ANALISIS KASUS GENG NERO TERHADAP TEORI POSITIVISME HUKUM
MAKALAH Disusun untuk Memenuhi tugas pelajaran PKn
OLEH
Kurnia Susvitasari Andre Budiman P Aulia Octa V Martin Prastowo A Nikko Adhitama
(XI-A9/12) (XI-A9/02) (XI-A9/04) (XI-A9/15) (XI-A9/18)
SMA NEGERI 1 PATI 2008
1
KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “Analisis Kasus Geng Nero Terhadap Positivisme Hukum” ini. Saat ini proses belajar-mengajar di sekolah diharapkan mampu memberikan pengalaman belajar bagi siswa untuk dapat diaktualisasikan dapat kehidupan sehari-hari. Mengingat proses kehidupan saat ini yang menuntut generasi muda untuk menguasai informasi secara global. Metode penyajian makalah ini terdiri dari tiga bab, yang berisi Pendahuluan, Isi, dan Kesimpulan dan Penutup. Ketiga bab tersebut sangat berkaitan satu sama lain dengan kehidupan sosial kita sehari-hari, sehingga pembaca diharapkan dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan dalam pemahaman sistem hukum di Indonesia. Penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan sesuatu yang bermakna bagi para pembaca. Sebagai seorang manusia, tentu saja penulis tak luput dari kesalahan serta kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Pati, November 2008
Penulis
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hukum adalah perintah dari penguasa, artinya, perintah dari orang yang memiliki kekuasaan tertinggi atau pemegang kedaulatan. Di Indonesia, kedaulatan tertinggi dipegang oleh rakyat, sesuai dengan UUD 1945 yang tercantum dalam pasal 2 ayat 3. Itu berarti bahwa perintah berasal dari rakyat, dan untuk rakyat, yakni sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sesuai dengan konstitusi. Pengaplikasian hukum terwujud dari adanya kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah. Indonesia
mengalami
perkembangan
hukum
sejak
zaman
kolonialisme hingga masa sekarang. Bahkan sebelum zaman kolonialisme pun Indonesia telah memiliki hukum tersendiri, yakni hukum adat dan hukum Islam yang berbeda-beda di setiap kerajaan dan etnik. “Perkembangan hukum di Indonesia menunjukkan pengaruh kuat hukum kolonial meninggalkan hukum adat” (Daniel S. Lev, 1990: 438-473). Melalui simpulan kutipan tersebut menunjukkan bahwa semasa era kerajaan, kolonialisme, hingga kemerdekaan (Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi), Indonesia telah mengalami banyak perkembangan di bidang hukum, dan perkembangan tersebut bermula dari zaman kolonialisme.
3
Aliran positivisme hukum berasal dari ajaran sosiologis yang dikembangkan oleh filosof Perancis, August Comte (1798-1857). Positivisme hukum berpandangan bahwa hukum dilihat dari ketentuan yang ada pada undang-undang.
Di Indonesia, hukum selalu dikaitkan dengan peraturan perundangundangan, sedangkan nilai-nilai moral dan norma di luar undang-undang hanya dapat diakui apabila dimungkinkan oleh undang-undang. Demikian pula dengan praktek hukum di tengah mesyarakat. Hal tersebut diakibatkan oleh pengaruh teori positivisme, artinya implementasi kehidupan hukum di Indonesia berdasarkan pada teori positivisme hukum. Akan tetapi, teori positivisme hukum juga memiliki kekurangan, yakni tidak menghiraukan adanya nilai-nilai moral di masyarakat. Sebagai contoh adalah kasus Geng Nero. Penganiyayaan remaja tersebut merupakan tindak pidana dengan hukuman yang berat, namun, dilihat dari usia anggotanya pelaku-pelaku tindak pidana tersebut selayaknya memperoleh perlindungan dan jaminan hukum dari Komnas Perlindungan Anak. Dengan kata lain, selayaknya anggota Geng Nero tidak mendapatkan hukuman seperti halnya penganiyayaan oleh kaum dewasa mengingat usia para anggotanya yang masih belia.
4
B. Rumusan Masalah Lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai kasus tindak pidana penganiyayaan terhadap remaja dan oleh remaja. Pada makalah ini, obyek yang difokuskan adalah kasus Geng Nero yang terjadi di Kabupaten Pati yang menunjukkkan betapa buruknya perilaku sekelompok remeja terhadap remaja lain. Seperti yang telah teruraikan pada subab latar belakang, positivisme hukum yang dianut bangsa Indonesia membuat hukum terkesan kaku dan tidak bisa dicampuri.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu anggota polisi pada Rabu, 6 Agustus 2008, hingga saat ini kasus Geng Nero belum juga selesai disidang, sehingga sulit untuk mengumpulkan data karena persidangan tidak boleh diberitahukan pada publik sebelum persidangan selesai. Oleh karena itu, masalah yang akan dibahas dalam makalah ini mengenai hukum yang akan dijatuhkan pada anggota Geng Nero yang telah terkena pasal-pasal tindak pidana dengan memperhatikan bahwa anggota Geng Nero merupakan sekelompok remaja yang juga memperoleh hak perlindungan anak. Melalui kasus tersebut, akan dianalisis apakah teori positivisme benar-benar berpengaruh di Indonesia dengan indikator sistem hukum di Kabupaten Pati.
C. Tujuan Tujuan yang akan dicapai dari pembuatan makalah ini adalah:
5
a. Mengupas seberapa jauh kasus Geng Nero telah disidik oleh kepolisian Pati b. Menganalisis pengaruh teori positivisme terhadap sistem hukum di Indonesia melalui lingkup kecil, yakni di masyarakat Kabupaten Pati. c. Memberikan bukti yang nyata mengenai sistem hukum di Indonesia dengan peristiwa yang terjadi pada lingkup yang kecil
6
BAB II MENGHUBUNGKAN ANTARA KASUS GENG NERO JUWANA DENGAN TEORI POSITIVISME HUKUM DI INDONESIA
A. Landasan Teori 1. Hukum Indonesia Hukum di Indonesia merupakan campuran sistem hukum Eropa, hukum Agama, hukum Adat. Ada berbagai macam hukum di Indonesia, diantaranya: a. Hukum perdata, yakni hukum yang mengatur hubungan antarpenduduk atau warga negara sehari-hari. b. Hukum pidana Menurut isinya, dibagi menjadi hukum privat (hukum yang mengatur hubungan antarperorangan) dan hukum publik (hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya), sedangkan hukum pidana termasuk hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yakni hukum pidana materil (hukum yang mengatur mengenai penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana atau sanksi) dan hukum pidana formil (hukum yang mengatur mengenai pelaksanaan hukum pidana materil). c. Hukum tata negara, yakni hukum yang mengatur mengenai negara antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan,
7
pembentukan
kelembagaan
negara,
hubungan
hukum
antarlembaga negara, wilayah, dan warga negara. d. Hukum tata usaha (administrasi) negara, yakni hukum yang mengatur mengenai administrasi negara, atau hukum yang mengatur tata pelaksanaan pemerintahan dan menjalankan tugasnya. e. Hukum acara perdata dan pidana, yakni hukum yang mengatur tata cara beracara (berpekara di badan peradilan) dalam lingkup hukum perdata dan pidana. f. Hukum antarhukum tertulis, yakni hukum yang mengatur antara dua golongan atau lebih yang tunduk pada hukum yang berbeda. g. Hukum Adat, yakni seperangkat norma atau adat yang berlaku di masyarakat.
2. Hukum Internasional Sistem hukum internasional adalah kesatuan kaedah hukum yang berlaku di negara di seluruh dunia. Sistem hukum dunia terdiri dari sistem hukum sipil atau Romano-Germanic Legal System yang berkembang di negara-negara Eropa, sistem hukum Common Law atau Anglo Saxon yang berlaku di Inggris dan negara persemakmurannya, sistem hukum sosialis yang dianut oleh negara-negara timur, dan hukum adat.
8
Dalam hukum internasional, terdapat berbagai sumber hukum. Dokumen yang menjadi sumber hukum internasional antara lain pada konvensi Den Haag 18 Oktober 1907, pasal 7 yang mendirikan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut atau International Prize Court dan pada Piagam Mahkamah Internasional Permanen 16 Desember 1920, pasal 38. Melalui uraian di atas, hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional adalah hirarkis. Pada hakikatnya hukum internasional bersumber dari hukum nasional (teori Aliran Monisme).
3. Ciri-Ciri Positivisme Hukum Menurut John Austin, hukum adalah perintah kaum yang berdaulat. Sedangkan Hans Kenlsen memiliki dua teori yang perlu ditengahkan, pertama ajarannya tentang hukum yang bersifat murni bahwa hukum harus dipisahkan dari sesuatu yang tidak yuridis, seperti etis, sosiologis, politis, dan sebagainya, sedang yang kedua adalah mengutamakan adanya hierarkis dibanding perundang-undangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa hukum merupakan sollen yuridis yang terlepas dari kenyataan sosial. Melalui pendapat dua ahli hukum tersebut, ciri-ciri positivisme pada ilmu hukum adalah: a. Pengertian bahwa hukum adalah perintah dari manusia b. Tidak ada hubungan mutlak antara hukum dan moral c. Analisis konsepsi hukum, yakni mempunyai arti penting dan harus dibedakan dari penyelidikan.
9
B. Hasil Penyelidikan Mengenai Kasus Geng Nero Seperti yang kita ketahui bahwa kasus remaja yang menimbulkan banyak perhatian masa ini cukup lama mengalami proses persidangan. Video amatir yang terekam dari ponsel yang tak mungkin direkayasa merupakan bukti kuat yang memberatkan para anggota Geng Nero. Berdasarkan hasil wawancara kelompok kami kepada salah seorang anggota kepolisian mengenai kasus Geng Nero pada Sabtu, 16 Agustus 2008 dan Minggu, 17 Agustus 2008 kasus penganiyayaan antarremaja tersebut telah mengalami 4 kali sidang dimana pada sidang terakhir hakim belum juga memutuskan. Menurut narasumber, anggota Geng Nero yang berjumlah empat orang tersebut, diantaranya Tika, Yuneka, Maya, dan Ratna dijatuhi pasal 351 bab XX mengenai penganiyayaan dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebesar-besarnya empat puluh ribu lima ratus rupiah dan pasal 358 bab XX mengenai penganiyayaan secara berkelompok yanh mengakibatkan luka berat pada korban. Sayangnya hasil wawancara kami tidak sampai menyangkut proses persidangan kasus Geng Nero karena berdasarkan informasi dari narasumber, kasus Geng Nero telah menjadi urusan kejaksaan dan orang luar yang tidak bersangkutan tidak diperkenankan mencampuri proses hukum tersebut. Apabila kami diperkenankan untuk mengetahui proses persidangan lebih lanjut, mungkin masalah mengenai persidangan kasus Geng Nero yang sangat lama dapat diungkap alasannya. Informasi yang kurang dari narasumber pertama tidak membuat kami kehilangan akal. Pada Rabu, 13 Agustus 2008, kami mencari informasi pada
10
narasumber kedua di Juana. Berdasarkan hasil wawancara kelompok kami kepada salah satu korban yang terekam dalam video amatiran tersebut, sebut saja Lusi, kami memiliki cukup keterangan mengenai kasus Geng Nero, yakni: Penganiyayaan anggota Geng Nero terhadap Lusi dilakukan di gang cinta, yakni gang kecil di perumahan yang sangat sepi karena biasanya sering disalahgunakan sebagai tempat berpacaran. Penganiyayaan dilakukan selama dua hari berturut-turut, yakni pada tanggal 5 dan 6 Mei 2008 pada tempat sama, yakni gang cinta. Menurut narasumber ada 12 pelapor yang melaporkan perihal penganiyayaan oleh Geng Nero. Diduga korban melebihi jumlah pelapor karena Lusi sendiri tidak melaporkan peristiwa penganiyayaan terhadap dirinya, namun hanya diselesaikan secara kekeluargaan. Korbankorban penganiyayaan diantaranya adalah siswa sekolah menengah atas dan menengah pertama. Penganiyayaan tersebut beralaskan hal-hal yang sepele, yakni hal-hal yang menyangkut permasalahan di kalangan remaja.
C. Menghubungkan Antara Kasus Geng Nero dengan Teori Positivisme Hukum Anggota Geng Nero yang melakukan penganiyayaan diantaranya berupa tamparan, jambakan dan ancaman dapat digolongkan sebagai penganiyayaan ringan yang dapat dijatuhi pasal 352 dengan hukuman pidana penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat puluh ribu lima ratus rupiah.
11
Selain bukti video amatir tersebut, hasil visum tamparan-tamparan yang dilayangkan oleh Tika dan Maya pada korban juga dapat menjadi bukti yang nantinya dapat memberatkan mereka di pengadilan. Merurut narasumber pertama pada wawancara Sabtu, 16 Agustus 2008 hukuman pidana para anggota Geng Nero tidak dapat dikurangi, bahkan Lembaga Hak Perlindngan Anak di Kota Pati tidak bersedia memberikan hak mereka di depan pengadilan. Lagipula, hasil tes psikologi menunjukkan bahwa keempat remaja tersebut tidak memiliki gangguan kejiwaan sehingga tidak layak mendapatkan rehabilitas mengingat usia mereka di bawah 18 tahun (berdasarkan undang-undang). Informasi yang diperoleh dari narasumber pertama menguatkan hubungan antara proses hukum kasus Geng Nero terhadap dasar teori yang dianut oleh Indonesia, yakni teori positivisme hukum. Kecilnya kemungkinan hukuman yang dijatuhkan pada mereka untuk dikurangi menunjukkan bahwa sistem hukum di Kabupaten Pati berdasarkan pada positivisme hukum dimana antara hukum dan sosial tidak dikaitkan satu sama lain.
D. Pencegahan Dini Tindak pidana oleh Geng Nero menunjukkan bagaimana sosialisai antar remaja pada masa kini. Peristiwa yang telah terjadi takkan bisa diulangi, namun sebagai warga negara Indonesia yang menaati hukum, perlu diberikan pencegahan dini terhadap generasi penerus. Salah satunya adalah dengan
12
sosialisasi dari lembaga perlindungan anak. Melalui program tersebut akan ada hubungan antara lembaga perlindungan anak dengan anak-anak remaja sehingga mereka dapat terjun langsung menyaksikan pergaulan remaja masa kini.
13
BAB III PENUTUP
A. Penutup Melalui pembahasan pada bab-bab sebelumnya, telah terbukti bahwa di Kabupaten Pati juga menganut sistem hukum yang dijalankan di nasional, yakni positivisme hukum. Pada uraian-araian sebelumnya, tidak diragukan lagi bahwa apa yang dipahami sebagai hukum dan sumber terbatas pada apa yang tertuang dalam peraturan
perundang-undangan
atau
yang
dimungkinkan
berlakunya
berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Bahkan, aliran tersebut akan semakin menguatkan sistem hukum di Indonesia pada masa yang akan datang. Adapun nilai-nilai moral dan etika serta kepentingan rakyat dalam kenyataankenyataan sosial di masyarakat hanya sebagai pendorong untuk terbentuknya hukum yang baru melalui perubahan, koreksi, serta pembentukan perundangundangan yang baru.
B. Kesimpulan Dari pembahasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem hukum adalah sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup. Keputusankeputusan hukum yang tepat biasanya dapat diperoleh dengan alat-alat logika dari peraturan-peraturan hukum yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memperhatikan tujuan-tujuan sosial dan ukuran-ukuran moral. Di samping itu,
14
pertimbangan-pertimbangan moral tidak dapat dibuat atau dipertahankan sebagai pernyataan yang harus dibuktikan dengan argumentasi-argumentasi rasional, pembuktian, atau percobaan. Akan tetapi ada pula kekurangan dalam positivisme hukum yakni sifat hukum yang tidak dapat didekatkan dengan sosial seperti pada kasus geng Nero. Pada kenyataannya, hukuman yang dijatuhkan pada para anggota geng Nero yang terhitung remaja masih melalui berbagai sidang. Namun mengingat bahwa positivisme hukum tidak mempedulikan faktor religi, sosial, maupun adat, hukuman yang akan dijatuhkan kepada keempat remaja tersebut juga akan sesuai dengan pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP, sehingga hukuman selama dua tahun di penjara bagi anak remaja akan mengganggu kejiwaan mereka. Oleh karena itu, menurut kelompok kami, akan ada baiknya apabila sistem hukum di Indonesia juga mendekatkan faktor sosial dan adat karena adat serta budaya negara kita berlainan dengan adat dan budaya negara-negara barat
C. Saran Pada dasarnya, kasus Geng Nero membutuhkan perhatian lebih dari Komnas Perlindungan Anak. Dapat dikatakan bahwa Geng Nero adalah cerminan dari perasaan agresif anak-anak remaja. Oleh karena itu, penyembuhan dapat dicapai melalui pendekatan intensif terhadap anggotaanggotanya.
15
DAFTAR PUSTAKA Hukum dan Politik dalam Sistem Hukum di Indonesia yang dapat diakses di http://hamdanzoelva.wordpress.com/2008/02/20/hukum-dan-politikdalam-sistem-hukum-di-indinesia/ pada Selasa 5 Agustus 2008. Hukum Indonesia yang dapat diakses di http://wapedia.mobi/id/Hukum_Indonesia/ pada Selasa 5 Agustus 2008. Hukum Internasional yang dapat diakses di http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Internasional/ pada Selasa 5 Agustus 2008. Sistem Hukum di Dunia yang dapat diakses di http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_hukum_di_dunia/ pada Selasa 5 Agustus 2008. Sugandhi R. 1980. KUHP dan Penyelesaiannya. Surabaya: Usaha Nasional.
16