Apa sih tahsin tilawah Al-Qur’an? Tahsin tilawah Al-Qur’an itu memperbaiki atau memperindah bacaan Al-Qur’an kita sehingga bacaan kita sesuai dengan bacaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni; mengeluarkan huruf dari makhroj-nya, memenuhi sifatnya dan memperhatikan hukum bacaannya atau dengan kata lain memperindah bacaan agar sesuai tajwid. TAHSINUL Quran atau memperbaiki bacaan Alquran adalah indikasi dari keimanan seorang muslim. Seorang muslim yang tidak berusaha memperbaiki bacaan Alqurannya — membaca seadanya saja –, maka keimanannya terhadap Alquran sebagai kitabullah patut diragukan. Karena bacaan yang bagus adalah cerminan rasa keyakinannya kepada wahyu Allah yang agung ini. Maka itu wajib hukumnya bagi setiap muslim dan muslimah untuk memperhatikan bacaan Alqurannya. Ini dikarenakan tilawah yang baik akan mempengaruhi kualitas ibadah kita di sisi Allah SWT. Contohnya, dalam salat jamaah bagi kaum laki-laki muslim. Bacaan Al-Fatihah yang tidak baik dan berantakan dapat menyebabkan salat jamaah menjadi tidak sempurna yang pada gilirannya akan mempenga ruhi kualitas salat kita di sisi Allah SWT. Diterimakah atau ditolak? Bisa dipastikan dengan tilawah yang tidak beres dan buruk itu ibadah salat kita menjadi cacat dan berpeluang besar tidak diterima di hadapan Allah SWT. Dengan kata lain, menurut tinjauan ilmu ushul fiqh, mereka yang tidak mau memperbaiki tilawah Alquran menjadi lebih baik dan sesuai dengan kaidah tajwid, maka akan dimasukkan kategori orang-orang yang lalai dan tidak memperdulikan kitabullah ini. Sebagai seorang muslim tentu kita tak ingin dimasukkan ke dalam golongan orang merugi seperti halnya kedua Ahlil Kitab tadi hanya karena lalai dan tidak memiliki ihtimam (perhatian) terhadap kitab suci kita ini. Dalam sebuah hadist berderajat shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, seperti yang tersebut dalam hadist Arbain Nawawiyyah, Rasulullah SAW bersabda: “Bacalah, naiklah (ke atas surga) dan bacalah dengan tartil sebagaimana kami dulu pernah membacanya di dunia. Karena sesungguhnya kedudukanmu di surga terdapat pada akhir ayat yang kamu baca.” MANFAAT lain dari Tahsinul Quran adalah dapat merangsang hati untuk melakukan tadabbur (perenungan) ayat yang sedang dibaca. Hanya dengan tilawah yang baik dan suara yang bagus lantunan suara ayat-ayat suci Alquran menjadi indah, meresap dan menggerakkan pikiran si pembacanya. Sebaliknya bacaan yang masih belum baik dan berantakan justru membuat keindahan mukjizat Alquran menjadi hilang. Akibatnya tilawah Alquran pun mengendur. Inilah dampak negatif tilawah yang serampangan dan tanpa bimbingan dari seorang guru. 1. Membaca Al-Qur’an Sesuai Tajwid Itu Hukumnya Fardhu ‘ain Meskipun mempelajari teorinya berhukum fardhu kifayah, namun praktik membaca AlQur’an sesuai tajwid itu hukumnya wajib bagi setiap muslim. Bagaimana bisa kita membaca Al-Qur’an sesuai dengan tajwid jika kita enggan untuk belajar tahsin? Allah memerintahkan kita dalam Qur’an surat muzammil ayat 4; ترتيال القرءان ورتل “Dan tartilkanlah Al-Qur’an dengan setartil-tartilnya.” Ali bin Abi Thalib menjelaskan makna tartil dalam ayat, ”Mentajwidkan huruf-hurufnya dengan mengetahui tempat-tempat berhentinya”. 2. Sebagai Bentuk Memuliakan Al-Qur’an Sebagaimana kita tahu, Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang ditujukan kepada kita melalui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan diperantarai oleh malaikat Jibril ‘alaihissalam. Pantaskah kita membacanya dengan serampangan? Padahal ia adalah firman Allah yang Mulia.
3. Agar Tidak Mengubah Arti Sebuah Ayat Hal ini yang sangat amat penting untuk kita garis bawahi. Bahwa ketika kita membaca Al-Qur’an tanpa ilmu tajwid, maka bisa jadi kita jatuh pada sebuah kesalahan fatal; mengubah firman Allah subhanahu wa ta’ala tanpa kita sadari. Ketika kita tak bisa membedakan cara membaca huruf حdengan ه, ثdengan س, قdengan ك, dan lain sebagainya, maka kita bisa mengubah arti bacaan melenceng jauh dari aslinya. Misalkan; ketika kita membaca surat Al-ikhlash. Kita membaca qul dengan kul, sungguh kita telah benar-benar merusak artinya. Qul huwallahu ahad berarti “Katakanlah; Dialah Allah yang Maha Esa” sementara kul huwallahu ahad berarti “Makanlah; Dialah Allah yang Maha Esa.” Na’udzubillah tsumma na’udzubillah. Ini baru 1 ayat, dengan contoh 2 huruf yang seringkali salah diucapkan oleh kebanyakan orang. Bagaimana dengan kesalahan ucap 26 huruf lainnya? 4. Agar Bacaan Kita Bisa Menjadi Pelipur Lara, Penyejuk Hati Bagi Kita dan Orang Lain yang Mendengarnya Jika selama ini kita merasa bahwa bacaan Qur’an kita tak membekas dalam dada, tak mengobati hati yang duka, tak semangati jiwa yang merana, sungguh kita patut bertanya ‘apa yang salah dengan bacaan qur’an saya?’ Sebab Allah janjikan dalam AlQur’an bahwa ia adalah obat bagi jasmani yang sakit serta ruhani yang merasa terhimpit. Jika kita tak mendapatkannya, tentu bukan Allah yang ingkar janji, tapi kita yang belum memenuhi syarat untuk meraih janjiNya. Maka salah satu syaratnya adalah dengan membaca Al-Qur’an tersebut sesuai dengan tajwidnya; Memenuhi setiap hak huruf-hurufnya. Dan betapa banyak orang yang mendapat hidayah setelah mendengar bacaan Qur’an yang bagus. Sungguh, tidakkah kita tergiur agar dari lisan kita terketuk hati-hati orang untuk mencintai kalamNya? Tidak perlu jauh-jauh bicara orang sedunia, setidaknya berharaplah agar dengan bacaan kita, keluarga kita akan mencintai ayat-ayatNya. 5. Agar Menjadi Sebaik-Baik Manusia di Mata Allah Rasulullah Saw bersabda : علمه و القرءان تعلم من خيركم “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar al-Quran dan mengajarkannya” ( HR. Bukhari) Apalagi yang lebih istimewa dari hal ini? Apa yang lebih menggembirakan selain hal ini? Ketika kita hamba yang penuh alpha disebut Allah dan RasulNya sebagai sebaik-baik manusia. Sebagaimana dalam hadis di atas, Rasulullah menegaskan bahwa kedudukan seseorang menjadi yang terbaik ditunjukkan di antaranya dengan dua aktivitas utama ketika berinteraksi dengan al-Quran, yaitu belajar dan mengajarkan. Memang, untuk mencapai manfaat maksimum dari Kitab Allah ini adalah dengan melaksanakan dua aktivitas tersebut, dengan demikian terbukalah pintu-pintu kebaikan lainnya. Belajar adalah syarat utama untuk mencapai puncak ilmu dengan segala persyaratannya yang harus dilakukan, mengajarkan adalah memberikan kemanfaatan terhadap orang lain dari apa yang dipelajarinya di samping sebagai kontrol terhadap dirinya agar melaksanakan setiap ilmu yang dipelajarinya jauh sebelum ia ajarkan kepada orang lain. Abduh Zulfidar Akaha dalam bukunya 13 Orang terbaik dalam Islam ( Al-kautsar, 2004) menerangkan, maksud mempelajari Alquran dari hadis di atas adalah belajar membaca Alquran dengan disertai hukum tajwidnya, agar dapat membaca Alquran dengan tartil dan benar seperti ketika diturunkannya. Dan hal demikian hanya dapat tercapai melalui talaqqi, belajar dengan berhadapan secara langsung antara guru dan murid dengan melibatkan indera utama melihat dan mendengar. Imam Al-Jazari salah seorang pakar ilmu Qiraat dan imam di bidangnya mengatakan “ aku tidak mengetahui jalan paling
efektif untuk mencapai puncak tajwid selain dari latihan lisan dan mengulang-ulang lafazh yang diterima dari mulut orang yang baik bacaannya. Memelihara al-Quran dari kesalahan yang tidak layak. Para ulama tajwid membagi 2 kesalahan dalam membaca al-Quran, kesalahan pertama adalah lahn Jaliyy, yaitu kesalahan yang mudah diketahui seperti pengucapan huruf ? yang dibaca dengan huruf ? dalam lafazh ??? , tentunya kesalahan ini tanpa disadari telah merubah huruf al-Quran sehingga dihukumi sebagai kesalahan fatal yang menyebabkan keharaman apalagi kalau sampai merubah maknanya. Kesalahan kedua adalah yang disebut dengan lahn khofiy, kesalahan yang diketahui oleh orang-orang tertentu diantaranya oleh orang-orang yang memahami ilmu tajwid al-Quran. Kesalahan ini berkisar pada ketidakmampuan menerapkan kaidah hukum seperti idgham, ikhfa, iqlab dan lainnya. Kesalahan ini tergolong ringan sehingga sebagian menghukuminya makruh namun ada pula yang mengharamkannya sebab dengan demikian telah ikut merusak keindahan al-Quran. Dengan mempelajari ‘tahsin’ maka dipandang adanya usaha dari kita untuk membebaskan diri dari perangkap kesalahan ini dan berharap agar Allah senantiasa mengampuni ketidakmampuan untuk mencapai kesempurnaannya setelah berusaha secara maksimum. Menuju kesempurnaan ridla Allah Swt. Pelaksanaan ibadah kepada Allah Swt adalah dengan segenap perbuatan,ucapan, bahkan lintasan hati yang diorientasikan kepada Allah Swt dengan mengharapkan keridhaan-Nya. Agar sampai pada keridhaan-Nya, pelaksanaan ibadah yang dilandaskan pada perintah dan larangan-Nya. Keseriusan kita dalam mempelajari dan mengamalkan membaca Alquran dengan segala kesempurnaannya karena dilandasi keyakinan akan jaminan Allah dan Rasul-Nya akan mengantarkan pada golongan para ahli Alquran yang disanjung oleh Allah dan Rasul-Nya, Rasulullah Saw bersabda; “orang yang membaca Alquran dan ia pandai dalam membacanya, ia akan bersama para malaikat yang menjadi utusan yang mulia lagi suci, sedangkan orang yang membaca Alquran namun terbatabata, kesulitan serta kesukaran dalam membacanya, ia akan memperoleh dua pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka orang demikian akan berusaha meminimalisir kesalahan bahkan melepaskan diri dari setiap kesalahan walau yang makruh sekalipun, karena ia paham makruh berarti dibenci, ya.. dibenci oleh Allah Ta’ala, akankah keridhaan Allah datang pada setiap lafazh Alquran yang dibacakan jika pembacanya senantiasa terjebak dalam kesalahan yang makruh sekalipun? Akankah seseorang yang kita senangi menaruh simpati kepada kita setelah kita berikan hadiah dengan sesuatu yang dibencinya? Karenanya membaca Alquran dengan tahsin adalah bagian dari memberikan yang terbaik pada kalam Allah. Tidak ada kata terlambat untuk belajar, terlebih lagi belajar memperbaiki bacaan Alquran, meski umur sudah tidak muda. Carilah guru yang telah memiliki kompetensi atau ikuti halaqah-halaqah tahsin yang sering diadakan di mesjid. “Contoh bacaan yang kurang tepat makhraj-nya: semisal Anda membaca di Surat Al Ghasyiyah,
ُ ل إلَى يَ ْن ُ ون أَ َف َالا ظ ُر َا ت َك ْي َا خ ِل َق ْا ِْ ف ِ اْلبِ ِا Artinya adalah: “Tidakkah mereka melihat kepada Unta, bagaimana ia diciptakan?”. Padahal ayat ini sangat hebat, yaitu perintah kepada manusia untuk memerhatikan unta yang diciptakan begitu hebat sebagai hewan yang tangguh di padang pasir. Tapi kalau membacanya seperti ini:
ُ ل إلَى يَ ْن ُ ون أَ َف َالا ظ ُر َا ت َك ْي َا حلِ َق ْا ِْ ف ِ اْلبِ ِا Bacaan kha’ pada khuliqat menjadi ha’, karena kurang tepat cara bacanya, bisa bermakna begini:
“Tidakkah mereka melihat kepada Unta, bagaimana ia dicukur?” Kemudian beliau mencontohkan bacaan pendek yang menjadi panjang, yang perlu diperhatikan. Seperti dalam lafal أهلل
أكبر, huruf ba’ dibaca pendek, artinya Allah Maha Besar. Kalau dibaca panjang, maka َ , menjadi أكبار أهلل, artinya ‘Allah adalah beberapa gendang’. أكبارadalah bentuk kata banyak dari كبَرا yang artinya gendang. Bacaan panjang dan pendek ini perlu diperhatikan saat membaca Al-Qur’an. “Lalu yang terakhir, mengapa memahami letak berhenti dan memulai bacaan, al waqf wal ibtida’ itu penting? Ini seperti ketika Anda keliru memenggal kalimat. Saya beri contoh: ‘Tentara hijau bajunya membawa senapan’. Anda bisa tepat memahami kalimat ini jika tepat pemenggalannya: ‘Tentara/ hijau bajunya / membawa senapan’. Jika keliru memenggal kalimat ‘Tentara hijau/ bajunya membawa senapan’, jadi sulit dipahami kalimat ini. Nah, begitu pun dalam membaca Al-Qur’an. Hal ini untuk menjaga makna AlQur’an,”. Demikianlah yang selalu beliau sampaikan dalam pelbagai forum pengajian bersama santri dan masyarakat sekitar, dari masa ke masa. Hal yang beliau juga tekankan mengenai urgensi dan manfaat belajar Al-Qur’an secara tekun dan sabar dikutip dari sebuah hadis, bahwa orang yang membaca Al-Qur’an, akan selalu mendapat kebaikan. Begitu juga orang yang membaca dan belajar, meskipun terbata-bata, akan mendapat dua kebaikan: ganjaran atas bacaan Al-Qur’an-nya serta balasan kebajikan atas usahanya belajar membaca Al-Qur’an. Selagi masih ada kesempatan, mari kita selalu berusaha memperbaiki bacaan Al-Qur’an kita.