An Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View An Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia as PDF for free.

More details

  • Words: 5,567
  • Pages: 13
Jurnal Hortikultura, Tahun 2000, Volume 10, Nomor (1): 70-81

PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR DAN KETIDAK-STABILAN PENERIMAAN EKSPOR KOMODITAS SAYURAN DI INDONESIA Witono Adiyoga Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu 517, Lembang - Bandung 40391 ABSTRAK. Adiyoga, W. 1999. Perkembangan ekspor-impor dan ketidak-stabilan penerimaan ekspor komoditas sayuran di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan ekspor-impor sayuran secara umum dan mengidentifikasi sumber dominan ketidak-stabilan ekspor sayuran. Data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data serial waktu ekspor-impor sayuran untuk kurun waktu 1981-1995 yang dihimpun oleh Pusat Informasi Pemasaran Tanaman Pangan dan Hortikultura. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa selama periode 1981-1995, secara konsisten selalu terjadi surplus neraca perdagangan yang pada dasarnya disebabkan oleh lebih besarnya volume total ekspor sayuran dibandingkan dengan volume total impor sayuran. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekspor sayuran selama periode tersebut dicirikan dengan pola pertumbuhan yang bersifat konstan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 15,63% per tahun. Tingkat pertumbuhan terendah diperlihatkan oleh jagung manis (-184,62%), sedangkan tingkat pertumbuhan tertinggi ditunjukkan oleh jamur segar (420,90%). Sementara itu, pertumbuhan impor rata-rata sayuran selama periode 1981-1995 adalah sebesar 16,05 % per tahun, dengan pola pertumbuhan yang bersifat meningkat. Tingkat pertumbuhan terendah diperlihatkan oleh sayuran lain-lain (-16,69%), sedangkan tingkat pertumbuhan tertinggi ditunjukkan oleh kacang kapri kering (112,35 %). Pertumbuhan penerimaan ekspor dan pengeluaran impor sayuran, baik untuk dari setiap komoditas secara individual maupun secara keseluruhan (total) ternyata lebih banyak didorong oleh adanya peningkatan volume ekspor dan volume impor. Analisis dekomposisi mengindikasikan bahwa ketidak-stabilan atau keragaman volume ekspor merupakan penyebab utama terjadinya ketidak-stabilan penerimaan ekspor sayuran. Hal ini mengimplikasikan perlunya perbaikan teknologi budidaya dan efisiensi produksi yang diarahkan untuk menjamin kontinuitas pasokan sebagai salah satu jalan keluar untuk mengurangi ketidak-stabilan penerimaan ekspor sayuran. Kata kunci: Ekspor; Impor; Surplus neraca perdagangan; Ketidak-stabilan penerimaan ekspor; Kontinuitas pasokan.

ABSTRACT. Adiyoga, W. 1999. Export-import development and export earnings instability of vegetable crops in Indonesia. The objectives of this study were to assess the development of vegetable export-import in general, and to identify the main source of vegetable export earnings instability. Time series data on vegetable export-import compiled by the Center of Horticultural and Food Crops Marketing Information, covering the period of 1981-1995, were used in this study. Results show that during the period of 1981-1995, in terms of vegetable commodities, Indonesia has a consistent surplus balance of trade, as a consequence of total export volume that is always higher than the total import volume. Vegetable export in that period is characterized by a constant growth pattern, with the average growth rate of 15,63% per year. The lowest export growth rate is shown by sweet corn (-184,62%) and the highest export growth rate is shown by fresh mushrooms (420,90%). Meanwhile, the average import growth during the period of 1981-1995 is 16,05 % per year, and characterized by an increasing growth pattern. Miscellaneous vegetables has the lowest import growth rate (-16,69%), while dried green peas has the highest import growth rate (112,35 %). The growth of export earnings and import expenditures for both individual and total vegetable commodity, is mainly resulted from an increase in export and import volume. Results from decomposition analysis indicate that the variance or instability of export volume is the main source of export earnings instability. This implies an immediate action required in improving cultural practice technological components and increasing production efficiency to guarantee supply continuity, as one way for reducing vegetable export earnings instability. Key words: Export; Import; Surplus balance of trade; Export earnings instability; Supply continuity.

1

Pada pertengahan 1990-an, perekonomian Indonesia ditandai oleh tingkat pertumbuhan yang tinggi, tetapi disertai pula oleh kecenderungan impor yang semakin meningkat. Kecenderungan tersebut tidak saja terjadi pada komoditas impor secara umum, tetapi juga terjadi untuk komoditas pangan. Menimbang situasi pasokan pangan dalam negeri, peningkatan impor pangan merupakan cerminan dari beberapa hal sebagai berikut: (a) kelebihan permintaan dalam negeri belum dapat dipenuhi oleh produk domestik, (b) perubahan preferensi konsumen atau perubahan permintaan secara struktural yang kurang diimbangi oleh perubahan struktur produksi, dan (c) kebutuhan bahan baku yang tidak dapat di produksi di dalam negeri (Susilowati dkk., 1997). Peningkatan impor sebenarnya tidak selalu berdampak negatif jika sebagian besar barang yang diimpor digunakan sebagai masukan dalam proses produksi komoditas ekspor. Impor tinggi menjadi masalah apabila proporsi jenis barang yang diimpor didominasi oleh barang-barang konsumsi. Khusus untuk sayuran, volume impor sampai pertengahan 1995 cenderung terus menunjukkan peningkatan. Beberapa jenis sayuran yang tercatat menunjukkan peningkatan impor secara nyata adalah kubis bunga, brokoli, bawang putih, bawang merah, bawang bombay, kentang, mentimun, tomat, jamur, kacang kapri dan asparagus. Kelompok sayuran ini diimpor dalam berbagai bentuk, yaitu, segar, beku, setengah olahan, dan olahan. Walaupun sebagian besar impor sayuran tersebut merupakan barang konsumsi, terdapat sebagian kecil yang digunakan sebagai masukan produksi atau bahan baku olahan, misalnya bibit kentang, bibit bawang merah dan pasta tomat. Mengamati impor sayuran yang cenderung meningkat, perkembangannya perlu terus dicermati, terutama menyangkut keberimbangannya dengan ekspor sayuran secara keseluruhan. Pengamatan selanjutnya diharapkan dapat membantu identifikasi alternatif tindakan yang perlu ditempuh untuk menahan laju impor, khususnya untuk barang konsumsi kelompok sayuran. Semakin berkurangnya penerimaan negara dari ekspor migas, terutama karena adanya penurunan harga migas secara drastis pada awal 1980-an, menyebabkan upaya peningkatan ekspor komoditas pertanian menjadi sangat relevan sebagai salah satu sasaran penting program pembangunan pertanian. Upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang menggembirakan karena sampai saat ini perkembangan ekspor komoditas pertanian Indonesia relatif masih lambat. Indonesia belum berhasil memanfaatkan peluang pasar ekspor, yang pada umumnya bersifat oversupply, sebagai konsekuensi dari masih rendahnya tingkat produktivitas yang dicapai (Sigit, 1996). Impor dunia untuk sayuran segar/kering/beku dari tahun 1989 sampai tahun 1993 meningkat rata-rata 5,9% per tahun. Dalam kurun waktu tersebut, kontribusi ekspor sayuran dari Indonesia baru mencapai 0,11% (Soengkono, 1996), jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan potensi yang dimiliki. Hal ini pada dasarnya tidak terlepas dari kebijakan domestik pengembangan produksi, industri dan perdagangan yang melibatkan komoditas sayuran. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap ekspor sayuran adalah perilaku negara pesaing, mitra dagang dan penataan perdagangan internasional melalui berbagai kesepakatan multilateral. Secara umum, permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan ekspor komoditas pertanian dapat dikelompokkan ke dalam: (a) permasalahan yang timbul sebagai konsekuensi kebijakan pemerintah, (b) permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik komoditas pertanian, dan (c) permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan perdagangan yang dilakukan oleh mitra dagang (Dillon dan Suryana, 1990). Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak dua tahun terakhir (semakin menurunnya nilai tukar rupiah relatif terhadap US dollar) hampir dipastikan akan mendorong peningkatan ekspor produk pertanian jika parameter persyaratan kualitas dapat selalu dipenuhi. Namun demikian, dugaan peningkatan ekspor produk pertanian tersebut, khususnya sayuran, belum dapat dikonfirmasi karena kurangnya data pendukung (kuantitatif). Berbagai studi terdahulu telah mengkaji peranan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan (Fosu, 1990; Gyimah-Brempong, 1991) serta terhadap pertumbuhan produktivitas total sektoral (Tybout, 1992; Edward, 1993). Ekspor dapat menstimulasi pertumbuhan produktivitas melalui berbagai cara: (a) pemanfaatan keunggulan komparatif yang mengarah pada spesialisasi, (b)

2

perluasan pasar internasional yang memungkinkan pemanfaatan skala ekonomi, (c) persaingan internasional dapat mendorong akselerasi adopsi teknologi moderen dan peningkatan efisiensi produksi, (d) penerimaan ekspor dapat dimanfaatkan untuk membiayai impor masukan penting/moderen serta barang modal yang diperlukan dalam meningkatkan efisiensi sistem produksi. Pada umumnya, kajian terdahulu juga menunjukkan bahwa ketidak-stabilan ekspor lebih sering dialami oleh negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. Ketidak-stabilan ekspor tersebut secara mikro dapat berpengaruh terhadap kegiatan produksi dan investasi untuk komoditas bersangkutan (Love, 1989; Tybout, 1992; Frisvold and Ingram, 1995), serta secara makro akan berpengaruh terhadap upaya pemerintah dalam mengelola cadangan devisa (Savvides, 1984; Fosu, 1992). Di kebanyakan negara berkembang, ketidak-stabilan ekspor terjadi karena komposisi ekspornya terkonsentrasi pada produk primer (Massell, 1964). Penelitian lainnya menunjukkan bahwa ekspor bahan pangan ternyata lebih stabil dibandingkan dengan ekspor barang industri (Habeck et al., 1988). Penerimaan ekspor yang tidak stabil ternyata lebih disebabkan oleh adanya ketidak-stabilan volume dibandingkan dengan ketidak-stabilan harga (Glezakos and Nugent, 1983). Penelaahan ketidak-stabilan ekspor menjadi penting karena tidak saja dapat memberikan gambaran menyangkut status perkembangan ekspor selama periode tertentu, tetapi juga dapat mengidentifikasi faktor dominan (harga atau kuantitas eskpor) sumber ketidak-stabilan tersebut. Kegiatan ekspor-impor tidak terlepas dari aktivitas perekonomian domestik dan internasional. Secara implisit, surplus atau defisit neraca perdagangan yang masih berada dalam batas-batas kewajaran merupakan gejala umum dan dinamika sistem perekonomian yang sedang berkembang. Mengacu pada uraian di atas, studi ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan ekspor-impor sayuran secara umum serta mengidentifikasi sumber dominan ketidak-stabilan, khususnya untuk ekspor sayuran.

BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan data ekspor impor sayuran untuk kurun waktu 1981-1995 yang dihimpun oleh Pusat Informasi Pemasaran Tanaman Pangan dan Hortikultura. Berdasarkan pertimbangan ketersediaan dan kelengkapan data serial waktu (volume dan nilai), maka disamping kategori lain-lain dan total, jenis komoditas yang secara spesifik disertakan dalam analisis hanya terbatas 10 jenis untuk ekspor dan 8 jenis untuk impor. Tabel 1 Data ekspor-impor jenis komoditas sayuran untuk kurun waktu 1981-1995 yang digunakan dalam analisis (Vegetable export-import data used in this analysis, 1981-1995) No

Komoditas (Commodity) Ekspor (Export)

Impor (Import)

1 Kentang segar (Fresh potato) 2 Tomat segar (Fresh tomato) 3 Kubis dan kubis bunga (Cabbage & cauliflower) 4 Bawang merah segar (Fresh shallot) 5 Cabai segar/dingin (Fresh hot pepper) 6 Cabai kering (Dried hot pepper) 7 Wortel * (Carrot) 8 Jamur segar * (Fresh mushroom) 9 Jamur olahan * (Processed mushroom) 10 Jagung manis * (Sweet corn) 11 Lain-lain (Miscellaneous) 12 Total ekspor sayuran (Total vegetable export) * data tersedia hanya untuk 1989-1995 (data available only for 1989-1995)

3

Bibit kentang (Potato seed) Kentang (Potato) Bawang bombay segar (Fresh onion) Bawang merah segar (Fresh shallot) Bawang putih segar (Fresh garlic) Bawang bombay kering (Dried onion) Kacang kapri kering (Dried green peas) Cabai kering (Dried hot pepper) Lain-lain (Miscellaneous) Total impor sayuran (Total vegetable import)

• Neraca Perdagangan Sayuran: Neraca perdagangan sayuran dianalisis dengan membandingkan besaran volume atau nilai ekspor dengan volume atau nilai impor secara serial waktu. Perbandingan tersebut dapat memberikan gambaran sebagai berikut: (a) jika volume/nilai ekspor lebih besar dibandingkan dengan volume/nilai impor, maka negara bersangkutan dikategorikan sebagai net exporter, dan sebaliknya (b) jika volume/nilai impor lebih besar dibandingkan dengan volume/nilai ekspor, maka negara bersangkutan dikategorikan sebagai net importer. • Pertumbuhan Ekspor dan Impor Sayuran: Untuk mengestimasi tingkat pertumbuhan ekspor dan impor, pendekatan yang digunakan adalah fungsi pertumbuhan (Arief, 1993) dengan formulasi sebagai berikut: Xt dimana:

=

Begt + kt Ut

Xt t Ut B e

= = = = =

(1)

volume ekspor atau impor komoditas X pada tahun t tahun (t=1,2,3,4,...........,n) simpangan konstanta bilangan natural

Transformasi logaritma dari kedua sisi persamaan (1) menghasilkan: log Xt =

log B + gt + kt2 + log Ut

(2)

Koefisien pertumbuhan g dan k diestimasi dengan meregresikan log Xt terhadap t dan t2, melalui penggunaan observasi Xt untuk t=1,2,3,.....,n. Signifikansi statistik dan besaran kedua koefisien tersebut dapat memberikan gambaran mengenai tingkat pertumbuhan ekspor atau impor berdasarkan batasan interpretasi sebagai berikut: • jika k secara statistik tidak berbeda nyata, maka pertumbuhan ekspor atau impor selama periode waktu analisis dikategorikan bersifat konstan dan tingkat pertumbuhan ekspor atau impor rata-rata selama periode tersebut adalah sebesar g. • jika k secara statistik berbeda nyata, maka besaran k<0 mengindikasikan adanya pertumbuhan ekspor atau impor yang bersifat menurun, sedangkan besaran k>0 mengindikasikan adanya pertumbuhan ekspor atau impor yang bersifat meningkat dan tingkat pertumbuhan ekspor atau impor rata-rata selama periode tersebut adalah g+2kt. Informasi lebih lanjut menyangkut faktor dominan pendorong pertumbuhan nilai ekspor atau impor dapat ditelusuri melalui model partisi sederhana sebagai berikut: Vt dimana:

=

P t Qt

Vt Pt Qt

= = =

(3) nilai ekspor atau impor komoditas i pada tahun t. harga satuan ekspor atau impor komoditas i pada tahun t. volume ekspor atau impor komoditas i pada tahun t.

Transformasi logaritma dari kedua sisi persamaan dan diferensiasi persamaan (3) terhadap t menghasilkan persamaan: 4

log Vt 1

= dVt

log Pt

+

log Qt

1

dPt

1

dQt

Pt

dt

Qt

dt

= Vt

dt =

GV

GP

+

GQ

(4)

Persamaan (4) menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan nilai ekspor atau impor (GV) sama dengan tingkat pertumbuhan harga satuan ekspor/impor (GP) dan tingkat pertumbuhan volume ekspor/ impor (GQ). Persamaan ini diturunkan dari identitas pada persamaan (3), yang menyatakan bahwa nilai ekspor/impor sama dengan harga satuan ekspor/impor dikalikan dengan volume ekspor/impor. Ketiga tingkat pertumbuhan tersebut dapat diestimasi dengan meregresikan log Vt, log Pt dan log Qt terhadap t dan t2. Berdasarkan kontribusi relatif dari GV, GP dan GQ, maka informasi menyangkut faktor dominan pendorong pertumbuhan nilai ekspor atau impor dapat diperoleh. • Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Sayuran: Ketidak-stabilan (instability) suatu peubah yang didefinisikan sebagai penyimpangan temporer dari kecenderungan (trend) yang berlaku, seringkali diukur berdasarkan keragaman dari peubah bersangkutan. Analisis keragaman dan dekomposisi dari keragaman tersebut banyak digunakan untuk mengindentifikasi sumber atau penyebab ketidak-stabilan (Murray, 1978; Piggott, 1978; Simatupang, 1988). Kajian menyangkut ketidak-stabilan hanya dilakukan untuk penerimaan ekspor berdasarkan pertimbangan bahwa peubah tersebut lebih berperan langsung dalam menstimulasi pertumbuhan perekonomian. Observasi data ekspor 1981-1995 mengindikasikan adanya lonjakan volume ekspor untuk beberapa komoditas pada tahun 1987. Agar informasi yang lebih lengkap menyangkut perubahan tersebut dapat diperoleh, analisis keragaman dilakukan untuk dua periode waktu, yaitu 1981-1987 dan 1988-1995. Penerimaan ekspor (Vi) komoditas i merupakan hasil perkalian antara harga satuan i (Pi) dengan kuantitas (Qi) ekspor komoditas i tersebut (Vt = Pt Qt), sehingga ragam dari penerimaan adalah: Var(V)

dimana:

=

Var (V) Var(Pt) Var(Qt) Pt Qt Cov (Pt, Qt ) Rt

Pt2 Var(Qt) + Qt2 Var(Pt) + 2 Pt Qt Cov (Pt, Qt ) - Cov (Pt, Qt )2 + Rt = = = = = = =

(5)

varians dari penerimaan ekspor suatu komoditas varians dari harga satuan ekspor varians dari volume ekspor rata-rata harga satuan ekspor rata-rata volume ekspor kovarians dari harga-volume residual

Persamaan (5) menunjukkan bahwa varians total dari penerimaan ekspor dapat dipartisi ke dalam komponen-komponen rata-rata, varians, kovarians harga dan volume ekspor, serta residual. Dengan demikian, persamaan (5) menunjukkan kontribusi rata-rata dan varians harga dan volume ekspor, interaksi antara rata-rata harga dengan volume, serta kovarians harga-volume.

5

• •

Jika persentase kontribusi Pt2 Var(Qt) lebih tinggi dibandingkan Qt2 Var(Pt), maka varians volume memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap varians penerimaan ekspor. Jika persentase kontribusi Qt2 Var(Pt) lebih tinggi dibandingkan Pt2 Var(Qt), maka varians harga satuan memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap varians penerimaan ekspor atau instabilitas penerimaan ekspor.

HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Perdagangan Sayuran Keseimbangan volume dan nilai ekspor-impor total sayuran diperlihatkan pada Gambar 1 dan 2. Selama periode 1981-1995, volume perdagangan sayuran secara total/keseluruhan memberikan gambaran bahwa Indonesia masih berperan sebagai net exporter (volume ekspor secara konsisten selalu lebih besar dibandingkan dengan volume impor). Namun demikian, pola tersebut ternyata tidak selalu terjadi untuk volume ekspor setiap komoditas sayuran secara individual. Sebagai contoh, untuk bawang merah segar dan cabai kering, selama periode waktu 1981-1995 volume ekspor kedua komoditas tersebut secara konsisten justru selalu lebih rendah dibandingkan dengan volume impornya. Dalam kurun waktu 15 tahun tersebut, surplus volume perdagangan sayuran secara keseluruhan ternyata juga tidak selalu diikuti oleh surplus nilai perdagangan. Gambar 2 menunjukkan bahwa defisit neraca perdagangan sayuran terjadi pada periode 1981-1988 dan surplus neraca perdagangan terjadi pada periode 1989-1995. Pengamatan pada Gambar 1 memberikan indikasi bahwa hal tersebut terjadi karena pada tahun 1989 terjadi penurunan impor sayuran yang cukup tajam dan diikuti oleh perkembangan ekspor yang semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Gambar 1 dan 2 juga menunjukkan bahwa surplus neraca perdagangan cenderung lebih disebabkan oleh adanya surplus volume perdagangan, Gambar 1

Volume ekspor-impor sayuran, 1981-1995 (Export-import volume of vegetables, 1981-1995)

250000000

Volume (kg)

200000000

150000000 Volume ekspor Volume impor 100000000

50000000

0 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 Tahun (Year)

6

Gambar 2

Nilai ekspor-impor sayuran, 1981-1995 (Export-import value of vegetables, 1981-1995)

90000000 80000000

Nilai (US $)

70000000 60000000 50000000

Nilai ekspor

40000000

Nilai impor

30000000 20000000 10000000 0 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 Tahun (Year)

bukan oleh adanya peningkatan harga satuan ekspor. Hal tersebut secara implisit memberikan gambaran bahwa surplus neraca perdagangan sayuran masih terkait dengan potensi dukungan sumberdaya yang merupakan faktor penentu keunggulan komparatif Indonesia dalam memproduksi beberapa komoditas sayuran tertentu. Pertumbuhan Ekspor-Impor Sayuran Secara keseluruhan, pertumbuhan ekspor rata-rata sayuran Indonesia selama periode 19811995 adalah sebesar 15,63% per tahun. Ekspor total sayuran dalam kurun waktu 15 tahun tersebut menunjukkan pola pertumbuhan yang konstan. Tingkat pertumbuhan rata-rata untuk 10 komoditas sayuran ekspor yang dianalisis ternyata cukup beragam, yaitu berkisar antara - 184,62% sampai 420,90%. Tingkat pertumbuhan terendah diperlihatkan oleh jagung manis, sedangkan tingkat pertumbuhan tertinggi ditunjukkan oleh jamur segar. Besaran tingkat pertumbuhan pada Tabel 1 untuk setiap komoditas memberikan gambaran adanya peningkatan volume ekspor dari tahun ke tahun, bahkan beberapa komoditas (kentang segar, tomat segar, cabai segar/dingin dan jamur segar) menunjukkan rata-rata pertumbuhan di atas 100%. Berdasarkan analisis fungsi pertumbuhan, pola pertumbuhan ekspor dari setiap komoditas ternyata dapat dikategorikan konstan (misalnya, kentang segar, tomat segar, kubis & kubis bunga, bawang merah segar, wortel, jamur segar, jamur olahan dan jagung manis) atau meningkat (misalnya, cabai segar/dingin dan cabai kering). Secara keseluruhan, pertumbuhan impor rata-rata sayuran Indonesia selama periode 19811995 adalah sebesar 16,05 % per tahun. Ekspor total sayuran dalam kurun waktu 15 tahun tersebut menunjukkan pola pertumbuhan yang meningkat. Tingkat pertumbuhan rata-rata untuk 8 komoditas sayuran impor yang dianalisis ternyata cukup beragam, yaitu berkisar antara - 16,69% sampai 112,35 %. Tingkat pertumbuhan terendah diperlihatkan oleh sayuran lain-lain, sedangkan tingkat pertumbuhan tertinggi ditunjukkan oleh kacang kapri kering. Besaran tingkat pertumbuhan pada Tabel 2 untuk setiap komoditas memberikan gambaran adanya peningkatan volume impor dari tahun ke tahun. Berdasarkan analisis fungsi pertumbuhan, pola pertumbuhan impor dari setiap komoditas ternyata dapat dikategorikan konstan (misalnya, bawang bombay segar, bawang merah segar, bawang putih segar, kacang kapri kering dan cabai kering) atau meningkat (misalnya, bibit kentang, kentang dan bawang bombay kering).

7

Tabel 1 Pertumbuhan volume ekspor rata-rata dan pola pertumbuhan volume ekspor sayuran, 1981-1995 (The average growth of export volume and the pattern of export volume growth for vegetables, 1981-1995) Komoditas (Commodity)

Pertumbuhan Ekspor Rata-rata

Pola Pertumbuhan Ekspor

k

(The average growth of export) (%)

(The pattern of export growth)

1,317

- 0,056

131,70

konstan

(p=1,000)

(p=0,000)

100,33

konstan

13,66

konstan

60,74

konstan

136,75

meningkat

73,15

meningkat

- 14,55

konstan

420,90

konstan

63,45

konstan

- 184,62

konstan

log Xt = log B + gt + kt2 + log Ut

g

Kentang segar (Fresh potato) Tomat segar (Fresh tomato) Kubis dan kubis bunga (Cabbage & cauliflower) Bawang merah segar (Fresh shallot) Cabai segar/dingin (Fresh hot pepper) Cabai kering (Dried hot pepper) Wortel * (Carrot) Jamur segar * (Fresh mushroom) Jamur olahan * (Processed mushroom) Jagung manis * (Sweet corn) Lain-lain (Miscellaneous) Total ekspor sayuran (Total vegetable export)

1,003

- 0,039

(p=1,000)

(p=0,007)

0,136

- 0,0005

(p=0,871)

(p=0,470)

0,607

0,0201

(p=0,993)

(p=0,073)

- 0,863

0,0858

(p=0,069)

(p=0,978)

- 0,454

0,0395

(p=0,157)

(p=0,921)

- 0,145

0,0177

(p=0,284)

(p=0,715)

4,209

- 0,3699

(p=1,000)

(p=0,000)

0,634

- 0,0439

(p=0,974)

(p=0,097)

- 1,846

0,1488

(p=0,052)

(p=0,881)

- 0,536

0,0296

(p=0,017)

(p=0,974)

0,135

-0,0068

(p=0,998)

(p=0,403)

35,24

meningkat

15,63

konstan

Keterangan: * Data serial waktu hanya tersedia untuk periode 1989-1995 (Data are only available for the periode of 1989-1995) Angka di dalam kurung adalah probabilitas untuk menolak g atau k sama dengan nol (Figures in parantheses are the probabilities for rejecting g or k equals to zero)

Pengamatan pada Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukkan bahwa selama kurun waktu 1981-1995, walaupun secara keseluruhan masih terdapat surplus (volume ekspor lebih besar daripada volume impor), tingkat pertumbuhan rata-rata impor sayuran secara keseluruhan ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekspor. Hal ini memberikan gambaran bahwa adanya surplus tidak berarti bahwa impor sayuran kemudian tidak perlu dicermati perkembangannya. Beberapa komoditas impor yang pertumbuhannya perlu diperhatikan adalah kentang dan kacang kapri kering. Produk kentang yang diimpor dalam bentuk segar dan beku/setengah-olahan digunakan untuk baked potato, mashed potato dan french fries. Varietas kentang yang banyak diusahakan di Indonesia (Granola) memang tidak sesuai untuk ketiga jenis makanan tersebut. Tingkat konsumsi yang cenderung semakin meningkat untuk ketiga jenis makanan di atas sebenarnya membuka peluang bagi kegiatan penelitian pengembangan varietas kentang untuk keperluan prosesing agar laju impor dapat ditekan. Sejauh komoditas kentang dan kacang kapri diperkirakan masih memiliki keunggulan komparatif, maka investasi penelitian yang diarahkan untuk mengurangi atau mensubstitusi impor kedua komoditas tersebut perlu mendapat perhatian lebih besar lagi. Pertumbuhan nilai ekspor atau penerimaan ekspor terdiri dari dua komponen, yaitu pertumbuhan harga satuan ekspor dan pertumbuhan volume ekspor. Perbandingan kontribusi setiap komponen terhadap pertumbuhan penerimaan ekspor dapat digunakan sebagai indikator dominasi

8

Tabel 2 Pertumbuhan volume impor rata-rata dan pola pertumbuhan volume impor sayuran, 1981-1995 (The average growth of import volume and the pattern of import volume growth for vegetables, 1981-1995) Komoditas (Commodity)

log Xt = log B + gt + kt2 + log Ut

g Bibit kentang (Potato seed) Kentang (Potato) Bawang bombay segar (Fresh onion) Bawang merah segar (Fresh shallot) Bawang putih segar (Fresh garlic) Bawang bombay kering (Dried onion) Kacang kapri kering (Dried green peas) Cabai kering (Dried hot pepper) Lain-lain (Miscellaneous) Total impor sayuran (Total vegetable import)

k

- 0,443

0,0275

(p=0,013)

(p=0,988)

- 1,352

0,0749

(p=0,001)

(p=0,997)

0,241

- 0,0032

(p=0,997)

(p=0,243)

0,331

- 0,00015

(p=0,976)

(p=0,494)

0,187

- 0,0030

(p=0,981)

(p=0,275)

- 0,555

0,0354

(p=0,004)

(p=0,997)

1,123

- 0,0515

(p=1,000)

(p=0,000)

0,359

- 0,0175

(p=0,991)

(p=0,025)

- 0,166

0,0185

(p=0,384)

(p=0,704)

0,035

0,0042

(p=0,665)

(p=0,996)

Pertumbuhan Impor Rata-rata

Pola Pertumbuhan Impor

(The average growth of import) (%) 38,23

(The pattern of import growth)

89,46

meningkat

24,16

konstan

33,16

konstan

18,73

konstan

50,72

meningkat

112,35

konstan

35,92

konstan

- 16,69

konstan

16,05

meningkat

meningkat

Keterangan: Angka di dalam kurung adalah probabilitas untuk menolak g atau k sama dengan nol (Figures in parantheses are the probabilities for rejecting g or k equals to zero)

sumber pertumbuhan. Tabel 3 memperlihatkan bahwa sumber dominan pertumbuhan penerimaan ekspor baik dari setiap komoditas secara spesifik maupun secara keseluruhan (total) adalah volume ekspor. Hal ini memperkuat dugaan bahwa peningkatan penerimaan ekspor sampai sejauh ini masih bersandar pada dukungan sumberdaya alam yang memungkinkan beberapa komoditas ekspor tersebut memiliki keunggulan komparatif. Tingkat pertumbuhan harga satuan ekspor secara keseluruhan bahkan menunjukkan besaran yang bernilai negatif. Secara implisit, hal tersebut memberikan gambaran adanya kecenderungan nilai tukar rupiah (relatif terhadap US dollar) yang semakin menurun. Sementara itu, pertumbuhan nilai impor atau pengeluaran impor juga terdiri dari dua komponen, yaitu pertumbuhan harga satuan impor dan pertumbuhan volume impor. Perbandingan kontribusi setiap komponen terhadap pertumbuhan pengeluaran impor dapat digunakan sebagai indikator dominasi sumber pertumbuhan. Seperti halnya pada pertumbuhan ekspor, tabel 4 menunjukkan bahwa sumber dominan pertumbuhan pengeluaran impor sayuran baik dari setiap komoditas secara spesifik maupun secara keseluruhan (total) adalah volume impor. Hal ini menggambarkan adanya kecenderungan permintaan terhadap produk sayuran impor yang semakin meningkat. Berbagai faktor yang diduga mendorong tingginya pertumbuhan permintaan atas sayuran impor diantaranya adalah: (a) adanya pertumbuhan penduduk yang secara absolut cukup tinggi, (b) adanya peningkatan pendapatan per kapita, khususnya untuk golongan menengah ke atas, yang cukup tinggi, (c) kemungkinan terjadinya perubahan struktural permintaan terhadap pangan, termasuk sayuran, yang mengarah pada tuntutan perbaikan kualitas dan citra produk yang lebih tinggi, dan (d) adanya deregulasi bertahap untuk mengurangi dan menghilangkan hambatan perdagangan non-tarif, sehingga harga sayuran impor cukup bersaing dan relatif lebih terjangkau.

9

Tabel 3 Faktor dominan sumber pertumbuhan nilai/penerimaan ekspor beberapa komoditas sayuran, 1981-1995 (Dominant source of export value/earnings growth for some vegetable crops, 1981-1995) Komoditas

Pertumbuhan Nilai Ekspor Rata-rata

Pertumbuhan Harga Satuan Ekspor Ratarata

Pertumbuhan Volume Ekspor Rata-rata

Faktor Dominan Sumber Pertumbuhan

(Commodities)

(The average growth of export value) %

(The average growth of export unit price) %

(The average growth of export volume) %

(Dominant source of growth)

Kentang segar (Fresh potato) Tomat segar (Fresh tomato) Kubis dan kubis bunga (Cabbage & cauliflower) Bawang merah segar (Fresh shallot) Cabai segar/dingin (Fresh hot pepper) Cabai kering (Dried hot pepper) Wortel * (Carrot) Jamur segar * (Fresh mushroom) Jamur olahan * (Processed mushroom) Jagung manis * (Sweet corn) Lain-lain (Miscellaneous) Total ekspor sayuran (Total vegetable export)

126,95

- 4,75

131,70

volume

98,17

- 2,16

100,33

volume

12,94

- 0,72

13,66

volume

87,62

26,88

60,74

volume

131,76

- 4,99

136,75

volume

86,41

13,26

73,15

volume

- 10,02

4,53

- 14,55

volume

383,78

- 37,13

420,90

volume

77,36

13,91

63,45

volume

- 148,84

35,78

- 184,62

volume

58,06

22,82

35,24

volume

14,05

- 1,58

15,63

volume

Keterangan (Remarks): • harga satuan ekspor = export unit price; volume ekspor = export volume • * Data serial waktu hanya tersedia untuk periode 1989-1995 (Data are only available for the periode of 1989-1995)

Tabel 4 Faktor dominan sumber pertumbuhan nilai/pengeluaran impor beberapa komoditas sayuran, 1981-1995 (Dominant source of import value/expenditure growth for some vegetable crops, 1981-1995) Komoditas

Pertumbuhan Nilai Impor Rata-rata

Pertumbuhan Harga Satuan Impor Rata-rata

Pertumbuhan Volume Impor Rata-rata

Faktor Dominan Sumber Pertumbuhan

(Commodities)

(The average growth of import value) %

(The average growth of import unit price) %

(The average growth of import volume) %

(Dominant source of growth)

Bibit kentang (Potato seed)

42,99

4,76

38,23

volume

Kentang (Potato)

74,07

- 15,39

89,46

volume

Bw bombay segar (Fresh onion)

24,36

0,20

24,16

volume

Bw merah segar (Fresh shallot)

31,53

- 1,63

33,16

volume

Bw putih segar (Fresh garlic)

15,22

- 3,51

18,73

volume

Bw bombay kering (Dried onion)

38,29

- 12,43

50,72

volume

Kc kapri kering (Dried green peas)

90,81

- 21,54

112,35

volume

Cabai kering (Dried hot pepper)

28,52

- 7,40

35,92

volume

Lain-lain (Miscellaneous)

- 20,26

- 3,57

- 16,69

volume

Total impor (Total import)

20,90

4,85

16,05

volume

Keterangan (Remarks): • harga satuan impor = import unit price; volume impor = import volume • * Data serial waktu hanya tersedia untuk periode 1989-1995 (Data are only available for the periode of 1989-1995)

10

Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Sayuran Analisis dekomposisi menunjukkan bahwa varians penerimaan ekspor dapat dipartisi ke dalam komponen rata-rata, varians dan kovarians volume ekspor dan harga satuan ekspor serta residual. Berkaitan dengan penentuan faktor yang kontribusinya dominan terhadap ketidak-stabilan penerimaan ekspor, dua komponen dari persamaan (5) yang akan diperbandingkan adalah Pt2 Var(Qt) dan Qt2 Var(Pt). Kedua komponen tersebut masing-masing diperlihatkan pada kolom 3 dan 4 dari Tabel 5. Tabel 5 Dekomposisi varians penerimaan ekspor beberapa komoditas sayuran (Decomposition of export earnings variance for some vegetable crops) Kontribusi komponen ratarata harga satuan dan varians volume ekspor (The average of unit price and export volume variance contribution)

Kontribusi komponen ratarata volume dan varians harga satuan ekspor (The average of volume and unit price variance contribution)

Kontribusi komponen ratarata harga satuan dan volume ekspor serta kovarians hargavolume (The average of unit price-volume and covariance of unit price-volume contribution)

Kontribusi komponen kovarians hargavolume (Covariance of unit price-volume contribution)

Kontribusi komponen residual (Residual contribution)

Pt2 Var(Qt) (%)

Qt2 Var(Pt) (%)

2 Pt Qt Cov (Pt, Qt ) (%)

Cov (Pt, Qt )2 (%)

Rt (%)

Kentang segar (Fresh potato)

81 - 87 88 - 95 81 - 95

110,62 52,16 64,91

0,93 17,15 3,42

- 12,65 41,49 23,86

- 0,37 - 0,47 - 1,42

1,47 - 10,33 9,23

Tomat segar (Fresh tomato)

81 - 87 88 - 95 81 - 95

114,17 23,47 27,66

0,65 23,76 9,94

- 12,53 37,90 29,97

- 0,30 - 1,64 - 5,85

- 1,99 16,51 38,28

Kubis & kubis bunga (Cabbage & cauliflower)

81 - 87 88 - 95 81 - 95

108,27 99,46 79,67

1,04 3,17 2,86

- 10,21 - 3,05 12,87

0 0 - 0,19

0,90 0,42 4,79

Bawang merah segar (Fresh shallot)

81 - 87 88 - 95 81 - 95

27,81 135,74 60,78

1,86 33,34 16,57

13,86 - 70,76 36,44

- 4,01 - 1,99 - 4,51

60,48 3,67 - 9,28

Cabai segar/dingin (Fresh/cold hot pepper)

83 - 87 88 - 95 83 - 95

344,36 86,37 86,47

45,98 12,37 9,75

- 131,78 16,57 3,08

- 25,87 - 0,54 - 0,04

- 132,69 - 14,77 0,74

Cabai kering (Dried hot pepper)

81 - 87 88 - 95 81 - 95

432,99 23,46 21,43

1563,16 8,68 19,02

- 897,93 21,36 8,55

- 313,92 - 3,11 - 0,89

- 684,70 49,61 51,89

Wortel (Carrot) Jamur segar (Fresh mushroom) Jamur olahan (Processed mushroom) Jagung manis (Sweet corn) Lain-lain (Miscellaneous)

89 - 95

88,05

26,57

- 12,96

- 0,02

- 1,64

89 - 95

126,21

14,51

- 38,35

- 2,98

0,62

89 - 95

78,47

5,94

17,04

- 0,28

- 1,17

89 - 95

60,98

7,99

15,43

- 1,80

17,40

81 - 87 88 - 95 81 - 95

175,80 291,61 412,48

9,90 131,71 181,68

- 68,84 - 237,26 - 251,58

- 6,91 - 23,70 - 36,88

- 9,55 - 62,36 - 205,70

81 - 87 88 - 95 81 - 95

34,75 31,87 26,69

49,85 28,87 15,85

0,33 47,47 37,37

0 - 1,48 - 5,01

15,07 - 6,73 25,10

Total ekspor sayuran (Total vegetable export)

11

Dari sisi keragaman volume ekspor, tampaknya terdapat kecenderungan umum adanya penurunan kontribusi dari periode 1981-1987 ke periode 1988-1995, kecuali untuk bawang merah dan lain-lain. Di sisi lain, keragaman harga satuan ekspor cenderung meningkat kontribusinya dari periode yang satu ke periode lainnya, kecuali untuk cabai segar, cabai dingin dan total sayuran. Namun demikian, kedua kecenderungan tersebut ternyata tidak mengubah proporsi perbandingan antara kontribusi keragaman volume dengan kontribusi keragaman harga untuk ketiga periode waktu analisis. Khususnya untuk 10 jenis komoditas spesifik yang dianalisis (data serial waktu ekspor untuk komoditas bersangkutan tersedia), secara konsisten persentase kontribusi Pt2 Var (Qt) ternyata lebih tinggi dibandingkan persentase kontribusi Qt2 Var(Pt). Hal tersebut mengandung arti bahwa keragaman penerimaan ekspor lebih banyak disebabkan oleh adanya keragaman volume ekspor. Hasil analisis ini sejalan dengan pendapat Murray (1978) yang menyatakan bahwa ketidak-stabilan volume ekspor merupakan penyebab lebih penting dari terjadinya ketidak-stabilan penerimaan ekspor. Lebih tingginya kontribusi keragaman volume ekspor juga terjadi untuk kategori lain-lain (59 jenis komoditas) serta total ekspor sayuran (69 jenis komoditas sayuran ekspor). Data yang tersedia menunjukkan bahwa kekecualian hanya terjadi untuk tomat segar periode 1988-1995, cabai kering periode 1981-1987 dan total sayuran periode 1981-1987. Hasil analisis dekomposisi mengisyaratkan perlunya penekanan terhadap perbaikan kontinuitas pasokan (mengurangi variabilitas volume ekspor) sebagai salah satu jalan keluar untuk mengurangi ketidak-stabilan penerimaan ekspor. Kecenderungan adanya volume ekspor sayuran yang semakin meningkat sebagai akibat dari kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan penerimaan ekspor juga perlu dicermati. Informasi menyangkut elastisitas permintaan atas harga dari komoditas tertentu harus digunakan sebagai acuan dalam mengambil keputusan untuk mendorong peningkatan volume ekspor komoditas bersangkutan. Jika suatu komoditas memiliki elastisitas permintaan atas harga yang bersifat inelastis, peningkatan penawaran komoditas tersebut justru dapat mengakibatkan menurunnya total penerimaan ekspor. Kebijakan peningkatan volume ekspor untuk komoditas tersebut dapat mengakibatkan hasil yang sebaliknya (counter-productive).

KESIMPULAN •

Selama periode 1981-1995, volume total ekspor sayuran secara konsisten selalu lebih besar dibandingkan dengan volume total impor sayuran. Surplus neraca perdagangan selama periode tersebut cenderung lebih disebabkan oleh adanya surplus volume perdagangan, bukan oleh adanya peningkatan harga satuan ekspor.



Secara keseluruhan, pertumbuhan ekspor rata-rata sayuran selama periode 1981-1995 adalah sebesar 15,63% per tahun, dengan pola pertumbuhan yang konstan. Tingkat pertumbuhan terendah diperlihatkan oleh jagung manis (-184,62%), sedangkan tingkat pertumbuhan tertinggi ditunjukkan oleh jamur segar (420,90%).



Secara keseluruhan, pertumbuhan impor rata-rata sayuran selama periode 1981-1995 adalah sebesar 16,05 % per tahun, dengan pola pertumbuhan yang meningkat. Tingkat pertumbuhan terendah diperlihatkan oleh sayuran lain-lain (-16,69%), sedangkan tingkat pertumbuhan tertinggi ditunjukkan oleh kacang kapri kering (112,35 %).



Sumber dominan pertumbuhan penerimaan ekspor baik dari setiap komoditas secara spesifik maupun secara keseluruhan (total) adalah volume ekspor. Sementara itu, sumber dominan pertumbuhan pengeluaran impor sayuran baik dari setiap komoditas secara spesifik maupun secara keseluruhan (total) adalah volume impor.

12



Ketidak-stabilan atau keragaman volume ekspor merupakan penyebab utama terjadinya ketidakstabilan penerimaan ekspor sayuran. Analisis dekomposisi mengisyaratkan perlunya penekanan terhadap perbaikan kontinuitas pasokan sebagai salah satu jalan keluar untuk mengurangi ketidakstabilan penerimaan ekspor. PUSTAKA

Arief, S. 1993. Metodologi penelitian ekonomi. Penerbit Univ. Indonesia, Jakarta. Dillon, H.S. dan A. Suryana. 1990. Permasalahan dan kebijaksanaan pengembangan ekspor hasil pertanian. Dalam A. Suryana, F. Kasryno & E. Pasandaran (Penyunting). Kontribusi Sektor Pertanian dalam Peningkatan Ekspor Non Migas. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Litbang Pertanian. Edwards, S. 1993. Openness, trade liberalization, and growth in developing countries. J. Econ. Lit., 31: 1358-1394 Fosu, A. 1992. Exports and economic growth: The African case. World Dev., 18(4): 831-835. Frisvold, G. and K. Ingram. 1995. Sources of agricultural productivity growth and stagnation in subSaharan Africa. Agr. Econ., 13(1): 51-61. Glezakos, C. and J. B. Nugent. 1983. More on the cause on instability in export earnings. Oxford Bull. of Econ. and Stat., 45(4): 379-383. Gyimah-Brempong, K. 1991. Export instability and economic growth in sub-Saharan Africa. Econ. Dev. Cult. Change, 39: 815-828 Habeck, M., D.J. Brown and P. Abbott. 1988. Sources of export earnings instability: The role of agriculture. J. of Agr. Econ., 39(1): 69-79. Love, J. 1989. Export imports and investment in developing countries. J. of Dev. Studies, 25: 183-191. Massell, B.F. 1964. Export concentration and fluctuations in export earnings: A cross-section analysis. Amer. Econ. Rev., 60(1): 47-63. Murray, D. 1978. Export earnings instability: Price, quantity, supply, demand ? Econ. Dev. and Cult. Change, 27: 61-72. Piggott, R.R. 1978. Decomposing the variance of gross revenue into demand and supply components. Amer. J. of Agr. Econ., 60: 145-157. Savvides, A. 1984. Export instability and economic growth: Some new evidence. Econ. Dev. and Cult. Change, 32(3): 607-614. Sigit. H. 1996. Produktivitas dan ekspor beberapa komoditi pertanian. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Pertanian, Jakarta, 6-7 Agustus 1996. Simatupang, P. 1988. Source of major agricultural export earnings stability in Indonesia. J. Agro Ekon., 7(1): 47-60. Soengkono, I. 1996. Pendayagunaan peluang pasar internasional hortikultura. Makalah disampaikan pada Seminar Sehari Kebutuhan Penelitian Hortikultura, Jakarta, 23 Agustus 1996. Susilowati, S.H., M. Ariani dan G.S. Hardono. 1997. Trend dan permasalahan impor pangan di Indonesia. Dalam A. Suryana, T. Sudaryanto dan S. Mardianto (Penyunting). Kebijakan Pembangunan Pertanian: Analisis Kebijaksanaan Antisipatif dan Responsif. Monograph Series No. 17. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Tybout, J. 1992. Linking trade and productivity: New research directions. World Bank Econ. Rev., 6: 189-211.

13

Related Documents