Akad Mudharabah.docx

  • Uploaded by: erviana lie
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Akad Mudharabah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,420
  • Pages: 26
BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syari’ah. Seperti yang disebutkan dalam UndangUndang No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19 UUPS menyebutkan, bahwa salah satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankan syari’ah adalah akad mudharabah. Selain itu bank Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor, 10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syari’ah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syari’ah, juga menyebutkan mudharabah adalah salah satu akad pembiayaan yang ada didalam perbankan syari’ah. Akad Mudharabah adalah akad antara pemilik modal dengan pengelola modal, dengan ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan kesepakatan. Didalam pembiayaan mudharabah pemilik dana (Shahibul Maal) membiayai sepenuhnya suatu usaha tertentu. Sedangkan nasabah bertindak

sebagai pengelola usaha (Mudharib). Pada prinsipnya akad

mudharabah diperbolehkan dalam agama Islam, karena untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang yang pakar dalam mengelola uang. Dalam sejarah Islam banyak pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam mengelola uangnya. Sementara itu banyak pula para pakar dalam perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. Oleh karena itu, atas dasar saling tolong menolong, Islam memberikan kesempatan untuk saling berkerja sama antara pemilik modal dengan orang yang terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal itu. Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada pada perbankan pada umumnya (perbankan konvensional). Perbankan konvensional pada umumya menawarkan pembiayaan dengan menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian modal yang telah digunakan mudharib dalam jangka waktu 1

tertentu. Namun Akad mudharabah tidak menentukan suku bunga tertentu pada mudharib yang menggunakan pembiayaan mudharabah, melainkan mewajibkan mudharib memberikan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh mudharib. Pembiayaan mudharabah pada dasarnya diperuntukan untuk jenis usaha tertentu atau bisnis tertentu. Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah akan mencoba membahas tentang mudharabah ini serta permasalahan yang ada didalamnya. 1.2.

Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Akad Mudharabah? 2. Landasan Hukum Mudharabah? 3. Apa saja Jenis-jenis Akad Mudharabah serta Rukun dan Syaratnya? 4. Apa Manfaat dan Resiko dari akad Mudharabah? 5. Aplikasi Mudharabah?

1.3.

Maksud dan Tujuan Penulisan 1. Menjelaskan pengertian Mudharabah. 2. Menjelaskan landasan hukum Mudharabah. 3. Menjelaskan jenis-jenis akad Mudharabah beserta Rukun dan Syarat yang harus ada dalam Mudharabah. 4. Menjelaskan apa manfaat dan risiko dari Mudharabah. 5. Menjelaskan aplikasi tentang Mudharabah.

2

BAB II PEMBAHASA N 2.1.

Pengertian Akad Mudharabah Akad adalah suatu perikatan, perjanjian yang ditandai adanya pernyataan melakukan ikatan (ijab) dan pernyataan menerima (qabul) sesuai dengan syariah islamiyah yang mempengaruhi objek yang diperikatkan oleh pelaku perikatan. Mudharabah berasal dari kata adhdharaby fil ardhi yaitu berpergian untuk urusan dagang. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata alqarrdhu yang bearati potongan, karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan. Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antar pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau violation oleh pengelola dana. PSAK 105 par 18 memberikan beberapa contoh bentuk kelalaian pengelola dana, yaitu: persyaratan yang di tentukan di dalam akad tidak dipenuhi, tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah ditentukan dalam akad, atau merupakan hasil keputusan dari institusi yang berwenang. Akad Mudharabah merupakan suatu transaksi pendanaan atau investasi yang berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan merupakan unsure terpenting dalam akad mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik dana kepada pengelola dana. Oleh karena kepercayaan merupakan unsure terpenting, maka mudharabah dalam istilah bahasa Inggris disebut trust financing. Pemilik dana yang merupakan investor disebut beneficial ownership atau sleeping partner, pengelola dana disebut managing trustee atau labour partner. (Syahdeini, 1999) Kepercayaan ini penting dalam akad mudharabah karena pemilik dana tidak boleh ikut campur di dalam manajemen perusahaan atau proyek yang dibiayai dengan dana pemilik dana tersebut, kecuali sebatas memberikan saran3

saran dan melakukan pengawasan pada pengelola dana. Apabila usaha tersebut mengalami kegagalan dan terjadi kerugian yang mengakibatkan sebagian atau bahkan seluruh modal yang ditanamkan oleh pemilik dana habis, maka yang menanggung kerugian keuangan hanya pemilik dana. Sedangkan pengelola dana sama sekali tidak menanggung atau tidak harus mengganti kerugian atas modal yang hilang, kecuali kerugian tersebut terjadi sebagai akibat kesengajaan, kelalaian ayau pelanggaran akad yang dilakukan oleh pengelola dana. Pengelola dana hanya menanggung kehilangan atau resiko berupa waktu, pikiran, dan jerih payah yang telah dicurahkannya selama mengelola proyek atau usaha tersebut, serta kehilangan kesempatan untuk memperoleh sebagian dari pembagian keuntungan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam perjanjian mudharabah. Hal tesebut sesuai dengan prinsip sistem keuangan syariah yaitu bahwa pihak-pihak yang telibat dalam suatu transaksi harus bersama-sama menanggung resiko (berbagi resiko), dalam hal transaksi mudharabah, pemilik dana akan menanggung resiko finansial sedangkan pengelola dana akan memiliki resiko nonfinansial. Sebagaimana telah dijelaskan di atas hal ini dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ali r.a: “Pungutan itu tergantung pada kekayaan. Sedangkan laba tergantung pada apa yang mereka sepakati bersama.” Dalam mudharabah, pemilik dana tidak boleh mensyaratkan sejumlah tertentu untuk bagiannya karena dapat dipersamakan dengan riba yaitu meminta kelebihan atau imbalan tanpa ada faktor penyeimbang

(iwad) yang

diperbolehkan syariah. Misalnya, ia akan memberi modal sebesar Rp. 100 juta dan ia

menyatakan setiap bulan mendapat Rp. 5 juta. Dalam mudharabah,

pembagian keuntungan harus dalam bentuk persentase/nisbah, misalnya 70:30, 70% untuk pengelola dana dan 30% untuk pemilik dana. Sehingga besarnya keuntungan yang diterima tergantung pada laba yang dihasilkan. Keuntungan yang dibagikan pun tidak boleh menggunakan nilai proyeksi (predictive value) akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan, yang mengacu pada laporan hasil usaha yang secara periodik disusun oleh pengelola dana dan diserahkan pada pemilik dana. Pada prinsipnya dalam mudharabah tidak boleh ada jaminan atas modal, 4

namun demikian agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Tentu saja jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. Dari penjelasan di atas dengan diberikan kewenangan sepenuhnya pengelolaan usaha pada pengelola dana, dapat dikatakan akad mudharabah merupakan jenis investasi yang mempunyai resiko tinggi. Resiko terhadap penggunaan modal mengenai kesesuaian penggunaannya dengan tujuan atau ketetapan

yang telah disepakati

yaitu untuk memaksimalkan keuntungan

kedua belah pihak. Terlebih lagi informasi usaha dipegang oleh pengelola dana dan pemilik dana hanya mengetaui informasi lagi informasi secara terbatas. Sehingga sangat penting bagi pemilik dana untuk mencari pengelola dana yang berakhlak mulia, dapat dipercaya, jujur, kompenten dan benar. Hikmah dari sistem mudharabah adalah dapat memberi keringanan kepada manusia. Terkadang ada sebagian orang yang memiliki harga, tetapi tidak mampu untuk membuatnya menjadi produktif. Terkadang pula, ada orang yang tidak

memiliki

harta

tetapi

ia

mempunyai

kemampuan

untuk

memproduktifkannya. Sehingga dengan akad mudharabah kedua belah pihak dapat mengambil manfaat dari kerja sama yang terbentuk. Pemilik dana mendapatkan manfaat dengan pengalaman pengelola dana , sedangkan pengelola dana dapat memperoleh manfaat dengan harta sebagai modal. Dengan demikian, dapat tercipta kerja sama antara modal dan kerja, sehingga dapat tercipta kemaslahatan dan kesejahteraan umat. Agar

tidak

terjadi

perselisihan

di

kemudian

hari

maka

akad/kontrak/perjanjian sebaiknya dituangkan secara tertulis dan dihadiri para saksi. Dalam perjanjian harus mencakup berbagai aspek antara lain tujuan mudharabah, nisbah pembagian keuntungan, periode pembagian keuntungan, biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari pendapatan, ketentuan pengembalian modal, hal-hal yang dianggap sebagai kelalaian pengelola dana dan sebagainya. Sehingga apabila terjadi hal yang tidak diinginkan atau terjadi persengketaan, kedua belah pihak dapat merujuk pada kontrak yang telah disepakati bersama. 5

Apabila terjadi perselisihan di antara dua belah pihak maka dapat diselesaikan secara musyawarah oleh mereka berdua atau melalui badan arbitrese syariah. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana (PSAK 105 par 16). Sedangkan pengembalian dana mudharabah dapat dilakukan secara bertahap bersamaan dengan destribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah berakhir, sesuai kesepakatan pemilikan dana dan pengelola dana. Skema Mudharabah

Pemilik Dana

(1)

(1)

Akad

mudharabah

Pengelola Dana

Proyek Usaha Porsi Rugi

Porsi Laba

Porsi Laba

(3) (4)

Hasil usaha: Apabila(5) untung akan sesuai nisbah, Apabila rugi ditanggung oleh(4) Pemilik Dana

Keterangan: (1) Pemilik dana dan pengelola dana menyepakati akad mudharabah (2) Proyek usaha sesuai akad mudharabah dikelola pengelola dana (3) Proyek usaha menghasilkan laba atau rugi (4) Jika untung, dibagi sesuai nisbah (5) Jika rugi, ditanggung pemilik dana 2.2.

Jenis Akad Mudharabah Dalam PSAK, mudharabah diklasifikasikan ke dalam 3 jenis yaitu 6

mudharabah

muthalaqah,

mudharabah

muqayyadah

dan

mudharabah

musytarakah. Berikut adalah pengertian masing-masing jenis mudharabah : 

Mudharabah Muqayyadah Mudharabah muqayyadah yaitu mudharabah yang pemilik dananya memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai lokasi, cara, dan atau objek investasi atau sektor usaha. Dalam PSAK 105

par. 7 tentang

Mudharabah, batasan tersebut bisa berupa: 1. Tidak mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik dana dengan dana lainnya; 2. Tidak menginvestasikan dananya pada teransaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau jaminan; Apabila pengelola dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang diberikan oleh pemilik dana, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi yang ditimbulkannya, termasuk konsekuensi keuangan. Dalam praktik perbankan mudharabah Muqqayadah terdiri atas dua jenis yaitu Mudharabah Muqqayadah Executing dan Mudharabah Muqqayadah Channeling. Pada Mudharabah Muqqayadah executing, bank syariah sebagai pengelola menerima dana dan dari pemilik dana dengan pembatasan dalam hal tempat, cara, dan atau objek investasi. Akan tetapi, bank syariah memiliki kebebasan dalam melakukan seleksi terhadap calon mudharib yang layak meneglola dana tersebut. Sementara itu, pada Mudharabah Muqqayadah Channeling, bank syariah tidak memiliki kewenangan dalam menyeleksi calon mudharib yang akan mengelola dana tersebut. 

Mudharabah Muthlaqah Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan pengelola tanpa adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, maupun objek investasi. Dalam hal ini, pemilik dana memberi kewenangan yang sangat luas kepada mudharib untuk menggunakan dana yang 7

diinvestasikan. Dalam perbankan syariah kontrak mudharabah muthlaqah digunakan untuk tabungan maupun pembiayaan. Pada tabungan mudharabah, penabung berperan sebagai pemilik dana, sedang bank sebagai pengelola yang mengkontribusikan keahliannya dalam mengelola dana penabung. Sedangkan pada investasi mudharabah, bank berperan sebagai pemilik dana yang menginvestasikan dana yang ada padanya kepada pihak lain yang memerlukan dana untuk keperluan usahanya. Mudharabah mutlaqah biasa juga disebut dengan mudharabah mutlak atau mudharabah tidak terikat.  Mudharabah Musytarakah Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Di awal kerja sama, akad yang disepakati adalah akad mudharabah dengan 100% modal dari pemilik dana, setelah berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan dengan pemilik dana, pengelola ikut menambahkan modalnya dalam usaha tersebut. Kemudian akadnya disebut mudharabah musytarakah, yaitu perpaduan antara akad mudharabah dan musyarakah. Ketentuan bagi hasil untuk akad ini berdasarkan PSAK 105 dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu: a)

Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan

pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai mudharib) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing; atau b)

Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan

pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati. 2.3.

Dasar Syariah Sumber Hukum Akad Mudharabah 8

Menurut Ijmak Ulama, mudharabah hukumnya jaiz (boleh). Hal ini dapat diambil dari kisah Rasulullah yang pernah melakukan mudharabah dengan Siti Khadijah. Siti Khadijah bertindak sebagai pemilik dana dan Rasulullah sebagai pengelola dana. Lalu Rasulullah membawa barang dagangannya ke negeri Syam. Dari kisah ini kita lihat akad mudharabah telah terjadi pada masa Rasulullah sebelum diangkat menjadi Rasul. Mudharabah telah dipraktikan secara luas oleh orang-orang sebelum masa Islam dan beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW. Jenis bisnis ini sangat bermanfaat dan sangat selaras dengan prinsip dasar ajaran syariah, oleh karena itu masih tetap ada di dalam sistem Islam. 1.

Al-Quran “Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT.” (QS 62:10) “.... Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya....” (QS 2:283)

2.

As-Sunah Dari Shalih bib Suaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: :”tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh muqaradhah (mudharabah), dan mencampuradukan dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.”(HR. Ibnu Majah) “Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada pengelola dananya agar tidak mngurangi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (pengelola dana) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan. Abbas didengar Rasulullah SAW, beliau membenarkannya.” (HR. Thabrani dan Ibnu Abbas).

2.4.

Rukun dan Ketentuan Syariah Akad Mudharabah Rukun Mudharabah ada empat, yaitu: 1. Pelaku terdiri atas : pemilik dana dan pengelola dana 2. Objek Mudharabah, berupa : modal dan kerja 9

3. Ijab Kabul/Serah Terima 4. Nisbah Keuntungan Ketentuan syariah, adalah sebagai berikut. 1. Pelaku a. Pelaku harus cakap hukum dan tabligh. b. Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan nonmuslim. c. Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh mengawasi. 2. Objek Mudharabah (Modal dan Kerja) Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dengan dilakukannya akad mudharabah.  Modal a. Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset lainnya (dinilai sebesar nilai wajar), harus jelas jumlah dan jenisnya. b. Modal harus tunai dan tidak utang. Tanpa adanya setoran modal, berarti pemilik dana tidak memberikan kontribusi apapun padahal pengelola dana harus bekerja. c. Modal harus diketahui jelas jum;ahnya sehingga dapat dibedakan dari keuntungan. d. Pengelola dana tidak diperkenankan untuk mudharabahkan kembali modal mudharabah, dan apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana. e.

Pengelola tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal kepada orang lain dan apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran kecual atas seizin pemilik dana.

f.

Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tidak dilarang secara syariah.



Kerja a. Kontribusi

pengelolaan

dana

dapat

berbentuk

keahlian, 10

keterampilan, selling skill, management skill, dan lain-lain b. Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diintervensi oleh pemilik dana. c. Pengelolaan dana harus menjalankan usaha sesuai syariah. d. Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan,pengelolaan dana sudah menerima modal dan sudah bekerja maka pengelola dan berhak mendapatkan imbalan/ganti rugi/upah 3. Ijab Kabul Adalah pernyataan dan ekspresi salaing rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal,tertulis,melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern. 4. Nisbah Keuangan a. Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan, mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh. Pengelola dana mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik dana mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua pihak, inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan. Jika memang dalam akad tersebut tidak dijelaskan masingmasing porsi, maka berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kedua belahpihak. c. Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba. Pada

dasarnya pengelolaan

dana

tidak

diperkenankan

menudharabahkan kembali modal mudharabah, dan apabila

untuk terjadi

maka dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana. Apabila pengelola dana dibolehkan oleh pemilik dana untuk memudharabahkan kembali modal mudharabah maka pembagian keuntungan untuk kasus seperti ini, pemilik dana mendapatkan 11

keuntungan sesuai dengan kesepakatan antara dia dan pengelola dana pertama. Sementara itu bagian keuntungan dari pengelola dana pertama dibagi dengan pengelola dan yang kedua sesuai dengan porsi bagian yang telah disepakati antara keduanya. Apabila terjadi kerugian ditanggung oleh pemilik dana kecuali ada kelalaian, cara menyelesaikan adalah sebagai berikut: a. Diambil terlebih dahulu dari keuntungan karena keuntungan merupakan pelindung modal. b. Bila kerugian melebihi keuntungan, maka baru diambil dari pokok modal.

2.5.

Berakhirnya Akad Mudharabah Lamanya kerja sama dalam mudharabah tidak tentu dan tidak terbatas, tetapi semua pihak berhak untuk menentukan jangka waktu kontrak kerja sama dengan memberitahukan pihak lainnya. Namun, akad mudharabah dapat berakhir karena hal-hal sebagai berikut (Sabiqq,2008) 1. Dalam hal mudharabah tersebut dibatasi waktunya, maka mudharabah berakhir pada waktu yang telah ditentukan. 2. Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri. 3. Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang akal. 4. Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya sebagai pengelola usaha untuk mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad. Sebagai pihak yang mengemban amanah ia harus beritikad baik dan hati-hati. 5. Modal sudah tidak ada.

2.6.

Prinsip Pembagian Hasil Usaha (Psak 105 Par 11) Dalam mudharabah istilah profit and loss sharing tidak tepat digunakan karena yang dibagi hanya keuntungannya saja (profit), tidak termasuk kerugian (loss). Sehingga untuk pembahasan selanjutnya, akan digunakan istilah prinsip bagi hasil seperti yang digunakan dalam undang-undang no 10 tahun 1998, 12

karena apabila usaha tersebut gagal kerugian tidak dibagi antara pemilik dana dan pengelola dana, tetapi harus ditanggung sendiri oleh pemilik dana. Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha. Untuk menghindari perselisihan dalam hal biaya yang dikeluarkan oleh pengelola dana, dalam akad harus disepakati biaya-biaya apa saja yang dapat dikurangkan dari pendapatan. Contoh perhitungan pembagian hasil usaha: Data: Penjualan

Rp 1.000.000

HPP

(Rp 650.000)

Laba Kotor

Rp

350.000

Biaya-biaya

Rp

250.000

Laba (rugi) bersih

Rp

100.000

a) Berdasarkan prinsip bagi laba (profit sharing) dengan nisbah pemilik dana : pengelola dana = 30:70 Pemilik dana

:30% x Rp 100.000 = Rp30.000

Pengelola Usaha

:70% x Rp 100.000 = Rp70.000

Dasar pembagian hasil usaha adalah laba neto/laba bersih yaitu laba kotor dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan modal mudharabah. b) Berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto/laba kotor bukan pendapatan usaha dengan nisbah pemilik dana : pengelolaan dana = 10:90

Bank Syariah

:10% x Rp 350.000 = Rp35.000

Pengelola

:90% x Rp 350.000 = Rp315.000 13

Jika akad mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati (PSAK 105 par 20) 2.7.

Bagi Hasil Untuk Akad Mudharabah Musyarakah (Psak 105 Par 34) Ketentuan bagi hasil untuk akad jenis ini dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu: a. Hasil investasi diantara pengelola dana dana pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati, selajutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai porsi modal masing-masing;atau b. Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola dana dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati. Contoh: jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan modal para musytarik. Contoh: Bapak A menginvestasikan uang sebesar Rp 2 juta untuk usaha siomay yang dimiliki oleh Bapak B dengan akad mudharabah. Nisbah yang disepakati oleh Bapak A dan Bapak B adalah 1:3. Setelah usaha berjalan,ternyata dibutuhkan tambahan dana, maka atas persetujuan Bapak A,Bapak B ikut menginvestasikan uangnya sebesar Rp 500.000. Dengan demikian bentuk akadnya adalah akad mudharabah musyarakah. Laba yang diperoleh untuk bulan Januari 2008 adalah sebesar Rp1.000.000 Berdasarkan PSAK 105 par 34 maka bagi hasil jika terdapat keuntungan dapat dilakukan dengan cara: Alternative 1: Pertama,hasil investasi dibagi antara pengelola dana dan pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati: 14

Bagian A:1/4 x Rp 1.000.000 = 250.000 Bagian B:3/4 x Rp 1.000.000 = 750.000 Kemudian bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana tersebut (Rp 1.000.000 – Rp 750.000) dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing; Bagian A : Rp 2.000.000/Rp 2.500.000 x Rp 250.000 = Rp 200.000 Bagian B : Rp 2.000.000/Rp 2.500.000 x Rp 250.000 = Rp 50.000 Sehingga B sebagai pengelola dana akan memperoleh Rp 750.000+Rp 50.000 = Rp 800.000, dan A sebagai pemilik dana akan memperoleh Rp 200.000 Alternative 2: Pertama hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing, Bagian A : Rp 2.000.000/Rp 2.500.000 x Rp 1.000.000 = Rp 800.000 Bagian B : Rp 2.000.000/Rp 2.500.000 x Rp 1.000.000 = Rp 200.000 Kemudian bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) sebesar Rp 800.000 (Rp 1.000.000-Rp 200.000) tersebut dibagi antara pengelola dana dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati. Bagian A:1/4 x Rp 800.000 = 200.000 Bagian B:3/4 x Rp 800.000 = 600.000 Sehingga B sebagai pengelola dana akan memperoleh Rp 200.000+Rp 600.000 = Rp 800.000, dan A sebagai pemilik dana akan memperoleh Rp 200.000 Jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal para musytarik.Misal terjadi kerugian sebesar Rp 1.000.000 maka A akan menaggung rugi sebesar: Rp 2.000.000/Rp2.500.000xRp 1.000.000=Rp 800.000 B akan menaggung rugi sebesar: Rp 2.000.000/Rp2.500.000xRp 1.000.000=Rp 200.000

2.8.

Perlakuan Akuntansi (Psak 105) Akuntansi Untuk Pemilik Dana 15

1. Dana Mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset nonkas kepada pengelola dana. 2. Pengukuran investasi mudharabah a) Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan; b) Investasi mudharabah dalam bentuk asset nonkas diukur sebesar nilai wajar nonkas pada saat penyerahan. Nilai dari investasi mudharabah dalam bentuk asset nonkas harus disetujui oleh pemilik dana dan pengelola dana pada saat penyerahan. Ada 2 alasan tidak digunakannya dasar historical cost untuk mengukur asset nonkas,(siswantoro,2003). o Penggunaan nilai yang disetujui oleh pihak yang melakukan kontrak untuk mencapai satu tujuan akuntansi keuangan. o Penggunaan nilai yang disetujui (agreed value) oleh pihak yang melakukan kontrak untuk nilai asset nonkas menuju aplikasi konsep representational faithfulness dalam pelaporan. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar junlah yang dibayarkan. Jurnal pada saat penyerahan kas: Dr. Investasi Mudharabah

xxx

Kr.Kas

xxx

Investasi mudharabah dalam bentuk asset nonkas diukur sebesar nilai wajar asset nonkas pada saat penyerahan kemungkinannya ada 2: 

Jika nilai wajar lebih tinggi dari pada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah. Jurnal pada saat penyerahaan aset nonkas : Dr. Investasi Mudharabah Kr.Keuntungan Tangguhan

xxx xxx 16

Kr.Aset Nonkas

xxx

Jurnal amortisasi keuntungan tangguhan : Dr.Keuntungan Tangguhan

xxx

Kr.Keuntungan 

xxx

Jika nilai wajar lebih rendah dari pada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui kerugian dan akui pada saat penyerahan asset nonkas Jurnal : Dr. Investasi Mudharabah

xxx

Dr. Kerugian Penurunan Nilai

xxx

Kr. Aset Nonkas Mudharabah

xxx

3. Penurunan nilai jika investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas: a. Penurunan nilai sebelum usaha dimulai Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebakan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan karena kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah. Jurnal : Dr. Kerugian Investasi Mudharabah

xxx

Kr. Investasi Mudharabah

xxx

b. Penurunan nilai setelah usahadimulai Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi mudharabah namun diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil. Jurnal pada saat terjadi kerugian: Dr. Kerugian Investasi Mudharabah

xxx 17

Kr. Penyisihan Investasi Mudharabah

xxx

Jurnal pada saat bagi hasil : Dr.Kas

xxx

Dr. Penyisihan Investasi Mudharabah

xxx

Kr. Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah

xxx

4. Kerugian Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir Pencatatan kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelun akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian

dan dibentuk penyisihan

kerugian investasi. Jurnal : Dr. Kerugian Investasi Mudharabah

xxx

Kr. Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah

xxx

Catatan : Tujuan dicatat sebagai penyisihan agar jenis nilai investasi awal mudharabah. 5. Hasil usaha Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang

Jurnal : Dr. Piutang Pendapatan Bagi Hasil

xxx

Kr. Pendapatan bagi Hasil Mudharabah

xxx

Pada saat pengelola dana membayar bagi hasil Jurnal Dr. Kas Kr. Piutang Pendapatan Bagi Hasil

xxx xxx 18

6. Akad mudharabah berakhir Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi dan pengembalian investasi mudharabah diakui sebagai keuntungan atau kerugian . Jurnal : Dr.Kas/Piutang/Aset Nonkas

xxx

Dr. Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah

xxx

Kr. Investasi Mudharabah

xxx

Kr. Keuntungan Investasi Mudharabah

xxx

ATAU Dr.Kas/Piutang/Aset Nonkas

xxx

Dr. Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah

xxx

Dr. Kerugian Investasi Mudharabah

xxx

Kr. Investasi Mudharabah

xxx

7. Penyajian Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat, yaitu nilai investasi mudharabah dikurangi penyisihan kerugian (jika ada) 8. Pengungkapan Pemilik dana mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas pada : a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain; b)

Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya;

c) Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; d) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah 19

2.9.

Akuntansi untuk Pengelola Dana 1. Dana yang di terima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. 2. Pengukuran Dana Syirkah Temporer Dana Syirkah Temporer diukur sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. Jurnal : Dr.Kas/Aset Nonkas

xxx

Kr. Dana Syirkah Temporer

xxx

3. Penyaluran kembali dana syirkah temporer Jika pengelola dana menyalurkah kembali dana syirkah temporer yang diterima maka pengelola dana mengakui sebagai aset (investasi mudharabah). Sama seperti akuntansi untuk pemilik dana. Dan ia akan mengakui pendapatan secara bruto sebelum dikurangi dengan bagian hak pemilik dana. Jurnal pencatatan ketika menerima pendapatan bagi hasil dari penyaluran kembali dana syirkah temporer : Dr.Kas/Piutang

xxx

Kr. Pendapatan yang Belum Dibagikan

xxx

Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana. Jurnal : Dr. Beban Bagi hasil Mudharabah

xxx

Kr. Untung Bagi Hasil Mudharabah

xxx

Jurnal pada saat pengelola dana membayar bagi hasil : Dr. Utang Bagi Hasil Mudharabah Kr.Kas

xxx xxx

4. Sedangkan apabila pengelola dana mengelola sendiri dana mudharabah berarti ada pendapatan dan beban yang diakui dan pencatatanya sama 20

dengan akuntansi konvensional yaitu: Saat mencatat pendapatan Dr.Kas/Piutang

xxx

Kr.Pendapatan

xxx

Saat mencatat beban : Dr.Beban

xxx

Kr.Kas/Utang

xxx

Jurnal penutup yang dibuat di akhir periode (apabila diperoleh keuntungan) : Dr.Pendapatan

xxx

Kr.Beban

xxx

Kr. Pendapatan yang belum dibagikan

xxx

Jurnal ketika dibagihasilkan kepada pemilik dana : Dr. Beban bagi hasil mudharabah

xxx

Kr. Utang bagi hasil mudharabah

xxx

Jurnal pada saat pengelola dana membayar bagi hasil : Dr. utang bagi hasil mudharabah

xxx

Kr.Kas

xxx

Jurnal penutup yang dibuat apabila terjadi kerugian : Dr.Pendapatan

xxx

Dr.Penyisihan Kerugian

xxx

Kr.Kas/Utang 5.

xxx

Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana: Jurnal : Dr.Beban

xxx

Kr.Utang lain-lain/Kas 6.

xxx

Di akhir akad Jurnal: Dr. Dana syirkah syariah Kr.Kas/asset nonkas

xxx xxx 21

Jika ada penyisihan kerugian sebelumnya jurnal : Dr. Danasyirkahtemporer

7.

xxx

Kr.Kas/Aset nonkas

xxx

Kr.Penyisihan kerugian

xxx

Penyajian Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan: a. dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah; yaitu sebesar dana syirkah temporer dikurangi dengan penyisihan kerugian (jika ada) b. bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kedapa pemilik dana disajjikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan sebagai kewajiban.

8.

Pengungkapan Pengelola dana mengungkapkan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan: a. isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil

usaha,

aktivitas

usaha

mudharabah,

dan

lain-lain.

b. rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya. c. penyaluran

dana

yang

berasal

dari

mudharabah

muqayadah.

Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No.101 tentang Penyajian

2.10. Laporan Keuangan Syariah Asumsi pencatatan untuk pengelola dana yang telah dibahas di atas menggunakan akad mudharabah muthlaqah, apabila akadnya mudharabah muqayyadah, di mana dana dari pemilik dana langsung disalurkan kepada pengelola dana lain (kedua) dan pengelola dana pertama hanya bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pengelola dana lain (kedua); maka dana untuk jenis seperti ini akan dilaporkan Off Balance Sheet. Atas kegiatan tersebut pengelola dana pertama akan menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pengelola dana lain (kedua) berlaku nisbah bagi hasil. 22

2.11. Contoh Kasus Mudharabah Muqayyadah antara PT. Bank Syariah Y (BSY) dengan Dana Pensiun X, Bank Syariah Y sendiri merupakan bank milik pemerintah pertama yang melandaskan operasionalnya pada prinsip syariah. Secara structural, Bank Syariah Y berasal dari Bank SB, sebagai salah satu anak perusahaan di lingkup Bank Y yang kemudian dikonversikan menjadi bank syariah secara penuh. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat berdasarkan putusan Majelis Arbiter yang menghukum Bank Syariah Y dan PT. Z dihukum untuk membayar jumlah pokok pembiayaan sebesar Rp 10 miliar kepada Dana Pensiun X secara tenggung renteng, paling lambat 30 hari sejak putusan diucapkan. Keduanya terbukti wanprestasi terhadap Dana Pensiun X dalam menunaikan Akad Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah No. 108 tanggal 28 Januari 2004. Namun putusan itu mandul dan tidak dijalankan, sehingga kasusnya dilimpahkan ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat pada 19 Maret 2009. Perkara ini bermula ketika Bank

Syariah Y mengajukan proposal penawaran

kerja sama pembiayaan Mudharabah Muqayyadah kepada Dana Pensiun X, Desember

2003.

Dala proposal penawaran disebutkan, pembiayaan akan

digelontorkan untuk PT. Z sebagai biaya pengembangan usaha pembuatan karung. Ketika itu, Dana Pensiun X berasumsi skema pembiayaan itu sama dengan penempatan deposito pada bank syariah. Karena itu Dana Pensiun X setuju untuk menempatkan dananya pada Bank Syariah Y. Pada 23 Januari 2004, Bank Syariah Y, PT. Z dan Dana Pensiun X membuat kesepakatan bersama Mudharabah Muqayyadah No. 006/MoU/DPX/I/2004, No.103/0110/MoU-Z/I/2004, dan No. 05/1393/017. Saat yang sama, Dana Pensiun X mentransfer dana ke Bank Syariah Y dengan surat No. 045/DPX/KI/I/2004 tentang penerbitan deposito sebesar Rp 5 miliar. Kesepakatan

itu

kemudian

dituangkan

dalam

akta

pembiayaan Mudharabah Muqayyadah sebesar Rp 10 miliar pada 28 Januari 2004 antara Dana Pensiun X, PT. Z dan Bank Syariah Y.

Perjanjian itu berlaku

selama tiga tahun hingga 23 Januari 2008, dengan ketentuan bagi hasil Dana 23

Pensiun X sebesar 13,5 persen per annum (tiap tahun). Sementara Bank Syariah Y mendapat fee sebesar satu persen per tahun terhitung sejak pembiayaan Mudharabah Muqayyadah masih berjalan (outstanding). Sebulan kemudian, Dana Pensiun X kembali mentransfer dana ke Bank Syariah Y sebesar Rp 5 miliar melalui surat No.115/DPX/KI/II/2004 tanggal 27 Februari 2004. Enam bulan berselang, Dana Pensiun X tidak mendapatkan nisbah bagi hasil karena PT. Z dan Bank Syariah Y tidak membayarkan angsuran, baik kewajiban pokok maupun margin (selisih) bagi hasil. Sejak awal proses pembiayaan, Dana Pensiun X menilai Bank Syariah Y tidak transparan. Hal itu antara lain tercermin dari pembiayaan yang dilakukan lebih dulu pada PT. Z sebesar Rp 6,5 miliar pada Oktober 2003 oleh Bank Syariah Y, sebelum akad dibuat. Sementara, dalam akad pembiayaan No. 108 disebutkan bahwa PT. Z tidak dalam keadaan berutang pada pihak manapun. Selain itu, Bank SyariahY juga dinilai tidak melaksanakan kewajibannya terhadap pengikatan barang jaminan dan monitoring penggunaan dana untuk kepentingan Dana

Pensiun X. Hal itu menimbulkan side streaming

yang

dilakukan PT. Z. Salah satunya adalah dengan menggunakan dana Dana Pensiun X untuk membayar cicilan hutang pada Bank Syariah Y. Untuk menuntaskan sengketa itu, Dana Pensiun X telah berusaha untuk musyawarah hingga mengajukan somasi kepada Bank Syariah Y, namun hasilnya nihil. Dana Pensiun X kemudian membawa perkara itu ke Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas). Hal itu sesuai dengan Pasal 14 ayat (2) Akad Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah yang mengatur apabila terjadi perselisihan maka menyelesaikan

para

pihak

akan

menunjuk

Basyarnas

untuk

sengketa. Setelah enam bulan bersidang di Basyarnas, para

pihak tetap tidak menemukan titik temu. Karena itu, pada 21 Agustus 2008 majelis arbiter menjatuhkan 15 putusan. Dari posisi kasus diatas, dapat kita lihat bahwa pihak Bank Syariah Y tidak memberikan keterbukaan informasi mengenai kondisi sesungguhnya dari pihak PT. Z, disamping itu pihak bank tidak menerapkan prudential banking principles (prinsip

kehati-hatian

perbankan)

dalam

pelaksanaan

pembiayaan Mudharabah Muqayyadah. 24

BAB III PENUTUP 3.1.

Kesimpulan Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang di tuangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi di tanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu di akibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Jenis- jenis mudharabah: a)

Mudharabah Muthlaqah.

b)

Mudharabah Muqayyadah.

c)

Mudharabah Musytarakah Sumber hukum Akad Mudharabah berasal dari Al-Quran dan As-Sunah.

Dalam melaksanakan Akad Mudharabah ini terdapat 4 rukun yaitu : 1.

Pelaku

2.

Objek

3.

Ijab kabul

4.

Nisbah keuntungan. Namun, akad mudharabah dapat berakhir karena hal-hal sebagai berikut

(Sabiqq,2008) a.

Dalam hal mudharabah tersebut dibatasi waktunya, maka mudharabah berakhir pada waktu yang telah ditentukan.

b.

Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri.

c.

Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang akal.

d.

Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya sebagai pengelola usaha untuk mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad. Sebagai pihak yang mengemban amanah ia harus beritikad baik dan hati-hati.

e.

Modal sudah tidak ada. 25

DARTAR PUSTAKA

Munawaroh.2013. Akuntansi Transaksi Mudharabah. dalam http://munawaroh2893.wordpress.com/ Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2008. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat Psak-105 Tentang Akuntansi Mudharabah. Muhammad, Rifqi.2008.Akuntansi Keuangan Syariah.Yogyakarta:P3EI

26

Related Documents

Akad Akad Syariah.docx
October 2019 25
Akad Salam
August 2019 29
Akad Mudharabah.docx
July 2020 13
Akad Perjanjian.docx
April 2020 26
Akad Mudharabah.docx
November 2019 38

More Documents from "erviana lie"

Lampiran.docx
November 2019 15
Akad Mudharabah.docx
November 2019 38
Modul Kgd I.docx
June 2020 11
Daftar_pustaka.pdf
August 2019 27