Allah Pencipta Langit dan Bumi Tuhan menciptakan segala sesuatu karena kasih dan dari sesuatu yang tidak ada. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan untuk bersatu dengan-Nya, untuk berpartisipasi dalam kasih ilahi-Nya.
I. Dasar Kitab Suci:
Kej 1:1-31– Pada awal mula Tuhan menciptakan segala sesuatu dan semuanya baik. Ayb 38:4-39:30– Tuhan yang dalam kemahakuasaannya menciptakan dan mengetahui segala sesuatu, adalah Pencipta semua mahluk, yang menopang dan memelihara semuanya. Mzm 148– Seluruh ciptaan harus memuji Tuhan Sang Pencipta. Keb 11:24-26– Tuhan menciptakan semuanya, mengasihi ciptaan-Nya dan menghendaki agar ciptaannya tetap bertahan. Yer 27:5– Tuhan di dalam kekuatan-Nya menciptakan bumi dan segala isinya. 2Mak 7:20-23– Tuhan adalah asal usul segala sesuatu; Ia memberi hidup dan nafas pada setiap manusia. Kis 17:22-28– Pencipta kita Mahakuasa mengatasi semua, tetapi juga memelihara dan hadir di dalam hati manusia. Ibr 1:1-3– Dunia diciptakan melalui Putera Allah, yang menopang seluruh alam semesta. Why 21:1-5– Penglihatan akan suatu langit dan bumi yang baru.
II. Dasar dari Katekismus Gereja Katolik:
KGK 279, 290: Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi (Kej 1:1). KGK 280-281, 315: Penciptaan adalah awal sejarah keselamatan, sebagaimana direnungkan dalam liturgi Paska. KGK 282-285: Katekese tentang penciptaan menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar manusia tentang asal usul dan tujuan manusia. KGK 286: Adanya seorang Pencipta dapat diketahui dari karya- karya-Nya, berkat akal budi manusia. KGK 290-292, 316: Allah menciptakan segala sesuatu oleh Sang Sabda yang adalah PuteraNya, dan segalanya dihidupkan oleh Roh Kudus (Penciptaan= karya Trinitas) KGK 293-294, 319: “Dunia diciptakan demi kemuliaan Allah” KGK 295-301, 317-320: Tentang misteri Penciptaan KGK 302-305, 321,322: Tentang Penyelenggaraan ilahi KGK 306-308, 323: Allah memberi manusia kemungkinan untuk mengambil bagian dalam penyelenggaraan-Nya KGK 309-314, 324: Allah menciptakan satu dunia yang berada “di jalan” menuju kesempurnaan. KGK 328-336: Penciptaan malaikat KGK 337-349: Dunia yang kelihatan KGK 355-379: Manusia yang diciptakan menurut gambaran Allah
III. Dasar dari Bapa Gereja:
St. Klemens dari Roma (wafat tahun 98) “Dengan Sabda kebesaran-Nya Ia telah menciptakan segala sesuatu; dan dengan satu perkataan-Nya Ia dapat melenyapkan semua itu.”(St. Klemens, Letter to the Corinthians, Ch. 27:4) St. Irenaeus (abad ke-2) “Sementara manusia, memang tidak dapat menciptakan apapun dari ketidak-adaan, tetapi hanya dari sesuatu yang sudah ada, namun Tuhan … adalah sangat mengatasi manusia, bahwa Ia sendiri dapat menciptakan hakekat ciptaan-Nya, ketika sebelumnya itu tidak ada.” (St. Irenaeus, Against Heresies, Bk 2, Ch.10). St. Yustinus Martir (100-165) “Tetapi, yang benar, [Tuhan] telah memanggil tubuh kepada kebangkitan, dan menjanjikan kehidupan kekal kepadanya. Sebab ketika Ia berjanji untuk menyelamatkan manusia, di sana Ia memberikan janji kepada tubuh [akan kebangkitan]. Sebab apakah manusia selain daripada mahluk berakal budi yang terdiri dari tubuh dan jiwa? Apakah jiwa dengan sendirinya adalah manusia? Tidak; tetapi jiwa manusia. Apakah tubuh dikatakan adalah manusia? Tidak, tetapi itu disebut tubuh manusia. Jika baik tubuh maupun jiwa, dari dirinya sendiri tidak disebut manusia, tetapi apa yang terbentuk dari keduanya baru disebut manusia, dan Tuhan telah memanggil manusia menuju kehidupan dan kebangkitan. Ia telah memanggil bukan sebagian tetapi keseluruhan, yaitu jiwa dan tubuh.” (St. Justin Martyr, Fragments of the Lost Work on the Resurrection, Ch. 8) St. Theofilus dari Antiokhia (120-185) “Jika Tuhan mencipta dunia dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya, apakah yang istimewa dalam hal itu? Seorang seniman dapat membuat sesuatu dari bahan yang ada sesuai kehendaknya, tetapi Tuhan menunjukkan kuasa-Nya dengan memulai sesuatu dari ketidakadaan untuk membuat apa yang dikehendaki-Nya.” (St. Theophilus of Antioch, Ad Autolycum II, 4: PG 6, 152) St. Agustinus (354-430) “Dan dengan perkataan, “Tuhan melihat semuanya itu baik” (Kej 1:10), adalah cukup untuk diartikan bahwa Tuhan menciptakan apa yang diciptakan bukan atas keharusan, ataupun demi memenuhi suatu kebutuhan, tetapi murni dari kebaikan-Nya sendiri, yaitu, karena itu adalah baik.” (St. Augustine, The City of God, Bk 11, Ch.24) St. Leo Agung (391- 461) “Jika… kita memahami dengan setia dan dengan bijaksana, awal penciptaan kita, kita akan menemukan bahwa manusia diciptakan menurut gambaran Allah, sampai akhir agar ia dapat meniru Penciptanya, dan agar kita manusia mencapai martabat kodrati yang tertinggi, dengan mencerminkan bentuk kebaikan Ilahi, seperti di dalam cermin. Dan yakinlah bahwa ke arah ini, setiap hari rahmat Sang Penyelamat senantiasa memperbaharui kita, sejauh bahwa yang telah jatuh di dalam Adam, dibangkitkan kembali di dalam Adam yang kedua [yaitu Kristus].” (St. Leo Agung, Sermons, No. 12:1) St. Yohanes Damaskus (645-749) “Ia [Allah] sendiri adalah Pembuat dan Pencipta para malaikat: sebab Ia menciptakan mereka dari ketidakadaan dan menciptakan mereka menurut gambaran-Nya, sebagai ras yang tidak fana, semacam roh atau nyala api yang tidak merupakan api material: di dalam perkataan Daud, “… [Tuhan] yang membuat..api yang menyala sebagai pelayan- pelayan-Mu.” (Mzm 104:4) (St. John Damascus, Exposition of the Orthodox Faith, Bk 2, Ch.3.
IV. Pendahuluan Setelah kita membahas tentang Pencipta di beberapa pertemuan sebelumnya, baik dari hakekat-Nya, kehidupan di dalam Diri-Nya, dan bagaimana Ia mewahyukan diri-Nya kepada
kita, maka sekarang kita akan membahas tentang ciptaan, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Penciptaan adalah awal dari sejarah keselamatan Allah, yang mencapai puncaknya di dalam Kristus. Kristus sendiri menyingkapkan tujuan awal dari penciptaan dan bagaimana Kristus menata kembali seluruh karya ciptaan, agar dapat kembali seperti yang direncanakan oleh Allah, sehingga akhirnya Kristus akan “menjadi semua di dalam semua” (1Kor 15:28). Dengan mengenal penciptaan, maka kita akan dapat menjawab pertanyan-pertanyaan tentang mengapa kita diciptakan, tujuan dari keberadaan kita, dari mana kita berasal, hubungan manusia dengan ciptaan yang lain. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut menentukan bagaimana kita hidup, cara kita menjalankan hidup, sehingga menentukan apakah kita akan sampai ke tempat tujuan akhir atau tidak (lih. KGK, 282).
V. Penciptaan adalah karya Allah Tritunggal Maha Kudus “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi”, artinya adalah: 1) Allah yang kekal memberi awal mula pada segala sesuatu; 2) Tuhan sendiri adalah Sang Pencipta; 3) semua ciptaan tergantung pada Allah yang menciptakannya. (lih KGK 290) Kitab Suci mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan menciptakan semuanya oleh Firman-Nya (lih. Yoh 1:1-3), yaitu Putera-Nya (Kol 1:16-17). Gereja juga mengakui bahwa penciptaan juga adalah karya Roh Kudus, “pemberi kehidupan” (lih. KGK 291). Kitab Suci menyatakan bahwa karya penciptaan Allah Putera dan Roh Kudus tidak terpisahkan dari karya Bapa… Penciptaan adalah karya bersama Allah Trinitas (lih. KGK 292)
VI. Tujuan Penciptaan 1. Tuhan tidak membutuhkan apapun dan siapapun, namun Dia mencipta karena kebijaksaan-Nya. Tuhan adalah sempurna dan bahagia secara absolut, yang berarti Dia tidak membutuhkan apapun dan siapapun untuk membuat-Nya bahagia. Inilah sebabnya, tiga Pribadi dalam satu hakekat menjadi sungguh fitting, karena kebahagiaan hanya mungkin kalau seseorang mengasihi atau memberikan dirinya. Karena Tuhan berbahagia di dalam diri-Nya, maka sebenarnya Tuhan tidak pernah kesepian tanpa adanya ciptaan, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Dengan demikian, penciptaan adalah karya dari Tritunggal Maha Kudus (lih. KGK, 290-292), yang dilakukan secara bebas tanpa paksaan dan di dalam kebijaksaanNya, Tuhan memandang baik.
2. Penciptaan sebagai wujud kasih dan menyalurkan kebaikan Tuhan untuk menyatakan kemuliaan Allah. Kalau memang Tuhan tidak memerlukan makhluk ciptaan, mengapa Tuhan menciptakan langit dan bumi, menciptakan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan? St. Thomas Aquinas memberikan prinsip “Bonum Diffusivum Sui” atau the good is diffusive in itself atau
kebaikan adalah menyebar. Kalau Tuhan adalah kasih dan kebaikan itu sendiri, maka menjadi kodrat dari kebaikan dan kasih untuk semakin dibagikan. Kebaikan Tuhan terjadi secara sempurna, kekal di dalam kehidupan interior Tritunggal Maha Kudus. Secara terbatas, kebaikan ini diwujudkan dalam ciptaan atau kebaikan yang dinyatakan di luar diri Tuhan. Kebaikan Tuhan dinyatakan dengan menciptakan makhluk, baik yang paling rendah sampai yang paling tinggi, yaitu dari benda ciptaan, makhluk hidup yang tidak berakal budi – seperti tumbuhan dan binatang, makhuk hidup yang berakal budi – seperti manusia sampai malaikat. Kita melihat Tuhan ingin menyampaikan kebaikannya kepada makhluk ciptaan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Dengan kata lain, Tuhan membagikan kebaikannya kepada mahluk-makhluk ciptaan yang mempunyai tingkatan yang berbeda-beda. Tingkatan ini tidak hanya dalam perbedaan spesies atau kelompok, namun juga terdapat tingkatan dalam satu kelompok. Tingkatan ini dilihat dari kodrat kelompok tersebut dalam kaitannya dengan tujuan akhir. Sebagai contoh, ada tingkatan di dalam manusia, sehingga di dalam Sorga, manusia juga akan menempati tingkatan yang berbeda-beda. Tingkatan ini juga terjadi di dalam kelompok malaikat. Katekismus Gereja Katolik, 293-294 menuliskan hal ini dengan begitu indahnya. KGK, 293. Kitab Suci dan tradisi selalu mengajar dan memuji kebenaran pokok: “Dunia diciptakan demi kemuliaan Allah” (Konsili Vatikan I: DS 3025). Sebagaimana santo Bonaventura jelaskan, Tuhan menciptakan segala sesuatu “bukan untuk menambah kemuliaan-Nya melainkan untuk mewartakan dan menyampaikan kemuliaan-Nya” (sent. 2,1,2,2, 1). Tuhan tidak mempunyai alasan lain untuk mencipta selain cinta-Nya dan kebaikan-Nya: “Makhluk ciptaan keluar dari tangan Allah yang dibuka dengan kunci cinta” (Tomas Aqu. sent.2, prol.). Dan Konsili Vatikan I menjelaskan: “Satu-satunya Allah yang benar ini telah mencipta dalam kebaikan-Nya dan ‘kekuatan-Nya yang maha kuasa’ – bukan untuk menambah kebahagiaan-Nya, juga bukan untuk mendapatkan [kesempurnaan], melainkan untuk mewahyukan kesempurnaan-Nya melalui segala sesuatu yang Ia berikan kepada makhluk ciptaan – karena keputusan yang sepenuhnya bebas, menciptakan sejak awal waktu dari ketidak-adaan sekaligus kedua ciptaan, yang rohani dan yang jasmani” (DS 3002). KGK, 294. Adalah kemuliaan Allah bahwa kebaikan-Nya menunjukkan diri dan menyampaikan diri. Untuk itulah dunia ini diciptakan. “Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia” (Ef 1:5-6). “Karena kemuliaan Allah adalah manusia yang hidup; tetapi kehidupan manusia adalah memandang Allah. Apabila wahyu Allah melalui ciptaan sudah sanggup memberi kehidupan kepada semua orang yang hidup di bumi, betapa lebih lagi pernyataan Bapa melalui Sabda harus memberikan kehidupan kepada mereka yang memandang Allah” (Ireneus, haer. 4,20,7). Tujuan akhir ciptaan ialah bahwa Allah “Pencipta akhirnya menjadi ‘semua di dalam semua’ (1 Kor 15:28) dengan mengerjakan kemuliaan-Nya dan sekaligus kebahagiaan kita” (Ad Gentes, 2). Dari teks KGK di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa Tuhan menciptakan seluruh ciptaan untuk menyatakan kemuliaan-Nya, sehingga akhirnya seluruh ciptaan yang berakal budi dapat menikmati kebahagiaan bersama-Nya, Sang Tritunggal Maha Kudus.
VII. Apa yang diciptakan oleh Tuhan?
1. Pada mulanya, Tuhan menciptakan alam spiritual/ rohani dan material. Pada awal mula sebelum ada segala sesuatu, hanya ada Tuhan. Waktu dimulai dengan adanya bumi dan tata surya, sehingga sebelum penciptaan bumi dan tata surya, belum ada waktu. Kitab Kejadian mengatakan bahwa pada mulanya Tuhan menciptakan langit dan bumi (Kej 1:1). Langit di sini adalah tempat kediaman para malaikat dan para kudus-Nya, sehingga perkataan, “Tuhan menciptakan langit,” dimaksudkan agar manusia ingat akan tujuan akhirnya. Dunia spiritual terdiri dari para malaikat dan surga di mana mereka tinggal. Sedangkan dunia material disebut bumi, sebab bumi adalah bagian yang terpenting dari dunia material.
2. Dunia material pada mulanya tidak berbentuk, tanpa penghuni dan tanpa terang. Tuhan mencipta elemen-elemen material, yang olehnya dunia dibentuk (lih. Kej 1:1-2).
3. Tuhan menjadikan alam material menjadi seperti sekarang ini dalam enam hari. Hari pertama, Ia menciptakan terang; hari kedua, cakrawala; hari ketiga, daratan dan tumbuhtumbuhan; hari keempat, matahari, bulan dan bintang-bintang; hari kelima, segala ikan dan burung-burung di udara; hari ke-enam, binatang dan akhirnya, manusia. (lih. Kej 1,2)
4. Tuhan menciptakan hari Sabat Hari Sabat, hari ketujuh, merupakan akhir pekerjaan Allah. Tuhan beristirahat pada hari ini, memberkati dan menguduskannya (lih. Kej 1:31). Maka Penciptaan diadakan dengan pandangan ke hari Sabat, yaitu kepada pujian dan penyembahan kepada Tuhan (lih. KGK 345-348). Namun bagi kita, hari yang baru telah datang: hari yang kedelapan, yaitu hari Kebangkitan Kristus. Hari ketujuh menyelesaikan Penciptaan yang pertama; hari kedelapan memulai Penciptaan yang baru. Penciptaan yang pertama memperoleh maknanya dan puncaknya di dalam Penciptaan yang baru di dalam Kristus (lih. KGK 349).
VIII. Bagaimana Tuhan menciptakannya? 1. Allah mencipta dengan Sabda-Nya (Firman-Nya) Tuhan bersabda, maka semuanya terjadi. Ia tidak perlu berbicara, sebab yang diperlukan adalah Ia menginginkannya, dan apa yang dikehendakinya terjadi. Pada mulanya adalah Firman. Firman itu bersama- sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah… Segala sesuatu dijadikan oleh Dia [Firman]…. (Yoh 1:1-3). Allah, “..menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada.” (Rom 4:17)
2. Penciptaan bukanlah kebetulan namun dari kebijaksanaan dan cinta Tuhan
Segala alam raya dan yang hidup di dalamnya bukan terjadi secara kebetulan atau takdir yang buta, melainkan diciptakan berdasarkan kebijaksanaan Tuhan (lih. KGK 295, Keb 9:9, Mzm 104:24). Tuhan yang mencipta seturut kehendak bebas-Nya, ingin agar ciptaan-Nya mengambil bagian di dalam keberadaan-Nya, kebijaksanaan-Nya dan kebaikan-Nya (lih. Why 4:11). “Tuhan itu baik kepada semua orang, penuh belas kasihan kepada segala yang dijadikan-Nya” (Mzm 145:9). Tuhan mencipta, sebab Ia menghendaki agar ciptaan-Nya berbahagia!
3. Allah menciptakan dari ketidakadaan Makhluk ciptaan hanya dapat menciptakan sesuatu dari sesuatu yang sudah ada. Namun, Tuhan yang maha kuasa dapat menciptakan dari sesuatu yang tidak ada. Ia tidak membutuhkan sesuatu yang sudah ada ataupun bantuan apapun agar dapat mencipta. Juga ciptaan bukan semacam pancaran yang terjadi dengan sendirinya dari hakekat Allah (lih. KGK 296). Kitab Suci mencatat hal tentang penciptaan dari ketidak-adaan ini dalam kitab ke-dua dari Makabe: “Aku tidak tahu bagaimana kamu muncul dalam kandunganku. Bukan akulah yang memberi kepadamu napas dan hidup atau menyusun bagian-bagian pada badanmu masingmasing. Melainkan Pencipta alam semestalah yang membentuk kelahiran manusia dan merencanakan kejadian segala sesuatunya. Tuhan akan memberikan kembali roh hidup kepadamu, justru oleh karena kamu kini memandang dirimu bukan apa-apa demi hukumhukum-Nya… Aku mendesak, ya anakku, lihatlah ke langit dan ke bumi dan kepada segala sesuatu yang kelihatan di dalamnya. Ketahuilah bahwa Allah tidak menjadikan kesemuanya itu dari barang yang sudah ada. Demikianlah bangsa manusia dijadikan juga…” (2 Mak 7:2223,28). Karena Tuhan dapat menciptakan segalanya dari ketidak-adaan, maka Ia dapat juga, melalui Roh Kudus, memberikan kehidupan rohani kepada para pendosa dan menciptakan hati yang murni di dalam diri mereka; dan memberikan kehidupan jasmani kepada orang- orang yang telah wafat melalui Kebangkitan badan. Allah, “menghidupkan orang mati dan menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada.” (Rom 4:17). Dan karena Tuhan dapat membuat terang bersinar dalam kegelapan dengan Firman-Nya, maka Ia juga dapat memberikan terang iman kepada mereka yang belum mengenal Dia.” (Kej 1:3; 2 Kor 4:6, KGK 298)
4. Allah menciptakan segala sesuatunya dengan baik dan teratur “Akan tetapi segala-galanya telah Kauatur menurut ukuran, jumlah dan timbangan (Keb 11:20). Alam semesta diciptakan Allah untuk manusia, yang dipanggil untuk mempunyai hubungan yang pribadi dengan Tuhan (lih. KGK 299). Karena ciptaan dihasilkan dari kebaikan Allah maka ciptaan mengambil bagian dalam kebaikan Allah (lih. Kej 1:4,10, 12,18,21,31). Allah menghendaki ciptaan sebagai hadiah bagi manusia, sebagai warisan yang dipercayakan kepadanya.
5. Allah memelihara dan menopang ciptaan-Nya Allah tidak meninggalkan ciptaan-Nya sendirian, namun memelihara dan menopang keberadaannya, membuatnya mampu bertindak dan membawanya kepada tujuan akhirnya. “Sebab Engkau mengasihi segala yang ada, dan Engkau tidak benci kepada barang apapun
yang telah Kaubuat. Sebab andaikata sesuatu Kaubenci, niscaya tidak Kauciptakan. Bagaimana sesuatu dapat bertahan, jika tidak Kaukehendaki, atau bagaimana dapat tetap terpelihara, kalau tidak Kaupanggil? Engkau menyayangkan segala-galanya sebab itu milikMu adanya, ya Penguasa penyayang hidup!” (Keb 11:24-26)
IX. Penyelenggaraan Ilahi 1. Tuhan peduli pada ciptaan-Nya Walau ciptaan diciptakan baik adanya, namun pada saat yang sama seluruh ciptaan diciptakan dalam keadaan “dalam perjalanan” menuju kesempurnaan akhir sebagaimana dikehendaki Tuhan (lih. KGK 302). Tuhan memelihara semua ciptaan-Nya. Yesus mengajarkan tentang penyelenggaraan Tuhan, demikian, “Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? ….Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mat 6:31-33; lih. 10:29-31)
2. Tuhan menghendaki ciptaan-Nya bekerja sama dengan Dia Tuhan tidak saja menciptakan, tetapi memberikan kesempatan untuk bekerjasama denganNya mewujudkan rencana-Nya (lih. KGK 306). Kepada manusia diberikan kuasa untuk memenuhi dan menaklukkan bumi (lih Kej 1:26-28); mengambil bagian dalam karya penciptaan, dan mengusahakan keseimbangannya demi kebaikannya dan kebaikan sesama. Manusia diundang untuk mengambil bagian dalam rencana Allah, melalui perbuatannya, doadoanya maupun penderitaannya, dan dengan demikian menjadi “kawan sekerja Allah” (1 Kor 3:9, 1 Tes 3:2; Kol 4:11). Tuhan berkarya di dalam diri ciptaan-Nya, Ia menjadi Penyebab utama yang bekerja melalui manusia, “Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” (lih. Flp 2:13, 1Kor 12:6). Namun demikian, tanpa bantuan rahmat Allah, manusia tidak dapat sampai kepada tujuan akhirnya (lih. KGK 308)
3. Penyelenggaraan Tuhan tidak menghapus skandal kejahatan Tidak ada jawaban yang cepat yang memuaskan atas pertanyaan, mengapa jika Tuhan Maha Besar, peduli dan memelihara ciptaan-Nya, tetapi ada kejahatan di dunia? Sebab segala hal pesan iman Kristiani (ajaran tentang penciptaan dan kejatuhan manusia ke dalam dosa, kasih Allah, penjelmaan Kristus, pengutusan Roh Kudus, Gereja, kuasa sakramen, panggilan untuk hidup kudus) adalah sebagian dari jawaban untuk pertanyaan ini (lih.KGK 309). Tuhan mengizinkan adanya kejahatan, sebab dalam kebijaksanaan-Nya, Tuhan menjadikan keseluruhan ciptaan di dalam tahap perjalanan menuju kesempurnaan akhir (lih. KGK 310). Malaikat dan manusia harus menempuh perjalanan menuju tujuan akhir mereka melalui pilihan mereka sendiri, sehingga karena kebebasan ini, mereka dapat menyimpang. Maka, kejahatan moral lebih parah dari kejahatan fisik. Tetapi Tuhan tidak pernah baik secara
langsung maupun tidak langsung menjadi penyebab kejahatan moral (KHK 311). Sebaliknya, dalam kemahakuasaan-Nya Allah dapat mendatangkan kebaikan dari sesuatu yang buruk (lih. Rom 8:28), seperti dalam kasus Yusuf yang dibuang oleh saudara-saudaranya (lih. KGK 312,313). Akhirnya kita percaya akan Tuhan yang mengatasi dunia dan sejarah. Walau penyelenggaraan-Nya sering tak dapat kita pahami, tetapi pada akhirnya ketika kita memandang Tuhan muka dengan muka, kita akan mengetahui dengan sempurna bagaimana bahkan jalan- jalan kejahatan dan dosa, telah mengarahkan ciptaan-Nya kepada perhentian terakhir, seperti rencana-Nya.
X. Tuhan menciptakan langit dan bumi 1. Langit dan bumi Tuhan adalah Pencipta langit dan bumi, segala yang kelihatan dan tak kelihatan (lih. KGK 325). Langit dan bumi di sini adalah segala ciptaan secara keseluruhan. Bumi adalah dunia manusia, sedangkan langit mengacu kepada cakrawala dan surga tempat Tuhan sendiri. Langit juga mengacu kepada para orang kudus, tempat bagi para mahluk rohani, para malaikat yang mengelilingi Tuhan (lih. KGK 326).
2. Para malaikat Para malaikat adalah para pelayan dan pembawa pesan Tuhan (KGK 329). Mereka adalah mahluk rohani murni (yang tidak mempunyai tubuh), yang ber- akal budi dan berkehendak bebas (lih KGK 330). Para malaikat “selalu memandang wajah Tuhan” (lih. Mat 18:10); mereka adalah “pahlawan-pahlawan perkasa yang melaksanakan firman-Nya dengan mendengarkan suara firman-Nya” (Mzm 103:20).
3. Kristus dan para malaikat-Nya Kristus adalah pusat dunia malaikat. Para malaikat itu adalah malaikat-malaikat-Nya (lih. Mat 25:31). Para malaikat itu adalah milik Kristus sebab mereka diciptakan melalui Dia dan untuk Dia (lih. Kol 1:16). Mereka adalah milik Kristus, sebab Ia telah menunjuk mereka sebagai pembawa kabar bagi rencana keselamatan-Nya: “Bukankah mereka [para malaikat] semua adalah roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan?” Para malaikat telah ada sejak penciptaan dan terus ada sepanjang sejarah keselamatan (lih.KGK 332), sejak zaman para nabi menyampaikan rencana Allah, sampai saat malaikat Gabriel menyampaikan kabar gembira untuk kelahiran Yohanes Pembaptis dan Kristus sendiri. Sejak penjelmaan Kristus di dunia sampai kenaikan-Nya ke surga, kehidupan Yesus senantiasa dikelilingi oleh para malaikat. Para malaikat memuja-Nya saat kelahiran-Nya, melindungi-Nya, menguatkan-Nya di saat di Taman Getsemani. Merekalah yang mewartakan kabar gembira saat Inkarnasi dan Kebangkitan-Nya; dan akan menyertai Yesus pada saat kedatangan-Nya kembali di akhir zaman (lih. KGK 333, Kis 1:10-11; Mat 13:41;24:31; Luk 12:8-9).
4. Para malaikat di dalam hidup Gereja
Seluruh kehidupan Gereja juga, secara rahasia memperoleh bantuan dari para malaikat (lih. KGK 334). Dalam liturginya, Gereja menggabungkan diri dengan para malaikat untuk memuji dan menyembah Tuhan (KGK 335). Sejak awal kehidupan sampai wafatnya, setiap manusia berada di dalam perlindungan malaikat dan doa syafaatnya (lih.KGK 336).
XI. Tuhan yang menciptakan dunia yang kelihatan a. Setiap ciptaan Tuhan mempunyai keindahan tersendiri Tuhan menciptakan dunia dengan segala keanekaragaman di dalamnya. Segala yang ada memperoleh keberadaannya dari Allah. Setiap ciptaan mempunyai keindahan/ kebaikannya sendiri, karena itu manusia harus menghormati ciptaan yang lain dan menghindari penggunaan yang tidak teratur akan alam dan ciptaan yang lain tersebut (lih. KGK 337-339).
b. Setiap ciptaan saling tergantung, saling melengkapi dan melayani Tuhan menghendaki saling ketergantungan antara ciptaan-Nya, agar saling melengkapi dan melayani satu sama lain (lih. KGK 340). Keindahan alam: Keteraturan dan keseimbangan alam tercapai dari keberagaman ciptaan dan dari hubungan di antara mereka (lih. KGK 341). Penghormatan akan hukum kodrat yang diperoleh dari keadaan alami ciptaan merupakan dasar kebijaksanaan dan dasar hukum moral (lih.KGK 354). Solidaritas antara mahluk ciptaan ada karena semuanya diciptakan oleh Tuhan dan semua ditentukan untuk memuliakan Tuhan (lih. KGK 344).
c. Manusia merupakan puncak dari karya Sang Pencipta. Manusia merupakan “puncak karya Sang Pencipta” (KGK 343), sebab manusia menempati posisi yang unik dalam Penciptaan, yaitu: 1) diciptakan menurut gambaran Allah; 2) dalam kodratnya, manusia mempersatukan dunia rohani dan jasmani; 3) manusia diciptakan lakilaki dan perempuan; 4) Tuhan menentukan manusia di dalam persahabatan dengan-Nya (lih. KGK 355).
XII. Tuhan menciptakan Manusia 1. Manusia diciptakan untuk mengenal dan mengasihi Allah: a. untuk mengambil bagian di dalam hidup Allah. Dari segala ciptaan, hanya manusia yang diciptakan untuk dapat mengenal dan mengasihi Pencipta-Nya. Di bumi, hanya manusia-lah ciptaan yang dikehendaki Tuhan demi kebaikan manusia itu sendiri; dan hanya manusialah yang dipanggil untuk mengambil bagian -melalui pengetahuan dan kasih- di dalam kehidupan Allah sendiri (lih. KGK 356)
b. untuk melayani dan mengasihi Tuhan
Tuhan mencipta segalanya untuk manusia; dan sebaliknya manusia diciptakan untuk melayani dan mengasihi Tuhan dan mempersembahkan semua ciptaan kepada-Nya (lih. KGK 358)
2. Manusia dapat mengenal dirinya sendiri, dan memberikan dirinya kepada Tuhan dan sesama. Dengan menjadi gambaran Allah, maka manusia tidak hanya ‘sesuatu’ tetapi ‘seseorang’. Ia mempunyai pengetahuan akan dirinya sendiri, memiliki dirinya sendiri dan dapat memberikan dirinya dan masuk dalam persekutuan dengan orang-orang lain. Manusia dipanggil oleh rahmat Tuhan untuk memberikan tanggapan iman dan kasih kepada-Nya, yang tidak dapat diberikan oleh ciptaan yang lain (lih. KGK 357)
3. Hanya dalam misteri Inkarnasi, misteri manusia menjadi jelas Rasul Paulus membandingkan Adam dengan Kristus: “Adam pertama menjadi jiwa yang hidup, Adam yang terakhir adalah Roh yang memberi hidup. Adam pertama diciptakan oleh Adam yang terakhir, yang dari-Nya Adam yang pertama memperoleh jiwa dan hidupnya… Adam yang kedua ini memeteraikan gambaran-Nya di dalam Adam yang pertama saat menciptakannya…. Adam yang pertama mempunyai awal, sedangkan Adam yang terakhir tidak berakhir. Adam yang terakhir merupakan awal segalanya, sebab Ia sendiri berkata, “Aku adalah yang pertama dan terakhir… “ (lih. St. Petrus Krisologus, Sermo 117, KGK 359)
4. Karena berasal dari asal yang sama, maka seluruh umat manusia membentuk kesatuan dan merupakan satu saudara “O penglihatan yang menakjubkan, yang membuat kita memandang umat manusia di dalam kesatuan asalnya di dalam Tuhan…. di dalam kesatuan kodratnya, yang terdiri dari tubuh material dan jiwa spiritual; di dalam kesatuan akhirnya dan misinya di dunia; di dalam kesatuan di dalam tempat kediamannya, yaitu di bumi yang mendatangkan kebaikan bagi manusia yang dapat mempergunakannya untuk mengembangkan kehidupan; di dalam kesatuan kepada tujuan akhirnya yang adikodrati: yaitu Tuhan sendiri, yang kepada-Nya semua mahluk harus menuju; di dalam kesatuan cara mencapai tujuan ini; …. di dalam kesatuan penebusan yang dikerjakan oleh Kristus bagi semua orang.” (Paus Pius XII, Summi Pontificatus, 3, KGK 360)
5. Tubuh dan jiwa manusia membentuk kesatuan Manusia, yang diciptakan menurut gambaran Allah adalah sekaligus mahluk jasmani dan mahluk rohani. Tuhan membentuknya dari debu tanah, dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya (lih Kej 2:7); maka manusia keseluruhannya, tubuh dan jiwa, dikehendaki oleh Tuhan (KGK 362).
a. Jiwa manusia
Jiwa manusia mengacu kepada ‘kehidupan manusia atau keseluruhan pribadi manusia’ (lih. KGK 363), dan mengacu kepada hal terdalam dalam diri manusia. Oleh jiwa, manusia menjadi sangat istimewa sesuai dengan gambaran Allah: jiwa menandai prinsip rohani di dalam diri manusia. Jiwa menjadi ‘bentuk’ bagi tubuh; karena adanya jiwa maka tubuh menjadi hidup. Di dalam manusia bukan dua kodrat yang menyatu, tetapi kesatuan antara jiwa dan tubuh itu yang membentuk satu kodrat (lih. KGK 365).
b. Tubuh manusia Tubuh manusia mengambil bagian di dalam martabat ‘gambaran Allah’. Disebut tubuh manusia sebab ia dihidupkan oleh jiwa yang rohani. Keseluruhan pribadi manusia di dalam Tubuh Kristus, dimaksudkan untuk menjadi bait Allah (lih. 1Kor 6:19-20; 15:44-45) Gereja mengajarkan bahwa: 1) setiap jiwa manusia diciptakan langsung oleh Allah dan bukan dihasilkan oleh orang tua; dan bahwa 2) jiwa itu kekal. Jiwa tidak mati ketika terpisah dari tubuh pada saat kematian, dan akan kembali bersatu dengan tubuhnya pada saat kebangkitan badan (lih. KGK 366) Kadangkala jiwa dibedakan dari roh, “roh, jiwa dan tubuh” (lih. 1 Tes 5:23); namun Gereja mengajarkan bahwa pembedaan ini tidak menunjukkan adanya dualitas di dalam jiwa. Roh menunjukkan bahwa sejak penciptaannya, manusia diarahkan kepada tujuan akhir yang adikodrati (rohani) dan bahwa jiwa tersebut dapat diangkat melampaui apa yang layak baginya kepada persekutuan dengan Tuhan (KGK 367).
6. “Laki-laki dan perempuan diciptakannya mereka” a. Laki-laki dan perempuan sama martabatnya Manusia laki-laki dan perempuan diciptakan Allah, dengan kesamaan derajat sebagai pribadi manusia, namun di dalam perbedaannya sebagai laki-laki dan perempuan. Baik laki-laki dan perempuan mempunyai martabat yang sama sebagai ‘gambaran Allah’. Di dalam kelakilakiannya dan keperempuanannya, mereka mencerminkan kebijaksanaan dan kebaikan Sang Pencipta (lih. KGK 369).
b. Tuhan bukan laki-laki atau perempuan Namun perlu diketahui, bahwa rumusan ‘gambaran’ ini tidak terjadi sebaliknya, sebab Tuhan tidak sama sekali menurut gambaran manusia: Ia bukan laki-laki ataupun perempuan. Tetapi kesempurnaan laki-laki dan perempuan mencerminkan kesempurnaan Allah yang tak terbatas: yaitu kesempurnaan sebagai ibu dan sebagai ayah dan suami (lih. KGK 370).
c. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan bersama, untuk saling menolong Tuhan Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” (Kej 2:18). Tidak ada satupun binatang dapat menjadi pasangan bagi manusia. Perempuan diciptakan Allah untuk menjawab kerinduan laki-laki akan pasangan baginya (lih. Kej 2:23), yang sama-sama mempunyai kodrat manusia (lih. KGK 371). Manusia diciptakan satu untuk yang lainnya, bukan artinya menjadikan mereka tidak lengkap tanpa yang lain, tetapi Allah menciptakan keduanya supaya membentuk persekutuan, di mana
yang satu menolong yang lain. Di dalam perkawinan, Allah mempersatukan keduanya menjadi ‘satu daging’ (Kej 2:24) dan mereka dapat meneruskan kehidupan manusia: “Beranak cuculah….” (Kej 1:28). Dengan meneruskan kehidupan kepada keturunan mereka, laki-laki dan perempuan sebagai pasangan dan orang tua, bekerjasama dengan cara yang unik dalam karya Sang Pencipta.
d. Manusia dipanggil untuk menaklukkan bumi sebagai pengelola Menjadi penakluk bumi bukan dengan merusak bumi, sebab Tuhan memanggil manusia lakilaki dan perempuan untuk menjadi gambaran Allah yang menyayangi semua yang ada dan mengambil bagian dalam penyelenggaraan bagi ciptaan yang lain dan manusia bertanggungjawab atas bumi kepada Tuhan yang telah mempercayakannya kepadanya (lih. KGK 373)
XIII. Kesimpulan Penciptaan adalah karya Allah Tritunggal Mahakudus. Allah mencipta langit dan bumi. Allah mencipta langit dan bumi, karena ingin menyampaikan cinta kasih dan kebaikan-Nya kepada sesuatu yang di luar diri-Nya sendiri. Maka dunia diciptakan demi kemuliaan Allah. Kemuliaan Allah ditunjukkan oleh kebaikan-Nya yang menunjukkan diri dan menyampaikan diri. Allah menciptakan dunia spiritual (yaitu surga dan para malaikat-Nya) dan dunia material (yaitu bumi dan segala isinya). Penciptaan bukan kebetulan namun karena kebijaksanaan dan cinta Tuhan. Tuhan mencipta dari ketidakadaan, Ia menciptakan segala sesuatu dengan baik dan teratur, memelihara dan menopang hidup mereka. Tuhan peduli akan segala ciptaan-Nya dan menghendaki ciptaan-Nya bekerjasama denganNya untuk mewujudkan rencana-Nya. Manusia merupakan puncak karya penciptaan Allah, karena ia diciptakan menurut gambaran dan rupa Allah. Maka, kemuliaan Allah adalah manusia yang hidup, namun hidup manusia adalah memandang Allah. Maka asal usul manusia adalah dari Allah dan tujuan akhir manusia adalah Allah sendiri. Manusia diciptakan untuk mengenal, mengasihi dan melayani Allah, serta mengambil bagian di dalam hidup Allah. Inkarnasi menjelaskan misteri hidup manusia, sebab di dalam Kristuslah seluruh umat manusia membentuk kesatuan sebagai satu saudara. Manusia merupakan kesatuan antara tubuh dan jiwa spiritual, yang diciptakan lakilaki dan perempuan. Keduanya diciptakan agar saling menolong dalam persekutuan kasih.
DOSA PERTAMA / KEJATUHAN MANUSIA KE DALAM DOSA Dosa Pertama (Dosa Asal)
Sebelumnya telah dibahas, bahwa tujuan Allah menciptakan manusia adalah memuliakan Dia. Yaitu untuk mengikuti / mentaati kehendak Allah, manusia mengasihi Allah dengan seluruh keberadaan dirinya. Sebagaimana Allah itu suci, menginginkan manusia hidup suci / kudus dan tak bercacat di hadapanNya. menempatkan manusia di taman Eden.
untuk harus Allah Allah
Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu. Kejadian 2 : 8 TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Kejadian 2:15 Namun manusia pertama telah memilih untuk memberontak kepada Allah, melawan perintah Allah dengan mentaati godaan tipu daya Iblis dan mengikuti keinginannya sendiri, manusia ingin menjadi seperti Allah memiliki pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, yaitu dengan dengan memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." Kejadian 2:16 -17
Mari kita perhatikan dialog antara perempuan dan Setan (melalui seekor ular) dari ayat-ayat dalam kitab Kejadian 3:1b-6 berikut ini :
Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?" Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: "Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati." Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat." Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.
Manusia melanggar perintah Allah, melanggar berarti memberontak kepada kehendak Allah. Dengan mengikuti godaan tipu daya Setan (melalui binatang ular), manusia mengabaikan kehendak Allah dan mementingkan kehendaknya sendiri yaitu ingin menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.
Jika kita memperhatikan dialog dalam Kejadian 3:1b-6 di atas, terlihat tahap-tahap kejatuhan manusia ke dalam dosa. Tahap-tahap ini menjadi skema yang terus terulang hingga kini dalam hidup kita, ketika kita memilih untuk mendengarkan bujukan maut Iblis dan mengikuti kehendak/hawa nafsu kita sendiri. Inilah tahap-tahapnya : 1. Manusia mendengarkan suara tipu daya Setan. Perhatikan bagaimana perintah Allah ‘Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas’ diubah oleh Setan menjadi pertanyaan muslihat untuk memancing dan mengalihkan perhatian manusia ‘Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?’. Yang terjadi ketika manusia mendengarkan suara Setan maka perhatian manusia teralihkan dari Tuhan kepada iming-iming Setan, ketika manusia mendekat kepada godaan Setan maka manusia mulai menginginkan apa yang di iming-imingkan Setan itu. 2. Karena perhatian manusia teralihkan kepada iming-iming Setan, manusia mulai dipenuhi keinginannya sendiri yaitu menuruti godaan Setan. Manusia juga mulai mengabaikan Firman Tuhan dan mulai membuat argumentasi sendiri dengan mengubah, menambahi atau mengurangi Firman Tuhan (dalam hal ini Firman Tuhan merupakan perintah Allah untuk tidak memakan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat). Perhatikan jawaban Hawa kepada ular ‘...buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati. Jawaban perempuan ini berbeda dengan perintah Tuhan yang secara spesifik memerintahkan ‘tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.Ketika manusia mendekati iming-iming Setan dengan menjawab pertanyaan tipu muslihat Setan, manusia mengganti kata ‘pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat’ dengan ‘pohon yang ada di tengah-tengah taman’ dan menambahi perintah Allah dengan kata ‘ataupun raba.’ 3. Ketika manusia mendekati dengan mendengar bujukan Setan, hatinya mulai tertarik, lalu manusia menjawabatas dasar pemikiran yang telah mulai teralihkan dari Firman Tuhan, manusia juga melihat bahwa 'pohon itu menarik hati karena memberi pengertian', maka keinginan untuk menjadi seperti Allah yang timbul karena mendengarkan bujuk tipu daya Setan itu menjadi semakin besar, keinginan yang besar adalah hasrat atau nafsu. Inilah tujuan utama tipu muslihat Setan, mengalihkan perhatian manusia kepada imingiming untuk menjadi seperti Allah agar manusia terbujuk untuk menginginkan menjadi seperti Allah, mengikuti keinginan hasrat nafsunya itu, lalu melawan perintah Allah dengan melakukan apa yang dilarang oleh Allah, dan akhirnya seperti halnya Setan, manusia memberontak kepada Allah. Keputusan manusia untuk melawan perintah Allah adalah pilihannya sendiri karena menuruti pengaruh / bujukan tipu daya Setan. Setan adalah musuh Allah, dia sangat ingin menjadi seperti Allah, Setan merasa congkak dan merasa setara dengan Allah. Sejak penciptaan, Setan telah memulai usahanya ‘merekrut sekutu’ dengan bujuk yang penuh tipu daya dan dusta agar manusia tergoda oleh bujuk mautnya untuk mengikuti dia bersama-sama memberontak kepada Allah. Dengan mengikuti kehendak Setan maka manusia telah memilih untuk memberontak
kepada Allah, kondisi manusia menjadi rusak total dan cenderung kepada dosa. Manusia menjadi sekutu Setan dan dengan demikian menjadi musuh Allah. Kejatuhan Manusia di dalam Dosa Pada saat manusia memakan buah itu, saat itu juga akibat dari pelanggaran terhadap perintah Allah itu terjadi, pada saat itu juga manusia telah mati dalam dosanya karena manusia telah melawan perintah Allah. Mati berarti terpisah dari hadirat Allah, terpisah dari Allah karena manusia terkutuk di hadapan Allah. Manusia menjadi pemberontak di hadapan Allah, telah berdosa, tidak suci lagi, bercacat cela. Dosa (setitik saja pun) menjadikan manusia tidak mungkin lagi dapat hidup bersama-sama, dekat dengan Allah, karena Allah itu maha suci adanya. Dosa menjadikan manusia suatu kejijikan, kenajisan, terkutuk di hadapan Allah. Lalu TUHAN Allah mengusir dia dari taman Eden supaya ia mengusahakan tanah dari mana ia diambil. Ia menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkan-Nyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan. Kejadian 3:23-24
Maka Allah mengusir manusia (Adam dan Hawa) keluar dari taman Eden. Sejak itu, manusia telah mati di dalam dosa dan hidup terpisah dari hadirat Allah, maka seluruh keturunan manusia sejak Adam dan Hawa termasuk kita semua, juga telah mati di dalam dosa, hidup terpisah dari hadirat Allah, dosa membuat kondisi manusia terkutuk di hadapan Allah. Kondisi manusia telah mati di dalam dosa, hidup terpisah dari hadirat Allah sejak diusir keluar dari taman Eden. Dalam kondisi terkutuk inilah Adam dan Hawa mempunyai anak-anak yang lahir dari hasil hubungan jasmani antara laki-laki dengan perempuan. Demikian seterusnya dari jaman ke jaman, dari generasi ke generasi, hingga kepada kita semua saat ini, semua kita manusia keturunan Adam dan Hawa, lahir dari hasil hubungan jasmani laki-laki dan perempuan. Seperti halnya Adam dan Hawa yang telah mati di dalam dosa dan hidup terpisah dari hadirat Allah, terkutuk di hadapan Allah; maka kita semua keturunannya juga telah mati dalam dosa, terpisah dari hadapan Allah, terkutuk di hadapan Allah. Siapapun kita, sejak dibuahi dalam kandungan, telah mati di dalam dosa, telah hidup terpisah dari hadirat Allah, telah terkutuk di hadapan Allah. Inilah kondisi manusia sebagai akibat dosa pertama (dosa asal) yang dilakukan oleh manusia pertama.