UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN PENDEKATAN TEORI MODEL SELF CARE OREM PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
IQBAL D. HUSAIN 1006833786
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DEPOK JANUARI, 2014
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN PENDEKATAN TEORI MODEL SELF CARE OREM PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
OLEH IQBAL D. HUSAIN 1006833786
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DEPOK JANUARI, 2014
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA Karya Ilmiah Akhir, Januari 2014 Iqbal D. Husain Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah dengan pendekatan Teori Model Self Care Orem pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta xii + 56 halaman + 3 lampiran Abstrak Laporan ini bertujuan menganalisis pelaksanaan praktik tahap residensi keperawatan di RSUP Fatmawati Jakarta dan RSO Prof. Soelarso Surakarta. Sebagai pengelola pelayanan keperawatan, penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah dengan menerapkan Teori Self care Orem. Laporan ini juga menganalisis pelaksanaan praktik keperawatan berbasis bukti (Evidence Based Practice Nursing) melalui intervensi keperawatan tehnik relaksasi Benson untuk menurunkan nyeri pasca bedah fraktur ekstremitas bawah. Hasil yang didapatkan bahwa relaksasi Benson efektif untuk menurunkan nyeri pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah. Sebagai innovator, penulis melakukan kegiatan inovasi berupa edukasi terstruktur menggunakan bookleat. Kegiatan ini dilakukan bersama-sama dengan perawat di ruangan praktik. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah, perawat harus memahami konsep dasar penyakit dan melakukan intervensi berdasarkan pembuktian ilmiah. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan manajemen rumah sakit sebagai pengambil kebijakan.
Kata Kunci : pasca bedah fraktur ekstremitas bawah, Self Care Orem, nyeri, relaksasi Benson, bookleat Daftar pustaka : (1997-2011)
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
MEDICAL SURGICAL NURSING SPECIALIST PROGRAME FACULTY OF NURSING UNIVERSITY OF INDONESIA Final Scientific Report, January 2014 Iqbal D. Husain Analysis of Medical Surgical Nursing Practice Residency approach Orem Self Care Model Theory in patients with disorders of the musculoskeletal system in Fatmawati General Hospital Jakarta xii + 56 pages + 3 appendices Abstract This report aims to analyze the implementation of nursing practice residency stage in Fatmawati General Hospital Jakarta and RSO Prof. Soelarso Surakarta. As a manager of nursing services, the authors conducted a nursing care in patients with post-surgical lower limb fractures by applying the theory of Orem self care. The report also analyzes the implementation of evidence-based nursing practice through nursing interventions Benson relaxation techniques to reduce postoperative pain lower extremity fractures. The results showed that the relaxation Benson effective in reducing postoperative pain lower extremity fractures. As an innovator, author of innovation activities in the form of structured education using bookleat. This activity was carried out together with the nurses in the practice room. In implementing nursing care in patients with post-surgical lower limb fractures, nurses must understand the basic concepts of disease and interventions based on scientific evidence. This can be done by involving hospital management as policy makers. Keywords : post surgical lower limb fractures, Self Care Orem, pain, Benson relaxation, bookleat References : (1997-2011)
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya penyusunan Laporan Karya Ilmiah Akhir dengan judul “Analisis praktik residensi Keperawatan Medikal Bedah pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal dengan pendekatan Teori Self Care Orem di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta” dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa Laporan Karya Ilmiah Akhir ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dewi Irawaty, M.A, PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 2. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp, MN, selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 3. Agung Waluyo, S.Kp, M.Sc, PhD, selaku Supervisor Utama yang telah membimbing dan mengarahkan penulis pada penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini. 4. Masfuri, S.Kp, MN, selaku Supervisor yang memberikan masukan, bimbingan serta arahan kepada penulis dalam menyusun Karya Ilmiah Akhir ini. 5. Ns. Umi Aisyiyah S.Kep., M.Kep., Sp.KMB, selaku Supervisor klinik yang telah banyak memfasilitasi penulis dalam pelaksanaan praktik residensi serta membimbing penulisan Karya Ilmiah Akhir ini. 6. Seluruh staf pendidik dan tenaga kependidikan Program Ners Spesialis Ilmu Keperawatan terutama Kelompok Keilmuan Keperawatan Medikal Bedah yang telah membantu penulis. 7. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta dan seluruh staf yang telah memberikan kesempatan dan memfasilitasi penulis dalam proses pelaksanaan praktik residensi spesialis keperawatan. 8. Direktur Rumah Sakit Ortopedi Prof. Soeharso Surakarta Jawa Tengah dan seluruh staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam pelaksanaan proses praktik residensi spesialis keperawatan.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
9. Seluruh rekan sejawat perawat dan tim di Gedung Prof. Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta khususnya Lantai I dan Lantai IV yang telah memberikan kesempatan dan bekerjasama dalam meningkatkan kompetensi keperawatan muskuloskeletal. 10. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Program Spesialis Keperawatan terutama Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Angkatan Genap 2012, terutama yang telah memberikan dukungan dan semangat bagi penulis. 11. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan dan do’a bagi penulis dalam menyelesaikan penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
Semoga semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan oleh berbagai pihak kepada penulis mendapat balasan dari ALLAH SWT dan dicatat sebagai amal kebaikan.
Depok, Januari 2014 Penulis,
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL ............................................................................... LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................... LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................... LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................................. ABSTRAK .............................................................................................. ABSTRACT .............................................................................................. KATA PENGANTAR ............................................................................. DAFTAR ISI ...........................................................................................
i ii iii iv v vi vii viii ix
BAB 1 : PENDAHULUAN ................................................................... 1.1 Latar belakang ............................................................................. 1.2 Tujuan penulisan ......................................................................... 1.3 Manfaat penulisan .......................................................................
1 1 7 7
BAB 2 : TINJAUAN TEORI ............................................................... 2.1 Konsep dasar fraktur .................................................................... 2.2 Asuhan keperawatan pasien pasca bedah fraktur ......................... 2.3 Konsep dasar Teori Keperawatan Orem ..................................... 2.4 Penerapan Teori Self Care pada fraktur .......................................
9 9 13 16 20
BAB 3 : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL ............... 3.1 Deskripsi kasus ............................................................................. 3.2 Penerapan proses keperawatan dengan pendekatan teori Orem .. 3.3 Pembahasan kasus ........................................................................ 3.4 Analisa kasus resume ...................................................................
24 24 25 34 37
BAB 4 : ANALISIS PRAKTEK KEPERAWATAN BERBASIS BUKTI ..................................................................................... 4.1 Analisis masalah ........................................................................... 4.2 Critical review .............................................................................. 4.3 Praktek keperawatan berbasis bukti ............................................. 4.4 Pembahasan ..................................................................................
43 43 46 48 50
BAB 5 : ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI INOVATOR . 5.1 Analisis situasi ............................................................................. 5.2 Kegiatan inovasi ........................................................................... 5.3 Pembahasan ..................................................................................
53 53 55 56
BAB 6 : SIMPULAN DAN SARAN .................................................... 6.1 Simpulan ...................................................................................... 6.2 Saran .............................................................................................
59 59 60
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................... LAMPIRAN ............................................................................................
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
x xi xii
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini, akan diuraikan latar belakang penyusunan laporan analisis praktek meliputi seluruh proses kegiatan yang dilakukan selama tahap residensi keperawatan. Selain itu juga diuraikan pula tujuan dan manfaat penyusunan laporan analisis praktik residensi keperawatan. 1.1 Latar Belakang Laporan analisis praktik ini adalah laporan dan analisis pelaksanaan praktik residensi yang dilaksanakan oleh penulis pada tahap residensi keperawatan. Laporan
ini
disusun
untuk
menganalisis
pengalaman
penulis
dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah melalui aplikasi dan penerapan salah satu teori keperawatan. Selain itu, laporan ini juga menganalisis kegiatan praktik keperawatan berdasarkan pembuktian (Evidence Based Nursing Practice) dan analisis pelaksanaan kegiatan inovasi keperawatan. Secara keseluruhan praktik residensi ini berlangsung selama 2 (dua) semester dan dilaksanakan di dua rumah sakit yaitu di Ruang Ortopedi RSUP Fatmawati Jakarta dan RS Ortopedi Prof. Dr. Soeharso Surakarta.
Gangguan sistem muskuloskeletal yang paling banyak ditemukan pada saat praktik residensi adalah trauma berupa fraktur pada bagian ekstremitas bawah. WHO merilis bahwa pada tahun 2010 insiden terjadinya fraktur didunia sekitar 21 juta orang dengan angka prevalensi sebanyak 3,5%. Sementara, tahun 2012 WHO mendata prosentase angka kejadian fraktur pada femur, patella, tibia, dan fibula berada lebih tinggi dari fraktur yang lainnya. Selain itu, WHO juga mencatat dalam 2 tahun terakhir menunjukkan bahwa di Indonesia kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh nomor tiga setelah penyakit jantung dan TBC. Hampir setiap hari kecelakaan lalu lintas baik sepeda motor maupun mobil mengakibatkan korban meninggal dunia, luka berat, dan luka ringan. Salah satu
1
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
2
akibatnya adalah terjadinya fraktur. Selain itu, WHO (2011) juga mendata bahwa 67% kecelakaan lalu lintas terjadi pada usia produktif antara 22-50 tahun. Kementerian Kesehatan RI melalui Survey Kesehatan Nasional tahun 2010 mencatat bahwa angka prevalensi kasus fraktur secara nasional tahun 2008 sekitar 27,7%. Angka ini meningkat khususnya pada laki-laki dimana tahun 2009 sekitar 51,2% dibandingkan pada tahun 2010 sebesar 54,5%. Sedangkan pada wanita, angka ini menurun yakni 2% pada tahun 2009 dan di tahun 2010 sebesar 1,2%. Hasil pengamatan dan data penulis selama praktik residensi selang bulan Februari sampai November 2013 di RSUP Fatmawati Jakarta khusus di Lantai I GPS dengan kapasitas 25 TT, pasien terbanyak yang dirawat adalah fraktur extremitas dengan lama rawat pasien pasca bedah rata rata 4-5 hari. Adapun jenis kasus terbanyak adalah fraktur femur dengan prosentase 45%, fraktur tibia dan fibula sebesar 35%, fraktur humerus, radialis dan ulnaris sebesar 15% dan sisanya adalah fraktur patologis. Dari jumlah tersebut, penyebab fraktur terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas.
Sementara itu, data Rekam Medik RS Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta mencatat jumlah kunjungan setiap hari yang menjalani operasi karena fraktur mencapai ±800 pasien dengan prosentase sekitar 35-40% setiap bulannya dan diperkirakan jumlah kunjungan setiap tahunnya mencapai lima ribu sampai tujuh ribu pasien. Dari jumlah tersebut, 73% disebabkan oleh trauma akibat kecelakaan dengan masalah pada tulang dan persendian extremitas bawah.
Penanganan fraktur dapat dilakukan melalui dua cara yaitu dilakukan dengan cara pembedahan dan dilakukan secara konservatif atau tanpa pembedahan. Dalam penanganan fraktur, perawat memegang peranan sangat penting pada kedua tindakan tersebut. Berdasarkan temuan yang diperoleh selama pelaksanaan praktik residensi, 85-90% penanganan fraktur ekstremitas bawah dilakukan tindakan pembedahan berupa reduksi baik secara internal (ORIF) maupun secara eksternal (OREF).
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
3
Salah satu dampak yang terjadi karena trauma akibat pembedahan pada tulang, jaringan otot, dan sendi akan menyebabkan nyeri yang cukup signifikan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Morris, Benneti, Marro, & Rosenthal, (2010) dimana nyeri cukup berkontribusi terhadap aktivitas pasca bedah dengan menggunakan skala 0 sampai 10, maka nyeri pasca bedah ortopedi berada pada skala 4,7 walaupan dengan pemberian analgetika. Berdasarkan pengalaman penulis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah, masalah yang sering ditemukan antara lain manajemen pengelolaan nyeri yang belum dilakukan secara efektif sehingga mengakibatkan ambulasi dini menjadi terhambat, waktu pemulihan menjadi lebih panjang, dan perencanaan pulang juga akan terhambat. Selain efek tersebut, pasien mengalami keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan self care.
Nyeri merupakan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang. Nyeri adalah salah satu tanda vital yang memiliki dampak fisiologik dan psikologik yang cukup luas serta mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Secara fisik, nyeri yang terjadi akan berdampak pada seluruh sistem tubuh. Pasien dengan nyeri cenderung untuk immobilisasi karena ketakutan dan ketidakmampuan bergerak, sehingga akan menyebabkan stasis cairan paru dan kemudian menyebabkan pneumonia hipostatik. Efek lainnya akibat immobilisasi berupa penurunan motilitas intestinal sehingga pasien mengalami konstipasi. Selain itu, hal lain yang terjadi berupa adanya spasme otot dan peningkatan sensitivitas nosiseptor perifer. Kedua hal ini akan meningkatkan tonus simpatik, sehingga bila terjadi overaktivitas simpatik keadaan ini akan menjadi suatu lingkaran setan yang saling memperkuat satu sama lain. Tonus otot dan peningkatan sensitivitas akan memperberat nyeri dan juga sebaliknya nyeri akan semakin meningkatkan overaktivitas simpatik. Secara psikologis, nyeri akan berpengaruh terhadap kecemasan, dimana kecemasan yang berkepanjangan akan menyebabkan depresi sehingga pasien kekurangan tidur. Pada pasien yang kekurangan tidur akan menyebabkan ambang nyeri menurun dan pasien semakin nyeri dan cemas.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
4
Pada kondisi pasca bedah atau trauma muskuloskeletal, pengelolaan nyeri akut merupakan suatu kebutuhan. Oleh karena itu, perawat memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan manajemen nyeri yang adekuat dan menyadari bahwa kebutuhan kenyamanan ini sangatlah penting bagi seorang pasien. Hal ini dapat dilakukan berkaitan dengan fungsi independensi seorang pasien, kembalinya aktivitas hidup sehari-hari, dan rehabilitasi akibat trauma pasca bedah muskuloskeletal yang tidak disertai komplikasi.
Intervensi nonfarmakologis yang dapat dilakukan oleh perawat dalam mengelola manajemen nyeri pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah antara lain tehnik relaksasi. Menurut Schaffer & Yucha, (2004); Seers, Chrichton, Tutton, Smith, Saunders, (2008), tehnik relaksasi semakin banyak disarankan sebagai tehnik kontrol nyeri yang dapat digunakan oleh perawat dalam prakteknya sehari-hari. Selain itu, tehnik relaksasi merupakan strategi koping dan dapat membantu pasien untuk mengontrol rasa nyerinya (Roykulcharoen & Good, 2004).
Salah satu tehnik relaksasi yang digunakan untuk mengurangi nyeri pasca bedah adalah relaksasi Benson. Relaksasi Benson merupakan relaksasi yang bersifat pasif dimana pasien tidak menggunakan tegangan otot sehingga sangat tepat untuk mengurangi nyeri pasca bedah fraktur ekstremitas bawah. Hal ini disebabkan karena tegangan otot akan meningkatkan rasa nyeri. Selain itu, relaksasi Benson merupakan pengembangan metode relaksasi yang melibatkan keyakinan pasien, dan dapat menciptakan lingkungan internal sehingga membantu pasien untuk mencapai kondisi kesehatan yang lebih tinggi (Benson & Proctor, 2000 dalam Datak, 2008). Relaksasi Benson juga termasuk salah satu terapi alternatif dan komplementer yang dikembangkan oleh National Center for Complementary and Alternative Medice (NCCAM) (Cushman & Hoffman, 2004, dalam Suardana , 2007, dalam Datak, 2008).
Dalam perannya sebagai seorang peneliti, penulis menerapkan asuhan keperawatan berdasarkan pembuktian atau Evidence Based Nursing Practice
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
5
berupa penggunaan tehnik relaksasi Benson dalam menurunkan nyeri pasca bedah fraktur ekstremitas bawah. Intervensi ini dilakukan karena nyeri pada pasien pasca pembedahan ortopedi merupakan gejala yang paling umum dan harus dievaluasi secara cermat.
Hasil penelitian yang dibuat oleh Masoumeh, Mohamad, & Masoud, (2006) dengan judul “The effect of Benson Relaxation Techniques on Rhematoid Arthritis Patients” menggambarkan bahwa tehnik relaksasi Benson sangat efektif untuk mereduksi nyeri pada pasien rematoid artritis. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Levin, Malloy & Hyman, (1987) dengan judul “Nursing management of postoperative pain: use of relaxation techniques with female cholecystectomy patients” menunjukkan bahwa relaksasi Benson dapat mengurangi distress dan sensasi nyeri pasca bedah abdominal (cholecystectomy) pada wanita secara signifikan. Selain itu, hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Datak, (2008) menunjukkan bahwa kombinasi Relaksasi Benson dan terapi analgesik lebih efektif untuk menurunkan rasa nyeri pasca bedah pada pasien TUR Prostat dibandingkan hanya terapi analgesik saja.
Penerapan relaksasi Benson dapat dilakukan modifikasi sesuai kebutuhan mengingat tehnik relaksasi Benson ini merupakan intervensi keperawatan mandiri. Tehnik relaksasi Benson dilakukan dengan melibatkan faktor keyakinan dimana pasien dilakukan relaksasi dengan mengulang kata ataupun kalimat yang disesuaikan dengan keyakinan. Dalam penerapannya, relaksasi ini dapat dilakukan dengan atau tanpa pemberian analgetika. Selain itu, dapat dilakukan setiap saat tanpa bantuan. Konsep relaksasi merupakan bagian dari pengembangan “Self Care theory” yang dikemukakan oleh Orem, dimana perawat dapat membantu kebutuhan self care pasien dan berperan sebagai supportive-educative sehingga pasien dapat menggunakan relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri pasca bedah (Tommey & Alligood, 2006). Oleh sebab itu, pada pelaksanaan praktik residensi ini, penulis mengaplikasikan suatu teori sebagai landasan untuk memberikan asuhan
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
6
keperawatan yaitu teori self care Orem. Menurut teori ini, seorang pemberi asuhan memberikan pengajaran kepada individu agar tidak tergantung kepada orang lain. Namun, pemberi asuhan diharapkan dapat memberikan latihan secara bertahap agar pasien dapat memenuhi kebutuhan perawatan dirinya demi mempertahankan kesehatan.
Dalam perannya sebagai inovator, penulis bersama anggota kelompok lainnya membuat suatu proyek inovasi edukasi terstruktur berupa pembuatan bookleat yang berisi penatalaksanaan nyeri, pencegahan konstipasi, pencegahan dekubitus dan pencegahan jatuh di Ruang lantai 1 Gedung Prof. Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta. Hal ini dilakukan sebagai suatu upaya dalam meningkatkan capaian hasil belajar klien/keluarga melalui modifikasi proses edukasi klinik yang disertai pemberian media informasi tambahan (bookleat) yang nantinya bisa dijadikan alat untuk mengulang kembali pemahaman klien/keluarga mengenai isi pembelajaran (Chambers, 2000).
Cruwick, Bonauto, & Cohen (2002) mengungkapkan bahwa pemberian edukasi terhadap klien yang dilakukan secara verbal (face to face) dan menggunakan bookleat terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan, kepercayaan dan kemampuan praktik klien. Inovasi ini juga memberi arahan dan memudahkan para klinisi untuk membangun pengetahuan, sikap dan kemampuan keluarga dan klien sehingga dapat mendukung upaya intervensi keperawatan terutama pada penatalaksanaan nyeri, pencegahan konstipasi, pencegahan dekubitus dan pencegahan jatuh. Proyek inovasi ini dibuat berdasarkan kebutuhan ruangan agar perawat ortopedi mampu meminimalisir masalah yang terjadi di ruang perawatan. Selain itu, penulis berkeyakinan bahwa pembuatan proyek inovasi keperawatan ini dapat meningkatkan profesionalisme perawat melalui dukungan dari manajemen RSUP Fatmawati Jakarta.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin mengkaji lebih lanjut melalui “Analisis praktik residensi keperawatan Medikal Bedah : Penerapan teori Self
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
7
Care Orem pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta”
1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum Memberikan gambaran umum terhadap pelaksanaan dan pengalaman praktik residensi Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, khususnya peminatan Muskuloskeletal dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah melalui pendekatan teori keperawatan Self Care Orem di Lantai 1 Gedung Prof. Soelarto Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. 1.2.2 Tujuan Khusus 1.2.2.1 Melakukan analisis terhadap penerapan asuhan keperawatan menggunakan Teori Model Self Care Orem pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah di Lantai 1 Gedung Prof. Soelarto Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. 1.2.2.2 Melakukan analisis terhadap penerapan evidence based nursing pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah di Lantai 1 Gedung Prof. Soelarto Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. 1.2.2.3 Melakukan analisis terhadap kegiatan inovasi keperawatan pasien dengan gangguan sistem musculoskeletal di Lantai 1 Gedung Prof. Soelarto Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
1.3 Manfaat Penulisan 1.3.1 Bagi pelayanan keperawatan a. Dapat memberikan manfaat sebagai pertimbangan dalam pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah melalui pendekatan teori Model Self Care Orem. b. Dapat meningkatkan keinginan perawat untuk memanfaatkan penelitian sebagai dasar pengambilan keputusan klinik dalam pelaksanaan intervensi keperawatan pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah berdasarkan Evidence Based Nursing Practice.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
8
1.3.2 Bagi perkembangan ilmu keperawatan Dapat menambah wawasan keilmuan keperawatan medikal bedah terhadap aktualisasi peran perawat sebagai pemberi layanan, researcher, innovator, dan edukator dalam pengelolaan asuhan keperawatan khususnya pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah.
1.3.3 Bagi pendidikan ilmu keperawatan Dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan kurikulum pembelajaran demi peningkatan kualitas asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah fraktur
ekstremitas
bawah
melalui
pengembangan
terapi
modalitas
keperawatan berdasarkan evidence based practice.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan beberapa konsep terkait dalam penyusunan laporan analisis praktik residensi keperawatan. Diantaranya menguraikan tentang konsep dasar fraktur, konsep asuhan keperawatan pasien pasca bedah fraktur, konsep dasar teori keperawatan Self care Orem serta penerapan teori self care Orem pada pasien pasca bedah fraktur. 2.1 Konsep dasar fraktur 2.1.1 Definisi Menurut Apley (2000), fraktur adalah suatu retakan kontinuitas struktur tulang dimana kondisi ini terjadi mungkin lebih dari satu retakan. Sedangkan menurut Reeves, Roux, dan Lockhart (2001) fraktur adalah suatu peristiwa retak atau patahnya suatu tulang yang utuh. Sementara itu, Smeltzer dan Bare (2010) juga mengemukakan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan berdasarkan jenis dan luasnya. Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang secara umum disebabkan oleh ruda paksa dan terjadi pada ekstremitas bawah sehingga menyebabkan fraktur pada tulang femur, tulang patella, tibia, dan fibula (Sjamsuhidayat & Jong, 2005) Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa fraktur ekstremitas bawah merupakan peristiwa putusnya kontinuitas tulang baik sebagian maupun seluruh jaringan tulang yang terjadi pada ekstremitas bawah. Peristiwa ini tidak hanya berdampak pada tulang, tetapi dapat mengenai jaringan sekitar seperti pembuluh darah, sendi, dan otot.
2.1.2 Etiologi Fraktur dapat disebabkan oleh :
9
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
10
a. Peristiwa trauma Trauma langsung menyebabkan fraktur pada titik terjadinya trauma seperti tulang kaki terbentur bumper mobil maka tulang mengalami patah tepat pada lokasi benturan. Trauma tidak langsung terjadi bila fraktur berada pada lokasi yang jauh dari trauma dan kemungkinan kerusakan pada jaringan lunak diarea fraktur tidak terjadi. b. Fraktur kelelahan atau tekanan Kondisi ini sering terjadi pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada olahragawan, penari, dan calon militer yang berlatih baris berbaris dengan jarak yang jauh. c. Fraktur patologik kondisi ini terjadi akibat tekanan normal bila tulang itu lemah (seperti oleh tumor) atau kondisi tulang yang rapuh (pada penyakit Paget). Adanya pemuntiran mengakibatkan terjadinya fraktur spiral. Pada trauma tidak langsung, salah satu fragmen tulang akan menembus kulit sedangkan pada cedera langsung menembus dan merobek kulit diarea fraktur. Penyebab yang sering adalah kecelakaan sepeda motor. 2.1.3 Tanda dan gejala klinik Menurut Smeltzer dan Bare (2010), secara umum gejala klinis fraktur antara lain : a. Nyeri terus menerus, dimana akan meningkat skalanya bila bergerak dan berkurang bila diistirahatkan. b. Hilangnya fungsi, dimana bagian yang fraktur tidak dapat digunakan. c. Deformitas, diakibatkan karena pergeseran fragmen tulang. d. Adanya krepitasi, berupa suara derik akibat gesekan antar fragmen tulang. e. Bengkak dan perubahan warna kulit sekitar yang terjadi karena adanya trauma dan perdarahan yang menyertai fraktur. 2.1.4 Penatalaksanaan fraktur Apley (2000) menguraikan ada 4 prinsip penatalaksanaan fraktur yang dikenal dengan 4 R. yaitu :
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
11
a. Rekognisi merupakan teknik bagaimana mendiagnosis, dan melakukan penilaian terhadap fraktur. b. Reduksi merupakan cara untuk restorasi fragmen tulang yang fraktur sehingga diperoleh posisi yang sesuai. Pada fraktur yang terjadi pada intra-artikuler diperlukan reduksi secara anatomis dan bertujuan untuk mengembalikan fungsi normal, mencegah komplikasi antara lain deformitas, kekakuan, deformitas, dan gangguan sendi. c. Retensi merupakan cara mengimmobilisasi daerah yang mengalami fraktur bertujuan untuk mempertahankan kesejajaran fragmen tulang. d. Rehabilitasi merupakan program yang bertujuan untuk memperbaiki kembali aktivitas fungsional pasien secara penuh dan maksimal. Smeltzer dan Bare (2010) menguraikan terapi pembedahan ortopedi meliputi : a. Reduksi tertutup merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang yang patah ke posisi semula dengan traksi maupun gips agar ujung tulang yang mengalami fraktur saling berhubungan. b. Reduksi terbuka merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan reduksi dengan cara diseksi terlebih dulu dengan tujuan untuk mensejajarkan tulang yang patah. Reduksi terbuka dapat dilakukan baik dengan fiksasi internal atau fiksasi eksternal. 2.1.5 Tindakan pembedahan ORIF Menurut Maher, Salmon, dan Pellino (2002) pasien yang mengalami gangguan sistem muskuloskeletal sebagian besar dilakukan pembedahan. Tujuannya antara lain untuk memperbaiki fungsi, menurunkan nyeri, stabilisasi, dan menghindari disabilitas. Salah satu tindakan pembedahan yang dilakukan pada pasien yang mengalami fraktur adalah reduksi terbuka melalui fiksasi interna (ORIF : Open Reduction Internal Fixation). Tindakan pembedahan ini bertujuan untuk mensejajarkan tulang yang patah dan memakai alat sharing stress seperti screw, plate, pin, nail, Kirschner Wire (K-Wire). Atau dapat juga dengan mengkombinasikan dua atau lebih alat-alat tersebut. Maher, Salmon, dan Pellino (2002) menjelaskan bahwa beberapa kelebihan dari tindakan ini antara lain merupakan stabilisasi reduksi tertinggi, reduksi lebih
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
12
akurat, pengkajiann terhadap neurovaskuler lebih mudah, penggunaan alat mobilisasi eksternal sedikit, proses penyatuan sendi disekitar area yang patah menjadi cepat, perawatan yang tidak terlalu lama sehingga pemulihan menjadi cepat. 2.1.6 Komplikasi Adapun komplikasi fraktur secara umum terdiri atas komplikasi awal dan komplikasi lanjut (Smeltzer & Bare, 2010 ; Black & Hawks, 2009). a. Komplikasi awal, dimana masalah ini terjadi segera setelah terjadi fraktur. Biasanya yang terjadi antara lain : syok, sindrom kompartemen, kerusakan arteri, infeksi, avaskular nekrosis, sindrom emboli lemak. Kondisi ini harus ditangani secepatnya karena akan mengakibatkan hilangnya fungsi ekstremitas bahkan menyebabkan kematian. b. Komplikasi lanjut, dimana kondisi ini terjadi setelah beberapa minggu, bulan atau tahun setelah fraktur. Biasanya yang terjadi berupa gangguan penyatuan tulang (mal union, non union, delayed union), pada sendi berupa kaku sendi atau penyakit degeneratif sendi pasca trauma, serta komplikasi di otot berupa atrofi otot atau rupture tendon, dan pada syaraf seperti fibrosis intraneural. 2.1.7 Tahap penyembuhan tulang Menurut Apley (2000); Price & Wilson, (2006); Black, (2009); Smeltzer & Bare, (2010), tahap penyembuhan tulang terdiri dari 5 fase : a. Fase inflamasi, dimana pada fase ini tubuh berespon terhadap trauma dimana pada daerah tulang yang patah ditandai dengan perdarahan dan hematoma. Pada fase ini, terjadi pengurangan vaskularisasi pada ujung dari fragmen tulang yang patah. Hal ini menyebabkan makrofag menginvasi daerah tulang yang mengalami cedera dengan cara membersihkan area tersebut dari benda asing. Proses inflamasi ini akan berlangsung selama beberapa hari. b. Fase proliferasi sel, dimana pada fase ini hematoma yang terjadi akan mengalami organisasi. Hal ini ditandai dengan adanya pembentukan jaringan baru untuk revaskularisasi yang diawali dengan pembentukan benang-benang fibrin pada darah, serta invasi fibroblast dan osteoblas. Fibroblast dan
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
13
osteoblast yang berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum selanjutnya akan membentuk kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada daerah tulang yang patah. Selain itu, terbentuk pula jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum tersebut, akan terlihat pertumbuhan melingkar, dimana kallus tulang rawan akan dirangsang oleh pergerakan mikrominimal pada area tulang yang patah. Akan tetapi, bila gerakannya yang berlebihan akan mengakibatkan struktur kalus mengalami kerusakan.
Sementara
itu,
tulang
yang
sedang
tumbuh
aktif
akan
memperlihatkan potensial elektronegatif. Fase ini akan berlangsung selama lima hari setelah fase inflamasi. c. Fase pembentukan kallus. Pada fase ini, pertumbuhan jaringan berlanjut dan pertumbuhan lingkaran tulang rawan mencapai sisi lain sampai celahnya sudah terhubung. Fragmen tulang yang patah bergabung dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat immatur. Waktu yang dibutuhkan untuk penggabungan fragmen tulang sekitar 3-4 minggu. d. Fase penulangan kalus (ossifikasi), pada fase ini, kallus yang terbentuk mulai mengalami penulangan yang ditandai dengan proses penulangan endokondrial pada tulang yang patah dalam 2-3 minggu. Pada fase ini, terjadi penimbunan mineral secara terus menerus sampai tulang tersebut bersatu. Pada orang dewasa normal yang mengalami patah tulang panjang, proses penulangan membutuhkan waktu sekitar 3-4 bulan. e. Fase remodeling, dimana fase ini merupakan fase akhir proses perbaikan fraktur. Pada fase ini, terjadi reorganisasi tulang baru ke susunan struktur sebelumnya dan pengambilan jaringan yang mati. Untuk menyelesaikan proses penyembuhan tulang pada fase ini membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sehingga didapatkan proses perubahan dari jaringan immatur menjadi matur, pembentukan tulang lamelar dan daerah yang mengalami fraktur menjadi bertambah stabil. 2.2 Asuhan keperawatan klien pasca bedah fraktur Pada pasien yang mengalami pembedahan ortopedi, pemberian asuhan keperawatan merupakan hal yang unik karena pasien yang mengalami masalah kesehatannya menjadi tanggung jawab penuh seorang perawat. Selain itu,
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
14
aktivitas perawat dilakukan secara berkesinambungan mulai dari pre operatif, intra operatif, dan masa pemulihan pasca operatif. Proses keperawatan yang dilakukan diawali dengan pengkajian pasien, penetapan diagnosa keperawatan, merencanakan intervensi, implementasi dan evaluasi. 2.2.1 Pengkajian keperawatan Pengkajian pasien pasca bedah ortopedi merupakan kelanjutan pengkajian pada saat sebelum pembedahan. Dalam hal ini, perawat melanjutkan intervensi keperawatan sebelum pembedahan. Selain itu, perawat juga melakukan pengkajian dan observasi terhadap status pasien terbaru setelah pembedahan. Biasanya hal ini berhubungan dengan nyeri, perfusi jaringan, mobilitas fisik, promosi kesehatan, serta konsep diri. Adapun data yang perlu dikaji pada pasien (Black & Hawks, 2009) meliputi : a. Data umum, keluhan utama yang dialami, riwayat pembedahan sebelumnya, serta pengetahuan pasien terhadap pembedahan meliputi persiapan fisik, mental, dan tindakan keperawatan pasca pembedahan. b. Penampilan fisik secara umum, gaya berjalan, postur, kesimetrisan, keterbatasan aktivitas, serta penggunaan alat bantu mobilitas. c. Adanya keterbatasan fungsi mobilitas, fungsi neuromuskuler, dan perubahan persepsi sensori sebelum dan setelah mengalami gangguan. d. Riwayat allergi, pemakaian obat, penyakit sistemik dan adanya kelainan yang dialami sebelumnya yang berkaitan dengan sistem muskuloskeletal. Pada pasien pasca bedah ortopedi, pemberian anestesi, analgesik, serta immobilisasi akan berdampak pada gangguan sistem dalam tubuh. Oleh sebab itu, perawat harus memantau tanda vital, kesadaran, tingkat nyeri, bunyi nafas, bising usus, serta intake dan output cairan. Data ini sangat diperlukan untuk mengetahui penurunan aktivitas sistem dalam tubuh yang terjadi akibat anestesi, analgesik dan immobilisasi yang dilakukan terhadap pasien. Selain itu, pemantauan terhadap perfusi jaringan harus dilakukan karena perdarahan dan edema yang terjadi di dalam jaringan akan berdampak pada memburuknya peredaran darah sehingga terjadi sindrom kompartemen. Hal ini dapat dikaji melalui fungsi respirasi, gastrointestinal dan sistem perkemihan.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
15
2.2.2 Diagnosa keperawatan Menurut Smeltzer dan Bare (2010), diagnosa keperawatan utama yang lazim pada pasien pasca bedah ortopedi antara lain : 1. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan dan immobilisasi 2. Resiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
gangguan
sirkulasi darah dan pembengkakan 3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan prosedur pembedahan, nyeri, pembengkakan, dan pemasangan alat fiksasi 4. Perubahan citra tubuh, harga diri, atau fungsi peran berhubungan dengan adanya gangguan muskuloskeletal 2.2.3 Intervensi keperawatan Menurut Smeltzer dan Bare (2010), intervensi keperawatan pada pasien pasca bedah ortopedi ditujukan untuk menurunkan nyeri, mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, peningkatan mobilitas secara bertahap, pemeliharaan kesehatan, tidak terdapat komplikasi, serta memperbaiki konsep diri. Adapun intervensi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan diagnosa keperawatan antara lain : 1. Menurunkan nyeri Pada pasien pasca bedah ortopedi, nyeri akan dirasakan sangat berat. Hal ini disebabkan karena adanya pembengkakan dan spasme otot. Oleh sebab itu, pemantauan terhadap skala dan respon pasien terhadap nyeri harus dilakukan dan dievaluasi. Perawat harus berusaha sedapat mungkin mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan. Potter & Perry, (2006) menjelaskan bahwa penanganan nyeri dapat dilakukan melalui
pendekatan
farmakologik
(obat-obatan)
dan
pendekatan
non
farmakologik. Adapun pendekatan non farmakologik untuk meredakan nyeri antara lain pengaturan posisi elevasi dari ekstremitas yang mengalami pembedahan dan pemberian kompres dingin dapat dilakukan untuk mengontrol nyeri (Smeltzer dan Bare, 2010). Selain itu, tehnik perubahan posisi, distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing serta terapi modalitas lain dapat digunakan untuk mengurangi nyeri.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
16
2. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat Perawat harus melakukan pemantauan terhadap status neurovaskuler terutama pada bagian ekstremitas yang mengalami pembedahan dan melakukan kolaborasi dengan dokter bila terdapat kelainan perfusi jaringan. Selain itu, pasien dianjurkan untuk melakukan latihan pergelangan atau sendi pada area yang mengalami pembedahan dan mobilisasi bertahap (Black & Hawks, 2009). Tindakan lain yang dilakukan berupa peningkatan status nutrisi, pemenuhan kebersihan diri serta adanya indikasi pressure ulcer. 3. Meningkatkan mobilitas fisik Gangguan mobilisasi terjadi biasanya disertai dengan adanya keluhan nyeri. Pasien mengeluhkan takut untuk melakukan mobilisasi karena merasa nyeri. Oleh sebab itu, hubungan terapeutik yang adekuat antara perawat dan pasien akan sangat membantu pasien untuk mau dan berpartisipasi terhadap kegiatan atau aktivitas yang diprogramkan untuk meningkatkan mobilitas pasien. 4. Memperbaiki konsep diri Penyusunan rencana intervensi yang dilakukan perawat dengan melibatkan pasien akan meningkatkan aktivitas perawatan diri sehingga berdampak pada kembalinya peran dari pasien untuk mengenal kemampuannya sehingga dapat meningkatkan harga diri dan identitas diri pasien. Perubahan citra tubuh dapat diterima oleh pasien melalui dukungan dari keluarga, perawat, dan orang lain (Smeltzer dan Bare, 2010) 2.3 Konsep dasar Teori Keperawatan OREM Menurut Orem (2001), seorang individu belajar untuk mampu merawat dirinya sendiri sehingga individu tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, pemeliharaan kesehatan, serta kesejahteraan. Teori ini sering dikenal dengan teori Self Care. Selain itu, terdapat empat pilar dasar dalam paradigma keperawatan meliputi manusia, sehat-sakit, lingkungan, dan keperawatan. Orem mengemukakan pandangannya tentang manusia sebagai unit kesatuan dari fungsi biologis yang memerlukan self care secara mandiri dimana dalam keadaan normal self care akan terpenuhi dan dalam keadaan sakit membutuhkan bantuan.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
17
Selain itu, kondisi mental, sosial, budaya, dan emosi akan mempengaruhi kemampuan individu untuk berkembang dan belajar. Sementara itu, pandangan Orem tentang lingkungan berhubungan dengan adanya kondisi lingkungan yang mempengaruhi seseorang untuk memenuhi kebutuhan self care-nya baik lingkungan pendukung maupun lingkungan penghambat. Hal ini ditekankan pada lingkungan internal berupa adanya kelainan penyakit yang ada dalam tubuh seperti fraktur, kelemahan, dan lainnya serta lingkungan eksternal berupa biologi, fisik, kimia, dan sosial. Menurut pandangan Orem tentang konsep sehat dan kesehatan berhubungan dengan perpaduan dari keseluruhan fungsi tubuh untuk memenuhi kebutuhan self care-nya. Menurutnya, sehat merupakan hasil dari kemampuan individu dalam mengatasi adanya rangsangan, tuntutan kebutuhan, serta dorongan dan keinginan. Dengan demikian, individu yang sehat manakala ia mampu memenuhi kebutuhan self care-nya dan dapat ditingkatkan menjadi sejahtera dan begitupun sebaliknya, manakala individu mengalami sakit baik fisik atau mental, maka individu tersebut tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan self care-nya. Selanjutnya, Orem memandang tentang keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan yang spesifik dari sekelompok orang yang telah mengikuti program pendidikan keperawatan. Adapun produk dan hasil pemenuhan kebutuhan self care individu ditunjukkan melalui aktivitas seorang perawat. Selain itu, sasaran dari pelayanan keperawatan adalah individu dengan kondisi yang menyimpang dari pemenuhan kebutuhan self care seperti sakit, kelemahan, dan kecacatan. Orem menguraikan bahwa dalam pelaksanaan proses keperawatan, terdapat tiga konsep yang saling berhubungan. Adapun ketiga konsep tersebut mencakup Self Care theory, Self Care Deficit, dan Nursing System theory. Ketiga teori ini meliputi enam elemen sentral berupa self care, self care agency, therapeutic self care demand, self care deficit, nursing agency, nursing system, dan conditioning factor. Tomey & Alligood (2007) menguraikan ketiga teori dimaksud sebagai berikut :
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
18
2.3.1 Self care theory Self care merupakan gambaran aktivitas seseorang yang dilakukan secara mandiri untuk memelihara hidup, sehat dan kesejahteraanya. Menurt Orem (2001), self care merupakan fungsi pengaturan pada seorang individu dimana ia harus melakukan apa dan akan dilakukan apa untuk mempertahankan hidupnya, mempertahankan fungsi fisiologis, psikologis, serta tumbuh kembang melalui keadaan yang normal dan sangat penting bagi hidup serta integritas fungsionalnya. Menurut George (1995), pemahaman teori self care adalah dasar terpenting dalam memahami konsep self care, self care agency, basic, conditioning factor, dan therapeutic self care demand. Self care agency merupakan kondisi dimana individu dapat melakukan self care. Conditioning factor seperti usia, jenis kelamin, tahap perkembangan, status kesehatan, orientasi sosial kultural, sistem pelayanan kesehatan, sistem keluarga, gaya hidup, lingkungan, dan tersedianya sumber daya akan mempengaruhi kemampuan individu dalam merawat dirinya sendiri. Sementara itu, therapeutic self care demand adalah kemampuan untuk memilih dan menentukan tindakan self care yang spesifik untuk memenuhi kebutuhan individu. Therapeutic self care dikatakan berhasil bila tindakan yang dipilih sudah terapeutik. Selanjutnya, tujuan akhir dari self care adalah tercapainya kesehatan dan kesejahteraan hidup seorang individu berupa therapeutic self care demand dimana setiap individu sangat spesifik dan dipengaruhi oleh tempat, waktu, dan situasi. Adapun teori yang terintegrasi dalam teori self care yaitu self care requisites, dimana Orem membaginya dalam 3 bagian, yaitu universal self care requisites, development self care requisites, dan health deviation self care requisites. Universal self care requisites meliputi : a) mempertahankann oksigen, air dan makanan, b) eliminasi dan pengeluaran sisa metabolisme, c) keseimbangan solitude dan interaksi sosial, d) pencegahan resiko, e) peningkatan fungsi individu dan
pengembangan
diri
dalam
kelompok
sosial,
f)
peningkatan
dan
pengembangan diri individu dalam kelompok.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
19
Development self care requisites merupakan cara untuk mempelajari proses kehidupan. Domain ini berfokus pada pemenuhan kebutuhan sesuai tahap perkembangan individu dimana kemampuan untuk merawat diri secara mandiri atau dengan bantuan berdasarkan tingkat perkembangan sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatannya. Health deviation self care requisites merupakan cara untuk memenuhi kebutuhan individu saat mengalami sakit atau adanya kelainan struktur dan fungsi sistem tubuh individu. Pada domain ini, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain berupa tindakan medis yang dilakukan, akibat dari keadaan atau status kesehatan baik yang berpengaruh terhadap perkembangan, tindakan diagnostik dan rehabilitasi yang dilakukan untuk mengatasi gangguan dan ketidakmampuan yang terjadi, serta modifikasi konsep diri untuk menerima kondisi kesehatannya. 2.3.2 Self care deficit theory Dalam teori ini, Orem menjelaskan bahwa keperawatan dibutuhkan pada saat terjadi penurunan kemampuan atau ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhan self care-nya. Dalam hal ini, perawat dan pasien harus membina dan menjaga hubungan terapeutik sampai pasien keluar dari rumah sakit. Terdapat lima kegiatan yang diidentifikasi Orem dalam memberikan asuhan keperawatan, meliputi : a. Pelayanan diberikan langsung melalui intervensi keperawatan b. Perawat memfasilitasi pasien untuk pemenuhan kebutuhannya secara mandiri c. Perawat mendorong baik fisik dan psikis sehingga pasien mampu mengembangkan dirinya dalam melakukan perawatan secara mandiri d. Perawat memfasilitasi lingkungan yang mendukung bagi berkembangnya pribadi pasien dalam mempertahankan kemandirian e. Perawat mengajarkan prosedur dan aspek tindakan sehingga pasien mampu melaksanakan perawatan secara mandiri Terdapat lima area aktivitas keperawatan yang telah diidentifikasi oleh Orem (1991), dimana intervensi yang diberikan merupakan gambaran domain keperawatan. Adapun kelima area keperawatan tersebut antara lain :
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
20
1. Membina hubungan perawat-pasien 2. Menentukan waktu dan cara membantu pasien dalam keperawatan 3. Merespon pertanyaan, kebutuhan, maupun keinginan pasien 4. Memberikan bantuan secara langsung kepada pasien 5. Mengintegrasikan intervensi keperawatan dalam kehidupan sehari-hari ataupun bila sewaktu-waktu diperlukan 2.3.3 Nursing system theory George (1995) menjelaskan bahwa nursing agency merupakan usaha yang dilakukan individu untuk memenuhi kebutuhannya melalui pengenalan terhadap kebutuhan, memenuhi kebutuhan, serta melatih kemampuannya. Sementara itu, Tomey dan Alligood (2006) mengemukakan bahwa keperawatan dibutuhkan manakala individu tidak mampu untuk memenuhi self care-nya. Dalam Nursing System Theory, fasilitasi terhadap pemenuhan kebutuhan mandiri seorang individu dilakukan melalui tiga level kemampuan pasien, meliputi asuhan keperawatan dengan tingkat ketergantungan penuh (Wholly compensatory nursing system), asuhan keperawatan dengan tingkat ketergantungan sebagian (Partially compensatory nursing system), dan asuhan keperawatan pada fase pemulihan (Supportive educative nursing system). 2.4 Penerapan Teori Self Care pada fraktur Pada pemberian asuhan keperawatan pasien dengan pasca bedah fraktur, aplikasi teori self care Orem lebih menekankan pada bagaimana pasien mampu untuk mencapai kemandirian. Proses keperawatan merupakan tahapan yang digunakan perawat dalam praktek keperawatan profesionalisme yang diawali dengan pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi, dan evaluasi keperawatan. Terdapat tiga tahap proses keperawatan yang dikemukakan oleh Orem (1991), yaitu tahap pertama berupa diagnosis and prescription, tahap kedua adalah nursing system design, dan tahap ketiga adalah nursing system management. Berikut ini diuraikan tahapan proses keperawatan yang dirumuskan Orem :
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
21
Tahap I : Diagnosis and prescription Tahap ini merupakan pengkajian dan sebagai langkah awal dari proses keperawatan. Pada tahap ini, diperoleh data tentang adanya gangguan status kesehatan pasien. Menurut Orem, yang termasuk dalam pengkajian meliputi : 1. Basic Conditioning Factor, terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, tahap perkembangan, status kesehatan, sistem pelayanan kesehatan, orientasi sosial budaya, pola hidup, lingkungan tempat tinggal, dan ketersediaan sumber daya. 2. Self care requisites, berupa data yang muncul oleh karena keterbatasan diri, meliputi : a. Universal self care, yaitu : pemenuhan kebutuhan terhadap oksigen, cairan, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, keseimbangan diri dan interaksi sosial, pencegahan bahaya, serta peningkatan fungsi perkembangan. b. Development self care requisites, berupa data tentang proses perkembangan dan maturitas individu ke arah fungsi optimal, yang terdiri dari pengembangan lingkungan dan pencegahan terhadap keadaan yang mengancam perkembangan. c. Health deviation self care requisites, meliputi pengkajian terhadap adanya gangguan kondisi kesehatan antara lain luka, penyakit, penerimaan individu terhadap kondisi kesehatannya dan penanganan terhadap perbaikan kondisi. Pada bagian ini, data yang perlu dikaji berupa kepatuhan terhadap tindakan, kesadaran terhadap masalah akibat pengobatan, modifikasi terhadap gambaran diri, serta penyesuaian pola hidup akibat perubahan kondis kesehatannya saat ini. d. Medical problem and plan, berupa kondisi perspektif tenaga kesehatan seperti diagnosa medis dan pengobatan yang diberikan. Diagnostic Operation Orem (2001) menjelaskan bahwa diagnosa keperawatan termasuk pada tahap awal, dimana pengkajian dan proses analisis data dibuat untuk menentukan keputusan terhadap masalah keperawatan yang terjadi. Masalah keperawatan timbul akibat adanya penyimpangan yang terjadi antara kemampuan dan ketergantungan individu untuk merawat dirinya sendiri.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
22
Tahap II : Nursing System Design Menurut Orem (1991), dalam proses keperawatan tahap ini disebut prescriptive operation, dimana perawat membuat rencana keperawatan untuk mengatasi self care deficit. Penyusunan rencana keperawatan didasarkan pada tujuan dimana sasarannya
berdasarkan
diagnosa
keperawatan
dan
diusahakan
dapat
meningkatkan kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri. Selain itu, dalam menyusun rencana keperawatan perlu diperhatikan tingkat ketergantungan pasien antara lain rencana keperawatan disesuaikan dengan pasien yang memiliki tingkat ketergantungan penuh (wholly compensatory), pasien dengan tingkat ketergantungan sebagian (partially compensatory), dan pasien yang membutuhkan informasi dan penjelasan terkait pemenuhan kebutuhan self care (supportive educative). Dalam memberikan asuhan keperawatan, setelah rencana keperawatan disusun perawat membuat metode yang sesuai. Adapun metode yang dibuat antara lain mengarahkan (guidance), mengajarkan (teaching), bertindak (acting), support (supporting), dan modifikasi lingkungan (providing the environment). Tahap III : Nursing System Management Menurut Orem, tahap ini adalah tahap akhir pelaksanaan proses keperawatan. Pada tahap ini, perawat melakukan dan menilai tindakan keperawatan yang telah diberikan. Pada tahap ini, Orem membagi dalam dua segmen, yaitu implementasi (regularly operation) dan evaluasi (control operation). Orem berpendapat bahwa pada segmen implementasi (regularly operation) terjadi asuhan yang bersifat kolaboratif antara perawat dan pasien. Dalam hal ini, perawat akan memberikan intervensi dengan berbagai metode dalam memberikan pelayanan keperawatan yang disesuaikan dengan tingkat ketergantungan pasien untuk memenuhi self care-nya. Selanjutnya, pada segmen evaluasi (control operation), akan dilihat keefektifan dari pelaksanaan implementasi yang diberikan dalam memenuhi kebutuhan self care dan mengurangi ketergantungan terhadap perawatan diri. Namun, Orem tidak menguraikan secara spesifik tentang aspek yang dievaluasi. Pada pasien yang
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
23
mengalami pasca bedah fraktur ekstremitas bawah, fokus evaluasi adalah pada kemampuan pasien dalam mempertahankan kebutuhan perawatan dirinya secara mandiri.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
Pada bab ini akan diuraikan peran penulis dalam menganalisis penerapan asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah dalam hal ini Nn. HH berdasarkan teori Self care Orem. Selain itu juga diuraikan analisis terhadap resume kasus kelolaan selama tahap residensi keperawatan. 3.1 Deskripsi Kasus Nn. HH, berusia 23 tahun, agama Islam, belum menikah, lulus SLTA, pekerjaan swasta, bertempat tinggal di Jln. Pondok Gede No. 17 Kel. Lubang buaya Kec. Cipayung Jakarta Timur. Masuk rumah sakit pada tanggal 14 September 2013 jam 20.00 WIB, dengan diagnosa medik Open Fractura Tibia Fibula Sinistra grade II. Klien masuk RS akibat kecelakaan lalu lintas, saat menyeberang jalan ditabrak motor dari arah samping kiri. Mekanisme terjadinya jatuh tidak diketahui dengan pasti, namun menurut klien setelah ditabrak sempat berteriak sebelum terjatuh. Riwayat pingsan tidak ada, riwayat muntah tidak ada. Selanjutnya, klien dibawa ke RS Fatmawati untuk perawatan lebih lanjut. Pada tanggal 15 September 2013 jam 04.00 klien dilakukan pembedahan berupa reduksi internal (ORIF). Pengkajian awal dilakukan pada tanggal 16 September 2013 jam 09.00 di Ruang GPS Lantai I Kamar 102. Klien tampak berbaring semifowler dan tungkai kiri terbungkus elastic verband. Pulsasi area distal teraba, 76 x/mnt, teratur. Akral hangat, tidak terdapat syanosis, klien dapat merasakan sensasi saat diberikan rangsangan pada kaki kiri. Saat dikaji, klien mengatakan merasa nyeri pada seluruh kaki kiri dengan rentang nyeri skala 5-6 saat posisi tungkai kiri diatur. Selain merasakan sakit, klien juga mengatakan belum mampu untuk beraktivitas seperti duduk, berdiri, dan berjalan. Setelah mengalami kecelakaan dan dilakukan pembedahan, klien hanya dapat berbaring dan duduk ditempat tidur dengan bantuan penjaga/petugas. Posisi tungkai kiri dalam posisi elevasi dan diganjal
24
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
25
dengan bantal. Klien mengatakan bahwa ia merasa nyaman dengan posisi seperti itu. Area lutut kiri tidak dapat ditekuk secara maksimal. 3.2 Penerapan Proses Keperawatan Dengan Pendekatan Teori Orem 3.2.1 Pengkajian (Diagnostic Operation) 3.2.1.1 Basic Conditioning Factors Usia dan Jenis Kelamin
23 tahun, wanita
Status kesehatan
Klien masuk ruangan GPS Lantai I Kamar 102 tanggal 15 September 2013 jam 06.00 pagi setelah dilakukan tindakan pembedahan (ORIF plate + screw) pada hari yang sama karena sehari sebelumnya tanggal 14 September 2013 jam 20.00 mengalami kecelakaan lalu lintas saat sedang menyeberang jalan ditabrak motor dari arah samping
kiri
dengan
diagnosa
medik
Open
Fractura Tibia Fibula Sinistra gr. II. Saat ini klien telah selesai dilakukan pembedahan (POH I ORIF). Klien mengatakan nyeri pada bagian tungkai kirinya dengan skala keluhan berada di 5-6, terutama digerakkan.
bila
tungkainya
Pada
diangkat
pengkajian
status
ataupun lokalis
didapatkan : Look : terdapat deformitas, rotasi ekstremitas, shortening (+) pada ekstremitas bawah sinistra. Kanan : femur = 48 cm, cruris = 40 cm, pedis = 20 cm. Sedangkan Kiri : femur = 48 cm, cruris = 38 cm, pedis 18 cm. Terdapat luka jahitan dengan ukuran 9 x 1 cm. Feel : terdapat nyeri tekan pada area yang patah, NVD baik. Move : mengalami keterbatasan karena nyeri terutama pada ekstremitas bawah kiri. Status perkembangan
Klien berada dalam tahap perkembangan Identity vs identity convusion. Saat ini, klien berespon cukup
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
26
baik
dengan
petugas
maupun
keluarganya,
menerima keadaannya serta menerima semua program pengobatan dan tindakan keperawatan yang diberikan. Klien dapat melakukan kebutuhan ADLnya
dengan
bantuan
dan
pendampingan
keluarga/petugas. Orientasi Sosiokultural
Klien berpendidikan SLTA tamat, Suku Sunda, belum menikah, dan bekerja swasta. Saat ini, aktivitas ibadah hanya dapat dilakukan ditempat tidur,
dilakukan
dengan
posisi
duduk
atau
terlentang. Menurut klien, penyakitnya saat ini adalah ujian yang harus ia terima. Sistem Pelayanan
Klien
dan
keluarganya
memperoleh
fasilitas
kesehatan
kesehatan gratis berupa Kartu Jakarta Sehat (KJS).
Sistem keluarga
Klien belum menikah, masih tinggal bersama kedua orang tuanya. Klien merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Kakak tertua telah menjadi kepala keluarga dan tinggal terpisah dari orang tua. Klien
Pola hidup
sehari-hari
bekerja
sebagai
karyawan
disebuah perusahaan swasta dengan jam kerja dari jam 08.00-16.00. Saat ini, klien mendapat izin sakit dari perusahaan tempatnya bekerja. Klien tinggal diarea pemukiman kota, kawasan
Lingkungan
Lubang Buaya Jakarta Timur. Tempat tinggal klien dekat
dengan
fasilitas
kesehatan
24
jam.
Perlengkapan kebutuhan dapat diperoleh dengan mudah. Sistem pendukung
Orang tua dan kakak merupakan support system. Ibu/ayah selalu bergantian menjaga klien selama dirawat. Saudara kandung sering datang untuk menjenguk. Pembiayaan selama selama klien sakit
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
27
di tanggung oleh Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan mendapat bantuan dari perusahaan tempatnya bekerja.
3.2.1.2 Universal Self Care Udara
Kesadaran compos mentis, paru simetris, klien bernafas dengan spontan, tidak anemis, tidak syanosis, tidak menggunakan alat bantu nafas, bunyi nafas vesikuler, frekuensi 20 x/mnt.
Cairan
Turgor kulit baik/elastis, mukosa mulut lembab. Klien minum kurang lebih 1300 ml/hari, tidak terpasang infus. Untuk memenuhi kebutuhan cairan, klien dianjurkan untuk minum yang banyak dan mendekatkan air minum ke sisi pasien.
Nutrisi
Konjungtiva tidak anemis, klien tidak mual ataupun muntah. Nafsu makan cukup, diet TKTP, klien mampu menghabiskan 3/4 porsi makanan yang diberikan. Klien mengatakan allergi terhadap udang. TB = 160 cm, BB = 70 kg, IMT = 27,3 (overweight). Hasil pemeriksaan laboratorium post operasi tanggal 15 September 2013 : Hb=10,6 gr/dl, Ht=32%, Leukosit=9200/ul, Trombosit= 253 ribu, Eritrosit=4,05 juta/ul. Klien dapat makan sendiri, tetapi butuh pendampingan.
Eliminasi
Klien dapat BAK spontan, penggunaan kateter hanya 24 jam pertama post operasi. BAK mandiri tanpa ada keluhan, warna kuning jernih, jumlah 2000 cc/24 jam. BAB spontan, 1-2 kali sehari, warna kuning, dengan konsistensi lunak, BAB masih dilakukan ditempat tidur dan dilakukan pendampingan, karena klien masih takut dan belum
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
28
siap ke kamar mandi. Aktivitas dan Istirahat
Sejak masuk rumah sakit, klien hanya berbaring dan duduk di tempat tidur. Pasien dapat menggerakkan semua ekstremitas terkecuali ekstremitas bawah kiri. Aktivitas perawatan diri sebagian masih memerlukan
bantuan
dan
pendampingan.
Kebutuhan istirahat selama di rumah sakit dirasakan cukup. Terdapat keterbatasan rentang gerak sendi pada lutut berupa fleksi lutut yang belum maksimal. Interaksi sosial
Saat pertama masuk ke ruang perawatan, klien masih tampak canggung merasa asing dengan kondisi dan lingkungan ruangan. Namun, setelah dilakukan komunikasi terapeutik, klien dapat berinteraksi cukup baik dengan petugas maupun pasien lain yang dirawat sekamar dengan klien. Interaksi dengan keluarga dan saudaranya juga baik. Kebutuhan pengobatan dan perawatan selalu dikomunikasikan dengan keluarga/orang tua.
Pencegahan cedera
Adanya open fractur tibia fibula sinistra grade II memerlukan pencegahan terhadap risiko terjadinya injury antara lain berupa manajemen nyeri dan mobilisasi
bertahap
melalui
latihan
dengan
menggunakan alat bantu jalan/kruk. Promosi keadaan normal
Adanya keterbatasan fisik menyebabkan klien tidak dapat melakukan kegiatan dan aktivitas sehari-hari. Klien ingin segera sembuh dan bisa beraktivitas kembali. Klien sangat patuh dan mentaati semua program perawatan dan pengobatan yang diberikan.
3.2.1.3 Development Self Care Requisites Menjaga lingkungan
Pasien
berada dalam tahap
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
perkembangan
Universitas Indonesia
29
perkembangan
dewasa awal. Klien dapat melakukan kegiatan seperti makan, dan minum secara mandiri, tetapi untuk
berpakaian
membutuhkan
dan
bantuan
toiletting pendampingan
masih dan
pengawasan. Aktivitas sebagian besar masih dilakukan ditempat tidur. Klien juga dapat mengendalikan emosi dan perasaannya seperti saat
merasa
sakit,
tampak
meringis
dan
melakukan relaksasi nafas dalam. Pencegahan yang
Klien tampak senang bila dijenguk oleh saudara
mengancam perkembangan
dan teman kerjanya. Untuk masalah kesehatan, klien senantiasa berdiskusi dengan orang tuanya.
3.2.1.4 Health Deviation Self Care Requisites Ketergantungan
Klien membutuhkan bantuan dan pendampingan
terhadap regimen terapi
terkait pembatasan aktivitas dan mobilisasinya saat ini.
Kesadaran terhadap
Klien belum mengetahui dan memahami secara
potensi masalah terkait
khusus tentang penyakit dan perawatan selanjutnya
terapi Modifikasi gambaran
Klien mengatakan bahwa dirinya masih sakit tetapi
diri untuk beradaptasi
klien berusaha untuk menjaga kondisi kesehatannya
terhadap perubahan
saat ini dengan melakukan latihan mobilisasi
status kesehatan
sehingga
menjadi
lebih
mandiri
dan
dapat
beraktivitas seperti sebelumnya dan melakukan kontrol secara teratur bila sudah pulang dari rumah sakit. Penyesuaian pola hidup
Klien berusaha agar dapat melakukan kegiatan dan
terkait perubahan status
aktivitas sehari-hari walaupun nantinya setelah
kesehatan dan regimen
pulang masih menggunakan alat bantu jalan/kruk.
terapi
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
30
Terapi medis saat ini
Klien mendapat terapi injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr/iv, Gentamycin 2 x 50 mg/iv, Ranitidine 2 x 1 amp/iv, dan Tramadol 3 x 1 amp/iv sampai 3 hari kedepan. Selanjutnya klien akan mendapat terapi peroral sampai saat pulang.
3.2.2 Diagnosa Keperawatan (Prescriptive Operation) Setelah dilakukan pengumpulan dan analisis data, maka diagnosa keperawatan yang ditemukan pada Nn. HH antara lain : 1. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, insisi pembedahan, dan pemasangan plate and screw 2. Hambatan mobilitas fisik (00085) berhubungan dengan immobilisasi, pembatasan pergerakan 3. Risiko infeksi (00004) berhubungan dengan trauma jaringan, tidak adekuatnya pertahanan primer, dan pemasangan alat invasif 4. Risiko injury (00155) berhubungan dengan fraktur ekstremitas bawah dan pemasangan alat invasif 3.2.3 Nursing Care Plan Nursing Diagnosis Outcome 1. Nyeri akut (00132) a. Outcome : b.d pergerakan - Pain control (1605) fragmen tulang, insisi - Pain level (2102) pembedahan, dan b. Kriteria hasil : pemasangan plate - Mengenal nyeri (5) - Mengontrol nyeri (5) - Tanda vital dalam batas normal (5) - Melaporkan nyeri berkurang dengan relaksasi (4) - Menyatakan nyaman setelah nyeri berkurang (4) c. Desain sistem keperawatan : Partially Compensatory
Plan Teaching - Ajarkan tehnik menurunkan nyeri seperti tehnik relaksasi, distraksi, guided imagery Support - Batasi akivitas pada area yang mengalami fraktur - Lakukan latihan gerak sendi pada area yang tidak mengalami fraktur - Lakukan latihan relaksasi dan distraksi - Berikan support
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
31
2. Hambatan mobilitas fisik (00085) b.d immobilisasi, pembatasan pergerakan
psikologis d. Metode : Teaching, support, Guidance guidance, providing the - Observasi respon verbal dan tanda vital development - Kaji pengalaman environment klien tentang nyeri dan tindakan yang dilakukan bila nyeri muncul Skala : - Anjurkan untuk 1= tidak pernah, 2= jarang, melaporkan intensitas, 3= kadang-kadang, 4= lokasi, skala, dan sering, 5= selalu faktor-faktor yang memperberat nyeri Providing the development environment - Atur lingkungan klien yang nyaman dan batasi jumlah pengunjung - Catat dan diskusikan kejadian nyeri yang dirasakan klien - Berikan obat analgetik sesuai terapi a. Outcome : Teaching - Ajarkan klien tentang - Ambulation (0208) latihan gerak sendi b. Kriteria hasil : - Mampu melakukan - Ajarkan klien ROM pasif/aktif (5) melakukan mobilisasi - Mampu melakukan secara bertahap mobilisasi di tempat setelah operasi tidur (5) - Ajarkan klien cara - Atrofi dan kontraktur menggunakan alat tidak ada (5) bantu jalan/kruk - Mampu berjalan Support dengan alat bantu - Kaji motivasi klien pada jarak pendek melakukan latihan sampai sedang (5) dan mobilisasi - Motivasi klien untuk c. Desain sistem melakukan latihan keperawatan : Partially Compensatory dengan cara verbal - Bantu klien menyusun d. Metode : jadwal latihan secara Teaching, support, teratur guidance, providing the development Guidance - Observasi tanda vital environment
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
32
sebelum, selama, dan setelah mengikuti latihan dan selama periode latihan Skala : Providing the 1= tidak pernah, 2= jarang, development 3= kadang-kadang, 4= environment sering, 5= selalu - Ajarkan keluarga tentang cara membantu klien dengan mudah 3. Risiko infeksi (00004) a. Outcome : Teaching b.d trauma jaringan, - Ajarkan klien untuk - Infection process tidak adekuatnya mengenal dan (1924) pertahanan primer, mencegah tanda-tanda - Infection severity dan pemasangan alat infeksi (0703) invasif b. Tujuan : Support - Mampu mencegah - Anjurkan klien untuk timbulnya infeksi (5) melaporkan bila - Menunjukkan prilaku mengalami demam hidup sehat (5) - Anjurkan untuk tidak - Bebas dari tanda/gejal sering menyentuh infeksi (5) area yang mengalami - Jumlah leukosit dalam perlukaan rentang normal (5) Guidance - Mendeskripsikan - Observasi tanda vital, penularan dan hasil laboratorium penanganan infeksi (leukosit) (5) - Observasi terhadap adanya tanda infeksi c. Desain sistem lain keperawatan : Partially Compensatory - Observasi keadaan luka secara teratur d. Metode : seperti perubahan Teaching, support, warna, suhu guidance, directing, - Jaga kebersihan luka providing the development Directing - Lakukan perawatan environment luka secara rutin dengan tehnik aseptik dan antiseptik Providing the development Skala : environment 1= tidak pernah, 2= jarang, - Jaga kebersihan 3= kadang-kadang, 4= lingkungan dan sering, 5= selalu tempat tidur klien - Berikan intake nutrisi
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
33
4. Risiko injury (00155) a. Outcome : b.d fraktur ekstremitas - Personal Well-Being bawah dan (2002) pemasangan alat - Physical fitness invasif (2004) - Physical injury severity (1913) b. Kriteria : - Fleksibilitas sendi (5) - Kekuatan otot (5) - Dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari (5) - Menunjukkan status fisik baik (5) - Menunjukkan status psikologik baik (5) c. Desain sistem keperawatan : Partially Compensatory d. Metode : Teaching, support, guidance, directing, providing the development environment
Skala : 1= tidak pernah, 2= jarang, 3= kadang-kadang, 4= sering, 5= selalu
TKTP - Berikan obat antibiotika sesuai terapi medis Teaching - Ajarkan klien untuk cara mencegah jatuh Support - Anjurkan klien untuk melaporkan bila membutuhkan bantuan perawat - Anjurkan untuk melakukan ambulasi dengan pendampingan Guidance - Observasi cara jalan, keseimbangan, dan kelemahan saat ambulasi - Observasi terhadap adanya perubahan cara berjalan pasien Directing - Bantu pasien menggunakan alat bantu jalan/kruk - Atur posisi tempat tidur lebih rendah - Gunakan rail set saat pasien beristirahat Providing the development environment - Jaga kondisi lantai yang dilewati agar tidak basah/licin - Berikan sandal anti selip - Bantu klien/keluarga mengidentifikasi kondisi yang beresiko jatuh dirumah
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
34
3.3 Pembahasan Kasus Pada bagian ini, penulis akan melakukan analisis terhadap seluruh rangkaian proses dari asuhan keperawatan yang dilakukan pada Nn. HH. Berdasarkan riwayat kesehatan yang diperoleh, klien ditabrak oleh pengendara sepeda motor saat sedang menyeberang jalan dari arah samping kiri kemudian terjatuh. Pada saat dilakukan pengkajian, diperoleh data antara lain berupa keluhan utama klien yaitu nyeri yang dirasakan pada area yang mengalami fraktur dan telah dilakukan pembedahan, yang dirasakan dengan skala 5-6 dan intensitas yang hilang timbul. Adapun karakteristik nyeri yang dirasakan Nn. HH yaitu berkurang saat istirahat dan akan bertambah bila ada pergerakan pada area yang mengalami fraktur. Menurut Rasjad (2007) salah satu keluhan utama yang timbul pada kasus muskuloskeletal adalah nyeri. Hal inipun sama seperti yang dikemukakan oleh Potter & Perry, (2006) bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya nyeri yang salah satunya disebabkan oleh luka operasi atau pembedahan. Bilamana nyeri tersebut berlanjut dan tidak diatasi maka akan menyebabkan terganggunya aktifitas fisik dan mengakibatkan aliran vena menjadi terganggu. Oleh karena itu, nyeri diangkat sebagai masalah keperawatan pada Nn. HH, karena ia mengeluh adanya nyeri pada tungkai bawah kiri dan dirasakan sangat mengganggu aktifitas dan pemenuhan terhadap perawatan dirinya. Untuk meminimalkan rasa nyeri pada klien pasca bedah ortopedi, maka tim kesehatan memiliki peranan yang sangat penting. Manajemen pengontrolan nyeri dilakukan secara bersamaan melalui kolaborasi antara dokter, perawat, klien, dan keluarga. Dalam hal pengontrolan nyeri, seorang perawat dituntut untuk mampu membantu klien melalui tindakan mandiri secara nonfarmakologik antara lain dengan tehnik relaksasi, distraksi, guided imagery, transcutaneus stimulation, dan terapi musik (Potter & Perry, 2006). Pada klien Nn. HH, tindakan nonfarmakologik yang digunakan untuk mengontrol nyerinya adalah tehnik relaksasi Benson dan distraksi. Klien dibimbing dan dilatih melakukan
relaksasi
dengan
cara
menarik
nafas
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
dalam-dalam,
dan
Universitas Indonesia
35
menghembuskan secara perlahan-lahan sambil mengucapkan kata-kata yaa Allah... Latihan ini dilakukan secara teratur sebanyak 5-10 kali, terutama saat nyeri muncul seperti merubah posisi, ambulasi, dan perawatan luka. Klien juga dibimbing
untuk
dapat
memfokuskan
perhatiannya
pada
hal-hal
yang
menyenangkan sehingga klien tidak berfokus pada rasa sakit yang dialaminya. Klien mengatakan bahwa tindakan tersebut sangat membantu dirinya saat nyeri terasa. Selanjutnya, Nn. HH mengatakan belum mampu untuk beraktivitas seperti duduk, berdiri, dan berjalan. Hal ini menyebabkan klien mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas dan mobilitas. Oleh sebab itu, masalah hambatan mobilitas fisik ditetapkan sebagai masalah keperawatan karena pasien membutuhkan tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas dan pergerakannya. Untuk mengatasinya, maka Nn. HH diberikan edukasi tentang pentingnya mobilisasi dan bagaimana melakukannya. Edukasi yang diberikan antara lain menjelaskan tujuan, cara melakukan, waktu pelaksanaan, serta pentingnya kemauan dan kesadaran pasien untuk melakukannya. Selain itu, pasien diberikan latihan rentang sendi dimana sebelumnya terlebih dahulu dikaji faktor-faktor yang membatasi pergerakan sendi seperti adanya nyeri dan ketidakmampuan (Black & Hawks, 2009). Selanjutnya, latihan rentang gerak sendi dilakukan pada Nn. HH setiap pagi dan sore hari yang diawali dengan latihan secara pasif dan dilanjutkan secara aktif. Adapun latihan yang dilakukan antara lain flexi dan ekstensi paha, ankle pump, dan gerakan rotasi pada paha dan ankle. Pada saat awal latihan, Nn. HH masih mengeluh nyeri dan agak sulit untuk mengikuti latihan dan gerakan, tetapi selanjutnya sudah dapat melakukannya baik dengan bimbingan maupun secara mandiri. Selain itu, rasa nyeri yang dirasakan pun menjadi berkurang. Untuk mencegah terjadinya komplikasi yang disebabkan immobilisasi, perawat berperan yang sangat penting untuk melakukan tindakan keperawatan (Potter& Perry, 2006). Selain itu, latihan juga dapat membantu klien untuk persiapan ambulasi seperti latihan pergerakan sendi pasif dan aktif serta latihan otot isometrik (Potter & Perry, 2006)
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
36
Dalam kondisi-kondisi tertentu, adanya immobilisasi akan beresiko untuk terjadinya injury, dimana latihan mobilisasi akan dapat meningkatkan sirkulasi darah pada area yang mengalami injury sehingga dapat mencegah terjadinya luka tekan/ulcus (Black & Hawks, 2009). Pasien Nn. HH mengalami kerusakan jaringan lunak dengan luas 9 x 1 cm dan jenis frakturnya termasuk open fractura grade II. Dari riwayat kesehatan yang ada, trauma jaringan yang dialami oleh Nn. HH cukup luas. Selain itu, saat dilakukan pengkajian, penanganan luka fraktur kurang lebih 8 jam setelah kejadian.
Artinya,
telah
melewati
golden
periode
penanganan
trauma
muskuloskeletal sekitar 4-6 jam. Oleh sebab itu, pada kasus Nn. HH ditetapkan masalah risiko infeksi sebagai diagnosa keperawatan yang ketiga. Adapun intervensi yang dilakukan pada Nn. HH antara lain mengobservasi tandatanda infeksi. Adapun tanda terjadinya infeksi berupa rubor, calor, dollor, tumor, dan functio laesa (Kozier & Erb, 2005). Selain itu, dilakukan pula perawatan luka dengan menggunakan NaCl 0,9%. Tujuannya adalah untuk menurunkan kontaminasi terhadap permukaan jaringan. Seorang perawat berperan sangat penting dalam perawatan luka. Hal ini akan berdampak pada penambahan masa hari rawat dan biaya tinggal di rumah sakit bila luka beresiko terkena infeksi. Selama dilakukan perawatan luka pada Nn. HH, pembersihan luka menggunakan NaCl 0,9% dengan tehnik aseptik dan antiseptik dan ditutup dengan kassa steril. Selain dilakukan perawatan luka, Nn. HH juga diberikan obat antibiotik berupa Injeksi Ceftriaxone 1 gram tiap 12 jam dan Gentamycin 80 mg tiap 12 jam yang diberikan secara intravena selama 3 hari berturut-turut setelah pembedahan. Adapun tujuan pemberian obat ini adalah untuk mencegah infeksi lebih lanjut karena kontaminasi pada luka. Selama dilakukan perawatan pasca bedah, tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi. Klien diizinkan untuk pulang tanggal 18 September 2013 dan melakukan kontrol dipoliklinik. Data lain yang didapatkan pada Nn. HH berupa adanya fraktur pada daerah ekstremitas bawah kiri dan sudah dilakukan tindakan pembedahan (ORIF). Data
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
37
lainnya didapatkan bahwa keseimbangan tubuh belum maksimal. Selain itu, aktivitas dan mobilitas yang dilakukan Nn. HH masih membutuhkan pendampingan dan pengawasan. Hal ini disebabkan karena adanya penggunaan alat bantu jalan/kruk pada saat klien beraktivitas. Adapun dampak yang ditimbulkan adalah berpotensi untuk terjadinya injury. Oleh sebab itu, pada kasus Nn. HH dirumuskan masalah risiko injury sebagai diagnosa keperawatan yang keempat. Untuk mencegah terjadinya injury, maka intervensi yang dilakukan pada Nn. HH antara lain mengajarkan cara mencegah jatuh seperti dengan merendahkan posisi tempat tidur, memasang rail set, serta melakukan ambulasi dengan pendampingan dan pengawasan. Selain itu, diajarkan cara mobilisasi miring, duduk ditempat tidur, berdiri, dan membantu menggunakan alat bantu jalan/kruk secara bertahap. Selama dilakukan perawatan pasca bedah, Nn. HH tidak mengalami cedera/jatuh. Pada saat diizinkan pulang, Nn. HH dapat menggunakan alat bantu jalan/kruk dengan jarak 5-10 meter dengan pendampingan dan pengawasan. 3.4 Analisa Kasus Resume Jumlah pasien yang menjadi kasus kelolaan selama praktik residensi 2 (dua) semester sebanyak 30 orang, dimana sebagian besar dikelola di RSUP Fatmawati Jakarta (25 orang) sedangkan sisanya dikelola d RS Ortopedi Surakarta. Format pengkajian yang digunakan pada pasien resume kelolaan adalah format Orem. Adapun pasien yang menjadi kasus kelolaan sebagian besar adalah laki- laki (80%). Selanjutnya, dari sisi usia, sebagian besar pasien resume kelolaan berada pada rentang usia produktif dengan penyebab kejadian trauma muskuloskeletal terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja. Hal ini sesuai dengan teori bahwa fraktur lebih banyak terjadi pada laki-laki yang memiliki mobilitas tinggi dan berada pada usia produktif sehingga memiliki resiko untuk terjadinya trauma kecelakaan lalu lintas. Adapun masalah keperawatan yang ditemukan pada semua kasus kelolaan, sebagian besar didapatkan diagnosa keperawatan yang sama berupa nyeri,
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
38
hambatan mobilitas fisik, dan risiko infeksi. Selain itu, seluruh pasien mengalami self care deficit. Masalah utama pada pasien kelolaan yang mengalami gangguan muskuloskeletal sebagian besar adalah nyeri. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nyeri, antara lain usia, jenis kelamin, budaya, makna dan pengalaman nyeri masa lalu, koping, serta dukungan sosial (Smeltzer & Bare, 2010). Pada pasien-pasien yang mengalami pembedahan ortopedi, nyeri disebabkan oleh adanya trauma fisik yang akan menstimulasi ujung-ujung saraf yang menyebabkan iskemia jaringan sehingga merangsang pengeluaran mediator kimia. Pada saat proses pembedahan, terjadi pelepasan mediator kimia yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan dan berdampak pada peningkatan asam laktat (Maher, Salmond, & Pellino, 2002). Adanya proses fisik seperti pemotongan dan pengambilan jaringan, insisi, serta pemasangan alat akan merangsang nosiseptor (Rowllingson, 2009, dalam Novita, 2013). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri pasca bedah ortopedi berupa usia, jenis kelamin, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat nyeri sebelumnya, dan penggunaan analgetik. Terdapat beberapa intervensi yang telah diberikan pada pasien kasus kelolaan sesuai penyebab yang ada untuk mengatasi masalah nyeri. Adapun intervensi yang diberikan antara lain mengkaji tingkat nyeri seperti lokasi, intensitas, durasi, dan frekuensi. Intervensi lainnya yang diberikan berupa mengatur posisi elevasi area yang fraktur dan menciptakan lingkungan yang nyaman. Sementara itu, intervensi nonfarmakologik untuk menurunkan nyeri yaitu tehnik relaksasi Benson dan relaksasi
nafas
dalam
yang
dikombinasikan
dengan
pemberian
terapi
farmakologik analgetik. Selanjutnya, sebagian besar pasien kasus kelolaan mengalami hambatan dalam melakukan mobilisasi. NANDA (2012) mendefinisikan bahwa hambatan mobilitas fisik merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami keterbatasan aktivitas fisik. Adapun penyebab terjadinya hambatan mobilisasi antara lain karena fraktur, ekstremitas yang lemah, dan perubahan bentuk.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
39
Pada pasien dengan gangguan muskuloskeletal, immobilisasi antara lain ditujukan untuk mencegah terjadinya cedera tambahan, mengembalikan fungsi secara normal, penurunan nyeri, dan penyembuhan luka (Maher, Salmond, & Pellino, 2002). Pada setiap pasien, immobilisasi dilakukan untuk tujuan yang berbeda. Akan tetapi, adanya mobilisasi yang terbatas tidak dapat diartikan bahwa pasien tidak dapat melakukan aktivitas sama sekali. Bila terlalu lama tidak melakukan aktivitas
justru
akan
menyebabkan
terjadinya
komplikasi
dan
proses
penyembuhan menjadi lebih lama. Terdapat beberapa intervensi yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya komplikasi akibat immobilisasi. Smeltzer & Bare, (2010) mengemukakan bahwa perawat dapat melakukan pengkajian kemampuan pasien untuk mobilisasi dan membimbing cara menggunakan alat bantu. Dalam hal ini, intervensi yang dilakukan pada sebagian besar pasien kasus kelolaan berupa mengukur tandatanda vital sebelum dan setelah latihan dilakukan, latihan rentang gerak sendi baik pasif maupun aktif, melakukan latihan isometrik pada ekstremitas yang terganggu, serta memberikan penguatan terhadap latihan/kegiatan yang telah dilakukan. Selain itu, memberikan support agar sendi yang tidak sakit tetap berfungsi secara normal. Dalam melakukan bimbingan/latihan terhadap pasien, perawat harus tetap mewaspadai terjadinya trauma berulang bilamana masalah mobilisasi telah teratasi. Selain masalah nyeri dan hambatan mobilitas fisik, sebagian besar pasien kasus kelolaan mengalami masalah risiko infeksi. Masalah ini terjadi diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan lunak yang cukup luas baik karena adanya fraktur maupun tindakan pembedahan. Wilkinson (2005) mengungkapkan bahwa seseorang dikatakan mengalami infeksi bilamana orang tersebut beresiko untuk menyebarkan agen patogen. Pada pasien dengan pasca bedah fraktur, resiko infeksi dapat terjadi karena adanya faktor pembedahan itu sendiri dan dapat pula berasal dari faktor penderita. Adapun faktor yang dapat memicu terjadinya infeksi meliputi usia (biasanya dewasa tua), malnutrisi, obesitas, perokok, diabetes, menjalani pengobatan, dan pemasangan alat invasif (Black & Hawks, 2009).
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
40
Terdapat beberapa intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah resiko infeksi. Adapun intervensi yang dilakukan antara lain melakukan perawatan luka aseptik dan antiseptik, mengajarkan untuk mengenal dan mencegah tanda-tanda infeksi serta melaporkannya, memberikan makan TKTP serta menjaga kebersihan lingkungan. Sedangkan tindakan farmakologiknya berupa pemberian antibiotik sesuai program. Penerapan teori Self Care Orem pada pasien kasus kelolaan diawali dengan tahap pertama yaitu pengkajian. Pada teori ini, pengkajian disebut juga Diagnostic Operation, yang meliputi basic conditioning factor, universal self care, development self care requisites, dan health deviation self care requisites. Basic conditioning factor meliputi usia dan jenis kelamin, status kesehatan, status perkembangan, sistem pelayanan kesehatan, orientasi sosiokultural dan spiritual, pola hidup, sistem keluarga, faktor lingkungan, dan sumber pendukung. Selanjutnya, universal self care berisi tentang kajian terhadap kebutuhan fisiologis dan kemampuan organ dan fungsi sistem oksigen, cairan, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, interaksi sosial, pencegahan bahaya serta promosi pada keadaan normal. Dari
sejumlah
kasus
kelolaan
yang
ada,
penulis
menemukan
terjadi
masalah/gangguan pada development self care requisites dan health deviation self care requisites. Hal ini dapat dilihat pada ketidakmampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri seperti makan, berpakaian, dan merawat diri. Disini, pasien membutuhkan bantuan dari perawat/keluarga tidak hanya dalam memenuhi kebutuhan, tetapi juga
dukungan/support untuk memulihkan
kepercayaan diri dan beradaptasi dengan kondisinyan saat sakit. Tahap kedua adalah diagnosa keperawatan. Orem (2001) mengemukakan bahwa diagnosa keperawatan merupakan hasil dari proses pengumpulan, pengujian, dan analisis data yang divalidasi dan lengkap untuk membuat keputusan keperawatan. Tahap selanjutnya adalah perencanaan keperawatan, yang disusun berdasarkan tujuan dan sasaran yang sesuai dengan diagnosa keperawatan, berdasarkan self care demand, mengatasi self care defisit, serta meningkatkan kemampuan self
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
41
care. Asuhan keperawatan yang diberikan disesuaikan dengan tingkat kemampuan pasien (wholly compensatory, partially compensatory, dan supportive educative). Selanjutnya disusun metode yang tepat untuk membantu pasien antara lain guideline, supportive, teaching, directing, and providing the development environment. Tahap berikutnya adalah implementasi dan evaluasi. Pada tahap ini, perawat melakukan dan mengontrol tindakan dengan mengacu pada rencana keperawatan yang telah disusun. Pada tahap ini, perawat memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan implementasi keperawatan dengan melibatkan tenaga kesehatan yang lain serta pasien/keluarganya. Tahap terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi. Smeltzer & Bare, (2010) mengemukakan bahwa pada tahap evaluasi ini yang menjadi fokus perhatian adalah respon pasien terhadap intervensi keperawatan serta sejauhmana tujuan tercapai. Menurut teori model Orem, evaluasi keperawatan meliputi kemampuan pasien dalam meningkatkan kemampuan self care, mengurangi self care deficit, dan mempertahankan self care activity. Setelah melakukan penerapan teori Self Care Orem pada pasien kasus kelolaan, penulis dapat menyimpulkan bahwa teori Self care Orem sangat tepat diaplikasikan pada pasien-pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal. Menurut penulis, dari setiap tahapan yang ada dalam proses keperawatan tidak berbeda dengan yang telah dirumuskan oleh yang lainnya seperti ANA, tetapi yang berbeda adalah sistem pendokumentasiannya. Penulis menyimpulkan bahwa terdapat beberapa kelebihan dari teori ini. Pada tahap pengkajian, perawat dapat melakukan proses pengkajian dengan lebih lengkap, tidak hanya data fisiologis saja, melainkan biopsikososial dan spiritual secara komprehensif. Selain itu, perawat dapat menentukan apakah pasien dapat diintervensi sebagian atau sepenuhnya. Dengan demikian, seorang perawat dapat menyusun seperti apa rencana keperawatan yang akan diberikan serta bagaimana metode yang dilakukan untuk membantu pasien mengatasi masalahnya, sehingga self care activity dapat dipertahankan.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
42
Adapun kelemahan dari teori ini antara lain adanya tumpang tindih data antara satu elemen pengkajian dengan elemen yang lain sehingga pelaksanaan pendokumentasian pada satu elemen akan berulang pada elemen yang lain. Selain itu, aplikasi dan penerapan teori ini belum dilakukan secara umum dan belum dibakukan, terutama pada level spesialis sehingga masih terasa asing dan baru untuk diterapkan.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 ANALISIS PRAKTEK KEPERAWATAN BERBASIS BUKTI
Pada bab ini, akan dibahas peran penulis sebagai Ners Spesialis dalam mengujicoba pelaksanaan praktik keperawatan berbasis bukti ilmiah (Evidance Based Nursing Practice) berupa pemaparan hasil analisis situasi klinik disertai critical review terhadap hasil penelitian terkait dan pengalaman dalam melaksanakan Evidance Based Nursing pada kasus kelolaan selama pelaksanaan praktik residensi. 4.1 Analisis Masalah 4.1.1 Situasi Klinik RSUP Fatmawati merupakan salah satu rumah sakit milik pemerintah dan sebagai pusat rujukan nasional dibidang Ortopedi dan Rehabilitasi Medik. Adapun pasien yang masuk dan dirawat sebagian besar mengalami pembedahan ortopedi sehingga memerlukan penanganan pasca pembedahan yang komprehensif. Salah satu masalah yang timbul pada pasien pasca bedah ortopedi adalah nyeri. Morris, Benneti, Marro, & Rosenthal, (2010) mengemukakan bahwa nyeri cukup berkontribusi terhadap aktivitas pasca bedah dengan menggunakan skala 0 sampai 10, maka nyeri pasca bedah ortopedi berada pada skala 4,7. Selain itu, terdapat 70 % angka kejadian intensitas nyeri dengan durasi 3 menit pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah (Smeltzer & Bare, 2008). Penanganan nyeri dapat dilakukan secara farmakologik maupun nonfarmakologik. Begitu banyak intervensi nonfarmakologik yang dapat dilakukan oleh tenaga keperawatan untuk mengatasi nyeri dimana salah satunya adalah tehnik relaksasi. Menurut Eisenberg et al, (1998); Kessler et al, (2001); Kwekkeboom & Gretarsdottir, (2006) mengungkapkan bahwa tehnik relaksasi telah lama dipraktekkan untuk berbagai tujuan dan menunjukkan adanya peningkatan dalam penggunaan tehnik ini. Hasil penelitian lain dilakukan oleh Roykulcharoen & Good (2004) terhadap 102 pasien yang telah menjalani pembedahan abdominal, dimana tehnik relaksasi merupakan intervensi yang cukup efektif untuk
43
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
44
mengontrol nyeri pasca pembedahan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Seers, Crichton, Tutton, Smith, & Saundres (2008) dengan judul “Effectiveness of relaxation for postoperative pain and anxiety : randomized controlled trial” dilakukan pada berbagai prosedur bedah elektif ortopedi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian tehnik relaksasi memberikan manfaat sebagai intervensi keperawatan dalam mereduksi nyeri akibat pasca pembedahan ortopedi. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis ingin menelaah lebih lanjut apakah tehnik relaksasi efektif terhadap penurunan nyeri pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah di Lt. I GPS RSUP Fatmawati Jakarta? a. Problem (P) Dalam penanganan nyeri nonfarmakologis pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah, perawat lebih banyak melakukan tehnik relaksasi nafas dalam dan belum terpapar dengan tehnik relaksasi lainnya seperti relaksasi Benson yang merupakan intervensi keperawatan yang telah banyak dilakukan penelitian sebelumnya. b. Intervensi (I) Intervensi dalam penerapan EBN ini adalah melakukan tehnik relaksasi Benson pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah. c. Comparation (C) Penerapan EBN ini akan membandingkan nyeri sebelum dan setelah dilakukan tehnik relaksasi antara kelompok yang dilakukan tehnik relaksasi Benson dan yang dilakukan tehnik relaksasi nafas dalam. d. Output (O) Penerapan intervensi ini diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan dengan indikator terjadi penurunan nyeri yang diukur dengan menggunakan Visual Analogue Scale (VAS). Berdasarkan analisis situasi klinik dan uraian PICO tersebut, maka yang menjadi pertanyaan klinis yaitu “Apakah tehnik relaksasi Benson lebih efektif untuk menurunkan nyeri dibandingkan dengan tehnik relaksasi nafas dalam pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah di Lt.I GPS RSUP Fatmawati Jakarta?”
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
45
4.1.2 Penelusuran Literatur Penelurusan literatur dilakukan dengan menggunakan data base berupa EBSCO, CINAHL, dan Proquest dengan kata kunci “evidance based nursing”, “relaxation technique” dan “benson relaxation”. Dari hasil penelusuran tersebut didapatkan 40 artikel yang berkaitan dengan masalah tersebut. Akan tetapi, hanya 7 artikel yang dipilih. Dari 7 artikel terpilih, maka penulis memilih 5 artikel terkait antara lain : 1. Seers et al, (2008) yang berjudul “Effectiveness of relaxation for postoperative pain and anxiety: randomized controlled trial”. Penelitian dilakukan secara random terhadap 118 responden antara tahun 2002 dan 2003 dengan membandingkan antara total body relaxation, jaw relaxation, kontrol perhatian, dan perawatan biasa. Penelitian dilakukan pada pasien bedah ortopedi terencana di Rumah Sakit Ortopedi United Kingdom. Tujuan penelitian ini adalah untuk membedakan efektivitas Total Body Relaxation dan Jaw Relaxation untuk menurunkan nyeri pada pasien pasca bedah ortopedi. Aplikasi pemberian tehnik relaksasi pada penelitian ini berupa tehnik Total Body Relaxation dan Jaw relaxation yang dilakukan selama 15-20 menit. Sementara responden yang mendapat terapi kontrol perhatian dan perawatan biasa (pemberian terapi medikasi pasca bedah sesuai standar) dilakukan selama 15-20 menit. 2. Kwekkeboom & Gretarsdottir (2006) dengan judul “Systematic Review of Relaxation Intervention for Pain”. Penelitian ini merupakan penelitian systematic review berdasarkan penelusuran berbagai jurnal penelitian tentang tehnik relaksasi pada berbagai kasus prosedur pembedahan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa studi sistematik review yang dilakukan, terdapat 8 dari 15 studi menunjukkan bahwa pemberian tehnik relaksasi dapat mengurangi nyeri pasca pembedahan. 3. Masoumeh, Mohamad, & Masoud, (2006) dengan judul “The effect of Benson Relaxation Techniques on Rhematoid Arthritis Patients: Extended report.” Penelitian ini dilakukan pada 50 responden yang menderita penyakit rematoid artritis dan terbagi dalam dua kelompok dimana kelompok intervensi mendapat terapi relaksasi Benson dan kombinasi pemberian obat. Sementara kelompok
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
46
kontrol hanya mendapat obat saja. Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok yang menggambarkan bahwa tehnik relaksasi Benson sangat efektif untuk mereduksi nyeri pada pasien rematoid artritis. 4. Roykulcharoen & Good (2004) dengan judul penelitian “Systematic relaxation to relieve postoperative pain.” Penelitian ini dilakukan terhadap 102 pasien yang telah menjalani pembedahan abdominal, dimana tehnik relaksasi ini dilakukan selama 15 menit pada fase pemulihan sampai ambulasi pertama setelah pembedahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tehnik relaksasi merupakan intervensi yang cukup efektif untuk mengontrol nyeri pasca pembedahan. 5. Seers & Carroll (1999) dengan judul “Relaxation techniques for acute pain management: a systematic review”. Penelitian dilakukan terhadap 7 penelitian acak dengan 362 responden. Dari hasil penelitian tersebut, menunjukkan 6 penelitian sebelumnya melaporkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap penggunaan tehnik relaksasi antara setiap kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. 4.2 Critical Review 4.2.1 Validity dan Reliability Dari artikel yang ada, penulis memilih salah satu artikel untuk dikritisi yaitu artikel yang dibuat oleh Seers et al, (2008) yang berjudul “Effectiveness of relaxation for postoperative pain and anxiety: randomized controlled trial”. Dari artikel tersebut diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tehnik relaksasi efektif terhadap penurunan nyeri post operasi dimana validitas seleksi dalam pemilihan sampel untuk masing-masing kelompok perlakuan dilakukan secara random pada pasien antara tahun 2002 dan 2003 dengan menggunakan kriteria sampel. Jumlah sampel sebanyak 118 responden dengan power 90 % dan level signifikan 5%.
Hasil penelitian yang dilakukan pada artikel ini berdasarkan parameter nyeri dengan menggunakan Visual Analogue Scale (VAS). Adapun rerata nyeri pada
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
47
responden yang mendapat terapi TBR sebelum dan setelah intervensi 8,50 (2189,26). Sementara untuk responden yang mendapat jaw relaxation sebelum dan setelah intervensi 5,75 (8-89,28). Responden yang mendapat kontrol perhatian sebelum dan setelah intervensi 8,07 (20-58,29), sedangkan responden yang mendapat perawatan biasa sebelum dan setelah intervensi -2,94 (15-47,31). Hasil penelitian ini berdasarkan nilai p menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara keempat kelompok responden (p=0,043). Studi ini menggunakan uji statistik Anova, dimana sebelum dilakukan intervensi memiliki kemaknaan (p=0,887) dan setelah dilakukan intervensi dengan kemaknaan (p=0,043). Penurunan nyeri yang dilakukan pada kelompok kontrol sebesar 39% sedangkan pada kelompok intervensi sebesar 65%. Hasil analisis terhadap artikel ini menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan telah memenuhi syarat dimana metode yang dilakukan dan pengujian dengan menggunakan statistika yang sesuai. Berdasarkan hasil tersebut, maka nilai NNT pada penelitian ini adalah : NNT = 1/ARR = 1/(0,65 – 0,39) = 1/0,26 = 3,8 4 ARR : Absolute Risk Reduction Dari hasil perhitungan diatas, dapat diartikan bahwa setiap 5 orang yang mendapatkan intervensi, maka 4 orang akan mengalami penurunan nyeri secara signifikan. 4.2.2 Important Tehnik relaksasi Benson merupakan salah satu jenis terapi komplementer dalam intervensi keperawatan yang dapat membantu pasien untuk mengontrol rasa ketidaknyamanan dan menghilangkan nyeri yang dirasakan sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan pasien pasca pembedahan fraktur ekstremitas bawah. Akan tetapi, tehnik relaksasi ini masih jarang dilakukan. 4.2.3 Applicability Penerapan tehnik ini dilakukan pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah karena relatif sederhana dengan efek samping yang cukup minimal, mudah dilaksanakan serta dapat dilakukan setiap saat tanpa bantuan terapis. Pada
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
48
penerapan tehnik relaksasi ini dapat pula dimodifikasi dengan tehnik relaksasi yang telah menjadi standar prosedur yang ada.
Adapun alasan penulis memilih artikel tersebut karena berdasarkan analisis metode pengujian yang dilakukan sudah sesuai, kategori sampel yang menjadi responden memenuhi kriteria, serta dapat diterapkan dan diaplikasikan di ruang perawatan. Berdasarkan critical review tersebut, maka penulis ingin membuktikan keefektifan penggunaan intervensi dimaksud melalui praktik keperawatan pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah. 4.3 Praktek Keperawatan berbasis bukti 4.3.1 Subyek Subyek dalam penerapan intervensi ini adalah pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah, dirawat di Lantai I Gedung Prof Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta dan memenuhi kriteria inklusi selama pelaksanaan EBN berlangsung. Kriteria sampel adalah pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah pada salah satu area yang berusia > 18 tahun, tidak mendapat terapi analgetik secara kontinyu, dapat berkomunikasi dengan baik, serta mau dan bersedia untuk dilakukan EBN. Kriteria eksklusi adalah pasien yang mengalami pembedahan lebih dari satu area, mendapat terapi analgetik secara kontinyu dan tidak bersedia untuk dilakukan EBN. 4.3.2 Waktu dan Tempat Tempat pelaksanaan penerapan EBN adalah di Lantai I Gedung Prof. Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta, dengan jadwal pelaksanaan sebagai berikut : NO.
KEGIATAN
WAKTU SEPTEMBER
1.
Penyusunan proposal
2.
Sosialisasi EBN
3.
Pelaksanaan EBN
4.
Penyusunan laporan
OKTOBER
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
NOVEMBER
Universitas Indonesia
49
4.3.3 Prosedur Pelaksanaan Prosedur pelaksanaan EBN meliputi : a. Mengidentifikasi subyek penerapan yang mengacu pada kriteria inklusi dan eksklusi b. Menjelaskan kepada subyek tentang tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan EBN c. Prosedur pelaksanaan : 1. Pelaksanaan dimulai dengan mengukur nyeri saat 24 jam pasca bedah 2. Sedapat mungkin situasi ruangan atau lingkungan relatif tenang 3. Aturlah posisi tidur terlentang yang dirasakan paling nyaman 4. Pejamkan mata dengan pelan dan jangan dipaksakan agar tidak ada ketegangan otot sekitar mata 5. Kendurkan otot-otot serileks mungkin, mulai dari kaki, betis, paha , perut dan lanjutkan ke semua otot tubuh. Lemaskan kepala, leher dan pundak dengan memutar kepala dan mengangkat pundak perlahan-lahan. Ulurkan tangan dan lengan, kemudian kendurkan dan biarkan terkulai wajar di sisi badan. Usahakan agar tetap rileks 6. Mulailah dengan bernapas yang lambat dan wajar, dan ucapkan dalam hati frase atau kata sesuai keyakinan anda. Sebagai contoh anda menggunakan frase yaa Allah. Pada saat mengambil nafas sertai dengan mengucapkan kata yaa dalam hati, setelah selesai keluarkan nafas dengan mengucapkan Allah dalam hati. Sambil terus melakukan nomor 6 ini, lemaskan seluruh tubuh disertai dengan sikap pasrah kepada Allah. Sikap ini menggambarkan sikap pasif yang diperlukan dalam relaksasi, sehingga dari sikap ini akan muncul efek relaksasi yaitu ketenangan. Kata atau kalimat yang akan diucapkan dapat diubah dan disesuaikan dengan keyakinan pasien. 7. Teruskan selama 15 menit, anda diperbolehkan membuka mata untuk melihat waktu tetapi jangan menggunakan alarm. Bila sudah selesai, tetap berbaring dengan tenang beberapa menit, mula-mula mata terpejam dan sesudah itu mata dibuka. 8. Latihan ini dilakukan 1 kali sehari dan 2 jam atau lebih setelah makan.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
50
9. Mengukur nyeri pasien pada masing-masing kelompok saat 48 jam pasca bedah 4.3.4 Evaluasi Evaluasi penerapan EBN dilakukan pada saat 48 jam pasca operasi yang bertujuan untuk menilai nyeri dengan menggunakan parameter nyeri berupa Visual Analogue Scale (VAS). 4.4 Pembahasan Penerapan EBN dilakukan pada dua kelompok dimana kelompok intervensi sebanyak 5 orang pasien dilakukan tehnik relaksasi Benson. Sedangkan kelompok kontrol diberikan kepada 5 orang pasien berupa relaksasi nafas dalam, setelah mendapatkan persetujuan sebelumnya untuk dilakukan penerapan EBN. Jenis kelamin pada kelompok intervensi seluruhnya laki-laki dengan rentang usia 18-43 tahun (30,2 tahun) sedangkan pada kelompok kontrol, jenis kelamin laki-laki 4 orang dan perempuan 1 orang dengan rentang usia 22-33 tahun (26,6 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kejadian trauma muskuloskeletal khususnya pada ekstremitas sering dialami dan sebagian besar yang menjalani prosedur pembedahan adalah laki-laki dan berusia produktif. Jenis pembedahan yang dilakukan pada kedua kelompok seluruhnya berupa reduksi internal (ORIF). Adapun rerata nyeri sebelum dilakukan tindakan pada kedua kelompok berada pada level nyeri sedang (4-5). Pada kelompok intervensi, dari 5 orang yang diberikan tehnik relaksasi Benson, seluruhnya mengalami penurunan sampai pada level nyeri ringan, sedangkan pada kelompok kontrol, dari 5 orang yang diberikan tehnik relaksasi nafas dalam, 3 orang mengalami penurunan nyeri sampai di level sedang, dan 2 orang mengalami penurunan pada level nyeri ringan. Penurunan level nyeri yang cukup signifikan pada pemberian tehnik relaksasi Benson pada pasien pasca pembedahan membuktikan bahwa tehnik relaksasi Benson cukup efektif untuk menurunkan nyeri pasca pembedahan fraktur. Tehnik relaksasi ini terbukti dapat menurunkan nyeri secara signifikan dibandingkan yang hanya diberikan intervensi standar. Dengan demikian tehnik relaksasi ini dapat
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
51
digunakan sebagai terapi komplementer pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah. Penurunan level nyeri ini akan dapat membantu proses penyembuhan luka dan pemulihan kondisi umum sehingga pasien dapat sesegera mungkin memulai fase rehabilitasi. Selain itu, efek samping dari pemberian analgesik dapat diminimalisir sehingga konsumsi dosis analgesik juga berkurang. Hal ini akan membantu dalam mengurangi biaya perawatan dan dapat meningkatkan kepuasan pasien atas pelayanan keperawatan. Penurunan level nyeri ini bisa terjadi karena relaksasi Benson dapat menghambat aktifitas saraf simpatik sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan konsumsi oksigen oleh tubuh dan selanjutnya otot-otot tubuh akan menjadi relaks sehingga menimbulkan perasaan tenang dan nyaman. Selain itu pula, relaksasi Benson difokuskan pada kata atau kalimat tertentu yang diucapkan secara berulang kali dengan ritme yang teratur disertai sikap pasrah pada Tuhan Yang Maha Kuasa sesuai keyakinan pasien sehingga memiliki arti yang sangat menenangkan. Relaksasi Benson merupakan tehnik relaksasi yang dikembangkan dari metode respons relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan (faith factor). Pasien melakukan relaksasi dengan mengulang kata atau kalimat yang sesuai dengan keyakinan responden sehingga menghambat impuls noxius pada sistem kontrol desending (gate control theory) dan meningkatkan kontrol terhadap nyeri. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Masoumeh, Mohamad, & Masoud, (2006) dimana terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok intervensi mendapat terapi relaksasi Benson dan kombinasi pemberian obat dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya mendapat obat saja. Hasil penelitian inipun sesuai dengan penelitian yang dilakukan Datak (2008) yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok yang mendapatkan tehnik relaksasi Benson dan kelompok yang tidak mendapat tehnik ini pada pasien pasca bedah TURP.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
52
Dalam penerapan praktik klinik tehnik relaksasi Benson, seorang perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap respon individu pada penerapan tehnik relaksasi ini. Salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan tehnik relaksasi Benson ini adalah bahwa faktor usia yang diasumsikan
memiliki
kematangan
spiritual
yang
baik
sehingga
akan
memudahkan pelaksanaan tehnik relaksasi Benson. Selain itu, dalam menjalankan fungsi dan perannya, seorang perawat juga harus memahami respon setiap pasien yang berbeda-beda terhadap intervensi ini. Oleh sebab itu, perawat tidak bisa mengasumsikan bahwa relaksasi ini akan memberi dampak yang maksimal pada seluruh pasien. Dengan demikian, sangat dibutuhkan kontrol dan penilaian secara terus menerus dan berkesinambungan oleh perawat. Dimasa sekarang dan yang akan datang berbagai penelitian yang berkaitan dengan tindakan keperawatan mandiri tehnik relaksasi Benson dapat terus dikembangkan dan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan di tatanan praktik klinik pelayanan keperawatan. Adapun rekomendasi yang dapat diberikan dalam penerapan EBN ini yang merupakan salah satu intervensi mandiri keperawatan antara lain Perawat memiliki kewenangan dalam melaksanakan intervensi nonfarmakologis untuk menurunkan nyeri. Selain itu, penerapan tehnik relaksasi Benson dapat dilakukan secara bersamaan dengan atau tanpa pemberian analgetik.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 5 ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI INOVATOR
Pada bab ini akan menguraikan kegiatan program inovasi yang dilakukan di Gedung Prof. Soelarto Lantai I RSUP Fatmawati Jakarta. Kegiatan inovasi ini dilakukan sebagai tugas kelompok (David Arifiyanto, Dewi Masyitah, Iqbal D. Husain, Wantonoro) sebagai inovator. Jenis kegiatan yang dilakukan berupa aplikasi edukasi terstruktur melalui media booklet pada pasien yang dirawat. 5.1 Analisis Situasi Terjadinya fraktur dapat menyebabkan ketidakberdayaan dan ketergantungan yang besar karena tulang sebagai penyangga tubuh untuk bertumpu mengalami gangguan. Terdapat beberapa masalah yang terjadi pada pasca pembedahan fraktur ekstremitas bawah antara lain berkaitan dengan nyeri, perfusi jaringan, mobilitas fisik, konsep diri dan promosi kesehatan. Permasalahan yang muncul secara aktual dengan adanya fraktur adalah adanya nyeri yang dirasakan dan mengganggu aktifitas sehingga pasien akan mengalami keterbatasan pergerakan sampai harus bedrest ditempat tidur (immobilisasi). Immobilisasi akan mengakibatkan terjadinya penurunan peristaltik usus besar sehingga menimbulkan resiko terjadinya konstipasi. Selain itu, pasien akan beresiko mengalami jatuh.
Efek lain yang muncul sebagai akibat adanya
keterbatasan aktivitas berupa ulkus dekubitus. Karakteristik permasalahan yang terjadi pada pasien fraktur membutuhkan peran perawat sebagai edukator dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku kesehatan pasien. Pendidikan kesehatan pada pasien merupakan bagian dari keperawatan dan sebagai bagian terpenting pada semua praktek profesi kesehatan. Selain itu juga merupakan pengalaman belajar yang direncanakan. Pasien yang memperoleh informasi secara tertulis seperti contohnya bookleat, terbukti mampu meningkatkan pengetahuan tentang penyakitnya, menurunkan
53
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
54
perasaan cemas, meningkatkan mekanisme koping individu dan menguatkan kontrol diri terhadap program pengobatannya (Kowalyk, 2006). Manajemen pemberian edukasi yang dilakukan di Lantai I Gedung Prof. Soelarto masih dilakukan secara terpisah dan belum terstruktur. Manajemen edukasi pasien secara terstruktur dengan menggunakan media tertulis perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, menurunkan cemas, meningkatkan koping pasien serta dapat menguatkan kontrol diri pasien terhadap perawatannya. 5.1.1
Strength
Kekuatan yang dimiliki oleh ruang GPS Lantai I antara lain merupakan ruangan kelas III yang sebagian besar merawat kasus ortopedik dengan jumlah tenaga keperawatan berjumlah 17 orang dengan tingkat pendidikan D III 11 orang dan S1 6 orang dengan pengalaman kerja lebih dari 2 tahun. Selain itu, GPS lantai I sebagai sarana pendidikan praktik mahasiswa Keperawatan dengan berbagai jenjang. Dampak yang diperoleh berupa kemampuan mengaplikasikan edukasi terstruktur terhadap klien yang dirawat diruangan dengan menggunakan media bookleat. 5.1.2
Weakness
Kelemahan yang ditemukan adalah pemberian edukasi masih belum terstruktur, menggunakan metode ceramah, dengan isi yang belum sama serta belum terfokus pada masalah pasien. Dampak yang dirasakan berupa waktu yang tersita dengan edukasi yang berulang dan informasi yang diterima pasien/keluarga belum optimal. Selain itu, persepsi pasien/keluarga terhadap edukasi menjadi berbedabeda. 5.1.3
Opportunity
Peluang yang didapat antara lain RSUP Fatmawati sementara mempersiapkan diri menuju JCI 2013, dimana salah satu unsur penilaian berupa adanya edukasi terstruktur. Selain itu, terdapat media elektronik untuk menampilkan informasi kesehatan dan adanya dukungan pihak manajemen RS dan Instalasi sebagai pemangku kebijakan karena sesuai dengan program RS.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
55
5.1.4
Threath
Adanya tuntutan terhadap kualitas pelayanan sebagai dampak status RS sebagai rujukan pusat dibidang pelayanan Ortopedik dan Rehabilitasi Medik. Selain itu, persaingan antar rumah sakit dengan program unggulan yang sama semakin meningkat dan kesiapan RSUP Fatmawati dalam menghadapi program Jaminan Kesehatan Nasional yang diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2014. Berdasarkan analisis dan uraian tersebut, maka kelompok memilih inovasi keperawatan berupa pemberian edukasi terstruktur melalui media booklet.
5.2 Kegiatan Inovasi 5.2.1 Persiapan Tahap pertama adalah menganalisis kebutuhan ruangan terhadap inovasi melalui analisa SWOT. Persiapan selanjutnya adalah melakukan identifikasi terhadap intervensi yang akan dilakukan. Hasil identifikasi didapatkan bahwa intervensi yang dilakukan terhadap klien yaitu berupa intervensi edukasi manajemen nyeri, konstipati, resiko jatuh, dan resiko dekubitus. Selanjutnya, melakukan studi literatur untuk penyusunan proposal dan materi intervensi edukasi. 5.2.2 Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan melakukan sosialisasi program inovasi keperawatan yang dihadiri Kepala Bidang Keperawatan, Komite Keperawatan, Kepala Instalasi, Supervisor, Kepala Ruangan, Wakil Kepala Ruangan, PN, dan Perawat pelaksana. Materi sosialisasi meliputi latar belakang perlunya media edukasi, tujuan penggunaan media edukasi, serta aplikasi program edukasi dengan menggunakan media. Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan program edukasi dengan menggunakan media booklet dan lembar balik dalam asuhan keperawatan. Program edukasi dilakukan selama dua minggu. Tahap terakhir adalah evaluasi program edukasi yang meliputi evaluasi pasien berkaitan dengan ketercapaian outcome, dan evaluasi diri perawat yang berkaitan dengan kesulitan, hambatan, dan persepsi mengenai program edukasi menggunakan media booklet.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
56
5.2.3 Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan kuisioner dan lembar observasi terhadap pengetahuan, sikap, dan prilaku responden yang dilakukan sebelum dan setelah edukasi dan pemberian booklet. Evaluasi dilakukan terhadap 10 orang pasien yang dirawat dan 5 orang perawat di GPS lantai 1 RSUP Fatmawati. Hasil evaluasi pengetahuan menunjukan bahwa booklet dan edukasi memberikan dampak yang positif terhadap pasien, dimana sebelum diberikan bookleat dan dilakukan edukasi tingkat pengetahuan pasien menunjukkan 80% (8 orang) cukup dan 20% (2 orang) baik. Sementara, setelah dilakukan edukasi terdapat peningkatan dimana tingkat pengetahuan baik sebesar 90% (9 orang) dan cukup hanya 10% (1 orang). Hasil evaluasi sikap menunjukan bahwa sebelum diberikan booklet dan dilakukan edukasi terdapat 40% (4 orang) dengan sikap cukup dan 60% (6 orang) memiliki sikap baik. Setelah diberikan booklet dan dilakukan edukasi, diperoleh hasil 10% (1 orang) dengan sikap cukup dan 90% (9 orang) dengan sikap baik. Hasil evaluasi prilaku menunjukkan bahwa sebelum diberikan booklet dan dilakukan edukasi, prilaku pasien rata-rata sebesar 73%. Selanjutnya, setelah dilakukan edukasi dan pemberian booklet, prilaku pasien mengalami peningkatan rata-rata sebesar 91%. Hasil evaluasi pelaksanaan edukasi yang dilakukan pada 5 orang perawat menunjukan bahwa seluruhnya mengatakan bahwa dengan adanya booklet telah membantu kegiatan edukasi diruangan karena isinya telah disusun secara terstruktur sehingga edukasi yang dilakukan menjadi lebih efektif. Akan tetapi, 1 orang perawat mengatakan bahwa pelaksanaan edukasi dapat dilaksanakan manakala waktunya tidak tersita oleh kegiatan keperawatan lainnya. 5.3 Pembahasan Hasil evaluasi proyek inovasi edukasi menggunakan booklet menunjukkan hasil berupa adanya trend peningkatan yang positif terhadap indikator evaluasi pengetahuan, sikap, dan prilaku dimana setelah diberikan booklet dan edukasi
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
57
hasilnya mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan tujuan dari pemberian edukasi melalui media booklet yaitu meningkatnya pencapaian hasil belajar pasien melalui modifikasi edukasi klinik yang disertai dengan pemberian media informasi tambahan sebagai alat untuk mengulang kembali tentang materi edukasi yang ada. Sementara itu, bagi seorang perawat intervensi ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme seorang perawat sebagai edukator sehingga dapat mendukung upaya intervensi keperawatan khususnya manajemen nyeri, pencegahan konstipasi, dekubitus, dan resiko jatuh. Chamber (2000) menjelaskan bahwa media booklet merupakan media informasi dan berfungsi sebagai alat untuk mengulang kembali tentang pemahaman pasien terhadap isi pembelajaran. Hal inipun sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cruwick, et al (2002), dimana diperoleh hasil bahwa edukasi yang diberikan kepada klien melalui cara verbal dan menggunakan booklet terbukti efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan individu dalam mengatasi
masalah
kesehatannya.
Selain
itu,
Kowalyk
(2006)
juga
mengemukakan bahwa pasien yang memperoleh informasi secara tertulis seperti contohnya booklet, terbukti mampu meningkatkan pengetahuan tentang penyakitnya, menurunkan perasaan cemas, meningkatkan mekanisme koping individu dan menguatkan kontrol diri terhadap program pengobatannya. Hasil evaluasi pelaksanaan inovasi ini belum sepenuhnya mendukung pelaksanaan kegiatan edukasi diruang Lt. 1 GPS RSUP Fatmawati Jakarta. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya materi pada manajemen nyeri, pencegahan konstipasi, dekubitus, dan resiko jatuh. Selain itu, keterbatasan tenaga masih menjadi masalah klasik dalam penerapan edukasi ini. Intervensi ini dapat ditingkatkan melalui keterlibatan seluruh perawat diruangan untuk mengimplementasikan edukasi terstruktur melalui pemberdayaan sumber daya yang ada. Pelaksanaan edukasi pasien yang dirawat di GPS Lt. 1 RSUP Fatmawati masih dilaksanakan berdasarkan rutinitas. Oleh sebab itu, pelaksanaan edukasi terstruktur dan menggunakan media tambahan perlu dilaksanakan untuk
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
58
meningkatkan pemahaman pasien terhadap masalah kesehatan yang dapat dilakukan secara mandiri.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini diuraikan hasil kesimpulan dan saran terhadap laporan analisis praktik residensi keperawatan yang dilakukan pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah melalui pendekatan teori Self care Orem. 6.1 Simpulan 1. Dalam memberikan asuhan keperawatan profesional pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah, seorang perawat memerlukan dasar pemahaman yang memadai terhadap anatomi, fisiologi, patofisiologi, intervensi keperawatan, serta teori keperawatan pendukung sebagai standar dan pedoman dasar untuk memberikan pelayanan keperawatan. Salah satu teori keperawatan yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan
profesional
pada
pasien
dengan
gangguan
sistem
muskuloskeletal adalah Teori Self Care Orem, dimana teori ini berfokus pada bagaimana melatih kemampuan pasien secara bertahap sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan dan perawatan secara mandiri. 2. Penerapan praktek keperawatan berbasis pembuktian ilmiah berupa tehnik relaksasi Benson untuk menurunkan nyeri pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah terbukti dapat memberi dampak yang cukup signifikan terhadap penurunan nyeri pasien serta efektif dan efisien dilaksanakan oleh perawat dalam kegiatan praktek keperawatan sehari-hari. 3. Dalam perannya sebagai innovator, perawat telah melakukan upaya untuk membangun pengetahuan, sikap, dan kemampuan pasien melalui modifikasi edukasi klinik yang disertai dengan pemberian media informasi (bookleat) sebagai alat untuk meningkatkan promosi kesehatan pasien dan keluarga.
59
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
60
6.2 Saran 1. Dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah fraktur ekstremitas bawah, diperlukan pengembangan yang lebih spesifik dan berkesinambungan terhadap efektivitas penggunaan Teori Self Care Orem. 2. Dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan, edukator, inovator, maupun researcher, seorang ners spesialis Keperawatan Medikal Bedah membutuhkan proses pengembangan diri secara terus menerus tidak hanya terbatas pada kasus-kasus trauma tetapi kasus umum yang terjadi. 3. Manajemen praktik keperawatan yang telah ada dan dilaksanakan di RSUP Fatmawati Jakarta khususnya di Ruang Ortopedi dan Rehabilitasi tetap dipertahankan dan lebih ditingkatkan dengan melibatkan dukungan dari manajemen Rumah sakit sebagai penentu kebijakan dan dukungan dari organisasi profesi berdasarkan standar etik dan etika profesi.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Apley. (2000). Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley, (alih bahasa Edi, N. Ed. 7) Jakarta : Widya Medika Ayello, E. A., Braden, B. (2002). How and why to do pressurre ulcer risk assessment. Advances in skin and wound care. www.Proquest.com Black, J. M., & Hawks, J. H., (2009). Medical surgical nursing: Clinical management for positive outcome. (7th ed.). St. Louis: ElsevierSaunder. Cruwick, C, Bonauto, D., & Cohen, M., (2002), Evaluation of the Educational Booklet, Prevention of Hand Dermatitis in the Health Care Setting, Safety & Health Assessment & Research for Prevention Program. Washington State Department of Labor and Industries. Olympia, Washington. European Pressure Ulcer Advisory Panel and National Pressure Ulcer Advisory Panel. (2009). Treatment of Pressure Ulcers: Quick Reference Guide. Washington DC: National Pressure Ulcer Advisory Panel. Farlinger, P. (2001). An Educational Intervention to Decrease Pain Following Ambulatory Orthopedic Surgery. Thesis. School of Nursing, Queen’s University Ontario Canada Girdhari, S., & Smith, S.K. (2006). Assisting Older Adults With Orthopaedic Outpatient Acute-Pain Management. Orthopaedic Nursing, 25 (3) page 188 Gordon, S., Pellino, T. (2002). Assesment and manajement of Pain, chapter 5 dalam Maher, Salmond, Pellino, Orthopaedic Nursing. (3rd ed). Philadelphia : WB. Sounders Company Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011). Profil Kesehatan Indonesia 2010.(http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_KESEHATAN_I NDONESIA_2010.pdf , diperoleh pada tanggal 19 November 2013) Kozier, B., Erb, G. (2005). Fundamental of nursing: Concepts, process and practice.(6th Ed). California : Addison-Wesley
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Kowalyk, K. M. (2006). Health Anxiety During Pregnancy: Assessing The Efficacy of A Self-Help Booklet. Thesis. University of Regina Kwekkeboom, K.L. & Gretarsdottir, E. (2006). Systematic Review of Relaxation Interventions for Pain. Journal of Nursing Scholarship, 38 (3)page 269 Levin, R.F., Malloy, G.B., Hyman, R.B. (1997). Nursing Management of Postoperative Pain: Use of Relaxation Techniques with Female Cholesystectomy patients. Diunduh dari http://proquest.umi.com./ Maher. A., Salmond, S., Pellino, T. (2002). Orthopaedic Nursing. (3rd ed). Philadelphia : W.B. Sunder Company Masoumeh, B.N., Mohamad, A.M.B., Masoud, S.A. (2006). The effect of Benson Relaxation Techniques on Rhematoid Arthritis Patients: Extended report. Diunduh dari http://proquest.umi.com./ Morris, B.A., Benneti, M., Marro, H., & Rosenthal, C.K. (2010). Clinical practice guidelines for early mobilization hours after surgery. Orthopaedic Nursing, 29 (5), 290 Madsen et al, (2010). Comparison of two bowel treatments to preventconstipation in post surgical orthopaedic patients. International Journal of Orthopaedic and Trauma Nursing 14, 75–81. NANDA International.(2012). Nursing Diagnoses: Definitions & Classifications 2012-2014. John Wiley & Sons Potter, A.G., & Perry, P.A. (2006). Fundamental of nursing: Concepts, Procces and practice. St. Louis : CV Mosby Company Price, S.A., Wilson, L.MC. (2005). Patophysiology : Clinic, Concepts, and Proccess. Jakarta : EGC Rothrock, J.C. (1999). Perioperative nursing care planning. St Louis, Baltinore : Mosby Inc. Reeves, C.J., Roux, G, Lockhart, R. (2001). Medical Surgical Nursing. Jakarta : Salemba Medika
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Roykulcharoen, V., Good, M. (2004). Systematic Relaxation to Relieve Postoperative Pain. Journal of Advanced Nursing, 48 (2), 140-148 Rasjad, Ch., (2007). Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Cetakan Ke-5. Jakarta : Yarsif Watampone. Sjamsuhidayat, R., Jong, D.W. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. (ed. 2). Jakarta : EGC Seers, K., Crichton, N., Tutton, L., Smith, L., Saunders, T. (2008). Effectiveness of Relaxation for Postoperative Pain and Anxiety: randomized controlled trial. Journal of Advanced Nursing, 62(6), 681-688 Seers, K., Carroll, D. (1998). Relaxation techniques for acute pain management: a systematic review. Journal of Advanced Nursing, 27(3), 466-475 Schaffer, S., Yucha, C.B. (2004). Relaxation and Pain Management : The Relaxation response can play a role in managing chronic and acute pain. American Journal of Nursing, 104(8), 75-82 Schoen, D.C. (2007). Pain in the Orthopaedic Patient. Orthopaedic Nursing, 26(2) 140 Smeltzer, S. C, Bare, S.G. (2010). Textbook of Medical Surgical Nursing. (9th ed.). Philadelphia : Lippincot Tomey, A. M., & Alligood, M. R. (2006). Nursing Theorists and their Work. 6 Edition. St. Louis: Mosby-Year Book, Inc.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Tempat/tanggal lahir Alamat rumah
: : :
No. Telepon / HP Email Asal institusi Riwayat pendidikan
: : : :
Riwayat pekerjaan
:
IQBAL D. HUSAIN Gorontalo, 07 Oktober 1976 Jln. Usman Isa No. 226 D Kel. Dembe I Kec. Kota Barat Kota Gorontalo 0435-834049 / 081343066466
[email protected] RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo 1. SDN No. 2 Kota Barat Kota Gorontalo tahun 1982 – 1988 2. SMP Negeri 4 Kota Gorontalo tahun 1988 – 1991 3. SPK Depkes Gorontalo tahun 1991 – 1994 4. Akademi Keperawatan Depkes Banta-bantaeng Makassar tahun 1997 – 2001 5. S1 Keperawatan/Ners UNHAS Makassar tahun 2002 – 2005 6. Program Magister Ilmu Keperawatan FIK UI tahun 2010 – 2012 7. Program Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah FIK UI tahun 2012 sampai sekarang 1. Perawat Klinik Anak tahun 1995 – 1997 2. Perawat Klinik Bedah tahun 2001 -2002 3. Perawat Manajer Ruang VIP tahun 2005 – 2007 4. Perawat Manajer Ruang Penyakit Dalam tahun 2007 – 2009 5. Perawat Manajer Ruang Bedah tahun 2009 – 2010
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
LAMPIRAN
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Lampiran 1. Resume Kasus Kelolaan No.
Diagnostic and prescription
Nursing system design
Nursing system management
1.
Tn. RP, 24 tahun, Laki-laki, Belum menikah, Pendidikan Tamat SLTP, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Betawi, MRS tanggal 25 Februari 2013 jam 11.30 WIB, Dx. Spondilitis TB. Riwayat nyeri pinggang sejak 2 tahun yang lalu, mengalami kelemahan pada kedua tungkai bawah sejak 8 bulan yang lalu. Riwayat penggunaan OAT sejak 2 bulan yang lalu. Hasil lab. LDH : 399 u/ul Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka (-). Feel : terdapat nyeri pada punggung, krepitasi (-), NVD +/+. Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah : 11/11 Diagnosa keperawatan : Hambatan mobilitas fisik, Nyeri
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. RP. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. RP adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
Pasien berada pada rentang usia produktif tetapi pasien tidak mampu melakukan aktifitasnya tanpa dibantu. Keterbatasannya menyebabkan aktifitas diri dilakukan di tempat tidur. Pasien butuh bantuan untuk toileting, aktifitas mandi, berganti posisi dan berpindah tempat. Pasien belum mengetahui dan memahami bahaya bila melakukan gerakan yang salah pada punggungnya. Pasien juga tidak mengetahui latihan pergerakan untuk mengurangi nyeri pada punggung belakang. Pasien dipersiapkan untuk menggunakan brace. Latihan mobilisasi dan rentang gerak juga diperlukan. Pasien dilakukan edukasi tentang pentingnya pencegahan infeksi, pentingnya penguatan otot pada bagian ekstremitas dan latihan keseimbangan. Tindakan keperawatan diperlukan keluarga yang mendukung pasien berupa manajemen keperawatan dan kolaboratif antara lain pengkajian nyeri dan memberikan manajemen nyeri secara farmakologi maupun nonfarmakologi. Perawat juga menjadi advokat saat tim Rehabilitasi Medik memasangkan brace, dimana perawat memastikan bahwa pasien merasa nyaman dan terbebas dari risiko injury. Selain itu, perawat juga mengajarkan dan mengkonsultasikan bila terjadi gangguan neuromuskular, melatih ROM aktif dan pasif. Setelah dilakukan perawatan selama 2 minggu klien dilakukan operasi stabilisasi dan pindah ruang rawat ke lantai 4.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
2.
Tn. R, 55 tahun, Laki-laki, Sudah menikah, Pendidikan Tidak sekolah, Pekerjaan tidak ada (terlantar), Agama Islam, Suku Sunda, MRS tanggal 26 Februari 2013 jam 18.00 WIB, Dx. CF Intertrochanter Femur dextra. Riwayat KLL 2 minggu sebelum MRS, diantar oleh Yayasan Insan Mandiri. Klien mengeluh nyeri pada kaki bagian kanan dengan skala 5-6, sulit untuk digerakkan, tidak terdapat luka. Klien dipersiapkan untuk operasi ORIF sambil menunggu perbaikan keadaan umum. Look : tampak deformitas, tidak mampu berjalan, edema (), luka (-). Feel : terdapat nyeri tekan, krepitasi (+), NVD +/+. Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah kanan : 11 / 55 Diagnosa keperawatan : Nyeri , Hambatan mobilitas fisik
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. R. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. R adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
3.
Tn. AN, 58 tahun, Laki-laki, Sudah menikah, Pendidikan Tamat SLTA, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang
Usia pasien 55 tahun, berada pada tugas perkembangan dewasa akhir. Adanya keterbatasan menyebabkan aktifitas seluruhnya dilakukan di tempat tidur. Pasien perlu bantuan untuk toileting, aktifitas mandi, berganti posisi dan berpindah posisi. Pasien tidak mengetahui immobilisasi yang dilakukan pada pemasangan skin traksi. Latihan mobilisasi dan rentang gerak juga diperlukan. Selain itu, dilakukan edukasi tentang pentingnya pencegahan infeksi, pentingnya penguatan otot ekstremitas, latihan keseimbangan dan pengaturan posisi yang nyaman karena pasien terpasang skin traksi. Tindakan keperawatan yang mendukung pasien meliputi manajemen keperawatan dan kolaboratif antara lain menempatkan pasien pada tempat tidur ortopedi, mempertahankan posisi kaki yang terpasang skin traksi, mengobservasi neuromuskular bagian distal kaki, perawatan luka, dan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Perawat membimbing latihan rentang gerak dengan melakukan latihan isotonic dan isometric sesuai kemampuan. Selain itu, mengobservasi integritas kulit untuk menghindari terjadinya luka tekan. Perawat juga memberikan terapi kolaborasi sesuai dengan hasil kolaborasi. Perawat melakukan evaluasi atas terapi yang diberikan. Klien diberikan intervensi relaksasi Benson untuk menurunkan nyeri yang dirasakan. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolehkan untuk pulang dan berobat jalan pada tanggal 15 Maret 2013, dimana pada saat pulang klien dapat berjalan menggunakan walker dengan jarak 5 meter tanpa bantuan tetapi dalam pengawasan. Pasien berada pada tugas perkembangan dewasa tua. Kemampuan pasien terbatas, perawatan diri seluruhnya
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
4.
Sunda, MRS tanggal 01 Maret 2013 jam 18.30 WIB, Dx. OF Distal Tibia Fibula sinistra gr. IIIA. Riwayat jatuh dari kursi saat memotong ranting pohon. Kejadian dialami pada jam 16.00. Klien mengeluh nyeri pada kaki kiri, skala 6-7. Mata kaki kiri tampak menonjol keluar. Look : deformitas, pasien berada ditempat tidur dan tidak mampu berjalan, edema (+), luka (+) dengan ukuran 10 x 8 x 4 cm, kapiler pucat Feel : terdapat nyeri tekan pada ekstremitas bawah kiri, krepitasi (+), NVD +/+ Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah kiri : 5 5 /11 Diagnosa keperawatan : Nyeri , Hambatan mobilitas fisik, Resiko infeksi
dibutuhkan oleh Tn. AN. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. AN adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
Tn. AB, 52 tahun, Laki-laki, Sudah menikah, Pendidikan Tamat SD, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Betawi, MRS tanggal 05 Maret 2013 jam 10.00 WIB, Dx. Fractura Genu dextra. Riwayat patah tulang pada kaki kanan dan telah dilakukan ORIF pada tanggal 13 Maret 2009. Saat ini pasien direncanakan untuk operasi ROI tanggal 06 Maret 2013. Look : tampak deformitas, klien berjalan menggunakan tongkat, edema (-), luka (-). Feel : tidak terdapat nyeri tekan, krepitasi (-), NVD +/+. Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah : 4 4 / 5 5 Diagnosa keperawatan : Hambatan mobilitas fisik, Anxiety
Supportive educative merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. AB. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. AB adalah Supportive educative, dimana pasien dan keluarga dipersiapkan secara bertahap untuk segera mandiri serta dibimbing untuk membantu pemenuhan kebutuhan ADL pasca operasi.
dilakukan ditempat tidur, butuh bantuan toileting, BAB/BAK menggunakan bedpan, mandi dibantu. Posisi kaki terbatas (lateral abduksi), pasien mengetahui latihan pergerakan untuk mempersiapkan latihan berjalan, latihan penguatan otot kaki, latihan keseimbangan. Selain itu, memerlukan bantuan dalam penggunaan alat bantu berjalan. Perlunya pencegahan infeksi akibat luka terbuka. Tindakan keperawatan yang dapat mendukung pasien antara lain tehnik distraksi/relaksasi, latihan gerak sendi, ankle pump, perawatan luka. Perawat mengajarkan pasien mobilisasi berdiri, dan membantu dalam menggunakan kruk secara bertahap. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolehkan untuk pulang dan berobat jalan pada tanggal 22 Maret 2013, dimana pada saat pulang tidak terdapat tanda-tanda infeksi, klien dapat berjalan menggunakan walker dengan jarak 5 meter dengan bantuan dan dalam pengawasan dan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi. Pasien berada pada tugas perkembangan dewasa tua. Kemampuan terbatas hanya pada hari pertama, dimana aktifitas perawatan diri sebagian besar dilakukan ditempat tidur, toileting dibantu. Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk latihan kekuatan otot lengan, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam mengurangi nyeri. Tindakan keperawatan yang dapat mendukung berupa supportive educative sangat tepat untuk keluarga dan pasien antara lain tehnik distraksi/relaksasi untuk mengurangi nyeri, latihan gerak sendi untuk mengurangi edema dan mencegah kontraktur serta mengembalikan fungsi. Perawat mengajarkan pasien ROM secara bertahap. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
5.
Tn. TM, 77 tahun, Laki-laki, Sudah menikah, Pendidikan Tamat SD, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Betawi, MRS tanggal 07 Maret 2013 jam 11.15 WIB, Dx. CF Collumn femur sinistra . Riwayat nyeri pada paha kiri sejak 2 bulan yang lalu terutama saat berjalan. Nyeri dirasakan seperti tertusuktusuk. Riwayat jatuh 2 minggu sebelum masuk RS. Hasil lab. HB : 9,9 gr % Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka (-), aktivitas dilakukan dengan bantuan. Feel : terdapat nyeri pada paha bagian kiri, krepitasi (-), NVD +/+. Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah : 5 5 / 1 1 Diagnosa keperawatan : Hambatan mobilitas fisik, Nyeri, Resiko gangguan perfusi jaringan
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. TM. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. TM adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
Setelah dilakukan perawatan selama 2 hari, klien diperbolehkan pulang dan kontrol dipoliklinik Ortopedi. Pada saat pulang kondisi klien dapat melakukan latihan rentang gerak secara mandiri, mampu memenuhi kebutuhan dasar secara mandiri, tidak ada tanda-tanda infeksi, dapat berjalan menggunakan walker dengan jarak 15 meter tanpa bantuan. Usia pasien berada pada tugas perkembangan dewasa akhir. Pada hari pertama sampai dengan hari ketiga setelah pembedahan kemampuan terbatas, aktifitas seluruhnya dilakukan ditempat tidur, memerlukan bantuan toileting, BAB/BAK menggunakan bedpan, mandi dibantu, tidak mampu berganti posisi, tidak mampu berpindah tempat (perlu bantuan). Posisi kaki terbatas (lateral abduksi), fleksi hip tidak lebih dari 45 derajat. Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk mempersiapkan walker, latihan penguatan otot lengan, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam penggunaan alat bantu berjalan. Tindakan keperawatan yang dapat mendukung pasien antara lain tehnik distraksi/relaksasi, latihan gerak sendi, ankle pump, penguatan otot bahu dan lengan atas, mengatur posisi lateral abduksi saat tidur, perawatan luka. Perawat mengajarkan pasien mobilisasi miring ke kiri, duduk ditempat tidur, berdiri, dan membantu dalam menggunakan walker secara bertahap. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolehkan untuk pulang dan berobat jalan pada tanggal 15 Maret 2013, dimana pada saat pulang tidak terdapat tanda-tanda infeksi, klien dapat berjalan menggunakan walker dengan jarak 10 meter dengan bantuan dan dalam pengawasan.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
6.
Tn. FBB, 28 tahun, Laki-laki, Belum menikah, Pendidikan Tamat SLTA, Pekerjaan Swasta, Agama Kristen, Suku Batak, MRS tanggal 07 Maret 2013 jam 11.00 WIB, Dx. Osteomyelitis fibula distal dextra Riwayat luka dikaki sejak 1 bulan yang lalu. Tulang tampak menonjol keluar. Pernah mengalami KLL sekitar 8 bulan yang lalu, dan tulang tampak menonjol keluar. Klien hanya berobat ke pengobatan alternatif tetapi tidak sembuh. Hasil lab. LED : 16.000. hasil pemeriksaan radiologis Cruris AP/Lat dextra : Tampak adanya gambaran osteomyelitis kronis. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka (+) pada tungkai bawah kanan, beraktivitas menggunakan alat bantu. Feel : terdapat nyeri pada tungkai bawah kanan, krepitasi (-), NVD +/+. Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah : 3 3 / 5 5 Diagnosa keperawatan : Hambatan mobilitas fisik, Nyeri, Resiko penyebaran infeksi
Partially compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. FBB. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. FBB adalah supportive educative, dimana pasien dan keluarga dipersiapkan secara bertahap untuk segera mandiri serta dibimbing untuk pemenuhan kebutuhan ADL.
7.
Tn. KS, 38 tahun, Laki-laki, Sudah menikah, Pendidikan Tamat PT, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Betawi, MRS tanggal 12 Maret 2013 jam 10.30 WIB, Dx. CF Humerus dextra + Fractur Cruris dextra Riwayat KLL sedang mengendarai motor disambar mobil truk. Mekanisme kejadian tidak diketahui. Riwayat pingsan (-), muntah (-). Sedang direncanakan untuk operasi ORIF. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka (+) pada lengan atas kanan dan tungkai bawah kanan, aktivitas
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. KS. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. KS adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
Pasien berada pada tugas perkembangan dewasa awal dan belum menikah. Pada hari pertama sampai dengan hari kedua post operasi, kemampuan pasien terbatas, aktifitas perawatan diri dilakukan ditempat tidur, butuh bantuan toileting, mandi dibantu, tidak mampu berganti posisi, tidak mampu berpindah tempat (perlu bantuan). Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk mempersiapkan berjalan menggunakan walker, latihan penguatan otot kaki, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam penggunaan alat bantu berjalan. Tindakan keperawatan yang dapat mendukung pasien antara lain tehnik distraksi/relaksasi untuk nyeri, latihan gerak sendi, ankle pump, mengatur posisi lateral abduksi saat tidur, perawatan luka. Perawat mengajarkan pasien mobilisasi miring ke kiri, duduk ditempat tidur, berdiri, dan membantu dalam menggunakan kruk secara bertahap. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan selama 4 hari, pasien diperbolehkan pulang pada tanggal 11 Maret 2013dan berobat jalan dipoliklinik dengan kondisi tidak terdapat tanda-tanda infeksi, dapat berjalan dengan menggunakan walker dalam jarak 10 meter tanpa pengawasan tanpa dibantu. Usia 38 tahun, berada pada tugas perkembangan dewasa muda. Pada hari pertama sampai dengan hari kedua post operasi, kemampuan pasien terbatas, aktifitas perawatan diri dilakukan ditempat tidur, memerlukan bantuan toileting, BAB/BAK dibantu, mandi dibantu, tidak mampu berganti posisi, tidak mampu berpindah tempat (perlu bantuan). Posisi kaki terbatas (lateral abduksi), fleksi paha tidak lebih dari 30 derajat. Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk mempersiapkan walker, latihan penguatan otot lengan, latihan keseimbangan, pasien
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
dibantu sepenuhnya. Feel : terdapat nyeri pada lengan kanan dan kaki kanan, krepitasi (-), NVD +/+. Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah : 11 / 55, ekstremitas atas : 1 1/5 5 Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilitas fisik, Resiko gangguan perfusi jaringan, Anxietas
8.
Ny. SH, 40 tahun, Perempuan, Sudah menikah, Pendidikan Tamat SD, Pekerjaan IRT, Agama Islam, Suku Jawa, MRS tanggal 14 Maret 2013 jam 11.00 WIB, Dx. OF Tibia Fibula dextra Riwayat KLL 3 jam sebelum MRS, sedang menyeberang jalan ditabrak mobil dari sisi kanan. Terdapat luka pada tangan dan kaki kanan. Klien mengeluh nyeri pada kaki kanan terutama bila digerakkan, dengan sifat hilang timbul, lamanya sekitar 3 menit. Skala nyeri 7 (0-10). Saat dikaji klien sudah dilakukan operasi OREF POH III. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka (+) pada kaki kanan, aktivitas masih dibantu. Feel : terdapat nyeri pada tungkai bawah kanan, krepitasi (-), NVD +/+ Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah : 22 / 55 Diagnosa keperawatan : Nyeri , Hambatan mobilitas fisik, Resiko infeksi
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Ny. SH. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Ny. SH adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
memerlukan bantuan dalam penggunaan alat bantu berjalan. Tindakan keperawatan yang dapat mendukung pasien antara lain tehnik distraksi/relaksasi, latihan gerak sendi, ankle pump, penguatan otot bahu dan lengan atas, mengatur posisi lateral abduksi saat tidur, perawatan luka. Perawat mengajarkan pasien mobilisasi miring ke kiri, duduk ditempat tidur, berdiri, dan membantu dalam menggunakan kruk secara bertahap. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolehkan untuk pulang dan berobat jalan pada tanggal 18 Maret 2013, dimana pada saat pulang klien dapat berjalan menggunakan walker dengan jarak 5 meter dengan bantuan dan dalam pengawasan dan tidak ada tandatanda infeksi. Pasien berada pada rentang usia dewasa dan masih produktif. Pada hari pertama sampai dengan hari ketiga pasca operasi menunjukkan kemampuan pasien terbatas, aktifitas perawatan diri masih dilakukan ditempat tidur, memerlukan bantuan toileting. Pasien tidak mengetahui latihan ROM, edema dan nyeri menjadi keluhan pasien. Pasien memerlukan latihan penguatan otot lengan, berganti posisi dan berpindah tempat dengan dibantu, latihan mobilisasi dan rentang gerak juga diperlukan oleh pasien. Selain itu, diedukasi tentang pentingnya pencegahan infeksi, pentingnya penguatan otot ekstremitas, latihan keseimbangan dan posisi yang nyaman. Tindakan keperawatan yang dapat mendukung pasien antara lain tehnik distraksi/relaksasi kombinasi terapi farmakologi dan nonfarmakologi, latihan gerak sendi untu mengurangi edema dan ROM, dan melakukan perawatan luka. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
9.
Tn. EW, 23 tahun, Laki-laki, Belum menikah, Pendidikan Tamat SMK, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Jawa, MRS tanggal 30 Maret 2013 jam 22.00 WIB, Dx. OF Intercondyler femur dextra + patella dextra + humerus 1/3 proximal dextra Riwayat KLL pada hari Sabtu tanggal 30 Maret 2013 jam 11.00, sedang mengendarai motor ditabrak mobil dari arah yang berlawanan. Mekanisme jatuh tidak diketahui, riwayat pingsan (-), muntah (-). Klien sempat dirawat di RS Pasar Rebo, kemudian dirujuk ke RSF. Saat dikaji, klien post debridement 7 jam yang lalu. Klien mengeluh nyeri pada area yang patah. Nyeri skala 8 (0-10) dan dirasakan terus menerus. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka (+) pada lengan atas kanan, lutut kanan, dan tungkai bawah kanan, deformitas (+). Feel : terdapat nyeri pada lengan atas kanan, lutut kanan, dan kaki kanan, krepitasi (-), NVD +/+. Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas atas : 1 1/5 5, ekstremitas bawah : 1 1 / 5 5 Diagnosa keperawatan : Nyeri , Hambatan mobilitas fisik, Resiko gangguan perfusi jaringan, Resiko infeksi
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. EW. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. EW adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolehkan untuk pulang dan berobat jalan pada tanggal 20 Maret 2013, dimana pada saat pulang klien dapat berjalan menggunakan walker dengan jarak 5 meter dengan bantuan dan dalam pengawasan dan tidak ada tandatanda infeksi. Usia dewasa, masa produktif, dan hampir seluruh pemenuhan kebutuhan dilakukan oleh perawat, pasien mengalami keterbatasan, imobilisasi pada multiple fraktur. Developmental self care requisites dan health deviation self care requisites menjadi tanggung jawab perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang dapat mendukung pasien antara lain manajemen keperawatan dan kolaboratif meliputi menempatkan pasien pada tempat tidur ortopedi, mempertahankan dan mengatur posisi elevasi kaki yang terpasang backslab, melatih distraksi dan relaksasi. Perawat mengobservasi status neurovaskuler perifer, merawat luka, membantu kebutuhan ADL pasien. Perawat juga mengajarkan pasien untuk latihan rentang gerak (isometric, isotonis, penguatan otot bahu dan tangan) sesuai kemampuan pasien. Pasien diajarkan latihan mobilisasi miring ke kanan, melatih kekuatan otot tangan, duduk di tempat tidur, duduk dengan kaki menggantung di tepi tempat tidur, latihan keseimbangan, latihan transfer, berdiri dan berjalan menggunakan walker secara bertahap. Dan juga pemberian terapi sesuai program. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolehkan untuk pulang dan berobat jalan pada minggu keempat, tanggal 23 April 2013, dimana pada saat pulang klien hanya dapat berjalan menggunakan kursi roda dengan bantuan dan dalam pengawasan serta tidak ditemukan tanda-tanda infeksi.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
10.
Tn. IO, 28 tahun, Laki-laki, Belum menikah, Pendidikan Tamat D III, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Betawi, MRS tanggal 4 April 2013 jam 05.00 WIB, Dx. CF Tibia Fibula sinistra Riwayat KLL 2 jam sebelum MRS, sementara naik motor menabrak gerobak karena mengantuk. Klien jatuh dengan posisi kaki kiri tertindih motor. Riwayat penggunaan alkohol tidak ada. Riwayat pingsan tidak ada, riwayat muntah tidak ada. Saat dikaji, klien mengeluh nyeri pada kaki kiri, dengan skala 5-6 dan dirasakan hilang timbul, terutama bila digerakkan. Hasil lab. Leukosit : 16.800. Hasil pemeriksaan radiologis : tampak fractura tibia fibula sinistra Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka (-), terpasang backslab pada tungkai bawah kiri, aktivitas sepenuhnya masih dibantu. Feel : terdapat nyeri pada tungkai bawah kiri, krepitasi (-), NVD +/+. Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah : 5 5 / 1 1 Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilitas fisik, Resiko penyebaran infeksi
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. IO. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. IO adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
11.
Tn. AP, 20 tahun, Laki-laki, Belum menikah, Pendidikan Tamat SLTA, Pekerjaan Mahasiswa, Agama Islam, Suku Jawa, MRS tanggal 05 April 2013 jam 04.00 WIB, Dx. OF Fibula + Ankle dextra. Riwayat KLL setengah jam sebelum MRS, sementara naik motor ditabrak mobil dari arah belakang dan pasien terjatuh. Mekanisme jatuh tidak diketahui, riwayat pingsan dan muntah pasca kejadian (-). Saat dikaji, klien POH III ORIF. Klien mengeluh nyeri pada kaki kanan,
Partially compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. AP. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. AP adalah supportive educative, dimana pasien dan keluarga dipersiapkan secara bertahap untuk segera mandiri serta dibimbing untuk
Pasien berada pada tugas perkembangan dewasa awal dan belum menikah. Pada hari pertama sampai dengan hari kedua post operasi, kemampuan pasien terbatas, aktifitas perawatan diri dilakukan ditempat tidur, memerlukan bantuan toileting, mandi dibantu, tidak mampu berganti posisi, tidak mampu berpindah tempat (perlu bantuan). Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk mempersiapkan berjalan menggunakan walker, latihan penguatan otot kaki, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam penggunaan alat bantu berjalan. Tindakan keperawatan yang dapat mendukung pasien antara lain tehnik distraksi/relaksasi untuk nyeri, latihan gerak sendi, ankle pump, mengatur posisi lateral abduksi saat tidur, perawatan luka. Perawat mengajarkan pasien mobilisasi miring ke kiri, duduk ditempat tidur, berdiri, dan membantu dalam menggunakan kruk secara bertahap. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolehkan untuk pulang dan berobat jalan pada tanggal 11 April 2013, dimana pada saat pulang klien dapat berjalan menggunakan walker dengan jarak 10 meter dengan bantuan dan dalam pengawasan dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi. Usia pasien berada pada tugas perkembangan remaja akhir. Pada hari pertama sampai dengan hari ketiga pasca operasi pasien mengeluh nyeri. Kemampuan pasien terbatas, aktifitas perawatan diri sebagian dilakukan ditempat tidur, membutuhkan bantuan ke kamar mandi, tidak mampu berganti posisi, tidak mampu berpindah tempat (perlu bantuan). Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk mempersiapkan berjalan dengan walker, latihan penguatan otot lengan, latihan
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
12.
dengan skala 8 (0-10), dirasakan terus-menerus sejak masuk RS. Hasil pemeriksaan radiologis tampak OF fibula dextra + OF ankle dextra + OF maleolus medial dextra. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka (+) pada daerah fibula dan ankle dextra, tertutup dengan elastic verband, mobilitas terbatas. Feel : terdapat nyeri pada tungkai bawah kanan sampai ke kaki, krepitasi (-), NVD +/+. Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah : 2 2 / 5 5 Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilitas fisik, Resiko infeksi
pemenuhan kebutuhan ADL.
Tn. AS, 44 tahun, Laki-laki, Sudah menikah, Pendidikan Tamat SLTA, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Jawa, MRS tanggal 16 April 2013 jam 12.30 WIB, Dx. OF Fibula pedis + metatarsal I & II dextra. Riwayat KLL sementara naik motor menyalip truk dari arah kanan, tiba-tiba terjatuh dan kaki kanan tertindas oleh ban truk. Kejadian dialami sekitar 9 jam sebelum MRS dan sempat dirawat di Puskesmas Cikande selanjutnya dirujuk ke RSF. Saat dikaji, klien post operasi debridement + ORIF K-Wire beberapa jam yang lalu. Klien mengeluh nyeri pada kaki kanan dengan skala 8 (0-10), dirasakan terus-menerus terutama bila digerakkan. Hasil lab. HB : 8,9 gr %. Hasil pemeriksaan radiologis tampak adanya open fractura fibula + metatarsal I & II pedis dextra. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka (+) pada tungkai bawah kanan dan terbungkus dengan elastic verband. Mobilitas terbatas, seluruh aktivitas masih dbantu secara penuh. Feel : terdapat nyeri pada kaki kanan, krepitasi (-), NVD +/+. Move : Limited, kekuatan otot
Partially compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. AS. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. AS adalah supportive educative, dimana pasien dan keluarga dipersiapkan secara bertahap untuk segera mandiri serta dibimbing untuk pemenuhan kebutuhan ADL.
keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam penggunaan alat bantu berjalan. Tindakan keperawatan yang dapat mendukung pasien antara lain mencegah infeksi, terapi distraksi/relaksasi untuk nyeri, latihan gerak sendi, ankle pump. Perawat mengajarkan pasien mobilisasi miring, duduk ditempat tidur, berdiri, dan membantu dalam menggunakan kruk secara bertahap. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan selama 6 hari, klien diperbolekan pulang tanggal 11 April 2013dan berobat jalan dipoliklinik. Kondisi saat pulang, klien dapat berjalan menggunakan walker dalam jarak 10 meter tanpa bantuan dengan pengawasan keluarga dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Pasien berada pada tugas perkembangan dewasa dan masih produktif. Pada hari pertama sampai dengan hari ketiga pasca operasi, kemampuan pasien terbatas, aktifitas perawatan diri masih dilakukan ditempat tidur, memerlukan bantuan toileting, tidak mampu berpindah tempat (perlu bantuan). Tindakan keperawatan yang mendukung pasien berupa manajemen keperawatan dan kolaboratif, yaitu menempatkan pasien pada tempat tidur ortopedi, mengobservasi neuromuskular distal pasien, melakukan perawatan luka, membantu pasien memenuhi kebutuhan dasarnya. Perawat juga melatih rentang gerak sendi dengan melakukan latihan isotonic dan isometric sesuai kemampuan pasien. Selain itu, Perawat memberikan terapi kolaborasi sesuai dengan hasil kolaborasi, kombinasi terapi nonfarmakologis dengan relaksasi Benson untuk mengurangi nyeri. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolekan pulang tanggal 07 Mei 2013dan berobat jalan dipoliklinik. Kondisi saat pulang, klien dapat berjalan menggunakan
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
13.
14.
ekstremitas bawah : 1 1 / 5 5 Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilitas fisik, Resiko infeksi, Resiko injury Tn. DS, 21 tahun, Laki-laki, Belum menikah, Pendidikan Tamat SLTA, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Jawa, MRS tanggal 22 April 2013 jam 12.30 WIB, Dx. OF Metatarsal I-V multiple dextra Riwayat KLL sementara naik motor sendirian ditabrak dari arah berlawanan dan pasien terjatuh. Kejadian dialami sekitar 21 jam yang lalu di daerah Citayam. Klien sempat di rawat di RS Cisarua Bogor kemudian dirujuk ke RSF. Saat dikaji, klien post operasi ORIF K-Wire Hari 0. Klien mengeluh nyeri pada kaki kanan dengan skala 7 (0-10) dan dirasakan terus-menerus. Hasil pemeriksaan radiologi terdapat OF Metatarsal I. Community Mtatarsal II-III, dan complit Metatarsal IV-V. OF base fhalang proximal 4 & 5. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka (+) pada kaki kanan, tertutup elastic verband. Feel : terdapat nyeri pada kaki kanan, dengan skala 7, terus-menerus, krepitasi (-), NVD +/+. Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah : 2 2 / 5 5 Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilitas fisik, Resiko infeksi Tn. IS, 29 tahun, Laki-laki, Belum menikah, Pendidikan Tamat D III, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Betawi, MRS tanggal 24 April 2013 jam 15.00 WIB, Dx. OF tibia plateu dextra Gr. II + OF Intercondyler femur dextra Gr. IIIA + OF patella dextra Riwayat KLL 2 jam sebelum MRS, sementara dibonceng naik motor tiba-tiba menabrak pembatas jalan dan terpental sejauh 2 meter. Kaki dan lutut kanan menghentak ke aspal. Kecepatan motor 60-80 km/jam. Riwayat pingsan (+) 7 jam sadar setelah berada di RS. Klien mengeluh
walker dalam jarak 10 meter tanpa bantuan dengan pengawasan keluarga dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Partially compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. DS. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. DS adalah supportive educative, dimana pasien dan keluarga dipersiapkan secara bertahap untuk segera mandiri serta dibimbing untuk pemenuhan kebutuhan ADL.
Usia pasien berada pada tugas perkembangan dewasa awal. Pada hari pertama dan kedua pasca operasi, kemampuan pasien terbatas, aktifitas perawatan diri masih dilakukan ditempat tidur. Pasien memerlukan bantuan toileting. Pasien tidak mengetahui latihan ROM, edema dan nyeri menjadi keluhan pasien. Selain itu, pasien membutuhkan latihan penguatan otot lengan. Tindakan keperawatan yang mendukung pasien antara lain tehnik distraksi/relaksasi yang dikombinasi terapi farmakologi dan nonfarmakologi, latihan gerak sendi untu mengurangi edema dan ROM, dan melakukan perawatan luka. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan selama 7 hari, klien diperbolekan pulang tanggal 29 April 2013 dan berobat jalan dipoliklinik. Kondisi saat pulang, klien dapat berjalan menggunakan walker dalam jarak 10 meter tanpa bantuan dengan pengawasan keluarga dan tidak ada tanda-tanda infeksi.
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. IS. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. IS adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
Usia dewasa, masih produktif, dan hampir seluruh pemenuhan kebutuhan dilakukan oleh perawat, pasien mengalami keterbatasan, imobilisasi pada multiple fraktur. Developmental self care requisites dan health deviation self care requisites menjadi tanggung jawab perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang mendukung pasien antara lain manajemen keperawatan dan kolaboratif seperti menempatkan pasien pada tempat tidur ortopedi, mempertahankan dan mengatur posisi elevasi kaki yang
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
lemas, mual/muntah (-) Saat dikaji, klien mengeluh sakit pada paha dan lutut kanan. Terdapat luka terbuka pada paha kanan seluas 6 x 8 x 1 cm. Hasil lab. LDH : 399 u/ul Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka (+) pada paha kanan seluas 6 x 8 x 1 cm, mobilitas terganggu, aktivitas dibantu secara penuh. Feel : terdapat nyeri pada paha dan lutu kanan, krepitasi (-), NVD +/+. Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah : 1 1 / 5 5 Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilitas fisik, Resiko infeksi, Resiko gangguan perfusi jaringan
15.
Tn. AF, 29 tahun, Laki-laki, Belum menikah, Pendidikan Tamat SLTA, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Jawa, MRS tanggal 30 April 2013 jam 13.00 WIB, Dx. Remove of Implant post ORIF tahun 2011 Riwayat KLL tahun 2011 dan mengalami patah tulang pada lengan dan paha kiri, telah dilakukan ORIF. Saat dikaji, klien post Remove of Implant 2 hari yang lalu. Hasil pemeriksaan radiologis femur kiri AP/Lat tampak fragmen fractura trochanter minor, tak tampak pembentukan kallus, terpasang fiksasi internal 1 plate, 10 screw. Sementara pada lokasi antebrachii kiri AP/Lat tampak farctura 1/3 diafisis proximal ulna kiri, fragmen fractura baik, tak tampak kallus, terpasang fiksasi internal 1 buah plate, dan 7 buah screw. Kedudukan baik. Look : Pasien duduk ditempat tidur, edema (-), luka (+), Tertutup elastic verband. Aktivitas sebagian dibantu.
Supportive educative merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. AB. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. AF adalah supportive educative, dimana pasien dan keluarga dipersiapkan secara bertahap untuk segera mandiri serta dibimbing untuk pemenuhan kebutuhan ADL.
terpasang backslab, melatih distraksi dan relaksasi. Perawat juga mengobservasi status neurovaskuler perifer, merawat luka, membantu kebutuhan ADL pasien. Selain itu, mengajarkan pasien untuk latihan rentang gerak (isometric, isotonis, penguatan otot bahu dan tangan) sesuai kemampuan. Pasien diajarkan latihan mobilisasi miring ke kanan, melatih kekuatan otot tangan, duduk ditempat tidur, duduk dengan kaki menggantung di tepi tempat tidur, latihan keseimbangan, latihan transfer, berdiri dan berjalan, cara menggunakan walker secara bertahap. Dan juga pemberian terapi sesuai program. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolehkan untuk pulang dan berobat jalan pada tanggal 24 Mei 2013, dimana pada saat pulang klien hanya dapat berjalan menggunakan kursi roda dengan bantuan dan dalam pengawasan serta tidak ditemukan tanda-tanda infeksi. Pasien berada pada tugas perkembangan dewasa dan masih produktif. Kemampuan terbatas hanya pada hari pertama, dimana aktifitas perawatan diri dilakukan ditempat tidur, toileting dibantu. Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk latihan kekuatan otot lengan, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam mengurangi nyeri. Tindakan keperawatan yang mendukung berupa supportive educative kepada pasien /keluarga antara lain tehnik distraksi/relaksasi untuk mengurangi nyeri, latihan gerak sendi untuk mengurangi edema dan mencegah kontraktur serta mengembalikan fungsi. Perawat mengajarkan pasien ROM secara bertahap. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolekan pulang tanggal 03 Mei 2013dan berobat jalan dipoliklinik.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
16.
17.
Feel : terdapat nyeri pada paha dan lengan kiri. NVD +/+ Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah : 55 / 44, ekstremitas atas : 55 / 44 Diagnosa keperawatan : Hambatan mobilitas fisik, Nyeri, Resiko infeksi Ny. W, 60 tahun, Perempuan, Sudah menikah, Pendidikan Tidak Tamat SLTP, Pekerjaan IRT, Agama Islam, Suku Jawa, MRS tanggal 13 Mei 201, Dx. CF Condylus Medial lateral Humerus sinistra pro ORIF Riwayat nyeri pada lengan atas kiri akibat terjatuh dari kamar mandi. Saat ini sedang persiapan operasi ORIF. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka tertutup pada lengan atas kiri, aktivitas dibantu sepenuhnya oleh keluarga. Feel : terdapat nyeri pada lengan kiri terutama bila digerakkan, krepitasi (-), NVD +/+ Move : terbatas karena adanya nyeri Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilitas fisik, Anxietas Ny. F, 70 tahun, Perempuan, Sudah menikah, Pendidikan Tidak Tamat SD, Pekerjaan IRT, Agama Islam, Suku Jawa, MRS tanggal 14 Mei 2013, Dx. CF Collumn femur sinistra pro Hemiarthroplasty Riwayat nyeri pada pangkal paha kiri akibat terpeleset dikamar mandi. Saat ini sedang persiapan operasi Hemiarthroplasty. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka tertutup pada pangkal paha kiri, aktivitas dibantu secara penuh Feel : terdapat nyeri pada pangkal paha terutama bila bergerak, krepitasi (-), NVD +/+ Move : terbatas karena adanya nyeri
Kondisi saat pulang, klien dapat berjalan menggunakan walker dalam jarak 15 meter tanpa bantuan dengan pengawasan keluarga dan tidak ada tanda-tanda infeksi.
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Ny. W. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Ny. W adalah Guidelines, Support, dan Teaching.
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Ny. F. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Ny. F adalah Guidelines, Support, dan Teaching.
Pasien berada pada tugas perkembangan dewasa tua. Kemampuan pasien terbatas hanya pada hari pertama. Aktifitas perawatan diri dilakukan ditempat tidur, kebutuhan toileting dibantu. Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk latihan penguatan otot lengan, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam mengurangi nyeri. Tindakan keperawatan yang dapat mendukung berupa observasi tanda-tanda vital, observasi tingkat kesadaran, status nutrisi, cairan, puasa 6 jam sebelum operasi, kebersihan diri, manajemen nyeri berupa tehnik distraksi/relaksasi, dan berdoa sesuai keyakinan pasien. Setelah dilakukan tindakan pembedahan pada tanggal 14 Mei 2013, klien dipindahkan ke ruang pemulihan untuk dilakukan observasi. Pasien berada pada tugas perkembangan dewasa tua. Kemampuan pasien terbatas hanya pada hari pertama. Aktifitas perawatan diri dilakukan ditempat tidur, kebutuhan toileting dibantu. Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk latihan penguatan otot lengan, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam mengurangi nyeri. Tindakan keperawatan yang dapat mendukung berupa observasi tanda-tanda vital, observasi tingkat kesadaran, status nutrisi, cairan, puasa 6 jam sebelum operasi, kebersihan diri, manajemen nyeri berupa tehnik distraksi/relaksasi, dan berdoa sesuai keyakinan pasien. Setelah dilakukan tindakan pembedahan pada tanggal 14
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
18.
19.
Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilitas fisik, Anxietas Ny. S, 78 tahun, Perempuan, Sudah menikah, Pendidikan Tidak Tamat SD, Pekerjaan IRT, Agama Islam, Suku Jawa, MRS tanggal 14 Mei 2013, Dx. CF Intertrochanter femur dextra pro ORIF Riwayat nyeri pada pangkal paha kanan akibat jatuh terpeleset dirumahnya. Saat ini sedang persiapan operasi ORIF. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), terdapat luka tertutup pada pangkal paha bagian kanan. Aktivitas dibantu secara penuh. Feel : terdapat nyeri pada pangkal paha, krepitasi (-), NVD +/+ Move : terbatas karena adanya nyeri Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilitas fisik, Anxietas Tn. M, 22 tahun, Laki-laki, Belum menikah, Pendidikan Tamat SLTP, Pekerjaan tiada, Agama Islam, Suku Jawa, MRS tanggal 15 Mei 2013, Dx. Fractura bursitis thoracal VIII – IX pro redebridement Riwayat KLL 1 bulan yang lalu dan mengalami kelemahan pada kedua tungkai. Selanjutnya di bawa ke RS Panti Waluyo. Dan hanya 3 minggu dirawat, klien dibawa pulang selanjutnya dilakukan perawatan di RS Pacitan. Karena tidak mengalami perbaikan klien dibawa ke dukun dan diurut. Saat ini klien sementara dipersiapkan untuk tindakan redebridement. Look : Pasien berada ditempat tidur dan mengalami kelemahan pada kedua tungkai, seluruh aktivitas dibantu sepenuhnya oleh keluarga, terdapat luka dekubitus pada punggung seluas 20 x 15 x 5 cm Feel : klien tidak mampu meraskan sensasi pada area
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Ny. S. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Ny. S adalah Guidelines, Support, dan Teaching.
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. M. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. M adalah Guidelines, Support, dan Teaching.
Mei 2013, klien dipindahkan ke ruang pemulihan untuk dilakukan observasi. Pasien berada pada tugas perkembangan dewasa tua. Kemampuan pasien terbatas hanya pada hari pertama. Aktifitas perawatan diri dilakukan ditempat tidur, kebutuhan toileting dibantu. Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk latihan penguatan otot lengan, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam mengurangi nyeri. Tindakan keperawatan yang dapat mendukung berupa observasi tanda-tanda vital, observasi tingkat kesadaran, status nutrisi, cairan, puasa 6 jam sebelum operasi, kebersihan diri, manajemen nyeri berupa tehnik distraksi/relaksasi, dan berdoa sesuai keyakinan pasien. Setelah dilakukan tindakan pembedahan pada tanggal 14 Mei 2013, klien dipindahkan ke ruang pemulihan untuk dilakukan observasi. Pasien berada pada tugas perkembangan dewasa awal. Kemampuan pasien terbatas hanya pada hari pertama. Aktifitas perawatan diri dilakukan ditempat tidur, kebutuhan toileting dibantu. Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk latihan penguatan otot lengan, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam mengurangi nyeri. Tindakan keperawatan yang dapat mendukung berupa observasi tanda-tanda vital, observasi tingkat kesadaran, status nutrisi, cairan, puasa 6 jam sebelum operasi, kebersihan diri, manajemen nyeri berupa tehnik distraksi/relaksasi, dan berdoa sesuai keyakinan pasien. Setelah dilakukan tindakan pembedahan pada tanggal 16 Mei 2013, klien dipindahkan ke ruang pemulihan untuk dilakukan observasi.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
kedua tungkai. Move : tidak dapat melakukan pergerakan pada area ekstremitas bawah Diagnosa keperawatan : Hambatan mobilitas fisik, Resiko infeksi, Resiko injury, Anxietas 20.
21.
An. AMFN, 13 tahun, Laki-laki, Belum menikah, Pendidikan Tamat SD, Pekerjaan Siswa, Agama Islam, Suku Jawa, MRS tanggal 15 Mei 2013, Dx. Remove of Implant Illizarof femur dextra Riwayat KLL pada tahun 2010 dan mengalami fraktur femur dextra. Klien dilakukan pembedahan sekitar 10 bulan yang lalu dengan pemasangan Illizarov femur dextra. Saat ini klien sedang dipersiapkan untuk Remove of Implant. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka (-), terpasang Illizarov pada daerah femur dextra. Aktivitas masih dilakukan dengan sebagian bantuan Feel : tidak terdapat nyeri pada paha, NVD +/+ Move : terbatas karena adanya pemasangan Illizarov Diagnosa keperawatan : Hambatan mobilitas fisik, Resiko injury, Anxietas Tn. JM, 24 tahun, Laki-laki, Belum menikah, Pendidikan Tamat SLTP, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Sunda, MRS tanggal 14 September 2013 jam 15.00 WIB, Dx. Open Subluxasi Talunavikuler pedis sinistra Riwayat kejatuhan marmer dibagian kaki kiri. Kejadian dialami sejak 3 jam sebelum MRS. Terdapat luka terbuka seluas 15 x 4 x 1 cm. Saat dikaji, klien telah dilakukan debridement. Klien mengeluh nyeri pada kaki kiri, dengan skala 6 (0-10). Keluhan dirasakan hilang timbul terutama saat digerakkan.
Supportive educative merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh An. AMFN. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada An. AMFN adalah Guidelines, Support, dan Teaching.
Pasien berada pada tugas perkembangan remaja awal. Kemampuan pasien terbatas hanya pada hari pertama. Aktifitas perawatan diri dilakukan ditempat tidur, kebutuhan toileting dibantu. Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk latihan penguatan otot lengan, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam mengurangi nyeri. Tindakan keperawatan yang dapat mendukung berupa observasi tanda-tanda vital, observasi tingkat kesadaran, status nutrisi, cairan, puasa 6 jam sebelum operasi, kebersihan diri, manajemen nyeri berupa tehnik distraksi/relaksasi, dan berdoa sesuai keyakinan pasien. Setelah dilakukan tindakan pembedahan pada tanggal 16 Mei 2013, klien dipindahkan ke ruang pemulihan untuk dilakukan observasi.
Partially compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. JM. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. JM adalah supportive educative, dimana pasien dan keluarga dipersiapkan secara bertahap untuk segera mandiri serta dibimbing untuk pemenuhan kebutuhan ADL.
Pasien berada pada tugas perkembangan dewasa dan masih produktif. Kemampuan terbatas hanya pada hari pertama, dimana aktifitas perawatan diri dilakukan ditempat tidur, toileting dibantu. Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk latihan kekuatan otot lengan, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam mengurangi nyeri. Tindakan keperawatan yang mendukung berupa supportive educative kepada pasien/keluarga antara lain tehnik distraksi/relaksasi untuk mengurangi nyeri, latihan gerak sendi untuk
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), terdapat luka terbuka pada kaki kiri seluas 15 x 4 x 1 cm. Deformitas (+). Feel : terdapat nyeri pada kaki kiri, NVD +/+. Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah : 55/11 Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilitas fisik, Resiko infeksi
22.
23.
Na. TA, 19 tahun, Perempuan, Belum menikah, Pendidikan Tamat SLTA, Pekerjaan mahasiswa, Agama Islam, Suku Betawi, MRS tanggal 8 September 2013 jam 15.00 WIB, Dx. OF digiti II, III, IV, V pedis dextra Riwayat KLL sekitar 8 jam sebelum MRS, sementara naik motor tiba-tiba ditabrak motor yang lain dan terjatuh. Mekanisme cedera tidak jelas. Terdapat luka dijari II-V kaki kanan. Tungkai kanan masih dapat digerakkan. Saat dikaji, klien mengeluh sakit pada kaki kanan, dengan skala nyeri 7 (0-10). Nyeri dirasakan terus-menerus. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka (+), terpasang backslab dan tertutup dengan elastic verband. Aktivitas dan pergerakan masih dapat dilakukan dengan sedikit bantuan. Feel : terdapat nyeri pada kaki kanan, krepitasi (-), tenderness (-), NVD +/+ Move : mobilitas terbatas, kekuatan otot ekstremitas bawah : 1 1 / 5 5 Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilitas fisik, Resiko infeksi Tn. DU, 33 tahun, Laki-laki, Sudah menikah, Pendidikan Tamat SLTA, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Betawi, MRS tanggal 16 September 2013 jam 09.30 WIB,
Partially compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Na. TA. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Na. TA adalah supportive educative, dimana pasien dan keluarga dipersiapkan secara bertahap untuk segera mandiri serta dibimbing untuk pemenuhan kebutuhan ADL.
Partially compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. DU.
mengurangi edema dan mencegah kontraktur serta mengembalikan fungsi. Perawat mengajarkan pasien ROM secara bertahap. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan selama 2 hari, klien diperbolekan pulang tanggal 16 September 2013dan berobat jalan dipoliklinik. Kondisi saat pulang, klien dapat berjalan menggunakan walker dalam jarak 15 meter tanpa bantuan dengan pengawasan keluarga dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Pasien berada pada tugas perkembangan remaja dan masih produktif. Kemampuan terbatas hanya pada hari pertama, dimana aktifitas perawatan diri dilakukan ditempat tidur, toileting dibantu. Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk latihan kekuatan otot lengan, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam mengurangi nyeri. Tindakan keperawatan yang mendukung berupa supportive educative kepada pasien/keluarga antara lain tehnik distraksi/relaksasi untuk mengurangi nyeri, latihan gerak sendi untuk mengurangi edema dan mencegah kontraktur serta mengembalikan fungsi. Perawat mengajarkan pasien ROM secara bertahap. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan selama 10 hari, klien diperbolekan pulang tanggal 18 September 2013dan berobat jalan dipoliklinik. Kondisi saat pulang, klien dapat berjalan menggunakan walker dalam jarak 10 meter tanpa bantuan dengan pengawasan keluarga dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Pasien berada pada rentang usia produktif dan sudah menikah. Keterbatasannya menyebabkan aktifitas diri dilakukan di tempat tidur. Pasien membutuhkan bantuan
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
24.
Dx. Osteomyelitis femur sinistra Riwayat KLL sekitar 5 tahun yang lalu dan dan dilakukan operasi pada tahun 2007 di RSUPNCM. Tetapi lukanya tidak kunjung sembuh. Kemudian 1 tahun yang lalu, dilakukan operasi kembali dan tulang yang mengalami patah lebih pendek dari sisi sebelahnya. Hasil lab. LED : 32.0 Look : Pasien berada ditempat tidur, terdapat implant expose, scar (+), sinus bernanah. Feel : tidak terdapat nyeri, NVD +/+. Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah : 5 5 / 3 3 Diagnosa keperawatan : Hambatan mobilitas fisik, Resiko perluasan infeksi
Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. DU adalah supportive educative, dimana pasien dan keluarga dipersiapkan secara bertahap untuk segera mandiri serta dibimbing untuk pemenuhan kebutuhan ADL.
Na. NA, 22 tahun, Perempuan, Belum menikah, Pendidikan Tamat DIII, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Jawa, MRS tanggal 16 September 2013 jam 23.30 WIB, Dx. Neglected fractura tibia fibula sinistra Riwayat KLL sekitar 6 minggu yang lalu (sebelum lebaran), sementara naik motor tiba-tiba terjatuh sendiri. Kemudian klien hanya berobat ke alternatif, dilakukan pengurutan dan dibidai. Tetapi, luka tidak mengalami kesembuhan dan keluar nanah. Saat dikaji, klien mengeluh sakit pada kaki kirinya dan sulit untuk digerakkan. Skala nyeri 4 (0-10), dirasakan hilang timbul. Klien sementara disiapkan untuk operasi elektif ORIF. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), luka
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Na. NA. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Na. NA adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
untuk toileting, aktifitas mandi, berganti posisi dan berpindah tempat dengan bantuan. Pasien juga tidak mengetahui latihan pergerakan untuk mengurangi nyeri. Latihan mobilisasi dan rentang gerak juga dibutuhkan oleh pasien. Selain itu, dilakukan edukasi tentang pentingnya pencegahan infeksi, pentingnya penguatan otot pada bagian ekstremitas dan latihan keseimbangan. Tindakan keperawatan yang mendukung pasien meliputi manajemen keperawatan dan kolaboratif berupa pengkajian nyeri dan memberikan manajemen nyeri secara farmakologi maupun nonfarmakologi. Selain itu, perawat juga mengajarkan dan mengkonsultasikan bila terjadi gangguan neuromuskular, melatih ROM aktif dan pasif. Setelah dilakukan perawatan selama 7 hari, klien diperbolekan pulang tanggal 23 September 2013dan berobat jalan dipoliklinik. Kondisi saat pulang, klien dapat berjalan menggunakan walker dalam jarak 15 meter tanpa bantuan dengan pengawasan keluarga dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Usia pasien saat ini berada pada tugas perkembangan dewasa awal. Pada hari pertama sampai dengan hari ketiga, pasien mengeluh nyeri pada betisnya yang terpasang traksi. Pasien mengatakan sangat tidak nyaman dengan beban yang menggantung dikakinya. Kemampuan pasien terbatas, aktifitas perawatan diri dilakukan ditempat tidur karena pasien harus imobilisasi, memerlukan bantuan toileting, BAB/BAK menggunakan bedpan, mandi dibantu, tidak mampu berganti posisi. Posisi kaki terbatas karena harus imobilisasi digantung beban traksi. Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk mencegah DVT dan melatih menarik beban traksi. Tindakan keperawatan yang mendukung pasien antara
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
tampak bernanah, terpasang slab. Feel : terdapat nyeri pada kaki kiri dengan skala 3, NVD +/+ Move : Limited, hanya bisa melakukan dorsoflexi dan plantarflexi, kekuatan otot ekstremitas bawah : 2 2 / 5 5 Diagnosa keperawatan : Hambatan mobilitas fisik, Nyeri, Resiko penyebaran infeksi, Resiko injury
25.
Tn. AMS, 31 tahun, Laki-laki, Sudah menikah, Pendidikan Tamat SLTA, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Betawi, MRS tanggal 16 September 2013 jam 10.30 WIB, Dx. Non union fractur tibia fibula sinistra Riwayat KLL sekitar 10 bulan yang lalu dan didiagnosa OF communitif tibia fibula sinistra. Pada saat itu klien dilakukan operasi tetapi luka tidak sembuh dan bernanah, kemudian dioperasi lagi tapi tulang tibia sembuh sedangkan tulang fibula bernanah. Look : Pasien berada ditempat tidur, terdapat scar, terdapat sinus di fibula, deformitas (+) Feel : tidak terdapat nyeri, NVD +/+ Move : gerakan dorsoflexi terbatas, kekuatan otot ekstremitas bawah : 5 5 / 3 3 Diagnosa keperawatan : Hambatan mobilitas fisik, Resiko perluasan infeksi
Partially compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. AMS. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. AMS adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
lain tehnik distraksi/relaksasi mengurangi nyeri, latihan gerak sendi, ankle pump, penguatan otot bahu dan lengan atas sebagai titik tolak pasien melakukan latihan untuk menarik beban traksi, Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolehkan untuk pulang dan berobat jalan pada tanggal 24 September 2013, dimana pada saat pulang klien dapat berjalan menggunakan walker dengan jarak 10 meter dengan bantuan dan dalam pengawasan, tidak ada tanda-tanda infeksi. Usia 31 tahun, berada pada tugas perkembangan dewasa muda. Pada hari pertama sampai dengan hari kedua pasca operasi, kemampuan pasien terbatas, aktifitas perawatan diri dilakukan ditempat tidur, butuh bantuan toileting, BAB/BAK dibantu, mandi dibantu, tidak mampu berganti posisi, tidak mampu berpindah tempat (perlu bantuan). Posisi kaki terbatas (lateral abduksi). Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk persiapan penggunaan walker, latihan penguatan otot lengan, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam penggunaan alat bantu jalan. Tindakan keperawatan yang mendukung pasien antara lain tehnik distraksi/relaksasi, latihan gerak sendi, ankle pump, penguatan otot bahu dan lengan atas, mengatur posisi lateral abduksi saat tidur, perawatan luka. Perawat mengajarkan pasien mobilisasi miring ke kiri, duduk ditempat tidur, berdiri, dan membantu dalam menggunakan walker secara bertahap. Selain itu memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolehkan untuk pulang dan berobat jalan pada tanggal 20 September 2013, dimana pada saat pulang klien dapat berjalan
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
26.
27.
Tn. EYP, 22 tahun, Laki-laki, Belum menikah, Pendidikan Tamat SLTA, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Sunda, MRS tanggal 15 September 2013 jam 17.00 WIB, Dx. OF tibia distal sinistra Gr. III A Riwayat KLL sementara naik motor menabrak bajaj. Kejadian sekitar 14 jam sebelum MRS. Mekanisme cedera tidak jelas. Riwayat pingsan tidak ada, riwayat muntah tidak ada. Saat dikaji klien mengeluh nyeri pada kaki kiri, dengan skala keluhan 8 (0-10). Nyeri dirasakan terusmenerus seperti ditusuk-tusuk. Saat ini klien dipersiapkan untuk operasi Illizarof. Hasil pemeriksaan radiologis tampak OF distal dan shaft tibia fibula sinistra. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), terdapat luka pada area tibia bagian distal, terpasang backslab, dan ditutup dengan elastic verband. Tampak ada rembesan pada area luka. Aktivitas dan mobilitas dibantu secara penuh. Feel : terdapat nyeri pada tungkai bawah kiri, krepitasi (-), NVD +/+ Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah : 5 5 / 1 1 Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilitas fisik, Resiko infeksi, Resiko gangguan perfusi jaringan Tn. AJ, 37 tahun, Laki-laki, Sudah menikah, Pendidikan Tamat SLTA, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Betawi, MRS tanggal 20 September 2013 jam 02.45 WIB, Dx. OF segmental tibia fibula dextra gr. II Riwayat KLL, sementara naik motor mmenabrak sisi taxi dari arah yang berlawanan dengan kecepatan 30-40 km/jam. Kejadian dialami sekitar 3 jam sebelum MRS.
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. EYP. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. EYP adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. AJ. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. AJ adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
menggunakan walker dengan jarak 10 meter dengan bantuan dan dalam pengawasan, tidak ada tanda-tanda infeksi. Pasien berada pada tugas perkembangan dewasa awal. Pada hari pertama sampai dengan hari ketiga setelah pembedahan, kemampuan pasien terbatas, aktifitas dilakukan ditempat tidur, butuh bantuan toileting, BAB/BAK menggunakan bedpan, mandi dibantu. Posisi kaki terbatas (lateral abduksi), pasien mengetahui latihan pergerakan untuk mempersiapkan latihan berjalan, latihan penguatan otot kaki, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam penggunaan alat bantu jalan. Perlunya pencegahan infeksi akibat luka terbuka. Tindakan keperawatan yang mendukung pasien antara lain tehnik distraksi/relaksasi, latihan gerak sendi, ankle pump, perawatan luka. Perawat mengajarkan pasien mobilisasi berdiri, membantu menggunakan walker secara bertahap. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolehkan untuk pulang dan berobat jalan pada tanggal 25 September 2013, dimana pada saat pulang klien dapat berjalan menggunakan walker dengan jarak 10 meter dengan bantuan dan dalam pengawasan, tidak ada tanda-tanda infeksi. Usia 37 tahun, berada pada tugas perkembangan dewasa muda. Pada hari pertama sampai dengan hari kedua setelah operasi, kemampuan pasien terbatas, aktifitas perawatan diri dilakukan ditempat tidur, memerlukan bantuan toileting, BAB/BAK dibantu, mandi dibantu, tidak mampu berganti posisi, tidak mampu berpindah tempat (perlu bantuan). Posisi kaki terbatas (lateral
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Mekanisme cedera tidak jelas. Riwayat pingsan tidak ada, riwayat muntah pasca kejadian tidak ada. Saat dikaji, klien post operasi debridement + ORIF Hari 0. Klien mengeluh nyeri pada tungkai bawah kanan dengan skala keluhan 7-8 (0-10). Keluhan dirasakan terus-menerus seperti ditusuktusuk. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), terdapat luka pada daerah tibia fibula dextra dan tertutup elastic verband. Aktivitas dan mobilitas dibantu sepenuhnya. Feel : terdapat nyeri pada tungkai bawah kanan, krepitasi (-), NVD +/+ Move : terbatas karena adanya nyeri, kekuatan otot ekstremitas bawah : 1 1 / 5 5 Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilitas fisik, Resiko infeksi
28.
Tn. M, 35 tahun, Laki-laki, Sudah menikah, Pendidikan Tamat SLTA, Pekerjaan Swasta, Agama Islam, Suku Sunda, MRS tanggal 22 September 2013 jam 22.45 WIB, Dx. Ruptur tendon digiti III, IV, V Riwayat KLL, sedang naik motor, saat menikung tiba-tiba terkena pecahan beliung yang ditancap ditanah. Riwayat jatuh tidak ada. Terdapat luka terbuka pada permukaan belakang kaki kiri. Kejadian dialami sekitar 5 jam sebelum MRS. Saat dikaji, klien sudah dilakukan debridement dan repair tendo. Klien mengeluh nyeri pada begian kaki kiri dengan skala 7 (0-10). Keluhan nyeri dirasakan hilang timbul seperti ditusuk-tusuk. Look : Pasien masih berada ditempat tidur, edema (-), terdapat luka terbuka pada kaki kiri, tendon expose pada digiti 2, 3, dan 4.
Partially compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. M. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. M adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
abduksi), fleksi paha 0 derajat. Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk mempersiapkan walker, latihan penguatan otot lengan, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam penggunaan alat bantu berjalan. Aspek keperawatan yang dapat mendukung pasien antara lain tehnik distraksi/relaksasi, latihan gerak sendi, ankle pump, penguatan otot bahu dan lengan atas, mengatur posisi lateral abduksi saat tidur, perawatan luka. Perawat mengajarkan pasien mobilisasi miring ke kiri, duduk ditempat tidur, berdiri, dan membantu dalam menggunakan kruk secara bertahap. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolehkan untuk pulang dan berobat jalan pada tanggal 24 September 2013, dimana pada saat pulang klien dapat berjalan menggunakan walker dengan jarak 10 meter dengan bantuan dan dalam pengawasan, tidak ada tanda-tanda infeksi. Usia 35 tahun, berada pada tugas perkembangan dewasa muda. Pada hari pertama sampai dengan hari kedua setelah operasi, kemampuan pasien terbatas, aktifitas perawatan diri dilakukan ditempat tidur, memerlukan bantuan toileting, BAB/BAK dibantu, mandi dibantu, tidak mampu berganti posisi, tidak mampu berpindah tempat (perlu bantuan). Posisi kaki terbatas (lateral abduksi), fleksi paha tidak lebih dari 30 derajat. Tidak mengetahui latihan pergerakan untuk mempersiapkan walker, latihan penguatan otot lengan, latihan keseimbangan, pasien memerlukan bantuan dalam penggunaan alat bantu berjalan. Tindakan keperawatan yang mendukung pasien antara lain tehnik distraksi/relaksasi, latihan gerak sendi, ankle pump, penguatan otot bahu dan lengan atas, mengatur posisi
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Feel : terdapat nyeri pada kaki kiri, NVD +/+ Move : Limited, kekuatan otot ekstremitas bawah : 5 5 / 3 1. Digiti II, III, IV tidak bisa ekstensi aktif Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilisasi fisik, Resiko infeksi
29.
Sdr. HRA, 14 tahun, Laki-laki, Belum menikah, Pendidikan Tamat SLTA, Pekerjaan Siswa, Agama Islam, Suku Jawa, MRS tanggal 21 September 2013 jam 09.00 WIB, Dx. CF Shaft femur dextra Riwayat KLL, sementara mengendarai motor tiba-tiba ditabrak motor dari arah berlawanan. Saat kejadian klien sadar, tetapi mekanisme kejadian lupa. Kejadian dialami sekitar 15 jam sebelum MRS dan sempat dirawat di RS Karya Bakti Bogor kemudian dirujuk ke RSF. Saat dikaji, klien sementara dipersiapkan untuk operasi elektif ORIF. Klien mengeluh nyeri pada paha bagian kanan dengan skala keluhan 6 (0-10). Keluhan dirasakan hilang timbul terutama bila digerakkan. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), terdapat luka tertutup pada daerah femur kanan. Aktivitas dan mobilitas dibantu secara penuh. Feel : terdapat nyeri pada paha kanan, krepitasi (-), NVD +/+ Move : terbatas karen adanya nyeri, kekuatan otot ekstremitas bawah : 1 1 / 5 5 Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilitas fisik, Resiko infeksi
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Sdr. HRA. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Sdr. HRA adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
lateral abduksi saat tidur, perawatan luka. Perawat mengajarkan pasien mobilisasi miring ke kiri, duduk ditempat tidur, berdiri, dan membantu dalam menggunakan kruk secara bertahap. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolehkan untuk pulang dan berobat jalan pada tanggal 25 September 2013, dimana pada saat pulang klien dapat berjalan menggunakan walker dengan jarak 10 meter dengan bantuan dan dalam pengawasan, tidak ada tanda-tanda infeksi. Usia pasien berada pada tugas perkembangan remaja awal. Pada hari pertama dan hari kedua setelah operasi, kemampuan pasien terbatas, aktifitas perawatan diri masih dilakukan ditempat tidur. Pasien memerlukan bantuan toileting. Pasien tidak mengetahui latihan ROM, edema dan nyeri menjadi keluhan pasien. Pasien memerlukan latihan penguatan otot lengan. Tindakan keperawatan yang mendukung pasien antara lain tehnik distraksi/relaksasi kombinasi terapi farmakologi dan nonfarmakologi, latihan gerak sendi untu mengurangi edema dan ROM, dan melakukan perawatan luka. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolehkan untuk pulang dan berobat jalan pada tanggal 30 September 2013, dimana pada saat pulang klien dapat berjalan menggunakan walker dengan jarak 10 meter dengan bantuan dan dalam pengawasan, tidak ada tanda-tanda infeksi.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
30.
Tn. DDPM, 25 tahun, Laki-laki, Belum menikah, Pendidikan Tamat SLTP, Pekerjaan Siswa, Agama Islam, Suku Betawi, MRS tanggal 27 September 2013 jam 08.15 WIB, Dx. CF Ankle joint trimaleolus dextra Riwayat KLL, sementara mengendarai motor, tiba-tiba muncul mobil angkot, pasien kaget melepas motornya dan terjatuh. Kejadian dialami sekitar 3 jam sebelum MRS. Klien sempat diopname di RS Permata Hijau tetapi karena cukup jauh akhirnya dirujuk ke RSF. Riwayat pingsan dan muntah pasca kejadian tidak ada. Saat dikaji, klien sementara dipersiapkan untul operasi elektif ORIF. Klien mengeluh nyeri pada pergelangan kaki kanan dengan skala 7-8 (0-10) dengan sifat hilang timbul terutama bila bergerak. Look : Pasien berada ditempat tidur, edema (-), terdapat luka lecet pada tangan kiiri dengan luas 4 x 2 cm. Terpasang backslab pada tungkai bawah kanan. Aktivitas masih dibantu secara penuh Feel : terdapat nyeri pada pergelangan kaki kanan, NVD +/+ Move : terbatas karena adanya nyeri, kekuatan otot ekstremitas bawah : 1 1 / 5 5 Diagnosa keperawatan : Nyeri, Hambatan mobilitas fisik
Wholly compensatory merupakan desain keperawatan yang dibutuhkan oleh Tn. DDPM. Sistem keperawatan yang dilakukan kepada Tn. DDPM adalah Guidelines, Support, Teaching, dan Providing the development environment.
Usia pasien berada pada tugas perkembangan dewasa awal. Pada hari pertama dan hari kedua setelah operasi, kemampuan pasien terbatas, aktifitas perawatan diri masih dilakukan ditempat tidur. Pasien memerlukan bantuan toileting. Pasien tidak mengetahui latihan ROM, edema dan nyeri menjadi keluhan pasien. Pasien memerlukan latihan penguatan otot lengan. Tindakan keperawatan yang mendukung pasien antara lain tehnik distraksi/relaksasi kombinasi terapi farmakologi dan nonfarmakologi, latihan gerak sendi untu mengurangi edema dan ROM, dan melakukan perawatan luka. Selain itu juga memberikan terapi medis sesuai program. Setelah dilakukan perawatan, klien diperbolehkan untuk pulang dan berobat jalan pada tanggal 07 Oktober 2013, dimana pada saat pulang klien dapat berjalan menggunakan walker dengan jarak 10 meter dengan bantuan dan dalam pengawasan, tidak ada tanda-tanda infeksi.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Lampiran 2. Data responden yang dilakukan EBN
No.
Inisial
A01
Tn. M
Jenis Usia L
35
A02 Tn.HRA A03 Tn.IAA
L L
18 23
A04
Tn.SN
L
32
A05
Tn.AH
L
43
Jenis Op. Debri + ORIF ORIF ORIF
Jenis Anest. SA
Skala Skala I II 4 2
No.
Inisial
SA SA
5 4
Debri + ORIF TBW ORIF MIPO
SA
SA
Jenis Usia
B01
Tn.AM
L
31
2 2
B02 B03
Nn.NA Tn.DU
P L
22 33
5
1
B04
Tn.EYP
L
22
5
2
B05 Tn.DDPM
L
25
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014
Jenis Op. ORIF
Jenis Anest. SA
Skala Skala I II 4 2
ORIF Debri + ORIF OREF + Illizarov
SA SA
5 4
3 2
SA
5
3
ORIF
SA
5
3
Lampiran 3. Data responden yang dilakukan inovasi keperawatan
No.
Inisial
Umur
JK
Dx. Medis
Pre Intervensi
Post Intervensi
Pengetahuan
Sikap
Prilaku
Pengetahuan
Sikap
Prilaku
1.
Ny. N
48 th
P
Fr. Tibia fibula sin.
Kurang
Kurang
Kurang patuh
Kurang
Kurang
Kurang patuh
2.
Tn. H
24 th
L
OF cruris post
Baik
Baik
Kurang patuh
Baik
Baik
Kurang patuh
OREF 3.
Tn. H
36 th
L
Bone maligna dext.
Baik
Kurang
Kurang patuh
Baik
Baik
Kurang patuh
4.
Tn. U
70 th
L
Fr. Hip dext.
Cukup
Kurang
Kurang patuh
Baik
Baik
Kurang patuh
5.
Ny. S
53 th
P
Fr. Hip sin.
Baik
Kurang
Kurang patuh
Baik
Baik
Kurang patuh
6.
Tn. Y
21 th
L
OF femur sin.
Baik
Kurang
Kurang patuh
Baik
Baik
Kurang patuh
7.
Tn. T
57 th
L
Fr. Hip sin.
Baik
Kurang
Kurang patuh
Baik
Baik
Kurang patuh
8.
Ny. O
63 th
P
Fr. Hip sin.
Baik
Kurang
Kurang patuh
Baik
Baik
Kurang patuh
9.
Tn. S
52 th
L
CF femur sin.
Baik
Baik
Kurang patuh
Baik
Baik
Kurang patuh
10.
Tn. N
36 th
L
Fr. Femur & cruris
Baik
Baik
Kurang patuh
Baik
Baik
Kurang patuh
dext.
Analisis praktik …., Iqbal D Husain, FIK UI, 2014