63,5 63,0 63,0 64,0 65,0 63,0 63,0 61,0 61,0 56,5 62,0 61,0 63,0 64,0 63,0 60,0 61,0 62,0 62,0 60,0

MAX 66,00 65,00 65,00 64,00 65,00 65,00 63,00 63,00 61,00 58,00 62,00 61,00 63,00 64,00 63,00 60,00 61,00 65,00 62,00 63,00

MIN 63,50 63,00 63,00 63,00 64,00 63,00 62,00 60,50 61,00 56,50 60,00 60,00 63,00 64,00 62,00 59,00 61,00 62,00 60,00 60,00

X bar 64,83 64,00 64,00 63,33 64,67 63,67 62,50 61,50 61,00 57,50 61,33 60,67 63,00 64,00 62,67 59,67 61,00 63,67 61,00 61,00 X double bar

R 2,50 2,00 2,00 1,00 1,00 2,00 1,00 2,50 0,00 1,50 2,00 1,00 0,00 0,00 1,00 1,00 0,00 3,00 2,00 3,00 R bar

62,25

1,43

Peta Kontrol X-Bar

Peta Kontrol Range

CL

CL

= 62,25

UCL = X double bar + A2 R bar

LCL

= 1,43

UCL = D4 R bar

= 62,25 + (1,023 ) 1,43

= (2,574 ) 1,43

= 63,71

= 3,67

= X double bar - A2 R bar

LCL

= D3 R bar

= 62,25 - (1,023 ) 1,43

= (0 ) 1,43

= 60,79

=0

More Documents from "Dennis Kusuma"

Ayudantia 2
August 2019 46
Event Pulse
May 2020 27
Ayudantia 3
August 2019 49