Anak Pembantu Atau Anak Sinetron

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Anak Pembantu Atau Anak Sinetron as PDF for free.

More details

  • Words: 865
  • Pages: 2
Anak pembantu atau anak sinetron Leo Sutrisno Baru saja kita memperingati Hari Keluarga Nasional, 29 Juni 2008 yang lalu. Secercah ada harapan untuk membangun keluarga sakinah, keluaraga yang harmonis, keluarga yang penuh cinta dan kasih. Suatu keluarga yang jauh dari pertengkaran dan kekerasan. Suatu keluarga yang damai dan bahagia. Hanya mereka yang berasal dari keluarga demikianlah yang dapat diharapkan kelak tidak memalukan kekerasan kepada orang lain. Hanya mereka yang berasal dari keluarga semacam itulah yang dapat hidup damai bersama dengan yang lain. Namun, rasanya harapan yang hanya secercah itu masih jauh panggang daripada api. Di abad ke-21 ini kita masuk pada era global. Barang-barang yang ditawarkan di Ayani Mal, Pontianak saat ini, sama dengan yang dipajang di K-mart, Walmart serta pusat-pusat perbelanjaan di Melbourne, Sydney, Singapura, Tokio, Amsterdam atau bahkan juga di Beijing. Demikian juga apa yang terjadi di seberang sana, yang memerlukan waktu 17 jam penerbangan langsung pun dapat kita ketahui dalam sekejab berkat teknologi telekomunikasi yang kita miliki. Dewasa ini batas antar negara dan antarbudaya sudah sangat tipis. Kita menjadi saling ’telajang’ dan menelanjangi satu dengan yang lain. Akibatnya, di kalangan masyarakat kita terjadi ketegangan yang luar biasa. Satu kaki ingin hidup dengan gaya sangat modern dan satu kaki yang lain kita masih terikat dengan tradisi-adat istiadat ’masa lampau’. Akibatnya, kita bukan orang modern dan juga bukan orang tradisional. Arloji yang dipakai sudah sangat canggih dan akurat hingga tingkat detik, namun selalu saja datang terlambat seperti kakeknenek dulu yang masih menggunan telapak kaki untuk menentukan waktu harus pulang dari sawah atau ladang. Kendaraan yang dipakai sudah ber-merk terbaru yang membuat orang lain di jalan merasa waahhh, tetapi ketika berbelok ke kanan pun tidak mau menghidupkan lampu sign, tanda berbelok. Hp yang digunakan juga yang paling canggih tetapi juga nekat saja ber-HP ria sambil melaju di jalan raya. Tegangan antara keinginan agar dianggap modern dan cara berpikir seperti masyarakat agraris masa lalu itu menghasilkan banyak tegangan yang lain, baik di masyarakat maupun di keluarga. Bagi yang sering berkesempatan bergaul secara internasional, keadaan semacam itu mirip dengan para PRT Jakarta yang sedang pulang kampung di waktu lebaran. Baik tingkah laku, tata tutur maupun tata berpakaian mirip orang metropolis, tetapi terasa kaku karena memang jarang dilakukan ketika di Jakarta. Kalau diumpamakan dengan buah mangga adalah mangga yang masak diperam dengan karbit. Warnanya kuning bersih tetapi asam sekali rasanya. Pembicaraan di warung kopi, di dalam oplet, di dalam bus antar kota dalam provinsi, di depan halaman sekolah menggaris-bawahi situasi seperti itu. Ada yang mengatakan anak-anak kita dewasa ini kurang sopan, kurang hormat, egois, tidak peka, dsb. Banyak orang mengeluhkan tentang anak-anaknya yang tidak lagi penurut seperti yang mereka dulu. Orang tua mencuci mobil anaknya duduk santai di ruang tamu nonton tv. Orang tua sibuk memasak, anak-anak ber-hp ria di teras rumah. Di meja makan sama saja. Mencela makanan yang rasa ini rasa itu.

Di dalam oplet sama juga. Seseorang yang ’menegur’ anak berseragam putih merah agar tidak merokok justru memperoleh ’tantangan’, ”Lu siapa? Babe kame pun tak usil”. Sama juga yang dialami kawan di dalam bis antar kota dalam provinsi. Seorang anak muda dengan seragam putih abu-abu melangkahi duduknya, ketika akan turun dari bis, tanpa disertai kata maaf atau permisi. Di sekolah juga tidak jauh berbeda. Seorang guru mengeluh tentang muridnya yang omong terus sepanjang pelajaran tanpa peduli dengannya yang sedang menjelaskan yang tidak mereka pahami. Di ruang kuliah juga setali tiga uang. Seorang dosen yang selalu membagikan ’handout’ kepada mahasiswanya setiap kali kuliah dimulai selama delapan tahun terkhir ini, bik dikelas S-1 maupun S-2, ternyata belum pernah mendengar ucapan kata terima kasih dari para mahasiswanya. Pendek kata, kita telah banyak kehilangan tata nilai yang dulu dijunjung tinggi. Tiga kata yang hukumnya ’wajib’ diucapkan dalam setiap pergaualan, yaitu: maaf, permisi dan terima kasih sudah sangat jarang di dengar di kalangan anak-anak muda. Anak-anak kita sekarang ini merasa itu tidak perlu lagi di-lakoni. Tidak modern, katanya. Mengapa dapat terjadi? Jawabannya adalah karena mereka bukan lagi anak-anak kita tetapi anak-anak PRT atau sinetron. Dengan berbagai alasan, kita para orang tua lebih mempercayakan pengawasan terhadap anak-anak kita kepada para PRT. Sangat sedikit waktu yang kita sediakan bagi anak-anak kita. Memang secara finansial anak-anak itu sudah tercukupi. Namun, kita tidak mewariskan tata nilai yang kita anggap baik kepada anak-anak kita. Yang penting, anak-anak kita sudah tidak ’mengganggu’ kita. Sayangnya, para PRT itu juga sesungguhnya sudah sangat kecapaian. Ia bekerja dari pagi subuh hingga tengah malam. Di samping pendidikannya yang juga tidak memadai, maka mereka juga tidak mampu lagi ’mengurus’ perilaku anak anak majikan. Perilaku yang anak-anak warisi adalah perilaku para PRT yaitu masa bodoh. Satu hal lagi yang juga berperan penting dalam memberikan ’pelajaran’ tata nilai adalah sinetron. Mencermati tontonan sinetron yang ditayangkan oleh banyak statsiun televisi saat ini, muatan yang bersifat kekerasan, pertengkaran, gemerlapan, konsumtif, pamer, congkak, sombong, wah, sok jagoan, egois, menempati porsi paling banyak. Akibatnya, karena hari demi hari anak terpapar pada tontonan seperti itu maka dengan sendirinya perilaku seperti itu dianggap biasa saja, wajar saja. Perilaku dan tata nilai yang mereka warisi adalah perilaku dan tatanilai sinetron. Nah, memang anak-anak sekarang ini adalah anak-anak sinetron atau anak-anak PRT. Benarkah? Suatu pertanyaan yang masih perlu direnungkan oleh semua orang tua dan semua anak-anak. Mudah-mudahan tidak seperti itu. Semoga!

Related Documents

Anak-anak
May 2020 56
Anak Tuhan Atau Bukan?
December 2019 17
Anak Anak
May 2020 46
Anak
October 2019 50