Analisis Keamanan Pangan.docx

  • Uploaded by: Ahmad Luthfi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Analisis Keamanan Pangan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 975
  • Pages: 8
ANALISIS KEAMANAN PANGAN “GAS DALAM KEMASAN”

OLEH: NAMA NIM KELAS

: ARFIAN JUNIOR AMIR : N011 17 1056 :B

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019

BAB I PENDAHULUAN Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut PERMENKES RI No. 1168/MENKES/PER/X/1999 adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan bukan merupakan ingredient khas makanan; mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi; dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan,

pengolahan,

pembungkusan,

penyediaan,

penyimpanan

atau

perlakuan,

pengangkutan

pewadahan,

makanan

untuk

menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponan yang mempengaruhi sifat khas makanan. Bedasarkan Peraturan menteri Kesehatan No 33 Tahun 2012 pasal 3 bahan tambahan pangan digolongkan menjadi 27 golongan, yaitu : 1. Antibuih (Antifoaming agent) 2. Antikempal (Anticaking agent) 3. Antioksidan (Antioxidant) 4. Bahan pengarbonasi (Carbonating agent) 5. Garam pengemulsi (Emulsifying salt) 6. Gas untuk kemasan (Packaging gas) 7. Humektan (Humectant) 8. Pelapis (Glazing agent) 9. Pemanis (Sweetener) 10. Pembawa (Carrier) 11. Pembentuk gel (Gelling agent) 12. Pembuih (Foaming agent) 13. Pengatur keasaman (Acidity regulator) 14. Pengawet (Preservative) 15. Pengembang (Raising agent) 16. Pengemulsi (Emulsifier)

17. Pengental (Thickener) 18. Pengeras (Firming agent) 19. Penguat rasa (Flavor enhancer) 20. Peningkat volume(Bulking agent) 21. Penstabil (Stabilizer) 22. Peretensi warna (Color retention agent) 23. Perisa (Flavouring) 24. Perlakuan tepung (Flour treatment agent) 25. Pewarna (Color) 26. Propelan (Propellant) 27. Sekuestran (Sequestrant)

Menurut PERMENKES RI No. 17/MENKES/PER/X/2013 tentang batasan maksimum penggunaan bahan tambahan pangan gas untuk kemasan yang dimana, gas untuk kemasan (Packaging gas) adalah bahan tambahan pangan berupa gas, yang dimasukkan kedalam kemasan pangan sebelum, saat maupun setelah kemasan diisi dengan pangan untuk mempertahankan mutu pangan dan melindungi pangan dari kerusakan. Jenis BTP Gas untuk kemasan yang diizinkan digunakan dalam pangan terdiri atas: 1. Karbon dioksida (Carbon dioxide) Carbon dioxide (CO2) cair atau padat digunakan untuk proses pembekuan cepat, pembekuan permukaan, dingin dan pendinginan dalam transportasi makanan. Gas Carbon dioxide (CO2) yang digunakan untuk minuman karbonat ringan, bir dan anggur dan untuk mencegah pertumbuhan jamur dan bakteri. Carbon dioxide (CO2) juga digunakan sebagai selimut inert, sebagai propelan produk-dispensing dan aganekstraksi. Carbon dioxide (CO2) juga dapat digunakan untuk menggantikan udara selama pengalengan. Sterilisasi dingin dapat dilakukan dengan campuran Carbon

dioxide (CO2) 90% dan 10% etilen oksida, Carbon dioxide (CO2) memiliki efek stabilisasi pada etilen oksida dan mengurangi resiko ledakan. 2. Nitrogen (Nitrogen) Cair yang memiliki tingkat dingin yang intense membantu pembekuan dengan sangat cepat pada makanan, meminimalisasi kerusakan sel dari kristal es dari kristal es dan meningkatkan penampilan, cita

rasa

dan

tekstur.

Ketika zat-zat

seperti minyak

sayur dan

anggur disimpan, sifat inert Nitrogen dapat digunakan untuk melindungi terhadap penurunan

kualitas oleh

oksidasi dengan

mengusir setiap udara yang masuk dalam cairan dan cairan dalam melindungi tangki penyimpanan dengan mengisi ruang uap. Nitrogen

(N2) bercampur dengan

Carbon

dioxide

(CO2) dan

oxygen (O2) digunakan dalam truk dan transportasi sebagai Modified Atmosphere Packaging (MAP) untuk memperpanjang masa simpan makanan kemasan antara lain dengan mencegah oksidasu, jamur, gangguan serangga dan migrasi kelembaban.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Saat kita membeli snack kemasan layaknya keripik kentang di warung-warung atau minimarket, biasanya bungkus kemasan ini terlihat menggelembung

karena

penuh

dengan

udara.

Sebenarnya,

apa

penyebab dari kemasan snack ini harus berada dalam kondisi menggelembung? Para

pakar

menyebut

proses

pengemasan makanan

yang

membuatnya terlihat menggelembung ini sebagai nitrogen flushing. Proses ini membuat nitrogen dimasukkan di dalam kemasan snack sebelum ditutup dengan rapat. Dengan adanya nitrogen di dalam wadah snack, bukannya oksigen, maka makanan di dalam kemasan akan lebih aman dari jamur, ragi, atau bakteri aerob yang memang membutuhkan oksigen untuk berkembang dan bisa membuat makanan mudah rusak atau basi. Selain nitrogen flushing, cara pengemasan makanan lain yang kerap kita temukan adalah proses vakum. Berkebalikan dengan nitrogen flushing, poses vakum yang banyak dipakai untuk mengemas daging segar atau daging olahan layaknya sosis ini justru dilakukan dengan cara membuang semua isi udara di dalam kemasan sehingga wadah akan seperti menempel dengan bahan makanan di dalamnya. Meskipun tujuan dari keduanya sama, yakni mencegah makanan mudah basi atau cepat rusak dengan menghilangkan oksigen di dalam kemasan, ada perbedaan dari penggunaan kedua proses ini. Sebagai contoh, keripik kentang tentu tidak akan mungkin dikemas dengan proses vakum karena makanan ini cenderung rapuh sehingga tentu akan mudah hancur jika tidak ada nitrogen yang melindunginya. Lantas, apakah penggunaan nitrogen di dalam wadah snack kemasan ini aman? Pakar kesehatan menyebutkan bahwa kita tidak perlu khawatir karena saat membuka bungkus snack kemasan ini karena

nitrogen ini akan hilang dan tergantikan dengan oksigen dan gas lainnya. Hanya saja, setelah bungkus snack ini dibuka, maka makanan akan jauh lebih cepat rusak atau basi sehingga sebaiknya segera kita habiskan.

Metode Pengemasan dilakukan dengan melakukan bahan pengemas stretch film dan kantung plastik LDPE dengan ketebalan 44 µm ukuran 25 cm x 30 cm, dengan jumlah lubang perforasi 0, 5, 10, dan 30 (masingmasing berdiameter 100 µm). Pengamatan dilakukan pada hari ke-7, 14, dan 21. Pengukuran terhadap perubahan komposisi gas dalam kemasan dilakukan untuk mengetahui kondisi setimbang. Pengukuran gas dalam kemasan dilakukan sebelum kemasan dibuka dengan menggunakan syringe, kemudian konsentrasi gas O2 dan CO2 diukur dengan menggunakan gas kromatografi (GC-Hitachi-263-50, detector FID, coloum pocket dengan panjang 3 meter dan isi OV-17, carrier gas N2, serta sistim pengapian H2 dan udara). Hasil Pegamatan terhadap perubahan gas O2 dan CO2 dalam kemasan selama penyimpanan menunjukkan kecenderungan menurun pada semua perlakuan, dimana gas O2 menujukkan penurunan pada kemasan LDPE tanpa perforasi lebih lambat dibandingkan dengan kemasan lainnya. Hari ke-21 penyimpanan kesetimbangan gas O2 dan CO2 tercapai pada kemasan LDPE 10 perforasi, dengan konsentrasi 0,001% (O2) dan 0,000798% (CO2).

DAFTAR PUSTAKA 1. PERMENKES RI No. 1168/MENKES/PER/X/1999, tentang bahan tambahan pangan. 2. PERMENKES RI No. 17/MENKES/PER/X/2013 tentang batasan maksimum penggunaan bahan tambahan pangan gas untuk kemasan 3. https://doktersehat.com/ini-alasan-mengapa-bungkus-snackkemasan-menggembung-penuh-udara/. Diakses pad Tanggal 1 April 2019 21:00 WITA. 4. Rosalina, yessy. Analisis Konsentrasi Gas Sesaat Dalam Kemasan Melalui Lubang Berukuran Micro Untuk Mengamas Buah Segar Dengan Sistim Kemasan Atmosfir Termodifikasi. Bengkulu : Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Bengkulu. 2011.

Related Documents


More Documents from ""