TUGAS SISTEM DOSTRIBUSI AIR MINUM “PENGOLAHAN AIR HUJAN MENJADI AIR MINUM” Dosen: H. Triyono, ST., M.Sc
Disusun oleh: Denis Kusuma Dinata 16250341
INSTITUT TEKNOLOGI YOGYAKARTA PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN 2019
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Air hujan adalah air yang menguap karena panas dan dengan proses kondensasi(perubahan uap air menjadi tetes air yang sangat kecil) membentuk tetes air yang lebih besar kemudian jatuh kembali ke permukan bumi. Pada waktu berbentuk uap air terjadi proses transportasi(pengangkutan uap air oleh angin menuju
daerah
tertentu
yang
akan
terjadi
hujan).
Ketika
prosestransportasi tersebut uap air tercampur dan melarutkan gas-gas dan senyawa lain yang ada di udara. Karena itulah, air hujan mengandung debu, bakteri, serta berbagai senyawa yang terdapat dalam udara. Jadi, kualitas air hujan akan banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya.(Sanropie, APK TS) Pemanenan air hujan ( rainwater harvesting ) sudah banyak dilakukan sejak lama khususnya dipedesaan dimana sumber air lainnya yaitu air tanah tidak mencukupi, atau pengadaannya terlalu mahal. Pemanenan air hujan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan ternak, terutama menjelang dan selama musim kemarau panjang. Cara yang dilakukan yaitu dengan pengumpulan air hujan yang mengucur dari atap rumah. Untuk skala besar pemanenan air hujan dapat dilakukan di daerah tangkapan air Sesungguhnya air yang berada diperut bumi secara daur ulang berasal dari atmosfir melalui curah hujan yang sampai dibumi sebagian tersimpan dalam air tanah, mengalir sepanjang permukaan dan sebagian menguap kembali melalui cyclus ekologis. Air yang telah tersimpan dalam perut bumi sesungguhnya dengan pendekatan teknologi bisa saja terus menerus dimanfaatkan. Namun pengembangan teknologi tersebut bagi Indonesia adalah sementara tak terjangkau dari segi biaya. Negara- negara maju mampu mendatangkan hujan dan kemudian disimpan melalui suatu konservasi. Penggunaan teknologi masih sulit dirasa bagi Indonesia untuk diterapkan dalam “publik use” .
Situasi kantong- kantong air diperut bumi di Indonesia tidak diketahui secara pasti. Namun ada satu hal yang jelas yang bisa dimanfaatkan dengan penggunaan teknologi tepat guna yang sederhana. Yaitu pemanfaatan dan penyelamatan curah hujan untuk ditampung dan di konservasi agar bagi penduduk dapat digunakan sebagai sumber cadangan air. Jumlah curah hujan di permukaan bumi Indonesia cukup besar dan merupakan karunia yang harus dimanfaatkan dengan baik yaitu dengan ditampung untuk kemudian dikonservasi baik untuk air minum maupun disimpan di penampungan untuk cadangan musim kemarau.
1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada makalah ini adalah: 1.
Apakah air hujan dapat dimanfaatkan?
2.
Bagaimana memanfaatkan air hujan di lingkungan rumah?
1.3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan makalah ini adalah: 1.
Mengetahui maanfaat air hujan.
2.
Mengetahui cara memanfaatkan air hujan di lingkungan rumah.
1.4. Manfaat Penulisan Manfaat yang diperoleh dari penulisan ini adalah: 1.
Penulisan ini dapat memberikan pemahaman kepada pembaca tentang pemanfaatan air hujan di lingkungan rumah.
2.
Penulisan ini sebagai informasi dasar yang dapat dijadikan sebagai referensi kepustakaan tentang pemanfaatan air hujan di lingkungan rumah.
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Air Hujan Air
hujan
adalah
air
yang
menguap
karena
panas
dan
dengan
proses kondensasi membentuk tetes air yang lebih besar kemudian jatuh kembali ke permukan
bumi.
Pada
waktuberbentuk
uap
air
terjadi
proses
transportasi (pengangkutan uap air oleh angin menuju daerah tertentu yang akan terjadi hujan). Ketika proses transportasi tersebut uap air tercampur dan melarutkan gas-gas oksigen, nitrogen, karbondioksida, debu, dan senyawa lain. Karena itulah, air hujan juga mengandung debu, bakteri, serta berbagai senyawa yang terdapat dalam udara. Jadi kualitas air hujan juga banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya. (Slamet ,1986). Air atmosfir dalam keadaan murni sangat bersih, tetapi sering terjadi pengotoran karena industri, debu dan sebagainya. Oleh karena itu untuk menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun, karena masih banyak mengandung kotoran. Air hujan memiliki sifat agresif terutama terhadap pipapipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini mempercepat terjadinya karatan (korosi) air hujan juga memiliki sifat lunak, sehingga boros terhadap pemakaian sabun (Waluyo, 2005). Dibandingkan dengan air minum biasa, air hujan mempunyai sedikit kelemahan yaitu kandungan garam-garam. Bila perlu ke dalam air hujan dapat ditambahkan atau dibubuhi garam. Karena beberapa garam juga terdapat dalam bahan makanan kita, sedang garam dapur selalu ditambahkan dalam persiapan hidangan, maka dalam prakteknya bila dibubuhkan kapur saja sudah cukup. Kapur yang dapat digunakan adalah kapur-kapur yang banyak didapat di pedagangpedagang bahan bangunan. Sebelum digunakan kapur disaring sehingga baikbatu/kerikil serta kotoran lain dapat dipisahkan. Jumlah kapur yang ditambahkan adalah 25-100 mg/liter (Hadi, 1973 dalam Winarno,1996).
Total curah hujan di seluruh wilayah Indonesia, jumlah air yang dihasilkan mencapai 3.085 miliar meter kubik pertahun. Dari jumlah tersebut, 20-40 persennya akan meresap ke perut bumi dan menjadi air tanah. Dengan demikian, jumlah kandungan air tanah di setiap wilayah pun bervariasi. (Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. 2004:16). Pada umumnya kualitas air hujan cukup baik, namun air hujan yang berasal langsung dari langit akan bisa mengakibatkan kerusakan- kerusakan terhadap logam yaitu akan menimbulkan karatan. Disamping itu untuk daerah perkotaan air hujan akan dikotori pula oleh debu- debu dan apabila terjadi ledakan gunung berapi maka air hujan pun akan terkotori oleh debu gunung berapi. Beberapa sifat dari air hujan: 1.
Air hujan bersifat lunak ( soft water ) karena tidak mengandung larutan garam dan zat mineral sehingga terasa kurang segar.
2.
Dapat mengandung beberapa zat yang ada di udara seperti NH3 dan CO2 agresif sehingga bersifat korosif.
3.
Dari segi bakteriologis maka relatif lebih bersih tergantung pada tempat penampungannya.
4.
Besarnya curah hujan di suatu daerah merupakan patokan yang utama dalam perencanaan penyediaan air bersih bagi masyarakat.(Sanropie, APK). Air hujan diduga mengandung lebih banyak gas-gas daripada air tanah, terutama kandungan CO2 dan O2. Kelarutan gas CO2 didalam air hujan akan membentuk asam askorbat (H2CO3) yang menjadikan air hujan bereaksi asam. Beberapa macam gas oksida dapat berada pula di udara, diantaranya yang penting adalah oksida belerang dan oksida nitrogen (S2O2 dan N2 NO3). Kedua oksida ini bersama-sama dengan air hujan akan membentuk larutan asam sulfat dan larutan asam nitrat ( H2SO4 dan H2 NO3).( Depkes,1991). Oleh karena itu air hujan harus diolah sebelum digunakan untuk keperluan kita sehari-hari.
2.2. Pengolahan dan Pemanfaatan Air Hujan Pengelolaan air hujan sendiri pada intinya memiliki dua tujuan utama, yaitu
(1) bagaimana mendapatkan manfaat yang optimal, baik ketika melimpah (musim hujan) ataupun ketika surut (musim kemarau), dan (2) bagaimana menghindarkan dari bencana, baik ketika melimpah pada musim hujan sehingga tidak sampai banjir ataupun ketika musim kemarau sehingga tidak sampai kekeringan. (Susilo Soekardi, 2012:18). Untuk memenuhi dua tujuan ini, manusia terus berpikir untuk mencari tahu, meneliti, dan bereksperimen tentang bagaimana mengelola air sehingga lahirlah puluhan cabang ilmu yang khusus mempelajari seluk beluk air, mulai dari oseanografi, hidrologi, limnologi, potamologi, hingga geohidrologi. Dengan landasan ilmu-ilmu ini yang dipadupadankan dengan ilmu dalam bidang teknik, semacam teknik rekayasa bangunan, manusia berkreasi dan berinovasi sehingga lahirlah aneka cipta dan karya yang bersifat fisik, mulai dari bak penampungan air, sumur resapan, saluran irigasi, hingga bendungan atau waduk raksasa dengan PLTA-nya. Dalam skala kecil, khususnya di wilayah dengan curah hujan yang tinggi, sejumlah cara untuk mengelola limpahan air hujan telah banyak dilakukan, antara lain: a. Membuat bak penampungan air. Cara yang paling umum dan paling tradisional dalam mengelola curahan atau limpahan air hujan adalah dengan membuat bak-bak penampungan, baik kecil maupun besar, yang memungkinkan curahan air hujan dapat ditampung. Di daerah-daerah pertanian, pembuatan kolam-kolam penampungan air hujan pun sudah lazim dilakukan. Kolam-kolam ini, selain sebagai difungsikan sebagai penampungan air hujan, biasa difungsikan pula sebagai tempat memelihara ikan. Namun demikian, pembuatan bak penampungan kurang efektif dalam menyimpan dan menampung limpahan air hujan karena kapasitas yang sedikit, yaitu tergantung pada seberapa besarnya ukuran bak. Oleh karena itu, bak penampungan lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dalam skala kecil, yaitu untuk mencuci, mandi, memasak, atau sebagai air minum. Itu pun hanya bisa dinikmati oleh penduduk yang memiliki cukup lahan untuk membuat bak-bak penampungan air
b. Membuat sumur resapan air. Sumur resapan termasuk salah satu rekayasa teknik konservasi air berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat menampung air hujan yang jatuh di atas atap rumah atau daerah kedap air dan meresapkannya ke dalam tanah. Sumur resapan ini dapat memberikan imbuhan air secara buatan dengan cara menginjeksikan air hujan ke dalam tanah. Sasaran lokasi pembuatan sumur resapan adalah daerah resapan air di kawasan budidaya, permukiman, perkantoran, pertokoan, industri, sarana dan prasarana olahraga serta fasilitas umum lainnya.
Ada sejumlah manfaat dari pembuatan sumur resapan ini, antara lain: A. Mengurangi aliran permukaan sehingga dapat mencegah atau mengurangi terjadinya banjir dan genangan air. B. Mempertahankan dan meningkatkan tinggi permukaan air tanah. C. Mengurangi erosi dan sedimentasi. D. Mengurangi atau menahan intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan kawasan pantai. E. Mencegah
penurunan
tanah
(land
subsidance);
mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah.
Proses pengumpulan air hujan dengan metode pembuatan bak-bak atau kolam penampungan (khususnya di daerah pedesaaan atau kawasan pertanian) maupun dengan pembuatan sumur-sumur resapan (khususnya di kawasan perkotaan) seringkali dihadapkan pada sejumlah kendala, antara lain menyangkut kurangnya kesadaran warga akan pentingnya mengoptimalkan potensi air hujan, keterbatasan tempat pembuatan (khususnya di kota-kota besar), hingga ”meragukannya” kualitas air hujan yang didapatkan. Hujan asam (hujan dengan pH di bawah 5,6) serta kualitas udara kota yang kurang baik menjadi penyebab utama kekhawatiran warga kota untuk menggunakan air hujan, khususnya untuk dijadikan sebagai air minum. Salah
satu upaya pemecahan yang biasa ditawarkan adalah dengan memasang saringan alami sebelum air masuk ke bak penampungan dan mengukur pH air tampungan sebelum digunakan dengan menggunakan pH meter atau kertas lakmus. Apabila kualitas tidak terlalu baik, air tampungan ini sebaiknya digunakan untuk kebutuhan air baku bukan untuk kebutuhan air minum. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah dan pihak-pihak berwenang, termasuk kalangan akademisi, bahkan masyarakat secara umum, perlu memikirkan cara yang paling tepat, paling efisien, murah, tidak memakan tempat dan biaya yang mahal untuk memanfaatkan karunia Tuhan bernama curahan air hujan ini. Sebab, mau tidak mau, kita harus mencari solusi yang tepat dan multimanfaat untuk mengatasi aneka permasalahan terkait sumber daya air di tengah melimpahnya air hujan, semisal banjir, minimnya air bersih akibat pencemaran, rendahnya kualitas dan kuantitas air tanah, dan sebagainya. Salah satu solusi yang dapat dipilih adalah dengan metode ”memanen air hujan” alias rain water harvesting dengan pendekatan terpadu.Pendekatan terpadu di sini maksud adalah mengoptimalkan pemanfaatan air hujan dengan bantuan ”teknologi alternatif” yang telah ada yang dipadukan dengan teknologi pengolahan dan pemurnian air bersih yang sudah dikembangkan. Pemanfaatan kedua jenis teknologi ini digunakan untuk mendukung dan mengoptimalkan bakbak penampungan air hujan dan sumur-sumur resapan akan tetapi dengan menggunakan sedikit modifikasi. Selain itu, dengan pendekatan terpadu ini, aspek diutamakan bukan sekadar menghasilkan air baku dan air layak minum, tetapi juga mendapatkan suplay energi dari alam dan pangan. Adapun teknologi yang dapat digunakan dalam konsep ini, selain bak penampungan dan sumur resapan, antara lain: 1. Pemurnian Pemurnian air yang keluar dari tangki penyimpanan dapat dimulai dengan menggunakan disinfektan. Disinfektan yang paling banyak digunakan dan juga paling mudah adalah klorin, yang dapat digunakan dengan menggunakan tawas. Klorinasi dilakukan setelah tangki penyimpanan untuk menghindari penumpukan sisa-sisa mikroorganisme yang mati di tangki sehingga
menghasilkan lumpur. Agar efektif, klorinasi dilakukan hingga kandungan klorin di dalam air mencapai 0.4 – 0.5 mg/l. Untuk menghilangkan rasa dan bau klorin, penyaringan menggunakan activated carbon dapat dilakukan setelah unit disinfektan. Untuk mengolah air hujan menjadi air siap minum (potable water), diperlukan pengolahan yang relatif lebih kompleks daripada pengolahan menggunakan filter dan disinfektan [8], [14]. Pengolahan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti filtrasi menggunakan membran maupun distilasi. Filtrasi menggunakan membran dapat dilakukan dengan berbagai tipe membran [14]. Microfiltration (MF) memiliki rentang pori 0.03 hingga 0.1 mikron dan dapat digunakan untuk menghilangkan partikulat, alga, dan beberapa jenis mikroorganisme. Ultrafiltration (UF) memiliki rentang pori 0.002 hingga 0.1, sehingga kemampuannya di atas MF. Ditilik dari tipe material membran yang digunakan, pilihan yang tersedia cukup beragam. Salah satu teknologi baru untuk mengolah air hujan adalah membran filtrasi logam (Metal membran filtration, MMF) [15]. MMF memiliki beberapa keunggulan dibandingkan membran polimer konvensional: lebih tahan lama, lebih tahan pada tekanan (1 Mpa) dan temperatur (350°C) tinggi, tahan goncangan dan reaksi kimiawi korosif seperti ozonasi. Teknologi distilasi memisahkan air dari pengotornya menggunakan penguapan dan pengumpulan kondensat. Karena dasar dari teknologi ini adalah penguapan, distilasi membutuhkan energi yang relatif lebih tinggi dibandingkan
teknologi
lainnya.
Namun
demikian,
distilasi
dapat
memurnikan air lebih baik dari hampir seluruh jenis pengotor. Pengotor yang terikut dalam uap air biasanya berupa zat organik yang mudah menguap, dan dapat dengan mudah disaring menggunakan activated carbon.
2. System Arsinum
Cara kerja sistem pengolahan air siap minum (ASRSINUM) adalah sebagai berikut : 1)
Periksa posisi keran filter untuk proses penyaringan.
2)
Setelah air di penampungan air hujan cukup, lalu hidupkan pompa air baku dan pompa dosing. Pastikan pompa dosing berjalan dengan baik memompakan bahan oksidator untuk mengoksidasi besi dan mangan dan juga bakteri.
3)
Air akan mengalir statix mixer sebagai tangki pencampur.
4)
Setelah air tercampur di static mixer, air akan masuk ke dalam multimedia filter berisi kerikil, pasir silika dan mangan zeolit yang berfungsi untuk menyaring partikel kasar dan endapan hasil oksidasi yang ukurannya cukup besar dengan proses filtrasi.
5)
Setelah melalui multimedia filter air akan masuk ke dalam filter penukar ion, yang berfungsi sebagai penghilang kesadahan akibat tingginya kadar kalsium, logam berat dan warna
6)
Air kemudian masuk ke dalam saringan cartridge filter yang mempunyai ukuran 0,5 mikron. Pada unit ini kotoran-kotoran yang lembut dan melayang-layang pada air akan tersaring, sehingga air akan tampak lebih jernih.
7)
Setelah melalui catridge filter, air masuk ke dalam tangki penampung air bersih.
8)
Kemudian dari tangki air bersih air dipompa ke unit ultrafiltrasi yang dapat menyaring sampai ukuran 0,01 mikron.Unit ultra filtrasi menggunakan modul membran tipe hollow fiber.
9)
Air yang keluar dari unit ultra filtrasi dialirkan ke bak penampung air bersih Selanjutnya air dipompa ke 3 unit mikro filter yang dapat menyaring padatan sampai ukuran 1 mikron. Dari unit mikro filter air ke unit sterilisator ultraviolet untuk membunuh mikroba.
10)
Air yang keluar dari unit sterilisator ultra violet adalah air olahan yang siap minum langsung tanpa dimasak dan dapat langsung dibotolkan
BAB III SIMPULAN DAN SARAN
3.1.Kesimpulan Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Air hujan dapat dimanfaatkan untuk keperluan penunjang rumah tangga seperti menyiram tanaman maupun kebutuhan penunjang kakus.
2.
Air hujan di lingkungan rumah dapat dimanfaatkan dengan cara menampung dalam bak penampungan,membuat sumur resapan dan menggunakan teknologi pemurnian air serta dengan system teknologi Arsinum.
DAFTAR PUSTAKA https://www.academia.edu/32131516/Tugas_PAM diakses pada 22 Maret pukul 15.45 WIB http://www.kelair.bppt.go.id/sitpapdg/Patek/Spah/spah.html diakses pada 22 Maret pukul 14.39 WIB Suprapto, H. Bramantyo Agung. 2015. Konsep Pemanfaatan Air Hujan sebagai Air Siap Pakai. Bandung