Anak Indonesia Dalam Bahaya

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Anak Indonesia Dalam Bahaya as PDF for free.

More details

  • Words: 640
  • Pages: 2
Anak Indonesia dalam Bahaya INILAH..COM, Jakarta - Anak Indonesia sedang dalam bahaya besar. Tayangan televisi yang mereka tonton ternyata berpotensi merusak pikiran dan perilaku mereka. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menetapkan 10 tayangan siaran televisi bermasalah dan meminta publik untuk mewaspadainya, Jumat (9/5). Sejumlah tayangan itu mengandung unsur kekerasan fisik, sosial, dan psikologis, baik dalam bentuk tindakan verbal maupun nonverbal, pelecehan terhadap kelompok masyarakat maupun individual, penganiayaan anak, serta tidak sesuai norma kesopanan dan kesusilaan. Ketua KPI Pusat Prof Dr Sasa Djuarsa Sendjaja mengatakan, tayangan bermasalah itu mencakup sinetron serial, variety show, dan tayangan anak. Sepuluh tayangan televisi bermasalah itu adalah film Cinta Bunga (SCTV), Dangdut Mania Dadakan 2 (TPI), Ekstravaganza (TransTV), Jelita (RCTI), Mask Rider Blade (ANTV), Mister Bego (ANTV), Namaku Mentari (RCTI), Rubiah (TPI), Si Entong (TPI), dan Super Seleb Show (Indosiar). Dalam kesempatan itu, Nina Armando, seorang peneliti, menyayangkan masih minimnya tayangan untuk anak-anak. Ironisnya, dari sedikitnya tayangan anak itu, ternyata justru tidak mendidik, bahkan merusak pikiran dan perilaku anak-anak. Padahal televisi adalah hiburan utama bagi kalangan anak usia antara 5-14 tahun di Indonesia. Menurut penelitian terbaru dari AGB Nielsen Media Research pada triwulan pertama 2008, jam menonton mereka per hari adalah 3 jam 24 menit, atau lebih lama 30 menit dibandingkan kalangan menengah atas usia sebaya. Sementara itu, menurut acuan dari Departemen Komunikasi dan Informatika yang diterima Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ternyata dari keseluruhan program tayangan televisi bagi anak hanya 0,07% yang benar-benar berunsur pendidikan. Selebihnya didominasi tayangan sinetron (30,97%) serta informasi berita (15,68%). Secara keseluruhan, anak Indonesia (21,1% dari jumlah pemirsa televisi) lebih memilih tontonan musik, Idola Cilik Seleb (RCTI; 5,2/34,3) ketimbang film animasi impor semacam Naruto (5,1/24,1) dan Dora Emon (5,1/23,1). Menyinggung hasil penelitian riset AGB Nielsen Media Research, yang mengatakan bahwa jam tayang program anak di televisi semakin bertambah. Namun, sayangnya ya itu tadi, tidak diimbangi muatan materi yang memang benar-benar layak untuk anak-anak.

Tayangan Idola Cilik di RCTI, misalnya. Meski acara tersebut mempunyai segmen anak-anak, tetapi anak-anak yang tampil dalam acara itu seringkali bersikap seperti orang dewasa. "Saya merasa prihatin melihat tayangan tersebut," ungkap Bertha, seorang pelatih vokal yang banyak melatih penyanyi terkenal di Indonesia. Menurutnya, banyak anak-anak yang tampil dalam acara itu bernyanyi dengan lagak dan busana seperti orang dewasa. Sudah begitu, katanya, lagulagu yang dibawakan adalah lagu yang sebenarnya bukan untuk anak-anak. Masa ada yang menyanyikan lagu Kucing Garong dalam acara tersebut. Sudah begitu, goyangnya seperti penyanyi dangdut dewasa. Itu bisa merusak anak-anak," ungkapnya. Nina Armando pun mencontohkan sinetron Si Entong yang sebenarnya adalah tayangan anak-anak,, seringkali terselip kalimat-kalimat yang tidak pantas diucapkan oleh anak-anak. "Misalnya, ada kata-kata janda genit. Itu kan merusak anak-anak," ungkapnya. Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA), Seto Mulyadi membenarkan bahwa tayangan anak-anak masih sangat kurang dan bahkan ada yang tidak layak untuk ditayangkan untuk konsumsi anak. Tokoh pendidikan dan pemerhati anak itu mengaku prihatin dengan kondisi pertelevisian pada saat ini. Dia berharap pada peringatan Hari Anak Nasional, Juli mendatang, sudah muncul program tayangan yang layak dan mendidik anak Indonesia. "Kejadian serupa terjadi di perfilman nasional, karena sudah tak ditemui lagi film anak seperti Petualangan Sherina dan Jendral Kancil. Saya ingat ketika ditunjuk sebagai juri KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) Award 2007, cukup pusing untuk mencari tontonan televisi yang layak bagi anak," kata Kak Seto. Akan tetapi, tayangan anak masih sangat kurang jumlahnya, dikeluhkan Seto. "Seperti tidak mendapatkan skala prioritas dan tidak diperhatikan oleh pemerintah," tambahnya. Di bagian lain, ia menyambut gembira tayangan musik anak di televisi seperti Idola Cilik mendapat peringkat bagus. "Tetapi memang masih bernyanyian dewasa. Hal ini harus dijadikan koreksi bersama, sebagai otokritik agar ke depan menemukan kepentingan terbaik bagi anak-anak," ujar Kak Seto yang berniat menghidupkan kembali Si Komo untuk pengisi tayangan anak-anak. Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa memang layak mendapat tayangan yang sesuai usia mereka. Agar mereka menjadi manusia berkualitas pada masa mendatang. Ini memang demi masa depan bangsa Indonesia juga. [L1]

Related Documents